TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Anatomi
Anterolateral abdominall wall
Pada dinding anterolateral abdomen terdapat lima (pasang) otot. Terdiri atas
tiga flat muscles dan dua vertical muscles.
Tiga flat muscle yaitu :
inguinal.
Internal oblique, merupakan otot intermediate.
Transverse abdominal, otot yang lebih dalam.
Rectus abdominis
Pyramidalis
Tujuh puluh lima persen dari seluruh hernia abdominal terjadi di inguinal
(lipat paha). Yang lainnya dapat terjadi di umbilikus (pusar) atau daerah perut lainnya.
Hernia inguinalis dibagi menjadi 2, yaitu hernia inguinalis medialis dan hernia
inguinalis lateralis. Jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum (buah
zakar), hernia disebut hernia skrotalis. Hernia inguinalis lateralis terjadi lebih sering
dari hernia inguinalis medialis dengan perbandingan 2:1, dan diantara itu ternyata pria
lebih sering 7 kali lipat terkena dibandingkan dengan wanita. Semakin bertambahnya
usia, kemungkinan terjadinya hernia semakin besar. Hal ini dipengaruhi oleh kekuatan
otot-otot perut yang sudah mulai melemah.
Insidens hernia inguinalis pada bayi dan anak antara 1 dan 2%. Kemungkinan
terjadi hernia pada sisi kanan 60%, sisi kiri 20-25% dan bilateral 15%. Kejadian
hernia bilateral pada anak perempuan dibanding laki-laki kira-kira sama (10%)
walalupun frekuensi prosesus vaginalis yang tetap terbuka lebih tinggi pada
perempuan. Anak yang pernah menjalani operasi hernia pada waktu bayi, mempunyai
kemungkinan 16 % mendapat hernia kontralateral pada usia dewasa. Insiden hernia
inguinalis pada orang dewasa kira-kira 2%. Kemungkinan kejadian hernia bilateral
dari insidens tersebut mendekati 10%.
II.4. Etiologi
Masih menjadi kontroversi mengenai apa yang sesungguhnya menjadi
penyebab timbulnya hernia inguinalis. Disepakai adanya 3 faktor yang mempengaruhi
terjadinya hernia inguinalis yaitu meliputi:
1. Prosessus vaginalis persisten
Hernia mungkin sudah tampak sejak bayi tetapi lebih banyak yang baru
terdiagnosis sebelum pasien mencapai usia 50 tahun. Analisis dari data statistik otopsi
dan pembedahan menunjukkan bahwa 20 % laki-laki yang masih mempunyai
prosesus vaginalis hingga saat dewasanya merupakan predisposisi hernia inguinalis.
Sebelum lahir, prosesus vaginalis normalnya akan mengalami obliterasi
sehingga menutup pintu masuk kanalis inguinalis dari kavum abdomen. Penyebab
obliterasi tersebut tidak diketahui dengan pasti, tetapi beberapa penelitian menyatakan
bahwa calcitonin gene related peptide (CGRP) yang dikeluarkan oleh nervus
genitofemoralis, berperan dalam proses tersebut.
2. Naiknya tekanan intraabdominal secara berulang
Naiknya tekanan intra abdominal biasa disebabkan karena batuk atau tertawa
terbahak-bahak, partus, prostate hipertrofi, vesikulolithiasis, karsinoma kolon, sirosis
dengan asites, splenomegali masif merupakan faktor resiko terjadinya hernia
inguinalis. Merokok lama bisa menjadi sebab direk hernia inguinalis dengan
mekanisme, terjadinya pelepasan serum elasytyolitik yang menyebabkan terjadinya
penipisan fascia transversalis. Pada asites, keganasan hepar, kegagalan fungsi jantung,
penderita yang menjalani peritoneal dialisa menyebabkan peningkatan tekanan intra
abdominal sehingga membuka kembali prosesus vaginalis sehingga terjadi indirek
hernia.
3. Lemahnya otot-otot dinding abdomen
Akhir-akhir ini beberapa peneliti sepakat bahwa lemahnya otot-otot dan fascia
dinding perut pada usia lanjut, kurangnya olahraga, adanya timbunan lemak, serta
penurunan berat badan dan fitness memungkinkan adanya angka kesakitan hernia.
Abnormalitas struktur jaringan kolagen dan berkurangnya konsentrasi hidroksi prolin
berperan penting terhadap berkurangnya daya ikat serabut kolagen dan ini ada
hubungannya dengan mekanisme rekurensi hernia ataupun adanya kecenderungan
sifat-sifat familier dari hernia. Hernia rekuren terjadi kurang dari 6 bulan hal tersebut
disebabkan oleh karena kesalahan teknik, tetapi bila terjadi setelah 6 bulan pasca
operasi maka hal tersebut disebabkan oleh penipisan dari fascia.
II.5. Patofisiologi
Proses penurunan testis merupakan proses yang khas oleh karena penurunan
testis diikuti oleh peritoneum, dinding depan abdomen, dan pembuluh darah, saraf,
limphe dari kavum abdomen. Hingga mendekati masa akhir kehidupan janin, testis
tetap berada di rongga abdomen. Pada awalnya testis terletak di dinding belakang
abdomen setinggi vertebra lumbalis I-II.
Dari pole bawah testis terdapat suatu lipatan jaringan yang disebut
gubernaculum testis, lipatan jaringan ini akan berlanjut kedaerah inguinal. Testis dan
gubernaculum terletak dibelakang peritoneum primitive, peritoneum akan terdorong
kedepan oleh testis dan gubernaculum. Kemudian gubernaculum membentuk suatu
lipatan pelapis dengan peritoneum yang akan melapisi testis hampir secara sempurna.
Pada saat itu testis melekat di dinding posterior abdomen pada suatu cekungan yang
disebut mesorchium. Pada bulan ketiga kehidupan janin, testis terletak pada fossa
iliaca dan pada bulan ketujuh testis sudah berada didekat annulus inguinalis interna.
Penurunan testis dimulai pada sekitar minggu ke-10. Walaupun mekanismenya
belum diketahui secara pasti, namun para ahli sepakat bahwa terdapat beberapa faktor
yang berperan penting, yakni: faktor endokrin, mekanik (anatomik), dan neural.
Terjadi dalam dua fase yang dimulai sekitar minggu ke-10 kehamilan segera setelah
terjadi diferensiasi seksual. Fase transabdominal dan fase inguinoskrotal. Keduanya
terjadi dibawah kontrol hormonal yang berbeda.
Fase transabdominal terjadi antara minggu ke-10 dan 15 kehamilan, dimana
testis mengalami penurunan dari urogenital ridge ke regio inguinal. Hal ini terjadi
akibat adanya regresi ligamentum suspensorium kranialis dibawah pengaruh androgen
(testosteron), disertai pemendekan gubernaculum (ligament yang melekatkan bagian
inferior testis ke segmen bawah skrotum) dibawah pengaruh MIF (Mllerian
Inhibiting Factor). Dengan perkembangan yang cepat dari regio abdominopelvic
maka testis akan terbawa turun ke daerah inguinal anterior. Pada bulan ke-3
kehamilan untuk psosesus vaginalis yang secara bertahap berkembang kearah
skrotum. Selanjutnya fase ini akan menjadi tidak aktif sampai bulan ke-7 kehamilan.
Teststeron diproduksi oleh sel leydig testis, merangsang duktus wolfi menjadi
epididimis, vas deferens, dan vesikula seminalis. Struktur wolfii terletak paling dekat
dengan sumber testosterone. MIS diproduksi oleh sel sertroli testis, penting untuk
perkembangan duktus internal laki-laki normal, merupakan suatu protein dengan berat
molekul 15.000, yang disekresi mulai minggu ke delapan. Peran utamanya adalah
represi perkembangan pasif duktus mulleri (tuba fallopi, uterus, vagina atas).
Fase inguinoskrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28 sampai
minggu ke-35 kehamilan. Testis mengalami penurunan dari regio inguinal kedalam
skrotum dibawah pengaruh hormone androgen. Mekanismenya belum diketahui
secara pasti, namun diduga melalui mediasi pengaluaran calcitonin gene related
peptide (CGRP). Androgen akan merangsang nervus genitofemoral untuk
mengeluarkan CGRP yang menyebabkan kontraksi ritmis dari gubernaculum. Faktor
mekanik yang turut berperan pada fase ini adalah tekanan abdominal yang meningkat
yang menyebabkan keluarnya testis dari kavum abdomen, disamping itu tekanan
abdomen akan menyebabkan terbentuknya ujung dari prosesus vaginalis melalui
kanalis inguinalis menuju skrotum. Proses penurunan testis ini masih bisa
berlangsung sampai bayi usia 9-12 bulan.
Hernia reponibel: bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau
mengedan dan masuk lagi bila berbaring atau didorong masuk perut, tidak ada
keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.
Hernia ireponibel: Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga
perut. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong
hernia.
c. Hernia inkarserata: bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia, berarti isi kantong
terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai terjadinya
gangguan pasase usus.
d.
Hernia strangulata: bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia, isi kantong
terperangkap dan terjadi gangguan pasase usus serta gangguan vaskularisasi sehingga
dapat terjadi nekrosis.
Menurut Erickson (2009) dalam Muttaqin 2011, ada beberapa klasifikasi hernia yang
dibagi berdasarkan regionya, yaitu: hernia inguinalis, hernia femoralis, hernia umbilikalis,
dan hernia skrotalis.
a
Hernia Femoralis, yaitu: suatu penonjolan organ intestinal yang masuk melalui
kanalis femoralis yang berbentuk corong dan keluar pada fosa ovalis di lipat paha.
Hernia femoralis umumnya dijumpai pada perempuan tua. Insidensinya pada
perempuan kira-kira 4 kali lelaki.
Hernia Umbilikus, yaitu: suatu penonjolan (prostrusi) ketika isi suatu organ
abdominal masuk melalui kanal anterior yang dibatasi oleh linea alba, posterior oleh
fasia umbilicus, dan rektus lateral. Hernia ini terjadi ketika jaringan fasia dari dinding
abdomen di area umbilicus mengalami kelemahan.
Hernia Skrotalis, yaitu: hernia inguinalis lateralis yang isinya masuk ke dalam
skrotum secara lengkap. Hernia ini harus cermat dibedakan dengan hidrokel atau
elevantiasis skrotum.
Hernia ingunalis dibagi menjadi dua yaitu Hernia Ingunalis Lateralis (HIL)
dan Hernia Ingunalis Medialis. Disini akan dijelaskan lebih lanjut hernia ingunalis
lateralis. Hernia inguinalis lateralis mempunyai nama lain yaitu hernia indirecta yang
artinya keluarnya tidak langsung menembus dinding abdomen. Selain hernia indirek
nama yang lain adalah hernia oblique yang artinya kanal yang berjalan miring dari
lateral atas ke medial bawah. Hernia ingunalis lateralis sendiri mempunyai arti pintu
keluarnya terletak disebelah lateral vasa epigastrica inferior. Hernia inguinalis lateralis
(HIL) dikarenakan kelainan kongenital meskipun ada yang didapat.
inguinal, lateral merupakan arteri epigastrika inferior, dan medial adalah tepi lateral
muskulus rektus abdominis.
Manifestasi klinis
Pada pasien terlihat adanya massa bundar pada annulus inguinalis eksterna
yang mudah mengecil bila pasien tidur. Karena besarnya defek pada dinding posterior
maka hernia ini jarang sekali menjadi irreponibilis. Hernia ini disebut direk karena
langsung menuju annulus inguinalis eksterna sehingga meskipun annulus inguinalis
interna ditekan bila pasien berdiri atau mengejan, tetap akan timbul benjolan. Bila
hernia ini sampai ke skrotum, maka hanya sampai kebagian atas skrotum, sedangkan
testis dan funikulus spermatikus dapat dipisahkan dari massa hernia.
Bila jari dimasukkan dalam annulus inguinalis eksterna, tidak akan ditemukan
dinding belakang. Bila pasien disuruh mengejan tidak akan terasa tekanan dan ujung
jari dengan mudah dapat meraba ligamentum cooper pada ramus superior tulang
pubis. Pada pasien kadang-kadang ditemukan gejala mudah kecing karena buli-buli
ikut membentuk dinding medial hernia.
Hernia Inguinalis Lateralis (HIL)
Hernia inguinalis lateralis (indirek) adalah hernia yang terjadi di regio
inguinal, dimana hernia ini keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis
internus yang terletak di lateral pembuluh epigastrika inferior, kemudian masuk ke
kanalis inguinalis dan jika cukup panjang maka akan menonjol keluar dari anulus
inguinalis eksternus.
Manifestasi klinis
Umumnya pasien mengatakan adanya benjolan diselangkangan atau
kemaluan. Benjolan tersebut dapat mengecil atau menghilang pada waktu tidur, dan
bila menangis, mengejan, atau mengangkat benda berat atau bila posisi pasien berdiri
dapat timbul kembali. Bila telah terjadi komplikasi dapat timbul nyeri.
Keadaan umum pasien biasanya baik. Bila benjolan tidak nampak, pasien
dapat disuruh mengejan dengan menutup mulut dalam keadaan berdiri. Bila terdapat
hernia maka akan tampak benjolan. Bila memang sudah tampak benjolan, harus
diperiksa apakah benjolan tersebut dapat dimasukkan kembali. Pasien diminta
Pemeriksaan Ziemen test posisi berbaring, bila ada benjolan masukkan dulu,
hernia kanan diperiksa dengan tangan kanan, penderita disuruh batuk bila
rangsangan pada jari ke-2 hernia ingunalis lateralis, jari ke-3 hernia inguinalis
medialis, jari ke-4 hernia femoralis.4
Pemeriksaan Thumb test anulus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh
mengejan, bila keluar benjolan berarti hernia inguinalis medialis, bila tidak keluar
benjolan berarti hernia inguinalis lateralis.4
Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendukung ke arah adanya strangulasi, sebagai berikut: Leukocytosis
dengan shift to the left yang menandakan strangulasi. Elektrolit, BUN, kadar kreatinin
yang tinggi akibat muntah-muntah dan menjadi dehidrasi. Tes Urinalisis untuk
menyingkirkan adanya masalah dari traktus genitourinarius yang menyebabkan nyeri
lipat paha.
Pemeriksaan Radiologis
diagnosa.
Speed operasi (operasi yang harus segera setelah diagnosis ditegakkan
dengan cara melihat keadaan umum). Dilakukan untuk hernia incarserata
di mana pasien sudah tidak dapat flatus/ defekasi dan terlihat tanda-tanda
ileus, tetapi belum terjadi iskemik dan gangren pada isi hernia.
Jenis Operasi:
- Herniotomy
Insisi 1-2 cm diatas ligamentum inguinal dan aponeurosis obliqus eksterna dibuka
sepanjang canalis inguinalis eksterna. Kantong hernia dipisahkan dari m.creamester
secara hati-hati sampai ke kanalis inguinalis internus, kantong hernia dibuka, lihat
isinya dan kembalikan ke kavum abdomen kemudian hernia dipotong. Pada anakanak cukup hanya melakukan herniotomy dan tidak memerlukan herniorrhapy.
- Herniorrhapy
Dinding posterior di perkuat dengan menggunakan jahitan atau non-absorbable mesh
dengan tekhnik yang berbeda-beda. Meskipun tekhnik operasi dapat bermacammacam tekhnik bassini dan shouldice paling banyak digunakan. Teknik operasi
liechtenstein dengan menggunakan mesh diatas defek mempunyai angka rekurensi
yang rendah.
- Hernioplasty
DAFTAR PUSTAKA
A. Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III, Jilid II. Penerbit Media
Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000. Hal
313-317.
De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi., EGC.,
Jakarta
Faizi M., Netty EP., Penatalaksanaan Undencensus Testis pada Anak, Available from:
http://www.pediatrik.com/pkb/20060220-g2wryu-pkb.pdf.
(Accessed
Faculty of Medicine.
Bret
A.,
2010,
Hernia,
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/775630-overview. (Accessed : 10
November, 2010)
Samiadji S., 1996, Anatomi
dan
Fisiologi
Testis,
Available
from: