Malnutrisi di rumah sakit telah diidentifikasi sejak tahun 1974 oleh Dr. Charles
Butterworth.
Malnutrisi adalah keadaan gizi individu akibat kekurangan maupun kelebihan asupan
energi- protein- atau zat gizi tertentu yang berdampak pada perubahan komposisi tubuh,
fungsi organ, dan penyakit.
Dikenal 3 tipe malnutrisi:
1. Malnutrisi kronik merupakan suatu keadaan akibat berkurangnya asupan zat gizi
dalam jangka waktu panjang. Pada keadaan ini tubuh telah mengalami adaptasi
progresif; terjadi penurunan basal metabolisme yang bertujuan melindungi cadangan
energi dan protein. Kondisi ini dikenal sebagai marasmus
2. Malnutrisi akut merupakan keadaan yang umumnya terjadi akibat trauma atau
insidens penyakit akut, seperti tindakan operasi, panas tinggi dll, dimana pasien
berada dalam keadaan hipermetabolisme. kebutuhan energi dan protein meningkat
dengan cepat dalam waktu singkat. Kondisi ini dikenal sebagai kwashiorkor
3. Di klinik sering didapatkan bentuk campuran (kronik ditambah defisit energi secara
akut) dimana pasien menunjukkan tanda malnutrisi kronik yang diperberat oleh
adanya stres (penyakit).
Malnutrisi merupakan penyakit dengan berbagai etiologi, maka terminologi yang lebih
tepat adalah malnutrisi polidefisiensi. Bila ditemukan atau terjadi di RS disebut sebagai
Malnutrisi Rumah Sakit
Skrining gizi merupakan langkah utama untuk identifikasi pasien berisiko malnutrisi.
Selanjutnya untuk merencanakan dan memberi terapi gizi yang sesuai perlu didasari oleh
hasil penilaian status gizi (nutrional assessment).
Data diperoleh cepat & mudah --> asupan makanan, pe BB
Skrining dan Assessment Gizi dibedakan berdasarkan:
Tipe dan jangkauan informasi yang diperoleh
Latarbelakang pendidikan tenaga pelaksana
Waktu untuk proses skrining berbeda dgn assessment
Biaya proses juga berbeda (tenaga, pemeriksaan dll)
Skrining gizi adalah proses identifikasi karakteristik yang mempunyai hubungan dengan
masalah gizi. Tujuannya unuk menemukan pasien berrisiko gizi. Pada proses ini tidak
membutuhkan keahlian khusus.
Proses skrining dapat dilakukan dengan cara yang sederhana misalnya informasi tentang
perubahan berat badan (meningkat atau menurun), perubahan asupan makanan, keluhan
yang berhubungan fungsi saluran cerna (misal mual, muntah, diare).
Dapat dinyatakan berisiko gizi bila ada peningkatan atau penurunan berat badan yang tdk
direncanakan sebanyak lebih dari 10% pada 6 bulan terakhir, atau lebih dari 5% pada 1
bulan terakhir. Atau asupan makanan tidak adekuat dalam 5 hari terakhir.
Dan beberapa pemeriksaan lain fungsi imunologi atau pemeriksaan yang menggunakan
teknologicanggih seperti , Bioelectrical Impedance Analyser (BIA)indireck calorimetry
(IC)&In Vivo Neutron Activation Analysis (IVNAA) merupakan metoda akurat yang
direkomendasikan oleh banyak peneliti untuk diagnosis status gizi penderita--> mahal &
sulit dalam pelaksanaannya
Pengukuran secara antropometri merupakan teknik yang paling sering dipakai dalam
penilaian status gizi berdasarkan parameter komposisi tubuh. Diantaranya yaitu;
Dengan parameter:
1. Berat Badan dan Tinggi Badan dapat menunjukkan Indeks Massa Tubuh/Body Mass
Index (BMI).
2. Tebal lemak bawah kulit Triceps or subscapular skin fold dapat digunakan untuk
menilai massa lemak.
3. Mid-arm muscle circumference (MAMC) and mid-arm muscle area (MAMA), dapat
digunakan untuk menilai massa otot.
4. Dinegara maju beberapa teknik telah dikembangkan untuk menilai komposisi tubuh
sepert bioelectric impedance, underwater weighing, tomography, total-body potassium,
and ultrasound.
Oleh karena tidak ada parameter tunggal untuk Diagnosis status gizi:
Saat ini > 90 % diagnosis malnutrisi dapat ditegakkan melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang dikenal sebagai Subjective Global Assessment (SGA)
Detsky, (1987) :dalam penelitiannya menilai 202 subyek dengan menggunakan riwayat
nutrisi dan pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa determinan kehilangan jaringan
subkutan, muscle wasting, dan kehilangan berat badan merupakan determinan
reproducibible dan merupakan prediktor untuk menunjukkan morbiditas yang disebabkan
oleh gangguan gizi
Penilaian status gizi secara SGA merupakan cara yang sederhana. Sepanjang penilai telah
terlatih, SGA dapat merupakan diagnosis gizi yang reliable dan merupakan prediktor
akurat untuk menilai adanya peningkatan risiko komplikasi seperti infeksi dan
penymbuhan luka yang terhambat.
Dari data A dan B pada SGA memperoleh klasifikasi/peringkat status gizi pasien:
C. Penilaian peringkat SGA:
A Status nutrisi baik
B Status nutrisi sedang (tendensi menjadi malnutrisi)
C Malnutrisi berat
Informasi ini akan menjadi dasar untuk dokter untuk membuat rencana terapi gizi yang
sesuai
Dalam keadaan stress karena trauma multiple, pasca bedah, SIRS dan sepsis,
kebutuhan kalori/energi tubuh meningkat dan pemecahan protein naik 2-4 kali lipat.
Menentukan kebutuhan energi dapat dengan menggunakan tabel, menggunakan
kalori metri indirek atau menggunakan perhitungan BEE (Basal Energy Expenditure)
dan tabel faktor aktivitas dan derajat trauma, lihat pada tabel 2 dan tabel 3
Maintenance 20-25
Infeksi ringan 25-30
Pembedahan berat, sepsis 35
Luka bakar berat 40
Aktivitas 1.25
Pembedahan ringan 1.05-1.15
Sepsis 1.2-1.4
Trauma capitis tertutup 1.3
Trauma multiple 1.4
SIRS 1.5
Luka bakar berat 2.0
Hasil perhitungan dalam kcal/hari dikalikan dengan faktor aktivitas dan trauma tabel 4.
Jadi kebutuhan energi sebenarnya (Actual Energy Expenditure = AEE) ditambah dengan
kebutuhan energi tambahan yang diperlukan sehubungan dengan keadaan klinis
penderita. Untuk menghitung maka dipergunakan beberapa factor koreksi, antara lain
dengan menggunakan rumus sederhana seperti pada contoh tabel 5
AEE juga dapat dihitung berdasarkan perhitungan koreksi disesuaikan dengan factor
stress pada penderita. Dengan perhitungan diatas maka kebutuhan kalori yang
disesuaikan dengan keadaan klinis dapat diketahui dengan lebih lanjut.
Seorang pria usia 50 tahun, BB 40 kg dan TB 150 cm, dirawat oleh karena luka
bakar 20 %.
a. Dengan rumus Harris Benedict
BEE = 66.5 + (13.8 x 40) + (5x150) (6.8 x 50) = 1078.5 kcal/hari
Stres faktor luka bakar 20% =1.5
AEE = 1028.5 x 1.5 x 1.25 = 1928 kcal/hari
SUMBER ENERGI
Dipasaran, ada bebrapa jenis larutan dextrose dalam berbagai konsentasi yang tersedia,
seperti pada table 7
Harus diperhatikan bahwa pemberian asam amino harus selalu didahului oleh atau
bersamaan dengan pemberian kalori. Tanpa pemberian kalori yang cukup nitrogen yang
diberikan akan dimetabolisme menjadi kalori, sehingga tujuan protein sparing tidak
tercapai, dan proses metabolisme lean muscle mass akan berlanjut.
Pemberian asupan protein diperlukan untuk mengurangi katabolisme dan
pengurangan lean muscle mass. Kelebihan protein dapat diketahui dengan adanya
pengukuran kadar ureum darah. Kekurangan asupan protein akan memperpanjang
keadaan balans nitrogen negatif. Protein memberikan nilai kalori 4 kcal/gram.
Cara yang lebih mudah untuk menghitung kebutuhan asam amino adalah dengan
memperkirakan besar kecilnya stress metabolik yang terjadi.
Kebutuhan Protein
Cara I
16% dan kebutuhan energi total berasal dari protein (1 gram protein = 4 kilo
kalori)
Cara 2
- Rasio kalori : nitrogen = 150 : 1
- Kebutuhan energi total = jumlah nitrogen dalam gram
150
Catatan:
a. Tidak semua nitrogen sisa proses katabolisme dikeluarkan melalui urine. Nitrogen
juga akan hilang dari badan melalui feses, kulit, eksudasi, luka dan sebagainya.
Ureum merupakan 80 90% dari nitrogen urin, tetapi mungkin hanya 65% pada
penderita dengan stress berat. Karena itu ada yang menganjurkan juga untuk
menghitung UUN dengan menambahkan 3-6 gram, berdasarberatnya stress dan
beratnya trauma.
Maka perhitungan menjadi : Kehilangan Nitrogen : Nout = UUN +(3 s/d 6)
b. Menghitung UUN bisa salah apabila ada juga sumber kehilangan nitrogen dari
sumber nonkatabolisme, seperti resolusi hematoma, perdarahan saluran cerna,
crushing injuries atau luka bakar.
c. Perhitungan UUN dapat salah apabila ada kehilangan nitrogen akibat proteinuria,
oleh karena itu hitunglah Total Urinary Nitrogen (TUN) untuk menghitung Nout
b. Cara 2
Bila kebutuhan kalori =1500 kal/hari
Kebutuhan nitrogen = 1 x 1500 = 10 gram/hari
150
atau kebutuhan protein (AA) = 10 gram x 6.25 = 62.5 gram/hari
Kebutuhan jumlah protein dalam gram/ kg / hari dinyatatakan seperti pada tabel 10
Maintenance 1.0
Stres sedang atau repletion 1.2 1.5
Stres berat 1.5 2.0
Gagal ginjal < 1.0
Patut juga diperhitungkan jumlah kalori nonprotein terhadap protein dalam berbagai
keadaan klinis penderita seperti pada tabel 11
Maintenance 150 : 1
Stres 90-120 :1
Gagal ginjal akut tanpa dialysis 250-300 : 1
Gagal ginjal akut dengan dialisis 200 : 1
SUBSTRAT RQ
Karbohidrat 1.0
Substrat campuran normal 0.8
Lipid 0.7
Over feeding (Lipogenesis) >1.0
Under feeding (Lipolysis <0.7
Karena osmolaritas yang rendah,pemberian cairan emulsi lemak dapat diberikan pada
TNPE perifer. Sebaiknya dipilih preparat lipid 20%, karena osmolaritas tidak jauh
berbeda dengan lipid 10%, selain itu ukuran dan struktur molekulnya mendekati
kilomikron sehingga metabolisme lebih fisiologis. Hampir semua formula enteral
mengandung kadar lemak yang mencukupi.
Lipid tidak diberikan pada kadar trigliserida lebih dari 400 mg/dl !
Untuk mengetahui gangguan clearance lipid secara mudah dan sederhana adalah dengan
melihat perubahan warna serum darah yang akan terlihat menjadi putih seperti susu.
Bila emulsi lemak dipergunakan sebagai sumber energi, maka perlu dilakukan
monitoring dari status immunologi pasien
Defisiensi asam lemak dapat dihindari apabila sewaktu pemberian TNPE kita berikan 500
ml 20% emulsi lipid sebanyak dua atau tiga kali pemberian per minggu, setiap
pemberian berlangsung selama 16-20 jam
Lemak memberikan kadar kalori 9.0 kcal/gram
Jumlah kalori yang diperoleh dalam cairan lipid standar, dapat dihitung dengan
mengkalikan konsentrasi lipid dengan volume.
Contoh : 500 ml 10% Ivelip (Fima*)
0.10 x 500 ml = 50 gram lipid
kalorinya = 50 g x 9.0 kal/gram = 450 kcal
MENGHITUNG KEBUTUHAN ELEKTROLIT, TRACE ELEMENTS DAN
VITAMIN (MICRONUTRIENTS)
Didalam merencanakan komposisi cairan untuk terapi TNPE, harus selalu diperhatikan
dan diperhitungkan akan kebutuhan terhadap elektrolit, trace element dan vitamin baik
yang larut dalam air maupun dalam lemak. Kebutuhan ini terutama harus diberikan bila
terapi TNPE berlangsung lama.
Besarnya kebutuhan disesuaikan dengan keadaan klinis penderita.
Kebutuhan akan air pada pasien kritis bervariasi luas dibanding dengan individu sehat.
Pada individu sehat pemberian cairan 2-2.5 liter per hari biasanya akan mencukupi
kebutuhan basal. Pada penderita kritis, kehilangan cairan dan elektrolit yang banyak
terutama dari gastrointestinal, insensible loss dan evaporasi luka terbuka dan
pernafasan, serta squestrasi bisa sampai 20 liter akibat peningkatan permeabilitas
kapiler, hypoalbuminemia dan gangguan fungsi homeostasis ginjal.
Sebagai contoh kebutuhan air pada individu sehat diperlihatkan pada tabel 13
Kebutuhan akan elektrolit sangat bervariasi luas sesuai keadaan klinis penderita. Pada
individu sehat, dengan BB 70 kg, membutuhkan 100 m mol Na dan 60 m mol K tiap hari
selama tidak mampu mendapat asupan per oral. Pasien yang disebut sehat tidak
mempunyai faktor-faktor untuk terjadinya kekurangan cairan secara patologik.
Penderita yang kehilangan cairan melebihi I liter melalui saluran cerna, umumnya
memerlukan tambahan cairan dan elektrolit yang sesuai pada asupan nutrisinya. Cara
yang paling mudah adalah dengan mengganti cairan yang hilang dengan jumlah yang
sama larutan Ringer laktat.
Defisiensi K dapat terjadi meskipun kadar serum K normal, karena K terutama berada di
dalam cell mass yang jumlahnya berkurang pada pasien kritis. Hipokalemia dapat pula
terjadi sewaktu memberi asupan (repletion) nutrisi, karena K akan terbawa kedalam sel
bersama sama dengan glukosa.
Hyphosphataemia dapat terjadi apabila fosfat tidak diberikan. Gejala klinik
hypophasphataemia adalah kelemahan otot yang berat.
Hypocalcaemia dapat terjadi dengan gejala gejala tetani, tetapi umumnya disebabkan
oleh hypomagnesaemia per se, dan bukan oleh defisiensi Ca.
Hypomagnaesaemia dapat terjadi akibat kehilangan Mg secara eksesif melalui stoma
usus halus, high output fistula dan short bowel syndrome. Kalau ada deplesi Mg berarti
ada indikasi untuk TPNE karena kehilangan Mg tidak mungkin dapat diatasi dengan
terapi enteral (TNE). Kebutuhan air dan elektrolit sewaktu TNPE dapat dilihat dalam
tabel 14.
Tabel 14. Komposisi elektrolit standar didalam cairan Nutrisi Parenteral
Total
Preparat Multivitamin.
Multivitamin umumnya terdapat dalam semua formula enteral, tetapi untuk nutrisi
parenteral kadang-kadang harus ditambahkan setiap hari (aditif)
Contoh:
MVI 12 (Astra, Westborough, MA) = Vit C 100 mg, Vit A 1 mg, Vit D 5 mg,
Thiamine 3 mg, riboflavin 3,6 mg, pyridoxine 4 mg, niccin amide 40 mg,
dexpanthenol 15 mg, vit E 10 mg, biotin 60 mg, folic acid 400 mg, vit B12 5 mg
Dalam keadaan stress, kadang- kadang diperlukan tambahan dosis untuk beberapa jenis
vitamin, seperti: Vit A sistemik 10.000 U/hari, Vit E 400 1000 U/hari, vit C 1 gram/hari,
thiamine 5 mg/hari dan riboflovin 10 mg/hari.
FORMULA ENTERAL
Komposisi, kadar substrat, vitamin dan trace elements didalam formula enteral biasanya
disesuaikan dengan kebutuhan seperti yang dianjurkan dalam TNPE, demikian pula bila
ada kebutuhan yang meningkat akibat stress, atau malahan kebutuhan menurun karena
penderita sudah membaik dalam fase penyembuhan.
TNPE merupakan pilihan apabila cara pemberian nutrisi melalui oral atau enteral
(personde) tidak mungkin dilakukan atau tidak mencukupi kebutuhan . Mengingat
komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi, nutrisi paenteral harus segera dirubah
menjadi nutrisi enteral atau oral bila keadaan klinis penderita telah memungkinkan.
Indikasi TNPE
Tidak mau makan
Tidak cukup makan
Tidak bisa makan
Tidak boleh makan
BAIK TIDAK
NUTIRISI NUTRISI
PARENTERAL PAENTERAL
PARSIAL TOTAL
Monitor
Efek terapi nutrisi & komplikasi
PENATA LAKSANAAN TERAPI NUTRISI PARENTERAL
PERIFER SENTRAL
Lamanya terapi < 2 minggu > 2 minggu
Osmolaritas < 900 mosmol > 900 mosmol
Stres metabolik Ringan Berat
Malnutrisi Ringan Berat
TNPE sendiri sebaiknya diberikan secara bertahap, pada hari ke-1 25% kebutuhan,
hari ke-2 50%, hari ke-3 75%, dan hari ke 4 dst 100% dari kebutuhan.
Contoh : Pemberian TNPE secara bertahap
Hari I : Dimulai dengan larutan isotonis, beban glukosa minimal: Ringer
Dextrose 5% 1000 ml + Dextrose 5% 1500 ml = 500 kcal.
Hari ke II & III : Glukosa lebih ditingkatkan dan ditambahkan Asam Amino:
AA 3.5% + KH 1000 ml + D-10 1500 ml = 900 kcal + 35
gram Asam Amino
Hari ke IV : Glukosa lebih ditingkatkan lagi AA 3.5% + KH 1000
ml + D-20 1000 ml = 1100 kcal + 35 gram Asam
Amino.
Alternatif lain dari cara diatas jika tidak tersedia asam amino sbb:
Hari ke I : Ringer D-5 1000 ml + D-5 1500 ml = 500 kcal
Hari ke II & III : Ringer D-5 1000 ml + D-10 1500 ml = 800 kcal
Hari ke IV : Ringer D-5 1000 ml + D-20 1000 ml = 1000 kcal
Cara ini murah dan cukup bermanfaat sampai 3 hari. Untuk TNPE yang
lebih lama, dianjurkan melalui cara yang pertama tadi.
Pada penderita dengan gangguan faal organ, maka pemulihan sumber energi, jenis
AA, dan jumlah cairan merupakan pertimbangan dalam membuat skema TNPE.
1. GAGAL HATI
Penderita dengan gagal hati yang sudah mencapai tahap ensefalopati biasanya
menunjukkan gambaran abnormal dari pola AA-nya, Methionine dan Asam Amino
Aromatik (AAA) yaitu phenylalanine, tirosin dan free trytophan akan meningkat.
Sedangkan Asam Amino Rantai Panjang (AARP = BCAA ; Branched Chain Amino
Acid) yaitu valine, leucine, isoleucine akan menurun.
Peningkatan AAA diduga akan menyebabkan gangguan fungsi otak akibat efek
inhibisi terhadap neurotransmiter. Dengan memberikan lebih banyak kadar BCAA
pada nutrisi penderita, akan menurunkan kadar AAA dalam darah dan cairan otak,
dan merangsang sintesis protein di hepar.
Untuk sumber energi lebih baik diberikan karbohidrat (KH) dibanding dengan
lemak (lipid), karena KH lebih baik didalam memperbaiki penggunaan BCAA dan
keseimbangan nitrogen. Selain itu pada penyakit hati, biasanya ada gangguan pada
metabolisme dan eliminasi lemak.
Untuk membuat skema terapi TNPE pada gagal hati dengan gejala ensefalopati
harus dipertimbangkan hal-hal berikut: (Tabel 20)
Peranan TNPE pada penderita GGA bukan saja berguna untuk mengatasi gangguan
metabolisme, tetapi juga untuk mengurangi akumulasi ureum, melindungi fungsi
glomeruli ginjal, dan mempertahankan funsi-fungsi vital penderita.
Pendapat lama mengatakan bahwa pada GGA sebaiknua diberikan Asam Amino
Esensial (AAE) tanpa AA non-esensial (AAN-E), dengan hipotesa bahwa akan terjadi
daur ulang dari urea nitrogen endogen menjadi AAN-E. Tetapi ternyata daur ulang
terjadi hanya dalam prosentase kecil. Pendapat baru menganjurkan tetap diberi AAN-
E disamping AAE, dengan perbandingan tertentu. Pemberian AA dengan konsentrasi
BCAA yang lebih tinggi dianggap lebih menguntungkan bagi penderita GGA. (tabel
21)
Masalah pada penderita GGA adalah bahwa biasanya terjadi redistribusi cairan
akibat adanya oliguria. Untuk memperkecil volume cairan, maka sebagian kalori
dapat diberikan dalam bentuk lemak, tetapi sebaiknya tidak melebihi 30% dari kalori
total.
Bila fasilitas memungkinkan, dapat dilakukan dialysis atau ultrafiltrasi sehingga
kelebihan cairan dapat dibuang melalui dialysis.
3. SEPSIS
Respons metabolik akibat trauma, luka bakar atau sepsis seperti
hipermetabolisme, proteolisis, resistensi insulin, dapat menimbulkan malnutrisi
kalori-protein yang progresif.
Pada keadaan sepsis yang berat biasanya sudah ada penyakit dasar berupa
malnutrisi, infeksi, gagal ginjal, kelainan hati, dsb.
Akibat malnutrisi daya tahan tubuh akan menurun, karena protein dibutuhkan
untuk re-sintesis jaringan, pembentukan immunoglobulin, makrofag, limfosit dan
system immunologi lainnya.
Terapi nutrisi pada penderita sepsis mempunyai tujuan untuk:
Memperbaiki malnutrisi yang sudah terjadi sebelumnya.
Mengurangi progresifitas malnutrisi kalori-protein
Memperbaiki status metabolisme
Mempercepat penyembuhan pasien
Pada keadaan sepsis diperlukan kalori yang tinggi, tetapi pemberian KH yang
terlalu banyak dapat menimbulkan peningkatan CO2. Oleh karena itu sebagian
sumber kalori sebaiknya diperoleh dari lipid. KH dapat diberikan dengan kecepatan 4
mg/kg BB/menit. Bilamana kadar gula darah>220 mg/dl sebaiknya ditambahkan
insulin pada preparat KH (lihat tabel 6)
Pada keadaan sepsis yang berat sering terjadi gastroparesis sehingga nutrisi
oral/enteral menjadi tidak memungkinkan. TNPE harus diberikan bila setelah 5 hari
terapi nutrisi oral/enteral masih tidak memungkinkan
4. PANKREATITIS
Pankreatitis akut yang ringan atau sedang biasanya hanya berlangsung beberapa
hari dan tidak membutuhkan terapi nutrisi khusus, cukup dengan cairan elektrolit
sewaktu dipuasakan, lalu diberi terapi enteral sesuai responsnya. Umumnya
pankreatitis akut tipe ringan dan sedang akan membaik dalam waktu 3-5 hari.
Pada pankreatitis akut tipe berat, umumnya suatu necrotizing pancreatitis yang
dapat disertai fluid collection, perdarahan, infeksi, peritonitis, abses lalu terjadi
pseudikista dan fistulasi. Pada keadaan ini dapat terjadi perburukan keadaan yang
mengarah kepada MODS (Multiple Organ Dysfunction Syndrome) dan MOF
(Multiple Organ Failure).
Terapi bedah akut dengan laparotomi maupun bedah/tindakan minimal invasive
seperti percutaneus aspiration & drainage yang tergantung indikasinya, seperti
infected fluid collection, komplikasi pseudokista dan abses. Perburukan keadaan
mengarah MODS yang umumnya akan terjadi setelah 3 hari dari onset penyakit
sampai bebrapa minggu kemudian.
Selama fase pankreatitis akut berat, keadaan seperti pada SIRS dan sepsis, dengan
gejala-gejala gastroparesis, dan paralitik. Sebagian usus serta malabsorpsi, Dalam
keadaan ini intake nutrisi akan terganggu.
Terapi nutrisi pada penderita ini diharapkan dapat memperbaiki status nutrisi
penderita, mengurangi proses katabolisme. Terapi nutrisi sebaiknya dimulai setelah 7
hari penderita mengalami intake yang buruk sampai fungsi gastrointestinal membaik.
TNPE sebaiknya dilakukan secepat mungkin pada penderita dengan beberapa
faktor resiko tambahan seperti : usia tua (>55 tahun), leukositosis, hipoglikemia,
gangguan enzim hati, hipoksia, hipoksemi, uremia, asidosis atau adanya squestrasi
cairan yang berat.
Kebutuhan kalori dan asam amino pada penderita pankreatitis tidak berbeda
dengan kebutuhan TNPE secara umum. Untuk sumber protein digunakan AA
Cystaline, dan tidak terbukti bahwa AA khusus seperti BCAA mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan Asam Amino biasa
Sistem saluran cerna tidak hanya berfungsi sebagai organ untuk pencernaan dan
penyerapan nutrien, tetapi berperan juga dalam mengatur metabolisme substrat yang
beredar didalam sirkulasi splansnik dan turut mengambil bagian penting dalam system
pertahanan badan.
Dalam keadaan normal, mukosa saluran cerna merupakan barier yang efektif untuk
mencegah migrasi mikroorganisme beserta produknya seperti toksin, masuk kedalam
sirkulasi sistemik. Ada satu sel limfosit untuk setiap lima sel enterosit yang ada dalam
mukosa intestin. Sel epithelial mukosa intestin selalu berganti dengan yang baru setiap
saat, dan keadaan ini sangat dipengaruhi oleh keberadaan nutrien didalam lumen usus,
aktivitas hormon-hormon tertentu dan aliran darah ke usus.
Faktor paling penting untuk merangsang proliferasi sel mukosa usus, adalah dengan
adanya nutrien didalam lumen usus. Mengistirahatkan usus karena puasa atau karena
pemberian terapi TNPE, akan menyebabkan atrofi vili, jumlah sel berkurang, dan
penurunan aktivitas enzim disacharidase usus. Efek tidak langsung dari nutrien pada
saluran cerna, diakibatkan oleh efek enterohormon seperti gastrin dan enteroglucogen,
dan juga oleh hormon non-enterik seperti growthhormon dan epidermal growth factor.
Nutrisi yang diambil oleh enterosit yang dipergunakan untuk metabolisme sel,
masuk melalui mukosa usus dari arah lumen usus atau melalui membran basolateral via
arteri mesenterika. Enterosit mengambil glutamine, yang akan dioksidasi dengan bantuan
glukosa, asam lemak atau ketone bodies yang ada didalam usus. Enterosit memperoleh
glutamine dapat dengan cara menyerap melalui mukosa atau dari sirkulasi sistemik
sebagai produk proteolisis massa otot. Glutamine adalah bahan bakar untuk pernafasan
sel enterosit dan akan menghasilkan by-products seperti ammonia, alanine dan citrulline.
Dilain pihak, colonocytes akan mengoksidasi Asam Lemak Rantai Pendek n-
butirat (short-chain fatty acid (SCFA) n-butyrate) dengan bantuan glutamine, glukosa
dan ketone bodies. Berbeda dengan glutamine yang disintesis sendiri oleh badan, asam
lemak butirat ini tidak diproduksi sendiri oleh jaringan mammalia, dan hanya dapat
diperoleh oleh mukosa kolon sebagai hasil fermentasi oleh bakteri didalam lumen kolon.
SCFA butyrate, acetate dan propionate, dipergunakan untuk bahan bakar colonocyte
mukosa colon agar mampu menyerap Na dan untuk proliferasi dan pertumbuhan sel.
Dalam situasi anaerob yang terdapat didalam lumen kolon, maka substrat terbaik
untuk fermentasi kuman adalah karbohidrat yang dalam keadaan normal mancapai
caecum dalam bentuk serat makanan yaitu serat polisakarida atau kanji (starch) yang
tidak dapat dicerna oleh usus proksimal.
Apabila karena puasa, atau terapi enteral nutrisinya kurang serat, atau kuman flora
usus berkurang jumlahnya akibat pemberian antibiotika, maka ketersediaan SCFA dalam
lumen kolon akan sangat berkurang, yang pada gilirannya akan mengakibatkan
kemunduran atau kerusakan struktur dan fungsi kolon.
Penderita yang sedang mendapat terapi TNPE dengan formula cairan standar, umumnya
tidak mengandung glutamine, sedangkan kandungan glukosanya yang tinggi, akan
menekan produksi ketone bodies. Sebagai kesimpulan, TNPE yang ada saat ini akan
menyebabkan saluran cerna kelaparan, akhirnya mukosa usus halus dan kolon akan
mengalami atrofi. Akibat lebih lanjut: akan terganggu fungsi absorpsi, produksi mukus,
GALT (gut-associated-lymphoid tissue), brush border enzyme, dan juga barier. Maka
dapat terjadi translokasi mikroorganisme serta toksinnya yang dapat memicu terjadinya
SIRS, Sepsis, MODS dan MOF.
Sekarang telah diketahui, bahwa system immunitas badan sebagian besar (70%-80%)
terdapat didalam saluran cerna mulai dari mulut/saliva, usus halus, sampai kolon yang
mengandung sel/immunoglobuline-producing immunocytes, sedangkan sel sejenis yang
ada didalam sumsum tulang, kelenjar getah bening dan limpa hanya 20%-30%.
Kesimpulan : mencegah puasa berlarut serta memberikan nutrisi enteral sedini mungkin
dan mempersingkat terapi TNPE, sangat penting dalam memelihara system immunitas
badan.
Tabel 23. Algoritma akses nutrisi enteral
Ya Tidak
Ya Tidak
BUTUH NUTRIEN
Fungsi usus
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan fungsi barier usus dan
populasi bakteri mikro flora usus pada penderita kritis. Segera pada fase akut pasca
trauma, mukosa usus mengalami atrofi yang diakibatkan banyak faktor, antara lain
berkurangnya nutrien intraluminal, dan aliran darah splansnik antar organ. Kebutuhan
usus halus akan glutamine meningkat, dan dapat melebihi jumlah glutamine yang
dihasilkan akibat proses proleolisis otot.
Usus besar juga mengalami penderitaan yang sama, akibat puasa yang berlarut-larut,
ditambah lagi akibat penggunaan sistemik antibiotik yang diekskresi kedalam lumen
usus, akan menurunkan kemampuan fermentasi bacterial zat polisakarida dalam kolon.
Akhirnya usus halus akan berisi koloni bakteri berlebihan yang tidak biasa, begitu juga
keseimbangan mikroflora didalam lumen kolon berubah. Fase yang paling buruk terjadi,
apabila fungsi barier usus terganggu dan menjadi hiperpermeabel terhadap bakteri dan
endotoksin. Karena itu sejak masa lalu, saluran cerna dianggap sebagai motor of MOF.
Fase awal atrofi dan gangguan mukosa usus dapat diperbaiki apabila sedini
mungkin memberi asupan nutrisi enteral, apalagi kalau diberi aditif glutamine dan SCFA.
Terapi nutrisi sebagai bagian yang penting dalam perawatan pasien kritis. TNPE
total yang telah ditemukan sejak beberapa tahun yang lalu, jelas telah banyak
menyelamatkan banyak jiwa pasien yang memerlukannya. Tetapi penelitian akhir-akhir
ini menemukan bahwa TNPE dapat menimbulkan komplikasi, meskipun dengan indikasi
tertentu tetap berguna.
Oleh karena itu terapi nutrisi enteral makin banyak menarik perhatian peneliti,
karena dapat mempertahankan fungsi dan struktur saluran cerna, yang sangat penting
peranannya untuk mencegah translokasi kuman dan endotoksinnya serta memperbaiki
aliran darah visceral, sehingga mencegah perburukan kearah SIRS, Sepsis, MODS dan
MOF.
Agar pemberian nutrisi enteral via nasoenterik tidak sering terhambat, maka sangat
penting tersedianya pipa penyalur nutrien yang baik, yang efisien penggunaannya. Pipa
nutrien jenis ini hendaklah mempunyai sifat:
Bukti high rate dapat masuk spontan melalui pylorus (tanpa bantuan endoskopi atau
radiologi), dalam beberapa menit atau jam dapat mencapai daerah ligamentum Treitz
sampai jejunum proksimal.
Contoh : autopositioning (self-propelling, self-anchoring) enteral feeding tube dengan
coil diujungnya ( Stig Bengmark )
Nama dagang : Bengmark Flo-Care Tube
Harus terbuat dari bahan non reaktif seperti Silastic atau polyurethane, yang karena
lunak, harus dimasukkan memakai Guide Wire atau Stylet.
Akses lain:
o Feeding jejunostomy dibuat sewaktu laparotomy atau dengancara laparoskopi
o Percutaneous endoscopic gastrostomy (PEG) dan jejunostomy (PEJ)
MONITORING
- Pasien dengan TNE harus dimonitor dengan teliti seperti pasien dengan TPNE,
evaluasi harus dilakukan tiap hari apakah ada
Diarrhea
Konstipasi
Nausea
Distensi abdomen
Muntah
Nyeri perut, kolik
- Evaluasi gangguan/perbaikan metabolisme, balans cairan dan elektrolit dsb
seperti TNPE
KOMPLIKASI TNE
1. Akibat feeding tube: sinusitis, infeksi, esofagitis, perdarahan, pipa tersumbat,
malposisi/ dislodged
2. Aspirasi
3. Nekrosis massif usus halus
4. Pneumatosis intestinalis
5. Diarrhea, causa:
Infeksi, hiperosmolar, obat promolitily (metoclopramide), fecal impaction.
PENGOBATAN DIARRHEA
1. Merubah kandungan serat, dengan komposisi serat yang lebih tinggi. Tapi kadang-
kadang dengan menghilangkan serat menjadi lebih baik.
2. Evaluasi lagi pemberian antibiotika (antibiotic related diarrhea, terberat
pseudomembranous colitis s/d fulminant colitis)
3. Hentikan nutrisi enteral, atau kecepatan infusnya dikurangi.
4. Pertimbangkan untuk memberi Lactobacillus (probiotik)
5. Pemberian obat antimotilitas: tinctura opii, paregoric, bismuth: diberikan bila yakin
tidak ada infeksi.
KEPUSTAKAAN
1. Braga M and Giano Hi L . Nutritional Support. Current and Future in Deitch et al:
Sepsis and Multiple Organ Dysfunction, A multidisciplinary approach. WB Saunders
2002.
2. Cresci G : Providing Proper Nutrition in Critical Care: Focus on Health, Abbott USA.
January 19; 2003
3. Evans N and Park G : Algorithms for Rational Prescribing in the Critically Ill.
Blackwell Healthcare Communications, 1997
4. Gallagher TJ: Postoperative Care of the Critically Ill Patient, Williams & Wilkins,
1995
5. Hill G.L: Disorders of Nutrition and Metabolism in Clinical Surgery. Understanding
and Management. Churchill Livingstone, 1992
6. Koruda MJ: Metabolic Respons to Critical Illness in Moylan: Surgical Critical Care,
Mosby. 1994.
7. Kudsk KA and Jacobs DO; Nutrition, in Norton JA et al: Surgery, Basic Science and
Clinical Evidence. Springer 2000
8. Minard G: Nutrition / Metabolism in the Trauma Patient, in Peitzman et al : The
Trauma Manual, 2nd ed. Lippincot, Williams & Wilkins, 2002
9. Roesli MAR, Surachman E dan Suroto Hamzah E : Dasar-Dasar Terapi Nutrisi
Parenteral pada orang dewasa dan anak, Kelompok Studi Terapi Cairan, Enteral dan
Parenteral, Bandung 1998
10. Rolandelli RH and Koruda MJ: Nutritional Support of the Critically Ill, in Moylan:
Surgical Critical Care. Mosby, 1994
11. Van Way III, Cw : Handbook of Surgical Nutrition. JB Lippincot Company 1992
12. Woodward W : Nutritional Support in Nicholls et al: Perioperative Medicine
Managing Surgical Patients with Medical Problems. Oxford. 2000
Pengukuran BEE
kalorimetri indirek
Estimasi --> rumus
dll
Adult energy requirement is dependent on the total of basal metabolism, physical activity
and stress from disease. A widely accepted method for calculating basal energy
expenditure (BEE) in healthy adults is the Harris-Benedict Equation, which is based on
four variables; sex, weight, height and age. The number of calories obtained from this
equation must be corrected for activity and stress factors.
In this equation, weight will be determined as follows:
- In the obese and overweight patient (BMI 25<), ideal weight will be used.
- In the malnourished patient, actual weight will be used
Activity Energi Expenditure(AEE) :
Stress factors
Stres ringan = 1,2
Stres sedang = 1,3
Stres berat = 1,5
Kanker = 1,6
Luka bakar = 2-2,5
Another method to calculate calorie needs is the Rule of Thumb, also known as the
Quick Method.. Simply multiply the patients weight by 25 to 30 kcal.When using this
method, do not make further adjustments for activity and stress of disease.
Syarat:
Komposisi Zat Gizi :
Mengandung Zat Gizi dalam jenis dan jumlah yang
sesuai dengan kebutuhan tubuh dan keadaan
Penyakitnya
Makronutrien ?
KH : Protein : Lemak
Mikronutrien ?
Vitamin, miniral, dan elemen renik
In humans, the synthesis of protein requires the presence of twenty amino acids.Nine of
which are essential amino acids, which means they cannot be synthesized in the body and
must be supplied from the diet.The remaining amino acids can be synthesized through
intermediary metabolism.However, glutamine and arginine in certain metabolic states
(sepsis and hypercatabolism) are considered as conditionally essential.
Fischer JE, ed. Nutrition and Metabolism in the Surgical Patient. 1st ed. Lippincott
Williams and Wilkins Publishers;1996.
Protein requirements depend primarily on the persons weight and age.The type of
protein can be a factor. High biological value proteins are needed in lower quantities than
lower biological value proteins.Recommended amounts for normal healthy people is 0.8
to 1.0 g per kg body weight per day. In stressed states, 1.0 to 2.0 g per kg body weight per
day is needed depending on the condition and metabolic phase.
Carbohydrates are the main source of non-protein energy.They are easily absorbed and
metabolized.In general, they provide between 50% to 60% of total calories. In certain
disease states, it may be advisable to decrease carbohydrate intake to as low as 30% of
total calories. Orally or enterally ingested carbohydrate produces 4 kcal/g but when
provided intravenously, 1 g of carbohydrate (monohydrous glucose) produces 3.4 kcal/g.
Fats are a source of calories and essential fatty acids. An estimated 2 to 7 g of linoleic
acid per day is required for the healthy adult. This accounts for 1% to 3% of total energy
intake. Fats provide between 20% and 30% of total calories consumed by a healthy
individual. The general recommendation is 1 g per kg per day. In some situations, higher
fat intake is recommended for managing the disease state, such as controlling glycemic
response in glucose intolerant populations (diabetes) and reducing CO2 load in
pulmonary patients (COPD). Fat, in this case, should not be saturated fat, but unsaturated
fat commonly found in vegetable oils such as high oleic safflower oil or canola oil.
Vitamins are crucial components of metabolic processes. Therefore, any nutrition plan
must provide them in sufficient quantities to prevent deficiencies. Fat soluble vitamins A,
D, E and K, for example, have very specific physiological roles. Most are absorbed with
fats in the diet, and require bile and pancreatic enzymes for efficient absorption. Fat
soluble vitamins are transported to the liver by the lymph system as lipoprotein
components, and are later stored in various body tissues.
Water soluble vitamins are components of key enzymatic systems. Many are involved in
reactions that support energy metabolism. These vitamins are not stored in the body in
significant quantities, and are excreted in the urine. Making sure the daily allowance of
vitamins is supplied avoids depletion and subsequent interruption of essential
physiological functions.
Minerals function as both free ions in body fluids and as constituents of essential
compounds. Enzymatic regulation, acid-base balance, osmotic pressure maintenance,
nerve conduction and muscle irritation are all processes regulated by mineral ions. In
some cases, as with calcium, mineral ions are structural components of body tissues.
Some minerals are also indirectly involved with the growth process.
Cara Pemberian:
Oral
Enteral
Parenteral
Kombinasi
NUTRISI ENTERAL
16/01/2017 1
Nutrisi Oral:
Fungsi GIT baik
Nafsu makan baik
Bentuk makanan:
- Makanan Cair
- Makanan Lunak
- Makanan biasa
Nutrisi Enteral:
* Fungsi GIT baik, sebagian/ seluruhnya
* Tidak dapat mengkonsumsi makanan secara oral
* Bentuk makanan cair/ formula-formula khusus melalui pipa , umumnya hidung
Gaster (nasogastrik); Jejunum (nasojejunal); Percutaneous Endo Gastrotomy (PEG);
Percutaneous Endo Jejunostomy (PEJ)
Nutrisi Parenteral:
Bila Nutrisi oral/ enteral:Kontra Indikasi.
Pada kasus-kasus tertentu nutrisi Parenteral dapat dikombinasi dengan Nutrisi
Enteral
Nutrisi langsung ke pembuluh darah ( Vena )
NP Perifer
Sentral:
- V. Femoralis
- V. Jugularis
- V. Subclavia
Indikasi : intractable vomiting, severe diare; ileus; small bowel/colon obstruktion; bowel
rest; preoperative
Kontra indikasi hemodynamically unstable; severe pilmonary edema fluid overload;
anuria; meatbolic or electrolytb disturbances
Enteral and parenteral methods have to be complementary. In practice, both ways can be
conducted simultaneously, for example, during transition from parenteral nutrition to
enteral nutrition, for a certain amount of time, depending on patients needs and reactions.
Things to be considered in EN & PN:
Fluid balance
Energy, protein, carbohydrates, lipid, electrolyte, trace elements, and vitamin demands
Strict surveillance of patient conditions, clinically and biochemically.
Perawatan kateter minimal 1 kali/hari dan kultur tempat insersi kateter minimal 1
kali/minggu.
Pemberian melalui vena sentral (aliran darah cepat) memungkinkan pengenceran yang
cepat pula dari cairan yang hipertonik.
.
Pemberian melalui vena perifer dilakukan :
1. Bila NP hanya diperlukan dalam jangka waktu yang pendek.
2. Bila melalui V. sentral merupakan kontraindikasi
3. Pada pasien-pasien dengan gangguan metabolisme nutrien spt intoleransi glukosa
4. Sepsis
Dengan cara ini sebaiknya kateter dipindahkan setiap 24 sampai 48 jam untuk mencegah
flebitis dan memungkinkan vena digunakan kembali.
Komplikasi NP
Komplikasi Tehnik
Emboliudara mungkin terjadi waktu insersi kateter ke pembuluh vena atau waktu line
dibuka untuk mengganti tube; pneumotoraks, atau hidrotoraks pada NP sentral, dan
lain-lain.
Komplikasi Septik :
Pasien yang diberi nutrisi NP khususnya yang melalui vena sentral mempunyai resiko
terhadap infeksi
Hal ini disebabkan oleh :
a. Status Gizinya
b. Proses-proses penyakitnya
c. Pengobatan yang sering menggunakan antibiotik dan immuno suppresive
d. Selain untuk NPT (nutrisi parenteral total), kateter juga digunakan untuk pengambilan
darah transfusi atau pemberian obat-obatan
KomplikasiMetabolik :
Dapat dihindari dengan pemantauan yang ketat parameter laboratorium dan observasi
klinik. Komplikasi yang biasanya terjadi berhubungan dengan metabolisme glukosa. Bila
terdapat hiperglikemia dan glukosuria, kecepatan pemberian cairan hipertonik glukosa
diperlambat atau diberi insulin eksogen.