Anda di halaman 1dari 13

JUDUL : NILAI NUTRISI KERANDANG (Canavalia virosa) HASIL

PENGOLAHAN
ALKALIS SEBAGAI BAHAN PAKAN UNGGAS ALTERNATIF

I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Pakan merupakan faktor terpenting untuk menunjang budidaya ternak karena berimbas pada
peningkatan bobot badan ternak dan performa ternak yang diinginkan. Peningkatan populasi,
produksi daging, susu dan telur sebagai hasil ternak sangat tergantung dari penyediaan pakan
yang baik dan berkualitas. Selain itu dalam usaha peternakan biaya pakan mencapai persentasi
tertinggi dalam biaya produksi yaitu mencapai 50 70 %. Penyediaan pakan ternak di Indonesia
sudah dilakukan dalam industri skala besar, Bahkan pada sektor perunggasan industri pakan
sudah terintegrasi menjadi sistem agribisnis perunggasan. Era perdagangan bebas menuntut
setiap negara untuk menghasilkan produk yang bermutu atau berkualitas tinggi termasuk pakan,
agar dapat bersaing di pasar internasional. Adanya SPS (Sanitary Phyto Sanitary) menuntut
produsen pakan agar mengikuti peraturan tersebut untuk menghasilkan pakan bermutu sesuai
dengan preferensi konsumen. Pakan yang diproduksi tentunya harus sesuai dengan standar SNI
(Standard Nasional Indonesia) dan standard internasional (Codex Alimentarius Commision).
Pakan yang baik dan berkualitas harus memenuhi persyaratan mutu yang mencakup aspek
keamanan pakan, aspek kesehatan ternak, aspek keamanan pangan dan aspek ekonomi.
Keempat aspek tersebut penting untuk dipenuhi karena akan berpengaruh pada kesehatan ternak,
penyediaan pangan hasil ternak dan keamanan konsumen dalam mengkonsumsi pangan hasil
ternak, serta efisiensi biaya agar dihasilkan pakan yang bernilai ekonomis.
Bungki kedele merupakan

salah satu bahan pakan sumber protein

yang persentase

penggunaannya paling tinggi selain jagung dalam ransum unggas. Pemakaiannya dalam ransum
unggas sekitar 50 %. Pemakaian untuk ransum ayam pedaging sekitar 15 30 % dan ayam 10
25 % petelur (Wina, 199). Ketersediaan bungkil kedele semakin terbatas karena pemanfaatan
kacang kedele bersaing dengan makanan manusia.Kalaupun ketersedianya mencukupi namun
harganya cukup mahal karena merupakan barang impport. Di lain pihak kebutuhan produk
unggas baik daging maupun telur semakin meningkat seiring dengan bertambahnya penduduk
Indonesia.Untuk menjamin ketersediaan bahan pakan sumber protein seperti bungkil kedele
perlu dicarikan sumber bahan pakan alternatif yg memiliki.kandungan nutrisi dan energi

metabolis yang hampir sama dengan bungkil kedelai. Salah satu diantaranya adalah kerandang
(Canaavalia virosa).
Kerandang (Canaavalia virosa).merupakan tanaman legum native tahunan yang hidup dan
berkembang secara alami di lahan pasir pantai, mampu mengikat nitrogen dari udara sehingga
berpotensi untuk memperbaiki kesuburan tanah. Kandungan nutrisi biji kerandang sangat baik
yaitu protein 31,3%, lemak 4,9%, abu 3,8% dan kalori 1512,4 kj/100g atau 3629.76 Kkal/kg,
DM, kandungan asam amino esensial seperti isoleusin, hisediaastidin, systine+metionin dan
threonin juga relatif tinggi, serta kaya calsium, zinc, mangan dan besi.(Erna, dkk.2010).
Kandungan protein bungkil kedele adalah Protein kasar : 42 50 %, Serat kasar : 6 %, lemak
1,32% - 4,8%. kalsium (0,27%). phospor 0,63%. Wina .E (1999). Energi metabolis : 2825 2890 Kkal/kg Seperti biji kedelai, bungkil kedelai tidak menyediakan karoten dan vitamin D.
Bungkil kedelai tidak kaya riboflavin tetapi kandungannya lebih tinggi dibandingkan dengan
jagung dan butiran lainnya. Kandungan niacin tidak tinggi, kandungan thiamin bungkil kedelai
sama dengan butiran lainnya., Adapun kendala dari biji kerandang sebagai bahan pakan adalah
kandungan HCNnya yang tinggi. Kadar HCN yang merupakan faktor anti nutrisi pada kerandang
dapat dilakukan penekanan dengan berbagai cara dan dengan tingkat penekanan HCN
yang berbeda-beda sesuai dengan perlakuan.Usaha untuk mengurangi kandungan HCN telah
dilakukan oleh BPTP Yogyakarta dengan ketepatan proses pengolahan dengan pemecahan kering
sehingga biji kerandang tidak terkontaminasi HCN. Setelah melalui beberapa tahapan proses
seperti pada pembuatan tempe dan tahu , hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan HCN
biji kerandang jauh di bawah ambang batas toleransi HCN bagi tubuh (50 ppm/berat badan),
pada pembuatan tempe dan tahu kandungan HCN berkisar 84,40-97,70 ppm sehingga kedua
produk olahan kerandang tersebut aman untuk dikonsumsi, Namun prosespengolahan seperti ini
memakan waktu cukuplama dan menambah biaya produksi sehingga kurang cocok bila
diterapkan di tingkat petani, Oleh karenra itu perlu dicarikan teknologi pengolahan tepat guna
sehingga mudah diaplikasikan oleh petani, salah satudiantaranya adalah cara pengolahan alkalis
yaitu dengan cara merendam pada larutan alkalis yang bahan bakunya murah dan mudah
diproleh.

1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa BEsar Kandungan Nutrisi
kerandang dengan beberapa proses pelakuan dalam potensinya sebagai pakan alternatif.
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai informasi ilmiah bahwa kerandang sebagai
pakan alternatif yang murah dan mudah diproleh bagi ternak unggas,

II. Tinjauan Pustaka


2.1. Potensi Kerandang sebagai Pakan
Hasil penelitian Erna dkk ,2010 biji kerandang memiliki kandungan nutrisi yaitu
protein 31,3%, lemak 4,9%, abu 3,8% dan kalori 1512,4 kj/100g atau 3629.76 Kkal/kg DM,
kandungan asam amino esensial seperti isoleusin, hisediaastidin, systine+metionin dan
threonin juga relatif tinggi, serta kaya calsium, zinc, mangan dan besi.(Erna, dkk.2010).
Kacang kerandang mengandung pula antioksidan terutama isoflavon yang bermanfaat bagi
tubuh (snyder dan Kwon, 1987; Siddhuraju dan Becker.2001) Selain itu kerandang
mengandung substansi antinutrisi seperti tannin, HCN dan senyawa phenol (Sridhar dan
Seena ,2005). Senyawa anti nutrisi ini tidak menjadi masalah yang serius bagi makanan
manusia maupun pakan ternak karena berkurang selama proses pengolahan seperti
pencucian, perendaman dan pemanasan. Hasil penelitian Djaafar dkk (2010) menunjukkan
bahwa kerandang mengandung HCN 1134 ppm namun setelah mengalami perendaman 48
jam menurun menjadi 17 ppm . Selanjutnya

dinyatakan bahwa fermentasi kerandang

(tempe kerandang ) mengandung air78,10 %, abu1,21 %, protein8,14 %, serat kasar3,1 %


dan HCN 44 ppm. Seperti tanaman kacang kacangan lainnya kerandang mudah terinfeksi
oleh kapang termasuk Aspergillus flavus penghasil aflatoksin yang berbahaya bagi ternak.
Hal ini dapat diatasi dengan proses pengolahan. Park et al (2003) melaporkan bahwa
doenjang (produk pasta kedelai terfermentasi khas Korea yang dibuat dengan menggunakan
Bacillus subtilis dan kapang seperti Rizopus sp., Mucor sp., dan Aspergillus sp sebagai
starter ) bebas dari mikotoksin termasuk aflatoksin. Produk fermentasi Jepang seperti miso
(pasta kedelai), shoyu (saus kedelai), sake (anggur beras) dan katsuo-bushi (dried bonito)
juga dilaporkan bebas dari aflatoksin maupun kapang penghasil aflatoksin. Menurut Tanaka

et al (2002), kondisi rata-rata suhu udara Jepang sebagian besar kurang dari 16oC
menyebabkan kontaminasi pangan oleh kapang penghasil aflatoksin jarang terjadi.

2.2. Deskripsi Kerandang (Canavalia virosa)


Kerandang (Canavalia virosa) merupakan tanaman legum native tahunan yang hidup dan
berkembang secara alami di lahan pasir pantai, mampu mengikat nitrogen dari udara
sehingga berpotensi untuk memperbaiki kesuburan tanah. Kerandang masuk family
Fabaceae, Genus Canavalia dan Species Canavalia virosa. Kerandang termasuk tanaman
kacang-kacangan tropis yang merambat, berdaun trilobed leaves dengan bunga warna pink
dan berbau harum. Panjang bunga kerandang 3 cm, ukuran polong 17 cm x 3 cm, warna biji
coklat atau coklat kemerahan dengan marble warna hitam.(Erna, 2008 ) Tanaman krandang
yang tumbuh liar di pesisir selatan ini mampu hidup dan berkembang di lahan tandus dan
kering sangat berpotensi sebagai sumber pangan pengganti kedelai dan pakan ternak.
Kerandang diyakini masyarakat mengandung racun karena kandungan HCN yang tinggi.
Usaha untuk mengurangi kandungan HCN telah dilakukan dengan ketepatan proses
pengolahan dengan pemecahan kering sehingga biji kerandang tidak terkontaminasi HCN.
Padai beberapa tahapan proses pembuatan tempe dan tahu , hasil penelitian menunjukkan
bahwa kandungan HCN biji kerandang jauh di bawah ambang batas toleransi HCN bagi
tubuh (50 ppm/berat badan), pada pembuatan tempe dan tahu kandungan HCN berkisar
84,40-97,70 ppm sehingga kedua produk olahan kerandang tersebut aman untuk
dikonsumsi. Sebagai mana tanaman kacang kacangan lainnya kerandang jamur, antara lain
Aspergillus flavus yang menghasilkan aflatoksin. Aflatoksin sering kali terdifusi masuk ke
dalam tenunan bagian-bagian dalam komoditi pertanian melalui rambut-rambut kapangnya.
Dengan demikian, biji, umbi, bungkil, dan bagian lain komoditi yang tercemari tidak serta
merta tampak oleh mata.Keberadaan aflatoksin dipengaruhi cuaca seperti suhu dan
kelembapan, sehingga tingkat kontaminasinya bervariasi tergantung lokasi geografis, cara
bertani, budi daya, dan kerentanan komoditi. Indonesia yang beriklim tropis-basah memberi
peluang besar bagi tumbuhnya berbagai jenis kapang pada komoditi pertanian, termasuk A.
flavus penghasil racun aflatoksin. Untuk mengurangi kemungkinan tercemar A.flavus,
Kacang kacangan mentah sebaiknya disimpan di tempat yang 60-70 persen, Kandungan

nutrisi biji kerandang sangat baik yaitu protein 31,3%, lemak 4,9%, abu 3,8% dan kalori
1512,4 kj/100 g DM, kandungan asam amino esensial seperti isoleusin, histidin, systine,
metionin dan threonin juga relatif tinggi, serta kaya calsium, zinc, mangan dan besi. Areal
penanaman Kerandang terdapat di pesisir pantai kabupaten Bantul, Kulonprogo dan Gunung
Kidul dengan luas sekitar 3000 Ha. Sampai saat ini belum banyak hasil penelitian tentang
pemanfaatan kerandang baik sebagai pangan manusia maupun pakan ternak.

2.3. Nilai Nutritif Bahan Pakan Terrnak

Nilai Nutritif bahan pakan merupakan indilator kualitas pakan yang


terdiri dari nilai nutrien / komposisi kimia bahan pakan dan nilai manfaatnya
metaboliknya

seperti

kecernaan

nutrien

dan

nilai

Komposisi kimia suatu bahan pakan dapat diketahui

energi

metabolik

dengan pengujian

secara kimia yang bersifat kuantitatif (Kamal,I997) untuk itu dikenal Analisis
proksimat dan Analisis serat. Selanjutnya dinyatakan bahwa

dari Analisis

proksimat dapat diketahui macam fraksi yailu air, protein kasar, lemak kasar,
serat kasar, abu dan bahan ekstrak tanpa N. Tillman ,dkk (1984) menyatakan
bahwa dalam komponen proksimat tersebut dapat dibedakan menjadi 7
kelas nutrien yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, air, udara dan
mineral. Ketujuh macam nutrien tersebut dapat dikelompokan menjadi
bahan organik dan bahan anorganik akan dikatakan berkualitas baik apabila
telah mengandung nutrient dalam keadaan yang seimbang serta asam
amino sessensialnya tersusun dalam keseimbangan yang serasi (Anggorodi,
1985). Selanjutnya dinyatakan bahwa salah satu komponen yag sering

dijadikan sandar untuk menilai kualitas pakan

adalah protein, sedangkan

nilai nutritive protein ditentukan oleh jumlah dan imbangan asam amino
essensialyang terdapat dalam ransum ( Maylard dan

Loosli. 1980).

Pengetahuan tentang ketersediaan asam amino dalam bahan pakan sangat


penting untuk menyususn formulasi ransum yang dibutuhkan unggas, karena
jumlah asam amino yang tersedia dalam bahan pakan sering kali lebih
rendah daripada jumlah asam amino yang dibutuhkan untuk keperluan
produktifitas unggas. Komposisi nutrient bahan pakan sumber protein local
masih berdasarkan hasil analisis proksimat saja yaitu protein kasar, padahal
nilai nutritive protein tidak ditentukan oleh protein kasar saja melainkan juga
terdantung pada kecernaan asam amino penyusunnya. Dan kegunaan
metaboliknya ( Zuprizal et al, 1991).

Sibbald (1987) dan Parsons (1990)

menyatakan, bahwa kecernaan protein dan asam amino adalah salah satu
factor yang penting guna mengevaluasi nilai nutrisi protein bahan pakan
menghasilkan

ketepatan

dalam

menyusun

ransum.

kecernaan dan metabolic bahan pakan dapat dilakukan

Menentukan

nilai

dengan metode in

vivo maupun in vitro (Uzu,1993).


Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam pengukuran koefisiem cerna suatu pakan
atau bahan pakan adalah sebagai berikut: (1) Mengukur ransum yang dimakan dan feces yang
dieksresikan. (2) Zat makanan yang dicerna sama dengan zat makanan yang dimakan (intake)
dikurangi zat makanan yang keluar dari tubuh melalui feces. (3) Feces yang dikumpulkan harus
terpisah (tidak tercerna) dari urin. Metode yang umum dalam penentuan koefisien cerna adalah:
1) metode koleksi total dan 2)Indikator.
3. Materi dan Metode Penelitian
3.1. Materi Penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah kerandang (konsentrasi awal CN =
20l,238mg/kg), aquades,abu gosok Ca(OH)2, NaOH,HN03, dan bahan-bahan pendukung
lainnya.

AIat
Alat yang digunakan adalah kompor listrik, glass beker, pisau, lampu pemanas,
timbangan analitik, dan gelas ukur.
3.2. Prosedur Peluruhan Asam Sianida dengan larutan Alkalis
Ditimbang 1 kg kerandang dimasukkan kedalam gelas beker volume 2000 ml
ditambahkan aquades sebanyak 800 ml sambil dipanaskan(direbus) ditambahkan 10 %
Ca(OH)z 10%. Perebusan diteruskan sampai air mendidih, setelah kondisi mendidih selama
1 jam perebusan dihentikan. Setelah perebusan selesai kompor dimatikan dan didiarnkan
sampai suhu rebusan kerandang meneapai suhu kamar, selanjutnya kerandang dipisahkan
dari air rebusan(residu) . Keduanyadianalisis kandungan sianidanya. Cara demikian berlaku
pula bagi penambahan abu gosok Dari hasil analisis sianida dalam air residu dapat
ditentukan efisiensi pemisahan sianida dari Keranda. Dari Hasil analisis HCN, dipilih 3
metode penurunan HCN yang memiliki nilai penurunan tertinggi.
3.3. Analisis Proksimat
Untuk Mengetahui Nilai Nutrisi (Protein kasar, Lemak Kasar Serat kasar, Abu dan BETN)
Kerandang pada Masing masing perlakuan dilakukan analisis proksimat menurut prosedur
AOAC (1994).
3.4. Rancangan Penelitian dan Analisis Data
Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan unit percobaan
sebanyak 2 kg kerandang, dengan enam perlakuan dan 3 ulangan dengan susunan perlakuan sebagai
berikut : A = kerandang dicuci; B= kerandang di kukus (100C); C = Kerandang dikukus + dijemur
dibawah sinar matahariselama 12 jam, D = Kerandang di rebus dengan !0% Ca (OH)2 E= kerandang
direbus dengan penambahan abu gosok 10 % . Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam
perlakuan dan lima ulangan, dan hasil analisa dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
(Gaspersz, 1991).

Menurut rancangan percobaan dan aplikasi oleh Kemas Ali Hanafiah untuk menghindari
kesalahan sekecil mungkin maka banyaknya replikasi atau ulangan terhadap eksperimen
digunakanhun 2012 dengan alokasi waktu dimulai dari pengambilan sampel dan hingga ke
proses perlakuan Penelitian ini bertempat di Laborarorium Kimia dan Laboratorium Nutrisi
Fakultas Agroindustri.

3.4.. Metode Pengumpulan Data


1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini merupakan data yang diperoleh langsung dari
hasil pemeriksaan laboratorium, yaitu kandungan HCN kerandang
2. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah sebagai data penunjang. Data
tersebut diambil dari laporan penelitian sebelumnya, buku serta referensi referensi yang
mendukung.

4. Daftar Pustaka
Djaafar, T.F. Cahtaningrum, N dan Purwaningsih, H. 2010. Phisico-chemical
Characteristis of
Tribal bean ( Canavalia virosa) And Its Alternative Tofu and tempeh
Food Products). Indonesian Journal of Agriculture Science 11 (22),
2010: 74-80.
Maybard, L.A dan J.K.Loosli. 1980. Animal Nutrition, Mc Graw Hill Book
Company Inc,New
york, Toronto. London.
Ngasifudin, Sukosrono(2006) Penentuan Efisiensi Pemisahan Sianida Pada Pengolahan
Umbi Gadung (Dioscorea Hispida).Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN
Park, K.Y., K.O. Jung, S.H. Rhee and Y.H Choi. 2003. Antimutagenic effects of
doenjang
(Korean fermented soypaste) and its active compounds. Mutation
Research
/Fundamental and Molecular Mechanisms of Mutagenesis. Volumes
523-524, FebruaryMarch 2003, Pages 43-53
Purwanti .S.2010. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN).IPB
Bogor

Rosningsih,. 2004. Pengaruh fermentasi dengan Aspergillus niger terhadap


Kandungan Nutrien dan Kecernaan Protein in vitro Kulit Kacang Tanah
Sebagai Sumber Bahan Pakan Berserat. Laporan Penelitian Dosen
Muda. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Pada
Masyarakat. irektorat Jendral Pendidikan Tinggi.

Rosningsih, S. (2005) Evaluasi Komposisi Nutrien dan Fraksi Serat Pada Kulit
Kacang Tanah yang Difermentasikan dengan Prebiotik Orgadec sebagai
Sumber Bahan Pakan Berserat, Buletin Pertanian Dan Peternakan,
Fakultas Pertanian Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta.
Siddhuraju,P. dan K. Becker. 2001. Species/variety differences in biochemical
composition and
nutritional valu of indian tribal legumes of genus Canavalia.
Nahrung/Food 45 (4). 224-233.
Snyder, H.E. dan T.W. Kwon. 1987. Soybean Utilisation Van Nostrand
Reinhold, New York.
Sridhar, K.R dan Seena. 2006. Nutritional and antinutritional significance of
four unconventional
legumes of the genus Canavalia. A Comparative study. Food Chem. 99:
267-288.

Tanaka, K., T. Goto, M. Manabe, S. Matsuura. 2002. Traditional Japanese Fermented Foods Free
from Mycotoxin Contamination. JARQ Vol. 36, No. 1. Page 45-50

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S.


Lebdosorkojo, 1984, Umu Makanan Ternak Dasar Cetakan kedua.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Uzu.G. 1993. Requiretment in Digestable Amino Acids for Poultry Words.
Poultry science
Association Proceeding 9 th European Symposium. Poultry Nutrition
Poland.
Wina .E (1999). Kandungan protein Bungkil kedelai.Metode analisis dan
hubungannya dengan
penampilan ayam. Kumpulan makalah Feed qualitymanagement
workshop. Amerikan
Soybeans Association dan balai penelitian ternak hlm 1-3
Zuprizal, A. Wibowo , Kamal., M.Kamal. dan Mira Yusiati. 1993. Evaluasi
Protein dan Energi
Pakan. Forum Komunikasi Hasil Pnelitian Bidang
Peternakan. Yogyakarta.

IV. Rencana Biaya Penelitian


Sumber Dana : UMB Yogya
1. Bahan (Kerandang dll).. Rp .

100.000,-

2. Analisis Laboratorium.................

Rp.

500.000,-

3. Analisis data .Rp.

200.000,-

4. Pelaporan dan Penggandaan Rp.

200.000,-

Total

Rp. 1 000.000,-( satu juta rupiah)

USUL PENELITIAN

NILAI NUTRISI KERANDANG (Canavalia virosa) HASIL


PENGOLAHAN
ALKALIS SEBAGAI BAHAN PAKAN UNGGAS ALTERNATIF

Usul Penelitian untuk Memperoleh Dana Penelitian Univesitas Mercu Buana 2012

OLEH:

IR.SONITA ROSNINGSIH .M.S.


NIP 19510403198031001

JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS AGROINDUSTRI


UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA
2012
HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul : NILAI NUTRISI KERANDANG (Canavalia virosa) HASIL


PENGOLAHAN
ALKALIS SEBAGAI BAHAN PAKAN UNGGAS ALTERNATIF
2. Peneliti Utama
a. Nama lengkap
b. Jenis Kelamin
c. NIP
d. Pangkat/Golongan
e. Jabatan Struktural
f. Jabatan Fungsional
g. Fakultas/Jurusan
h. Pusat Penelitian
i. Alamat
j. Telpon/Faks/E-mail
k. Alamat Rumah
l. Telpon/Faks/E-mail
3. Biaya Yang Diperlukan
4. Sumber Pembiayaan

: Ir. Sonita Rosningsih.M.S.


: L
: 196108021986012001
: Pembina /IVa,
: : Lektor Kepala
: Agroindustri /Peternakan
: LPPM Universitas Mercu Buana
Yogyakarta
: Jl.Wates Km 10 Yogyakarta 55753
: (0274)6498212/02746498213/
lppm_umby@yahoo.co.id.
: Purwokerto
: 081392529098
: Rp. 1000.000,- (Satu juta Rupiah)
: Universitas Mercu Buana
Yogyakarta, Januari 2012

Mengetahui
Dekan Fak. Pertanian UMBY

Ketua Peneliti

Dr. Ir.Didiet Heru Swasono, MP.


NIDN 05 0612 6101

Ir. Sonita Rosningsih


NIP 19610208198601001
Mengetahui

Ketua LP2M UMB

Ir. Setyo Utomo, MP


NIP. 196716121992031004
PERLAKUAN :

1. Kontrol / tdk diolah

Kaprodi Peternakan

(Ir.Sonita Rosningsih.MS)
NIP. 196108021986012001

2. Direndam 8 jam + di rebus 100 C 30 menit

Proksimat

3. Alkalis

RAL : t (r-1) > 15 ==== 3 (r-1) > 15 ====3r -3 >15 ===r = 15-3/3 = 4

Anda mungkin juga menyukai