Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Wonogiri memiliki daya potensi yang tinggi akan tanaman singkong.

Tanaman yang tahan akan kekeringan itu sangat mudah tumbuh di kabupaten

Wonogiri. Pemanfaatan singkong oleh masyarakat sekitar pun sudah cukup

beragam. Sebagai pengganti makanan pokok, mayoritas masyarakat Wonogiri

mengolahnya menjadi gaplek. Dari gaplek tersebut dibuatlah menjadi nasi

tiwul. Nasi Tiwul itulah yang menjadi makanan khas Wonogiri. Selain itu

mereka juga mengolahnya menjadi aneka jajanan maupun makanan ringan.

Seperti keripik singkong, utri, gethuk, dan masih banyak lagi.


Namun dibalik itu limbah kulit singkong masih belum termanfaatkan.

Melihat potensi Wonogiri yang juga mayoritas penduduknya berternak sapi

maupun kambing maka salah satu pengolahan limbah singkong adalah dengan

memanfaatkan kulit singkong yang biasanya terbuang percuma menjadi suatu

produk yang bernilai ekonomi dan memiliki nilai tambah khususnya untuk

ternak ruminansia (domba/kambing/sapi). Sehingga akan mempertinggi

kualitas hasil ternak daerah Wonogiri nantinya.


Produk yang dihasilkan adalah bahan awetan kulit singkong rasa dibuat

dengan berbagai bahan alami dan melalui proses yang higienis. Pembuatan

pakan awetan kulit singkong untuk ternak ruminansia (domba/kambing/sapi)

dengan berbagai cara teknologi inovasi baru yang perlu untuk dikembangkan.

1
Karena pembuatan bahan pakan kulit singkong dapat megembangkan

kreativitas dalam pemanfaataan limbah singkong yang pada umumnya

dibuang begitu saja.


Pollard adalah hasil sampingan penggilingan gandum, granulasinya halus,

kaya serat dan berprotein tinggi, cocok untuk digunakan sebagai pakan

ternak. Pollard juga bisa ddigunakan untuk campuran roti (Hayati, 2000).

Kandungan air dan protein padapollard dan white brand ini sama, yaitu

maksimal 14% dari 100 g pollard. Kandungan abu pada pollard lebih sedikit

dibandingkan bran yaitu maksimal 4,5% pada pollard dan 5,5% pada brand.

Kandungan lemak pada pollard lebih tinggi dibandingkan white brand, yaitu

maksimal 8% untuk pollard sedangkan white bran hanya 7%. Kandungan

serat padapollard ini hanya sekitar 5%. Pollard merupakan sumber energi

yang mengandung protein kasar tinggi yaitu sekitar 16%-18%. Kandungan

protein dan energi pada pollardmemiliki nilai kecernaan yang tinggi.

Kandungan energi dan protein yang terdegradasi didalam

kandungan pollard lebih tinggi dibandingkan dengan bekatul. Pollard sebagai

pakan ternak menunjukkan konsumsi per unit dengan menghasilkan retensi

nitrogen (N) sebesar 0,243 lebih tinggi dibandingkan bekatul yang hanya

menghasilkan 0,108. Nilai retensi N ini berbanding lurus dengan produktivitas

ternak (Chuzaeni et al., 1999).


Pada prinsipnya formulasi ransum temak bertujuan untuk menentukan

jumlah penggunaan masing-masing bahan pakan sehingga biaya minimum,

tetapi kebutuhan gizi temak yang mengkonsumsi tetap terpenuhi dengan

2
seimbang dan tidak menyebabkan kondisi kesehatannya terganggu. Kriteria

gizi yang diperhatikan adalah protein, energi termetabolisme (ME), lemak,

serat kasar, kalsium, phospor, methyionin, lysine dan tryptopan. Kebutuhan

akan Energi Energi dalam pakan umumnya berasal dari karbohidrat dan

lemak. Pentingnya energi dalam pakan tercermin dari adanya 2 macam metode

pengukuran yaitu metode pengukuran TDN merupakan sistem ukuran yang

paling tua yang berdasar pada fraksi-fraksi yang tercerna dari sistem Wende

serta sumbangan energinya. Sistem yang kedua adalah sistem kalori berdasar

pada kandungan energi (kalori) pada bahan pakan (Blakely dan Bade, 1998

dalam Nina WH 2009). Kekurangan energi dapat mengakibatkan

terhambatnya pertambahan bobot badan, penurunan bobot badan dan

berkurangnya semua fungsi produksi dan terjadi kematian bila berlangsung

lama .
Jagung(Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang

terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di

Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di

Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di

Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok.

Selain mengandung karbohidrat, banyak senyawa kimia yang bermanfaat bagi

kesehatan terkandung didalamnya, antara lain protein, lemak, kalsium (Ca) ,

fosfor (P), vitamin, dan senyawa lainnya. Apa saja kandungan senyawa kimia

dan manfaatnya bagi kesehatan akan dibahas dalam makalah ini.

1.2. Identifikasi Masalah

3
2. Bagaimana cara memanfaatkan kulit singkong sebagai pakan ternak?
3. Bagaimana ten pemberian kulit singkong ada ternak?
4. Apakah dedak gandum dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak?
5. Bagaimana nilai kandungan nutrisi pada dedak gandum?
6. Apa manfaat biji jagung sebagai bahan untuk pakan ternak?
7. Apa saja kandungan zat makanan yang terkandung dalam biji jagung

7.1. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan pembuatan makalah tersebut, yaitu :
1. Mengetahui bahwa limbah kulit singkong dapat dimanfaatkan sebagai pakan

ternak.
2. Mengetahui teknik pemberian kulit singkong kepada ternak.
3. Mengetahui manfaat biji jagung untuk ternak
4. Mengetahui kandungan nutrisi dalam biji jagung

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Singkong memiliki nama latin Manihot utilissima. Merupakan umbi atau akar

pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-

80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna

putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun

ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya

warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi

manusia.

Singkong merupakan makanan bersumber energi yang kaya karbohidrat, demikian

juga dengan daun singkong yang telah dimanfaatkan sebagai bahan makanan kita

karena mengandung protein dan zat besi. Hampir semua bagian dari pohon

singkong bisa dimanfaatkan mulai dari umbi hingga daunnya. Umbi singkong

biasanya hanya diambil dagingnya dan untuk digoreng atau direbus, dan daun

biasanya dijadikan lalap atau direbus sebagai sayur.

Kulit singkong merupakan limbah kupasan hasil pengolahan gaplek, tapioka, tape,

dan panganan berbahan dasar singkong lainnya. Potensi kulit singkong di

Indonesia khususnya Wonogiri sangat melimpah, seiring dengan eksistensi negara

ini sebagai salah satu penghasil singkong terbesar di dunia dan terus mengalami

peningkatan produksi dalam setiap tahunnya. Pada singkong juga memiliki

spesifikasi kandungan gizi singkong per 100 gram meliputi Kalori 121 kal, juga

5
kandungan karbohidrat yang tinggi yang dapat dikonsumsi pula oleh manusia.

Presentase jumlah limbah kulit bagian luar sebesar 0,5-2% dari berat total

singkong segar dan limbah kulit bagian dalam sebesar 8-15%. Sampah kulit

singkong termasuk dalam kategori sampah organik karena sampah ini dapat

terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami.

A. Kandungan dalam kulit singkong

Kalori 121 kal Vitamin C 30,00 miligram


Air 62,50 gram Protein 1,20 gram
Fosfor 40,00 gram Besi 0,70 miligram
Karbohidrat 34,00 gram Lemak 0,30 gram
Kalsium 33,00 miligram Vitamin B1 0,01 miligram

Selain itu dalam kulit singkong juga terdapat kandungan HCN. Asam sianida

disebut juga Hidrogen sianida (HCN), biasanya terdapat dalam bentuk gas atau

larutan dan terdapat pula dalam bentuk garam-garam alkali seperti potasium

sianida. Sifat-sifat HCN murni mempunyai sifat tidak berwarna, mudah menguap

pada suhu kamar dan mempunyai bau khas. HCN mempunyai berat molekul yang

ringan, sukar terionisasi, mudah berdifusi dan lekas diserap melalui paru-paru,

saluran cerna dan kulit (Dep Kes RI, 1987). HCN dikenal sebagai racun yang

mematikan. HCN akan menyerang langsung dan menghambat sistem antar ruang

sel, yaitu menghambat sistem cytochroom oxidase dalam sel-sel, hal ini

menyebabkan zat pembakaran (oksigen) tidak dapat beredar ketiap-tiap jaringan

sel-sel dalam tubuh.

6
Dengan sistem keracunan ini maka menimbulkan tekanan dari alat-alat pernafasan

yang menyebabkan kegagalan pernafasan, menghentikan pernafasan dan jika tidak

tertolong akan menyebabkan kematian. Bila dicerna, HCN sangat cepat terserap

oleh alat pencernaan masuk ke dalam saluran darah. Tergantung jumlahnya HCN

dapat menyebabkan sakit hingga kematian (dosis yang mematikan 0,5 3,5 mg

HCN/kg berat badan) (Winarno, F.G. 2004 ).

7
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Singkong
3.1.1. Pengolahan Kulit Singkong
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk melakukan pengolahan kulit singkong

dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :


1) Pengurangan Kadar HCN
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kandungan HCN

yang terdapat dalam singkong, yaitu dengan cara perendaman, pencucian,

perebusan, pengukusan, penggorengan atau pengolahan lain. Dengan adanya

pengolahan dimungkinkan dapat mengurangi kadar HCN sehingga bila

singkong dikonsumsi tidak akan membahayakan bagi tubuh. Pengolahan secara

tradisional dapat mengurangi/bahkan menghilangkan kandungan racun. Pada

singkong, kulitnya dikupas sebelum diolah, direndam sebelum dimasak dan

difermentasi selama beberapa hari.


Dengan perlakuan tersebut linamarin banyak yang rusak dan hidrogen

sianidanya ikut terbuang keluar sehingga tinggal sekitar 10- 40 mg/kg. Asam

biru (HCN) dapat larut di dalam air maka untuk menghilangkan asam biru

tersebut cara yang paling mudah adalah merendamnya di dalam air pada waktu

tertentu.
Kulit singkong yang berpotensi sebagai pakan ternak mengandung asam

sianida. Konsentrasi glukosida sianogenik di kulit umbi bisa 5 sampai 10 kali

lebih besar dari pada umbinya. Sifat racun pada biomass ketela pohon

(termasuk kulitnya umbinya) terjadi akibat terbebasnya HCN dari glukosida

sianogenik yang dikandungnya. Total kandungan sianida pada kulit singkong

berkisar antara 150 sampai 360 mg HCN per kg berat segar. Namun kandungan

sianida ini sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh varietas tanaman

singkongnya.
Dilaporkan bahwa ternak domba mampu mentoleransi asam sianida pada

konsentrasi 2,5 4,5 ppm per kg bobot hidup. Sedangkan Tweyongyere dan
8
Katongole (2002), melaporkan bahwa konsentrasi asam sianida yang aman dari

pengaruh toksik adalah dibawah 30 ppm. Tingginya kandungan asam sianida

dalam kulit singkong ini dapat menimbulkan keracunan jika dikonsumsi oleh

ternak (domba/kambing).

2) Pengolahan Limbah Kulit Singkong


Pada pengolahan limbah singkong ini diperlukan beberapa alat agar mudah

dalam pembuatan pakan dari limbah kulit singkong. Alat-alat yang dibutuhkan

antara lain pisau untuk memotong atau mengupas kulit singkong, telenan

sebagai alas ketika memotong kulit singkong, wadah untuk merendam kulit

singkong, kompor sebagai alat untuk merebus/ mengukus, tampah, dan

saringan untuk meniriskan kulit.

Proses pengolahan kulit singkong diantaranya:


a. Perendaman: dilakukan dengan cara memasukkan kulit singkong yang sudah

dipotong kecil-kecil ke dalam ember yang kemudian diisi air sampai kulit

singkong terendam dan dibiarkan semalaman (16 jam).


b. Pengukusan: dilakukan dengan membersihkan kulit singkong dari tanah yang

melekat (dicuci) kemudian dipotong kecil-kecil selanjutnya dikukus dalam panci

yang ada saranganya yang berisi air dan didihkan selama 15 menit.
c. Dicampur dengan urea 3% BK: Kulit singkong dicuci kemudian dipotong kecil-

kecil selanjutnya dicampur dengan urea dengan konsentrasi 3% dari berat kering.

Kemudian campuran tersebut dimasukkan ke dalam plastik disimpan dalam

kondisi kedap udara selama 1 minggu.


d. Fermentasi: dilakukan dengan cara kulit singkong yang sudah dicuci kemudian

diiris kecil-kecil yang selanjutnya dikukus dalam panci yang berisi air mendidih

selama 15 menit, setelah itu diangkat kemudian ditebar dalam nampan sampai

dingin. Setelah dingin kulit singkong ini diinokulasi dengan menggunakan kapang

Trichoderma resii, kemudian ditutup dengan nampan diatasnya dan dibiarkan

selama 4 hari.

9
Hasil percobaan perlakuan terhadap kulit singkong dapat dilihat dari Tabel 1 bahwa

kulit singkong yang tidak diolah mempunyai kandungan HCN yang sangat tinggi

(459,56 ppm).

Dengan berbagai proses pengolahan yang dilakukan pada percobaan ini terlihat bahwa

kandungan HCN dapat turun secara drastis dan konsentrasi masih dibawah ambang

toleransi, seperti proses fermentasi yang dapat menurunkan kadar HCN hampir hilang

(0,77 ppm). Bahkan dengan proses yang paling sederhana dengan perendaman,

kandungan HCN nya dalam batas yang aman Hal ini menunjukkan bahwa kapang

Trichoderma mampu dengan sangat efisien mendegradasi/mendetoksikasi asam

sianida

A. Pemberian Makan Ternak


Kulit singkong memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, setelah melalui proses

pengolahan kulit singkong ini dapat diberikan kepada ternak sebagai bahan pakan

substitusi dan bahkan dapat dikonsumsi oleh manusia. Dalam pemberiannya limbah

kulit singkong kepada ternak ada beberapa cara antara lain :


a. Dicampurkan dalam bahan pakan lainnya yang sebelumnya kulit singkong

sudah dipotong kecil-kecil, dan dilayukan pemberian dengan memeliki takaran

yang sesuai dengan takaran dan kebutuhan yang diinginkan,


b. Dilayukan dan dikeringkan dibawah sinar matahari hingga kadar air 15-20%,

agar tidak ditumbuhnya mikroorganisme (jamur). Kemudian diberikan ke

ternak di siang hari

10
c. Pemberian pakan limbah kulit singkong pada ternak domba dicampurkan pada

air minumnya (comboran kalau bahasa jawanya) yang tercampur dengan

bahan pakan seperti dedak padi ataupun dedag jagung.


Pemberian kulit singkong harus dibatasi sesuai dengan kebutuhan dan bahan

pakan campuran lainnya, untuk menghindari hal-hal yang merugikan ternak maupun

peternak. Sehingga perlu dilakukan dengan mencacahnya/di potong kecil-kecil

terlebih dahulu kemudian dilayukan sebelum diberikan ke ternak sebagai bahan pakan

alternative

3.2. Biji Jagung

Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/ graminae
yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan munculnya cabang anakan
pada beberapa genotipe dan lingkungan tertentu. Batang jagung terdiri atas buku dan ruas.
Daun jagung tumbuh pada setiap buku, berhadapan satu sama lain. Bunga jantan terletak pada
bagian terpisah pada satu tanaman sehingga lazim terjadi penyerbukan silang. Jagung
merupakan tanaman hari pendek, jumlah daunnya ditentukan pada saat inisiasi bunga jantan,
dan dikendalikan oleh genotipe, lama penyinaran, dan suhu. Secara umum jagung mempunyai
pola pertumbuhan yang sama, namun interval waktu antartahap pertumbuhan dan jumlah
daun yang berkembang dapat berbeda.
Pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu (1) fase
perkecambahan, saat proses imbibisi air yang ditandai dengan pembengkakan biji sampai
dengan sebelum munculnya daun pertama; (2) fase pertumbuhan vegetatif, yaitu fase mulai
munculnya daun pertama yang terbuka sempurna sampai tasseling dan sebelum keluarnya
bunga betina (silking), fase ini diidentifiksi dengan jumlah daun yang terbentuk; dan (3) fase
reproduktif, yaitu fase pertumbuhan setelah silking sampai masak fisiologis (Subekti et.
al.,2008)
Menurut Tjitrosoepomo, 1991 tanaman jagung dalam tata nama atau sistematika
(Taksonomi) tumbuh-tumbuhan jagung diklasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae

11
Ordo : Graminae
Famili : Graminaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L

Jenis jagung dapat dikelompokkan menurut umur dan bentuk biji. Menurut umur, dibagi

menjadi 3 (tiga) golongan:


1. Berumur pendek (genjah): 75-90 hari, contoh: Genjah Warangan, Genjah Kertas,

Abimanyu dan Arjuna.


2. Berumur sedang (tengahan): 90-120 hari, contoh: Hibrida C 1, Hibrida CP 1 dan CPI 2,

Hibrida IPB 4, Hibrida Pioneer 2, Malin,Metro dan Pandu.


3. Berumur panjang: lebih dari 120 hari, contoh: Kania Putih, Bastar, Kuning, Bima dan

Harapan.

Menurut bentuk biji, dibagi menjadi 7 (tujuh) golongan: Dent Corn, Flint Corn, Sweet

Corn, Pop Corn, Flour Corn, Pod Corn, dan Waxy Corn .

3.2.1. Kandungan Kimia Jagung

Kandungan zat makanan pada jagung secara umum terdiri dari kandungan air sebesar 14%,
Abu 2,0 %, Protein Kasar 10,3% , Lemak Kasar 4,7%, Serat Kasar 2,5%, BETN 79,8%, Ca
0,03%, dan P sebesar 0,26%. (Hartadi, 1986).

Kandungan karbohidrat dalam 100 gram jagung adalah sebesar 73,7 gram. Bagian yang kaya

akan karbohidrat adalah bagian biji. Sebagian besar karbohidrat berada pada endospermium.

Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat

dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin.

3.2.2. Manfaat Jagung Untuk Ternak

Tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan dapat dimanfaatkan untuk
pakan ternak. Jagung merupakan sumber energi utama pakan, terutama untuk ternak
monogastrik seperti ayam, itik, puyuh, dan babi karena kandungan energi yang dinyatakan

12
sebagai energy termetabolis (ME), relative tinggi dibandingkan dengan bahan pakan lainnya.
Bagian-bagian tanaman jagung yang di gunakan untuk pakan ternak antaralain:
1. Tebon jagung adalah seluruh tanaman jagung termasuk batang, daun dan buah jagung
muda yang umumnya dipanen pada umur tanaman 45 65 hari (Soeharsono dan
Sudaryanto, 2006) ada pula yang menyebut tebon jagung tanpa memasukkan jagung muda
ke dalamnya. Tebon jagung ini dapat dimanfaatkan peternak untuk pakan ternak
ruminansia.
2. Biji Jagung dapat digunakan untuk pakan ternak unggas khususnya untuk pembuatan
ransum ayam broiler atau yam petelur.

Dalam ransum unggas, baik ayam broiler maupun petelur, jagung menyumbang lebih

dari separuh energi yang dibutuhkan ayam. Sebagai pakan, jagung dimanfaatkan sebagai

sumber energi dengan istilah energi metabolis. Walaupun jagung mengandung protein sebesar

8,5%, tetapi pertimbangan penggunaan jagung sebagai pakan adalah untuk energi. Apabila

energi yang terdapat pada jagung masih kurang, misalnya untuk pakan ayam broiler, biasanya

ditambahkan minyak agar energi ransum sesuai dengan kebutuhan ternak. Kontribusi energi

jagung adalah dari patinya yang mudah dicerna. Jagung juga mengandung 3,5% lemak,

terutama terdapat di bagian lembaga biji. Kadar asam lemak linoleat dalam lemak jagung

sangat tinggi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan ayam, terutama ayam petelur. Jagung

mempunyai kandungan Ca dan P yang relatif rendah dan sebagian besar P terikat dalam

bentuk fitat yang tidak tersedia seluruhnya untuk ternak berperut tunggal.

Dalam ransum unggas (baik ayam broiler maupun petelur) jagung menyumbang lebih
dari separuh energi yang dibutuhkan ayam. Tingginya kandungan energi jagung berkaitan
dengan tingginya kandungan pati (>60%) biji jagung. Di samping itu, jagung mempunyai
kandungan serat kasar yang relatif rendah sehingga cocok untuk pakan ayam. Kadar protein
jagung (8,5%) jauh lebih rendah dibanding kebutuhan ayam broiler yang mencapai >22% atau
ayam petelur > 17%. Sebenarnya, ayam memerlukan asam amino yang terdapat dalam
protein. Karena itu, untuk menilai kandungan gizi jagung perlu memperhatikan kandungan
asam aminonya. Kandungan lisin, metionin, dan triptofan jagung relatif rendah sehingga
untuk membuat pakan ayam perlu ditambahkan sumber protein yang tinggi seperti bungkil
kedelai. Untuk melengkapi kandungan asam amino dalam ransum pakan ayam dapat
13
ditambahkan asam amino sintetis seperti L Lisin, DL Metionin atau L Treonin.(Tangendjaja
dan Wina, 2006).
Selain untuk pakan unggas, limbah jagung berupa jerami jagung dapat dimanfaatkan
untuk pakan ruminansia. Jerami jagung yang diawetkan dengan pengeringan matahari
menghasilkan hay dan disimpan oleh petani untuk persediaan pakan sapi pada musim
kemarau. Jerima jagung digunakan untuk menggantikan rumput. Tanaman jagung pada umur
tertentu, terutama ketika bulir mulai tumbuh, mempunyai nilai gizi yang tinggi untuk
sapi. Menurut Hartadi et al., (1997), bahwa tanaman Jagung dapat menggantikan rumput
potong pada masa istirahat sesudah defoliasi sehingga kontinuitas pakan terjaga. Komposisi
kimia hijauan jagung untuk pakan berturut-turut TDN, PK, Ca, P adalah 58%; 8,8%; 0,28%
dan 0,14%.

3.3. Pollard
Pollard merupakan limbah dari penggilingan gandm menjadi terigu. Angka konversi

pollard dari bahan baku sekitar 25-26%. Pollard merupakan pakan yang popular dan

penting pada pakan ternak karena palatabilitasnya cukup tinggi.Pollard tidak

mempunyai antinutrisi, tetapi penggunaan pollardperlu dibatasi mengingat adanya sifat

pencahar yang ada pada pollard. Karena adanya sifat pencahar tersebut, maka pollard

akan bernilai sangat baik apabila diberikan ada ternak-ternak dara.


Secara kualitatif kualitas pollard dapat diuji dengan menggunakan uji bulk density

ataupun uji apung. Bulk density pollard adalah 208,7 g/l. Bulk density yang besar atau

lebih kecil dapat berarti adanya kontaminasi atau pemalsuan. Makin banyak pollard

yang mengapung, makin banyak sekam yang terdapat pada pollard

tersebut.ujiflouroglucinol dapat dipakai untuk menguji sekam pollard. Selain itu juga uji

organoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau dapat dipakai untuk mengetahui

kualitas pollard yang baik.


Pollard merupakan salah satu pakan ternak yang popular dan nilai produksi yang

dihasilkan nampaknya lebih besar daripada yang diperkirakan dari kandungan protein

14
dan kecernaan nilai zat makanannya. Pemberian pollard biasanya dicampur dengan

butiran dan dengan pakan yang kaya akan protein seperti bungkil-bungkilan. Pollard

mempunyai nilai yang tinggi ketika dipakai lebih dari seperempat bagian konsentrat.
Kualitas protein pollard lebih baik dari jagung, tetapi lebih rendah daripada kualitas

protein bungkil kedelai, susu, ikan dan daging. Pollard kaya akan phosphor (P), feerum

(Fe) tetapi miskin akan kalsium (Ca). pollard mengandung 1,2 9% P, tetapi hanya

mengandung 0,13% Ca. bagian terbesar dari P ada dalam bentuk phitin phosphor.

Polaard tidak mengandung vitamin A atau vitamin, tetapi kaya akan niacin dan thiamin.
Polar mempunyai istilah lain Pollard/ Triticum sativumlank/ Dedak Gandum,

merupakan limbah dari penggilingan gandum menjadi tepung terigu. Pabrik terigu

banyak kita temui didaerah pelabuhan laut seperti Surabaya, Semarang, Cilacap,

Cilegon, Bekasi, dll.


Polar dikonsumsi hampir segala jenis ternak dari sapi, kambing, babi sampai ayam

layer.Polar mempunyai palatabilitas (rasa kesukaan ternak terhadap pakan) yang cukup

tinggi tetapi memiliki sifat pencahar sehingga penggunaannya harus dibatasi.


Pemberian polar biasanya dicampur dengan butiran atau dengan pakan yang kaya akan

protein seperti bungkil-bungkilan. Polar mempunyai nilai yang tinggi ketika dipakai

lebih dari seperempat bagian konsentrat. Kualitas protein polar lebih baik dari jagung,

tetapi lebih rendah daripada kualitas protein bungkil kedelai, susu, ikan dan daging.
Polar kaya akan Phosphor (P), Ferrum (Fe) tetapi miskin akan Kalsium (Ca). Polar

mengandung 1,29% P, tetapi hanya mengandung 0,13% Ca. Polar tidak mengandung

vitamin A tetapi kaya akan Niacin (vitamin B3) dan Thiamin (vitamin B1).

3.3.1. Wheat Pollard


Menurut Mc. Donald (1995), seperti umumnya butiran, protein pada gandum tersebar

pada semua jaringan, namun konsentrasi terbanyaknya pada lembaga dan lapisan

aleuron dibandingkan dengan endosperm, pericarp maupun testa (kulit ari bagian

tengah). Kadar protein dedak gandum rata-rata adalah 15%, lemak 4% dan biasanya

kadar seratnya tidak lebih dari 10%. Dedak gandum mengandung Mg dan kaya akan

vitamin B kompleks yang sangat penting untuk pertumbuhan unggas (Kiroh, 1992).

15
Wheat pollard gandum merupakan hasil sisa penggilingan gandum, merupakan

campuran wheat middling dan dedak gandum. Wheat middling terdiri dari partikel

halus, dedak gandum, sedikit lembaga dan endosperm sedangkan dedak gandum terdiri

dari lapisan kulit ari terluar (perikarp) dari gandum. Selama penggilingan akan

dihasilkan wheat pollard gandum sebesar 10% (Tangendjaja dan Pattyusra, 1993).
Kiroh, H.J. 1992. Effisiensi penggunaan bungkil biji kapok sebagai pengganti polard

dalam pakan pengemukkan terhadap penampilan dan kualitas fisik daging sapi jantan

kastrasi ACC. Tesis Program Pasca Sarjana. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Tangendjaja, B. dan Pattyusra. 1993. Bungkil inti sawit dan polard gandum yang

difermentasi dengan Rhyzopus Oligosporus untuk ayam pedaging. Ilmu Peternakan.

8(1) : 34 37.McDonald P et al. 1995.Animal Nutrition.Ed ke-5. New York: Longman

Scientific and Technical.


Pollard adalah hasil sampingan dari proses pembuatan tepung terigu. Komposisi dari

pollard adalah sebagai berikut :


a. bahan kering : 88,4%
b. lemak kasar : 5,1%
c. protein kasar : 17%
d. BETN : 45%
e. serat kasar : 8,8%
f. abu : 24,1%

Persenatase penggungaan pollard dalam ransum sebesar 35%. Penghasil terbesar pollard

di dunia adalah Australia. Permasalahan utama pada bahan pakan ini adalah kandungan

protein pada pollard cukup rendah sehingga keutuhan nutrient ternak tidak tercukupi.

Salah satu solusi untuk meningkatkan kandungan protein pada pollard adalah dengan

cara fermentasi dengan menggungakan kapang Aspergillus niger.

Wheat pollard biasa dikenal dengan dedak gandum yang merupakan salah satu hasil

ikutan dari proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu. Menurut North (1978),

bahwa gandum dan hasil ikutannya seperti bran, pollard telah banyak digunakan sebagai

bahan pakan ternak. Dalam proses produksi tepung terigu dihasilkan tepung terigu

sebanyak 74% dan limbahnya berupa bran 10 %, pollard 13 % dan bahan untuk lem

16
kayu lapis 3 %. Pollard yang dihasilkan dalam proses produksi tepung terigu sangat

berpotensi untuk bahan pakan ternak (Arief, 2000). Menurut Triharyanto (2001), bahwa

Wheat pollard (dedak gandum) memiliki nilai Energi Metabolisme (kkal/kg) 1,140,

protein 11,8 %, lemak 3,0 % dan serat kasar 11,2 %.

17
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan Dan Saran


1) Kulit singkong merupakan limbah sampah yang belum termanfaatkan

secara maksimal
2) Berdasarkan kandungan dalam limbah kulit singkong, Kulit singkong dapat

dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia.


3) Pengolahan menjadi pakan ternak meliputi pengurangan kadar HCN dan

pengolahan kulit singkong (perendaman, pengukusan, pencampuran

dengan urea, dan fermentasi).


4) Ragam cara pemberian kulit singkong kepada ternak meliputi

Dicampurkan dalam bahan pakan lainnya, dilayukan dan dikeringkan

dibawah sinar matahari, atau dicampurkan pada air minumnya.


5) Jagung merupakan sumber energi utama pakan, terutama untuk ternak

monogastrik seperti ayam, itik, puyuh, dan babi karena kandungan energi

yang dinyatakan sebagai energy termetabolis (ME), relatif tinggi

dibandingkan bahan pakan lainnya.


6) Kandungan zat makanan pada jagung secara umum terdiri dari kandungan

air sebesar 14%, Abu 2,0 %, Protein Kasar 10,3% , Lemak Kasar 4,7%,

Serat Kasar 2,5%, BETN 79,8%, Ca 0,03%, dan P sebesar 0,26%.

18
DAFTAR PUSTAKA

http://caraberternak.com/search/kulit-singkong-sebagai-pakan-ternak/ Diakses pada hari

Selasa, 07 Maret 2017 pukul 15.26 WIB.

http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/semnas/pro10-81.pdfDiakses pada hari Selasa,

07 Maret 2017 pukul 15.38 WIB.

http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/view/521Diakses pada hari Selasa,

07 Maret 2017 pukul 15.51 WIB.

http://www.lembahgogoniti.com/artikel/29-pakan-kambing/66-tabel-kandungan-nutrisi-

bahan-pakan-ternak.html Diakses pada hari Selasa, 07 Maret 2017 pukul 16.17 WIB.

http://blog.ub.ac.id/budipangestu/2013/05/20/memanfaatkan-kulit-singkong-menjadi-pakan-

alternatif-ternak-kambing-dan-domba/ Diakses pada hari Selasa, 07 Maret 2017 pukul 16.37

WIB.

http://www.stpp-malang.ac.id/index.php/component/content/article/68-artikel/196-

artikelkulitsingkong Diakses pada hari Selasa, 07 Maret 2017 pukul 16.55 WIB.

North, M. O. 1978. Comercial Chicken Production Manual.Avi Publ. Co. Inc.

Wesport Connecticut. California


Arief, Deasy Arianti. 2000. Evaluasi Ransum yang Menggunakan Kombinasi

Pollard dan Duckweed terhadap Persentase Berat Karkas, Bulu, Organ Dalam, Lemak

Abdominal, Panjang Usus dan Sekum Ayam Kampung. Skripsi S-1.Institut Pertanian

Bogor. Bogor.
Triharyanto, B. 2001.Beternak Ayam Arab. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Hartadi, H.,1986. Tabel Komposisi Bahan Makanan Ternak Untuk


Indonesia. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Hartadi, H., S. Reksodiprodjo dan A.D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Bahan Makanan
Ternak Untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

19
Subekti N. A., Syafruddin, R. Efendi, dan S. Sunarti. 2008. Morfologi Tanaman dan Fase
Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia: Maros.
Tangendjaja B. dan E. Wina. 2006. Limbah Tanaman dan Produk Samping Industri Jagung
untuk Pakan. Balai Penelitian Ternak: Bogor.
Tjitrosoepomo, C., 1991. Taksonomi Tumbuhan. Gajah Mada Universy Press: Yogyakarta.
Soeharsono & B. Sudaryanto. 2006. Tebon jagung sebagai sumber hijauan pakan ternak
strategis di lahan kering Kabupaten Gunung Kidul. Prosiding Lokakarya Nasional
Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung Sapi. Pontianak, 9-10 Agustus
2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. Hal: 36-141.

20

Anda mungkin juga menyukai