Anda di halaman 1dari 12

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Peternakan adalah kegiatan mengembangbiakan dan membudidayakan

hewan ternak untuk dimanfaatkan oleh manusia. Peternakan memiliki arti yang
penting bagi kehidupan manusia, baik sebagai sumber protein hewani yang dapat
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan turut berperan serta dalam
meningkatkan perekonomian negara. Produk-produk yang dihasilkan seperti
daging, susu, jeroan, dan tulang serta kulit bahkan bulu sekalipun dapat
bermanfaat bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, perlu dikembangkan cara
beternak yang baik untuk memaksimalkan potensi peternakan, yaitu dengan
penerapan manajemen pemeliharaan dan perawatan kesehatan ternak.
Kambing perah merupakan komoditas baru di Indonesi yang kemungkinan
memiliki prospek pengembangan yang baik. Walaupun belum terbukti secara
Ilmiah, anggapan yang berkembang di masyarakat adalah bahwa susu kambing
dapat menyembuhkan berbagai penyakit pernafasan, seperti asma dan TBC. Oleh
karena itu permintaan cenderung semakin meningkat dan harga yang masih cukup
tinggi. Di sisi lain kambing perah dapat berperan ganda sebagai peghasil susu dan
daging. Dari kebutuhan investasi, usaha kambing pernah memerlukan investasi
jauh lebih kecil dibandingkan dengan sapi perah dan disamping ini relatif lebih
mudah dalam manajemen.
Walaupun demikian, masih banyak orang yang menganggap kambing adalah
ternaknya orang miskin dan sering membuat susah, perusak tanaman dan
penyebab erosi (perusak lingkungan). Persepsi negatif ini sangat tidak
menguntungkan dalam perspektif pengembangan ternak kambing untuk
kesejahteraan masyarakat. Pandangan negatif ini terus berkembang sampai pada
masalah kesehatan di mana ada pendapat mengkonsumsi daging kambing dan/atau
susu kambing erat kaitannya dengan tingginya kadar kolesterol darah dan
berbahaya bagi kesehatan. Namun kalau dilihat secara mendalam dan penuh
kejujuran, ternak kambing dapat memberi manfaat yang begitu besar bagi
manusia bila dikelola dengan baik melalui penyediaan daging, susu, kulit dan
pupuk organik.
1

Menurut produk yang dihasilkan, ternak kambing dikelompokkan menjadi 4


yaitu penghasil daging (tipe pedaging), Dari aspek produksi daging, permintaan
daging kambing di Indonesia maupun di dunia juga mengalami peningkatan pesat
selama 10 tahun terakhir ini. Indonesia mengkonsumsi kambing sebagai salah satu
sumber protein hewani yang utama setelah sapi dan ayam. Pasokan daging
kambing relatif terbatas karena usaha peternakan kambing di Indonesia di
dominasi oleh usaha rumah tangga dengan skala pemilikian 4 10 ekor.
Permintaan kambing untuk konsumen khususnya seperti restauran dan hotel-hotel
masih dipenuhi oleh impor. Hal ini disebabkan daging kambing dalam negeri
kurang sesuai untuk masakan yang dikehendaki oleh restauran dan hotel tersebut.
Pengembangan pasar ke pasar spesifik merupakan peluang ekonomi yang pantas
diraih dengan pengusahaan peternakan kambing sistem ranch, dan hal ini sangat
sesuai dengan kambing PE.
Penghasil susu (tipe perah), Jumlah anak per kelahiran (litter size) bervariasi
1 sampai dengan 3 ekor dengan tingkat produksi susu yang melebihi dari
kebutuhan untuk anaknya, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai produk komersial
dan tidak mengganggu proses reproduksinya. Biaya investasi usaha ternak
kambing relatif rendah dan pemeliharaannya pun jauh lebih mudah dibanding
sapi. Komoditas susu kambing juga memiliki propek yang baik sejalan dengan
semakin

memasyarakatnya

susu

tersebut.

Penghasil

bulu

(tipe

bulu/mohair/cashmere), dan penghasil daging dan susu (tipe dwi guna).


Kambing Peranakan Etawah (PE) adalah termasuk dalam kelompok
kambing dwiguna. Kambing ini merupakan hasil persilangan antara kambing
Etawah dari India dengan kambing Kacang (lokal) di masa lalu (zaman kolonial
Belanda). Kambing PE telah beradaptasi baik dengan kondisi tropis basah di
Indonesia. Sistem perkawinan yang tak terkontrol dan tanpa diikuti seleksi yang
terarah menyebabkan besarnya variasi penotipe (penampakan luar) dan genotipe
(genetik) dari kambing PE ini. Beberapa karakter penting dari kambing PE yaitu:
bentuk muka cembung, telinga relatif panjang (18-30 cm) dan terkulai. Jantan dan
betina bertanduk pendek. Warna bulu bervariasi dari kream sampai hitam. Bulu
pada bagian paha belakang, leher dan pundak lebih tebal dan lebih panjang
daripada bagian lainnya. Warna putih dengan belang hitam atau belang coklat
2

cukup dominan. Tinggi badan untuk jantan 70-100 cm, dengan berat badan
dewasa mencapai 40-80 kg untuk jantan dan 30-50 kg untuk betina. Diakui
ataupun tidak, daerah kawasan pegunungan Menoreh di perbatasan Kabupaten
Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Purworejo, Jawa
Tengah sejak dulu adalah sentra kambing PE di Indonesia, dan dari sinilah
kambing PE menyebar ke berbagai daerah di Indonesia (Litbang, 2011).
1.2

Tujuan
1.

Mengetahui manajemen ternak kambing etawa

2.

Mengetahui siklus reproduksi dan produksi kambing etawa

3. Mengetahui tata laksana pemasaran


1.3

Manfaat
1. Dapat mengaplikasikan manajemen ternak kambing etawa sebagai
potensi usaha.
2. Dapat belajar dan mengetahui siklus reproduksi dan waktu produksi
kambing etawa.
3. Dapat mengetahui teknik pemasaran.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1

Manajemen Ternak Kambing Etawa


Bibit ternak unggul merupakan faktor produksi utama dalam usaha

peternakan. Sebaik apapun manajemen yang diberikan jika kualitas bibit ternak
rendah (jelek) maka usaha peternakan akan menjadi kurang efisien. Dalam hal ini
unit usaha pembibitan memegang peran penting dalam penyediaan bibit unggul.
Sayangnya usaha pembibitan kambing PE di Indonesia secara ekonomis belum
begitu menarik untuk dilakukan, sehingga bibitan ternak kambing dan
menerapkan prinsif-prinsif seleksi yang benar dan terarah masih terbatas
dilakukan oleh instansi pemerintah. Ada banyak metode/pola pembibitan salah
satunya adalah pola village breeding Centre (VBC). Pada pola ini petani diikut
sertakan dalam usaha pembibitan bersama-sama dengan pemerintah/swasta.
Faktor produksi kedua adalah pakan ternak. Konsumsi pakan yang cukup
(jumlah dan kualitasnya) akan menentukan mampu tidaknya ternak tersebut
mengekpresikan

potensi

genetik

yang

dimilikinya.

Bagi

ternak

yang

digembalakan pemenuhan gizi sebagian besar/semuanya tergantung dari ternak itu


sendiri. Tapi bagi ternak yang dikandangkan, pemenuhan gizinya tergantung dari
petani. Setiap ekor kambing harus mendapat pakan hijauan segar sekitar 10%
berat badannya. Pakan hijauan tersebut dapat berupa rumput, legum, dan limbah
hasil pertanian (jerami kedelai, kacang panjang, kacang tanah, daun jagung dll).
Walaupun demikian ternak kambing perlu diberi pakan penguat (konsentrat dan
pakan imbuhan/ suplemen) untuk menutupi kekurangan zat gizi pada pakan
hijauan. Makin banyak variasi campuran pakan hijauan yang diberikan makin
baik, untuk saling melengkapi sehingga ternak mengkonsumsi zat gizi yang
cukup. Sama dengan ternak lainnya, kambing juga memerlukan 5 gizi utama
yaitu: energi, protein, mineral, vitamin dan air dalam jumlah yang cukup agar
dapat tumbuh, berkembang biak dan berproduksi sesuai dengan potensi
genetiknya.
Bagi ternak yang digembalakan secara terus menerus seperti peternakan di
negara Australia, New Zealand dll, kandang ternak boleh dibilang tidak
diperlukan. Namun di Indonesia di mana penggembalaan jarang dilakukan dan
4

kalaupun ada sangat terbatas, faktor kandang menjadi penting. Kandang adalah
rumahnya ternak dan oleh karenanya kandang hendaknya dibangun sebaik
mungkin agar nyaman bagi ternak dan pengelolanya (peternak). Kandang
panggung adalah tipe kandang yang paling populer di Jawa, di samping kandang
lantai tanah. Kandang panggung menjamin kondisi kandang dan ternak menjadi
lebih bersih.
Faktor produksi penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah kesehatan
ternak. Sehat merupakan kata kunci menuju produktivitas tinggi setiap makhluk
hidup. Hal sebaliknya akan terjadi bila kondisi kesehatan terganggu (sakit).
Penyakit pada kambing dapat dibedakan atas 2 yaitu penyakit menular
(disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, parasit darah, cacing dan kutu) dan
penyakit tidak menular (antara lain karena kurang gizi, kurang mineral, tanaman
beracun, dan racun). Adapun cara penularan penyakit adalah (1) Kontak langsung
dengan hewan sakit, tanaman beracun, racun; (2) Kontak dengan bahan tercemar
penyakit/racun, dan (3) Dibawa serangga, pekerja kandang, angin.
Ada berbagai macam jenis penyakit pada ternak kambing, tiga diataranya
yaitu mastitis, scabies dan bloat adalah paling sering dijumpai, khususnya pada
kambing perah. Mastitis adalah penyakit infeksi pada ambing oleh bakteri.
Menjaga kebersihan/sanitasi merupakan cara terbaik mencegah mastitis, termasuk
melakukan teat dip setiap kali pemerahan. Teat dip (larutan celup puting susu):
250 ml chlorohexadine 2% + 45 ml gliserin + air sehingga menjadi 1 liter larutan.
Tanda-tanda mastitis antara lain ambing terasa panas, sakit dan membengkak, dan
bila diraba terasa ada yang mengeras pada ambing; Warna dan kualitas air susu
abnormal, seperti ada warna kemerahan (darah), pucat seperti air, kental
kekuningan atau kehijauan. Mastitis dapat diobati dengan antibiotik. Pengobatan
dilakukan dengan memasukkan antibiotik melalui puting susu, setelah ambing
dikosongkan (diperah) terlebih dahulu. Pengobatan dapat dilakukan 2-3 kali per
hari, sampai ternak benar-benar sembuh.
Scabies (Gudugan/Gatal) adalah penyakit kulit yang paling sering dan serius
terjadi pada kambing. Cara penularannya adalah dengan kontak langsung dengan
ternak yang terinfeksi (sakit), atau kontak dengan alat atau kandang yang tercemar
(bekas ternak sakit). Pengobatannya adalah dengan injeksi invermectin (sub5

cutan/bawah kulit) atau cara tradisional dengan mengoleskan campuran belerang


dengan oli. Pencegahan terhadap penyakit selalu lebih baik dari pengobatan.
Menjaga kebersihan kandang, peralatan dan ternaknya harus selalu dilakukan, dan
jika terjadi penyakit ini ternak terjangkit harus diisolasi (dipisahkan) dari ternak
yang sehat. Ternak yang terkena penyakit scabies akan selalu menggaruk-garuk
bagian tubuhnya yang terinfeksi karena gatal. Bagian kulit yang terinfeksi
mengalami penebalan, nafsu makan berkurang dan ternak jadi kurus, bulu kusam
dan berdiri dan rontok, serta produktivitas menurun. Pada penyakit yang akut
tidak jarang akan berakhir dengan kematian.
Bloat/Tympani (Kembung Perut) terjadi akibat pembentukan gas dalam
lambung secara berlebihan dan dalam waktu yang cepat. Kadang-kadang penyakit
ini terjadi secara mendadak. Pencegahan adalah hindari memberikan hijauan
muda secara berlebihan, atau hijauan yang masih mengandung embun pagi, dan
ternak cukup mendapat exercise. Hindari pemberian hijauan satu jenis/macam,
terutama hijauan leguminosa. Berikan rumput kering sebelum memberikan legum.
Pengalaman di lapang, pengobatan dengan berbagai macam cara dengan tingkat
keberhasilan yang bervariasi antara lain dengan menggunakan minuman sprit,
minyak nabati/goreng, asam jawa, obat antangin (obat untuk manusia) dll. Jika
cara

di atas

gagal,

cara terakhir

adalah

dengan menusukkan

jarum

besar/trocar/canula atau alat sejenisnya ke dalam lambung sebelah kiri. Tingkat


kesuksesan cara ini adalah rendah, karena 60-80% dari ternak yang diperlakukan
demikian akan mati karena infeksi.
Pemeliharan secara intensif dapat mencapai pertambahan bobot 100-150
gram perhari dengan rata rata 120 gram perhari atau 700 1.050 gram dengan
rata rata 840 gram perminggu. Pemiliharaan secara semi intensif hanya
menghasilkan pertambahan bobot 30-50 gram perhari (Mulyono dan Sarwono,
2005).
2.2

Reproduksi dan Produksi Kambing Etawa


Untuk menjaga kelangsungan hidup suatu populasi ternak, maka ternak

tersebut harus melakukan reproduksi/perkembangbiakan. Secara fisiologis,


aktivitas reproduksi pada kambing sudah mulai sejak usia dini (muda), namun
6

ekspresi tingkah laku seksual (birahi/estrus) yang sebenarnya baru nampak pada
saat pubertas yaitu sekitar umur 6-12 bulan. Walaupun demikian perkawinan
pertama sebaiknya dilakukan setelah ternak mencapai dewasa tubuh atau telah
mempunyai berat badan sekitar 60-70% dari berat badan dewasanya.
Ekspresi seksual dan kinerja reproduksi dipengaruhi oleh kerja hormon,
seperti FSH, LH, estrogen, progesteron dan/atau testosteron. Mekanisme kerja
hormon tersebut sangat komplek, dan dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk
iklim. Pada daerah sub-tropis yang mempunyai empat musim, di mana perbedaan
antara lamanya siang dan malam sangat mencolok, kambing menunjukkan
aktifitas seksual musiman, dan beranak sekali dalam setahun. Lain halnya di
daerah tropis, termasuk Indonesia, kambing di daerah ini tidak menunjukkan
aktivitas seksual musiman, artinya ternak tersebut dapat dikawinkan sepanjang
tahun. Dengan manajemen perkawinan yang baik, beranak tiga kali dalam 2 tahun
adalah sangat mungkin terjadi. Potensi ini adalah peluang untuk meningkatkan
produktivitas ternak kambing. Walaupun demikian disarankan untuk melakukan
penjadwalan perkawinan agar pada saat beranak dan laktasi pakan hijauan cukup
tersedia. Kambing betina hanya mau kawin pada saat periode birahi (estrus) yang
relatif singkat (12 48 jam), dan ini berulang (siklus) setiap 18 - 24 hari (rataan
20 hari). Berbeda halnya dengan kambing jantan, aktivitas seksualnya dapat
terjadi sepanjang tahun. Kambing jantan, sering kurang disukai karena baunya
yang kurang sedap (prengus) dan agresif. Demikian juga ada anggapan bahwa
pejantan tidak menghasilkan anak sehingga banyak petani enggan memelihara
pejantan. Padahal tanpa pejantan, petani sudah pasti tidak akan dapat hasil (anak
dan susu) dari ternak betina yang dipeliharanya. Kambing anak jantan yang
pertumbuhannya baik akan mulai dapat kawin pada umur yang relatif muda 6 10
bulan, namun sebaiknya pejantan muda tersebut mulai dipakai sebagai pemacek
pada umur sekitar 15-18 bulan.
Kemampuan kawin pejantan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti breed,
kondisi tubuh dan kesehatan. Beberapa pejantan juga ada yang menunjukkan
kesukaannya (preference) terhadap betina tertentu. Pada perkawinan secara alami
disertai dengan pengaturan perkawinan yang baik setiap pejantan dapat
mengawini 3-4 ekor induk per minggu (12-16 ekor per bulan). Maka bila interval
7

beranak adalah 8 bulan, sebenarnya secara teoritis rasio jantan/betina dapat


mencapai 1: 74-112. Penggunaan pejantan untuk breeding harus diikuti dengan
pencatatan (rekording) yang baik agar jangan terjadi perkawinan kerabat dekat
(inbreeding). Untuk tujuan kawin secara inseminasi buatan (IB), pejantan perlu
dilatih untuk dapat ejakulasi dalam vagina buatan. Pejantan yang sangat aktif akan
mudah dan mau menaiki betina, bahkan ternak jantan, serta ejakulasi pada vagina
buatan. Volume ejakulat 0.5 2 ml, konsentrasi sperm 1 3 milyar/ml, skor
motilitas > 70%, abnormal sperm 8 15%.
Reproduksi kambing juga dipengaruhi oleh tingkat kecukupan gizi yang ada.
Kebutuhan pakan kambing dipenuhi dengan rumput yang di tanam oleh proyek di
areal yang ada. Selain rumput, kambing juga memerlukan makanan tambahan
berupa bijibijian untuk mempercepat pertumbuhannya. Tambahan pakan
diperkirakan 24 ton per tahun. Untuk menyuburkan rumput dipergunakan pupuk
organik yang banyaknya 32 kg per ha per tahun. Pemupukan hanya dilakukan
pada 3 tahun pertama proyek, untuk masa-masa selanjutnya rumput hanya akan
dirawat, zat-zat organik yang dapat menyuburkan tanah dapat diperoleh dari
kompos kotoran ternak. Selain itu untuk kepentingan ditambahkan obat-obatan
berupa hormon vitamin.
Daging kambing jantan umumnya kurang disenangi karena memiliki serat
yang kenyal dan bau yag cukup tajam. Oleh karenanya, penjualan kambing jantan
dilakukan pada usia muda kecuali kambing jantan yang hendak dijadikan
pejantan.
Perkiraan perkembangan kambing pada ranch didasarkan pada perhitungan
berikut:
-

Kematian tahunan kambing dewasa : 10%

Daya tahan hidup (survival rate) jantan : 65%

Daya tahan hidup (survival rate) betina : 85%

Tingkat pergantian induk : 35%

(Kematian 10%, penyisihan karena tua 20%, tidak subur dan alasan lain 5%)
-

Persentasi induk yang disisihkan : 10%

Tingkat pengantian induk : 25%

Usaha kambing ternak ini menggunakan induk 16 ekor dengan periode


pemeliharaan selama 6 tahun. Ratusan litter size yang diperoleh adalah 2,25
ekor/kelahiran. Pejantan digunakan selama 2 tahun dan nisbah antara penggunaan
jantan terhadap betina sebesar 1 : 8. Setelah lewat 2 tahun dijual sebagai pejantan
afkir dengan harga yang sedang berlaku di pasaran. Anak betina dipilih sebanyak
2% sebagai replacement stock, sedangkan anak jantan semuanya dijual. Penjualan
ternak dilakukan atas dasar per kg bobot badan hidup.
Dengan sistem manajemen yang baik maka periode laktasasi dapat
dilakukan sampai 9 bulan dengan puncak produksi pada bulan pertama kedua,
dapat dilakukan sampai 9 bulan dengan puncak produksi pada bulan pertama dan
bulan kedua, dapat mencapai produksi 4 liter/ekor/hari.
2.3

Tata Laksana Pemasaran


Bergabungnya petani dalam suatu kelompok tani atau koperasi akan

mempunyai banyak keuntungan bagi petani dalam mengembangkan usahanya.


Petani melalui kelompok tani/koperasi dapat bermitra dengan perusahaan/lembaga
lain yang lebih berpengalaman dalam peternakan kambing perah. Petani dan mitra
usahanya bekerjasama mulai dari proses produksi (hulu) sampai ke pemasaran
produk (hilir). Keberadaan kelembagaan petani akan memudahkan dalam transfer
teknologi atau inovasi baru di bidang peternakan kambing perah. Hal lain yang
tidak kalah pentingnya adalah kelembagaan yang bersifat pelayanan yang dapat
melayani petani dengan tenaga penyuluh lapangan dan kesehatan hewan.
Pengenalan teknologi dan atau informasi pasar yang dapat memacu dan
meningkatkan produktivitas ternak dan efisiensi usaha merupakan peran penting
yang harus dilakukan oleh petugas pelayanan di lapangan.
Sumber Pendapatan: Kambing PE bila dipelihara dengan baik diberi pakan
hijauan yang cukup banyak (secara bebas) maka kambing tersebut akan dapat
menghasilkan susu 0.5 1 liter per hari selama 3-5 bulan masa laktasi. Kambing
tersebut juga akan menghasilkan anak 1-2 ekor setiap kelahiran. Di samping untuk
konsumsi sendiri, susu dan anak kambing dapat dijual. Jadi kambing perah dapat
sebagai sumber penghasilan rutin petani. Harga susu kambing di pasaran relatif
tinggi (Rp. 15.000 Rp. 20.000/liter), namun konsumennya masih terbatas dan di
9

perkotaan. Oleh karenanya diperlukan adanya kelembagaan petani yang dapat


membantu

petani

dalam

memasarkan

produknya

dan

sekaligus

untuk

memudahkan untuk melakukan pembinaan petani terkait dengan usaha peternakan


kambing perah.
Sumber Pupuk Organik: Setiap ekor kambing dewasa akan menghasilkan
feses 300-500 g/hari, dan urine sebanyak 0.5 -1 liter/hari. Feses dan urine dapat
digunakan sebagai pupuk untuk kebun/sawah, guna meningkatkan kesuburan
tanah, dan akhirnya meningkatkan produksi tanaman. Sebelum dipakai sebaiknya
feses/urine diproses terlebih dahulu. Manfaat pengomposan antara lain manfaat
dari pupuk lebih baik, pencemaran lingkungan dapat dihindari/dikurangi.
Sebagai Ternak Hiburan: Kambing ternak yang bersih, dan jika dipelihara
dengan baik akan sangat jinak dan manja. Bagi yang suka kambing, bermain atau
sekedar mengawasi atau memandang kambing di kandang atau di tempat
penggembalaan

akan

sangat

menyenangkan

dan

terasa

sangat

rilex

(menghilangkan stres).

10

BAB III PENUTUP


3.1

Kesimpulan
Pengembangan kambing perah PE akan terwujud dengan baik bila diikuti

dengan kebijakan yang tepat: (1) Dalam upaya akselerasi penerapan inovasi
teknologi produksi kambing perah PE di lapangan, diperlukan kebijakan
pemerintah dalam pembentukan kawasan sentra produksi kambing perah di setiap
provinsi yang dikelola oleh petani bekerjasama dengan pusat-pusat pembibitan
pemerintah.

(2)

Pemerintah

hendaknya

memfasilitasi

dan

mengawasi

pembentukan jejaring kerja (net-working) antara swasta dan petani dalam bentuk
kemitraan yang saling menguntungkan dan berbagi resiko secara adil. (3)
Keberadaan industri pengolahan susu (IPS) modern akan menjadi harapan petani
dalam kelangsungan berproduksi karena kepastian penyerapan susu dari swasta
akan menjadi jaminan pasar bagi petani. (4) Pemerintah hendaknya memacu
pengembangan kambing perah secara luas melalui perangkat kebijakan yang
kondusif bagi pengembangan IPTEK, mitra usaha dan petani.
3.2

Saran
Peternakan kambing etawa dengan system breeding yang baik dapat

berkembang dengan baik di Indonesia. Sehingga tidak hanya memanfaatkan susu


sapi yang mungkin harga relative lebih mahal dibandingkan dengan susu kambing
etawa.

11

DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbang Pertanian. 2011. Kambing Peranakan Etawa Sumberdaya
Ternak Penuh Berkah. Edisi 19-25. No 3427.Bogor.

12

Anda mungkin juga menyukai