Anda di halaman 1dari 21

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejarah sumberdaya genetik ternak (SDGT) dimulai sekitar 12.000 sampai

14.000 tahun yang lalu, selama revolusi pertanian di awal Neolithikum, melalui

domestikasi sebagian besar tanaman pangan dan spesies ternak. Kontrol dari produksi

pangan tersebut mengarah kepada perubahan demografi utama, teknologi dan militer.

Proses domestikasi hewan dan tumbuhan dinilai menjadi salah satu perkembangan

terpenting dalam sejarah, dan salah satu prasyarat meningkatnya peradaban

(Diamond, 2002). Setelah diawali domestikasi, penyebaran pertanian meningkat

secara cepat pada hampir semua habitat daratan (Diamond and Bellwood, 2003).

Ribuan tahun setelah seleksi oleh alam dan manusia, hanyutan genetik,

inbreeding dan crossbreeding berkontribusi terhadap keragaman SDGT dan

memungkinkan dilakukannya budidaya ternak dalam berbagai lingkungan dan sistem

produksi. Crossbreeding pada unggas merupakan salah satu alternatif untuk


dilakukan. Pemanfaatan metode crossbreeding ini akan menseleksi individu yang

diharapkan produksinya, sehingga kebutuhan manusia terhadap suatu komoditas

dapat terpenuhi. Permintaan pasar terhadap karkas ayam kampung semakin tinggi,

dengan pertumbuhan ayam kampung yang lambat, dan efisiensi pakan yang begitu

besar, sehingga diperlukan suatu seleksi dan perkawinana yang dapat meningkatkan

kualitas dan kuantitas dari produksi usaha ayam kampung.


2

Berdasarkan informasi tersebut, maka di perlukan pengkajian secara

mendalam agar dapat diketahui bagaimana hal tersebut terjadi, sehingga penulis

sangat tertarik untuk mengangkat topik dan mengkaji tentang crossbreeding ayam

buras sebagai upaya alternatif dalam pemenuhan kebutuhan pasar dan usaha

peternakan unggas.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pertumbuhan ayam kampung saat ini?

2. Alternatif apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi

pertumbuhan ayam kampung?

1.3. Tujuan Penulisan Makalah

1. Mengetahui tingkat efisiensi produksi pada ayam kampung yang telah

dilakukan crossbreeding.

2. Mengetahui bagaimana crossbreeding pada ayam kampung dapat

mempengaruhi produksi.

3. Mengetahui alternatif persilang ayam kampung jika disilangkan dengan ayam

petelur hybrid.
3

II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Crossbreeding

Perkawinan silang adalah perkawinan ternak-ternak dari bangsa yang berbeda

(Warwick et al., 1990). Tekhnisnya Crossbreeding ini hanya berlaku untuk

persilangan pertama pada breed asli, tetapi secara umum berlaku juga untuk sistem

crisscrossingdari dua jenis atau rotasi persilangan dari tiga atau lebih bibit dan untuk

menyilangkan pejantan murni dari satu ras untuk menaikan tingkatan betina dari ras

yang yang lain (Warwick dan Legates,1979).

2.2 Sistem Crossbreeding

Keuntungan dari crossbreeding ini adalah dapat meningkatkan Heterosis atau

Hybrid vigor serta Breed Complementary.

Dalam Crossbreeding terdapat 4 macam sistem, yakni :

1.Sistem Terminal (Terminal System)

2.Sistem Rotasi (Rotational System)

3.Sistem Kombinasi (Rotaterminal System)

4.Sistem Komposit (Composite System)

Berikut adalah penjelasan mengenai keempat sistem dari crossbreeding :

1. Sistem Terminal (Terminal System)

Sistem ini merupakan salah satu sistem dari crossbreeding, yangdimana

dalam sistem ini menggunakan 2 breed/ bangsa yang berbeda. Dalamsistem terminal
4

ini, semua anak sapi hasil persilangan dijual dan betina pengganti (female

replacements) diambil dari betina di luar kelompok. Betinayang dipilih sebagai induk

yakni betina yang telah melewati seleksi sehinggadidapatkan betina yang baik,

tingkat produksi susu serta mothering abilityyang baik. Sedangkan untuk jantan,

tingkat pertumbuhan serta karakteristik karkas yang baik adalah merupakan hal yang

sangat penting. Adapun keuntungan yang diperoleh dengan adanya sistem ini

adalahmemungkinkan untuk meningkatkan heterosis progeny sebesar 100% selainitu


juga dapat meningkatkan breed complementary (Frahm, R).

Selain itu, kekurangan yang didapat dari sistem ini yakni diperlukanladang

pengembalaan (pasture) yang memenuhi syarat baik kuantitas maupunkualitas, karena

mengingat dalam sistem ini yang terlibat adalah 2 kelompok ternak sapi yang saling

berbeda bangsa sehingga dimungkinkan juga berbedadalam mengkonsumsi pakan/

hijauan (sehingga).

2. Sistem Rotasi (Rotation System)

Dalam sistem ini diperlukan 2 atau 3 bangsa ternak yang berbeda.Secara

umum terdapat dua macam sistem rotasi, yakni sistem rotasi 2 bangsa(Two-Breed

Rotational Breed) dan sistem rotasi 3 bangsa (Three-BreedRotational Breed). Namun,


sistem yang banyak digunakan adalah sistemrotasi dengan menggunakan 3 bangsa

ternak yang berbeda. Sedikit pemaparanmengenai sistem rotasi 2 bangsa, yakni ♀

dari breed A disilangkan dengan ♂ breed B, dan ♀ breed B disilangkan dengan ♂

breed A. Dalam sistem ini,akan didapatkan peningkatan heterosis sebesar 66%. Pada

keturunannya akanmemiliki 2/3 gen dari bangsa induknya, sedangkan 1/3 gen berasal

dari bangsa lain.


5

Sedangkan untuk sistem rotasi dengan 3 bangsa, dalam 1 peternakanterdiri

dari 3 bangsa ternak, yang dimana ♀ breed A digunakan sebagaifemale replacements

untuk kemudian disilangkan dengan ♂ breed B. Ternak ♀ hasil persilangan tadi

digunakan sebagai female replacements yangkemudian disilangkan dengan ♂ breed

C. Ternak ♀ hasil persilangan inikemudian digunakan sebagai female replacements

yang kemudian akandisilangkan dengan ♂ breed A (Frahm, R).

Adapun keuntungan yang diperoleh dari sistem rotasi 3 bangsa iniadalah dapat
meningkatkan heterosis atau hybrid vigor lebih tinggi 20% - 21% dibandingkan

dengan sistem rotasi 2 bangsa, yakni sebesar 86% - 87%.Disamping itu kerugian

yang diperoleh dalam sistem ini adalah kesulitandalam pemeliharaan bila

dibandingkan dengan sistem rotasi dengan 2 bangsa, mengingat bahwa dalam sistem

ini menggunakan 3 bangsa ternak yang berbeda, sehingga juga dibutuhkan pasture

yang dapat mencukupimaintenance (kebutuhan sehari-hari) dari ternak tersebut, serta

pakan yangtersedia harus sesuai dengan A.I (animal unit) agar tidak terjadi

overgrazing( ∑ ternak > hijauan ) dan undergrazing (∑ ternak < hijauan).

3. Sistem Kombinasi (Rotaterminal System)

Sistem kombinasi ini merupakan sistem crossbreeding


yangmengkombinasikan antara sistem rotasi (rotational system) dengan

sistemterminal (terminal system). Dimana sistem rotasi berfungsi untuk menyediakan

female replacements (♀) dengan jalan persilangan antara breedA dengan breed B

(A*B Rot) sedangkan sistem terminal berfungsi untuk menghasilkan keturunan yang

kemudian akan dijual (marketed calf). Sehingga secara sederhana dapat dirumuskan

bahwa [T * (A*B)] (Nick,2005).


6

Adapun keuntungan yang diperoleh dari sistem kombinasi ini

adalahdimungkinkan dapat meningkatkan berat sapih sekitar 21%. Disamping itu,

juga dapat meningkatkan heterosis yang berasal terminal cross. Dapatdiasumsikan

bahwa, kita akan mendapatkan 66% heterosis dari sistem rotasi(2 breed) dan 100%

heterosis dari sistem terminal dan 50% dari total sapi didalam Herd C ( kelompok C

[T * (A*B)] ), ini dapat memungkinkanyakni kira-kira heterosis yang akan diperoleh

adalah sebesar 83% (Frahm, R).


Sedangkan kerugian yang diperoleh dari sistem ini adalah setidaknya,minimal

peternak memiliki 3 ladang pengembalaan (pasture), minimal terdiridari 100

sapi/kelompok, diperlukan kedisiplinan serta ketelitian dalamengidentifikasi sapi

menurut tahun kelahirannya sebagaimana bangsa induknya (Nick, 2005).

4. Sistem Komposit (Composite System)

Composite berarti keturunan baru. Yakni dimana crossbreedingdigunakan

untuk membentuk keturunan baru/ komposit. Setelah keturunantersebut terbentuk

maka akan dibentuk sebuah kawasan atau kelompok untuk breed baru tersebut.

Keuntungan dari keturunan komposit mencangkup kemudahanmanajemen,

konsistensi heterosis yang tinggi dan seringkali bahwa keturunan baru ini dapat
berkembang biak dalam suatu lingkungan yang ideal untuk dikembangkan secara

khusus.

2.3. Ayam Kampung

Ayam kampung atau ayam buras merupakan ayam lokal asli Indonesia.

Hingga saat ini ayam kampung dimanfaatkan sebagai ayam pedaging atau penghasil
7

telur. Keunggulan ayam kampung adalah memiliki ketahanan yang lebih tinggi

terhadap penyakit dibanding ayam ras, sedangkan kelemahannya adalah

produktivitasnya yang lebih rendah dibanding ayam ras (Rasyaf, 1989).Backcross

atau persilangan balik merupakan persilangan antara individu F dengan tetuanya.

Tujuan persilangan ini adalah untuk memperkecil variasi genetik dari keturunan yang

dihasilkan serta memudahkan pengamatan karakter yang menjadi target pengamatan.

Pada perkawinan ini terjadi transfer karakter yang diinginkan untuk digabungkan
sehingga individu keturunannya memiliki sifat yang unggul (Dent, 2000).

2.4. Ayam Petelur

Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara dengan

tujuan untuk diambil telurnya. Berbagai seleksi telah dilakukan, salah satunya

diarahkan pada warna kulit telur hingga kemudian dikenal ayam petelur putih dan

ayam petelur cokelat. Persilangan dan seleksi itu dilakukan cukup lama hingga

menghasilkan ayam petelur seperti yang ada sekarang ini. Dalam setiap kali

persilangan, sifat jelek dibuang dan sifat baik dipertahankan (terus dimurnikan).
Inilah yang kemudian dikenal dengan ayam petelur unggul (Cahyono, 1995). Fase

pemeliharaan ayam petelur dibagi menjadi 3 yakni: fase starter, fase grower, dan fase

layer. (Rahmadi, 2009) mengungkapkan bahwa ayam petelur fase layer merupakan

ayam yang berumur antara 20 hingga 80 minggu (afkir).

Ayam pada akhir masa produksi tergolong dalam fase layer, yakni pada umur

50 minggu ke atas. Ayam pada akhir masa produksi biasa disebut ayam tua. Boling

(2000) menyatakan bahwa ayam tua adalah ayam yang berumur 70 sampai 76
8

minggu. Berdasarkan sistem pemeliharannya ayam petelur dibagi menjadi 2 yakni

sistem pemeliharaan ekstensif dan intensif. Pemeliharaan intensif adalah sistem

pemeliharaan dengan cara mengkandangkan ayam, di Indonesia khususnya cenderung

menggunakan kandang baterai bertingkat. Sedangkan pemeliharaan secara ekstensif

adalah sistem pemeliharaan dengan cara mengumbar ayam di padang pengembalaan.

Dalam hal ini dikenal dengan istilah free-range. Pada peternakan rakyat umumnya

masih mempertahankan sistem pemeliharaan intensif, karena sistem itulah yang


mereka peroleh secara turun temurun dari nenek moyang mereka.

Jenis ayam petelur ras terbagi menjadi dua yaitu tipe ayam petelur ringan,

tipe ayam ini disebut dengan ayam petelur putih. Ayam petelur ringan ini mempunyai

badan yang ramping/kurus-mungil/kecil dan mata bersinar. Bulunya berwarna putih

bersih dan berjengger merah. Ayam ini berasal dari galur murni white leghorn. Ayam

galur ini sulit dicari, tapi ayam petelur ringan komersial banyak dijual di Indonesia

dengan berbagai nama. Ayam ini mampu memproduksi telur lebih dari 260

butir/tahun. Tipe yang kedua adalah tipe ayam petelur medium, bobot tubuh ayam ini

cukup berat. Meskipun itu, beratnya masih berada di antara berat ayam petelur ringan

dan ayam broiler. Oleh karena itu ayam ini disebut tipe ayam petelur medium. Ayam
tipe ringan biasanya akan mulai menginjak masa bertelur pada umur 15-16 minggu,

sedangkan tipe medium mulai bertelur antara 22-24 minggu. Telurnya cukup banyak

dan juga dapat menghasilkan daging yang banyak. Ayam ini disebut juga dengan

ayam tipe dwiguna. Karena warnanya yang cokelat, maka ayam ini disebut dengan

ayam petelur cokelat yang umumnya mempunyai warna bulu yang cokelat juga.
9

Ayam ini mulai di kembangkan pada tahun 1972 yang memiliki produksi telur tinggi

yakni sekitar 300 ekor lebih /tahun (Rasyaf, 2009).


10

III

PEMBAHASAN

3.1. Pertumbuhan Ayam Kampung

Ayam kampung merupakan salah satu anggota dari ayam buras yang sangat

potensial di Indonesia. Ayam kampung dijumpai di semua propinsi dan di berbagai

macam iklim atau daerah. Umumnya ayam kampung banyak dipelihara orang di

daerah pedesaan yang dekat dengan sawah atau hutan. Pemeliharaannya pun masih

menggunakan cara tradisional.

Sebenarnya ayam-ayam yang diternakkan kini (Gallus domesticus) berasal

dari ayam hutan (Gallus varius) di Asia Tenggara. Jadi, ayam hutan merupakan

nenek moyang ayam kampung yang umum dipelihara. Ayam kampung

kemungkinan berasal dari pulau Jawa. Akan tetapi, saat ini ayam hutan sudah

tersebar sampai ke Pulau Nusa Tenggara (Rasyaf, 2006).

Ayam kampung termasuk hewan monogastrik, yaitu hewan yang memiliki

satu lambung (Rizal, 2006). Suprijatno, dkk (2005) menambahkan bahwa sistem

pencernaan pada ayam kampung terdiri dari saluran pencernaan dan organ asesori.

Saluran pencernaan merupakan organ yang menghubungkan dunia luar dengan

dunia dalam tubuh ayam, yaitu proses metabolik di dalam tubuh. Saluran

pencernaan itu terdiri dari mulut berupa paruh, eshopagus (kerongkongan), crop

(tembolok), proventriculus (lambung kelenjar), gizzard (lambung keras), small


11

intestine (usus halus), caecum (usus buntu), colon (usus besar), cloaca, vent

(anus) (Jasin, 1984). Sementara organ asesori terdiri dari pankreas dan hati

(Suprijatno dkk., 2005).

Konversi ransum merupakan pembagian antara jumlah pakan yang

dikonsumsi pada minggu tertentu dengan pertambahan bobot badan yang dicapai

pada minggu itu pula (Rasyaf, 1994). Djulardi (2006) menambahkan konversi

pakan adalah perbandingan konsumsi pakan dengan pertambahan bobot badan

atau produksi telur. Dengan demikian konversi pakan terbaik adalah jika nilai

terendah. Mulyono (2006) menambahkan konversi pakan adalah angka yang

menunjukkan seberapa banyak pakan yang dikonsumsi (kg) untuk menghasilkan

berat ayam 1 kg. Pada konversi pakan ayam kampung saat ini cenderung sangat

tinggi yaitu untuk pertambahan bobot badan 1 kg diperlukan 4,79 kg pakan, hal ini

sesuai dengan pernyataan Desmayati dan Iskandar (1989) bahwa konversi pakan

ayam kampung cenderung masih tinggi, untuk meningkatkan 1 kg berat badan masih

diperlukan 4,79 kg pakan.

Ayam kampong memiliki potensi yang cukup besar untuk ditingkatkan,

mengingat potensinya cukup tinggi dan penyebarannya telah meluas ke seluruh

pelosok tanah air. Secara umum telah diketahui bahwa ayam buras produktifitasnya

masih rendah, sistem pemeliharaan cenderung tradisional, produksi telur dan daging

ayam buras memiliki potensi pasar dan selera tersendiri. Walaupun konversi pakan
12

yang cukup besar dan biaya produksi yang dibutuhkan juga besar, sampai saat ini

ayam buras masih mempunyai andil besar dalam hal memenuhi protein hewani

masyarakat. Sumbangan ayam buras terhadap produksi daging ayam adalah 33,46%

pertahun, sedangkan produksi telurnya mencapai 31,34% dari total produksi telur

(Anonymous, 2004). Hal ini cukup membanggakan mengingat bahwa sistim

pemeliharaannya oleh masyarakat pedesaan masih dilakukan dengan cara yang

sederhana.

Pengembangan dan peningkatan ayam buras dapat dilakukan dengan merubah

secara bertahap dari tatacara pemeliharaan tradisional kearah yang lebih intensif, dan

peningkatan mutu dari indukan atau bibit. Pada prinsipnya dengan sistim pengelolaan

yang baik, pemakaian bibit unggul disertai dengan penyediaan pakan yang

berkualitas, merupakan faktor-faktor yang dapat mendukung tercapainya effisiensi

dan produksi ternak yang maksimal.(Yuliananda, 2000).

3.2. Pemilihan Indukan Ayam Kampung Jantan dan Ayam Petelur Betina

Menurut SNI pada pedoman pembibitan ayam lokal, ada beberapa persyaratan

yang harus disediakan untuk memilih ayam kampung jantan sebagai bibit,

diantaranya:

1. berasal dari tetua yang memiliki produktivitas, fertilitas, dan daya tetas telur

tinggi;
13

2. umur betina minimal 5 (lima) bulan dan jantan minimal 8 (delapan) bulan; dan

3. sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) atau Persyaratan Teknis Minimal (PTM)

bibit ayam.
Dalam SNI juga, disebutkan untuk memilih indukan ayam petelur yang baik

ada kriteria yang ahrus dipenuhi, diantaranya:

1. Keterangan tentang asal bibit yang jelas erta disertai surat keterangan dari

perusahaan pembibitan.

2. SKKH dari dokter hewan yang berwenang.

3. Kondisi fisik sehat, kaki normal dan dapat ebrdiri tegak, paruh noraml, tampak

segar dan aktif, tidak dehidrasi dan tidak ada kelainan bentuk dan tidak cacat

fisik, perut tidak kembung, serta pusar dan dubur kering serta tertutup.

4. Warna bulu sesuai dengan ras/bangsa.

3.3. Crossbreeding Ayam Kampung dan Ayam Petelur.

Sampai saat ini, ayam kampung masih merupakan komoditas ternak unggas

yang menjadi pilihan bagi masyarakat di pedesaan. Alasannya antara lain karena

mudah pengelolaannya, tidak memerlukan banyak biaya/modal dan tempat secara

khusus. Selain itu pemasarannya juga mudah, karena produk yang dihasilkan berupa

daging dan telur banyak diminati oleh konsumen. Namun demikian, karena sistem

pemeliharaannya sebagian besar masih dilakukan dengan ekstensif (umbaran) maka


14

sangat rentan terhadap serangan penyakit. Bahkan apabila terjadi serangan atau

wabah penyakit menular dengan cepat dapat menimbulkan kematian dalam jumlah

banyak. Kelemahan lainnya adalah produktivitas yang rendah, sehingga

perkembangannya lambat. Dilain pihak permintaan produk ayam kampung terus

meningkat. Apabila tidak dilakukan upaya peningkatan produktivitas dikhawatirkan

akan mengganggu keseimbangan populasi dan kelestarian selanjutnya.

Upaya untuk mengembangkan ayam kampung sudah dilakukan oleh

pemerintah maupun para pelaku, yaitu melalui penerapan teknologi maupun

perbaikan sistem kelembagaan. Intensifikasi Ayam Buras (INTAB) merupakan salah

satu progam yang dicanangkan oleh pemerintah. Maksudnya supaya ayam buras atau

yang biasa disebut ayam kampung dapat berkembang dan diusahakan sebagai sumber

pendapatan. Ternyata hasilnya sampai saat ini belum bisa mencapai seperti yang

diharapkan.

Masalah pokoknya adalah produktifitas yang rendah dan tingkat kematian

yang tinggi, sehingga secara ekonomi kurang menjanjikan. Salah satu faktor penentu

dalam usaha peternakan ayam adalah bibit, dengan bibit yang berkualitas baik maka

efisiensi produksi dapat dicapai. Namun pada ayam kampung, ketersediaan bibit yang

berkualitas merupakan masalah. Bibit yang ada merupakan hasil perkawinan

beberapa strain secara bebas, sehingga sangat memungkinkan terjadinya perkawinan

sedarah (inbreeding). Akibatnya secara genetik pertumbuhan ayam kampung sangat


15

lambat, sehingga untuk mencapai bobot siap potong memerlukan waktu cukup lama.

Selain itu, untuk mendapatkan telur tetas yang seragam dalam jumlah banyak sulit

diperoleh, hal tersebut erat kaitannya dengan produksi telur ayam kampung yang

rendah. Dilain pihak untuk mengembangkan ayam kampung tidak bisa lepas dari

ketersediaan bibit yang cukup. Salah satu teknologi yang dapat diterapkan adalah

melakukan persilangan antara ayam kampung dengan ayam strain lain yang

mempunyai produksi telur tinggi.

Perkawinan silang antar bangsa ayam, dapat menjawab kebutuhan konsumen

terhadap tingginya permintaan ayam karkas ayam kampung. Perkawinan ayam

kampung jantan dan ayam petelur betina meperlihatkan hasil yang sangat baik. untuk

menghasilkan ayam potong yang diharapkan mampu mensubstitusi akan tingginya

permintaan daging ayam kampung. Keunggulan ayam ini mampu diproduksi dalam

jumlah banyak dengan umur yang seragam, sedangkan pertumbuhannya lebih cepat

dibanding ayam kampung asli. Pada pemeliharaan intensif, umur 60 hari rata-rata

bobot badannya dapat mencapai 0,85 kg, sedangkan ayam kampung hanya 0,50 kg

menurut Muryanto (2005). Informasi dari beberapa sumber mengatakan bahwa

tingkat kematianya relatif rendah (sekitar 5%). Penyebab kematian yang menonjol

adalah saling mematok antar individu (kanibal), tetapi dapat diatasi dengan potong

paruh dan mengelompokan berdasarkan ukuran tubuh.


16

Berdasarkan uji karkas dan uji rasa yang telah dilakukan hasilnya

menunjukkan bahwa tampilan karkasnya mirip dengan ayam kampung. Setelah

dimasak dengan bumbu dan jenis masakan yang sama (goreng) ternyata para panelis

tidak bisa membedakan antara ayam persilangan ayam kampung dan ayam petelur

dengan ayam kampung. Keunggulan lainnya adalah mudah beradaptasi dengan

lingkungan dan apabila diusahakan dalam jumlah besar tidak menutup kemungkinan

dapat mendukung program pencukupan daging yang telah dicanangkan oleh

pemerintah.

Secara teknis pengembangan usaha ayam persilangan ayam kampung dan

ayam petelur tidak akan berpengaruh negatif terhadap kelestarian genetik ayam

kampung, karena tujuannya sebagai ayam potong. Pada umur yang masih muda (2 –

2,5 bulan) sudah mencapai bobot potong yang banyak diminati oleh konsumen,

sehingga peluang berkembang sampai umur dewasa relatif kecil. Saat permintaan

ayam persilangan ayam kampung dan ayam petelur berkurang atau tidak diproduksi

lagi ayam ras petelur tetap dapat berfungsi sebagai penghasil telur konsumsi seperti

biasa. Sedangkan pejantan ayam kampung tetap dapat dimanfaatkan sebagai pejantan

untuk mengawini ayam kampung betina. Hal tersebut menunjukkan bahwa teknologi

persilangan ini tidak berpeluang besar untuk mempengaruhi genetik ayam kampung

secara umum.
17

IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

1. Pertumbuhan ayam kampung saat ini masih terbilang lambang, angka

konversi pakan nya masih terbilang tinggi, permintaa pasar yang semakin

tinggi menyebabkan perlunya berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas

karkas dan efisiensi dari pertumbuhan ayam kampung.

2. Dalam kontek pemenuhan permintaan pasar, alternatif yang dapat dilakuakn

adalah dengan mengawinkan secara crossbreeding antara ayam kampung

jantan dengan ayam petelur betina, hal tersebut terbukti dapat meningkatkan

produktifitas anakannya, sehingga permintaa pasar terhadap ayam kampung

dapat terpenuhi, persilangan tersebut menghasilkan anak dengan pertumbuhan

Ayam hasil persilangan antara ayam kampung jantan dengan ayam ras petelur

betina (hibrida) dapat dijadikan alternatif sebagai substitusi dalam rangka

memenuhi permintaan daging ayam kampung. Keunggulanya: 1) dapat

diproduksi/diusahakan dalam skala besar, 2) umur panen singkat (2 – 2,5

bulan), 3) cita rasa dagingnya mirip ayam kampung. Pada pemeliharaan

intensif, sampai umur 60 hari dapat menghasilkan rata-rata bobot badan 0,85

kg. Masalah yang masih muncul adalah warna bulu, sekitar 40% warna
18

bulunya masih dominan seperti induknya (coklat) sehingga sementara waktu

dapat mempengaruhi harga di pasaran.

4.2. Saran

1. Perlu dilakukan pendalaman materi, agar dapat membahas secara maksimal.

2. Perlunya penelitian dilakuakan, agar dapat mengcrosscheck kebenaran

terhadap jurnal yang telah diperoleh.


19

DAFTAR PUSTAKA

Creswell, D,C. Dan B. Gunawan. 1982. Pertumbuhan Badan Dan Produksi Telur
Dari 5 Strain Ayam Sayur Pada Peternakan Intensif. Prosiding Seminar
Penelitian Peternakan. Puslitbang Peternakan, Bogor.

Dent, D. (2000). Insect Pest Management 2kampuncabi Publishing. Usa: 148.

Dirdjopratono, W., Muryanto, Subiharta, D.M. Yuwono, U. Nuschati, B. Utomo Dan


D. Andayani. 1995. Studi Penerapan Teknologi Peternakan Untuk
Peningkatan Produkstivitas Ayam Buras. Kasus Ktt–Ab “Karya Makmur”
Desa Cibiyuk, Kabupaten Pemalang.

Frahm, R. Beef Crossbreeding Series.System Of Crossbreeding. Osuextension Facts.


No 3151. 1- 3.

Gultom, D., W. Dirdjopratono Dan Primasari. 1089. Protein Dan Energi Rendah
Dalam Ransum Ayam Buras Periode Bertelur. Prosiding Seminar Nasional
Tentang Unggas Lokal. Fapet – Undip Semarang.

Gunawan, B. Dan Sartika. 1999. Keragaan Ayam Silangan Pelung >< Lokal Hasil
Seleksi Generasi Pertama (G1). Dalam Prosiding Seminar Nasional
Peternakan Dan Veteriner, Pp. 265 – 277 (Haryanto, B., T.B. Murdiati, A.
Djajanegara, Supar, I.K. Sutama, B. Setiadi, Darminto, Beriajaya Dan
Abubakar) Editor Puslitbangnak, Bogor.

Hardjosubroto, W. Dan Atmodjo S.P. 1977. Performan Dari Ayam Kampung Dan
Ayam Kedu. Seminar I Tentang Ilmu Dan Industri Perunggasan. P3t. Bogor.

Iskandar, S. Dan Risnawati, H.R. 1999. Potensi Daging Ayam Silangan (F1) Pelung
>< Kampung Yang Diberi Ransum Berbeda Pada Masa Stater. Jurnal
Pengembangan Peternakan Tropis (Supl): 29 – 42.

Muryanto. 2005. Pengembangan Ayam Hibrida (Ayam Potong Lokal). Petunjuk


Teknis. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.

Nick. American Shorthorn Association.Crossbreeding System For Beef Cattle. 2005.


20

Pramono, Djoko.2016. Ayam Hasil Persilangan, Sebagai Alternatif Pengembanagan


Usaha Ternak. Bptp Jawatengah

Prawirodigdo, S., D. Pramono, B. Budiharto, Ernawati, S. Iskandar, D. Zaenudin,


Sugiyono, G. Sejati, Prawoto Dan P. Lestari. 2001. Laporan Kegiatan.
Pengkajian Partisipatif Persilangan Ayam Lokal Dengan Ayam Ras Petelur.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 2009. Status Terkini


Duniasumberdaya Genetik Ternak Untuk Pangan Dan Pertanian. Komisi
sumberdaya genetik untuk pangan dan pertanian.

Rasyaf, M. 1989. Memelihara Ayam Buras. Edisi Ke I. Kanisius: Yogyakarta.

Yuwanto, T., Wihndoyo Dan S. Harimurti. 1982. Hubunga Prestasi Ayam Kampung
Saat Doc, Lepas Induk Dan Dewasa Kelamin Pada Kondisi Pemeliharaan
Tradisional Pedesaan. Prosiding Seminar Penelitian Peternakan. Puslitbang
Peternakan, Bogor.
21

LAMPIRAN

Lampiran 1. Muka awal beberapa sumber.

Anda mungkin juga menyukai