PENDAHULUAN
14.000 tahun yang lalu, selama revolusi pertanian di awal Neolithikum, melalui
domestikasi sebagian besar tanaman pangan dan spesies ternak. Kontrol dari produksi
pangan tersebut mengarah kepada perubahan demografi utama, teknologi dan militer.
Proses domestikasi hewan dan tumbuhan dinilai menjadi salah satu perkembangan
secara cepat pada hampir semua habitat daratan (Diamond and Bellwood, 2003).
Ribuan tahun setelah seleksi oleh alam dan manusia, hanyutan genetik,
dapat terpenuhi. Permintaan pasar terhadap karkas ayam kampung semakin tinggi,
dengan pertumbuhan ayam kampung yang lambat, dan efisiensi pakan yang begitu
besar, sehingga diperlukan suatu seleksi dan perkawinana yang dapat meningkatkan
mendalam agar dapat diketahui bagaimana hal tersebut terjadi, sehingga penulis
sangat tertarik untuk mengangkat topik dan mengkaji tentang crossbreeding ayam
buras sebagai upaya alternatif dalam pemenuhan kebutuhan pasar dan usaha
peternakan unggas.
dilakukan crossbreeding.
mempengaruhi produksi.
petelur hybrid.
3
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Crossbreeding
persilangan pertama pada breed asli, tetapi secara umum berlaku juga untuk sistem
crisscrossingdari dua jenis atau rotasi persilangan dari tiga atau lebih bibit dan untuk
menyilangkan pejantan murni dari satu ras untuk menaikan tingkatan betina dari ras
dalam sistem ini menggunakan 2 breed/ bangsa yang berbeda. Dalamsistem terminal
4
ini, semua anak sapi hasil persilangan dijual dan betina pengganti (female
replacements) diambil dari betina di luar kelompok. Betinayang dipilih sebagai induk
yakni betina yang telah melewati seleksi sehinggadidapatkan betina yang baik,
tingkat produksi susu serta mothering abilityyang baik. Sedangkan untuk jantan,
tingkat pertumbuhan serta karakteristik karkas yang baik adalah merupakan hal yang
sangat penting. Adapun keuntungan yang diperoleh dengan adanya sistem ini
Selain itu, kekurangan yang didapat dari sistem ini yakni diperlukanladang
mengingat dalam sistem ini yang terlibat adalah 2 kelompok ternak sapi yang saling
hijauan (sehingga).
umum terdapat dua macam sistem rotasi, yakni sistem rotasi 2 bangsa(Two-Breed
breed A. Dalam sistem ini,akan didapatkan peningkatan heterosis sebesar 66%. Pada
keturunannya akanmemiliki 2/3 gen dari bangsa induknya, sedangkan 1/3 gen berasal
Adapun keuntungan yang diperoleh dari sistem rotasi 3 bangsa iniadalah dapat
meningkatkan heterosis atau hybrid vigor lebih tinggi 20% - 21% dibandingkan
dengan sistem rotasi 2 bangsa, yakni sebesar 86% - 87%.Disamping itu kerugian
dibandingkan dengan sistem rotasi dengan 2 bangsa, mengingat bahwa dalam sistem
ini menggunakan 3 bangsa ternak yang berbeda, sehingga juga dibutuhkan pasture
pakan yangtersedia harus sesuai dengan A.I (animal unit) agar tidak terjadi
female replacements (♀) dengan jalan persilangan antara breedA dengan breed B
(A*B Rot) sedangkan sistem terminal berfungsi untuk menghasilkan keturunan yang
kemudian akan dijual (marketed calf). Sehingga secara sederhana dapat dirumuskan
bahwa, kita akan mendapatkan 66% heterosis dari sistem rotasi(2 breed) dan 100%
heterosis dari sistem terminal dan 50% dari total sapi didalam Herd C ( kelompok C
maka akan dibentuk sebuah kawasan atau kelompok untuk breed baru tersebut.
konsistensi heterosis yang tinggi dan seringkali bahwa keturunan baru ini dapat
berkembang biak dalam suatu lingkungan yang ideal untuk dikembangkan secara
khusus.
Ayam kampung atau ayam buras merupakan ayam lokal asli Indonesia.
Hingga saat ini ayam kampung dimanfaatkan sebagai ayam pedaging atau penghasil
7
telur. Keunggulan ayam kampung adalah memiliki ketahanan yang lebih tinggi
Tujuan persilangan ini adalah untuk memperkecil variasi genetik dari keturunan yang
Pada perkawinan ini terjadi transfer karakter yang diinginkan untuk digabungkan
sehingga individu keturunannya memiliki sifat yang unggul (Dent, 2000).
tujuan untuk diambil telurnya. Berbagai seleksi telah dilakukan, salah satunya
diarahkan pada warna kulit telur hingga kemudian dikenal ayam petelur putih dan
ayam petelur cokelat. Persilangan dan seleksi itu dilakukan cukup lama hingga
menghasilkan ayam petelur seperti yang ada sekarang ini. Dalam setiap kali
persilangan, sifat jelek dibuang dan sifat baik dipertahankan (terus dimurnikan).
Inilah yang kemudian dikenal dengan ayam petelur unggul (Cahyono, 1995). Fase
pemeliharaan ayam petelur dibagi menjadi 3 yakni: fase starter, fase grower, dan fase
layer. (Rahmadi, 2009) mengungkapkan bahwa ayam petelur fase layer merupakan
Ayam pada akhir masa produksi tergolong dalam fase layer, yakni pada umur
50 minggu ke atas. Ayam pada akhir masa produksi biasa disebut ayam tua. Boling
(2000) menyatakan bahwa ayam tua adalah ayam yang berumur 70 sampai 76
8
Dalam hal ini dikenal dengan istilah free-range. Pada peternakan rakyat umumnya
Jenis ayam petelur ras terbagi menjadi dua yaitu tipe ayam petelur ringan,
tipe ayam ini disebut dengan ayam petelur putih. Ayam petelur ringan ini mempunyai
bersih dan berjengger merah. Ayam ini berasal dari galur murni white leghorn. Ayam
galur ini sulit dicari, tapi ayam petelur ringan komersial banyak dijual di Indonesia
dengan berbagai nama. Ayam ini mampu memproduksi telur lebih dari 260
butir/tahun. Tipe yang kedua adalah tipe ayam petelur medium, bobot tubuh ayam ini
cukup berat. Meskipun itu, beratnya masih berada di antara berat ayam petelur ringan
dan ayam broiler. Oleh karena itu ayam ini disebut tipe ayam petelur medium. Ayam
tipe ringan biasanya akan mulai menginjak masa bertelur pada umur 15-16 minggu,
sedangkan tipe medium mulai bertelur antara 22-24 minggu. Telurnya cukup banyak
dan juga dapat menghasilkan daging yang banyak. Ayam ini disebut juga dengan
ayam tipe dwiguna. Karena warnanya yang cokelat, maka ayam ini disebut dengan
ayam petelur cokelat yang umumnya mempunyai warna bulu yang cokelat juga.
9
Ayam ini mulai di kembangkan pada tahun 1972 yang memiliki produksi telur tinggi
III
PEMBAHASAN
Ayam kampung merupakan salah satu anggota dari ayam buras yang sangat
macam iklim atau daerah. Umumnya ayam kampung banyak dipelihara orang di
daerah pedesaan yang dekat dengan sawah atau hutan. Pemeliharaannya pun masih
dari ayam hutan (Gallus varius) di Asia Tenggara. Jadi, ayam hutan merupakan
kemungkinan berasal dari pulau Jawa. Akan tetapi, saat ini ayam hutan sudah
satu lambung (Rizal, 2006). Suprijatno, dkk (2005) menambahkan bahwa sistem
pencernaan pada ayam kampung terdiri dari saluran pencernaan dan organ asesori.
dunia dalam tubuh ayam, yaitu proses metabolik di dalam tubuh. Saluran
pencernaan itu terdiri dari mulut berupa paruh, eshopagus (kerongkongan), crop
intestine (usus halus), caecum (usus buntu), colon (usus besar), cloaca, vent
(anus) (Jasin, 1984). Sementara organ asesori terdiri dari pankreas dan hati
dikonsumsi pada minggu tertentu dengan pertambahan bobot badan yang dicapai
pada minggu itu pula (Rasyaf, 1994). Djulardi (2006) menambahkan konversi
atau produksi telur. Dengan demikian konversi pakan terbaik adalah jika nilai
berat ayam 1 kg. Pada konversi pakan ayam kampung saat ini cenderung sangat
tinggi yaitu untuk pertambahan bobot badan 1 kg diperlukan 4,79 kg pakan, hal ini
sesuai dengan pernyataan Desmayati dan Iskandar (1989) bahwa konversi pakan
ayam kampung cenderung masih tinggi, untuk meningkatkan 1 kg berat badan masih
pelosok tanah air. Secara umum telah diketahui bahwa ayam buras produktifitasnya
masih rendah, sistem pemeliharaan cenderung tradisional, produksi telur dan daging
ayam buras memiliki potensi pasar dan selera tersendiri. Walaupun konversi pakan
12
yang cukup besar dan biaya produksi yang dibutuhkan juga besar, sampai saat ini
ayam buras masih mempunyai andil besar dalam hal memenuhi protein hewani
masyarakat. Sumbangan ayam buras terhadap produksi daging ayam adalah 33,46%
pertahun, sedangkan produksi telurnya mencapai 31,34% dari total produksi telur
sederhana.
secara bertahap dari tatacara pemeliharaan tradisional kearah yang lebih intensif, dan
peningkatan mutu dari indukan atau bibit. Pada prinsipnya dengan sistim pengelolaan
yang baik, pemakaian bibit unggul disertai dengan penyediaan pakan yang
3.2. Pemilihan Indukan Ayam Kampung Jantan dan Ayam Petelur Betina
Menurut SNI pada pedoman pembibitan ayam lokal, ada beberapa persyaratan
yang harus disediakan untuk memilih ayam kampung jantan sebagai bibit,
diantaranya:
1. berasal dari tetua yang memiliki produktivitas, fertilitas, dan daya tetas telur
tinggi;
13
2. umur betina minimal 5 (lima) bulan dan jantan minimal 8 (delapan) bulan; dan
3. sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) atau Persyaratan Teknis Minimal (PTM)
bibit ayam.
Dalam SNI juga, disebutkan untuk memilih indukan ayam petelur yang baik
1. Keterangan tentang asal bibit yang jelas erta disertai surat keterangan dari
perusahaan pembibitan.
3. Kondisi fisik sehat, kaki normal dan dapat ebrdiri tegak, paruh noraml, tampak
segar dan aktif, tidak dehidrasi dan tidak ada kelainan bentuk dan tidak cacat
fisik, perut tidak kembung, serta pusar dan dubur kering serta tertutup.
Sampai saat ini, ayam kampung masih merupakan komoditas ternak unggas
yang menjadi pilihan bagi masyarakat di pedesaan. Alasannya antara lain karena
khusus. Selain itu pemasarannya juga mudah, karena produk yang dihasilkan berupa
daging dan telur banyak diminati oleh konsumen. Namun demikian, karena sistem
sangat rentan terhadap serangan penyakit. Bahkan apabila terjadi serangan atau
wabah penyakit menular dengan cepat dapat menimbulkan kematian dalam jumlah
satu progam yang dicanangkan oleh pemerintah. Maksudnya supaya ayam buras atau
yang biasa disebut ayam kampung dapat berkembang dan diusahakan sebagai sumber
pendapatan. Ternyata hasilnya sampai saat ini belum bisa mencapai seperti yang
diharapkan.
yang tinggi, sehingga secara ekonomi kurang menjanjikan. Salah satu faktor penentu
dalam usaha peternakan ayam adalah bibit, dengan bibit yang berkualitas baik maka
efisiensi produksi dapat dicapai. Namun pada ayam kampung, ketersediaan bibit yang
lambat, sehingga untuk mencapai bobot siap potong memerlukan waktu cukup lama.
Selain itu, untuk mendapatkan telur tetas yang seragam dalam jumlah banyak sulit
diperoleh, hal tersebut erat kaitannya dengan produksi telur ayam kampung yang
rendah. Dilain pihak untuk mengembangkan ayam kampung tidak bisa lepas dari
ketersediaan bibit yang cukup. Salah satu teknologi yang dapat diterapkan adalah
melakukan persilangan antara ayam kampung dengan ayam strain lain yang
kampung jantan dan ayam petelur betina meperlihatkan hasil yang sangat baik. untuk
permintaan daging ayam kampung. Keunggulan ayam ini mampu diproduksi dalam
jumlah banyak dengan umur yang seragam, sedangkan pertumbuhannya lebih cepat
dibanding ayam kampung asli. Pada pemeliharaan intensif, umur 60 hari rata-rata
bobot badannya dapat mencapai 0,85 kg, sedangkan ayam kampung hanya 0,50 kg
tingkat kematianya relatif rendah (sekitar 5%). Penyebab kematian yang menonjol
adalah saling mematok antar individu (kanibal), tetapi dapat diatasi dengan potong
Berdasarkan uji karkas dan uji rasa yang telah dilakukan hasilnya
dimasak dengan bumbu dan jenis masakan yang sama (goreng) ternyata para panelis
tidak bisa membedakan antara ayam persilangan ayam kampung dan ayam petelur
lingkungan dan apabila diusahakan dalam jumlah besar tidak menutup kemungkinan
pemerintah.
ayam petelur tidak akan berpengaruh negatif terhadap kelestarian genetik ayam
kampung, karena tujuannya sebagai ayam potong. Pada umur yang masih muda (2 –
2,5 bulan) sudah mencapai bobot potong yang banyak diminati oleh konsumen,
sehingga peluang berkembang sampai umur dewasa relatif kecil. Saat permintaan
ayam persilangan ayam kampung dan ayam petelur berkurang atau tidak diproduksi
lagi ayam ras petelur tetap dapat berfungsi sebagai penghasil telur konsumsi seperti
biasa. Sedangkan pejantan ayam kampung tetap dapat dimanfaatkan sebagai pejantan
untuk mengawini ayam kampung betina. Hal tersebut menunjukkan bahwa teknologi
persilangan ini tidak berpeluang besar untuk mempengaruhi genetik ayam kampung
secara umum.
17
IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
konversi pakan nya masih terbilang tinggi, permintaa pasar yang semakin
jantan dengan ayam petelur betina, hal tersebut terbukti dapat meningkatkan
Ayam hasil persilangan antara ayam kampung jantan dengan ayam ras petelur
intensif, sampai umur 60 hari dapat menghasilkan rata-rata bobot badan 0,85
kg. Masalah yang masih muncul adalah warna bulu, sekitar 40% warna
18
4.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Creswell, D,C. Dan B. Gunawan. 1982. Pertumbuhan Badan Dan Produksi Telur
Dari 5 Strain Ayam Sayur Pada Peternakan Intensif. Prosiding Seminar
Penelitian Peternakan. Puslitbang Peternakan, Bogor.
Gultom, D., W. Dirdjopratono Dan Primasari. 1089. Protein Dan Energi Rendah
Dalam Ransum Ayam Buras Periode Bertelur. Prosiding Seminar Nasional
Tentang Unggas Lokal. Fapet – Undip Semarang.
Gunawan, B. Dan Sartika. 1999. Keragaan Ayam Silangan Pelung >< Lokal Hasil
Seleksi Generasi Pertama (G1). Dalam Prosiding Seminar Nasional
Peternakan Dan Veteriner, Pp. 265 – 277 (Haryanto, B., T.B. Murdiati, A.
Djajanegara, Supar, I.K. Sutama, B. Setiadi, Darminto, Beriajaya Dan
Abubakar) Editor Puslitbangnak, Bogor.
Hardjosubroto, W. Dan Atmodjo S.P. 1977. Performan Dari Ayam Kampung Dan
Ayam Kedu. Seminar I Tentang Ilmu Dan Industri Perunggasan. P3t. Bogor.
Iskandar, S. Dan Risnawati, H.R. 1999. Potensi Daging Ayam Silangan (F1) Pelung
>< Kampung Yang Diberi Ransum Berbeda Pada Masa Stater. Jurnal
Pengembangan Peternakan Tropis (Supl): 29 – 42.
Yuwanto, T., Wihndoyo Dan S. Harimurti. 1982. Hubunga Prestasi Ayam Kampung
Saat Doc, Lepas Induk Dan Dewasa Kelamin Pada Kondisi Pemeliharaan
Tradisional Pedesaan. Prosiding Seminar Penelitian Peternakan. Puslitbang
Peternakan, Bogor.
21
LAMPIRAN