Anda di halaman 1dari 58

MANAJEMEN SELEKSI, BREEDING, REPRODUKSI

Tujuan Instruksional Umum :


 Mengetahui pentingnya manajemen seleksi maupun pemuliabiakan
danreproduksi pada ternak potong, untuk meningkatkan produksi
sesuai dengan tujuan pemeliharaan ternak potong.

Tujuan Instruksional Khusus :


 Mengetahui tujuan seleksi dan pemuliabiakan pada ternak potong.
 Mengetahui cara seleksi dan pemuliabiakan pada ternak potong.
 Mengetahui manajemen reproduksi dan pola perkawinan pada ternak
potong.

Uraian Materi :
Dalam usaha ternak potong baik sapi, kambing maupun domba untuk
tujuan pembibitan (Breeding) maupun penggemukan (Fattening), faktor
bibit atau bakalan sangat menentukan keberhasilan usaha. Bibit atau
bakalan yang memenuhi kriteria yang ditentukan sesuai tujuan usaha akan
memberikan hasil yang optimal. Salah upaya yang dapat dilakukan adalah
dengan melakukan seleksi.

Seleksi adalah suatu tindakan untuk memilih ternak yang dianggap


mempunyai mutu genetik baik untuk dikembangkan lebih lanjut serta memilih
ternak yang dianggap kurang baik untuk disingkirkan dan tidak
dikembangbiakkan lebih lanjut.
Seleksi yang dilakukan pada usaha ternak potong harus disesuaikan
dengan tujuan usaha itu sendiri misalnya untuk tujuan breeding, fattening
maupun kombinasi breeding-fattening, karena masing-masing tujuan
mempunyai kriteria yang belum tentu sama.
Tujuan untuk breeding yang jelas akan menunjukkan arah seleksi
terhadap perbaikan mutu genetik generasi berikutnya dan kemampuan
reproduksi calon induk/pejantan, termasuk produktivitas anak pada usaha
peternakan tersebut.
Dengan kata lain, seleksi untuk tujuan breeding adalah memilih induk
maupun pejantan yang unggul. Produktivitas induk dapat dilihat dari
breeding load yang efisien dengan manajemen reproduksi yang benar /
tepat, dalam hal ini perlu penerapan program Inseminasi Buatan.
Seleksi dengan tujuan fattening akan menunjukkan arah seleksi untuk
pemilihan calon bakalan post weaning yang potensial untuk menghasilkan
edible meat / daging maksimal, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Sedangkan seleksi dengan tujuan tenaga kerja akan menunjukkan arah
seleksi pada ternak-ternak yang berpotensi sebagai tenaga kerja maksimal.

Dasar dalam pemilihan bibit ternak


1. Pemilihan Bibit Berdasarkan Silsilah (Pedigree)
Seleksi dengan cara ini pada umumnya yang diperhatikan yaitu
sifat-sifat dari induk dan pejantannya (tetuanya), sedang cara
penilaiannya dengan cara yang sama untuk seleksi berdasarkan sifat-
sifat individu. Pada umumnya cara ini dipergunakan dalam memilih
ternak-ternak yang masih muda atau ternak yang kurang jelas catatan
produksinya.
Silsilah adalah suatu catatan tertulis dari keadaa n yang
lampau, serta suatu estimasi akan penampilan seekor ternak. Sebagai
contoh seekor pejantan yang telah menurunkan anak-anak dengan
bobot sapih tinggi serta mempu nyai anak yang kualitas wool atau
karkas yang bagus, maka dapat diharapkan pejantan itu memang
mampu meneruskan sifat-sifat baik tersebut kepada keturunannya.
Pemilihan bibit dengan menggunakan silsilah merup akan cara yang
terbaik, karena dari silsilah ini akan dapat diketahui prestasi produksi
dari induk dan pejantannya.

2. Pemilihan Bibit dengan cara Melihat Bagian Tubuh Luar


(Eksterior)
Penilaian penampilan atau performance ternak dapat diamati pada
keadaan tubuh luar, yaitu dengan memegang/meraba ataupun
melakukan pengamatan.
Beberapa factor yang perlu dipahami dalam melakukan seleksi adalah
karakteristik bangsa, karakteristik produksi, ternak pengganti, kelompok
pejantan dan bakalan. Masing-masing karakteristik tersebut merupakan
criteria yang sangat penting agar dapat memproduksi daging yang
berkualitas tinggi. Misalnya dalam menentukan bangsa ternak, akan sangat
ditentukan oleh permintaan pasar, tipe usaha, program perkawinan, biaya
dan ketersediaan bibit yang baik, kualitas dan kuantitas pakan, kondisi iklim
dan topografi lingkungan pemeliharaan serta selera konsumen.

Pola seleksi & breeding pada usaha ternak potong


Sasaran :
 Produksi yang mengarah pada mutu genetis yang baik, sesuai dengan
tujuan pemeliharaan

Seleksi memilih calon breeding stock


Kriteria dasar dalam pemilihan ternak adalah berdasarkan : bangsa
dan sifat genetis, bentuk luar, kesehatan. Dalam memilih bangsa dan sifat
genetisnya, sebaiknya memilih bangsa yang paling disukai/populer baik lokal
maupun impor, sesuai dengan kondisi setempat dan tujuan usaha.
Bentuk luar seekor ternak juga menjadi bahan pertimbangan dalam
seleksi, karena bentuk luar berkorelasi positip terhadap faktor genetis (laju
pertumbuhan, mutu dan hasil akhir/daging). Kriteria pemilihan ternak
berdasarkan kesehatan antara lain keadaan tubuh, sikap dan tingkah laku,
pernapasan, denyut jantung, pencernaan dan pandangan sapi.
Banyak metode seleksi yang dapat digunakan dalam pemilikan ternak,
seperti pedigree, farm test selection, independent culling level, tandem
methode dan progeny test. Metode seleksi yang digunakan pada ternak
potong biasanya adalah independent culling level dan tandem.

Seleksi untuk sapi betina pengganti (replacement)


 Pada sapi
Betina pengganti adalah dasar untuk mencapai keberhasilan
pemeliharaan kelompok induk yang akan menghasilkan sejumlah pedhet
sebagai produk yang diharapkan. Banyaknya jumlah induk yang akan diganti
tergantung pada beberapa factor antara lain :
 Tingkat reproduksi kelompok ind uk yang dipelihara.
 Rencana mengurangi atau menambah jumlah kelompok.
 Umur rata-rata induk dalam kelompok yang dipelihara.
 Berkurangnya jumlah induk dalam kelompok.
 Jumlah induk yang diafkir dalam kelompok.
Langkah manajemen yang perlu dilakukan adalah :
 Melakukan evaluasi sapi betina yang sudah dipersiapkan sebagai
calon pengganti pada periode saat sapih, saat akan kawin pertama
dan setelah perkawinan.
 Memilih betina yang berasal dari keturunan dengan produktivitas
tinggi / baik.
 Memilih betina yang cepat melahirkan dengan bobot badan tinggi.
 Memilih betina dengan konformasi dan konstitusi tubuh proporsional.
 Memilih betina yang sehat dan terbebas dari penyakit menular
maupun herediter.
 Pada domba
Prinsip pemilihan betina pengganti pada domba hamper sama dengan
sapi. Dasar utama yang digunakan adalah kondisinya baik, kesehatan,
kemampuan menghasilkan susu yang dapat memenuhi kebutuhan
cempenya. Adapun sebagai
acuan adalah :
 Tingkat kebuntingan induk lebih tinggi
 Produksi susu induk tinggi
 Memiliki sifat keibuan (mothering ability) tinggi
 Daya hidup lama.
 Pada babi
Pada ternak babi, betina pengganti harus memiliki keuntungan dalam
perubahan nilai genetisnya pada induk. Umumnya jumlah pengganti yang
dipersiapkan antara 20 – 25% dari setiap kelahiran. Langkah -langkah
operasional betina pengganti pada babi adalah : Evaluasi babi dara
pengganti dilakukan pada empat periode : saat lahir, saat sapih, saat bobot
badan sekitar 82 – 91 kg dan saat dikawinkan.
Memilih babi yang cepat pertumbuhannya, jumlah litter banyak ,
perdagingan baik. Dari segi reproduksi baik, ukuran vulva normal, pubertas
satu bulan sebelum perkawinan, berasal dari induk yang mempunyai jumlah
anak sapih 9 – 10 anak per kelahiran. Ambing kompak, sekurang -kurangnya
mempunyai 6 pasang puting. Konformasi tubuh kompak, proporsional.
Ketebalan lemak punggung pada saat bobot badan 91 kg lebih tipis
dibandingkan babi lain pada bobot yang sama. Mempunyai BB lebih tinggi
pada umur 170 hari dibandingkan dengan babi lain yang ada dalam
kelompok. Bebas dari penyakit dan cacat bawaan.

Seleksi Memilih calon Pejantan


Pejantan adalah sumber plasma nutfah yang akan menurunkan sifat –
sifatnya pada keturunannya. Langkah-langkah operasionalnya adalah :
 Pada sapi :
 Pilih pejantan yang kuat
 Berasal dari tetua yang catatan pedigree nya ba ik
 Bobot lahir sedng, pertumbuhan cepat sampai umur 12 – 18 bulan,
tetapi bobot dewasa tidak terlalu berat.
 Pilih pejantan yang mempunyai fertilitas tinggi, lingkar skrotum pada
umur 1 tahun berkisar 32 – 34 cm dan tidak kurang dari 34 cm pada
umur 2 tahunatau lebih.
 Pilih pejantan yang mempunyai tipe baik.
 Pada saat pejantan berdiri kedudukan kaki -kakinya harus kuat,
terutama kaki belakang. Kaki belakang akan menjadi tumpuan pada
waktu pejantan mengawini betina.
 Dalam memilih domba pejantan, terutama untuk tujuan persilangan
terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain :
 Tingkat pertumbuhan cepat
 Kualitas dan kuantitas karkas cukup baik dan menguntungkan
 Kemampuan seksualnya tinggi dan agresif, seekor pejantan mampu
melayani 50 – 60 ekor betina, tetapi pada pemeliharaan di padang
yang kurang baik hanya mampu melayani 40 ekor betina.
 Fertilitas tinggi.
 Pada seleksi babi pejantan, yang perlu diperhatikan adalah keadaan sifat
–sifat baik yang nantinya akan diturunkan pada anak -anaknya. Pejantan
harus mampu melayani betina sampai enam kali dalam seminggu dengan
seks rasio 1 : 15.

Seleksi Untuk Calon Bakalan


Beberapa factor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih bakalan
yang dapat menentukan besar kecilnya keuntungan perusahaan adalah :
 Biaya pakan, termasuk bentuk, proporsi dan jumlah pakan yang harus
disediakan.
 Biaya margin (selisih) antara pembelian bakalan dengan harga jual
saat finish.
 Perhitungan nilai ekonomis gain yang diperoleh.
 Prediksi kebutuhan fasilitas dan peralatan yang harus diinvestasikan.
 Mengetahui pangsa pasar pada saat bakalan tersebut dipotong /
dijual.
 Menentukan lama pemberian pakan selama penggemukan.
 Efisiensi kebutuhan tenaga kerja.
Dalam menyeleksi bakalan untuk tujuan tersebut, harus diperhatikan
beberapa hal sebagai berikut :
 Mempunyai efisiensi pakan tinggi
 Bakalan berumur muda
 Ternak jantan akan tumbuh lebih cepat tumbuh dan efisien daripada
ternak betina, sebaiknya ternak jantan sudah dikastrasi.
 Ternak yang mengalami kekurangan pakan atau mendapat pakan
berkualitas rendah sebelum digemukkan akan menghasilkan gain
yang lebih tinggi pada saat digemukkan (mengalami pertumbuhan
kompensasai / compensatory growth).
Beberapa indikator untuk menentukan bangsa sapi :
 Jumlah populasi : Semakin tinggi populasi suatu jenis ternak, semakin
mu dah mendapatkan jenis ternak tersebut.
 Pertambahan populasi setiap tahun : Merupakan penjabaran dari
kematian dan kelahiran ternak sapi setiap tahun. Semakin rendah
tingkat kematian ternak sapi di suatu wilayah, semakin cepat
pertambahan populasinya.
 Penyebaran : Walaupun populasi suatu jenis ternak (sapi) termasuk
tinggi, tetapi kalau penyebarannya tidak merata pada berbagai
daerah, maka akan sulit untuk mendapatkan jenis ternak tersebut.
Misalnya sapi PO tersebar di seluruh daerah di P. jawa, Sumatera dan
pul au lainnya, sedangkan sapi Bali tersebar di P. Bali, Lombok,
Kalimantan, Sulawesi, NTT, Sumbawa, Timor, Lampung.
 Produksi karkas : Produksi karkas ternak sapi ditentukan oleh bobot
badan dan persentase karkasnya. Semakin tinggi produksi karkaas,
semakin mah al pula harga sapi. Sapi Bali mempunyai persen karkas
paling tinggi (56,9%) dibandingkan dengan sapi lokal yang lain.
 Efisiensi penggunaan pakan : Efisiensi pakan ditentukan dari konversi
pakannya, biasanya berdasarkan konsumsi bahan kering pakan.
Semakin ke cil angka konversi pakan, semakin efisien ternak tersebut
mengubah pakan menjadi daging.

Tahap pelaksanaan pemilihan sapi :


Pemilihan induk maupun pejantan sangat penting dilakukan karena
berpengaruh terhadap keberhasilan perkawinan dan kualitas pedet yang
dihasilkan.
Syarat indukan yang berkualitas adalah :
1. Indukan minimum berumur 1,5 – 2 tahun, maksimum 5 tahun, dengan
bobot badan untuk sapi lokal sekitar 225 – 250 kg/ekor dan sapi impor
sekitar 350 kg/ekor.
2. Mata cerah, bulu bagus dan mengkilap serta pa nggul yang besar.
3. Bentuk ambing relatif besar, letaknya simetris, puting 4 buah.
4. Ukuran rongga pinggul (pelvis) sekitar 20 – 25 cm (untuk memudahkan
induk ketika akan melahirkan).
5. Tidak memiliki kelainan fisik dan penyakit menular.

Secara umum yang menjadi dasar / pertimbangan dalam pemilihan ternak


sapi yang akan dipelihara peternak adalah :
 Tipe ternak
Pemilihan tipe ternak sapi didasarkan atas kemampuan memproduksi
sesuatu dan bentuk luar sapi yang bersangkutan. Ada tiga tipe sapi
potong yaitu tipe potong (sapi Shorthorn, Hereford, Simental, Brahman,
Bali dll), tipe kerja (sapi Ongole), tipe dwi guna (sapi Bali, Madura, PO,
Peranakan Brahman)
 Penilaian dan pengukuran sapi
Setelah memilih tipe potong, kemudian menilai tipe tersebut dalam
kelompok dengan cara melakukan pengamatan dari jarak jauh dan dari
dekat (pengamatan dari samping, belakang dan depan). Pengamatan dari
jarak jauh (pengamatan keolmpok) dilakukan pada jarak kurang lebih 6
meter, kemudian mengambil beberapa ekor sapi dan melakukan
pengamatan individu untuk mengetahui kondisi ternak. Sapi diusahakan
bergerak untuk mengetahui kelincahan / kesehatannya. Kalau perlu dapat
dilakukan pengukuran pada bagian tubuh sapi.
Pengamatan dari jarak dekat bertujuan untuk memperoleh skor
penilaian yang baik. Ternak sapi diamati dari berbagai arah baik arah
samping, belakang maupun depan. Kemudian tahap selanjutnya adalah
memegang dan mengukur bagian-bagian tubuh tertentu. Bagian -bagian
tubuh yang terpenting pada ternak sapi yang diukur antara lain tinggi
gumba , tinggi kemudi, dalam dada, lingkar dada/tubuh, lebar dada, lebar
kemudi, panjang tubuh, lebar dahi, panjang kepala dan lebar pipi.
Setelah 2 hal tersebut di atas terlaksana, tahap selanjutnya adalah
melakukan seleksi terhadap ternak sapi.
Tahap seleksi :
Calon Induk
Seleksi Calon Pejantan
Calon Bakalan
Breeding
Calon Induk x calon pejantan
Breeding load sesuai - S/C=1
- Deteksi birahi tepat
CR max - Saat perkawinan tepat
Perkawinan
Bunting
Partus
Anak
Fattening Replacement Pejantan sbg Untuk tenaga
untuk breeding bibit kerja
stock
Seleksi bakalan :
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih bakalan adalah :
a. Bakalan memiliki efisiensi pakan yang tinggi
b. Umur bakalan masih muda
c. Sebaiknya memilih bakalan yang sudah dikastrasi
d. Sapi yang pada saat periode pertumbuhan memperoleh pakan
berkualitas rendah akan menghasilkan pertambahan bobot badan
yanng lebih tinggi daripada sapi yang diberi pakan berkualitas baik
(hal ini peluang untuk memperoleh pertumbuhan kompensasi)
e. Sapi jantan akan tumbuh lebih cepat dan efisien daripada steer,
sedangkan steer tumbuh lebih baik daripada heifer, tetapi harga jual
sapi jantan akan lebih rendah.

Breeding
Breeding adalah suatu cara manipulasi genetik individu untuk
mendapatkan mutu genetik yang baik melalui perkawinan, baik secara
inbreeding maupun out breeding (cross breeding, back cross, grading up dan
pure breeding).
PEMILIHAN BIBIT
A. Pengertian Bibit dan Benih
Dalam suatu usaha peternakan, pemilihan bibit unggul merupakan suatu
keharusan yang harus dilakukan karena bibit merupakan salah satu kunci
keberhasilan dari usaha peternakan. Bibit yng baik didukung pakan yang
baik dan tatalaksana yang baik akan mendapatkan produksi yang optimal .
Ternak yang dipilih untuk digunakan sebagai bibit harus didasarkan pada
sifat –sifat produksi tinggi guna memperoleh produksi yang maksimal.
Untuk menjamin mutu produksi yang sesuai dengan permintaan konsumen
diperlukan bibit ternak yng bermutu, oleh ka rena itu diperlukan pengaturan
mengenai standar mutu atau kualitas bibit ternak dan produksinya.
Tujuan utama standarisasi adalah untuk meningkatkan daya saing has il
peternakan di pasaran dalam dan luar negeri yang diharapkan dapat
meningkatkan penerimaan devisa negara dan pendapatan petani.
65
Bagi ternak-ternak tertentu, standar mutu bibit diatur dalam Standar
Pertanian Indonesia Bidang Peternakan (SPINAK) No. 01/43/1988 yang
dituangkan dalam SK Meteri Pertanian No. 3568/Kpts/TN.410/5/1988.
sedangkan bagi ternak yang belum diatur dalam Standarisasi Mutu diatur
dalam
Kesepakatan Teknis.
Bibit Ternak : semua ternak hasil proses penelitian dan pengkajian dan atau
ternak yang memenuhi persyaratan tert entu untuk dikembangkan
dan atau produksi
Benih : calon bibit ternak yang mempunyai kemampuan persyaratan tertentu
untuk dikembangbiakan seperti : mani (semen), sel telur (oocyt), telur
tetas dan embrio
Sumber : Pedoman Pembibitan Ternak Nasional , Hardjosubroto (1994):
Bibit Sapi : pedet / sapi muda yang dipelihara untuk menjadi sapi potong
baik
jantan maupun betina
Sapi Bibit : Sapi yang memenuhi persyaratan tententu dan dibudidayakan
untuk
reproduksi dengan tujuan utama produksi daging dan atau tena ga
kerja. Mani dan embrio termasuk didalam artian sapi bibit
Di Indonesia, semen beku berasal dari Balai Inseminasi Buatan (BIB) :
- Ungaran
- Lembang
- Singosari (Jawa Timur)
Prinsip IB :
Ada pejantan unggul menghasilkan banyak semen ; b isa mengawini
banyak
betina
Jadi, IB adalah untuk memanfaatkan pejantan unggul semaksimal mungkin
Misal : untuk kawin alam ; satu ekor sapi jantan bisa mengawini 75 -100
betina
Tetapi dengan IB, satu ekor sapi bisa untuk 7.500 – 10.000 betina (100x)
66
Prinsip Embrio Transfer :
Untuk memberdayakan betina unggul
Misal : secara alami, betina bisa menghasilkan anak setiap tahun satu ekor ,
tetapi dengan embrio transfer bisa menghasilkan anak lebih banyak .
Caranya betina disuntik dengan hormon agar terjadi super ovulasi, sehingga
bisa
mengahasilkan ovum lebih dari satu (bisa sampai 10)
Ovum tersebut diambil, di IB, sehingga menghasilkan banyak embrio.
Embrio diambil dititipkan pada betina lain (resipien) yang sudah siap
bunting
(caranya : disuntik dengan hormon penyerentakan berahi)
Penentuan Umur sapi :
Pedet : < 1 tahun : gigi belum ada yang berganti
Sapi Muda : 1 – 3 tahun : 1-2 pasang gigi berganti (poel)
Sapi Dewasa : > 3 tahun : 3-4 pasang gigi berganti
Dasar Pemilihan Bibit
A. Berdasarkan Silsilah (pedigree)
Silsilah : catatan prestasi produksi tetua (induk dan pejantan)
Catatan dilakukan oleh perusahaan besar (di Indonesia biasa dilakukan pada
ternak perah; ternak potong masih jarang)
Catatan pada ternak potong :
- Berat lahir - Berat dewasa - PBBH
- Berat sapih - Bobot potong
(kalau tidak ada timbangan untuk mengukur BB penaksiran
menggunakan LD
Rumus yang sangat terkenal untuk menaksir BB adalah Rumus Schrool,
yaitu :
BB = (LD + 22) 2
100
67
untuk sapi-sapi Bos Taurus (sapi-sapi di Eropa)
Kalau digunakan untuk sapi -sapi di Indonesia (sapi tropis) Bos Indicus
biasanya
terlalu berat;
Misal : LD = 100 cm
BB = (100+22)2 = (122)2
100 100
= 148,86 kg
Kalau ditimbang kurang dari 148,86 kg
yang cocok :
BB = (LD+5)2
100
BB = (100+5)2
100
= 110,25 kg
Selisih : 38 kg untuk sapi-sapi gemuk; untuk sapi-sapi kurus lebih kecil
lagi;
lebih-lebih untuk pedet
Hasil dari seleksi berdasarkan silsilah :
a. Sapi potong :
- Bobot pada umur tertentu (bobot lahir, bobot sapih, bobot dewasa)
- Kecepatan pertumbuhan (pbbh)
- Ukuran tubuh tertentu (tinggi gumba, lingkar dada, panjang badan)
b. Kambing & Domba :
- Bobot pada umur tertentu
- Kecepatan pertumbuhan
- Produksi dan karakteristik wool
- Indeks fertilitas induk
68
c. Babi :
- Seleksi Indeks
Indeks Induk = 100 + 6,5 ( L – L ) + 1.0 (W – W)
L : Jumlah anak hidup
L : Rata-rata jumlah anak hidup
W : Bobot anak (21 hari)
W : Rata-rata bobot 21 hari
Pemilihan bibit berdasarkan Pedigree masih jarang dilakukan;
Yang banyak dilakukan adalah seleksi berdasarkan Eksterior.
B. Berdasarkan Eksterior (bentuk luar)
Berdasarkan pengamatan, yaitu dengan :
- melihat
- memegang / meraba
Ciri-ciri umum bibit yang baik :
1. Sesuai dengan bangsanya
- Sapi Ongole : putih abu-abu
- Sapi Bali : merah bata
- Sapi Bos Indicus : mempunyai punuk
Misal : Sapi Bali
- Warna pedet : merah bata
- Menjelang dewasa : betina : merah bata; jantan : kehitaman
- Dilihat dari belakang, bokongnya ada lingkaran putih
Bos Indicus (sapi-sapi Asia) : tinggi, ramping, berpunuk, bergelambir
- tinggi agar jauh dari tanah, sehingga tidak panas
- berpunuk & bergelambir untuk memperluas permukaan tubuh; agar
tempat untuk membuang panas lebih luas
Bos Taurus (sapi-sapi Eropa) :
- pendek agar dekat dengan tanah, sehingga tidak kedinginan
- permukaan tubuh sempit agar kontak dengan udara luar sesedikit
mungkin
2. Sesuai dengan tujuan pemeliharaan , misalnya :
- Penghasil daging :
- Penghasil wool :
Pejantan : gagah, scrotum kenyal
Induk : ambing simetris
3. Sehat; dengan ciri-ciri :
- mata bersinar
- bulu halus dan mengkilap
- kulit elastis
- sikap berdiri tegak
- lincah, riang, kuat
- nafsu makan baik
4. Sesuai dengan standar (bila ada)
Contoh standar
Standar Umum Bibit Sapi (SPINAK 01/43/1988)
* Sapi Madura
1. Sifat Kualitatif
a. Warna : merah bata / merah coklat bercampur putih dengan batas yang
tidak jelas pada bagian paha
70
b. Tanduk : kecil, pendek serta memngarah ke bagian luar
c. Bentuk badan : tubuh kecil, kaki pendek ; betina tidak berpunuk, jantan
punuk berkembang baik dan jelas
2. Sifat Kuantitatif
a. Tinggi gumba :
Betina : minimal 105 cm, maksimal 108 cm
Jantan : minimal 115 cm, maksimal 125 cm
b. Umur ternak :
Betina : 18 – 24 bulan (maksimal punya 1 pasang gigi seri tetap)
Jantan : 24 – 36 bulan (min. punya 1 ps. gigi tetap, max punya 2 ps.)
Standar untuk Babi Parent Stock
Standar Umum
a. Babi bibit Parent Stock harus mempunyai surat keterangan atau jaminan
dari
perusahaan Babi Bibit Grand Parent Stocknya; mengenai : warna, bentuk
badan dan kualitasnya sebagai babi b ibit.
b. Babi bibit Parent Stock harus sehat dan bebas dari cacat fisik seperti :
cacat
mata (kebutaan), pincang, lumpuh, kaki dan kuku abnormal serta tidak
terdapat kelainan tulang punggung atau cacat tubuh lainnya .
c. Semua bibit Parent Stock betina ha rus bebas dari cacat alat reproduksi.
abnormal ambing serta tidak menunjukkan gejala kema ndulan.
d. Babi bibit Parent stock jantan harus siap sebagai pejantan serta tid ak
menderita cacat pada alat kelaminnya, terutama testis harus satu pasang .
Standar Khusus :
a. Umur Dewasa kelamin :
- Betina : 5 bulan
71
- Jantan : 5 bulan
b. Babi bibit Parent Stock dapat mencapai BB dewasa kelamin :
- Betina : 80 – 90 kg
- Jantan : 80 – 90 kg
c. Berasal dari tetua Induk dengan jumlah anak lahir hidup per kelahiran :
- Dari jalur jantan : + 7 ekor
- Dari jalur betina : 8 – 9 ekor
d. Bobot Lahir Anak :
- Dari jalur jantan : + 1,3 kg
- Dari jalur betina : 1,2 – 1,4 kg
e. Rataan pbbh :
- Dari jalur jantan : + 685 gr
- Dari jalur betina : 740 – 70 gr
5. Calon Pejantan
- Dada dalam dan lebar
- Testis normal
- Nafsu berahi tinggi
6. Calon induk
- Tidak terlalu gemuk
- Letak vulva normal
- Ambing normal
- Puting normal (jumlah dana bentuk), missal : sapi 4, babi 12
- Sifat mengasuh anak (mothering ability) b aik
72
Ciri khusus Ternak Bibit
Sapi Potong
Standar Mutu Bibit (SK Mentan 358/TN410/88)
- Sapi Madura
- Sapi Bali
- Sapi Ongole
- Sapi Peranakan Ongole (PO)
- Sapi Brahman Lokal
- Kerbau
Sifat kualitatif :
- Warna
- Tanduk
- Bentuk Badan
Sifat Kuantitatif :
- tinggi Gumba
- Umur
Warna sapi Brahman tidak Uniform , karena terbentuk dari empat (4) bangsa,
yaitu :
- Sapi Gir
- Sapi Krishna Valley
- Sapi Nellore
- Sapi Gujarat
Sapi PO
- Sekarang sudah tidak begitu disukai, karena penggunaan sebagai tenaga
kerja
sudah berkuarang (diganti dengan traktor)
73
- Yang lebih disukai adalah Simmental, karena hasil daging baik ; tetapi
pakan
harus lebih baik
Sapi Jantan:
- Testis Simetrsa kanan dan kiri
- Testis kenyal dan elastis
Sapi Betina :
- Puting : empat buah dan simetris
- Ambing : besar dan simetris
- Vulva : tidak terlalu ke atas
Kambing dan Domba :
- Sama dengan sapi, hanya ditambah : Jantan dan betina dari keturunan
kembar !
Babi :
Standar Mutu Bibit Impor
1. Standar Mutu Bibit babi Grand Parent Stock (GPS)
2. Standar Mutu Bibit babi Parent Stock (PS)
3. Standar Mutu Bibit babi Lokal (babi Jawa, babi Sumatra, babi Bali)
Standar Umum :
- SK dari perusahaan di atasnya
- Bebas dari cacat fisik dan reproduksi
Standar Khusus
- Bobot ternak
- Dari induk dengan litter size tertentu
- Ambing baik; putting 6 pasang dan simetris
74
Klasifikasi Bibit
1. Secara Umum
a. Bibit Dasar (Foundation Stock) bibit hasil pemuliaan
- Spesifikasi tertentu
- Mempunyai silsilah
- Untuk menghasilkan bibit induk
b. Bibit Induk (Breeding Stock)
- Spesifikasi tertentu
- Mempunyai silsilah
- Untuk menghasilkan bibit sebar
c. Bibit Sebar (bibit niaga = Commercial Stock)
- Spesifikasi ternentu
- Untuk digunakan dalam proses produksi
yang komplit pada ternak ayam dan babi !
2. Secara Khusus (pada unggas dan babi)
a. Bibit Galur Murni (pure line / PL)
- Spesifikasi tertentu
- Menghasilkan bibit nenek Grand Parent Stock = GPS)
b. Grand Parent Stock (GPS) = Bibit Nenek
- Sesifikasi tertentu
- Menghasilkan bibit induk (Parent Stock = PS)
c. Parent Stock (PS) = Bibit Induk
- Spesifikasi tertentu
- Menghasilkan bibit sebar (bibit niaga) = Final Stock (FS)
75
d. Final Stock (FS) = Bibit sebar (bibit Niaga)
- Spesifikasi tertentu
- Untuk dipelihara hingga menghasilkan daging / telur
yang dipelihara langsung oleh peternak
Perusahaan di Indonesia baru sampai dengan : GPS
Untuk galur Murni biasanya masih impor
Betina PO >< Pejantan Simmental
F1
- Jantan : untuk digemukkan; dipotong
- Betina >< Simmental
F2
- Jantan : digemukkan; dipotong
- Betina >< Simmental
F3
Keturunan persilangan sapi Simmental jantan harus digemukkan untuk
dipotong;
jangan smpai untuk mengawini betina; karena akan mennurunkan mutu
genetic;
karena gen Simmental sudah turun !
Betina hasil persilangan sebaiknya dibeli oleh pemerintah; digunakan untuk
bibit;
jangan sampai keluar dari kawasan tes ebut
A. Pemilihan Bibit sapi dan Kerbau
Secara umum pada pemilihan bibit ternak, harus diperhatikan sehat tidaknya
ternak calon bibit. Adapun tanda -tanda ternak sehat adalah :
a. Mata bersinar, tidak terdapat kondisi patologik
b. Bulu halus dan mengkilap
76
c. Kulit tampak elastis
d. Sikap berdiri tegak, kuat dan semua bagian tubuh diduku ng oleh keempat
kaki dengan teracak yang rata
e. Gerak lincah dan kuat
f. Nafsu makan cukup baik, bila diberi ransum lain cepat menyesuaikan
Standar Umum Mutu Bibit Sapi
a. Sapi harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik seperti : cacat mata
(kebutaan), tanduk patah, pincang, lumpuh, kaki dan bulu abnormal
b. Sapi bibit betina harus bebas dari cacat alat reproduksi, abnormal ambing
serta tidak menunjukkan gejala kemandulan
c. Sapi bibit jantan harus siap sebagai pejantan serta tidak menderita cacat
pada
alat kelaminnya
Contoh standar mutu bibit sapi berdasarkan SPINAK/01/43/1988 adalah :
Standar Mutu Bibit Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sifat Kualitatif :
a. Warna : putih kelabu atau kehitam-hitaman
b. Tanduk : relatif pendek, pada yang betina lebih pendek dibanding jantan
c. Bentuk badan : kepala relatif pendek dengan profil melengkung. Punuk
besar
mengarah ke leher, lipatan-lipatan kulit yang terdapat di bawah perut dan
leher
menuju ke arah leher, kaki panjang dan kokoh
Sifat Kuantitatif :
a. Tinggi gumba : betina 112 - 118 cm.
jantan 118 - 125 cm
b. Umur : betina 18 - 24 bulan ( maksimal ganti gigi 1 pasang )
Jantan 24 – 36 bulan (ganti gigi 1 – 2 pasang )
77
Standar Umum Mutu Bibit Kerbau (berdasarkan Kesepakatan Teknis)
a. Kerbau bibit harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik seperti cacat
mata
(kebutaan), tanduk patah, pincang, lumpuh, kaki dan kuku abnormal serta
tidak terdapat kelainan tulang
b. Semua Kerbau bibit betina harus bebas dari cacat alat reproduksi,
abnormal
ambing serta tidak menunjukkan gejala kemandulan
c. Kerbau bibit jantan harus siap sebagai pejantan serta tidak menderita
cacat
pada alat kelaminnya
Contoh standar mutu bibit kerbau berdasar Kesepakatan Teknis
Standar Mutu Bibit Kerbau Lumpur (Swamp buffalo)
Sifat Kualitatif :
a. Warna : kulit berwarna abu-abu, hitam serta bulu berwarna abu -abu
sampai
hitam
b. Tanduk : mengarah ke belakang horizontal, bentuk bulat panjang dengan
bagian ujung yang meruncing serta membentuk setengah lingkaran
c. Bentuk badan : kondisi badan baik, bagian belakang penuh dengan otot
yang
berkembang, leher kompak dan kuat serta mempunyai proporsi yang
sebanding dengan badan dana kepala, ambing berkembang dan simetr is
Sifat Kuantitatif :
a. Tinggi gumba : betina 120 – 125 cm, jantan 125 – 130 cm
b. Umur : betina 24 – 36 bulan (maksimal ganti gigi 1 pasang),
jantan 30 – 40 bulan ( ganti gigi 1 – 2 pasang )
c. Berat badan : betina 250 – 300 kg, jantan 300 – 350 kg
B. Pemilihan Bibit Domba dan Kambing
Produktivitas induk domba dan kambing sangat ditentuka oleh kelahiran
anaknya. Induk muda yang mampu melahirkan anak kembar pada kelahiran
pertama
78
ada kecenderungan melahirkan kembar pula pada waktu selanjutnya. Induk-
induk
inilah yang dikehendaki dalam memilih bibit karena dapat menurunkan
kembar ,
walaupun kemungkinan peluang hanya 15%.
Kriteria pemilihan bibit yang biasa digunakan sebagai pedoman dalam
rangka
melakukan seleksi terhadap ternak domb a dan kambing adalah :
a. Sehat; tanda-tanda domba dan kambing yang sehat antara lain : mata
bersinar dan bersih, bulu mengkilat dan bersih, selaput lendir mata dan
kulit tidak pucat, gerakannya aktif, hi dung dan mulut tidak mengeluarkan
cairan, dan anus tampak bersih
b. Bangsa; menurut kesukaan peternak d an konsumen, dengan memilih
bangsa domba/kambing yang biasa diternakkan di daerah sekitar.
c. Kesuburan; induk yang subur adalah yang memliki banyak anak setiap
melahrikan
d. Temperamen; induk yang mempunyai temperamen yang baik yaitu induk
yang mau merawat anaknya dengan rajin dan selalu menyusui anaknya
e. Produksi susu tinggi; untuk memberikan jaminan hidup dan pertumbuhan
anak yang baik sampai disapih, diharapkan induk mampu mensuplai susu
yang cukup.
1. Pemilihan Bibit Berdasarkan Silsilah (Pedigree)
Silsilah adalah suatu catatan tertulis dari keadaa n yang lampau, serta suatu
estimasi akan penampilan seekor ternak. Sebagai contoh seekor pejantan
yang telah
menurunkan anak-anak dengan bobot sapih tinggi serta mempu nyai anak
yang
kualitas wool atau karkas yang bagus, maka dapat diharapkan pejantan itu
memang
mampu meneruskan sifat-sifat baik tersebut kepada keturunannya.
Pemilihan bibit dengan menggunakan silsilah merup akan cara yang terbaik,
karena dari silsilah ini akan dapat diketahui prestasi produksi dari induk dan
pejantannya.
79
2. Pemilihan Bibit dengan cara Melihat Bagian Tubuh Luar (Eksterior)
Penilaian penampilan atau performance domba dan kambing diamati pada
keadaan tubuh luar, yaitu dengan memegang/meraba ataupun melakukan
pengamatan. Penilaian terhadap domba dengan pengamatan lebih sulit
diband ing
dengan kambing, karena pada umumnya domba memiliki bulu yang tebal.
Agar diperoleh hasil yang baik pada penilaian dengan pengamatan, maka
perlu dilakukan pengamatan dari samping, muka dan belakang.
a. Pengamatan dari samping
Secara umum tubuh tampak besar, bagian atas dan bawah tubuh rata, k aki
pendek, lurus dan kuat
b. Pengamatan dari depan
Moncong besar berbentuk segi empat dengan lubang hidung cukup lebar ,
mata
besar, dada dalam dan jarak kedua kaki depan relatif lebar
c. Pengamatan dari belakang
Mulai dari bahu sampai ke ujung pantat cukup lebar, padat dan berisi
d. Menilai dengan memegang/meraba
Perabaan dimulai dari leher, punggung, pinggang sampai p antat.

3. Pemilihan Domba dan Kambing Calon Bibit


Tanda-tanda Pejantan Calon Bibit :
a. Sehat, tubuh besar (sesuai umur), relatif panjang dan tidak cacat
b. Dada dalam dan lebar
c. Kaki lurus dan kuat
d. Tumit tinggi
e. Penampilan gagah
f. Aktif dan besar nafsu kawinnya
80
g. Testis normal (2 buah, sama besar dan kenyal)
h. Alat kelamin kenyal dan dapat ereksi
i. Sebaiknya berasal dari keturunan kembar
j. Bulu bersih dan mengkilat
Tanda-tanda betina calon bibit :
a. Sehat, tidak terlalu gemuk dan tidak cacat
b. Kaki lurus dan kuat
c. Alat kelamin normal
d. Mempunyai sifat mengasuh anak yang baik
e. Ambing normal (halus, kenyal, tidak ada infeksi/pembengkakan)
f. Sebaiknya berasal dari keturunan kembar
g. Bulu bersih dan mengkilap.
C. Pemilihan Bibit Ternak babi
Prinsip-prinsip dasar Pemilihan Ternak
Pada umumnya para ahli dalam memilih ternak babi untuk dipelihara dapat
menggunakan 4 (empat) dasar pemilihan, yaitu :
a. Judging; yaitu pemilihan berdasar visual; biasanya digunakan pada
arena lomba
b. Pedigree; yaitu pemilihan didasarkan pada prestasi yang dit unjukkan
oleh nenek moyangnya
c. Penampilan ternak
d. Pengujian atau tes produksi seperti yang diatur dalam kesepakatan
teknis
81
Sifat-sifat ternak babi ditinjau dari kepentingan ekonomi dapat
diklasifikasikan
ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu produktif, reproduk tif dan struktural.
Karena setiap
sifat yang diamati pada ternak sebagian ditentukan oleh faktor genetik dan
sebagian
oleh lingkungan, maka memilih ternak untuk bibit hend aknya memilih
individu-individu
yang berpotensi variasi genetik yang baik dipandang dari sudut ekonomi.
Pemilihan bibit dalam usaha ternak potong babi, bila ditinjau dari sudut tu
juan
pemeliharaan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) golongan, yaitu :
a. Pemilihan bibit babi bakalan (jantan dan betina) untuk tujuan produksi
anak
b. Pemilihan bibit babi bakalan untuk tujuan digemukkan, kemudian di jual.
Pemilihan bibit babi ditekankan pada :
- Sifat-sifat genetic dari tetuanya
- Penampakan sifat-sifat kelamin sekunder
- Laju pertumbuhan dan efisiensi dalam penggunaan pakan
- Kesehatan ternak
Pemilihan babi bakalan ditekankan pada :
- Laju pertumbuhan
- Efisiensi pakan
- Kesehatan ternak
Memilih Babi Dara dan Pejantan Muda
Memilih babi dara atau pejantan muda paling sedikit harus sebaik keduanya
(induk/pejantannya) atau lebih superior dalam hal produk, kualitas dan
performance
yang potensial yang dapat diteruskan keturunannya dikelak kemudian hari.
Sifat-sifat yang baik dari calon babi dara :
a. Berasal dari tetua yang berkualitas genetik yang baik
b. Berbadan sehat, mata bersih dan bersinar, gerakannya linc ah, serta berat
badannya sesuai dengan standar berat badan masing -masing bangsa/jenis
ternak
82
c. Mempunyai minimal 6 pasang puting susu yang simetris dan mampu
menghasilkan air susu yang cukup untuk anak yang diasuh
d. Memiliki kaki yang kokoh dan lurus sehingga mampu menopang beban
dari berat
pejantan waktu kawin maupun berat masa bunting
e. Mempunyai sifat keibuan
f. Mempunyai sifat performans seperti laju pertumbuhan dan koefisien pakan
yang
lebih baik dari ternak biasa atau rata -rata ternak
Sifat-sifat yang baik dari pejantan muda :
a. Berasal dari tetua atau nenek moyang yang berkualaita genetik baik
b. Berbadan sehat, mata bersih dan bersinar, gerakannya lincah, berat
badannya
sesuai dengan standar berat badan masing -masing bangsa/jenis babi
c. Memiliki kaki yang kuat dan tegak serta letaknya baik agar bebas bergerak
d. Mempunyai sifat performance yang baik, misalnya laju pertumbuhan serta
koefisien penggunaan pakan
e. Sifat kejantanannya terlihat nyata dan agresif
Manajemen reproduksi
Untuk efisiensi reproduksi, manajemen reproduksi perlu diatur secara cermat
dan tepat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen reproduksi
adalah :
Kemampuan reproduksi :
Libido sexualis
Kualitas sperma / ovum
Kemampuan fisik
Litter size
Produksi susu induk
Mothering ability
Efisiensi reproduksi :
Service per conception
Breeding load
Deteksi berahi
Animal crop
Farrowing index
Conception rate / pregnation rate
Agar perkembangbiakan ternak cepat :
Manajemen perkawinan yang benar / tepat, diusahakan S/C = 1 dengan
farrowing index tinggi.
Kawin pertama dilakukan pada saat dewasa tubuh, sesudah pubertas.
Fertilitas induk yang baik, kalau mungkin sampai dengan 100 % induk yang
bunting, hal ini dapat dilakukan dengan seleksi yang terarah.
Pakan harus cukup dalam kuantitas dan kualit as.
Seleksi awal untuk pemilihan induk dan pejantan ( breeding stock) harus
tepat.
Pengendalian / penanggulangan penyakit.
Perawatan kandang dan lainnya harus baik.
Pola perkawinan
Post Partum Estrus
Birahi Heat Partus Estrus
Kawin kawin kawin kawin
Gagal bunting gagal bunting
laktasi
siklus bunting Post Partum Mating
estrus
84
Pada ternak yang estrus sesudah sapih, interval kelahiran ( CI = calving
interval)
dihitung sebagai berikut :
CI = lama bunting + post partum mating
= lama bunting + post partum estrus + {(S/C – 1) x siklus estrus}
Peningkatan mutu ternak sapi melalui bibit :
Mengganti seluruh bibit yang telah ada
Lebih cepat, tetapi biaya lebih tinggi
Bisa dilakukan secara bertahap
Dengan kawin silang antara pejantan unggul terpilih dengan betina lokal.
Karakteristik siklus berahi dan saat tepat perkawinannya
Uraian Sapi Domba Babi Kambing
Rata-rata siklus
berahi (hari)
21 17 20 20
Lama berahi (jam) 12 – 18 24 – 36 48 – 72 34 – 38
Ovulasi 10-12 jam
setelah
berahi
Akhir berahi Pertengahan
berahi
Akhir berahi
Saat perkawinan
terbaik
1. awal
berahi
2. 12-20 jam
setelah awal
berahi
Pertengahan
akhir berahi
Induk :
pertengahan
berahi
Dara : hari
kedua
setelah
berahi
Pertengahan
akhir berahi
TATALAKSANA PERKAWINAN
A. Pubertas
Proses reproduksi pada ternak baru dapat berlangsung sesudah ternak
tersebut mencapai dewasa kelamin, atau biasa disebut dengan pubertas.
Pubertas
adalah suatu indikator bahwa hewan sudah mempunyai kemampuan untuk
kawin.
Pubertas terjadi sebelum seekor ternak mencapai dewasa tubuh atau body
maturity
85
yang dicapai apabila bobot badan sudah mencapai 50-70 persen dari bobot
badan
dewasa.
Pada ternak jantan, pubertas dicapai apabila androgen dan sperma telah
diproduksi, organ-organ reproduksi telah masak, penis telah terbebas dari
selubung
dan ternak tersebut mengawini betina dan betina tersebut dapat bunting.
Pada ternak betina pubertas adalah umur dimana terjadi berahi pertama
disertai dengan ovulasi secara spontan. Satu atau lebih ovulasi tenang dapat
terjadi
sebelum ternak betina menunjukkan tanda -tanda berahi yang berhubungan
dengan
ovulasi. Frekuensi ovulasi tenang ini sangat tergantung dari efisiensi estrus
secara
luas. Umur berahi pertama pada ternak betina bervariasi, pada umumnya
disebabkan
karena perkawinan dan perbedaan laju pertumbuhan.
Diantara banyak faktor yang mempengaruhi umur tercapainya pubertas
adalah
bangsa ternak dan keadaan pakan atau nutrisi. Pada tingkat nutrisi yang
rendah dan
laju pertumbuhan yang lambat, pubertas dapat terhambat beberapa minggu,
sedang
tingkat konsumsi nutrisi yang tinggi akan mem percepat pubertas. Musim
dapat pula
mempengaruhi tercapainya umur pubertas.
Pada sapi-sapi potong yang ada di Indonesia, pubertas terjadi pada umur
antara 11 – 15 bulan. Untuk sapi-sapi Zebu biasanya terjadi pada umur 18 –
24
bulan, pada sapi-sapi Eropa dicapai pada umur 16 – 18 bulan.
Pubertas babi jantan dicapai pada umur 5 – 8 bulan, babi jantan muda
sebaiknya dibiarkan mencapai umur 8 -9 bulan sebelum dipakai untuk
mengawini
betina. Seekor babi betina mencapai pubertas pada umur sekitar 5 -8 bulan,
dan
umur yang dianjurkan untuk perkawinan pertamanya adalah 8 -10 bulan.
Domba dan kambing mencapai pubertas tergantung pada bangsanya, pada
umumnya umur 6 – 8 bulan. Ternak jantan sebaiknya mulai dipakai sebagai
pemacek diatas satu tahun.
86
B. Estrus atau berahi pada ternak
Sejak tercapainya pubertas, terjadilah berahi pada ternak yang tidak bunting,
menurut suatu siklus yang ritmis dan khas bagi jenis -jenis ternak tertentu.
Interval
antara satu periode estrus ke periode berikutnya disebut siklus estrus. Sapi,
kerbau,
domba, kambing dan babi termasuk hewan poli estrus, karena siklus
estrusnya
berkesinambungan; musim atau iklim tidak mempengaruhi terjadinya siklus
estrus ini.
Pada ternak jantan, siklus berahi tidak ada, pada umumnya pejantan selalu
berse dia
menerima ternak betina untuk aktivitas reproduksi.
Perkawinan dapat berhasil apabila ternak betina yang dikawinkan dalam
keadaan berahi (estrus). Estrus adalah suatu fase dalam siklus berahi
dimana ternak
betina bersedia atau mau menerima pejantan un tuk aktifitas reproduksi.
Adapun tanda-tanda munculnya estrus pada ternak adalah :
a. Ternak tampak gelisah
b. Nafsu makan turun
c. Mencoba menunggangi dan diam bila dinaiki ternak lain
d. Sering mengibas-ngibaskan ekor dan sering kencing
e. Vulva kelihatan bengkak, merah dan hangat
f. Keluar lendir transparan dari servik yang mengalir melalui vulva dan
vagina.
Dibandingkan dengan ternak sapi, tanda -tanda berahi pada kerbau hampir
tidak diketahui dan sulit ditentukan. Cara yang paling tepat untuk
menentukan apakah
berbau betina tersebut berahi atau tidak dapat digunakan kerb au jantan
untuk
mendeteksinya.Tanda-tanda berahi yang tidak nyata tersebut tidak
menyulitkan
peternak, karena perkawinan kerbau pada umumnya berlangsung di padang
penggembalaan dimana kerbau jantan l eluasa memilih betina-betina yang
sedang
berahi.
Lama berahi dan siklus berahi pada berbagai jenis ternak berbeda -beda.
Untuk ternak sapi siklus berahi datang sekali dalam 18 -24 hari, dengan rata-
rata 21
87
hari, sedang lama berahi berkisar 6 -30 jam, dengan rata-rata 17 jam dan
ovulasi
terjadi 9-11 jam setelah selesainya estrus.
Kerbau betina memperlihatkan siklus berahi yang normal selama kurang
lebih
tiga minggu. Di Indonesia, siklus berahi pada kerbau Lumpur berkisar antara
17 -29
hari, dengan rata-rata 21,53 hari. Lama berahi ternak kerbau lebih lama
daripada
sapi, yaitu berkisar antara 24-36 jam, dengan rata-rata 17,65 jam.
Lama siklus berahi normal pada domba berkisar antara 14 -19 hari, dengan
rata-rata 17 hari, lama berahi pada domba -domba lokal di Indonesia berkisar
antara
24-48 jam, dengan rta-rata 35,5 jam.
Lama berahi pada kambing 24 -45 jam. Berahi akan terulang lagi sekitar 19
hari kemudian (apabila tidak dikawinkan atau gagal bunting).
Siklus berahi pada babi mencapai 19 -23 hari, dengan rata-rata 21 hari,
berahi
berlangsung antara 1-4 hari, dengan rata-rata 2-3 hari.
Salah satu faktor yang penting dalam perkawinan adalah deteksi berahi, oleh
karena itu pengetahuan tentang tanda -tanda berahi, siklus berahi dan
ovulasi
menjadikan hal yang penting untuk dikuasai.
Secara umum deteksi berahi pada ternak dapat dilakukan dengan tiga cara,
yaitu :
a. Tradisional; yaitu pengamatan berahi didasarkan pada timbulnya berahi
secara alami, tanpa adanya campur tangan manusia
b. Semi tradisional; telah ada campur tang an manusia, misalnya
menggunakan
pejantan pengusik. Umumnya dilakukan oleh peternak yang memiliki jumlah
ternak diatas 10 ekor.
c. Modern; pengamatan telah menggunakan peralatan dan telah
mengikutsertakan manusia dalam pengamatannya.
88
C. Perkawinan
Perkawinan merupakan bagian dari rentetan kegiatan dalam proses
reproduksi. Perkawinan adalah suatu usaha untuk memasukkan sperma ke
dalam
alat kelamin betina.
Perkawinan yang lazim digunakan pada ternak ada dua, yaitu :
a. Perkawinan Alam
Perkawinan hanya mungkin terjadi antara ternak jantan dengan ternak betina
yang
berahi, dimana ternak betina mau menerima ternak jantan. Perkawinan alam
ini
tidak diragukan keberhasilannya, karena semen yang diejakulasikan tanpa
pengenceran dan didesposisikan pada “ portiovaginalis services” atau mulut
servic.
b. Perkawinan buatan (kawin suntik /IB)
Semen dimasukkan kedalam saluran reproduksi betina dengan
menggunakan alat
buatan manusia. Perkawinan memungkinkan pertemuan spermatozoa
dengan sel
telur, sehingga perlu diperhatikan saat-saat ovulasi pada hewan betina agar
perkawinan tepat pada waktunya.
Ada tiga macam perkawinan yang da pat terjadi pada ternak, yaitu:
a. In breeding, adalah perkawinan yang dilakukan antar saudara yang
mempunyai hubungan keturunan dekat
b. Grading up, adalah perkawinan antara pejantan unggul dengan sapi lokal
yang diarahkan pada keturunan pejantan
c. Cross breeding, adalah perkawinan antara dua bangsa yang telah
diketahui
dengan seksama masing-masing kemampuan produksinya.
Cara pengaturan perkawinan dapat dilakukan dengan pengaturan
sepenuhnya oleh manusia yang disebut “hand matting”, yaitu pemeliharaan
sapi
jantan dan betina dipisah, apabila ada betina yang berahi baru diambilkan
pejantan
untuk mengawininya, atau dilakukan Ins eminasi Buatan (IB). Cara lain
adalah
“pastura matting”, yaitu sapi-sapi jantan dan betina dewasa pada musim
kawin
89
dilepas bersama-sama. Apabila terdapat sapi yang berahi, tanpa campur
tangan
manusia atau pemilik akan terjadi perkawinan.
Untuk melaksanakan perkawinan perlu diperhatikan waktu yang setepat -
tepatnya agar sapi betina dapat menjadi bunting atau terjadi konsepsi. Saat
optimum
untuk terjadinya konsepsi pada ternak sapi adalah pertengahan estrus
sampai akhir
estrus.
Jika terlihat gejala berahi pagi hari, maka inseminasi/perkawinan harus
dilakukan paling lambat sore hari itu juga. Apabila terlihat gejala berahi pada
sore
hari, maka perkawinan paling lambat dilakukan esok hari berikutnya. Waktu
perkawinan/inseminasi pada sapi dianjurkan tidak melebihi 4 jam sebelum
ovulasi
berakhir.
Sistem perkawinan pada ternak domba/kambing selama ini adalah
perkawinan
secara alam, sedangkan perkawinan secara IB belum lazim dilaksanakan.
Secara
ekonomis perbandingan jumlah ternak jantan sebaiknya setiap eko r
pejantan untuk
20-25 ekor betina.
Dengan manajeman perkawinan yang baik, ternak domba dan kambing
dapat
melahirkan setiap 8 atau 9 bulan sekali. Hal ini dapat dicapai dengan
penyapihan
anak pada umur 3-4 bulan, walaupun pada umur dua bulan induk sudah d
apat
dikawinkan kembali.
Waktu yang baik untuk mengawinkan domba/kambing adalah 12 -18 jam
setelah terlihat tanda-tanda pertama berahi. Betina yang berahi disarankan
dicampur
dengan pejantaan dalam satu kandang, untuk menghindari kegagalan
perkawinan.
Pada babi betina, perkawinan dapat dilakukan antara 12 -30 jam setelah
tampak estrus, tetapi untuk babi induk yang durasi estrus sampai terjadinya
ovulasi
lebih panjang, maka saat perkawinan dapat dilakukan 18 -36 jam setelah
estrus
tampak.
Babi jantan dewasa (umur lebih dari 10 bulan) dapat dikawinkan 6 kali
perminggu tanpa menunjukkan kejelekan fertilitas, sedangkan pada pejantan
muda
(umur 6-7 bulan) dimana testisnya masih kecil dikawinkan 2 kali perminggu.
90
Babi induk setelah anaknya disapih dapat dipercepat estrusnya bila kontak
langsung dengan pejantan. Pengandangan induk yang menyusui dekat
pejantan
juga dapat mempercepat estrus.
Setelah pejantan muda mencapai pubertas (umur 6 -10 bulan) harus
dikandangkan dekat dengan kandang babi dara atau induk. Hasil p enelitian
menunjukkan bahwa babi jantan yang terisolir dari babi dara atau induk
menyebabkan service performannya tertekan dan akhirnya penggunaan
pejantan
untuk mengawini betina juga terlambat. Oleh karena itu disarankan
pemeliharaan
babi pejantan muda bersama-sama dengan babi dara atau induk yang dalam
kategori
aktif untuk tujuan dipotong.
Latihan soal
1. Jelaskan tujuan dilakukan seleksi pada ternak potong !
2. Jelaskan bagaimana pola perkawinan pada sapi potong!
3. Jelaskan macam2 perkawinan yang terjadi pada ternak !
4. Jelaskan indikator untuk menentukan bangsa sapi yang akan dipelihara
sebagai ternak potong !
5. Jelaskan kriteria untuk memilih ternak domba pejantan !
RANGKUMAN SINGKAT
Seleksi adalah suatu tindakan untuk memilih ternak yang dianggap
mempunyai mutu genetik baik untuk dikembangkan lebih lanjut serta memilih
ternak
yang dianggap kurang baik untuk disingkirkan dan tidak di kembangbiakkan
lebih
lanjut.
Pemuliabiakan sapi potong bertujuan untuk menghasilkan sapi bibit yang
diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan mutu genetik populasi sapi
potong.
Policy seleksi / breeding yang dilakukan pada usaha ternak potong harus
disesuaikan dengan tujuan usaha itu sendiri misalnya untuk tujuan breeding,
fattening
maupun kombinasi breeding-fattening, karena masing-masing tujuan
mempunyai
kriteria yang belum tentu sama.
91
Tujuan untuk breeding yang jelas akan menunjukkan arah seleksi terhadap
perbaikan mutu genetik generasi berikutnya dan kemampuan reproduksi
calon induk /
pejantan, termasuk produktivitas anak pada usaha peternakan tersebut.
Pola seleksi & breeding pada usaha ternak potong dilakukan dengan
sasaran
peningkatkan produksi yang mengarah pada mutu genetis yang baik, sesuai
dengan
tujuan pemeliharaan.
Agar perkembangbiakan ternak cepat dapat dilakukan dengan cara
mengatur
manajemen perkawinan yang benar / tepat, diusahakan S/C = 1 dengan
farrowing
index tinggi, kawin pertama dilakukan pada saat dewasa tubuh, fertilitas
induk yang
baik, pakan harus cukup dalam kuantitas dan kualitas, seleksi awal untuk
pemilihan
induk dan pejantan (breeding stock) harus tepat, pengendalian /
penanggulangan
penyakit, perawatan kandang dan lai nnya harus baik.

Sistem Persilangan Ternak

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam biologi yang evolusiner, tekanan penyimpangan hasil pemuliaan
mengacu pada kasus-kasus ketika keturunan dari persilangan antara individu dari
populasi-populasi yang berbeda mempunyai produktivitas lebih rendah dibanding
keturunan dari persilangan antara individu dari populasi yang sama. Peristiwa ini
dapat terjadi di dalam dua arah. Pertama-tama, pemilihan dalam satu populasi akan
menghasilkan suatu ukuran tubuh yang besar, sedangkan di dalam ukuran tubuh
populasi kecil yang lain boleh jadi lebih menguntungkan. Aliran gen antara populasi-
populasi ini boleh menjurus kepada individu dengan ukuran-ukuran tubuh
intermediate/antara, yang tidak akan adaptif dalam populasi.
Di dalam istilah yang genetik, perkawinan tertutup (Biak-dalam/Inbreeding)
adalah pembiakan dari dua Ternak yang berhubungan dengan satu sama lain. Dalam
kebalikannya, silang luar, kedua orang tua secara total tidak bertalian. Karena semua
keturunan yang murni dari binatang menyusur-galurkan sampai kembali kepada
suatu nomor terbatas secara relatif sebagai dasar semua pembiakan murni adalah oleh
perkawinan tertutup (inbreeding), meski istilah itu tidak secara umum digunakan
untuk mengacu pada persilangan-persilangan di mana nenek moyang pada umumnya
tidak terjadi dan membendung suatu empat atau lima silsilah generasi. Kasip (1988)
menambahkan bahwa faktor pendukukung pembentukan bangsa baru ini adalah
dengan mengutip penjelasan dari Warwick (1983) yang menyatakan bahwa
Keberhasilan usaha untuk menghasilkan bangsa baru ternak sangat tergantung pada
dua faktor, yaitu pemanfaatan heterosis dan jumlah total ternak-ternak dalam
populasi. Kemudian beliaupun menambahkan penjelasan dari Weatley (1979) yang
menyatakan Adanya heterosis pada keturunan karena adanya pengaruh gen-gen
dominan dan besarnya keunggulan dari type crossbred yang digunakan sebagai dasar
dari suatu bangsa baru disebaabkan oleh kombinasi gen dengan pengaruh aditif
lawan heterosis yang disebabkan oleh pengaruh gen non-aditilasi manapun. 
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang di bahas dalam makalah ini yaitu :
1. Definisi dari Sistem Perkawinan Ternak
2. Sistem perkawinan Ternak
3. Kelebihan dan kelemahan dari Inbreeding dan outbreeding

BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Definisi Sistem Perkawinan
Sistem perkawinan hewan adalah cabang ilmu hewan yang membahas evaluasi
dari nilai genetik ternak dalam negeri. Bangsa (breeds) adalah kelompok hewan
domestik dengan penampilan homogen, perilaku, dan karakteristik lain yang
membedakannya dari hewan lain. Pengaturan perkawinan pada ternak sangat penting
untuk tujuan mendapatkan keturunan yang unggul.Sistem perkawinan  yang paling
banyak digunakan dalam penerapan pemuliaan ternak adalah  perkawinan silang.
Alasan menggunakan sistem ini   ialah karena dapat digunakan untuk menghasilkan 
efek heterosis. Kalau efek ini muncul maka produksi rata-rata anak akan melebihi
produksi rata-rata  tetuanya. Heterosis dapat menyebabkan ternak  silangan memiliki
produksi 1 - 17% di atas produksi  rata-rata tetuanya (Lasley, 1972). Heterosis adalah
perbedaan di dalam kinerja dari keturunan dari rerata jenis-jenis yang berkenaan
dengan orangtua yang sering mengamati menternakkan silang luar, mengawinkan
yang bentuk sejenis, atau sejenis. Basis fisiologis dan genetik dari heterosis tidak
jelas dipaham.Sistem ini  sudah lama di gunakan di Indonesia sehingga sekarang kita
memiliki sapi P0, domba  Sufeg, kambing PE, Jawa Randu, Kelinci Rexlok, dan
hasil lain yang belum berhasil diteliti. Apabila perbaikan genetik telah diperoleh,
masalah yang dihadapi adalah bagaimana  mempertahankan dan meningkatkan hasil
perbaikan tersebut. Mereka yang telah meyakini peranan dan kemanfaatan pemuliaan
ternak akan meneruskan usaha  perbaikan genetik karena akhirnya waktu tenaga dan
dana yang telah dikeluarkan akan diganti dengan keuntungan hasil penjualan
produksi yang makin  meningkat. Dalam penyediaan bibit bisa dilakukan dengan dua
macam perkawinan, diantaranya adalah perkawinan alami dan perkawinan buatan
dengan bantuan manusia.
Perkawinan buatan yang sering dilakukan adalah dengan Inseminasi Buatan.
Inseminasi Buatan (IB) adalah pemasukan atau penyampaian sperma ke dalam
saluran kelamin betina dengan menggunakan alat-alat buatan manusia jadi bukan
secara alami. Tujuan Inseminasi buatan yaitu Memperbaiki mutu genetika
ternak,tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan
sehingga mengurangi biaya ,mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul
secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama,meningkatkan angka kelahiran
dengan cepat dan teratur dan mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin
II.2. Sistem Perkawinan Ternak
Dalam Perkwinan ternak terdiri dari 2 cara yaitu perkawinan ternak secara
inbreeding dan secara outbreeding.
1. Inbreeding
Silang dalam adalah perkawinan antara dua individu yang masih mempunyai
hubungan keluarga. Dua individu dikatakan masih mempunyai kaitan kekeluargaan,
bila kedua individu tadi mempunyai satu atau lebih moyang bersama (common
ancertor), 6 sampai 8 generasi ke atas. Anak dari hasil perkawinansilang dalam
disebut individu yang tersilang dalam. Inbreeding adalah sistem perkawinan sedarah.
Hal ini termasuk pejantan dengan anak betina, anak ke induk, dan saudara saudara.
Konsekuensi genetik utama perkawinan sedarah adalah untuk meningkatkan
frekuensi pasangan gen serupa. Sistem inbreeding disarankan hanya untuk
menstabilkan sifat – sifat unggul dalam suatu bangsa.
Secara umum, hasil perkawinan inbreeding akan menurunkan produktifitas
kinerja: kekuatan, ketahanan penyakit, efisiensi reproduksi, dan bertahan hidup. Hal
ini juga akan meningkatkan frekuensi kelainan. Misalnya, penyebaran penyakit laba-
laba di domba-domba hitam yang diyakini sebagai akibat dari perkawinan sedarah.
Keuntungan silang dalam :
1. Membuat individu mirip
Inbreeding dapat menyebabkan ternak-ternak mirip satu sama lain, karena
inbreeding dapat menurunkan tingkat heterozygotsitas didalam populasi.
2. Melestarikan sifat-sifat yang diinginkan
Apabila kita menyukai suatu sifat pada sekelompok ternak, sifat-sifat
tersebut dapat dipertahankan dengan inbreeding.
3. Seleksi pada gen-gen yang tidak diinginkan
Inbreeding membuat individu-individu homozygot. Apabila terdapat letal
gena dalam keadaan homozygot, maka akan tampak. Dengan demikian
kita bisa melakukan seleksi terhadap ternak-ternak pembawa sifat tidak
baik.
Kerugian inbreeding :
 Secara umum, hasil perkawinan inbreeding akan menurunkan produktifitas
kinerja: kekuatan, ketahanan penyakit, efisiensi reproduksi, dan bertahan hidup. Hal
ini juga akan meningkatkan frekuensi kelainan. Inbreeding juga mempunyai dampak
yang tidak diinginkan terhadap sifat-sifat seperti : Pertumbuhan, reproduksi, produksi
susu pada sapi perah. Pada saat tertentu, para peternak perlu mempertahankan suatu
tetua yang unggul. Cara yang biasa digunakan adalah dengan biak sisi ( line breeding
).
Contoh : Apabila kita ingin mempunyai seekor pejantan unggul, kita ingin
anaknya mirip pejantan tersebut, maka dilakukan biak sisi sebagai berikut :
Pejantan A dikawinkan dengan seekor betina, kemudiaan anaknya yang
betina dikawinkan lagi dengan pejantan A. Cucunya (F2) dikawinkan lagi
dengan pejantan A, dan seterusnya. Pada generasi ke 3 (F3) kita
memperoleh anaknya 87,5% mirip pejantan A.

2.Outbreeding
Silang luar adalah sisitem yang paling banyak digunakan dalam kelompok ternak
bibit dari ternak besar di banyak negara di dunia. Juga digunakan pada hampir semua
kelompok ternak niaga bila telah diputuskan untuk menggunakan satu bangsa
tunggal dari pada suatu program perkawinan silang.
Outbreeding adalah system perkawinan hewan dari jenis yang sama tetapi yang
tidak memiliki hubungan yang lebih dekat dari sedikitnya 4-6 generasi.
Silang luar (biak-luar) yang dikombinasikan dengan pemilihan adalah suatu
teknik sangat bermanfaat dalam perbaikan keturunan yang mencakup kepada ciri-ciri
yang turun temurun yang sangat bermanfaat (Warwick, 1984). Dari penjelasan di
atas, dapat dilihat kesimpulannya di kemukakan oleh Pane (1980) yang mengatakan
bahwa Istilah biak-luar sebenarnya kebalikan dari biak-dalam. Membiak-luar adalah
perkawinan ternak yang hubungan keluarganya kurang dari hubungan kekeluargaan
rata-rata ternak dari mana mereka berasal, Atau untuk mudahnya dari ternak yang
tidak mempunyai leluhur bersama selama paling sedikit empat generasi. perkawinan
mempunyai keuntungan yang berikut.
(1)   metoda ini adalah sangat efektif karena karakter-karakter yang sebagian besar di
bawah
kendali dari gen-gen dengan pengaruh penambahan seperti; produksi susu, laju
pertumbuhan di dalam ternak, seperti pada daging sapi, dll.
(2) sistim yang efektif untuk perbaikan genetika jika dikombinasikan dengan seleksi.
(3) merupakan cara terbaik untuk kebanyakan perkawinan.
Istilah biak-luar sebenarnya kebalikan dari biak-dalam. Membiak-luar adalah
perkawinan ternak yang hubungan keluarganya kurang dari hubungan kekeluargaan
rata-rata ternak dari mana mereka berasal, Atau untuk mudahnya dari ternak yang
tidak mempunyai leluhur bersama selama paling sedikit empat generasi. Sehingga
dalam Penelitian yang dilakukan oleh Lestari, dkk (1997) memberikan contoh bahwa
pada sapi-sapi yang Secara genetic seperti sapi Simmental, Limosin dan Brahman
mempunyai mutu lebih baik dibandingkan sapi Bali akibatnya keturunan pejantan
sapi Simental, Brahman dan Limosin juga mempunyai mutu genetik yang lebih baik
diabandingkan keturunan pejantan sapi Bali.
Membiak-luar adalah suatu metode standar untuk memperbesar variasi populasi,
biak secara fenotip atau genotip. Keadaan heterozigot dari populasi akan meningkat
dan sebagai akibatnya kesegaran/ketahanan dan daya adaptasi ternak terhadap
lingkungan juga akan meningkat. Mastur dan M. Dohi (1996) memberikan contoh
Untuk meningkatkan populasi dan produktivitas kambing pada usaha tani lahan
kering guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan Petani maka perlu diambil
langkah-langkah upaya pengembagan salah satunya penyediaan bibit unggul.
Menurut mereka, bila dipandang perlu dapat pula mendatangkan bibit kambing yang
berasal dari daerah-daerah kering seperti Afrika yang cukup banyak terdapat, bangsa-
bangsa kambing dengan pertumbuhan yang baik seperti kambing Mudian. Pejantan
kambing ini dapat mencapai bobot badan 50 – 60 Kg..
Out breeding adalah perkawinan antara ternak yang tidak mempunyai hubungan
kekerabatan. Perkawinan ini bisa satu bangsa ternak, atau beda bangsa ternak,
tergantung dari tujuan perkawinannya. Secara garis besar out breeding dapat
dibedakan menjadi :
1. Biak silang (cross breeding)
2. Biak silang luar (out breeding)
3. Biak tingkat (grading up)
Biak silang ( Cross-breeding )
Cross breeding adalah persilangan antar ternak yang tidak sebangsa. Misal
antara sapi Brahman dengan sapi Angus.
Jenis persilangan ini memegang peranan penting dalam pemuliaan ternak,dengan
kegunaan-kegunaan :
1. Saling substitusi sifat yang diinginkan.
2. Memanfaatkan keunggulan ternak dalam keadaan hetrozygot.
Biak silang hingga saat ini tetap memegang peranan penting dalam perbaikan
mutu ternak. Banyak ternak yang disebut sekarang Murni (Pure Bred) sebenarnya
adalah hasil biak silang beberapa waktu yang lalu dan masalah penentuan istilah
antara hasil biak silang dan peranakan atau blasteran tetap ada. Sehingga Warwick
(1990) mengemukakan bahwa beberapa bangsa diketahui menjadi Inbreed atau
mengalami perkawinan galur secara intensif selama tahap-tahap pembentukannya.
Pola dan efek crossbreeding
Secara genetis, crossbreed dan inbreed berlawanan. Dalam perkawinan sistem
crossbreed, gen tetap bersifat hehetrozigot. Sementara itu, pada sistem inbreed,
komposisi gen menjadi semakin homozigot sesuai dengan tingkat inbreednya, dan
efek negatif yang berhubungan dengan stamina, cacat bawaan, dan tingkat produksi
mungkin muncul dalam sistem ini. Peternakan modern saat ini sudah banyak yang
berhasil menggunakan crossbreeding untuk mendapatkan ternak unggul sesuai
dengan yang diharapkan.
Keberhasilan untuk mendapatkan bibit unggul hasil crossbreeding tergantung
pada kemampuan si peternak dalam menyeleksi indukan, memilih pasangan indukan,
menilai hasil ternakan, dan menyimpulkan pola yang tepat. Mendapatkan pola yang
tepat dalam crossbreeding haruslah berdasarkan pada uji coba, pengalaman, dan
pengamatan yang berdasarkan pada jenis dan sifat ternak.
Contoh bangsa sapi baru yang terbentuk dari crossbreding :
Sapi Santa Gertrudis
Hasil perkawinan antara sapi Brahman dengan sapi Shorthorn.
Sapi Brangus
Hasil perkawinan antara sapi Brahman dengan sapi Aberdin Angus. Komposisi
darahnya adalah 3/8 Brahman, 5/8 Angus.
Sapi Beef Master
Hasil persilangan antara sapi Brahman, Shorthorn dan sapi Hereford, dengan
komposisi darah : 25% Hereford, 25% Shorthorn, 50% Brahman.
Sapi Charbray
Hasil kawin silang sapi Brahman dengan sapi Charolais. Komposisi darahnya adalah
3/16 Brahman, dan 13/16 Charolais.
Crisscrossing
Mukherjee (1980) menyatakan Criss-Crossing adalah persilangan ternak yang
terpisah dari Crosbreeding. Di mana keduanya sebagai silang alternatif, cara ini
dikenal sebagai criss-crossing. Metoda itu diusulkan karena memanfaatkan heterosis
di dalam kedua induk dan keturunan. Pane, (1980) menambahkan, Biak silang
hingga saat in tetap memegang peranan penting dalam perbaikan mutu ternak.
Banyak ternak yang disebut sekarang Murni (Pure Bred) sebenarnya adalah hasil
biak silang beberapa waktu yang lalu dan masalah penentuan istilah antara hasil biak
silang dan peranakan atau blasteran tetap ada.3-breed Rotational Cross :
crossbreeding berkelanjutan antara tiga bangsa ternak.

Out Crossing
Out crossing adalah persilangan antara ternak dalam yang satu bangsa tetapi
tidak mempunyai hubungan kekerabatan. Tujuan utama out crossing adalah untuk
menjaga kemurnian bangsa ternak tertentu tanpa silang dalam.
Grading Up
Grading Up adalah perkawinan pejantan murni dari satu bangsa dengan betina
yang belum didiskripsikan atau belum diperbaiki dan dengan keturunannya betina
dari generasi ke genrasi.
Grading up adalah persilangan balik yang dilakukan terus menerus dan
diarahkan terhadap saru bangsa ternak tertentu. Contoh Grading up di Indonesia
yaitu proses Ongolisasi (Sejak pemerintah Hindia Belanda). Sapi-sapi betina lokal
Indonesia dikawinkan dengan pejantan Ongol terus menerus, sehingga terbentuk sapi
yang disebut peranakan ongol (PO). Tujuan Grading Up adalah untuk memperbaiki
ternak-ternak lokal. Kelemahan Grading up adalah dapat menyebabkan ternak-ternak
lokal punah. Grading up adalah perkawinan yang digunakan untuk meningkatkan
mutu genetik ternak yang diskrib (tidak jelas asal usulnya). Ternak dan kemudian
keturunannya tersebut dikawinkan secara terus menerus dengan ternak yang
memeiliki galur murni dan sifat yang jelas diharapkan. Semakin sering dilakukan
perkawinan maka keturunannya akan semakin mendekati sifat yang diinginkan.
Persilangan galur (Linecrosing). Persilangan galur adalah perkawinan ternak-
ternak dari dua galur inbreed dari bangsa yang sama. Persilangan galur inbreed dari
dua jenis yang berbeda kadang-kadang disebut perkawinan silang galur (Line Cross
Breeding) (Warwick et al., 1990).
Inseminasi Buatan
Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk
memasukkan mani (sperma atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses
terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina
dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut 'insemination gun'.
        Tujuan Inseminasi Buatan

1. Memperbaiki mutu genetika ternak;


2. Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang
dibutuhkan sehingga mengurangi biaya;
3. Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam
jangka waktu yang lebih lama;
4. Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur;
5. Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin.
        Keuntungan Inseminasi Buatan (IB)

1. Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan;


2. Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik;
3. Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding);
4. Dengan peralatan dan teknologi yang baik sperma dapat simpan dalam jangka
waktu yang lama;
5. Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun
pejantan telah mati;
6. Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena
fisik pejantan terlalu besar;
7. Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang
ditularkan dengan hubungan kelamin.
Siklus birahi pada sapi betina yang normal biasanya berulang setiap 21 hari,
dengan selang antara 17-24 hari.Siklus birahi akan berhenti secara sementara pada
keadaan-keadaan:

1. Sebelum dewasa kelamin;


2. Selama kebuntingan;
3. Masa post-partum.
Siklus birahi dibagi dalam 4 tahap, dan berbeda-beda pada setiap spesies hewan.
Tahapan dan lamanya pada sapi dapat ditemui di bawah ini :

 Estrus
Pada tahap ini sapi betina siap untuk dikawinkan (baik secara alam maupun IB).
Ovulasi terjadi 15 jam setelah estrus selesai. Lama periode ini pada sapi adalah 12 -
24 jam.
         Proestrus
Waktu sebelum estrus. Tahap ini dapat terlihat, karena ditandai dengan sapi
terlihat gelisah dan kadang-kadang sapi betina tersebut menaiki sapi betina yang lain.
Lamanya 3 hari.

 Metaestrus
Waktu setelah estrus berakhir, folikelnya masak, kemudian terjadi ovulasi diikuti
dengan pertumbuhan / pembentukan corpus luteum (badan kuning). Lama periode ini
3 - 5 hari.

 Diestrus
Waktu setelah metaestrus, corpus luteum meningkat dan memproduksi hormon
progesteron.Periode ini paling lama berlangsungnya karena berhubungan dengan
perkembangan dan pematangan badan kuning, yaitu 13 hari.
Pada saat keadaan dewasa kelamin tercapai, aktivitas dalam indung telur
(ovarium) dimulai.Waktu estrus, ovum dibebaskan oleh ovarium. Setelah ovulasi
terjadi, bekas tempat ovarium tersebut itu dipenuhi dengan sel khusus dan
membentuk apa yang disebut corpus luteum (badan kuning) Corpus luteum ini
dibentuk selama 7 hari, dan bertahan selama 17 hari dan setelah waktu itu mengecil
lagi karena ada satu hormon (prostaglandin) yang merusak corpus luteum dan
mencegah pertumbuhannya untuk jangka waktu yang relatif lama (sepanjang
kebuntingan).
Selain membentuk sel telur , indung telur / ovarium juga memproduksi hormon,
yaitu:

1. Sebelum ovulasi: hormon estrogen;


2. Setelah ovulasi corpus luteum di ovarium memproduksi: hormon progesteron
Hormon-hormon ini mengontrol (beri jarak) kejadian siklus birahi di dalam
ovarium.
Tanda - tanda birahi pada sapi betina adalah :

1. ternak gelisah
2. sering berteriak
3. suka menaiki dan dinaiki sesamanya
4. vulva : bengkak, berwarna merah, bila diraba terasa hangat (3 A dalam
bahasa Jawa: abang, abuh, anget, atau 3 B dalam bahasa Sunda: Beureum,
Bareuh, Baseuh)
5. dari vulva keluar lendir yang bening dan tidak berwarna
6. nafsu makan berkurang
Gejala - gejala birahi ini memang harus diperhatikan minimal 2 kali sehari oleh
pemilik ternak.Jika tanda-tanda birahi sudah muncul maka pemilik ternak tersebut
tidak boleh menunda laporan kepada petugas inseminator agar sapinya masih dapat
memperoleh pelayanan Inseminasi Buatan (IB) tepat pada waktunya.Sapi dara
umumnya lebih menunjukkan gejala yang jelas dibandingkan dengan sapi yang telah
beranak.
        Waktu Melakukan Inseminasi Buatan (IB)
Pada waktu di Inseminasi Buatan (IB) ternak harus dalam keadaan birahi,
karena pada saat itu liang leher rahim (servix) pada posisi yang terbuka.
Kemungkinan terjadinya konsepsi (kebuntingan) bila diinseminasi pada periode-
periode tertentu dari birahi telah dihitung oleh para ahli, perkiraannya adalah :

 permulaan birahi : 44%


 pertengahan birahi : 82%
 akhir birahi : 75%
 6 jam sesudah birahi : 62,5%
 12 jam sesudah birahi : 32,5%
 18 jam sesudah birahi : 28%
 24 jam sesudah birahi : 12% 
        Faktor - Faktor Penyebab Rendahnya Kebuntingan
Faktor - faktor yang menyebabkan rendahnya prosentase kebuntingan
adalah :

1. Fertilitas dan kualitas mani beku yang jelek / rendah;


2. Inseminator kurang / tidak terampil;
3. Petani / peternak tidak / kurang terampil mendeteksi birahi;
4. Pelaporan yang terlambat dan / atau pelayanan Inseminator yang lamban;
5. Kemungkinan adanya gangguan reproduksi / kesehatan sapi betina.
Jelaslah disini bahwa faktor yang paling penting adalah mendeteksi birahi,
karena tanda-tanda birahi sering terjadi pada malam hari. Oleh karena itu petani
diharapkan dapat memonitor kejadian birahi dengan baik dengan cara:

 Mencatat siklus birahi semua sapi betinanya (dara dan dewasa);


 petugas IB harus mensosialisasikan cara-cara mendeteksi tanda-tanda birahi.
Salah satu cara yang sederhana dan murah untuk membantu petani untuk
mendeteksi , adalah dengan memberi cat diatas ekor, bila sapi betina minta kawin
(birahi) cat akan kotor / pudar / menghilang karena gesekan akibat dinaiki oleh betina
yang lain.
Penanganan bidang reproduksi adalah suatu hal yang rumit.Ia membutuhkan suatu
kerja sama dan koordinasi yang baik antara petugas yang terdiri atas dokter hewan,
sarjana peternakan dan tenaga menengah seperti inseminator, petugas pemeriksa
kebuntingan, asisten teknis reproduksi. Koordinasi juga bukan hanya pada bidang
keahlian tetapi juga pada jenjang birokrasi karena pelaksanaan Inseminasi Buatan
(IB) masih lewat proyek yang dibiayai oleh pemerintah sehingga birokrasi masih
memegang peranan yang besar disini.Koordinasi dari berbagai tingkatan birokrasi ini
yang biasanya selalu disoroti dengan negatif oleh para petugas lapang dan
petani.Keterbuakaan adalah kunci keberhasilan keseluruhan program ini.
        Sinkronisasi Birahi
Pada beberapa proyek pemerintah, seringkali inseminasi buatan dilaksanakan
secara crash-program dimana pada suatu saat yang sama harus dilaksanakan
Inseminasi padahal tidak semua betina birahi pada waktu yang bersamaan. Oleh
karena itu harus dilaksanakan apa yang disebut dengan sinkronisasi birahi.
Pada dasarnya, sinkronisasi birahi adalah upaya untuk menginduksi terjadinya birahi
dengan menggunakan hormon Progesteron.Preparatnya biasanya adalah hormon
sintetik dari jenis Prostaglandin PgF2a. Nama dagang yang paling sering ditemui di
Indonesia adalah Enzaprost F. Sinkronisasi birahi ini mahal biayanya karena harga
hormon yang tinggi dan biaya transportasi serta biaya lain untuk petugas lapang.
Cara apikasi hormon untuk penyerentakkan birahi adalah sebagai berikut :
 Laksanakan penyuntikan hormon pertama, pastikan bahwa :
Sapi betina resipien harus dalam keadaan sehat dan tidak kurus (kaheksia);
Sapi tidak dalam keadaan bunting, bila sapi sedang bunting dan penyerentakkan
birahi dilakukan maka keguguran akan terjadi.

 Laksanakan penyuntikan hormon kedua dengan selang 11 hari setelah


penyuntikan pertama;
 Birahi akan terjadi 2 sampai 4 hari setelah penyuntikan kedua.
        Prosedur Inseminasi Buatan adalah sebagai berikut:

1. Sebelum melaksanakan prosedur Inseminasi Buatan (IB)  maka semen harus


dicairkan (thawing) terlebih dahulu dengan mengeluarkan semen beku dari
nitrogen cair dan memasukkannya dalam air hangat atau meletakkannya
dibawah air yang mengalir. Suhu untuk thawing yang baik adalah 37oC. Jadi
semen/straw tersebut dimasukkan dalam air dengan suhu badan 37 oC,
selama 7-18 detik.
2. Setelah dithawing, straw dikeluarkan dari air kemudian dikeringkan dengan
tissue.
3. Kemudian straw dimasukkan dalam gun, dan ujung yang mencuat dipotong
dengan menggunakan gunting bersih
4. Setelah itu Plastic sheath dimasukkan pada gun yang sudah berisi semen
beku/straw
5. Sapi dipersiapkan (dimasukkan) dalam kandang jepit, ekor diikat
6. Petugas Inseminasi Buatan (IB)  memakai sarung tangan (glove) pada tangan
yang akan dimasukkan ke dalam rektum
7. Tangan petugas Inseminasi Buatan (IB) dimasukkan ke rektum, hingga dapat
menjangkau dan memegang leher rahim (servix), apabila dalam rektum
banyak kotoran harus dikeluarkan lebih dahulu
8. Semen disuntikkan/disemprotkan pada badan uterus yaitu pada daerah yang
disebut dengan 'posisi ke empat'. Setelah semua prosedur tersebut
dilaksanakan maka keluarkanlah gun dari uterus dan servix dengan perlahan-
lahan.
Transfer Embrio (TE)
Transfer embrio (TE) merupakan generasi kedua bioteknologi reproduksi setelah
inseminasi buatan (IB). Teknologi ini memiliki kelebihan dari ilmu reproduksi
lainnya seperti IB. Transfer embrio merupakan suatu proses, mulai dari pemilihan
sapi-sapi donor, sinkronisasi birahi, superovulasi, inseminasi, koleksi embrio,
penanganan dan evakuasi embrio, transfer embrio ke resipien sampai pada
pemeriksaan kebuntingan dan kelahiran. Transfer embrio memiliki manfaat ganda
karena selain dapat diperoleh keturunan sifat dari kedua tetuanya juga dapat
memperpendek interval generasi sehingga perbaikan mutu genetik ternak lebih cepat
diperoleh. Selain itu, dengan TE seekor betina unggul yang disuperovulasi kemudian
diinseminasi dengan sperma pejantan unggul dapat menghasilkan sekitar 40 ekor
anak sapi unggul dan seragam setiap tahun, bila dibandingkan dengan perkawinan
alam atau IB hanya mampu melahirkan 1 ekor anak sapi pertahun. Bahkan bisa
dibuat kembar identik dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan teknik
"Cloning". Teknologi TE juga dapat membuat jenis kelamin (jantan atau betina) anak
sapi yang diinginkan. Selama kurun waktu enam tahun, Puslit Bioteknologi - LIPI
bekerjasama dengan Peternakan Tri ‘S[ES][SQ] Tapos telah berhasil
mengembangkan penelitian dan telah memproduksi ± 500 embrio sapi potong dan
sapi perah dan sebagian sudah ditransfer ke sapi-sapi resipien dan lahir. Sejak tahun
1995 mulai disebar embrio beku sapi perah ke peternak di Bogor, Lembang dan
Garut dalam program bantuan Bapak Presiden (Banpres).
Tahun 1997 dimulai program membuat sapi unggul jenis "Brangus" khususnya
daerah Indonesia Timur (Lombok, NTB) dengan teknologi embrio transfer.
Bidang Pemakaian

 Industri peternakan sapi perah


 Industri penggemukan sapi potong
Kegunaan

 Penyediaan bibit ternak unggul yang seragam.


 Peningkatan produksi susu, kualitas daging dan pertumbuhan yang cepat
Tingkat Hasil R & D

 Teknologi transfer embrio untuk menghasilkan bibit unggul telah dikuasai


sejak tahun 1990 dengan kerjasama Peternakan Tri ‘S[ES][SQ] Tapos.
 Produksi susu dan kualitas daging dengan teknik transfer embrio telah dikaji
selama 5 tahun.
 Produksi embrio dan sperma beku sudah disebar dibeberapa daerah di
Indonesia
Bentuk yang dialihkan

 Bibit sapi unggul


 Embrio sapi perah dan sapi potong
 Sperma sapi perah dan potong (sperma jantan atau betina)
 Ilmu pengetahuan (training dan konsultasi) industri peternakan
Sasaran Mitra Usaha

 Industri pabrik pengolahan susu


 Industri pengemukan sapi potong (Feed loter)
 KUD
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
    Sistem perkawinan merupakan cabang ilmu yang membahas evaluasidari nilai
genetik ternak dalam negeri. Inbreading adalah perkawinan antar individu yang
masih memiliki hubungan keluarga. Outbreeding merupakan metode penyilangan
campuran yang bertujuan untuk mengahasilkan ternak yang berkualitas dalam hal ini
peningkatan produktivitas ternak itu sendiri. Terdapat macam-macam outbreeding,
yaitu crossbreeding atau biak silang, out cross, dan grading up.
3.2 Saran
    biak-luar sangat baik dilakukan untuk mendapat ternak yang berkualitas,
peningkatan penyilangan ini di sarankan dilakukan untuk meningkatkan kualitas gen
pada ternak-ternak.

Saduran prospek pembibitan sapi

1. 1. Pemilihan Bakalan Sapi Memilih Bibit Sapi Potong Unggul Untuk


Penggemukan Keberhasilan penggemukan sapi potong sangat tergantung
pada pemilihan bibit yang baik dan kecermatan selama pemeliharaan.
Bakalan yang akan digemukkan dengan pemberian pakan tambahan dapat
berasal dari sapi lokal yang dipasarkan di pasar hewan atau sapi impor yang
belum maksimal pertumbuhannya. Sebaiknya bakalan dipilih dari sapi yang
memiliki potensi dapat tumbuh optimal setelah digemukkan. Prioritas utama
bakalan sapi yang dipilih yaitu kurus, berusia remaja, dan sepasang gigi
serinya telah tanggal. Usaha penggemukan sapi bertujuan mendapatkan
keuntungan dari pertumbuhan bobot sapi yang dipelihara. Pertumbuhan dan
lama penggemukan itu ditentukan oleh faktor individu, ras (bangsa) sapi,
jenis kelamin, dan usia temak bakalan. | 1 Gambar 1. Bibit sapi lokal Yose
Elfiranto, SST
2. 2. Pemilihan Bakalan Sapi Usaha penggemukan sapi pedaging membutuhkan
modal utama, yaitu tersedianya bakalan yang memenuhi syarat secara
kontinu. Kemampuan petemak memilih dan menyediakan bakalan secara
berkelanjutan sangat menentukan laju pertumbuhan dan tingkat keuntungan
yang diharapkan. Laju pertumbuhan temak pada usaha penggemukan terletak
pada pemilihan bakalan. Bakalan itu harus dipilih dari sapi yang cepat besar.
Untuk sapi ongole, misalnya, dapat dipilih bakalan berbobot 250-300 kg
sehingga bobot yang diperoleh setelah digemukkan 70 hari dapat mencapai
lebih dari 400 kg. Menurut HBA Farming, banyak jenis sapi bakalan yang
dapat dipilih untuk digemukkam Berdasarkan asalnya, sapi dapat dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu sapi lokal dan sapi impor. Di dunia dikenal 3
kelompok sapi yang beranak pinak sebagai hewan ternak, yaitu sapi bali, sapi
zebu, dan sapi eropa. Sapi bali merupakan banteng (sapi yang hidup liar di
hutan) yang sudah didomestikasi. Keberadaan banteng [Bos sundaicus atau
Bos banteng) sampai sekarang masih dapat ditemukan di taman margasatwa
Pangandaran (Jawa Barat) dan Meru Betiri (Jawa Timur) serta Taman
Nasional Ujung Kulon (Banten). Sapi zebu atau sapi berpunuk (Bos indicus)
berkembang di | 2 Bakalan Lokal Yose Elfiranto, SST
3. 3. Pemilihan Bakalan Sapi India dan beberapa negara Asia. Ciri khas sapi
zebu adalah memiliki punuk di tengkuk dan gelambir (lipatan-lipatan kulit di
bawah leher dan perut). Sapi eropa domestik (temakan) yang berkembang di
Eropa dan negara-negara subtropis adalah keturunan sapi liar Aurochs (Bos
taurus atau Bos prim/genius}. Ciri khas sapi ini adalah berukuran sangat
besar, tinggi gelambir dapat mencapai 2 m, punggung datar, dan tidak
berpunuk.Kini ketiga kelompok sapi temakan itu telah beranak pinak dalam
berbagai ras (bangsa), baik melalui perkawinan sesama kelompok atau
antarkelompok (silang). Kawin silang dapat terjadi secara alami atau melalui
bantuan manusia. Ragam bangsa sapi ternakan yang ada dan berkembangbiak
sebagai binatang ternak dewasa ini adalah keturunan ketiga kelompok sapi
tersebut. Ketiga kelompok ternak sapi itu kini sudah berkembang di
Indonesia. Walaupun pada awalnya bukan berasal dari Indonesia tetapi sapi
sapi tersebut sudah berkembangbiak di Indonesia sehingga dikelompokkan
sebagai sapi lokal. Jenis sapi yang dominan dikembangkan masyarakat adalah
sapi ongole (keturunan sapi zebu dari India), sapi bali (keturunan langsung
banteng) dan sapi madura. Ketiga sapi ini termasuk sapi tropis dengan ciri
memiliki telinga panjang dan runcing. Beberapa | 3 Yose Elfiranto, SST
4. 4. Pemilihan Bakalan Sapi sapi subtropis dari Eropa juga telah berkembang di
Indonesia, terutama di dataran tinggi, seperti sapi FH, Simmental, dan
Aberden Angus (Sarwono, B., Harianto Bimo Arianto, 2001). Menurut
Shantosi, A (2012), dalam usaha ternak potong, baik itu untuk tujuan
pembibitan maupun penggemukan, faktor bibit atau bakalan sangat
menentukan keberhasilan usaha. Bibit atau bakalan yang memenuhi kriteria
yang ditentukan sesuai tujuan usaha akan memberikan hasil yang optimal.
Dalam usaha breeding (pembibitan), kualitas induk dan pejantan yang
digunakan sangat berpengaruh terhadap keturunan yang dihasilkan. Untuk itu
maka perlu dilakukan: 1. Pemilihan breed/bangsa pejantan dan betina yang
akan digunakan dalam breeding. Bangsa yang digunakan harus sesuai dengan
tujuan usaha, karena secara genetik, kemampuan ternak bervariasi. Misalnya
sapi untuk tujuan memproduksi daging, berbeda untuk tujuan kerja, tujuan
produksi susu dan sebagainya. 2. Melihat catatan silsilah/pedigree. Catatan
mengenai prestasi tetuanya: berat lahir, berat sapih, Average Daliy Gain
(ADG), berat umur 1 tahun,dll. | 4 Usaha Breeding (Pembibitan): Yose
Elfiranto, SST
5. 5. Pemilihan Bakalan Sapi 3. Penilaian bentuk luar (dengan judging). Dalam
judging, ada bagian-bagian tubuh ternak yang mendapat penilaian lebih tinggi
sesuai dengan tujuan. | 5 Gambar 2. Kualitas induk dilihat dengan judging
Pemilihan induk berdasarkan penampilannya: a. Berpostur tubuh baik b.
Ambing baik c. Bulu halus, mata bersinar d. Nafsu makan baik e. Tanda-
tanda berahi teratur f. Sehat dan tidak cacat g. Umur siap kawin (+ 2 tahun,
untuk ternak sapi) Yose Elfiranto, SST
6. 6. Pemilihan Bakalan Sapi Dalam usaha penggemukan, bakalan yang akan
digemukkan harus cocok untuk iklim tropis. Syarat-syarat bakalan yang baik
antara lain adalah: a. Umur: 1.5 – 2.5 tahun (laju pertumbuhan tinggi, efisien
b. Jenis kelamin: jantan lebih cepat pertumbuhannya daripada c. Kesehatan:
(sehat, kulit lentur dan bersih, mata bersinar, d. Kondisi fisik: (badan persegi
panjang, dada lebar dan dalam, temperamen tenang, kondisi sapi boleh kurus
tetapi sehat, pertumbuhan kompensasi) | 6 Pemilihan pejantan berdasarkan
penampilannya: a. Postur tubuh besar, dada lebar dan dalam b. Kaki kuat,
mata bersinar, c. Bulu halus d. Testis simetris dan normal e. Sex libidonya
tinggi (agresif) f. Responsif terhadap induk berahi g. Sehat dan tidak cacat h.
Umur dewasa ( >2 tahun,untuk ternak sapi) Usaha Fattening (Penggemukan)
dalam penggunaan pakan) betina nafsu makan baik) e. Bangsa: mudah
beradaptasi dan genetiknya baik. Yose Elfiranto, SST
7. 7. Pemilihan Bakalan Sapi Apabila menggunakan bakalan impor, maka
sebaiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Kandungan darah Bos
indicus 60% b. Berat badan sekitar 350 kg c. Jenis kelamin: jantan lebih baik
(steer lebih baik daripada Jenis sapi yang paling baik untuk digemukkan
adalah jenis Limosin dan Simmental. Untuk kedua jenis sapi tersebut
kenaikan berat badannya (ADG) bisa mencapai 1.5-2 kg/hari. Setelah kedua
jenis sapi tersebut sapi jenis lainnya adalah SIMPO dan LIMPO yang ADG-
nya mencapai 1-1.7 kg/hari. | 7 spayed heifer, cow) d. Sapi tanpa tanduk e.
Kesehatan sapi f. Berperangai baik, tidak liar, mudah dikendalikan g. Umur
18 – 30 bulan: konversi pakan baik h. Kondisi badan jangan terlalu gemuk
(ketebalan lemak) Cara Penggemukan Sapi yang Baik 1. Jenis Sapi yang
Digemukkan Yose Elfiranto, SST
8. 8. Pemilihan Bakalan Sapi Yang paling ideal untuk penggemukan adalah sapi
berumur 2-2.5 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut tulang-tulang
sapi sudah terbentuk secara sempurna sehingga proses penggemukan dapat
dilakukan secara efektif. Bagaimana mengetahui usia sapi? Secara fisik
pedagang-pedagang di pasar biasanya dapat mengetahui darpi gigi sapi
tersebut. Untuk usia 2 tahun biasanya gigi seroi sapi sudah berganti besar 2-4
buah (poel 2-4). Apabila lebih dari itu biasanya usia sapi sudah lebih dari 3
tahun.. Dalam pemilihan sapi selain usia, hal lain yang lebih penting adalah
masalah fisik sapi tersebut. Fisik sapi yang baik meliputi panjang tubuhnya,
tampilan depan dan belakang. | 8 Gambar 3. Sapi yang paling baik
digemukkan adalah Simmental 2. Umur dan Fisiologis Sapi Yose Elfiranto,
SST
9. 9. Pemilihan Bakalan Sapi Jangka waktu pemeliharaan ini tergantung dari
tujuan peternak, apakah akan memelihara untuk jangka pendek (3- 4 bulan)
ataukah hanya untuk tabungan sehingga akan dipelihara untuk jangka lama
(6-12 bulan). Jangka waktu pemeliharaan ini nantinya akan terkait dengan
umur sapi yang dipelihara. Untuk pemeliharaan jangka pendek, sebaiknya
peternak memilih jenis sapi limosin atau simetal usia 2-2.5 tahun yang
mempunyai bobot antara 350-500 kg. Biasanya untuk jenis tersebut dengan
pemeliharaan yang intensif mampu naik minimal 100 kg. Apabila peternak
memilih pemeliharaan jangka panjang maka sebaiknya memilih bibitan yang
agak lebih muda dan bobotnya antara 250-350 kg. Hal ini semata-mata
pertimbangan harga bibitan yang lebih murah. Pakan merupakan komponen
penting dalam proses penggemukan sapi. Jenis pakan yang dipakai adalah
campuran antara pakan hijauan dan konsentrat. Pakan jenis konsentrat
diberikan pagi dan sore hari masing-masing 10 kg per pemberian pakan.
Untuk hijauan biasanya jenis jerami dan rumput gajah (kolonjono).
Pemberian jerami | 9 3. Jangka Waktu Penggemukan 4. Jenis Pakan yang
Diberikan Yose Elfiranto, SST
10. 10. Pemilihan Bakalan Sapi mudah dan murah didapat. Pemberian jerami
diberikan agak banyak dan bila habis langsung diisi kembali. Jerami ini
sebelumnya difermentasi terlebih dahulu agar lebih bergizi untuk sapi.
Sedangkan utnuk hijauan hanya kadang-kadang Haryanto, G. S.Pt. (2012),
mengemukakan kegiatan usaha peternakan sapi potong dapat dikelompokkan
ke dalam beberapa aktivitas yang saling terkait, yaitu: Usaha sapi potong
sangat potensial dan menguntungkan apabila dilakukan dengan benar dan
pasar bagus. Faktor-faktor | 10 diberikan (Arlius, 2012). Gambar 4.
Pemberian Hijauan Lapang 1) Pelestarian (konservasi); 2) Pembibitan
(peningkatan mutu genetik); 3) Perkembangbiakan (CCO); dan 4)
Pembesaran (pengemukan). Yose Elfiranto, SST
11. 11. Pemilihan Bakalan Sapi yang harus diperhatikan agar bisa menjalankan
usaha pembibitan secara efisien dan menguntungkan adalah: (i) Pemilihan
bibit: bukan Final Stock (FS) sehingga hasil anaknya dan reproduksinya juga
bagus (S/C dan Calving Interval bagus); (ii) Managemen pakan: Pemberian
pakan seadanya akan mengakibatkan reproduksi ternak sapi kurang baik
sehingga menyebabkan sapi tidak bunting-bunting; (iii) Sistem perkawinan:
Pengaturan sistem perkawinan yang baik akan menghindari inbreeding
sehingga hasil anaknya berkualitas bagus; (iv) Manajemen Kesehatan; dan (v)
Manajemen Pemasaran. Menurut Siswanto, B (2014), hal yang paling penting
diperhatikan dalam budidaya peternakan yaitu tentang bibit sapi. Karena
biasanya orang yang akan memelihara sapi potong atau pedaging hampir
pasti akan membeli sapi yang masih muda dan bisa disebut sebagai bakalan
sapi dikarenakan bobotnya yang masih sedikit dan otomatis nilai karkas nya
juga tidak terlalu tinggi. Bibit sapi adalah sapi yang berusia kurang lebih satu
tahun dan dipelihara dengan tujuan untuk digemukkan. Karena setelah
digemukkan bobot sapi meningkat drastis dan nilai karkas nya juga terangkat.
| 11 Yose Elfiranto, SST
12. 12. Pemilihan Bakalan Sapi Penting bagi kita semua mengetahui gambaran
bagaimana sapi bakalan yang baik. Karena sekali kita salah maka akan
berpengaruh juga pada harga jual setelah digemukkan nanti. 1. Bedakan jenis
kelamin sapi terlebih dahulu. 2. Perhatikan proporsi badan dari samping,
depan, belakang 3. Carilah yang berkepala besar namun tetap seimbang
dengan 4. Leher yang besar kuat dan tebal bergelambir. 5. Perhatikan
punggung, pastikan punggung sapi lurus sejajar | 12 Gambar 5. Bibit Sapi
Sumbawa Ongole Yang Sedang Digemukkan Memilih Bibit Sapi Unggul dan
kesempurnaanya. badannya. dan tidak melengkung/bengkok. 6. Mulut harus
datar, bahasa lainnya "papak". Yose Elfiranto, SST
13. 13. Pemilihan Bakalan Sapi 7. Lihat bagian perut dan tulang rusuknya,
usahakan tulang rusuk tidak terlalu melengkung kedalam sehingga terkesan
kurang berisi. 8. Pastikan jumlah testis sapi jantan dan puting sapi betina.
Sapi jantan memiliki dua testi, sapi betina memiliki empat buah puting. 9.
Besar pangkal ekor ke ujung ekor mempunyai besar ukuran Menurut
Hardjosubroto (1994) menyatakan bahwa seleksi adalah tindakan memilih
sapi yang mempunyai sifat yang dikehendaki dan membuang sapi yang tidak
mempunyai sifat yang dikehendaki. Oleh karena itu, dalam melakukan seleksi
harus ada kriteria yang jelas tentang sifat apa yang akan dipilih, bagaimana
cara mengukurnya dan berapa standar minimal dari sifat yang diukur tersebut.
Untuk dapat memperoleh peningkatan mutu genetik pada generasi berikutnya
dari sapi-sapi hasil seleksi, maka harus ditentukan sifat apa yang akan
diseleksi. Sifat seleksi yang dipilih harus yang bersifat menurun dan biasanya
berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai, yaitu sifat-sifat yang bernilai
ekonomis tinggi. | 13 yang tidak berbeda jauh. 10. Kaki tidak pincang dan
besar kokoh. Pengertian Seleksi Secara Umum Yose Elfiranto, SST
14. 14. Pemilihan Bakalan Sapi Penjelasan lebih lengkap tentang sifat-sifat yang
biasanya digunakan sebagai dasar seleksi, dijelaskan dalam buku "aplikasi
pemuliabiakan ternak di lapangan " karangan Wartomo Hardjosubroto
(1994). Febrina, L., S. Pt. (2012), mengemukakan beberapa ciri-ciri tubuh
luar sapi yang dapat langsung dilihat, dapat digunakan sebagai salah satu
kriteria awal atau kriteria pelengkap dalam melakukan seleksi, misalnya: 1.
Kesesuaian warna tubuh dengan bangsanya. Sapi PO harus berwarna putih,
sapi Madura harus berwarna coklat, sapi Bali betina harus berwarna merah
bata dan yang jantan saat telah dewasa berwarna hitam. | 14 Gambar 6.
Penyeleksian bakalan harus ada kriteria Yose Elfiranto, SST
15. 15. Pemilihan Bakalan Sapi 2. Keserasian bentuk dan ukuran antara kepala,
leher dan 3. Tingkat pertambahan dan pencapaian berat badan ternak 4.
Ukuran minimal tinggi punuk/gumba pada sapi potong calon bibit (indukan
dan pejantan), mengacu pada stándar bibit populasi setempat, regional atau
Nasional. 5. Tidak tampak adanya cacat tubuh yang dapat menurun, baik
yang dominan (terjadi di sapi yang bersangkutan) maupun yang resesif (tidak
terjadi di sapi yang bersangkutan, tetapi terjadi di sapi tetua dan atau di sapi
keturunannya). 6. Untuk pejantan, testes sapi umur di atas 18 bulan harus
simetris (bentuk dan ukuran yang sama antara scrotum kanan dan kiri),
menggantung dan mempunyai ukuran lingkaran terpanjangnya lebih dari 32
cm (32-37 cm). 7. Kondisi sapi sehat yang ditunjukkan dengan mata yang
bersinar, gerakannya lincah tetapi tidak liar dan tidak menunjukkan tanda-
tanda kelainan pada organ reproduksi luar, serta bebas dari penyakit menular
terutama yang dapat disebarkan melalui aktifitas reproduksi. 8. Seleksi dapat
dilakukan pada saat sapi umur sapih (205 hari), umur muda (365 hari) dan
atau umur dewasa (2 tahun), tergantung pada kriteria seleksinya. Untuk | 15
tubuh ternak. pada umur tertentu yang tinggi. Yose Elfiranto, SST
16. 16. Pemilihan Bakalan Sapi menentukan/mendapatkan besaran patokan
minimal suatu kriteria seleksi, dapat dihitung dari rata-rata ukuran kriteria
yang dimaksud dipopulasi (sapi dengan umur yang sama yang ada di daerah
sekitar peternak atau di populasinya), dan atau ditambah sedikitnya satu
standar deviasi Menurut Aribran (2013), dalam pemelihan bibit ternak 1.
Mulut dicari yang datar/papak 2. Kepala diusahakan yang besar sesuai
dengan badannya dan | 16 sapi ada beberapa ciri yaitu: Gambar 7. Leher besar
dan bergelambir bangsa 3. Leher besar dan bergelambir terutama yang jantan
4. Punggung dipilih yang datar jangan yang melengkung Yose Elfiranto, SST
17. 17. Pemilihan Bakalan Sapi 5. Ekor kalau jenis dari sapi sub tropis dari
pangkal ekor 6. Ekor untuk sapi tropis biasanya lebih atau keadaannya merit
7. Perut diusahakan pilih yang iganya/tulang rusuk jangan 8. Kaki dicari yang
tegak dan besar 9. Alat kelamin/reproduksi jantan (testis ada 2 buah ) betina
4. Melihat bentuk ambing apabila ternak tersebut sapi perah 5. Informasi
tentang silsilah ternak tersebut menggunakan recording (catatan ternak)
diusahakan beli bibit jangan inbriding (minimal sampai keturunan yang ke 6)
Berdasarkan Direktorat Pembibitan Ternak (2012), untuk menentukan
identifikasi ternak yang akan dilakukan dalam Uji Performan harus mengikuti
persyaratan sebagai berikut: | 17 sampai ujung besarnya hampir sama terlalu
melengkung lengkap (ambing besar puting ada 4 buah) Selain tersebut diatas
yang perlu diperhatikan yaitu: 1. Menentukan umur (bisa melihat gigi) 2.
Membedakan jenis kelamin 3. Melihat bentuk badan (dari atas,depan dan
samping) Kriteria Seleksi Performance Sapi Potong Yose Elfiranto, SST
18. 18. Pemilihan Bakalan Sapi a. Ternak yang dipilih untuk program ini yang
diutamakan b. Ternak yang dipilih adalah sapi induk yang memenuhi kriteria
sesuai dengan standar pada bangsanya masing – masing. c. Semua ternak
yang ikut dalam kegiatan ini diberikan d. Dilakukan pencatatan antara lain :
bangsa, umur dan jenis kelamin, identitas ternak, catatan kelahiran, silsilah,
berat badan, tinggi gumba/punuk, lingkar dada, panjang badan, nama dan
alamat peternak. Menurut Todingan (2011), pemilihan calon bibit ternak
perlu mengetahui kriteria pemilihan sapi dan pengukuran sapi, sebab pada
saat peternak melakukan pemilihan diperlukan pengetahuan, pengalaman dan
kecakapan yang cukup diantaranya adalah sebagai berikut: Setiap peternak
yang akan memelihara, membesarkan ternak untuk dijadikan calon bibit
pertama-tama harus memilih bangsa sapi yang paling disukai atau telah
popular, baik jenis import maupun lokal. Kita telah mengetahui bahwa setiap
bangsa sapi memiliki sifat genetik yang | 18 sapi potong murni. identitas
berupa nomor/tanda atau pemasangan ear tag. 1. Bangsa dan Sifat Genetik
Yose Elfiranto, SST
19. 19. Pemilihan Bakalan Sapi berbeda satu dengan yang lain, baik mengenai
daging ataupun kemampuan dalam beradaptasi terhadap lingkungan
sekitarnya dalam hal beradaptasi dengan lingkungan ini antara lain
penyesuaian iklim dan pakan, berpangkal dari sifat genetik suatu bangsa sapi
yang bisa diwariskan kepada keturunannya, maka bangsa sapi tertentu harus
dipilih oleh setiap peternak sesuai dengan tujuan dan kondisi setempat,
pemilihan ini memang cukup beralasan sebab peternak tidak akan mau
menderita kerugian akibat faktor lingkungan yang tidak menunjang. Beberapa
jenis bangsa sapi potong yaitu: Ongole, Peranakan Ongole, Brahman,
Limousine, Simmental, Angus, Brangus, Bali, Madura, Chorolais dan Santa
Gertrudis. Untuk mengetahui kesehatan sapi secara umum, peternak bisa
memperhatikan keadaan tubuh, sikap dan tingkah laku, pernapasan, denyut
jantung, pencernaan dan pandangan. a. Sapi sehat, keadaan tubuh bulat berisi,
kulit lemas. | 19 2. Kesehatan 1) Keadaan tubuh Yose Elfiranto, SST
20. 20. Pemilihan Bakalan Sapi b. Tidak adanya eksternal parasit pada kulit dan
bulunya, tidak ada tandatanda kerusakan dan kerontokan pada bulu (licin dan
mengkilat). a. Sapi sehat tegap. b. Keempat kaki memperoleh titik berat
sama. c. Sapi peka terhadap lingkungan . d. Bila diberi pakan, mulut akan
dipenuhi pakan. e. Cara minum panjang. f. Sapi yang terus menerus tiduran
memberikan kesan bahwa sapi tersebut sakit atau mengalami kelelahan. a.
Sapi sehat bernafas dengan tenang dan teratur, kecuali ketakutan, kerja berat,
udara panas dan sedang tiduran lebih cepat. b. Jumlah pernafasan: Anak sapi
30/menit, Dewasa 10- | 20 c. Selaput lendir dan gusi berwarna merah muda.
d. Ujung hidung bersih, basah dan dingin. e. Kuku tidak terasa panas dan
bengkak bila diraba. f. Suhu tubuh anak 39,5 C – 40 C. 2) Sikap dan tingkah
laku 3) Pernafasan 30/menit. 4) Pencernaan. Yose Elfiranto, SST
21. 21. Pemilihan Bakalan Sapi a. Sapi sehat memamah biak dengan tenang
sambil b. Setiap gumpalan pakan di kunyah 60-70 kali. c. Sapi sehat nafsu
makan dan minum cukup besar. d. Pembuangan kotoran dan kencing berjalan
lancar e. Bila gangguan pencernaan, gerak perut besar a. Sapi sehat
pandangan mata cerah dan tajam. b. Sapi sakit pandangan mata sayu. c.
Bentuk atau ciri luar sapi berkorelasi positif terhadap faktor genetik seperti
laju pertumbuhan, mutu dan hasil akhir (daging). Bentuk atau ciri sapi potong
yang baik, sebagai berikut: a. Ukuran badan panjang dan dalam, rusuk
tumbuh panjang yang memungkinkan sapi mampu menampung jumlah
makanan yang banyak. b. Bentuk tubuh segi empat, pertumbuhan tubuh
bagian depan, tengah dan belakang serasi, garis badan atas dan bawah sejajar.
| 21 istirahat/ tiduran. berhenti atau cepat sekali. f. Proses memamah biak
berhenti. 5) Pandangan mata. c. Paha sampai pergelangan penuh berisi
daging. d. Dada lebar dan dalam serta menonjol ke depan. Yose Elfiranto,
SST
22. 22. Pemilihan Bakalan Sapi a. Penilaian dilakukan pada jarak 3,0-4,5m. b.
Perhatikan kedalaman tubuhnya, keadaan lutut, a. Penilaian dilakukan pada
jarak + 3,0 m b. Perhatikan kelebaran pantat kedalaman otot, b. Perhatikan
bentuk dan ciri kepalanya kebulatan bagian rusak, kedalaman dada dan
keadan pertulangan serta keserasian kaki depan Penilaian untuk menentukan
tingkat dan kualitas akhir melalui perabaan yang dirasakan melalui ketipisan,
kerapatan, serta perlemakannya. Bagian-bagian daerah perabaan pada
penilaian (judging) ternak sapi. | 22 e. Kaki besar, pendek dan kokoh. 6)
Pandangan dari samping kekompakan bentuk tubuh. 7) Pandangan Belakang
kelebaran dan kepenuhannya 8) Pandangan Depan a. Penilaian pada jarak +
3,0 m 9) Perabaan Yose Elfiranto, SST
23. 23. Pemilihan Bakalan Sapi a. Bagian rusuk b. Bagian Tranversusprocessus
pada tulang belakang c. Bagian pangkal ekor d. Bagian bidang bahu
Pemilihan terhadap bibit sapi potong meliputi: Sifat kualitatif dan kuantitatif
Sifat Kualitatif meliputi: 1) Mempunyai tanda telinga, artinya pedet tersebut |
23 a. Warna bulu jantan dan betina b. Bentuk tanduk jantan dan betina c.
Bentuk tubuh jantan dan betina Sifat Kuantitatif meliputi: a. Berat badan
jantan dan betina b. Tinggi gumba jantan dan betina c. Umur jantan dan
betina d. Lingkar dada jantan dan betina e. Lebar dada jantan dan betina f.
Panjang badan jantan dan betina g. Lingkar skrotum jantan Syarat ternak
yang harus diperhatikan adalah: telah terdaftar dan lengkap silsilahnya. Yose
Elfiranto, SST
24. 24. Pemilihan Bakalan Sapi 2) Matanya tampak cerah dan bersih. 3) Tidak
terdapat tanda-tanda sering butuh, terganggu pernafasannya serta dari hidung
tidak keluar lendir. 4) Kukunya tidak terasa panas bila diraba. 5) Tidak
terlihat adanya eksternal parasit pada kulit 6) Tidak terdapat adanya tanda-
tanda mencret pada 7) Tidak ada tanda-tanda kerusakan kulit dan 8) Pusarnya
bersih dan kering, bila masih lunak dan tidak berbulu menandakan bahwa
pedet masih berumur kurang lebih dua hari. Untuk menghasilkan daging,
pilihlah tipe sapi yang cocok yaitu jenis sapi Bali, sapi Brahman, sapi PO,
dan sapi yang cocok serta banyak dijumpai di daerah setempat. Ciri-ciri sapi
potong tipe pedaging adalah sebagai berikut: 1) tubuh dalam, besar,
berbentuk persegi empat/bola. 2) kualitas dagingnya maksimum dan mudah |
24 dan bulunya. bagian ekor dan dubur. kerontokan bulu. dipasarkan. 3) laju
pertumbuhannya relatif cepat. Yose Elfiranto, SST
25. 25. Pemilihan Bakalan Sapi Sukandi (2013), menyatakan pejantan yang baik
memiliki ciri: 1) Bentuk tubuh: besar kuat dan sehat, ukuran perut 2) Bentuk
kepala: besar pendek dan lebih besar 3) Pungung: lurus kuat dan lebar,
pinggangnya lebar 4) Tulang rusuk: jarak antar rusuk lebar, ukuran rusuk 5)
Paha: rata antara kedua paha tersebut juga cukup | 25 4) efisiensi bahannya
tinggi. dan lingkar dada lebar daripada betina besar dan panjang terpisah 6)
Kaki: kuat terlebih kaki belakang Yose Elfiranto, SST
26. 26. Pemilihan Bakalan Sapi Aribran. 2013. Cara Memilih Bibit Ternak Sapi
Potong. Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat. http://www.
sumbarprov.go.id/read/99/12/14/59/79mengenal sumbar /berita-terkini/607-
cara-memilih-bibit-ternak-sapi-potong. Arlius. 2012. Cara Penggemukan Sapi
yang Baik. http://cara-ternak- Direktorat Pembibitan Ternak. 2012. Pedoman
Pelaksanaan Uji Performan Sapi Potong. Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan. Kementerian Pertanian Febrina, L., S. Pt. 2012. Pemilihan
Bibit Sapi Potong. Kementerian Pertanian Badan Penyuluhan dan
Pengembangan Sumber Daya manusia Pertanian.
http://cyber.kamarasta.web.id/materilokalita/detail/6473 Hardjosubroto, W.
1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta: Grasindo, 1994
xvi, 284 hlm. 23 cm Haryanto, G. S.Pt. 2012. Prospek Pembibitan Sapi.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian
Indonesia. http://bibit.ditjennak.deptan.go.id /index.php/blog/
read/berita/prospek-pembibitan-sapi Sarwono, B., Harianto Bimo Arianto,
2001, Penggemukan Sapi Shantosi, A. 2012. Seleksi dan Pemilihan
Bibit/Bakalan Pada Usaha Ternak Potong. http://shantozone.wordpress.
com/2012/01/07/seleksi-dan-pemilihan-bibit-bakalan-pada- | 26 DAFTAR
PUSTAKA html sapi.blogspot.com/2012/01/cara-penggemukan-sapi- yang-
baik.html Potong Secara Cepat, Jakarta : Penebar Swadya, usaha-ternak-
potong/ Yose Elfiranto, SST
27. 27. Pemilihan Bakalan Sapi Siswanto, B. 2014. Memilih Bibit Sapi Potong
Yang Baik. Sukandi. 2013. Dasar Seleksi Performance Pada Ternak Bibit
Sapi Potong. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin Makssar. 2013
Todingan, Lambe. 2011. Pemilihan Dan Penilaian Ternak Sapi Potong Calon
Bibit. http:// disnaksulsel.info/index.php? option=com_docman& task
=doc_download&gid=23& Itemid=9 | 27
http://www.usahaternak.com/2014/05/memilih-bibit-sapi- potong-yang-
baik.html Yose Elfiranto, SST

Anda mungkin juga menyukai