Anda di halaman 1dari 3

Karakterisitk Ayam Kalosi

Ayam kalosi adalah ayam hasil rekayasa genetik yang pernah dilakukan di Sulawesi Selatan
dan telah dijadikan sebagai Ayam Buras, namun karena tidak dilakukan pemurnian secara
terus-menerus, sekarang jenis ayam buras ini sudah tidak terdengar gaung nya di sul-sel.
Ayam ini diproduksi oleh peternakan Fauna Mulia Jaya yang ikut berpartipasi melalui
pengembangan ayam buras secara intensif dan seleksi bibit secara kontinyu.

Pemeliharaan ayam buras secara intensif yang disertai persilangan antar ras dimulai sejak
tahun 1993. Salah satu tantangan yang dihadapi dalam pengembangan ayam buras di Sul-
Sel adalah belum adanya pusat-pusat pembibitan yang mampu menyediakan ayam buras
berkualitas.

Bibit unggul ayam buras yang khas di Sulawesi Selatan yaitu:

1. Kalosi Pute (ayam putih)


2. Kalosi Lontong (ayam hitam)
3. Karame Pute (ayam karame putih)

Ayam Kalosi adalah strain ayam lokal  yang dikembangkan sekitar tahun 1990-an oleh
Pemerintah Sulawesi Selatan untuk meningkatkan kualitas genetik dan produktifitas ayam
setempat.
Ayam lokal yang dikembangkan meliputi 3 galur sekaligus, yaitu: Kalosi Lotong (hitam),
Kalosi Pute (putih) dan Karame Pute (Wido-Putih). Pengembangan strain ayam lokal ini sangat
didukung oleh Gubernur Sulawesi Selatan kala itu (HZB Palaguna), sehingga strain ini sering
pula disebut dengan nama “Ayam Gubernur”.
Pembentukan strain ayam Kalosi ini tergolong rumit dan melibatkan beberapa indukan
ayam lokal yang memiliki sifat-sifat khusus seperti ayam Kampung, Arab Silver, Bangkok, Kedu
Hitam, Leghorn Putih dan lain-lain. Indukan ayam yang berbeda varietas ini kemudian
dikawinkan satu sama lain.
Tahap awal dilakukan dengan seleksi ayam lokal unggulan dari Sulawesi Selatan. Setelah
itu, dilakukan kawin silang (Grading Up) dengan ayam ras putih (Leghorn ?), ayam Bangkok dan
ayam Kedu Hitam. Proses kawin silang ini dilakukan sampai generasi ke-4 (F4) bahkan hingga
generasi ke 6 (F6) untuk memperoleh galur baru yang stabil dan murni.
Proses kawin silang ayam lokal dengan ayam introduksi ternyata berhasil meningkatkan
performans turunannya. Ayam kalosi lebih cepat bertelur (135-150 hari) dibanding ayam
kampung (paling cepat 150 hari) dan masa bertelur juga cukup panjang. Pada umur 24-30 bulan
ayam kalosi masih dapat menghasilkan telur sekitar 30% Hen Day.
Pertumbuhan ayam kalosi lebih cepat dibandingkan ayam kampung, pada umur 3 bulan
bobot ayam kalosi telah mencapai 900 g (karame pute), 850 g untuk kalosi pute, dan 800 g untuk
kalosi lotong. Ketiganya cukup prospektif dikembangkan sebagai ayam potong terutama karame
pute, selain sebagai ayam petelur.
Produksi telur rata- rata per tahun sekitar 170 butir untuk kalosi lotong, 180 butir untuk
kalosi pute dan 160 butir untuk karame pute. Produksi telur tersebut masih lebih tinggi dibanding
ayam kampung yang hanya mencapai 115 butir/tahun (yang digunakan sebagai pembanding).
Produksi telur ayam ras dapat mencapai 259 butir/tahun dan ayam kedu 215 butir/tahun,
tetapi tidak digunakan sebagai pembanding. Ayam tersebut diperbaiki mutu genetiknya hanya
untuk meningkatkan jumlah telur ayam kampung (lokal) tetapi performans telur tetap seperti
telur ayam  kampung.
Sebagai ayam petelur, ukuran telur, bentuk, warna kulit telur, dan warna serta ukuran
kuning telur ayam kalosi cukup memenuhi selera konsumen lokal yang selama ini terbiasa
mengkonsumsi telur ayam kampung.
Sumber: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP).2011.Performans ayam Kalosi di
Sulawesi Selatan.  Dinas Peternakan Sulawesi Selatan.

Ayam Kalosi adalah jenis ayam lokal yang dikembangkan di Indonesia sekitar tahun


1990-an oleh Pemerintah Sulawesi Selatan untuk meningkatkan kualitas genetik dan
produktifitas ayam lokal yang dikata pemerintah kondisinya kurang dilestarikan dan
ditakutkan menghilang dan punah.

Ayam kalosi yang dikembangkan oleh pemerintah Sulawesi, tepatnya Gubernur


Sulawesi Selatan kala itu (HZB Palaguna) terdiri atas 3 jenis, yaitu: Kalosi Lotong
(hitam), Kalosi Pute (putih) dan Karame Pute (Wido-Putih). Kadang ayam ini juga
disebut ayam gubernur oleh kalangan tertentu.
Ayam sentul-Ditjennak.pertanian.go.id
Uniknya, pengembangan ayam kalosi melibatkan ayam Kampung, Arab Silver,
Bangkok, Kedu Hitam, Leghorn Putih dan lain-lain yang memiliki sifat sifat khusus
sehingga pembentukan strain ayam Kalosi ini tergolong rumit. Ditambah, persilangan
ayam lokal dengan import seperti Bangkok leghorn dan ayam arab.

Proses kawin silang ayam lokal dengan ayam introduksi ternyata berhasil meningkatkan
performans turunannya yang kita kenal dengan ayam kalosi. Ayam kalosi lebih cepat
bertelur (135-150 hari) dibanding ayam kampung (paling cepat 150 hari) dan masa
bertelur juga cukup panjang. Pada umur 24-30 bulan ayam kalosi masih dapat
menghasilkan telur sekitar 30% Hen Day.

Tidak hanya produksi telur, pertumbuhan ayam kalosi lebih cepat dibandingkan ayam
kampung, pada umur 3 bulan bobot ayam kalosi telah mencapai 900 g (karame pute),
850 g untuk kalosi pute, dan 800 g untuk kalosi lotong. Ketiganya cukup prospektif
dikembangkan sebagai bibit ayam potong lokal unggul terutama karame pute.

Kalosi tergolong tipe dwiguna, bisa dijadikan ayam potong dan ayam petelur. Produksi
telur rata- rata per tahun sekitar 170 butir untuk kalosi lotong, 180 butir untuk kalosi pute
dan 160 butir untuk karame pute. Produksi telur tersebut masih lebih tinggi dibanding
ayam kampung yang hanya mencapai 115 butir/tahun, namun masih kalah dengan
produksi telur ayam ras dapat mencapai 259 butir/tahun dan ayam kedu 215
butir/tahun.

Anda mungkin juga menyukai