PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Ketersediaan pakan hijauan yang cukup dengan nutrisi yang baik dan
dalam
keberhasilan
pengembangan
ternak
ruminansia.
Hijauan
merupakan pakan utama ternak ruminansia tersedia secara melimpah pada musim
hujan namun demikian akan menurun produksinya pada musim kemarau.
Pemenuhan kebutuhan hijauan merupakan hal yang selalu menjadi masalah
terutama di wilayah Nusa Tenggara Barat, hal ini disebabkan karena lahan
peternakan yang sudah mulai sempit serta faktor iklim dimana produksi
hijauannya pada musim hujan tinggi dan melimpah namun akan terjadi penurunan
produksi pada musim kemarau sehingga keadaan ini menyulitkan peternak untuk
memenuhi kebutuhan ternak mereka.
Melihat kondisi dan masalah di atas maka perlu dilakukan sebuah terobosan
yaitu dengan cara teknologi konservasi (pengawetan). Teknologi ini bertujuan
untuk mengawetkan kelebihan hijauan pada musim hujan sehingga kebutuhan
ternak ruminansia dapat terpenuhi pada musim kemarau.
Salah satu konservasi yang sudah dikenal yaitu teknologi silase dimana
teknologi ini bertujuan untuk mengawetkan hijauan serta mencegah kehilangan
nutrisi hijauan melalui proses fermentasi mikroba secara anaerob. Pengawetan ini
memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan teknologi konservasi yang lain.
kelebihan silase diantaranya yaitu hijauan tidak mudah rusak oleh hujan pada
waktu dipanen, tidak banyak daun yang terbuang, silase umumnya lebih mudah
dicerna dibandingkan hay dan karoten dalam hijauan lebih terjaga dengan dibuat
silase dibanding hay.
1.2.
Rumusan Masalah
1.3.
II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Silase
2.2.
2.2.1. Respirasi
Sebelum sel-sel di dalam tumbuhan mati atau tidak mendapatkan
oksigen, maka mereka melakukan respirasi untuk membentuk energi yang di
2.2.2. Fermentasi
Setelah kadar oksigen habis , maka proses fermentasi di mulai.
Fermentasi adalah menurunkan kadar pH di dalam bahan baku silase sampai
dengan kadar pH dimana tidak ada lagi organisme yang dapat hidup dan
berfungsi di dalam silo. Penurunan kadar pH ini dilakukan oleh lactic
acid (asam laktat ) yang di hasilkan oleh bakteri Lactobacillus. Lactobasillus
itu sendiri sudah berada didalam bahan baku silase, dan dia akan tumbuh dan
berkembang dengan cepat sampai bahan baku terfermentasi. Bakteri ini akan
mengkonsumsi karbohidrat untuk kebutuhan energinya dan mengeluarkan
asam laktat. Bakteri ini akan terus memproduksi asam laktat dan menurunkan
kadar pH di dalam bahan baku silase sampai pada tahap kadar pH yang
rendah, dimana tidak lagi memungkinkan bakteri ini beraktivitas, sehingga
silo berada pada keadaan stagnant, atau tidak ada lagi perubahan yang terjadi,
dan bahan baku silase berada pada keadaan yang tetap. Keadaan inilah yang
di sebut keadaan terfermentasi, dimana bahan baku berada dalam keadaan
tetap , yang disebut dengan menjadi awet. Pada keadaan ini maka silase dapat
di simpan bertahun-tahun selama tidak ada oksigen yang menyentuhnya.
2.3.
Fase I
Respirasi sel,
produksi
CO2, panas
dan air
Perubahan
suhu 20,60C
Perubahan pH
6,0 6,5
Umur silase
1 hari
2.4.
Fase II
Produksi
asam asetat,
asam laktat
dan etanol
32,20C
Fase III
Pembentukan
asam laktat
5,0
Bakteri
asam asetat
asam laktat
2 hari
Bakteri asam
laktat
4 hari
Fase IV
Pembentukan
asam laktat
Fase V
Penyimpana
n material
Fase VI
Dekomposisi
aerob saat
silo dibuka
28,90C
28,90C
4,0
7,0
Bakteri asam
laktat
Aktivitas
ragi dan
jamur
21 hari
dampak negatif
terhadap
produksi
lemak
susu dan
timbulnya dislokasi abomasums pada sapi perah karena faktor awal yang tidak
memadai.
Memotong hijauan pakan ternak terlalu panjang juga dapat mengakibatkan
silase sulit untuk memadat, serta udara akan terperangkap di dalam silase yang
pada akhirnya mengakibatkan pemanasan dan penurunan kualitas. Pemotongan
secara berulang secara umum tidak disarankan, kecuali jika kondisi bahan silase
terlalu kering.
2.4.3. Pengisian, pembungkusan, dan penutupan
Proses pemanenan dan pengisian silo harus dilakukan secepat mungkin.
Penundaan pengisian akan berakibat pada terjadinya proses respirasi yang
berlebih dan meningkatkan loss hasil silase. Pembungkusan dilakukan sesegera
mungkin pada saat akan menyimpan silase di bunker silo. Setelah diisi, silo
harus ditutup rapat dengan bungkus kedap udara untuk menghindari penetrasi
udara dan air hujan ke dalam silase. Plastik berkualitas baik yang dibebani
menggunakan ban umumnya akan menghasilkan penutupan yang memadai.
2.5.
Berdaun lebar.
Berbatang tebal.
2.5.2. Starter
Pada proses pembuatan silase ada bermacam-macam starter yang dapat
digunakan, seperti dedak jagung, dedak padi, molases, gula pasir dan gula
merah. Starter yang berbeda dapat menghasilkan kualitas kimiawi silase yang
berbeda. Masing-masing karbohidrat fermentable mempunyai kelebihan dan
kekurangan pada komposisi gizinya sehingga kualitas yang dihasilkan berbeda
diantaranya kadar air, pH dan kualitas silase.
Penggunaan starter dedak padi dan molasses memberikan bau asam dan
lebih baik dibandingkan dengan jenis lain hal ini disebabkan karena molasses
mengandung karbohidrat (sukrosa) yang merupakan golongan disakarida.
Mikroba akan menghasilkan asam laktat yang menyebabkan pH rendah dan
bau asam yang dihasilkan berasal dari bakteri asam laktat tersebut.
Silase dengan penambahan dedak padi, gula merah dan gula pasir
menghasilkan bau yang tidak asam. Hal ini disebabkan Karena dedak padi
mengandung SK 11,6% dan BETN 48,3% yang menyebabkan karbohidrat
yang diurai oleh bakteri asam laktat untuk memproduksi asam laktat agak
lambat sehingga menyebabkan pH tinggi dan bau tidak asam berasal dari
kurangnya pasokan Bakteri Asam Laktat (BAL) untuk meningkatkan pH.
Penambahan starter
molasses dan gula pasir menghasilkan warna coklat muda dan coklat tua.
Penambahan stater ini bertujuan untuk mempercepat proses anaerob sehingga
bakteri penghahasil asam laktat memanfaatkan karbohidrat mudah larut ini
untuk menurunkan pH silase sehingga menjadikan warna silase rumput Raja
menjadi warna coklat muda dan coklat tua. Laconi (1997) menyatakan bahwa
Kriteria silase yang baik yaitu warna seragam kecoklatan atau hijau layu.
Penambahan starter dedak jagung, gula merah dan molasses tidak
menghasilkan jamur namun pada dedak padi dan gula pasir menghasilkan
sedikit jamur. McDonald (1981) menyatakan bahwa salah satu tujuan
penambahan akselerator dalam proses ensilase adalah untuk menghambat
pertumbuhan jamur tertentu.
2.6.
Setelah penuh silo ditutup dengan plastik lalu diberi beban diatasnya
berupa ban bekas atau karung berisi pasir.
Silase yang baru diambil dari silo tidak boleh langsung diberikan kepada
ternak.
Umumnya silase yang diambil pagi hari, diberikan sore hari atau hari
berikutnya.
Pemberian silase dilakukan secara bertahap, sedikit demi sedikit, agar sapi
dapat beradaptasi dengan makanan yang baru.
kandungan total
asam
(DP 5%),
(DP 3%)
silase dapat
berpengaruh
dan dapat
10
III
KESIMPULAN
HMT ternak yang telah dipanen dilayukan 1 hari untuk menurunkan kadar air
sekitar 80% menjadi 60%-70%.
Usahakan pengisian silo sampai penuh dan dilakukan dengan cepat, semakin
cepat pengisian silo kualitas silase akan semakin baik.
Setelah penuh silo ditutup dengan plastik lalu diberi beban diatasnya berupa
ban bekas atau karung berisi pasir.
11
DAFTAR PUSTAKA
Hartati, Erna. 2010. Bahan Ajar Mandiri Teknologi Pengolahan Pakan. Fakultas
Peternakan
Hidayat, Nur. April 2014. Karakteristik dan Kulitas Silase Rumput Raja
Menggunkana Berbagai Sumber dan Tingkat Penambahan Karbohidrat
Fermentable. Vol 14 No.1
Ridwan, R, dkk. Desember 2005. Pengaruh Penambahan Dedak Padi dan
Lactobacillus Plantarum 1BL-2 dalam Pembuatan Silase Rumput Gajah.
Vol, 28 No.3.
Rismunandar, 1989. Mendayagunakan Tanaman Rumput. CetakanKe-III. PT
Sinar Baru: Bandung
Siregar, S.B. 1996. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Taufikurrahman. Maret 2014. Pengaruh Penambahan Additive yang Berbeda
Terhadap Kualitas Fisik dan Derajat ke Asaman Silase Rumput Raja.
Uhudubdullah.blogspot.com/2014/03/ pengaruh-penambahan-aditive
Widyastuti, Y. 2008. Fermentasi Silase dan Manfaat Probiotik Silase bagi
Rouminansia. Media
Zailzar, L., Sujono, Suyatno dan A. Yani. 2011. Peningkatan Kualitas Dan
Ketersediaan Pakan Untuk Mengatasi Kesulitan di Musim Kemarau Pada
Kelompok Peternak Sapi Perah. Jurnal Dedikasi Vol. 8
12