Anda di halaman 1dari 41

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan merupakan salah satu jenis lauk pauk yang paling sering dikonsumsi oleh
masyarakat indonesia setelah daging dan telur. Sebagai sumber protein hewani,
ikan tak sekedar memuaskan lidah dan mengenyangkan perut, tetapi juga ada
banyak manfaat makan ikan untuk kesehatan tubuh. Ikan lele yang menjadi
komoditas agribisnis yang memiliki prospek bisnis cerah ini banyak
dibudidayakan oleh masyarakat, baik di kolam tanah, kolam tembok, atau kolam
terpal. Saat ini upaya membudidayakan ikan lele baik skala kecil maupun besar
sangat marak dilakukan oleh masyarakat. Selain cita rasanya yang enak, daging
ikan lele juga tidak dipenuhi tulang-tulang kecil seperti ikan mas (irmawan,
2016).

Menurut pendapat gunawan (2016) agar pertumbuhan lele dapat berlangsung


dengan baik, pakan yang diberikan harus memenuhi standar gizi yang dibutuhkan
lele. Secara umum, pakan untuk lele terbagi menjadi dua yaitu pakan alami dan
buatan. Menurut kordi (2010) penggunaan pakan alami dalam budidaya ikan
sudah umum dilakukan. Hal ini dikarenakan harga pakan buatan semakin mahal,
sementara harga ikan lele sekalipun mengalami kenaikan tidak sebanding dengan
kenaikan harga pakan buatan seperti pelet. Pakan buatan yang biasa digunakan
dalam bentuk pelet banyak tersedia di toko-toko pertanian atau peternakan. Pelet
yang tersedia memiliki kandungan gizi tertentu dan peternak lele tinggal memilih
sesuai dengan kebutuhan ikan budidaya. Pelet untuk mendukung pertumbuhan
ikan lele agar tumbuh optimal diperlukan pelet yang mengandung protein antara
35% - 40%. Selain protein, komponen nutrisi lain yang penting dan harus tersedia
dalam pakan ikan adalah lemak 9,5% - 10%, karbohidrat 20% - 30%, vitamin
0,25%-0,40% dan mineral 1,0% (Kordi, 2010).

Selain menggunakan pakan buatan dari pabrik maupun pelet alami, peternak
lele juga menggunakan alternatif pakan lain untuk menghemat biaya produksi.
Menurut pendapat Gunawan (2016) pakan alternatif yang sering digunakan saat
ini banyak berasal dari limbah peternakan, limbah pemotongan hewan, ikan sisa
tangkapan nelayan, ikan rucah dan limbah sayuran. Untuk mendapatkan hasil
2

panen optimal, pakan lele harus diatur sedemikian rupa sehingga panen dapat
dilakukan sesuai waktu yang telah direncanakan. Berdasarkan hasil observasi dari
peternak ikan lele, dikatakan bahwa harga 1 kg pakan pabrik adalah Rp 21.000
dan dalam 3 bulan, sebanyak 1 kg ikan lele rata-rata membutuhkan pakan
sebanyak 5 kg. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk menggunakan
tepung bulu ayam sebagai bahan alternatif pakan ikan agar harga pakan buatan
pabrik dapat dikurangi dan keuntungan yang diperoleh para peternak lele lebih
besar lagi. Limbah bulu ayam biasanya terdiri dari beberapa jenis bulu ayam, dan
yang paling banyak dijumpai adalah limbah bulu ayam broiler dan ayam petelur.
Menurut Puastuti (2007) Bulu ayam merupakan limbah dari Rumah Pemotongan
Ayam (RPA) dengan jumlah berlimpah dan terus bertambah seiring meningkatnya
populasi ayam dan tingkat pemotongan sebagai akibat meningkatnya permintaan
daging ayam broiler. Bulu ayam sampai saat ini banyak dimanfaatkan sebagai
bahan untuk membuat kemoceng, pengisi jok, pupuk tanaman, kerajinan tangan /
hiasan dan shuttle cock. Kandungan nutrisi pada bulu ayam broiler menurut
Puastuti (2007) adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Kandungan Nutrisi Bulu Ayam

Nutrisi Kadar
Protein kasar 85%
Serat kasar 0,3% – 1,5%
Abu 0% - 3,5%
Kalsium 0,20% - 0,40%
Fosfor 0,20% - 0,65%
Garam 0,20% - 0,65%

Protein bulu ayam sebagian besar terdiri dari keratin yang digolongkan ke
dalam protein serat. Keratin adalah produk pengerasan jaringan epidermal dari
tubuh dan merupakan protein fibrous yang kaya akan sulfur dan banyak terdapat
pada rambut, kuku dan bulu (Puastuti, 2007). Menurut Gunawan (2016)
kebutuhan nutrisi yang diperlukan ikan lele adalah protein, lemak, karbohidrat,
dan serat. Berdasarkan pendapat tersebut, nutrisi terbesar yang dapat digunakan
untuk mendukung pertumbuhan ikan lele adalah protein. Kadar protein yang
3

cukup tinggi pada tepung bulu ayam broiler dapat dimanfaatkan sebagai pakan
alternatif untuk menekan biaya pakan ikan lele sehingga keuntungan yang
diperoleh peternak lele dapat lebih tinggi.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang dapat dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah ada pengaruh pemberian tepung bulu ayam ke dalam pakan ikan
terhadap pertumbuhan ikan Lele Mutiara (C. gariepinus)?
2. Konsentrasi tepung bulu ayam yang ditambahkan ke dalam pakan ikan
manakah yang baik untuk pertumbuhan ikan Lele Mutiara (C. gariepinus)?

1.3 Tujuan dan Manfaat


1.3.1 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain :
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung bulu ayam ke dalam pakan
ikan terhadap pertumbuhan ikan lele mutiara.
2. Untuk mendapatkan konsenterasi terbaik dalam menghasilkan
pertumbuhan ikan lele mutiara.
1.3.2 Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain :
1. Memberikan informasi atau kajian kepada mahasiswa/peneliti tentang
pengaruh bahan subsitusi untuk formulasi pakan ikan dari limbah bulu
ayam terhadap pertumbuhan ikan.
2. Sebagai sumber informasi mengenai manfaat limbah bulu ayam sebagai
alternatif dalam pembuatan pakan ikan Kepada peternak budidaya ikan.
4

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Budidaya perairan


Budidaya perikanan adalah usaha pemeliharaan dan pengembang biakan ikan
atau organisme air lainnya. Budidaya perikanan disebut juga sebagai budidaya
perairan atau akuakultur mengingat organisme air yang dibudidayakan bukan
hanya dari jenis ikan saja tetapi juga organisme air lain. Budi daya perairan
(akuakultur) merupakan bentuk pemeliharaan dan penangkaran berbagai macam
hewan atau tumbuhan perairan yang menggunakan air sebagai komponen
pokoknya.

Menurut Hadikoesworo (1986) budidaya perairan didefinisikan sebagai


pembudidayaan makhluk-makhluk yang hidup di air. Budidaya perairan telah
berkembang di dalam masyarakat pertanian melalui proses coba-coba teknologi
dan teknologi produksi yang dihasilkannya mempunyai dasar ilmiah yang
terbatas. Budidaya perairan dapat mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan
dengan perikanan tangkapan. Misalnya, budidaya perairan adalah suatu cara
memelihara persediaan, bukan memburu atau mengumpulkan. Budidaya perairan
dapat pula dilaksanakan ditanah–tanah yang kurang cocok untuk pertanian.

2.2 Ikan Lele Mutiara

2.2.1 Klasifikasi
Filum: Chrodata Kelas: Pisces Subkelas: Teleostei Ordo: Ostariophysi
Subordo: siluroidae Famili: Clariidae Genus: Clarias Spesies:Clarias gariepinus.

Gambar 1. Ikan Lele Mutiara


5

2.2.2 Morfologi

Ikan lele Mutiara (MUtu TIAda taRA) merupakan strain baru ikan lele
Afrika hasil pemuliaan Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (BPPI) Sukamandi yang
telah ditetapkan rilisnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 77 KEPMEN-KP/2015. Ikan lele Mutiara merupakan gabungan
persilangan dari strainikan lele Mesir, Paiton, Sangkuriang dan Dumbo melalui
seleksi individu pada karakter laju pertumbuhan selama tiga generasi, sehingga
memiliki keunggulan utama pertumbuhan yang cepat. Sebagai strain unggul yang
dibentuk melalui proses seleksi individu, selain unggul pada aspek pertumbuhan,
ikan lele Mutiara diharapkan juga memiliki keunggulan-keunggulan yang lain,
salah satunya adalah stabilitas karakteristik morfologisnya. Sebagai strain yang
baru dibentuk, ikan lele Mutiara masih memiliki keragaman genetis yang relatif
tinggi dengan tingkat inbreeding yang relatif rendah serta tidak menunjukkan
penurunan keragaman genetis selama proses seleksinya (Iswanto dkk, 2014).

Ikan lele mutiara memiliki bentuk tubuh yang memanjang, tidak bersisik
serta licin (penuh lendir). Matanya kecil dengan mulut di ujung moncong
berukuran cukup lebar, dimana pada daerah sekitar mulutnya terdapat empat
pasang baebel (sungut peraba) yang berfungsi sebagai sensor untuk peka terhadap
lingkungan maupung mangsa. Pada ikan lele mutiara terdapat Arborescent, yakni
alat bantu pernapasan yang berasal dari busur insang yang telah termodifikasi
sehingga memungkinkan ikan lele mutiara untuk dapat bertahan lebih lama pada
lingkungan tanpa air maupun di lumpur. Pada kedua sirip dada nya terdapat
sepasang duri (patil) yang tajam, dimana pada beberapa spesies ikan lele mutiara
patil tersebut mengandung racun ringan (Witjaksono, 2009).

2.2.3. Habitat dan Kebiasaan Hidup


Habitat atau lingkungan untuk ikan lele mutiara adalah air tawar, dimana
ikan lele mutiara lebih suka pada air sungai, air tanah, air irigasi namun pada
dasarnya ikan lele mutiara relatif tahan terhadap kondisi air yang buruk sekalipun.
Ikan lele mutiara juga dapat bertahan pada keadaan padat tebar yang tinggi (Dewi,
dkk. 2013). Menurut Iswanto, dkk (2014) bahwa kualitas air yang dianggap baik
untuk kehidupan lele mutiara adalah suhu yang berkisar antara 15o-35o C. Ikan
6

lele mutiara digolongkan ke dalam kelompok omnivora (pemakan segala) dan


mempunyai sifat scavanger yaitu ikan pemakan bangkai.
2.3 Sifat Biologis

Ikan lele dapat hidup di semua perairan air tawar, baik di sungai yang airnya
tidak terlalu deras seperti danau, waduk, rawa, maupun genangan kecil. Ikan lele
mempunyai alat pernafasan tambahan yang disebut labirin, terletak dibagian
depan rongga insang yang memungkinkan mengambil oksigen langsung dari
udara sehingga tahan hidup di perairan yang airnya mengandung sedikit oksigen
(Irmawan, 2016).

Menurut pendapat Susanto (1988) Ikan lele termasuk binatang malam


(nocturnal). Aktif bergerak mencari makan pada malam hari dan memilih berdiam
diri, bersembunyi di tempat terlindung pada siang hari. Makanan yang disukai
terdiri dari makanan hidup tambahan. Binatang seperti jentik-jentik nyamuk,
belatung, laron, cacing akan lahap disantapnya. Makanan tambahan seperti pelet,
sisa dapur, bangkai ayam, ikan rucah, bekicot juga disantapnya.

Ikan lele dapat digolongkan sebagai ikan yang bertelur pada substrat. Induk
jantan mempunyai sifat mengasuh anak, sedangkan ikan betina lebih banyak
keluyuran di luar sarang. Ikan lele akan berpijah selama musim penghujan
sedangkan di kolam peliharaan ikan ini dapat berpijah sepanjang tahun. Hal ini
dimungkinkan karena ikan lele dapat cepat matang kelamin kembali setelah
memijah. Pemijahan di alam terjadi dengan terlebih dulu membuat sarang berupa
lubang di bawah permukaan air. Lubang ini biasanya berdiameter 25 cm dengan
kedalaman mendatar 20 cm. lubang dibuat diantara rumput-rumput yang tumbuh
menjulur ke dalam air. Telur-telur dikeluarkan dan menempel diantara rerumputan
atau dasar lubang. Telur dijaga induk jantan dengan mengipaskan badan maupun
siripnya. Gerakan induk ini tentunya berpengaruh positif terhadap derajat
penetasan telur, karena oksigen bertambah (Susanto, 1988).
2.4 Pengelolaan Pakan
2.4.1 Kualitas pakan
Kualitas Pakan Menurut Wibowo (2016) pakan yang baik adalah pakan yang
berkualitas dengan kandungan nutrisi yang sesuai terhadap kebutuhan gizi lele.
7

Pakan yang berkualitas akan menghasilkan pertumbuhan yang optimal. Berikut


kriteria pakan yang berkualitas :
 Mengandung gizi yang seimbang, mudah dicerna dan disukai ikan.
 Ukuran pakan disesuaikan dengan bukaan mulut ikan.
 Stabil di dalam air dan tidak cepat merusak kualitas air kolam.
 Ramah lingkungan dan tidak mengandung bahan-bahan kimia yang
berbahaya.
 Memacu pertumbuhan ikan
2.4.2 Kebutuhan pakan
Menurut pendapat Irmawan (2016) dalam budidaya ikan lele sekarang ini
banyak digunakan pakan pelet yang dibeli dipasaran. Padahal, pakan tersebut
sebenarnya tidak terlalu sehat walaupun banyak menunjang percepatan
pertumbuhan ikan lele. Selain kurang sehat, biaya pakan akan lebih mahal
daripada biaya produksi lainnya. Oleh sebab itu, untuk mengurangi biaya produksi
dapat menggunakan pakan alamiah tanpa biaya pembelian pelet. Makanan
alamiah dapat berupa zooplankton, larva, cacing, dan serangga air. Jumlah
makanan yang diberikan sebanyak 2% - 5% per hari dari berat total ikan yang
ditebar di kolam.
Kandungan kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan lele menurut pendapat
Gunawan (2016) yaitu :
Tabel 2. Kandungan Kebutuhan Nutrisi untuk Lele

Nilai (%)
Jenis
Benih Pembesaran Induk

Lemak 5-20 5 – 20 5 – 20

Karbohidrat 3-13 3 – 13 3 – 13

Serat 4-6 4–8 4–8

Protein 35-48 34 – 37 32 – 38
8

2.5 Bulu Ayam


2.5.1 Pengertian Bulu Ayam
Bulu ayam merupakan limbah dari Rumah Pemotongan Ayam (RPA)
dengan jumlah berlimpah dan terus bertambah seiring meningkatnya populasi
ayam dan tingkat pemotongan sebagai akibat meningkatnya permintaan daging
ayam broiler. Bulu ayam sampai saat ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan
untuk membuat kemoceng, pengisi jok, pupuk tanaman, kerajinan tangan / hiasan
dan shuttle cock (Puastuti, 2007).
2.5.2 Kandungan Nutrisi Pada Bulu Ayam
Bulu ayam mengandung protein kasar yang sangat tinggi, yakni sebesar
74,4%-91,8% dari bahan kering. Tanpa diproses, kecernaan bahan kering dan
bahan organik in vitro dari bulu ayam masing – masing hanya sebesar 5,8 dan
0,7%. Protein bulu ayam yang memiliki struktur serat (protein fibrous) menjadi
dapat dicerna dan nutriennya menjadi tersedia bagi ternak setelah melalui
pemrosesan yang tepat (Puastuti, 2007).
Menurut Aziz (2013) kandungan nutrisi pada bulu ayam adalah
sebagai berikut :
Nutrisi Kadar
Protein Kasar 85%
Serat Kasar 0,3% – 1,5%
Abu 0% - 3,5%
Kalsium 0,20% - 0,40%
Phospor 0,20% - 0,65%
Garam 0,20%

2.5.3 Karakteristik Protein Bulu ayam


Protein bulu ayam sebagian besar terdiri atas keratin yang digolongkan ke
dalam protein serat. Keratin adalah produk pengerasan jaringan epdermal dari
tubuh dan merupakan protein fibrous yang kaya akan sulfur dan banyak terdapat
pada rambut, kuku dan bulu. Keratin dalam bulu ayam mempunyai ciri kaya akan
asam amino bersulfur. Adapun sifat fisik dari keratin adalah tidak larut dalam air.
Keratin juga sulit larut dengan pemanasan alkali dan tidak larut oleh saluran
9

pencernaan. Sifat-sifat menjadi faktor penghambat ketersediaan protein bulu ayam


bagi ternak (Puastuti, 2007).
2.5.4 Pemrosesan Bulu Ayam
Pemrosesan bulu ayam pada prinsipnya untuk melemahkan ikatan dalam
keratin melalui proses hidrolis. Berbagai metode pemrosesan telah diteliti untuk
meningkatkan kecernaan dari bulu ayam. Diketahui ada 4 metode pemrosesan
bulu ayam, yaitu secara fisik dengan tekanan dan temperatur tinggi, secara
kimiawi dengan asam, basa atau karbonasi dan secara enzimatis secara
mikrobiologis melalui fermentasi oleh mikroorganisme (Puastuti, 2007).
2.6 Bahan Baku Tambahan
 Dedak
Menurut Hartadi et al. (1997) dalam biologipedia (2013) menyatakan
bahwa dedak dengan kandungan serat kasar 6-12% memiliki kandungan lemak
14,1%, protein kasar 13,85%, Sedangkan menurut National Research Council
(1994) dedak padi mengandung energi metabolisme sebesar 2100 kkal/kg, protein
kasar 12,9%, lemak 13%, serat kasar 11,4%, Ca 0,07%, P tersedia 0,21%, serta
Mg 0,22%. Nur dan Zainal (2004) mengatakan pengunaan maksimal dedak dalam
pakan untuk ikan karnivora adalah 15%, omnivora/herbivora maksimal 35%.
 Tepung jagung
Tepung jagung memiliki kadar air antara 7,4 sampai9,27. Kadar air tepung
jagung ini sesuai denganyang ditetapkan SNI 01-3727 (1995) maksimal 10%.
Kadar abu tepung jagung berkisar 0,13 sampai 0,35. Hasil tersebut sesuai dengan
SNI 01-3727 (1995) untuk tepung jagung yaitu kadar abu maksimum 1,5%. Nur
dan Zainal (2004) menyatakan untuk tepung biji jagung pada ikan karivora
maksimal 20%, omnivora/herbivora maksimal 35%.
 Tepung tapioka
Tepung tapioka merupakan sumber karbohidrat dan energi yang sangat baik.
Tepung tapioka mengandung energi sebesar 362 kilokalori, protein 0,5 gram,
karbohidrat 86,9 gram, lemak 0,3 gram, kalsium 0 miligram, fosfor 0 miligram
dan zat besi 0 miligram. Selain itu didalam tepung tapioka juga terkandung
vitamin A sebanyak 0 IU, vitamin B1 0 milimemiliki serat 0,5%, air 15%,
karbohidrat 85%, protein 0,5-0,7%, lemak 0,2 %.
10

 Tepung kedelai
Tepung kedelai adalah tepung yang terbuat dari kacang kedelai murni,
pembuatan tepung ini ialah dengan cara menggiling kacang kedelai yang telah
direndam dan dikeringkan. Kandungan isoflavon pada tepung kedelai lebih tinggi
dibanding dengan tahu atau tempe, sehingga bermanfaat untuk mencegah penyakit
tulang, menurunkan kolestrol jahat, pengobatan gejala menopouse dan mencegah
kanker. Kandungan protein tepung kedelai ialah 45 g.
2.7 Jenis Pakan
1. Pakan utama
Pakan utama adalah pakan yan harus dipenuhi dan dibutuhkan oleh ternak
ikan biasanya menggunakan pakan pelet yang sudah diolah sehingga mengandung
berbagai macam jenis vitamin. Pakan ikan dalam bentuk pelet terdapat dua jenis,
yaitu pelet apung dan pelet tenggelam.
2. Pakan tambahan
Pakan tambahan adalah pakan yan digunakan sebagai sampingan atau
tambahan saja. Biasanya diberikan pada ikan budidaya pembesaran. Pakan jenis
tambahan ini sangat banyak dan bervariasi, ayam tiren, ikan rucah, sayuran dan
sebagainya. Pemberian diberikan tergantung jenis ikan yang dibudidayakan.
3. Pakan alami
Pakan alami adalah pakan yang berasal dari alam dan mengandung banyak
protein dan vitamin sehingga sangat baik untuk pertumbuhan ikan. Jenis pakan
alami yan diberikan, seperti cacing sutra, keong, plankton, kutu air atau
mikroorganisme lainnya.
4. Pakan buatan
Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dan diolah sesuai dengan kebutuhan
serta formulasi tertentu, baik secara nabati maupun hewani tergantung
pembuatnya. Pakan buatan biasanya dibuat oleh pabrik yan dijual secara kormesil
maupun bisa membuat sendiri. Biasanya pembuatan pakan buatan menggunakan
bahan nabati, yaitu dedak halus, tepun daun, tepung jagung dan tepun kedelai.
Sedangkan bahan hewan menggunakan bahan-bahan, yaitu minyak hati, minyak
ikan, tepung darah, tepung ikan dan sebagainya.
11

2.8 Formulasi Pakan


Dikutip dari artikel Ati Rohayati, SPt, Mp menyatakan komposisi bahan
dalam pakan buatan disusun berdasarkan kebutuhan zat gizi setiap jenis ikan
maupun udang. Komposisi ini sering disebut formulasi pakan. Formulasi yang
baik berarti mengandung semua zat gizi yang diperlukan ikan dan secara
ekonomis murah serta mudah diperoleh sehingga dapat meinberikan keuntungan.
Gusrina, 2008 ada beberapa metode yang digunakan dalam menyusun
formulasi pakan antara lain:
1. Metode Pearsons Square (Metode segi empat Pearsons)
Penyusunan formulasi pakan ikan dengan metode ini didasari pada
pembagian kadar protein bahan-bahan pakan ikan. Berdasarkan tingkat
kandungan protein, bahan-bahan pakan ikan ini terbagi atas dua bagian
yaitu:
 Protein Basal, yaitu: bahan baku pakan ikan, baik yang berasal dari
nabati, hewani dan limbah yang mempunyai kandungan protein kurang
dari 20%.
 Protein Suplement, yaitu bahan baku pakan ikan, baik yang berasal
dari nabati, hewani dan limbah yang kandungan protein lebih dari
20%.
2. Metode Aljabar
Metode aljabar merupakan suatu metode penyusunan formulasi yang
didasari pada perhitungan matematika yang bahan bakunya
dikelompokkan menjadi X dan Y. X merupakan jumlah berat bahan baku
dari kelompok sumber protein utama protein suplement dan Y merupakan
jumlah berat kelompok sumber protein basal. Perhitungannya
menggunakan rumus aljabar sehingga didapat formulasi pakan ikan sesuai
dengan kebutuhan. Pada persamaan aljabar dalam matematika ada dua
metode yang digunakan dalam mencari nilai pada komponen X dan Y
yaitu metode substitusi dan metode eliminasi.
12

3. Metode Linier (Program Linier)


Metode Linier merupakan metode penyusunan formulasi pakan dengan
menggunakan rumus matematika dan bisa dibuat programnya melalui
komputer. Metode ini dapat diterapkan jika pengetahuan komputer dan
matematikanya cukup baik. Pada metode linier dengan melakukan
perhitungan secara manual dengan menggunakan rumus matematika dapat
dilakukan dengan cara : x Memilih jenis bahan baku yang akan digunakan
dan dibuat suatu tabel dengan beberapa persamaan yang akan digunakan.
4. Metode coba-coba (Trial and Error)
Metode coba-coba (Trial and Error) merupakan metode yang banyak
digunakan oleh pembuat pakan skala kecil di mana metode ini relatif
sangat mudah dalam membuat formulasi pakan ikan. Metode ini
prinsipnya semua bahan baku yang akan digunakan harus berjumlah
100%. Jika bahan baku yang dipilih untuk penyusunan formulasi sudah
ditetapkan maka langkah selanjutnya mengalikan antara jumlah bahan
baku dengan kandungan protein bahan baku. Langkah tersebut dilakukan
sampai diperoleh kandungan protein pakan sesuai dengan yang diinginkan.
5. Metode Worksheet
Metode ini dapat menggunakan alat bantu komputer untuk menghitung
jumlah bahan baku yang digunakan dengan membuat lembar kerja pada
program microsoft excell. Data kandungan nutrisi bahan baku dan jenis
bahan baku yang akan digunakan dimasukkan dalam data tersebut dan
berapa jumlah kebutuhan untuk setiap jenis bahan baku harus mengalikan
antara persentase bahan baku yang digunakan dengan kandungan protein,
lemak dan karbohidrat bahan baku, dengan program ini hanya membantu
dalam perkalian antara kolom yang satu dengan kolam yang lainnya
dengan program komputer.
13

2.9 Metode Pembuatan Pelet


 Menyusun formulasi bahan yang akan digunakan
 Penggilingan bahan baku
Bahan pakan yang sudah kering digiling sampai menjadi partikel yang
ukurannya halus dan seragam hal ini bertujuan supayapakan ikan yang
dihasilkan padat dan tidak mudah hancur.
 Pengayakan bahan baku
 Penimbangan bahan baku
Apabila sudah dilakukan perhitungan maka akan didapat berat masing-
masing dari setiap bahan yan akan digunakan. Langkah selanjutnya yakni
melakukan penimbangan bahan sesuai dengan hasil perhitungan sebelumnya.
 Pencampuran bahan baku
Pencampuran bahan baku menggunakan mixer besar agar hasilnya merata.
Dalam pencampuran jangan lupa menambahkan perekat bisa berupa tepung
tapioka.
 Pencetak bahan baku
Bahan yang sudah tercampur merata dimasukkan ke dalam mesin pencetak
dan dicetak sampai habis. Pelet yan sudah dicetak ditampung pada tempat
penjemur/tampah.
 Penjemuran/pengeringan
Pelet yang telah selesai di cetak kemudian dijemur dibawah sinar matahari
selama 2-3 hari.
2.10 Pengujian Kualitas Pakan
Kontrol/pengujian kualitas bahan pakan bertujuan untuk mengetahui
kandungan nutrisi dan anti nutrisi yang terkandung di dalam bahan pakan,
sehingga nilai nutrisi yang diharapkan dari pakan sebagai produk akhir diperoleh
dengan tepat. Dari penjelasan di atas, maka pengawasan berupa pengujian mutu
pakan dapat dilakukan secara uji fisik, uji kimia dan uji biologis.
a. Pengujian Fisik
1. Kehalusan bahan baku: dapat diuji dengan jalan menggiling ulang,
berdasarkan kecilnya ukuran butiran, kita dapat membedakannya menjadi
sangat halus, agak kasar, sangat kasar.
14

2. Kekerasan : Dapat diuji dengan memberi beban pada pelet sampat batas
beban tertentu pelet akan hancur. Pelet yang baik harus mempunyai
kekerasan yang tingi dan biasanya berasal dari bahan baku yang halus.
3. Daya tahan dalam air : Dapat dilakukan dengan cara mengambil pakan,
selanjutnya merendam pakan dalam air dingin. Waktu yang diperlukan
sampai pelet hancur merupakan ukuran daya tahan pelet tersebut.
4. Daya apung : Dapat dilakukan dengan menjatuhkan pelet kedalam air,
waktu yang diperlukan mulai saat pelet menyentuh permukaan air sampai
tenggelam didasar adalah merupakan ukuran daya apungnya.
b. Pengujian kimiawi
Setelah dilakukan pengujian secara fisik kemudian kita melakukan pengujian
secara kimiawi. Pengujian ini dimaksud untuk mengetahui kandunan izi dari
pakan tersebut, yaitu kadar protein, lemak, karbohidrat, abu, serat dan kadar air.
Pengujian ini dapat dilakukan di laboratorium.
c. Pengujian Biologis
Setelah melakukan penusian secara fisik dan secara kimiawi perlu juga
dilakukan secara biologis. Pengujian biologis sangat pentin terutama untuk
melihat nilai Konversi Pakan (Feed Conversion Ratio). Nilai ini sebenarnya tidak
merupakan angka mutlak, karena tidak hanya ditentukan oleh kualitas, tetapi juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti jenis, ukuran ikan, kepadatan, dan
kualitas air.
15

2.11 State Of The Art


State of The Art merupakan kumpulan jurnal yang digunakan sebagai
referensi dalam penelitian ini. State of The Art turut memberikan penjabaran
mengenai perbedaan antara penelitian terdahulu dan penelitian yang akan
dilakukan.
Tabel 3. State Of The Art
NO Nama peneliti Lokasi Tahun Judul penelitian
1 Kusumastuti areal kebun Percobaan 2017 Pengaruh variasi
Pendidikan Biologi, Konsentrasi pelet
Universitas Sanata tepung bulu ayam
Dharma, Paingan, D.I Y. sebagai sumber
paKan terhadap
pertumbuhan iKan
lele dumbo (Clarias
gariepinus)

2 Aziz Laboratorium Dasar, 2013 Pembuatan Pangan


Jurusan Ternak Lele
Teknik Kimia, Fakultas Organik Berbahan
Teknik Universitas Baku Protein Dari
Diponegoro, Semarang Bulu Ayam dengan
Metode
Fermentasi Bio.
3 Lingga Tulungagung, Desa 2013 Pengaruh Pemberian
Karangtalun, Kecamatan Variasi
Kalidawir, Kabupaten Makanan Terhadap
Tulungagung, Jawa Pertumbuhan Ikan
Timur Lele (Clarias
gariepinus)
4 Sari EP, et all Fakultas Sains dan 2015 Pemanfaatan limbah
Teknologi, Universitas Al bulu ayam sebagai
Azhar Indonesia pakan ternak
ruminansia
5 Mirna wati Laboratorium Universitas 2006 Peningkatan kualitas
Andalas kampus limau limbah bulu ayam
manis padang melalui fermentasi
dengan efektif
mikroorganisme 4
(EM4)
6 Mulia DS, et all Desa Dampit, Banyumas 2015 Pemanfaatan limbah
dan laboratorium bulu ayam menjadi
mikrobiologi, fakultas bahan pakan ikan
universitas jendral dengan fermentasi
Soedirman bacilius subtilis
16

METODOLOGI

3.1 Kerangka Pikiran


Sebelum melakukan penelitian perlu dibuat alur penelitian agar gambaran
dari kegiatan nantinya dapat dimengerti seperti yang terlihat pada gambar berikut :

Banyak digemari oleh Ikan Lele


masyarakat

Pertumbuhan

Pakan

Pelet Pabrik Pelet Alternatif

Budidaya mudah,
rasanya enak, tidak Mudah ditemui Limbah bulu ayam
dipenuhi tulang kecil dan harga relatif yang melimpah
mahal kurang dimanfaatkan
dan harga lebih
murah
Mengandung
proteinyang
tinggi dan cocok Mengandung sumber
untuk pakan ikan karbohidrat, serat, abu,
lemak, protein

tepung kedelai, dedak,


tepung jagung, tapioka,
vitamin. Dapat dimanfaatkan
sebagai sumber pakan
ikan
Pertumbuhan Ikan Lele Mutiara
(Clarias gariepinus) Meningkat

Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian


17

Hipotesis
Adapun hipotesis perlakuan yang digunakan yaitu :
H0 : tidak ada pengaruh pemberian tepung bulu ayam ke dalam pakan ikan
terhadap pertumbuhan ikan lele mutiara.
H1 : ada pengaruh pemberian tepung bulu ayam ke dalam pakan ikan terhadap
pertumbuhan ikan lele mutiara.
3.2 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai September di Balai Riset
Budidaya Air Tawar (BRBAT) Sekolah Tinggi Perikanan Sibolga yang terletak di
Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

3.3 Alat dan Bahan


3.3.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada tabel
di bawah ini (lampiran 3) :
Tabel 4. Alat Penelitian
Jenis alat Jumlah Kegunaan
Timbangan digital 1 Untuk menimbang bahan yan digunakan
pH meter 1 Untuk mengukur pH media budidaya
Termometer 1 Untuk mengukur suhu media budidaya
Mesin pakan penggiling 1 Untuk menggiling bahan
Mesin pakan pencetak 1 Untuk mencetak pelet
Oven 1 Untuk mengeringkan sampel bulu ayam
Saringan 1 Untuk menyaring tepung bulu ayam
Alat tulis - Untuk mencatat data yang didapat
Kamera 1 Untuk mengambil gambar selama
penelitian
18

3.3.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada
tabel di bawah ini (lampiran 3) :
Tabel 5. Bahan Penelitian
Jenis bahan Jumlah Kegunaan
Tepung bulu ayam 6000g Bahan baku utama sumber protein
Dedak 3000g Bahan tambahan sumber abu
Tepung jagung 3000g Bahan tambahan sumber karbohidrat
Tepung kedelai 1500g Bahan tambahan sumber kelarutan
Tepung tapioka 750g Bahan tambahan sebagai perekat
Vitamin 750g Penambah nafsu makan
Benih ikan lele Mutiara 250 ekor Sebagai sampel uji
Pelet pabrik merk FF-999 5000g Sebagai perlakuan kontrol positif
Air hangat - Sebagai bahan pencampur adonan

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian:
1. Percobaan (Eksperimen) yaitu data yang diperoleh dengan cara melakukan
penelitian.
2. Studi literatur yaitu data dan informasi yang diperoleh dengan cara
membaca dan mempelajari dokumen melalui perpustakaan dan internet.
Data yang diharapkan adalah bobot dan panjang mutlak ikan lele setiap
pengukuran 1 minggu sekali yang dihitung dalam satuan g dan cm sebagai
indikator bahwa pelet yang mengunakan bahan baku tepung bulu ayam memiliki
pengaruh nyata terhadap pertumbuhan iken lele. Pengambilan data dilakukan
sebanyak 6 kali dalam 6 minggu. Pengambilan data dilakukan setiap 1 minggu
sekali dengan kelipatan 7 hari setelah ikan dimasukkan kembali ke dalam kolam.
3.5 Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen yang bertujuan
untuk mengetahui pengaruh pemberian variasi konsentrasi pelet tepung bulu ayam
sebagai bahan baku pakan terhadap pertumbuhan ikan lele Mutiara. Penelitian ini
menggunakan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3
19

pengulangan di mana penempatan perlakuan ke dalam satuan-satuan percobaan


dilakukan secara acak dan pengacakannya dilakukan secara lengkap. Menurut
Gasperz (1991) model linear yang digunakan dari Rancangan Acak Lengkap
adalah sebagai berikut :
Yij =µ + σi + ɛij

Keterangan:
Xij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = Rataan umum
σi = pengaruh perlakuan ke- i
ɛij = Pengaruh faktor random pada perlakuan ke-i dan ulangan ke- j
Jika berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji Beda nyata
Terkecil (BNT) dengan formula sebagai beriku:

BNT0.05=t0.005 x√

Setiap perlakuan uji menggunakan benih ikan lele ukuran 3-5 cm sebanyak 20
ekor pada setiap kolam. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi konsentrasi pemberian
pelet alternatif (tepung bulu ayam) pada ikan lele. Adapun jenis perlakuan
antara lain:
P0 : Pelet pabrik sebagai kontrol +
P1 : Pelet alternatif (limbah bulu ayam) 30%
P2 : Pelet alternatif (limbah bulu ayam) 40%
P3 : Pelet alternatif (limbah bulu ayam) 50%
2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah bobot dan panjang mutlak ikan
pada setiap kali pengukuran sampai dengan akhir percobaan.
3. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah pelet pabrik yang berbeda
terhadap pertumbuhan intensitas pemberian pakan.

3.6 Tahap Penelitian


3.6.1 Pembuatan Tepung Bulu Ayam
Bahan baku utama yang digunakan adalah tepung bulu ayam. Adapun
metode pembuatan tepung bulu ayam menurut Mulia et all. (2017). Bulu ayam
20

yang terkumpul dicuci hingga bersih dengan air mengalir. Hal tersebut
dimaksudkan untuk memisahkan bulu ayam dari sisa-sisa darah maupun kotoran
lainnya yang menempel. Bulu ayam yang sudah bersih dikeringkan pada sinar
matahari kering. Bulu ayam kemudian di oven sampai bulu ayam benar-benar
kering. Bulu ayam yang sudah di oven kemudian digiling menggunakan mesin
giling. Hasil yang diperoleh dari penggilingan berupa tepung bulu ayam.
3.6.2 Prosedur Pembuatan Pakan
Pelet alternatif yang siap digunakan harus dibuat terlebih dahulu dengan
melakukan hal-hal sebagai berikut (lampiran 4) :
a. Bahan-bahan untuk membuat pelet disiapkan terlebih dahulu, meliputi :
Tepung bulu ayam, tepung kedelai, tepung jagung, dedak, tepung tapioka,
vitamin mix dan air.
b. Bahan-bahan tersebut ditimbang sesuai dengan analisis bahan dalam 5000
g pelet dan dicampur menjadi satu. Formulasi bahan-bahan yan digunakan
dalam pembuatan pakan dapat dilihat pada tebale di bawah ini yaitu :
Tabel 6. Formulasi Bahan Pembuatan Pakan Ikan
Formulasi bahan (%)
Tepung
Perlakuan Tepung Tepung Tepung
Bulu Dedak Vitamin
Jagung Kedelai Tapioka
Ayam
P1 30% 20% 30% 10% 5% 5%
P2 40% 20% 20% 10% 5% 5%
P3 50% 20% 10% 10% 5% 5%
P0 Pelet pabrik sebagai kontrol +
c. Setelah semua bahan adonan yang sudah ditimbang tercampur rata, adonan
lalu di cetak dengan penggiling pakan sehingga dihasilkan pelet basah
yang panjang seperti mie.
d. Pelet basah yang sudah terbentuk kemudian dijemur di bawah sinar
matahari selama 2 hari (sampai kering). Pelet yang sudah kering kemudian
ditimbang dan siap digunakan sebagai pakan ikan lele.
21

3.6.3 Pengaplikasian Pemberian Pakan


Pengaplikasian dilakukan di kolam terpal dengan memberi makan benih
ikan lele ukuran 3-5 cm sebanyak 3 kali sehari dengan waktu pagi, sore dan
malam. Pemberian pakan dilakukan selama 6 minggu, Pemberian pakan dilakukan
dengan cara ditebar di kolam dan dosis pemberian pakan adalah 5 % dari bobot
tubuh ikan (lampiran 4).
3.6.4 Pengelolaan Air
Pengelolaan air dilakukan dengan melakukan pergantian air pada rentan
waktu tertentu, yaitu 1 kali dalam 7 hari. Jika air pada kolam lele mulai berwarna
hijau keruh maka akan dilakukan pergantian air dengan cara membuang setengah
dari air kolam kemudian ditambahkan air baru (lampiran 4).

3.7 Parameter Yang Diukur


3.7.1 Evaluasi Fisik Pakan
Pengamatan secara fisik pada pakan meliputi pengamatan inderawi dan
melakukan pengukuran panjang dan diameter pakan. Pengamatan inderawi
meliputi pengamatan terhadap tekstur dan bentuk pakan, aroma, dan warna pakan
(Aslamyah dan Karim 2012).
3.7.2 Panjang Mutlak
Ikan diukur panjangnya dari ujung kepala sampai ujung ekor. Setelah itu
ikan dikembalikan lagi ke dalam kolam dan hasil berat dan panjang dicatat dalam
logbook. Pengukuran panjang tubuh hewan uji dilakukan pada awal dan akhir
pemeliharaan. Rumus yang digunakan JurnalAkuakultur Rawa Indonesia untuk
menghitung pertumbuhan panjang menurut Effendie (2002) adalah :
L=Lt- Lo
Keterangan :
L : Pertumbuhan panjang (cm)
Lt : Panjang ikan akhir (cm)
Lo : Panjang ikan awal (cm)
22

3.7.3 Bobot Mutlak


Ikan ditimbang beratnya dengan menggunakan timbangan digital dan
setiap data ditabulasikan. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung
pertumbuhan bobot menurut Effendie (2002) adalah :
W= Wt- Wo

Keterangan :
W : Pertumbuhan bobot Mutlak (g)
Wt : Bobot akhir (g)
Wo: Bobot ikan awal (g)
3.7.4 Hubungan Panjang dan Bobot Ikan
Hubungan panjang berat dapat di analisa menggunakan Linear Allomtric
Modal (LAM) (Fuadi et al. 2016) sebagai berikut:
W = (aLb)
Dimana W adalah berat ikan (g), L adalah panjang ikan (cm), a adalah
intercept regresi linear, b adalah koefisien regresi. Nilai b dari hasil perhitungan
ini dapat mencerminkan pola pertumbuhan ikan. Jika nilai b=3, maka pola
pertumbuhan bersifat isometrik atau pertambahan bobot setara dengan
pertumbuhan panjang ikan dan jika nilai b≠3, maka pola pertumbuhannya bersifat
alometrik. Pola pertumbuhan alometrik terbagi menjadi dua, yaitu alometrik
positif dan alometrik negatif. Jika nilai b di bawah 3 disebut alometrik negatif
(pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan bobot), dan
bila nilai b di atas 3 disebut alometrik positif (pertambahan bobot lebih cepat
dibandingkan dengan pertambahan panjang).
3.7.5 Kualitas Air
Pengukuran kualitas air perlu dilakukan untuk menjaga kondisi media
selama pembesaran ikan. Adapun penukuran kualitas air meliputi pH air kolam
dan suhu diukur setiap 2 minggu sekali. Langkah pengukuran pH dan suhu air
kolam dilakukan dengan cara sebagai berikut :
23

1. pH
Dalam mengukur pH diunakan alat ukur pH meter dikalibrasi
menggunakan standar pH 7,0. Kemudian dicelupkan ujung pH meter pada air di
masing-masing kolam sampai angka yang ditunjukkan.
2. Suhu
Dalam pengukuran suhu digunakan termometer air. Langkah yang
dilakukan yaitu dengan cara memasukkan termometer ke dalam air kolam yang
akan diukur selama beberapa menit.
24

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum


4.1.1 Letak Geografis
Balai Riset Budidaya Air Tawar (BRBAT) Sekolah Tinggi Perikanan
Sibolga berada di Desa Rawang Kecamatan Tukka Kabupaten Tapanuli Tengah,
yang didirikan pada tahun 2014 dengan luas seperempat ha. Dapat dikunjungi
dengan kendaraan roda dua dan roda empat, dengan jarak ditempuh kurang lebih 1
Km dari kantor camat tukka dan kurang lebih 40 Km dari kota Sibolga. Iklim di
Balai Riset Sekolah Tinggi Perikanan Sibolga relatif sama dengan iklim di
kabupaten Tapanuli Tengah pada umumnya hangat dengan temperatur 210 – 330c.
Dengan adanya Balai Riset Sekolah Tinggi Perikanan Sibolga saat ini
sudah banyak digunakan oleh para mahasiswa/i untuk melakukan praktek kerja
lapangan seperti pengembangan dan penerapan teknik pembenihan, serta
penyediaan bibit ikan. Demikian juga hal nya untuk proses penelitian mahasiswa/i
dalam rangka penyelesaian skripsi. Adapun fasilitas yang tersedia di Balai Riset
Sekolah Tinggi Perikanan Sibolga, relatif sudah memadai. Fasilitas tersebut terdiri
dari sarana pokok dan sarana penunjang. Sehingga sangat membantu kepada para
mahasiswa/i yang melakukan praktek kerja lapangan dan penelitian.

Gambar 3. Balai Riset Sekolah Tinggi Perikanan Sibolga


Sarana pokok berfungsi untuk kegiatan yang bersifat operasional,
sedangkan sarana penunjang merupakan sarana yang bersifat mendukung terhadap
kegiatan operasi pembudidayaan. Adapun sarana pokok dan sarana penunjang
25

yang ada di Balai Riset Sekolah Tinggi Perikanan Sibolga, dapat dilihat sebagai
mana disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 7. Sarana pokok Di Balai Riset Sekolah Tinggi Perikanan Sibolga
Kegunaan
No. Jenis Kolam Jumlah
PM PD PS KI
1 Beton 16 unit 6 6 - 4
2 Fiber bulat 16 unit 6 10 - -
3 Fiber petak 8 unit 4 4 - -
4 Kolam tanah 17 unit - - 8 5
5 Tandon 2 unit Tempat penampungan air
Ruang
6 Tempat penyimpanan alat-alat pembenihan
peralatan
Ruangan
7 Tempat penetasan telur
inkubasi
8 Mess Tempat penginapan
Sumber: Data primer 2021 PM: Pemijahan PD: Pendederan PS: Pembesaran KI: Kolam
Induk
Di Balai Riset Air Tawar Sekolah Tinggi Perikanan Sibolga, juga sudah
mempunyai jenis-jenis ikan air tawar antara lain :
Tabel 8. Jenis-jenis ikan di Balai Riset Sekolah Tinggi Perikanan Sibolga
No Ikan Konsumsi Ikan Hias
1 Ikan Lele Ikan Mas Koki
2 Ikan Nila Ikan Mas Koi
3 Ikan Mas Ikan Cupang
4 Ikan Bawal Ikan Aligator
5 Ikan Patin Ikan Oscar
6 Ikan Gurame Ikan Mas Pedang
Ikan Manfish
Ikan Platy
Ikan Guppy
Ikan Komet

Sumber : Data primer 2021


26

4.2 Prosedur
4.2.1 Bahan baku
Bahan baku utama yang digunakan adalah bulu ayam yang dibuat menjadi
tepung bulu ayam. Bahan baku tambahan meliputi dedak, tepung jagung, tepung
kedelai, tepung tapioka dan vitamin dengan tambahan mineral. Muttaqin dan
Murwono (2012) membuat pakan untuk budidaya ikan lele dari bahan-bahan
seperti tepung ikan, dedak halus, dan tapioka. Abidin et al. (2015) melaporkan
pembuatan pakan ikan lele (Clarias sp.) menggunakan bahan baku tepung ikan,
tepung jagung, tepung dedak, dan minyak ikan. Adapun alat selanjutnya yang
digunakan untuk mengaplikasikan pelet ialah kolam terpal dengan ukuran panjang
x lebar x tinggi (130 cm x 50 cm x 50 cm) sebanyak 12 kolam.
4.2.2 Metode Pembuatan
Pembuatan pakan terbagi menjadi beberapa tahapan meliputi penyusunan
formulasi, penimbangan, pencampuran adonan, pencetakan, penjemuran,
pengepakan, dan penyimpanan pakan. Afrianto dan Liviawaty (2005) menyatakan
proses pembuatan pakan ikan meliputi tahapan keiatan pengecilan ukuran,
premixing, pencampuran, pencetakan, penjemuran atau pengeringan, penemasan
dan penyimpanan. Proses-proses tersebut bertujuan untuk meningkatkan nilai
nutrisional, memudahkan konsumen dan memperpanjang umur simpan.
Formulasi Pakan
Pembuatan pakan alternatif benih ikan lele diperlukan bahan-bahan yang
mendukung kebutuhan protein untuk peningkatan pertumbuhan benih ikan lele.
Maka dilakukan perhitungan formulasi dengan Trial and Error pada komposisi
bahan di setiap perlakuan. Asumsi kebutuhan protein dalam pakan adalah 30%.
Lovell (2014) menyatakan nutrisi yang dibutuhkan oleh lele dumbo yaitu
protein 32%, energi 300 kka. Ghufran (2007) menyatakan kebutuhan nutrisi ikan
lele dumbo (C. gariepinus) yaitu: protein 35-40%, lemak 9,5-10%, karbohidrat
10-20%, vitamin 0,25-0,40%, dan mineral 1,0%. Pakan yang dibuat sebanyak
5000g dari masing-masing perlakuan Jumlah protein pada setiap perlakuan ialah:
 P1 : Pelet alternatif (limbah bulu ayam) 30%
 P2 : Pelet alternatif (limbah bulu ayam) 40%
 P3 : Pelet alternatif (limbah bulu ayam) 50%
27

Tabel 9. Formulasi Pakan pada Pemeliharaan Ikan lele


Komposisi (Bobot kering)
Jenis Bahan
P1 P2 P3
Tepung bulu ayam (30%) (40%) (50%)
Dedak (20%) (20%) (20%)
Tepung Jagung (30%) (20%) (10%)
Tepung Kedelai (10%) (10%) (10%)
Tepung Tapioka (5%) (5%) (5%)
Vitamin (5%) (5%) (5%)
Total (100%) (100%) (100%)

Penimbangan
Langkah selanjutnya yakni melakukan penimbangan bahan. Timbangan
yang digunakan ada dua yaitu timbangan digital dan timbangan biasa.
Penimbangan bahan baku utama dan tambahan yang digunakan untuk pembuatan
pakan ikan lele sesuai dengan perhitungan formulasi pakan.
Pembuatan Adonan
Pencampuran bahan baku dilakukan secara manual, dimulai dari bahan
yang jumlahnya paling sedikit hingga yang paling banyak sampai semua bahan
tercampur merata dan homogen. Setelah semua bahan tercampur rata,
ditambahkan air hangat (50-60ºC) sedikit demi sedikit sampai adonan menjadi
kalis. Tujuan penambahan air hangat agar adonan berbentuk pasta dan mudah
untuk dicetak (Mulia et all. 2017). Adapun binder atau bahan perekat dalam
pakan adalah tepung tapioka. Binder atau bahan perekat adalah bahan tambahan
yang sengaja ditambahkan ke dalam formula pakan untuk menyatukan
semua bahan baku yang digunakan dalam membuat pakan (Saade dan Aslamyah
2009). (Wulansari et all. 2016) menambahkan penggunaan bahan perekat akan
mempengaruhi kualitas pakan, dan bentuk pelet secara fisik. Bahan perekat
diperlukan untuk mengikat komponen-komponen bahan pakan agar mempunyai
struktur yang kompak sehingga tidak mudah hancur dan mudah dibentuk pada
proses pembuatannya.
28

Pencetakan
Adonan pakan yang sudah kalis kemudian dibentuk menjadi bulatan-
bulatan kecil guna untuk memudahkan saat pengilingan. Kemudian bulatan-
bulatan itu dimasukkan ke dalam mesin penggiling dan dicetak. Kemudian
ditampung pada wadah yang telah disediakan.
Penjemuran/Pengeringan
Selanjutnya pelet dijemur di bawah sinar matahari selama 2 – 3 hari.
Rahayoe (2017) menjelaskan tujuan dari penjempuran pellet menggunakan sinar
matahari adalah untuk mengurangi kandunan air bahan sampai batas tertentu
sehingga aman disimpan sampai pemanfaatan yan lebih lanjut. Setelah pakan
kering, masing-masing pakan uji dipisahkan kemudian dimasukkan ke dalam
wadah dan diberi label sesuai perlakuan masing-masing.
Pengepakan
Pelet yang sudah kering tidak langsung dikemas, karena pellet masih
panas dikhawatirkan apabila langsung dikemas akan menimbulkan uap air di
dalam plastik sehingga pellet menjadi basah dan dengan mudah akan
menimbulkan jamur. Setelah dijemur pellet didiamkan terlebih dahulu sampai
dingin ±30-60 menit kemudian dikemas menggunakan plastik. Selanjutnya
ditambahkan silika gel. Tujuan penambahan silika gel adalah mempertahankan
kadar air. Yusrin et al. (2014) menjelaskan bahwa silika gel telah banyak
digunakan sebagai adsorben pada proses adsorpsi karena adanya suatu gugus
aktif silanol (≡Si-OH) dan siloksan (≡Si-O-Si≡). Prastiyanto et al. (2005)
menambahkan silika gel dalam aplikasi sehari-hari digunakan sebagai adsorben
pada makanan, karena memiliki kemampuan menyerap kelembaban sehingga
mencegah kerusakan makanan selama penyimpanan. Fungsi dari silika gel adalah
mencegah terbentuknya kelembapan yang berlebihan sebelum terjadi dan
menyerap lembab tanpa merubah kondisi zatnya. Karena pakan bersifat
higroskopis (kemampuan suatu zat untuk menyerap molekul air dari
lingkungannya).
29

Penyimpanan
Pelet yang sudah dikemas, harus disimpan ke dalam ruangan yang tidak
terkena sinar matahari langsung. Lantai ruangan diberi kayu/falet agar tidak
bersentuhan langsung dengan lantai.

4.3 Hasil Pengamatan


4.3.1 Evaluasi Fisik Pakan
Berdasarkan bentuknya, pakan ikan terbagi menjadi tiga jenis, diantaranya
bentuk tepung (mash), bentuk butiran kecil (pelet), dan bentuk butiran pecah
(crumble). Bentuk fisik pakan harus disesuaikan dengan umur dan bukaan mulut
ikan. Bentuk pakan yang diperoleh dari hasil pembuatan pakan adalah silinder
dengan tekstur berserat. Tekstur pakan dipengaruhi oleh kehalusan bahan baku,
jumlah serat, dan jenis bahan pengikat (binder) yang digunakan (Aslamyah dan
Karim 2012). Pakan ikan memiliki rata-rata ukuran pakan 0,5 cm dan diameter
pakan 0,2 mm. Hartono (2002) menyatakan pakan buatan memiliki ukuran 2-5 cm
dengan diameter 1 mm.
Warna pakan dari substitusi tepung bulu ayam berwarna coklat hingga
coklat gelap (Gambar 2). Semakin banyak penambahan tepung bulu ayam ke
dalam pakan ikan maka warna pakan akan semakin gelap. Hal ini disebabkan dari
pengaruh warna dasar tepung bulu ayam. Warna tepung bulu ayam adalah coklat
(Gambar 3). Hal ini dipertegas oleh Aslamyah dan Karim (2012) bahwa warna
pakan sangat bergantung pada jenis bahan baku yang digunakan.

P1 P2 P3

Gambar 4. Warna Pakan Ikan


30

Keterangan:
 P1 : Pelet alternatif (limbah bulu ayam) 30%
 P2 : Pelet alternatif (limbah bulu ayam) 40%
 P3 : Pelet alternatif (limbah bulu ayam) 50%

Gambar 5. Tepung bulu ayam


Bau atau aroma pakan memang seringkali menjadi perhatian para
pembudidaya ikan. Pakan dengan bau kurang tajam biasanya tidak disukai oleh
pembudidaya. Aroma pakan menentukan kualitas pakan karena berkaitan erat
dengan penerima atau daya pikat ikan (Aslamyah dan Karim 2012). Pakan yang
dihasilkan memiliki bau khas bulu ayam. Bau pakan berasal dari bahan baku yang
terkandung di dalam pakan, sesuai formula dari pakan tersebut.
4.3.2 Panjang Mutlak
Pengukuran panjang mutlak dilakukan dengan melakukan pengurangan
antara panjang pada akhir pengamatan (minggu ke-6) dengan awal pengamatan
(minggu ke-0). Hasil pengukuran panjang mutlak dapat dilihat pada histogram
(Gambar 6). Pertumbuhan panjang mutlak tertinggi terdapat pada perlakuan ke-3
(dengan penambahan tepung bulu ayam 50%) dengan rata-rata sebesar 14,033 cm
, sedangkan pertumbuhan panjang mutlak terendah terdapat pada perlakuan ke-1
(dengan penambahan bulu ayam 30%) dengan rata-rata 6,133 cm. Perlakuan
kontrol menggunakan pelet pabrik dan memiliki rata-rata panjang mutlak 3,767
cm. Hidayat et all (2013) menyatakan bahwa faktor makanan dan suhu perairan
merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan. Faktor
makanan di sini terutama kandungan protein dalam pakan, sebab protein berfungsi
membentuk jaringan baru untuk pertumbuhan dan menggantikan jaringan yang
31

rusak. Prihadi (2007) menambahkan pertumbuhan ikan dapat terjadi jika jumlah
makanan melebihi kebutuhan untuk pemeliharaan tubuhnya.

Panjang Mutlak

16.000 14.033a
14.000
12.000
9.467b
10.000
cm

8.000 6.133c
6.000 3.767d
4.000
2.000
0.000
P0 P1 P2 P3
Perlakuan

Gambar 6. Histogram Panjang Mutlak Benih Ikan Lele Mutiara


Analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan tepung bulu ayam dalam
pakan memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak benih
ikan lele mutiara. Hal ini dapat dilihat dari nilai F hitung (1784,033) lebih besar
dari pada F tabel (4,066), dan nilai determinan (99,581%). Maka dilakukan uji
lanjut menggunakan uji beda nyata terkecil (BNT) dengan selang kepercayaan
95%. Perlakuan dengan penambahan tepung bulu ayam 30%, 40%, dan 50%
menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini dapat dilihat dari notasi yang berbeda
(Gambar 6).
4.3.3 Bobot Mutlak
Pengukuran bobot mutlak dilakukan dengan melakukan pengurangan
antara bobot pada akhir pengamatan (minggu ke-6) dengan awal pengamatan
(minggu ke-0). Hasil pengukuran bobot mutlak dapat dilihat pada histogram
(Gambar 7). Analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan tepung bulu ayam
dalam pakan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan bobot
mutlak benih ikan lele mutiara. Hal ini dapat dilihat dari nilai F hitung (3.348)
lebih kecil dari pada F tabel (4.066), dan nilai determinan (55.665). Maka tidak
dapat dilakukan uji lanjut.
Meskipun secara ANOVA tidak berpengaruh nyata, namun pertumbuhan
bobot mutlak tertinggi terdapat pada perlakuan ke-3 (dengan penambahan tepung
32

bulu ayam 50%) dengan rata-rata sebesar 14,17 g, sedangkan berat bobot mutlak
terendah terdapat pada perlakuan ke-1 (dengan penambahan bulu ayam 30%)
dengan rata- rata 4,1 g. Perlakuan kontrol menggunakan pelet pabrik dan memiliki
rata-rata panjang mutlak 1,3 g. Kordi (2009) kekurangan protein berpengaruh
negatif terhadap konsumsi pakan, konsekuensinya terjadi penurunan pertumbuhan
bobot. Menurut Kordi, (2009) kelebihan protein dan lemak dapat menimbulkan
penimbunan lemak, nafsu makan ikan berkurang.

Bobot Mutlak

16 14.17
14
12
10
8.5
8
g

6 4.1
4 1.3
2
0
P0 P1 P2 P3
Perlakuan

Gambar 7. Histogram Bobot Mutlak Benih Ikan Lele Mutiara


4.3.4 Hubungan Panjang dan Bobot Ikan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil analisa hubungan panjang dan
bobot didapatkan nilai b sebesar 1,433 (Gambar 8). Hal ini menunjukkan bahwa
pola pertumbuhan benih ikan lele mutiara yang diberi pakan yang mengandung
tepung bulu ayam adalah alometrik negatif (b < 3) artinya pertumbuhan panjang
tubuh lebih cepat dari pada pertumbuhan bobot tubuh.
Hasil analisis regresi dan grafik hubungan panjang dan berat (Gambar 8)
memiliki persamaan regresi y = 1,433x -7,7389 dengan koefisien determinasi
adalah R2 = 0,9829. Artinya setiap penambahan panjang benih ikan lele mutiara
sebesar 14 mm, bobot akan bertambah sebesar -7,7 g dan 98,29% pertambahan
bobot tubuh benih ikan lele mutiara terjadi karena pertambahan panjang tubuh
benih ikan lele mutiara sedangkan 1,71% penambahan bobot benih ikan lele
mutiara disebabkan oleh faktor lain seperti faktor lingkungan. Syuhada et all.
33

(2020) melaporkan hubungan panjang berat ikan limbat (Clarias nieuhofii)


diketahui kuat hubungannya karena memiliki R2 koefisien determinasi mendekati
1, R²= 0.7923 artinya nilai tersebut menunjukan bahwa hubungan panjang berat
tubuh ikan limbat memiliki korelasi yang kuat. Hal ini juga menunjukkan bahwa
panjang total tubuh mempengaruhi bobot benih ikan lele mutiara. Fuadi et al.
(2016) menyatakan jika nilai R2 mendekati 1 maka panjang ikan akan semakin
bertambah seiring pertambahan bobot tubuh ikan. Menurut Kusmini et all. (2018)
pertumbuhan ikan erat kaitannya dengan hubungan panjang dan berat (bobot),
berdasarkan pengamatan dan pengukuran secara fisik parameter ini dapat
menggambarkan kondisi ikan berukuran kecil, sedang atau besar (Ibrahim et all.
2018).

Hubungan Panjang dan Bobot


3
y = 1.433x - 7.7389
2.5 R² = 0.9829

2
Bobot (gr)

1.5
Series1
1
Linear (Series1)
0.5

0
6.2 6.4 6.6 6.8 7 7.2 7.4
Panjang (mm)

Gambar 8. Hubungan panjang dan bobot benih ikan lele mutiara


4.3.5 Kualitas Air
Kualitas air untuk budidaya merupakan salah satu faktor yang perlu
diperhatikan terhadap pertumbuhan ikan. Kualitas air merupakan faktor pembatas
dalam pertumbuhan ikan budidaya, termasuk lele. Sekalipun lele dapat hidup pada
kualitas air yang buruk, pertumbuhan lele akan terhambat karena energinya
digunakan untuk bertahan pada lingkungan perairan yang buruk sehingga
pertumbuhannya pun melambat. Parameter kualitas air yang diamati selama
penelitian ini adalah suhu dan pH. Kisaran hasil rata-rata pengukuran kualitas
air selama penelitian pada setiap perlakuan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
34

Tabel 10. Kualitas Air


Parameter yang diamati
Perlakuan
Suhu ( ) pH
P0 28,1 6,72
P1 27,6 6,53
P2 27,2 6,65
P3 27,7 7,03
Keterangan :
P0 : Pelet pabrik dengan merk 781-1 (kontrol +)
P1 : Pelet alternatif (limbah bulu ayam) 30%
P2 : Pelet alternatif (limbah bulu ayam) 40%
P3:Pelet alternatif (limbah bulu ayam) 50%
Suminto et al (2018) melaporkan kualitas air budidaya ikan lele yang
diberi pakan buatan ditambah tepung telur ayam afkir memiliki kisaran suhu 25-
30 dan pH 6,8-7,1. Berdasarkan SNI (2015), kisaran suhu untuk ikan lele
antara 22-32 sedangkan nilai pH produktif perairan bagi pertumbuhan lele
sangkuriang antara 6,5-8,6 (Ahmadi et all. 2012). Menurut Kordi (2010) kisaran
optimal suhu yang baik untuk pemeliharaan lele yaitu sekitar 25 – 30
sedangkan untuk nilai pH yang baik yaitu antara 6,5 – 8,5. Kualitas air harus
dipertahankan pada kisaran optimal sehingga pertumbuhan ikan tidak terganggu.
Pada tabel 10 terlihat bahwa parameter kualitas air yang diamati meliputi suhu
( ) dan pH masih berada dalam kisaran optimal yang baik bagi pertumbuhan ikan
lele. Suhu air yang sesuai akan meningkatkan aktifitas makan ikan, sehingga
menjadikan ikan lele Mutiara cepat tumbuh.
Kualitas air yang baik selama penelitian ini juga dipengaruhi oleh letak
pembangunan kolam terpal yang dibangun di bawah permukaan tanah. Menurut
Kordi (2010) kolam terpal yang dibangun di bawah permukaan tanah selain
berfungsi untuk menghemat air agar tidak merembes juga mencegah berbagai
organisme tanah yang melubangi kolam. Selain itu suhu air pada kolam terpal
yang dibangun di bawah permukaan tanah juga lebih stabil.
35

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat diberikan kesimpulan.
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pertumbuhan panjang mutlak tertinggi terdapat pada perlakuan ke-3 (dengan
penambahan tepung bulu ayam 50%) dengan rata-rata sebesar 14,033 cm.
Pertumbuhan bobot mutlak tertinggi terdapat pada perlakuan ke-3 (dengan
penambahan tepung bulu ayam 50%) dengan rata-rata sebesar 14,17 g.
2. Analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan tepung bulu ayam dalam
pakan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan bobot mutlak
benih ikan lele mutiara. Hal ini dapat dilihat dari nilai F hitung (3.348) lebih
kecil dari pada F tabel (4.066), dan nilai determinan (55.665). Maka tidak dapat
dilakukan uji lanjut.

5.2 Saran
Dari kegiatan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diberikan saran
sebagai berikut :
1. Disarankan kepada pembudidaya atau petani ikan untuk memakai limbah bulu
ayam selain memiliki protein kasar yang sangat tinggi penggunaan limbah bulu
ayam juga dapat mengurani pencemaran linkungan.
2. Perlu diadakan penelitian lanjut menggunakan uji beda nyata terkecil (BNT)
dengan selang kepercayaan 95%.
36

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z, et all. 2015. Pertumbuhan Dan Konsumsi Pakan Ikan Lele


(Clarias Sp.) Yang Diberi Pakan Berbahan Baku Lokal. Depik,
4(1):33-39. Issn 2089-7990.
Ahmadi, et all. 2012. Pemberian Probiotik dalam Pakan terhadap Pertu
mbuhan Lele Sangkuriang (Clarias gareipinus) pada pendederan
II. Jurnal Perikanan dan Kelautan 3 (4): 99-107.
Aslamyah S, Karim My. 2012. Uji Organoleptik, Fisik, Dan Kimiawi
Pakan Buatan Untuk Ikan Bandeng Yang Disubstitusi Dengan
Tepung Cacing Tanah (Lumbricus Sp.). Jurnal Akuakultur
Indonesia 11 (2):124-131.

Aziz A.D. Alamsyah, et all, 2013, Pembuatan Pangan Ternak Lele


Organik Berbahan Baku Protein Dari Bulu Ayam Dengan
Metode Fermentasi Bio, 22 – 23, 25.

Fuadi Z, et all. 2016. Hubungan Panjang Berat Ikan Yang Tertangkap Di


Kreueng Simpoe, Kabupaten Bireun, Aceh. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kelautan Dan Perikanan Unsiyah. Vol 1, No 1:169-
76.
Gunawan, S., 2016, Kupas Tuntas Budidaya dan Bisnis Lele, Jilid 3,
Penebar Swadaya, Jakarta Timur, 27, 29, 40, 53, 56, 92.
Hidayat, et all. 2013. Kadar hemoglobin, hematokrit, dan eritrosit burung
puyuh jantan umur 0-5 minggu yang diberi ransum tambahan
kotoran walet dalam ransum. J. Anim. Agri. 2 (1) : 209-216.
Irmawan, A., 2016, Seri Budidaya Ikan Air Tawar Organik Membongkar
Rahasia Sukses Budidaya Ikan Lele, Nila & Gurami, Jilid 1,
Araska, Yogyakarta, hlm 11, 15 – 16, 33, 50 – 51.
Ibrahim, et all. 2018. Length-weight Relationship and Condition Factor
of Yellowstripe Scads Selaroides Leptolepis in Sunda Strait.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 9 (2), 577-584.
37

Lovell, R.L. 2014. Nutrition of Aquaculture Species. Jurnal of Animal


Science. (69):4193–4200.
Mulia et all 2016. PEMANFAATAN LIMBAH BULU AYAM
MENJADI BAHAN PAKAN IKAN DENGAN FERMENTASI
Bacillus subtilis (Utilization of Waste Chicken Feather to Fish
Feed Ingredients Material with Fermentation of Bacillus subtilis).
Vol 23. No 1.
Saade E dan Aslamyah S. 2009. Uji fisik dan kimiawi pakan buatan
untuk udang windu penaeus monodon fab. yang
menggunakan berbagai jenis rumput laut sebagai bahan
perekat. J. Ilmu Kelautan dan Perikanan. 19 (2): 107-115.
ISSN: 0853-4489.
Samadi, B., 2016. Meraup Laba Jutaan Rupiah Dari Usaha Pembesaran
Ikan Lele Selama Dua Bulan Pemeliharaan, Cetakan 1, Nuansa,
Bandung. Hal : 17, 35-36.
Suminto,et all. 2018. Pengaruh Tepung Telur Ayam Afkir Pada Pakan
Buatan Yang Berprobiotik Terhadap Efesiensi Pemanfaatan
Pakan, Pertumbuhan Dan Kelulushidupan Lele Dumbo (Clarias
Gariepinus). Saintek Perikanan 13(2):111-118.
Syuhada Ym, Hertati R, Kholis Mn. 2020. Hubungan Panjang Berat Dan
Faktor Kondisi Ikan Limbat (Clarias Nieuhofii) Yang Tertangkap
Pada Bubu Kawat Di Perairan Rawa Rimbo Ulu Kabupaten Tebo
Provinsi Jambi. Semah : Journal Pengelolaan Sumberdaya
Perairan 4(2): 90-102.
Wibowo, Kesit Tisna., 2016, Beternak Lele dengan Sistem Padat Tebar
Tinggi hingga 1000 ekor / m2, Cetakan 1, PT AgroMedia
Pustaka, Jakarta, hlm 24 – 25.
Wulansari R, Andriani Y & Haetami K. 2016. Penggunaan jenis binder
terhadap kualitas fisik pakan udang. Jurnal Perikanan Kelautan.
(2): 140-149.
38

LAMPIRAN
39

Lampiran 1. Perhitungan Pertumbuhan Panjang Mutlak


Panjang Mutlak (cm) Jumlah Panjang Rerata Panjang Mutlak
Perlakuan
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Mutlak (cm) (cm)
P0 4.1 3.7 3.5 11.300 3.767
P1 6.3 6.1 6.0 18.400 6.133
P2 9.4 9.6 9.4 28.400 9.467
P3 14.1 14.0 14.0 42.100 14.033

Analisis Sidik Ragam (ANOVA)


SK Db JK KT F hitung F tabel 5% F tabel 1% Kesimpulan

Perlakuan 3 178.403 59.468 1784.033 4.066 7.591 H0 ditolak


NILAI
Galat 8 0.267 0.033 DETERMINAN 99.851
Total 11 178.670

Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)


Sd t5%/2;6 BNT
0.149 2.306 0.344

Rerata Panjang Selisih Notasi


Perlakuan
Mutlak (cm)
P3 14.033 0.000 a
P2 9.467 4.567 0.000 b
P1 6.133 7.900 3.333 0.000 c
P0 3.767 10.267 5.700 2.367 d
40

Lampiran 2. Perhitungan Pertumbuhan Bobot Mutlak


Bobot Mutlak(g)
Jumlah Bobot Mutlak Rerata Bobot Mutlak
Perlakuan
(g) (g)

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

P0 1.7 2 2.1 5.8 1.933

P1 1.8 2.2 2.3 6.3 2.100

P2 2.1 1.8 1.9 5.8 1.933


P3 2.5 2.3 2.3 7.1 2.367

Analisis Sidik Ragam (ANOVA)


SK Db JK KT F hitung F tabel 5% F tabel 1% Kesimpulan

Perlakuan 3 0.377 0.126 3.348 4.066 7.591 H0 diterima

NILAI
Galat 8 0.300 0.037 55.665
DETERMIAN
Total 11 0.677
41

Anda mungkin juga menyukai