Upaya pemanfaatan hasil samping sebagai bahan baku formulasi pakan ikan terus
berkembang (Adéyèmi et al., 2020; Zulfahmi et al., 2019). Hal ini disebabkan karena
tepung ikan yang masih menjadi bahan baku utama pembuatan pakan ikan mulai
dianggap tidak lagi ekonomis, susah diperoleh dan tidak ramah lingkungan (Arriaga-
Hernández et al., 2021; Amer et al., 2020). Limbah ikan teri jengki (Stolephorus sp.)
merupakan salah satu hasil samping yang berpotensi dijadikan sebagai bahan baku
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki sumber daya laut termasuk teri yang
melimpah (Irnawati et al., 2018; Mulya et al., 2021). Selain dijual dalam keadaan
segar, ikan ini juga ikut diasinkan dalam rangka memperpanjang waktu simpan.
Bagian utama yang dikonsumsi adalah badan ikan, sedangkan kepala ikan cenderung
menjadi hasil samping yang kurang dimanfaatkan (Ali et al., 2015; Ali et al., 2018).
Sebanyak 15% dari total sumberdaya ikan teri diperkirakan menjadi hasil samping
dan limbah perikanan (Ali et al., 2015). Hasil samping olahan ikan teri mengandung
protein sebesar 44,43%, karbohidrat sebesar 13,68% dan kadar abu sebesar 6,62%
(Ali et al., 2018). Selain itu, Gormaz and Fry (2014) melaporkan bahwa ikan teri juga
kaya asam amino, asam lemak, dan yodium. Sejauh ini, pemanfaatan hasil samping
ikan teri sebagai bahan baku pakan telah diujicobakan pada beberapa ikan yaitu ikan
nila (Oreochromis niloticus) dan ikan lele (Clarias batracus) (Ali et al., 2015).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan tepung ikan teri dalam formulasi
kontrol/komersial.
Menurut Perius (2011), pakan merupakan sumber energi dan materi untuk menopang
kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan ikan. Namun di sisi lain pakan merupakan
komponen terbesar (50-70%) dari biaya produksi. Meningkatnya harga pakan ikan
tanpa disertai kenaikan harga jual ikan hasil budidaya adalah permasalahan yang
menyebabkan kematian dan laju pertumbuhan ikan yang lambat. Salah satu jenis ikan
yang memiliki laju pertumbuhan yang lambat yaitu ikan peres (Osteochillus vitttatus).
Itik merupakan ternak yang bisa menghasilkan daging dan telur untuk dikonsumsi.
Itik Pegagan sebagai itik lokal Sumatera Selatan adalah itik dwiguna yang dapat
menghasilkan telur dan daging. Itik Pegagan memiliki bobot badan 1,5-1,9 kg, dan
yang tinggi menjadikan peternakan itik sebagai usaha yang potensial untuk memenuhi
Salah satu jenis itik pedaging yang mempunyai produktivitas tinggi yaitu itik Peking.
Itik Peking merupakan itik yang berasal dari China, itik ini tergolong itik pedaging
yang memiliki daya produktivitas tinggi, yaitu mampu mengkonversi ransum dengan
baik sehingga menghasilkan bobot badan yang tinggi dengan waktu yang relatif
singkat (Assad dkk., 2016). Itik Peking memiliki postur lebar, kekar, berdaging
dengan bagian dada besar, bundar dan membusung (Andoko dan Sartono, 2013). Itik
Peking memiliki badan yang lebih kompak dibandingkan dengan beberapa jenis itik
lainnya (Rostika dkk., 2014). Karkas itik Peking berwarna kuning dan kelihatan
sangat menarik (Srigandono, 2000). Bobot itik Peking jantan dewasa berkisar 4 – 5
kg/ekor, sedangkan bobot itik Peking betina berkisar 2,5 – 3 kg/ekor (Setioko dan
Rohaeni, 2004).
Proses pembesaran itik Peking pedaging pada dasarnya dibagi menjadi tiga periode
yakni fase starter, fase grower dan fase finisher. Fase starter dimulai sejak umur 0-2
minggu, fase grower sejak umur 3-5 dan untuk pada fase finisher dimulai sejak umur
5-10 minggu (Susanti dkk., 2012). Fase starter pada umur 0-2 minggu itik
memerlukan asupan protein sebanyak 22%, pada fase grower umur 3-5 minggu itik
memerlukan asupan protein sekitar 16% dan pada fase finisher asupan protein yang
Salah satu faktor penting dalam meningkatkan produksi ternak adalah ransum, tetapi
ransum menghabiskan biaya yang tinggi dalam usaha peternakan itik, hal ini sesuai
dengan Supriyati et al. (2003) bahwa total biaya produksi yang dihabiskan untuk
kebutuhan ransum sebesar 70%. Alternatif yang digunakan untuk menurunkan biaya
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini yaitu
bagaimana pemanfaatn limbah ikan teri (Stilephorus Sp) sebagai sumber protein ransum
Bedasarkan rumusan masalah diatas tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana pemanfaatn limbah ikan teri (Stilephorus Sp) sebagai sumber protein ransum
pakan itik, sehingga peneliti dapat pengalaman baru tentang pemeliharaan dan
pertumbuhan itik.
2. Dapat dijadikan sebagai referensi jika ingin dikembangkan kembali tentang pakan itik
di kemudian hari.
3. Sebagai bahan literasi dan informasi mengenai pengolahan limbah sebagai pakan, dan
dan tepung ikan pada pakan buatan terhadap laju pertumbuhan, tingkat kelangsungan
hidup, rasio konversi pakan, dan retensi protein pada itik pecking
H1 = σi ≠ 0 : minimal ada satu proporsi tepung limbah perebusan ikan teri dan tepung
ikan pada pakan buatan yang berpengaruh terhadap laju pertumbuhan, tingkat
kelangsungan hidup, rasio konversi pakan, dan retensi protein pada itik pecking.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Filum : Chordata
Kingdom : Animalia
Spesies : Anas domesticus
Subkingdom : Bilateria
Ordo : Anseriformes
Famili : Anatidae
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Aves
Genus : Anas
Itik adalah salah satu jenis unggas air (water fowls) yang termasuk dalam kelas aves,
ordo anseriformes, famili anatidae sub famili anatinae, tribus anatinae dan genus anas
(Srigandono, 1997). Itik merupakan ternak penghasil daging dan telur. Itik pedaging
merupakan ternak unggas penghasil daging yang sangat potensial di samping ayam.
Daging itik merupakan sumber protein yang bermutu tinggi dan itik mampu
produksi yang cepat dan tinggi sehingga mampu memenuhi permintaan konsumen
Tujuan pokok pemeliharaan itik pedaging adalah untuk menghasilkan daging bagi
konsumsi manusia. Itik pedaging adalah itik yang mampu tumbuh cepat dan dapat
mengubah pakan secara efisien menjadi daging yang bernilai gizi tinggi. Di samping
itu, itik pedaging memiliki bentuk tubuh dan struktur perdagingan yang baik
(Srigandono, 1998).
Kebutuhan nutrien untuk itik periode starter terdiri dari energi metabolisme 2900
Kkal/kg, protein kasar 22 persen, kalsium 0,65 persen, fosfor 0,45 persen dan periode
grower energi metabolisme 3000 Kkal/kg, protein kasar 16 persen, kalsium 0,60
pesen dan fosfor 0,30 persen (NRC, 1994). Dalam pemeliharaan Itik Peking tidak
begitu membutuhkan air walapun secara mendasar itik tersebut tergolong sebagai
unggas air, Itik Peking hanya butuh air sebagai air minum saja (Andoko dan Sartono,
2013).
Bley dan Bessei (2008) mengemukakan bahwa peningkatan konsumsi pakan pada itik
dipengaruhi oleh umur dan bentuk pakan, sedangkan lama dan kecepatan konsumsi
pakan seiring dengan peningkatan umur itik. Menurut Wilson (1973) dalam
Srigandono (1997), konsumsi pakan itik Peking umur 3-7 minggu dalam bentuk mash
dan pellet yaitu 6,84 kg dan 5,97 kg. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pakan
Ransum adalah susunan beberapa pakan ternak unggas yang di dalamnya harus
mengandung zat nutrisi yang lain sebagai satu kesatuan, dalam jumlah, waktu, dan
proporsi yang dapat mencukupi semua kebutuhan (Rasyaf, 2005). Menurut Jull
(1982), konsumsi ransum dipengaruhi oleh bentuk fisik pakan, bobot badan,
kandungan nutrisi pakan, lingkungan tempat pemeliharaan, strain, dan jenis kelamin.
Selain itu, konsumsi ransum juga dipengaruhi oleh kandungan energi ransum,
kesehatan lingkungan, zat - zat makanan, dan kecepatan pertumbuhan (Wahju, 1992).
Konsumsi ransum yang relatif banyak akan menyebabkan konsumsi zat - zat
makanan seperti asam amino, vitamin, dan protein juga menjadi lebih banyak
sehingga kebutuhan hidup pokok, produksi telur dan pertumbuhan akan terpenuhi.
akan dikurangi oleh sisa pakan yang telah dikonsumsi. Pemberian pakan bertujuan
untuk mencukupi kebutuhan tenaga dan nutrisi lain dalam upaya untuk memenuhi
Konsumsi pakan itik Peking merupakan hal yang harus diperhatikan ketika pada masa
pemeliharaan, sebab dengan mengetahui konsumsi pakan itik peking maka peternak
dapat menentukan jumlah pakan yang sesuai standart. Untuk mengetahui konsumsi
pakan pada itik Peking dapat kita ketahui dengan cara menghitung jumlah pakan yang
telah diberikan dan dikurangi dengan jumlah pakan yang masih tersisor.
Tabel 2.1 Standart Konsumsi Pakan Itik Peking dan Pertambahan Bobot Badan
itik Peking
Dari data pada tabel diatas menunjukkan bahwa semakin bertambahnya umur itik,
maka jumlah konsumsi pakannya juga akan bertambah. Pada umur 7 dan 8 minggu
Menurut Sukirmansyah et al, (2016), itik Peking merupakan jenis itik pedaging yang
berasal dari daratan Cina, jenis itik ini merupakan itik yang sangat populer diseluruh
Asia dikarenakan memiliki pertambahan bobot badan yang baik dan juga dikenal
Dari Tabel 2.2 dibawah ini dapat disimpulkan bahwasannya semakin bertambahnya
umur maka semakin berbeda pula kebutuhan gizi pada setiap fase itik peking
Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap aktifitas
pertumbuhan ikan. Pakan memberikan energi untuk tubuh itik dan memacu
pakan pada itik, sehingga dapat memberikan hasil pertumbuhan yang optimum.
Pemberian pakan tepat waktu dengan jumlah yang cukup akan mempercepat
menurunkan efesiensi penggunaan pakan. Begitu juga sebaliknya, apabila pakan yang
diberikan kurang maka pertumbuhan itik juga kurang optimum (Pratiwi et al., 2011).
2.5 Kebutuhan Nutrisi dan jumlah pakan pada itik pecking fase starter
Bebek peking, sebagai salah satu alternatif pemenuhan kebutuhan protein hewani asal
unggas, dagingnya cukup digemari oleh masyarakat Indonesia. Secara genetik, bebek
Dapat menghasilkan daging yang tinggi serta rendah lemak pada daging karkasnya.
Protein dan energi merupakan nutrisi utama yang dibutuhkan bebek dalam formulasi
pakan. Komponen protein dan energi menempati jajaran atas penyumbang biaya
formula pakan. Protein dan energi yang terkandung dalam pakan sangat berpengaruh
terhadap performa produksi maupun reproduksi. Fan et al. (2008) menyatakan bahwa
AME/kg dengan protein 18%. Sementara itu, Xie et al. (2010) yang melakukan
penelitian menggunakan bebek peking putih jantan menyatakan kebutuhan energi dan
protein untuk bebek peking, yaitu sebesar 2900 kcal AME/kg dan 20,5%.
Sementara itu, kebutuhan asam amino yang diperlukan bagi pertumbuhan dibutuhkan
methionin sebesar 0,337%, dimana ini masih bisa ditingkatkan hingga 0,339% untuk
mendapatkan proporsi otot dada yang lebih baik. Peran methionin sangat berpengaruh
terhadap pembentukan jaringan otot. Lisin, sebagai asam amino pembatas lainnya,
dibutuhkan sebesar 1,06% untuk tiga minggu awal, lalu sebesar 1,02% dibutuhkan
Selain asam amino, mineral juga sangat penting untuk pertumbuhan bebek peking.
Mineral Ca sangat diperlukan untuk pertumbuhan tulang maupun otot. Kebutuhan tiga
minggu pertama sebesar 0,806% Ca plus 0.403% non-phytate phosphorus dan 0,720%
Ca plus 0,37% non-phytate phosphorus untuk bebek umur 3-7 minggu. Kurangnya
Kebutuhan lainnya, yaitu kandungan vitamin dalam pakan. Vitamin A (retinol) sangat
berperan terhadap pertumbuhan, reproduksi dan fungsi kekebalan tubuh. Pada bebek
produksi. Pemberian ini dapat dilakukan mulai dari DOD hingga umur 21 hari.
Berikutnya, vitamin D juga sangat dibutuhkan oleh bebek peking. Vitamin D berperan
makrofag yang dihasilkan akan sedikit dan tentunya bila ada serangan penyakit dari
luar, bebek akan mudah terserang. Kandungan vitamin D sebesar 1000 IU/kg di dalam
Klasifikasi
Phylum : Chordata
Kelas : Pisces
Famili : Clopeidae
Genus : Stolephorus
Salah satu jenis ikan yang banyak digemari oleh masyarakat adalah ikan teri, jenis
ikan teri tersebut salah satunya adalah ikan teri jengki (Stolephorus sp.) yang
masyarakat Indonesia (Sehabudin et al., 2017). Menurut Lestari et al. (2013), protein
pakan ikan sangat bertumpu pada tepung ikan. Tingginya jumlah impor dapat
menyebabkan harga tepung semakin mahal, sehingga menjadi salah satu kendala bagi
para pembudidaya. Oleh karena itu diperlukan alternatif lain untuk mengganti sumber
protein hewani yang tersedia setiap waktu, dengan harga yang murah dan kualitas
yang baik. Sumber bahan baku lainnya seperti ikan teri dan ikan rucah (Utomo et al.,
2013).
Tepung limbah ikan teri salah satu bahan baku pengganti tepung ikan yang belum
tergantikan, dengan kandungan protein yang tinggi dan diperoleh dengan harga yang
Berdasarkan uji proksimat, bahan baku yang diolah menjadi tepung limbah teri yang
kandungan protein sebesar 54,4%, lemak 6,9%, kadar air 6,9%, kadar abu 11,2%,
pembuatan pakan ikan peres adalah dedak padi, tepung kedelai, tepung terigu, dan
minyak jagung. Dedak padi yang memiliki kualitas tinggi biasanya memiliki tekstur
halus, tidak bau tengik, dan kadar sekamnya rendah (Bakri, 2017). Kandungan
karbohidrat pada dedak sebanyak 58-72%, lemak sebanyak, 2,52- 5,05%, protein
sebanyak 11-17% dan serat kasar mencapai 11% (Pernata, 2012). Menurut Rasyaf
(2011), dedak padi memiliki peranan yang cukup baik untuk digunakan sebagai bahan
baku campuran pakan unggas, yaitu sekitar 25-30% dari seluruh komponen pakan.
Karena dedak padi memiliki kandungan serat kasar yang dapat menurunkan produksi
serta kandungan asam fitrat yang terdapat pada dedak padi dapat mengikat beberapa
jagung dan beras. Kedelai digunakan untuk keperluan lainnya seperti, bahan industi,
makanan ternak dan juga dikonsumsi oleh manusia sebagai bahan pangan. Selain itu
kedelai dapat dijadikan sebagai tepung dengan cara direbus, dikeringkan dan
Komponen formulasi dalam pakan sebagai perekat sangat penting. Karena dapat
berfungsi sebagai penguat ikatan penyusun dari suatu pakan, sehingga pakan yang
terbentuk akan kuat dan tidak mudah hancur. Salah satu bahan perekat yang sering
digunakan untuk pembuatan pakan adalah tepung terigu. Selain harganya murah dan
mudah didapat, tepung terigu juga memiliki kualitas yang tinggi dari segi kandungan
merupakan uji analisis nutrisi yang terkandung dalam pakan terdiri dari uji komposisi
protein, lemak, karbohidrat, kadar abu, dan kadar air. Analisis kadar protein dapat
menggunakan metode Soxhlet, uji kadar air dan kadar abu menggunakan metode
asam amino dan dihubungkan dengan ikatan peptida. Menurut Probosari (2019)
unsur-unsur asam amino terdiri dari oksigen, karbon, hidrogen, dan nitrogen. Menurut
peliharaan adalah >16.00%. Lemak adalah senyawa organik yang tidak dapat larut
dalam air, lemak yang baik menurut SNI-8509-2018 yaitu sebesar >2%. Analisis
terhadap kadar lemak memiliki tujuan untuk mengetahui daya simpan produk, karena
2012).
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi tubuh makhluk hidup, biasanya
karbohidrat banyak terdapat pada bahan pangan nabati seperti biji-bijian serealia dan
ikatan lignin. Kadar abu didefinisikan sebagai proses pembakaran organik berupa
senyawa anorganik dalam bentuk oksida, garam dan juga mineral. Uji kadar abu
dilakukan agar sisa pembakaran sempurna dari suatu bahan yang mengandung banyak
mineral tidak terbakar sehingga menjadi zat yang dapat menguap (Herman et al.,
2011). Kadar air sangat penting untuk pembuatan bahan pakan, karena air dapat
mempengaruhi wujud, citra rasa dan tekstur. Menurut Aventi (2015) kadar air dalam
bahan pakan menentukan daya tahan pakan dan kesegaran pakan tersebut.
Berdasarkan SNI-8509-2018 untuk kebutuhan kadar abu <14%, sedangkan kadar air
<12%.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober hingga Desember 2023. Tahap
Itik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berasal dari peternakan 3 saudara
yang berada di Jl. Prof. Dr. Hamka No.30, RT.01/RW.02, Napar, Kec.
1. Alat
dan pencetakan pakan, alat uji proximat, alat pengukur kualitas air dan
analitik dan gelas ukur. Alat yang digunakan untuk uji proksimat yaitu,
pemanas, gelas piala 300 ml, labu ukur, kertas saring, soxtec, tanur listrik,
2. Bahan
formulasi, bahan uji proksimat, bahan pemeliharaan itik, dan bahan untuk
pengamatan histologi. Bahan formulasi yaitu, limbah kepala ikan teri jengki
tepung kedelai, dedak padi, tepung terigu, minyak ikan, dan vitamin mineral
premix. Bahan yang digunakan untuk uji proksimat yaitu aquades, asam
Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan pakan yang berbeda. Setiap perlakuan
diikuti oleh tiga kali ulangan. Perlakuan kontrol menggunakan pakan komersial
CPP888-2 (protein 28%, lemak 6%, dan kadar air 12%). Sementara itu perlakuan
P1, P2 dan P3 menggunakan tepung ikan teri dengan konsentrasi yang berbeda
Komposisi proksimat yang diuji dalam penelitian ini adalah protein, kadar lemak,
kadar abu, kadar air, dan karbohidrat. Protein diuji dengan menggunakan metode
makro Kjedahl. Metode makro Kjedahl terdiri dari proses destruksi, destilasi, dan
kemudian hasil tersebut dikalikan dengan faktor koreksi 6,25 karena pada protein
Menurut Ofori et al. (2019), untuk uji kadar lemak dilakukan dengan cara
ekstraksi menggunakan pelarut N-heksana sebanyak 250 ml. Uji kadar lemak
U = Ekstrak lemak
Hasil samping olahan ikan teri jengki diperoleh dari Pasar Batang Kapas
pakan lainnya. Jenis dan persentase komponen pakan lain yang digunakan .
Adonan pakan yang terbentuk kemudian dicetak menyerupai pelet berukuran 1–2
DAFTAR PUSTAKA
Adéyèmi, A. D., Kayodé, A. P. P., Chabi, I. B., Odouaro, O. B. O., Nout, M. J., &
Linnemann,
A. R., (2020). Screening Local Feed Ingredients of Benin, West Africa, For Fish Feed
Affandi, R., & U. M. Tang. (2017). Fisiologi Hewan Air. Intimedia, Malang.ISBN:
978-602-1507-54-4
Ali, M., Efendi, E., Noor, N. M., No, J. P. S. B., Gedongmeneng, B. L., & No, J.
S. H., (2018). Products Processing of Anchovies (Stolephorus sp.) and its Waste
Potential as Raw Material for Feed in Implementing Zero Waste Concept. Jurnal
Ali, M., L. Santoso & D. Fransisca, (2015). The Substitution of Fish Meal by Using
Anchovies Head Waste to Increase the Growth of Tilapia. Maspari, 7(1), pp.63-70.
https://core.ac.uk/download/pdf/267821958.pdf
Amer, S. A., Ahmed, S. A., Ibrahim, R. E., Al-Gabri, N. A., Osman, A., & Sitohy, M.,
Budi DS, Alimuddin, dan Suprayudi M.A., (2015). Growth Reesponse and Feed
https://doi.org/10.4308/hjb.22.1.12.
Eriani, K., Syahrin, A., & Muchlisin, Z.A., (2017). Effect of Temperature Shock on
https://doi.org/10.15294/biosaintifika.v9i2.8680.