NPM : 1910005600064
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TAMANSISWA
PADANG
2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
A. Latar Belakang Masalah.................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................7
C. Tujuan Penelitian............................................................................................................7
D. Manfaat Penelitian..........................................................................................................8
E. Tinjauan Pustaka.............................................................................................................8
F. Metode Penelitian.............................................................................................................22
G. Sistematika Pembahasan..................................................................................................24
2
PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PROSTITUSI ONLINE PADA TINGKAT
menyebar luas di seluruh bagian negara. Bagi negara berkembang, khususnya di Indonesia
ini, pemanfaatan teknologi dan internet sudah menjadi media dalam kehidupan sehari-hari
atau lebih dikenal dengan gaya hidup. Kemajuan di bidang teknologi akan berjalan bersama
dalam masyarakat dapat mengenai nilai sosial, kaidah-kaidah sosial pola-pola perilaku,
organisasi dan susunan lembaga kemasyarakatan. Pesatnya perkembangan teknologi itu telah
Pemanfaatan teknologi dan internet ini bisa menjadi pedang bermata dua. Dimana
memiliki pengaruh positif dan pengaruh negatif. Dalam pengaruh positif, dapat memudahkan
(payment), penyebaran informasi berita, dan lain sebagainya. Sedangkan pengaruh negatif,
teknologi dan internet dapat digunakan sebagai media penipuan kartu kredit, penipuan
perbankan, meretas situs internet, transaksi seks, dan lain-lain yang dapat dikenal sebagai
merupakan kejahatan yang menggunakan media komputer sebagai sasaran dan sarana
melakukan kejahatan. Kejahatan dalam konteks ini adalah kejahatan dalam pengertian
pidana2
1
Soerdjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta, Rajawali Pers, 1980), hlm. 87-88
2
Widodo dan Wiwik Utami, Hukum Pidana dan Penologi, (Yogyakarta, Aswaja Pressindo, 2014), hlm. 51
3
Cakupan materi UU-ITE secara umum antara lain berisi tentang informasi dan
dokumen elektronik, pengiriman dan penerimaan surat elektronik, tanda tangan elektronik,
sertifikat elektronik, hak atas kekayaan intelektual dan privasi, serta ketentuan pidana yang
Dari perkembangan zaman ini, gaya hidup pun semakin berubah keadaannya. Gaya
hidup yang bermewah-mewahan, hingga tidak memandang status sosial, sehingga melakukan
segala cara untuk memenuhi keinginan dari gaya hidupnya dan mengesampingkan kebutuhan
hidup yang seharusnya diprioritaskan. Karena gemerlap nafsu duniawi tersebut, untuk
memenuhi keinginannya tidak hanya menggunakan cara-cara yang selayaknya manusia lain
lakukan, sebagai contoh; bekerja keras, menabung, membangun sebuah usaha dan lain lain.
Namun, tidak sedikit juga yang Mengabaikan moralitas untuk memenuhi segala keinginannya
tersebut, sebagai contoh; menjual atau mempertontonkan bentuk tubuh demi mendapatkan
bayaran (menggunakan aplikasi live streaming online atau menggunakan cara video call
menggunakan media sosial) hingga rela bekerja sebagai pekerja seks komersial (prostitusi).
Sebagai bagian dari kejahatan dalam pergeseran pemanfaatan kemajuan teknologi dan
informasi, prostitusi mulai berkembang pesat. Dari yang sebelumnya konvensional dan hanya
dalam bentuk lokalisasi, sebagai langkah awal pemerintah dalam memusatkan dan menekan
angka kegiatan prostitusi dan menjadi tolak ukur atau indeks perkembangan kegiatan
prostitusi di suatu wilayah, hingga sekarang berkembang menjadi praktik prostitusi yang
melibatkan suatu kelompok ataupun pribadi yang menggunakan media elektronik dan internet
sebagai media untuk menyebarkan dan mendapatakan pelanggan atau konsumen guna
3
Widodo, Sistem Pemidanaan dalam Cyber Crime, (Yogyakarta, Aswaja Pressindo, 2009), hlm. 222
4
Di Indonesia, praktik prostitusi ini merupakan praktek yang sebelumnya sudah diatur di
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam buku Kedua Bab XIV tentang
Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana
2) Barang siapa dengan sengaja dan didepan orang lain yang ada di situ bertentangan
Pasal 296 KUHP, yang berbunyi : “Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau
memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain dan menjadikannya sebagai
pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat
bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah5.
Selanjutnya ada dalam Buku Ketiga Bab VI tentang Pelanggaran Kesusilaan dalam
Pasal 506 KUHP, yang berbunyi : “Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul
seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian, diancam dengan pidana kurungan
Akan tetapi, dalam praktik prostitusi online (daring) dianggap sebagai kejahatan baru
yang aturannya belum dijelaskan secara jelas dalam kebijakan hukum pidana maupun
jelaskan oleh petugas reskrim, sebelumnya praktik prostitusi online sudah lama ada di Kota
Padang. Memang praktik prostitusi sekarang mulai dilakukan secara online atau
4
Pasal 281 Kitab Undang-undang Hukum Pidana
5
6
Pasal 296 Kitab Undang-undang Hukum Pidana
5
menggunakan media internet dan media sosial sebagai media penyebaran atau tawar
menawar. Dalam tahap penyelidikan oleh pihak satuan reserse kriminal (satreskrim) polresta
Padang, memancing para pelaku(psk dan atau mucikari) menggunakan media online tetapi
ketika dalam tahap pembuktian di tingkat penyidikan mendapatkan kesulitan dan rumitnya
dalam mendatangkan ahli dalam bidang Informasi dan Transaksi Elektronik guna melakukan
pembuktian tindak pidana yang telah di lakukan, karena syarat-syarat yang harus disiapkan
dalam mendatangkan ahli guna membuktikan tuntutan praktik prostitusi online tersebut,
sehingga dalam tahap penuntutan di pengadilan, hanya bisa mengenakan pasal tentang
Sedangkan para pekerja seks komersial tersebut tidak dapat dikenakan tindak pidana
yang notabene juga ikut serta melakukan praktek prostitusi secara online menggunakan
media internet atau media sosial tersebut. Pada dasarnya pengaturan mengenai pembuktian
sudah dijelaskan di dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
Diatur pula ketentuan mengenai alat bukti yang diatur didalam Pasal 184 angka 1 , yang
berbunyi;
a) Keterangan saksi;
b) Keterangan ahli;
c) Surat;
7
Pasal 183 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
6
d) Petunjuk;
e) Keterangan terdakwa
Bardasarkan hal tersebut diatas penulis tertarik melakukan penelitian dalam benuk
Skripsi yang berjudul ” Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Prostitusi Online pada Tingkat
B. Rumusan Masalah
BerdasarkaMn latar belakang diatas, maka menjadi masalah dalam pembahasan ini
adalah:
1. Bagaimana penegakan hukum yang dilakukan oleh Kepolisian Kota Padang terhadap
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui penegakan hukum yang dilakukan oleh Kepolisian Kota Padang
D. Manfaat Penelitian
Ada dua manfaat yang diberikan yakni manfaat secara teoritis dan praktis sebagai
berikut :
1. Manfaat teoritis
7
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi ilmu
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi Polresta Kota Padang dan masyarakat
E. Tinjauan Pustaka
1. Teori Pembuktian
Pembuktian menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah proses, perbuatan, cara
membuktikan, suatu usaha menentukan benar atau salahnya si terdakwa dalam sidang
usaha untuk menyatakan kebenaran adalah suatu peristiwa, sehingga dapat diterima oleh akal
terhadap kebenaran peristiwa tersebut. Dalam hukum acara pidana, acara pembuktian adalah
dalam rangka mencari kebenaran materiil dan KUHAP menetapkan tahapan dalam mencari
a. Penyidikan
b. Penuntutan
c. Pemeriksaan di Persidangan
Sehingga acara pembuktian hanyalah merupakan salah satu fase dalam hukum acara
pidana secara keseluruhan8. Sejarah hukum acara pidana menunjukkan bahwa ada beberapa
sistem untuk membuktikan perbuatan yang didakwakan. Sistem pembuktian ini bervariasi
menurut waktu dan tempat. Dalam hukum acara pidana ada beberapa sistem pembuktian
yaitu :
8
3Martiman Prodjohamidjojo, Sistem Pembuktian dan Alat-Alat Bukti, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1983),
hlm.12
8
a. Convection in Time
Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim semata, dalam menentukan salah atau
menarik dan menyimpulkan keyakinannya tidak menjadi masalah dalam sistem ini.
b. Convction rasionance
Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas dasar keyakinan logis, dalam
sistem inipun dapat dikatakan, keyakinan hakim tetap memegang peranan penting dalam
menentukan salah atau tidaknya seseorang terdakwa, akan tetapi dalam sistem pembuktian ini
faktor keyakinan hakim “dibatasi” dan harus didukung oleh alasan-alasan yang jelas.
Sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif, dalam sistem atau teori
pembuktian ini juga sering disebut dengan teori pembuktian formal (formele bewijstheorie),
teori pembuktian ini dikatakan secara positif karena didasarkan kepada alat-alat pembuktian
yang berupa undang-undang atau peraturan tertulis yang artinya jika telah terbukti suatu
perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti tersebut oleh undang-undang, maka keyakinan hakim
Nomor 11 Tahun 2008 juncto Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dalam
tahap penyidikan guna untuk memberikan dukungan dalam penggunaan undang-undang ini.
Karena demi tercapainya undang-undang ini dalam penegakan hukum tindak pidana
9
Hari sasangka dan Lily Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, (Bandung, Mandar Maju, 2003),
hlm.15
9
prostitusi online, keterangan ahli sangat berpengaruh dalam pembuktian. Karena menurut
undang-undang sesuai dengan pasal 183 ayat (1) KUHAP diluar alat bukti yang disebutkan
itu tidak dibenarkan dipergunakan untuk membuktikan kesalahan terdakwa,dan dalam pasal
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa
Dari alat bukti diatas hakim memeriksa untuk memperoleh kebenaran materiel dari
kejahatan myang terjadi dan hakim tidak boleh memeriksa selain alat bukti tersebut.
Pembahasan mengenai politik hukum pidana tidak terlepas dari politik hukum yang
merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Hukum yang membahas; memahami; dan mengkaji
perubahan ius constitutum menjadi ius constituendum dalam rangka upaya memenuhi
politik hukum pidana, beberapa literatur di Indonesia lebih banyak digunakan istilah
Penggunaan istilah ini juga memerlukan kajian lebih lanjut tentang ketepatan dan makna
substansinya, karena kebijakan memiliki padanan dari kata “policy” (Bahasa Inggris) yang
penggunaannya lebih bersifat teknis dan eksekutif/administratif. Oleh karena itu apabila
dirujuk dari asal kata politik hukum berasal dari kata “rechtspolitiek”, istilah politik hukum
10
merupakan terjemahan yang terdiri dari dua kata, yaitu recht yang berarti hukum dan politiek
Keterkaitan dengan politik hukum pidana tersebut berikut beberapa pendapat dan
pemikiran mengenai pengertian dan konsep politik hukum pidana, sebagai berikut;
Sudarto mengemukakan bahwa politik hukum pidana diartikan sebagai usaha yang
rasional (logis) untuk mencegah dan menghalangi kejahatan dengan sarana hukum pidana
dan sistem peradilan pidana memilih hukum dan undang-undang yang bersesuaian, paling
baik dan memenuhi syarat keadilan dan fungsinya. Hal ini bermakna pula bahwa politik
hukum pidana mesti mempertimbangkan aspek sosiologi hukum dan menjangkau masa
depan11
Seterusnya dikemukakan juga oleh Muladi bahwa, politik hukum pidana dan pembaharuan
hukum pidana harus tetap berasaskan kepada tiga inti dan substansi utama undang-undang
pidana;
pidana;
3. Menentukan bentuk atau macam hukum yang dapat diberikan kepada sesiapa
10
Sabartua Tampubolon, Politik Hukum Iptek di Indonesia, (Yogyakarta, Amara Books, 2013), hlm. 31
11
Mokhammad Najih, Politik Hukum Pidana, (Malang, Setara Press, 2014), hlm. 16
11
a)Pengetian Prostitusi
Prostitusi berasal dari kata latin yaitu “pro-stituere” artinya membiarkan diri berbuat
merajuk pada kata keterangan yang berarti WTS atau Wanita Tuna Susila. Prostitusi juga
dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri atau menjual jasa
sesuatu yang di perjanjikan sebelumnya, yang kini kerap disebut dengan istilah pekerja seks
komersial (PSK).12
Prositusi ( pelacuran) secara umum adalah praktik hubungan seksual sesaat, yang
kurang lebih dilakukan dengan siapa saja, untuk imbalan berupa uang. Tiga unsur utama
Namun dalam kasus-kasus tertentu terlibat pula orang lain yang berperan untuk
tersebut yang mana kita mengenalnya dengan sebutan germo atau mucikari. Berdasarkan
kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) di Indonesia, hanya orang yang “memudahkan”
inilah yang dapat diancam dengan pidana. Sebuah definisi pelacuran yang kurang moralitas
diajukan oleh Gagnon J.H (1968) Dalam bukunya Prostitution dalam Internasional
Encyclopedia of social science, sebagaimana yang dikutip oleh Thanh-Dam Turong dalam
bukunya Seks, uang dan kekuasaan, memandang pelacuran sebagai pemberian akses seksual
pada basis yang tidak diskriminatif untuk memperoleh imbalan baik berupa barang atau uang,
tergantung pada kompleksitas system ekonomi. Pembayaran diakui bagi perilaku seksual
yang spesifik. Jadi pelacur didefinisikan sebagai professional berdasarkan pertukaran moneter
12
Drs. H. Kondar Siregar, MA, Model Pengaturan Hukum Tentang Pencegahan Tindak Prostitusi Berbasis
Masyarakat Adat Dalihan Na Tolu, Perdana Mitra, Handalan, 2015, hlm. 1.
13
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, hlm. 159.
12
dan kelangkaan pelayanan yang disediakan. Pelayanan ini diasumsikan tidak tersedia
Menurut masyarakat luas prostitusi atau pelacuran adalah persenggamaan antara pria
dan wanita tanpa terikat piagam pernikahan yang sah. Perbuatan inidipandang rendah dari
sudut moral dan akhlak, dosa menurut agama, tercela dan jijik menurut penilaian masyarakat
di Indonesia. Akan tetapi pelacuran adalah salah satu profesi dan lahan bisnis untuk tujuan
ekonomi15
Hal ini karena tujuan dari Pasal-Pasal dalam KUHP adalah untuk menghukum orang-
kegiatan pelacuran. Menurut KUHP, PSK dan orang yang menggunakan jasa prostitusi tidak
diancam dengan pidana karena perbuatan ini mas masuk dalam kategori victimless atau
Dari beberapa definisi tentang pelacuran atau prositusi, maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian pelacur secara umum adalah penyerahan diri seorang wanita untuk laki-laki
dengan imbalan benda-benda materi dan uang. Pelacuran ini juga ada pelampiasan nafsu-
nafsu seks secara bebas dengan banyak pria untuk mendapatkan keuntungan kepada kedua
belah pihak atau para pelakunya. Menurut Kartini Kartono, jenis prostitusi dapat dibagi
menurut aktifitas, yaitu yang terdaftar dan terorganisir, dan yang tidak terdaftar dalam
13
Pelakunya diawasi oleh bagian vice control dari kepolisian yang dibantu dan bekerja
sama dengan jawatan Sosial dan jawatan kesehatan. Pada umumnya mereka melokalisasi
dalam suatu daerah tertentu. Penghuni secara priodik harus memeriksa dari para dokter atau
petugas kesehatan, dan mendapat sutinkan serta pengobatan, sebagai tindakan kesehatan dan
keamanan umum.
Termasuk dalam kelompok ini ialah mereka yang melakukan prostitusi secara gelap-
gelapam dan liar, baik secara perorangan maupun dalam kelompok. Perbuatan tidak
teroganisir, tempatnya pun tidak tertentu. Bila disembarang tempat, baik mencari mangsa
sendiri, maupun melalui mucikari dan panggilan secara pribadi. Perbuatannya tidak
terorganisir, tempatnya pun tidak tertentu. Bila disembarang tempat, baik mencari mangsa
sendiri, maupun melalui calo-calo dan panggilan. Mereka tidak mencatatkan diri kepada yang
berwajib. Sehingga kesehatannya sangat diragukan, karena belum tentu mereka itu mau
Dimana PSK tidak terorganisir. Tarif pelayanan seks terendah yang ditawarkan, dan
biaya beroperasi di kawasan kumuh seperti halnya pasar, kuburan,taman-taman kota dan
tempat lain yang sulit dijangkau, bahkan kadang-kadang berbahaya untuk dapat berhubungan
14
Dimana dalam hal tarif sudah lebih tinggi dan beberapa wisma menetapkan tarif harga
pelayanan yang berlipat ganda jika dibawa keluar untuk di booking semalaman.
Pelanggan ini kebanyakan dari masyarakat dengan penghasilan yang relatif tinggi yang
menggunakan night club sebagai ajang pertama untuk mengencani wanita panggilan atau
Kebanyakan mereka dari kalangan artis televisi dan film serta wanita model. Super
Prostitusi online adalah praktik pelacuran yang lewat media sosial dalam
menjajakannya, yang dimana para pelaku melakukan promosi lewat media sosial dalam
lainnya., dari berbagai kasus yang ada media sosial sering di salah gunakan dan untuk
melancarkan prositusi agar banyak orang yang tertarik untuk menggunakan jasa PSK
tersebut. Prostitusi online merupakan suatu perbuatan berhubungan seksual dengan orang lain
dengan menggunakan “transaksi” yang mana proses transaksi itu dapat dilakukan dengan
menggunakan media elektronik. Kegiatan ini melibatkan paling tidak dua orang pihak yaitu
orang yang menggunakan jasa layanan seksual dan pemberi layanan seksual atau pekerja seks
komersial (PSK).16
15
Pidana adalah sanksi yang hanya dalam hukum pidana. Jika diartikan dengan sanksi
dalam bidang hukum lain, maka pidana adalah sanksi yang paling keras. 17 Tanpa adanya
sanksi pidana, maka satu perbuatan hanyalah merupakan perbuatan melanggar hukum biasa.
Perkataan tindak pidana merupakan terjemahan dari Bahasa belanda “strafbaar Feit”. Dalam
Bahasa inggris “criminal act”, dama Bahasa latin “actus reus”. Secara harfiah apabila
digabungkan akan mengandung pengertian suatu kenyataan atau perbuatan nyata yang dapat
dihukum18
Menurut Simons, menerangkan bahwa strafbaar feit adalah kelakuan yang diancam
dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan
dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab” Menurut Moeljatno lebih memilih
kata-kata perbuatan pidana dari pada tindak pidana: Perbuatan pidana adalah perbuatan yang
suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pidana itu diingat bahwa
larangan ditujkan kepada perbuatan(yaitu suatu keadaan atau kerjadian yang ditimbulkan oleh
kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan
kejadian itu”. Suatu perbuatan dikatakan sebagai tindak pidana apabila memenuhi unsur-
unsur berikut:
a. Subyek
b. Kesalahan
d. Suatu tindakan yang dilarang atau duharuskan oleh undangundang atau perundang dan
17
Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm .139.
18
P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Bandung, 1984, hlm. 172.
16
Menurut Moeljatno pembagian atas dua jenis tadi didasarkan atas perbedaan prinsipil,
tidak ditentukan dalam undang-undang, sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata
melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah ada wet yang menentukan demikian
Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP itu, terdapat delapan unsur
c. Unsur kesalahan
Sedangkan menurut C.S.T. Kansil, unsur-unsur tindak pidana atau delik sebagai
berikut:20
19
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 81.
20
C.S.T.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2001, hlm. 290.
17
Menurut Moeljatno, yang merupakan usur atau elemen dari tindak pidana atau unsur
Seorang dapat dijatuhi pidana apabila orang itu telah memenuhi unsur-unsur tindak
pidana yang telah dirumuskan dalam KUHP, karena pada umumnya PasalPasal dalam KUHP
terdiri unsur-unsur tindak pidana. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lamintang yaitu 22
“Sesungguh pun demikian setiap tindak pidana yang dapat terdiri di dalam Kitab Undang-
undang Hukum Pidana itu pada umumnya dapat kita jabarkan kedalam unsur-unsur yang
pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur subjektif dan unsur-
unsur objektif”. Kemudian lamintang juga menjelaskan tentang unsur-unsur subjektif dan
a. Unsur-unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang
berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk kedalam yaitu segala sesuatu yang
harus dilakukan
21
Adami Chazawi, Op.Cit, hlm.63.
22
P.A.F Lamintang, Dasar-dasar hukum pidana Indonesia ,PT.Citra Aditya bakti, Bandung, 1997, hlm. 193.
18
Dalam KUHP tidak terdapat pengertian mengenai tindak pidana, istilah tersebut dikenal
dalam hukum pidana Belanda dengan istilah “straafbar feit”. Salah satu ahli hukum yang
menafsirkan pengertian tindak pidana adalah Teguh Prasetyo. Ia mengartikan tindak pidana
merupakan “Perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, dimana
pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatau yang
sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu
Kata prostitusi online disusuan dari 2 kata yang berbeda, yaitu kata prostitusi yang
berasal dari bahasa Inggris “prostitution” yang berarti pelacuran. Menurut pendapat Soejono
Soekamto, pelacuran merupan suatu perbuatan seksual yang dilakukan dengan cara berserah
Berkaitan dengan prostitusi, KUHP mengaturnya dalam dua Pasal, yaitu Pasal 296 dan
Pasal 506. KUHP tindak pidana membuat kesengajaan menyebabkan atau memudahkan
pencaharian atau sebagai kebiasaan diatur di dalam Pasal 295 yang berbunyi:45 “Barang
siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain,
dengan menjadikan sebagai pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara
paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak lima belas ribu rupiah”.25
masyarakatnya. Undang-undang itu lahir sebelum permasalahan itu timbul, harapannya untuk
melindungi masyarakat dari permasalahan itu timbul, harapan untuk melindungi masyarakat
23
Prasetyo, Teguh, Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 50
24
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengaturaan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 74.
25
Gerry Muhamad Fizki, KUHP dan KUHAP, Permata Press, Jakarta, 2008, hlm. 103.
19
dari permasalahan yang terjadi. Pekembangan lingkungan, budaya dan teknologi membuat
perubahan terberbesar dari tata kehidupan masyarakat tersebut, semua dipermudah karena
kemajuan teknologi.
Pada tahun 2003 pemerintah mengatur tentang kegiatan melalui media internet ini
dengan nama RUU informasi komunikasi dan transaksi elektronik yang sekarang menjadi
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang informasi dan Transaksi Elektronik (UU
ITE). Kementerian Negara Komunikasi Dan Informasi (kominfo). Pada mulanya RUU ITE
diberi nama undang-undang informasi komunikasi dan transaksi elektronik oleh berbagai
universitas di Indonesia. Pada tanggal 5 september 2005 secara resmi Presiden Susilo
Informasika) dan mohammad Andi Mattalata ( Mentri Hukum dan Hak Asasi Manusia)
agar mereka dapat perlindung dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan dari media internet salah
satunya yaitu prostitusi melalui media ini. Undang-undang ini mengatur tentang sanksi
tindakan kriminal di dunia maya secara pidana. Dalam undang-undang RI NO.11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tidak menyebutkan kata prostitusi dalam
semua Pasalnya. Kecuali pada Pasal 27 yang berisikan tentang perbuatan-perbuatan yang
dilarang, menyebutkan kata kesusilaan yang menyangkut kepada hal-hal yang berbau
20
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar
kesusilaan.
pengancaman.
Pada Pasal 27 UU ITE, tepatnya pada ayat (1) menyebutkan kata kesusialaan yang di
dimaksudkan menyangkut pada hal-hal yang bersifat kepornoan. Danm pada ayar ini tidak
menyebutkan hal-hal apa sujakah yang dimaksud kesusilaan tersebut. Dan ketentuan Undang-
Undang No. 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik tersebut dengan
digunakan dalam perkara prostitusi online adalah Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1)27
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian empiris atau non doktrinal, yaitu penelitian
untuk menguji data primer. Data primer yaitu keterangan yang didapatkan dari subjek
penelitian.
27
Widodo, Hukum Pidana di Bidang Teknologi Informasi Cybercrim Law, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013,
hlm. 137
21
2.Sifat Penelitian
mensistematiskan dan mengevaluasi hukum positif yang berlaku di dalam suatu masyarakat,
dan diupayakan untuk menemukan penyelesaian yuridis terhadap masalah hukum. 28Dalam
hal ini dimaksudkan supaya dapat memahami pembuktian didalam hukum positif di
Dalam penelitian ini dimulai dengan mengumpulkan data-data yang mendukung dan
menjadi bahan rujukan, data-data tersebeut penulis kumpulkan dari buku-buku, perundang-
undangan, jurnal, wawancara, dan lain sebagainya. Adapun teknik pengumpulan data yang
a. Data Primer
Data primer merupakan bahan hukum primer yang penulis ambil dari hukum positif
8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 juncto
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan bahan hukum yang mendukung sumber data primer yang
ilmiah lainnya yang memiliki relevansi dengan obyek penelitian. Dan juga bahan hukum
28
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 41
22
yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan
c. Data Tersier
Data tersier yang dimaksud oleh penulis adalah pengumpulan data-data diperoleh
dengan observasi lapangan secara langsuMng atau tidak langsung, dengan cara wawancara
1. Wawancara
melalui tatap muka langsung dengan narasumber dengan cara tanya jawab
langsung.
2. Studi Dokumen
3. Studi pustaka
Analisis data yang dilakukan yaitu dengaMn cara deskriptif kualitatif yaitu data yang
diperoleh disajikan secara deskriptif dan dianalisa secara kualitatif yaitu data yang diperoleh
23
dikualifikasikan sesuai dengan permasalahan penelitian, kemudian diuraikan dengan cara
menganalisis data yang diperoleh dari hasil penelitian yang kemudian disusun secara
sistematis sehingga akan diperoleh suatu gambaran yang jelas dan lengkap sehingga
dihasilkan suatu kesimpulan yang dapat dipergunakan untuk menjawab rumusan masalah
yang ada.
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika dalam penulisan adalah:
BAB 1 : Pendahuluan
BAB III : Hasil Penelitian Dan Pembahasan tentang pembuktian tindak pidana
prostitusi online
BAB IV : Penutup
24