Anda di halaman 1dari 24

STRATEGI PEMBERANTASAN PINJAMAN ONLINE ILEGAL

DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA DI INDONESIA

PROPOSAL

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan dalam Memperoleh


Gelar Sarjana Hukum (S1) di Fakultas Hukum
Universitas Riau

Disusun Oleh:

NAMA: BIMA REKSA

NIM: 1609112294

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PIDANA


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2022
STRATEGI PEMBERANTASAN PINJAMAN ONLINE ILEGAL
DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA DI INDONESIA

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi informasi saat ini membawa pengaruh yang

sangat besar bagi kehidupan manusia. Berbagai kemudahan dalam

menjalankan aktivitas menjadi keuntungan yang diperoleh manusia dengan

adanya teknologi informasi tersebut. Salah satunya adalah adanya kemudahan

di bidang finansial melalui pinjaman online.1

Kehadiran pinjaman online sebagai salah satu bentuk financial

technology (fintech) merupakan imbas dari kemajuan teknologi dan banyak

menawarkan pinjaman dengan syarat dan ketentuan lebih mudah dan fleksibel

dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensial seperti bank. Selain itu

juga pinjaman online dianggap cocok dengan pasar di Indonesia karena

meskipun masyarakat belum memiliki akses keuangan, namun penetrasi

kepemilikan dan penggunaan telepon selular sangat tinggi. Hal ini dapat

terlihat pada data Hootsuite yang menunjukkan bahwa jumlah pengguna

Internet di Indonesia pada Januari 2018 menembus 132,7 juta pengguna

dengan tingkat penetrasi mencapai 50%. Selain itu juga populasi pengguna

perangkat mobile memiliki angka yang lebih tinggi lagi yang mencapai 177,9

juta pengguna, dengan tingkat penetrasi mencapai 67%.2

1
Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika: Suatu Kompilasi Kajian, PT.Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2015, hlm. 12.
2
Abdul Halim Barkatullah, Bisnis E-commerce: Studi Sistem Keamanan dan Hukum di
Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm. 39.

1
Dari data diatas, tidak mengherankan bila pertumbuhan pinjaman

online semakin pesat di Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari data

perusahaan fintech lending berizin dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan

(OJK) per 5 Agustus 2020 sebanyak 158 perusahaan. Selain itu juga terdapat

perusahaan pinjaman online illegal yang semakin bertambah jumlahnya. Pada

pemberitaan detik finance dikemukakan bahwa sejak Januari 2020 sampai

Maret 2020 fintech lending ilegal yang ditemukan mencapai 508 entitas,

sehingga bila dihitung secara keseluruhan dari tahun 2018, telah ditemukan

sebanyak 2.406 entitas.3 Hal paling penting yang perlu diketahui masyarakat

adalah pinjol legal memiliki batasan untuk mengakses data peminjam. Pinjol

legal tidak bisa mengakses data pribadi customer secara sembarangan sebab

telah diatur oleh OJK. Sedangkan pinjol illegal disamping perizinan yang

dimiliki tidak jelas biasanya tidak dapat menjamin data nasabah dan sering

disalah gunakan. Kemudian juga pinjol illegal ini penawarannya melalui chat

atau sms yang jelas berbeda dengan pinjol legal lainnya.

Salah satu permasalahan yang menawarkan pinjaman melalui website

dan aplikasi dalam suatu pemberitaan sebagaimana terdapat dalam iNews.id

yang dialami seorang karyawati yang melakukan peminjaman uang melalui

aplikasi CoCo Tek, yang termasuk perusahaan fintech ilegal sebesar Rp.

700.000,- Dalam pinjaman online itu, dia diharuskan membayar Rp 1.000.000

dengan tenor 10 hari. Masalah muncul ketika jatuh tempo, meski tenor 10 hari

tiba, ternyata tidak ada seorang pun yang menghubunginya, sehingga

kebingungan saat akan membayar tagihan tersebut, terlebih aplikasi CoCo Tek
3
Dikutip dari https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/financialtechnology/ pada 12 Maret 2022.

2
ternyata error, bahkan raib. Oleh karena itu, ia mendiamkan begitu saja soal

pinjaman online karena tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Akan tetapi pada hari

ke-33 tiba-tiba muncul pesan via whatsapp untuk menagih utang sebesar Rp

3.632.000 dan bukan lagi Rp. 1.000.000,- Karyawati tersebut menolak karena

tidak sesuai perjanjian utang yang hanya Rp 1.000.000. Penolakan tersebut

berbuntut panjang. Mereka tidak hanya melakukan penagihan, namun juga

melakukan ancaman dan meneror. Mereka membuat gambar yang

menerangkan bahwa karyawati tersebut adalah Daftar Pencarian Orang (DPO)

penipuan online. Gambar itu lengkap dengan wajah, alamat, serta nomor

ponselnya. Selain itu juga gambar tersebut disebar ke orang-orang yang

berada di kontak ponselnya untuk mempermalukannya. Pesan teror terus

berlanjut dengan mengancam akan melaporkannya ke polisi atas dugaan

penggelapan uang. Ancaman ini juga disebarkan melalui short message

service (SMS) ke nomor-nomor di ponselnya.4

Kasus lainnya yakni terjadi pada seorang ibu di Wonogiri, seorang ibu

rumah tangga berinisial WPS (38) di Desa Selomarto, Kecamatan Giriwoyo,

Kabupaten Wonogiri, nekat bunuh diri karena terlilit utang pinjaman online.

Berdasarkan pengakuan dari suami WPS, ibu dua anak ini frustrasi lantaran

kerap diteror oleh pihak pinjol. WPS meninggalkan sepucuk surat sebelum

bunuh diri. Isi surat wasiat itu menjelaskan permintaan maafnya karena

terjerat pinjol dan tidak mampu melunasinya. WPS juga merinci jumlah

4
Erna Priliasari, Pentingnya Perlindungan Data Pribadi Dalam Transaksi Pinjaman Online,
Jurnal Hukum Nasional, Vol. 2 No. 2 Tahun 2019, hlm. 27.

3
utangnya kepada 23 pinjol dengan total puluhan juta dalam surat itu. Rata-rata

korban berhutang mulai Rp 1,6 juta hingga Rp 3 juta di setiap pinjol.5

Tindakan penyedia pinjol ilegal seperti penyebaran data pribadi jelas

termasuk tindak pidana. Karena penggunaan data pribadi harus berdasarkan

persetujuan yang bersangkutan. Artinya, apabila seseorang menggunakan data

pribadi tanpa seizin pemilik, maka itu pelanggaran yang jelas telah

bertentangan dengan konsep aturan yang ada didalma undang-undnag tersebut.

Apabila penyidik menggunakan Undang-Undang 11 tahun 2008 tentang

Informasi Transaksi dan Eelektronik, maka yang dapat dikenakan adalah Pasal

27 ayat (4) mengenai pemerasan dan/atau pengancaman dengan ancaman

pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) atau Pasal 29 mengenai ancaman

kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi dengan ancaman

pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Selain itu, pelaku

pinjol ilegal yang menyebarkan data pribadi dapat dikenakan Pasal 32 ayat (1)

Undang-Undang ITE, dengan ancaman pidana penjara paling lama 8 (delapan)

tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000 (dua miliar rupiah).

Sedangkan dikaitkan dengan KUHP, pelaku dapat dikenakan Pasal 368

mengenai pemerasan dengan ancaman pidana penjara paling lama 9

(sembilan) bulan atau Pasal 378 KUHP mengenai penipuan dengan ancaman

5
Dikutip dari Deretan Kasus Bunuh Diri karena Teror Pinjol | kumparan.com pada 7
September 2022.

4
pidana penjara 4 (empat) tahun. Namun, pada kenyataannya hanya sedikit

pelaku pinjol ilegal yang diproses hukum.

Permasalahan jasa keuangan berbasis online tersebut ternyata tidak

hanya diindikasikan melakukan pelanggaran hukum saja, melainkan juga

melakukan pelanggaran hak asasi manusia, terutama pada Undang-Undang

Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 29 Ayat (1) dan

Pasal 30 yang menyatakan:

1) Pasal 29 ayat (1), “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya.”
2) Pasal 30, “Setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta
perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu.”

Jika mengacu pada kasus diatas, tentunya hal ini bertentangan dengan

konsep Undang-Undang Dasar 1945 khususnya dalam beberapa Pasal, yakni:

1. Pasal 28 D ayat 1, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,


perlidungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum.”
2. Pasal 28 G ayat 1, “Setiap orang berhak atas perlindung diri pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah
kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak
asasinya.”
3. Pasal 28 J ayat 1, “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia
orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.”

Untuk ketetuan yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang juga berkaitan dengan

kasus pinjaman online ini tercantum dalam beberapa ketentuan, diantaranya

terdapat pada:

1. Pasal 27:

5
a) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan yang melanggar kesusilaan.
b) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan perjudian.
c) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
d) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

2. Pasal 29 yang berbunyi, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara
pribadi.”

Jika menilik ketentuan di dalam Pasal 27 dan Pasal 29 Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,

sederhananya sangat erat kaitannya dengan peristiwa tindak pidana yang

dilakukan oleh oknum pinjaman online tersebut. Dimana pelaku melakukan

perbuatan seperti menyalahgunakan dan mendistribusikan hal-hal yang

bersifat privasi pemilik akun dengan tujuan terror ttersebut. Apabila dilihat

secara seksama, maka perbuatan itu sudah termasuk kedalam unsur-unsur

Pasal tersebut.

Sejalan akan hal demikian, tentunya menjadi suatu pembahasan yang

menarik bagi penulis mengenai siapa pihak yang harus bertanggung jawab.

Apakah perusahaan penyedia jasa pinjaman online illegal, pihak yang

memasarkan atau malah pihak yang melakukan tindakan terror tersebut.

6
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul: “Strategi

Pemberantasan Pinjaman Online Ilegal dalam Perspektif Hukum Pidana

di Indonesia”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah strategi pemberantasan pinjaman online illegal dalam

persepektif hukum pidana di Indonesia?

2. Apa saja kendala dalam pemberantasan pinjaman online illegal

berdasarkan persepektif hukum pidana di Indonesia?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui strategi pemberantasan pinjaman online illegal

dalam persepektif hukum pidana di Indonesia

b. Untuk mengetahui kendala dalam pemberantasan pinjaman online

illegal berdasarkan persepektif hukum pidana di Indonesia.

2. Kegunaan Penelitian

a. Sebagai persyaratan penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

di Fakultas Hukum Universitas Riau. Juga sebagai sumbangsih

pemikiran terhadap analisis yuridis terkait strategi pemberantasan

pinjaman online ilegal dalam perspektif hukum pidana di Indonesia.

b. Untuk menambah pengetahuan dan memperluas wawasan bagi para

peneliti maupun bagi yang lainnya dalam melakukan penelitian terkait

7
strategi pemberantasan pinjaman online ilegal dalam perspektif hukum

pidana di Indonesia.

c. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan dapat dijadikan sebagai

referensi bahan penelitian dan bahan kajian bagi kalangan akademis

lainnya yang akan melakukan penelitian dalam kasus yang sama.

D. Kerangka Teori

1. Teori Efektivitas Hukum

Efektivitas mengandung arti keefektifan pengaruh efek

keberhasilan atau kemanjuran/kemujaraban, membicarakan keefektifan

hukum tentu tidak terlepas dari penganalisisan terhadap karakteristik dua

variable terkait yaitu: karakteristik/dimensi dari obyek sasaran yang

dipergunakan.6 Ketika berbicara sejauh mana efektivitas hukum maka kita

pertama-tama haru dapat mengukur sejauh mana aturan hukum itu ditaati

atau tidak ditaati.jika suatu aturan hukum ditaati oleh sebagian besar target

yang menjadi sasaran ketaatannya maka akan dikatakan aturan hukum

yang bersangkutan adalah efektif.7

Derajat dari efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto,

ditentukan oleh taraf kepatuhan masyarakat terhadap hukum,termasuk para

penegak hukumnya, sehingga dikenal asumsi bahwa, ”taraf kepatuhan

yang tinggi adalah indikator suatu berfungsinya suatu sistem hukum. 8

Berfungsinya hukum merupakan pertanda hukum tersebut mencapai

6
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya, Bandung, 2013, hlm. 67.
7
Salim, H.S dan Erlis Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Tesis dan Disertasi,
Rajawali Press, Jakarta, 2013, hlm. 375.
8
Ibid.

8
tujuan hukum yaitu berusaha untuk mempertahankan dan melindungi

masyrakat dalam pergaulan hidup.”9

Beberapa pendapat mengemukakan tentang teori efektivitas seperti

Bronislav Molinoswki, Clerence J Dias, Allot dan Murmer. Bronislav

Malinoswki mengemukakan bahwa teori efektivitas pengendalian sosial

atau hukum, hukum dalam masyarakat dianalisa dan dibedakan menjadi

dua yaitu masyarakat modern dan masyarakat primitive.

Masyarakat modern merupakan masyarakat yang perekonomiannya

berdasarkan pasar yang sangat luas, spesialisasi dibidang industri dan

pemakaian teknologi canggih, didalam masyarakat modern hukum yang

dibuat dan ditegakan oleh pejabat yang berwenang.10

Dalam bukunya achmad ali yang dikutip oleh Marcus Priyo

Guntarto yang mengemukakan tentang keberlakuan hukum dapat efektif

apabila:11

a. Relevansi aturan hukum dengan kebutuhan orang yang menjadi

target;

b. Kejelasan dari rumusan subtansi aturan hukum, sehingga mudah

dipahami oleh orang yang menjadi target hukum;

c. Sosialisasi yang optimal kepada semua orang yang menjadi target

hukum;

d. Undang-undang sebaiknya bersifat melarang, bukan bersifat

9
Soerjono Soekanto, Efektivitas Hukum dan Peranan Saksi, Remaja Karya, Bandung, 1985,
hlm. 7.
10
Salim H.S dan Erlies Septiani Nurbani, Op. Cit., hlm. 308.
11
Ibid.

9
mengharuskan. Pada umumnya hukum prohibitur lebih mudah

dilaksanakan daripada hukum mandatur; dan

e. Sanksi yang akan diancam dalam undang-undang harus

dipadankan dengan sifat undang-undang yang dilanggar, suatu

sanksi yang tepat untuk tujuan tertentu, mungkin saja tidak tepat

untuk tujuan lain. Berat sanksi yang diancam harus proporsional

dan memungkinkan untuk dilaksanakan.

Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa dalam sosiologi hukum

masalah kepatuhan atau ketaatan hukum terhadap kaidah-kaidah hukum

pada umumnya telah menjadi faktor yang pokok dalam mengukur efektif

tidaknya sesuatu yang ditetapkan dalam hukum ini.12 Efektivitas Hukum

yang dikemukakan oleh Anthoni Allot sebagaimana dikutip Felik adalah

sebagai berikut: Hukum akan mejadi efektif jika tujuan keberadaan dan

penerapannya dapat mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan

dapat menghilangkan kekacauan. Hukum yang efektif secara umum dapat

membuat apa yang dirancang dapat diwujudkan. Jika suatu kegelapan

maka kemungkinan terjadi pembetulan secara gampang jika terjadi

keharusan untuk melaksanakan atau menerapkan hukum dalam suasana

baru yang berbeda, hukum akan sanggup menyelsaikan.13

Keberlakuan hukum berarti bahwa orang bertindak sebagaimana

seharusnya sebagai bentuk kepatuhan dan pelaksana norma jika validitas

adalah kualitas hukum, maka keberlakuan adalah kualitas perbuatan

12
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatau Pengantar, Rajawali Pers, Bandung, 1996, hlm. 20.
13
Salim H.S dan Erlies Septiani Nurbani, Op. Cit., hlm. 303.

10
manusia sebenaranya bukan tentang hukum itu sendiri. 14 Studi efektivitas

hukum merupakan suatu kegiatan yang memperlihatkan suatu strategi

perumusan masalah yang bersifat umum, yaitu suatu perbandingan antara

realitas hukum dan ideal hukum, secara khusus terlihat jenjang antara

hukum dalam tindakan (law in action ) dengan hukum dalam teori (law in

theory) atau dengan kata lain kegiatan ini akan memperlihatkan kaitannya

antara law in the book dan law in action.15

Bustanul Arifin yang dikutip oleh Raida L Tobing, mengatakan

bahwa dalam negara yang berdasarkan hukum, berlaku efektifnya sebuah

hukum apabila didukung oeh tiga pilar, yaitu:16

a. Lembaga atau penegak hukum yang berwibawa dapat diandalkan;

b. Peraturan hukum yang jelas sistematis; dan

c. Kesadaran hukum masyarakat tinggi.

2. Teori Penegakan Hukum

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk

tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai

pedoman prilaku manusia dalam melakukan kontak sosial. Dalam

penegakan hukum ada tiga hal harus diperhatikan guna mewujudkan

hakekat dari fungsi dan tujuan hukum itu sendiri, yaitu kepastian

14
Jimly Ashidiqqie dan M. Ali Safa’at, Teori Hans KelsenTentang Hukum, Konstitusi Press,
Jakarta, 2012, hlm. 39-40.
15
Soleman B Taneko, Pokok-Pokok Studi Hukum dalam Masyarakat, Rajawali Press, Jakarta,
1993, hlm. 47-48.
16
Raida L Tobing, dkk, Efektivitas Undang-Undang Monrey Loundering, Artikel, Kementrian
Hukum dan HAM RI, Jakarta, 2011, hlm. 11.

11
hukum (rechtssicherheit), kemanfaatan (bzweckmassigkeit), dan

keadilan (gerechtgheit). 17

Lawrence Meir Friedman mengatakan bahwa berhasil atau

tidaknya penegakan hukum bergantung pada substansi hukum, struktur

hukum/pranata hukum dan budaya hukum. Secara rinci dapat dijelaskan

sebagai berikut: 18

a. Substansi Hukum

Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem

Substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu

dilaksanakan. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh

orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan

yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Substansi

juga mencakup hukum yang hidup (living law), bukan hanya aturan

yang ada dalam kitab undang-undang (law books). Sebagai negara

yang masih menganut sistem Civil Law Sistem atau sistem Eropa

Kontinental (meski sebagaian peraturan perundang-undangan juga

telah menganut Common Law Sistem atau Anglo Saxon) dikatakan

hukum adalah peraturan-peraturan yang tertulis sedangkan

peraturan-peraturan yang tidak tertulis bukan dinyatakan hukum.

Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di Indonesia. Salah satu

pengaruhnya adalah adanya asas Legalitas dalam KUHP. Dalam

17
Rayon Syaputra, “Penegakan Hukum Terhadap Kasus Perbuatan Main Hakim Sendiri
(Eigenrichting) Di Wilayah Hukum Kepolisian Sektor Cerenti”, Jurnal Online Mahasiwa,
Fakultas Hukum Volume 1 Nomor 1 Februari 2015, hlm 4.
18
http://rechtslaw.blogspot.com, Teori Hukum Lawrance Meir Friedman, diunduh, tanggal 22
November 2020.

12
Pasal 1 KUHP ditentukan “tidak ada suatu perbuatan pidana yang

dapat di hukum jika tidak ada aturan yang mengaturnya”. Sehingga

bisa atau tidaknya suatu perbuatan dikenakan sanksi hukum apabila

perbuatan tersebut telah mendapatkan pengaturannya dalam

peraturan perundang-undangan;

b. Struktur Hukum/Pranata Hukum

Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem

Struktural yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu

dilaksanakan dengan baik. Struktur hukum berdasarkan Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 meliputi; mulai dari Kepolisian,

Kejaksaan, Pengadilan dan Badan Pelaksana Pidana (Lapas).

Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh undang-undang.

Sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya

terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh-

pengaruh lain. Terdapat adagium yang menyatakan “fiat justitia et

pereat mundus” (meskipun dunia ini runtuh hukum harus

ditegakkan). Hukum tidak dapat berjalan atau tegak bila tidak ada

aparat penegak hukum yang kredibilitas, kompeten dan independen.

Seberapa bagusnya suatu peraturan perundang-undangan bila tidak

didukung dengan aparat penegak hukum yang baik maka keadilan

hanya angan-angan. Lemahnya mentalitas aparat penegak hukum

mengakibatkan penegakkan hukum tidak berjalan sebagaimana

mestinya. Banyak faktor yang mempengaruhi lemahnya mentalitas

13
aparat penegak hukum diantaranya lemahnya pemahaman agama,

ekonomi, proses rekruitmen yang tidak transparan dan lain

sebagainya. Sehingga dapat dipertegas bahwa faktor penegak

hukum memainkan peran penting dalam memfungsikan hukum.

Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas penegak hukum rendah

maka akan ada masalah. Demikian juga, apabila peraturannya buruk

sedangkan kualitas penegak hukum baik, kemungkinan munculnya

masalah masih terbuka;

c. Budaya Hukum

Kultur hukum menurut Lawrence M Friedman adalah sikap manusia

terhadap hukum dan sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran,

serta harapannya. Kultur hukum adalah suasana pemikiran sosial

dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan,

dihindari, atau disalahgunakan. Budaya hukum erat kaitannya

dengan kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran

hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik dan

dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum selama ini.

Secara sederhana, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum

merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum.

14
E. Kerangka Konseptual

1. Strategi adalah laangkah-langkah berisikan program-program indikatif

untuk mewujutkan visi dan misi.

2. Pemberantasan adalah suatu upaya yang dilakukan untuk menekan bahkan

menghilangkan perbuatan yang sudah biasa dilakukan dengan tujuan

menciptakan konsep yang sejalan dengan aturan tertentu.19

3. Pinjaman online adalah jenis pinjaman yang cukup diajukan secara online

melalui aplikasi ponsel, tanpa perlu tatap muka.

4. Perbuatan pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum

dan larangan tersebut disertai dengan ancaman dan sanksi berupa pidana

yang melanggar larangan tersebut. 20

5. Pertanggungjawaban pidana adalah kewajiban individu atau korporasi

untuk menanggung konsekuensi atas perbuatannya karena telah melakukan

suatu kejahatan yang merugikan. 21

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini bersifat

yuridis normatif, yaitu penelitian yang di lakukan dengan cara meneliti

19
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif,, Raja Grafindo Persada,
Jakarta,2004, hlm.13.
20
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif,, Raja Grafindo Persada,
Jakarta,2004, hlm.13.
21
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif,, Raja Grafindo Persada,
Jakarta,2004, hlm.13.

15
bahan hukum sekunder atau penelitian berdasarkan aturan-aturan baku

yang telah dibukukan dan membahas tentang sinkronisasi hukum.22

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini data yang digunakan ialah data sekunder

terdiri atas:

a. Bahan Hukum Primer adalah bahan-bahan hukum yang bersumber

dari undang-undang dan terdiri dari :

1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Hukum Pidana

Indonesia;

3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana;

4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999

Nomor 165;

5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi

Transaksi dan Elektronik.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang,

hasil-hasil penelitian, buku, artikel serta laporan penelitian.23

22
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif,, Raja Grafindo Persada,
Jakarta,2004, hlm.13.
23
Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hlm.103.

16
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan

petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,

misalnya kamus (hukum) dan ensiklopedia.24

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data unutuk penelitian hukum normatif

digunakan metode kajian kepustakaan. Dalam hal ini seorang peneliti

harus jeli dan tepat untuk menemukan data yang terdapat baik dalam

peraturan-peraturan maupun literatur-literatur yang memiliki hubungan

dengan permasalahan yang diteliti.

4. Analisis Data

Data yang diperoleh dari studi kepustakaan (library research),

selanjutnya diolah dengan cara diseleksi, diklasifikasi secara sistematis,

logis, yuridis secara kualitatif. Dalam penelitian normatif, pengolahan data

hakikatnya kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-

bahan tertulis.25 Penulis mengumpulkan data sekunder yang berkaitan

dengan penelitian yaitu berkas perkara pidana.Dianalisis secara

“Deskriptif Kualitatif” (karena data yang digunakan tidak berupa statistik)

yaitu suatu metode analisis hasil studi kepustakaan kedalam bentuk

penggambaran permasalahan dengan menggunakan teori-teori dan

menguraikannya dalam bentuk kalimat dan disimpulkan dengan metode

deduktif yaitu menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum

24
Ibid, hlm. 6.
25
Darmani Rosa, Penerapan Sistem Presidensia dan Implikasinya Dalam Penyelenggaraan
Pemerintah Negara Di Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum, Menara Yuridis, Edisi III, 2009, hlm.71.

17
kepada hal-hal yang bersifat khusus, dimana kedua fakta tersebut

dijembatani oleh teori-teori.

G. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

D. Kerangkat Teori

E. Kerangka Konseptual

F. Metode Penelitian

Bab II: Tinjauan Pustaka

A. Tinjauan Umum tentang Hukum Pidana

B. Tinjauan Umum Tentang Kejahatan Teknologi

C. Tinjauan Umum tentang Pinjaman Online

Bab III: Hasil Penelitian dan Pembahasan

A. Strategi Pemberantasan Pinjaman Online Illegal Dalam Persepektif

Hukum Pidana Di Indonesia.

B. Kendala Dalam Pemberantasan Pinjaman Online Illegal Berdasarkan

Persepektif Hukum Pidana Di Indonesia.

Bab IV: Penutup

A. Kesimpulan

B. Saran

18
Tabel 1.1

Uraian Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan


Kegiatan Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Penulisan
Proposal

Seminar
Proposal

Perbaikan
Proposal

Pengumpulan
Data

Pengolahan
Data

Seminar
Skripsi

Perbaikan
Skripsi

Penyerahan
Skripsi Ke
Fakultas

19
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Barda, Nawawi Arief, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan


Pengembangan HukumPidana, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

-----------------------, 2013, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya,


Bandung.

Burhan, Ashofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Edmon Makarim, 2015, Pengantar Hukum Telematika: Suatu Kompilasi


Kajian, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Halim, Abdul Barkatullah, 2005, Bisnis E-commerce: Studi Sistem Keamanan


dan Hukum di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Jimly, Ashidiqqie dan M. Ali Safa’at, 2012, Teori Hans Kelsen Tentang
Hukum, Konstitusi Press, Jakarta.

Kladen, Marianus, 2008, Hak Asasi Manusia Dalam Masyarakat Komunal,


Lamalera, Yogyakarta.

Mardjono, Rekhsodiputro, 1994, Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat


Kejahatan dan PenegakanHukum dalamBatas–BatasToleransi), Pusat
Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta.

Makarim, Edmon, 2015, Pengantar Hukum Telematika: Suatu Kompilasi


Kajian, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.

--------------------, 1995, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang,


Badan penerbit Universitas Dipenogoro.

Nurul, Qamar, 2013, Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum Demokrasi,
Sinar Grafika.

Raida, L Tobing, 2011, Efektivitas Undang-Undang Monrey Loundering,


Artikel, Kementrian Hukum dan HAM RI, Jakarta.

Rhona, K. M. Smith, 2008, Hukum Hak Asasi Manusia, Yogyakarta: Pusham


UII.

20
Salim, H.S dan Erlis Septiana Nurbani, 2013, Penerapan Teori Hukum Pada
Tesis dan Disertasi, Rajawali Press, Jakarta.

Satjipto, Rahardjo, 2005, Hak Asasi Manusi Dalam Masyarakat, Refika


Aditama, Bandung.

Soerjono, Soekanto dan Sri Mamudji, 2004, Penelitian Hukum Normatif,, Raja
Grafindo Persada, Jakarta.

---------------------, 1985, Efektivitas Hukum dan Peranan Saksi, Remaja


Karya, Bandung.

---------------------, 1996, Sosiologi Suatau Pengantar, Rajawali Pers,


Bandung.

Soleman, B Taneko, 1993, Pokok-Pokok Studi Hukum dalam Masyarakat,


Rajawali Press, Jakarta.

B. Jurnal

Arief, Syaifudin, 2020, “Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Di Dalam


Layanan Financial Technology Berbasis Peer To Peer (P2P) Lending
(Studi Kasus Di PT. Pasar Dana Pinjaman Jakarta),” Dinamika: Jurnal
Ilmiah Ilmu Hukum, Vol. 26, No. 4.

Ari, Rahmad Hakim BF (et.aL), 2020, “Pengaturan Bisnis Pinjaman Secara


Online Atau Fintech Menurut Hukum Positif Indonesia,” Ganec
Swara: Jurnal Universitas Mahassaraswati Mataram, Vol. 14, No. 1.

Darmani Rosa, 2009, Penerapan Sistem Presidensial Dan Implikasinya Dalam


Penyelenggaraan pemerintah Negara di Indonesia. Jurnal Ilmu Hukum.

DOJ 00-217 (D.O.J) 2000 WL 33128469 Department of Justice (D.O.J)


Diakses melalui https://1,next,westlaw.com/search/Results.html?query
= responbility pada tanggal 14 Agustus 2019

Erdiansyah, 2010, “Perlindungan HAM dan Pembangunan Demokrasi Di


Indonesia, Artikel Pada Jurnal Konstitusi”, BKK Fakultas Hukum
Universitas Riau Kerjasama Dengan Mahkamah Konstitusi, Vol. III,
No.2 November.

21
Erna, Priliasari, 2019, “Pentingnya Perlindungan Data Pribadi Dalam
Transaksi Pinjaman Online (The Urgency Of Personal Protection In
Peer To Peer Lending),” Jurnal Hukum Nasional, Vol. 1 No. 2.

Helena Lambert, “Protection Against Refoulement From Europe: Human


Rights Law Comes To The Rescue”, Cambridge University Press, Vol
48 Maret 2019, Hlm. 515, Diunduh Dari :Https//1 Next.
Westlaw.Com/Document.

Joyce, Chia & Justin Susan Kenny, 2012, “The Children Of Mae La:
Reflection On Regional Refugee Cooperation”, Melbourne Journal Of
International Law, Vol.13 No.3.

Raden, Ani Eko Wahyuni dan Bambang Eko Turisno, 2019, “Praktik
Finansial Teknologi Ilegal Dalam Bentuk Pinjaman Online Ditinjau
Dari Etika Bisnis,” Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Vol. 1,
No. 3.

Rayyan Sugangga dan Erwin Hari Sentoso, 2020, “Perlindungan Hukum


Terhadap Pengguna Pinjaman Online (Pinjol) Ilegal,” PAJOUL
Pakuan Justice Journal Of Law, Vol 01, No. 01

Rayon Syaputra, “Penegakan Hukum Terhadap Kasus Perbuatan Main Hakim


Sendiri (Eigenrichting) Di Wilayah Hukum Kepolisian Sektor
Cerenti”, Jurnal Online Mahasiwa, Fakultas Hukum Volume 1 Nomor
1 Februari 2015, hlm

C. Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Hukum Pidana Indonesia;

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang


Hukum Acara Pidana;

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.


Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165;

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi dan


Elektronik.

22
D. Website

https://finance.detik.com/fintech/d4939221/ada-lagi-388-pinjol-ilegal-
inidaftarnya.

http://rechtslaw.blogspot.com, Teori Hukum Lawrance Meir Friedman,


diunduh, tanggal 22 November 2020.

23

Anda mungkin juga menyukai