Anda di halaman 1dari 26

Etika Profesi

Kriminalitas dii Internet (cybercrime)


Cybercrime

• Cybercrime itu pada dasarnya adalah “sama” dengan tindak pidana pada
umumnya – menurut SUBSTANSINYA.
• “Tindak pidana” – perbuatan manusia atau badan hukum dalam bentuk
kejahatan dan pelanggaran.
• Perbedaan keduanya hanya terletak pada ALAT yang digunakan
• Cybercrime kejahatan yang menggunakan teknologi
• Non cybercrime kejahatan yang tidak menggunakan teknologi
• Pada dasarnya dua kejahatan tersebut merugikan masyrakat umum
Motif
• Motif intelektual
Kejahatan yang dilakukan hanya untuk kepuasan pribadi dan menunjukkan
bahwa dirinya telah mampu untuk merekayasa dan mengimplementasikan
bidang teknologi informasi.
• Motif ekonomi, politik, dan kriminal
Kejahatan yang dilakukan untuk keuntungan pribadi atau golongan tertentu
yang berdampak pada kerugian secara ekonomi dan politik pada pihak lain.
Karakteristik cybercrime
• Ruang lingkup kejahatan
à Bersifat global
Cybercrime seringkali dilakukan secara transnasional, melintasi batas negara
sehingga sulit dipastikan yuridikasi hukum negara yang berlaku terhadap pelaku.
Karakteristik internet di mana orang dapat berlalu-lalang tanpa identitas
(anonymous) memungkinkan terjadinya berbagai aktivitas jahat yang tak
tersentuh hukum.
Karakteristik cybercrime
• Sifat kejahatan
à Bersifat non-violence
Tidak menimbulkan kekacauan yang mudah terlihat.
Karakteristik cybercrime
• Modus kejahatan
Keunikan kejahatan ini adalah penggunaan teknologi informasi dalam modus operandi,
sehingga sulit dimengerti oleh orang-orang yang tidak menguasai pengetahuan tentang
komputer, teknik pemrograman dan seluk beluk dunia cyber.
Karakteristik cybercrime
• Jenis kerugian yang ditimbulkan
à Dapat bersifat material maupun non-material
Waktu, nilai, jasa, uang, barang, harga diri, martabat bahkan kerahasiaan
informasi.
Ruang Lingkup Kejahatan Komputer
1.Komputer sebagai instrumen untuk melakukan kejahatan tradisional, seperti
digunakan untuk melakukan pencurian, penipuan, dan pemalsuan melalui
internet, di samping kejahatan lainnya seperti pornografi terhadap anak-anak,
prostitusi online, dan lain-lain.
2. Komputer dan perangkatnya sebagai objek penyalahgunaan, di mana data-data
di dalam komputer yang menjadi objek kejahatan dapat saja diubah,
dimodifikasi, dihapus, atau diduplikasi secara tidak sah.
3. Penyalahgunaan yang berkaitan dengan komputer atau data, yang dimaksud
dengan penyalahgunaan di sini yaitu manakala komputer dan data-data yang
terdapat di dalam komputer digunakan secara ilegal atau tidak sah.
4. Unauthorized acquisition, disclosure or use of information and data, yang
berkaitan dengan masalah penyalahgunaan hak akses dengan cara-cara yang
ilegal.
Contoh Kasus
• Kasus Pemerasan dengan Ancaman Penyebaran Video Pribadi ke Internet
• Setiap perbuatan pemerasan/pengancaman pada dasarnya dapat dipidana
berdasarkan hukum di Indonesia. Pemerasan/pengancaman melalui internet
pada prinsipnya sama dengan pemerasan/pengancaman secara konvensional.
Yang membedakan hanya sarananya yakni melalui media internet, sehingga
video dan foto pribadi termasuk ke dalam informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik.
Karakteristik cybercrime
• Pelaku kejahatan
à Bersifat lebih universal
Kejahatan dilakukan oleh orang-orang yang menguasai penggunaan internet
beserta aplikasinya.
Pasal
• Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU
19/2016”) mengatur tentang pemerasan/pengancaman di dunia siber dalam
Pasal 27 ayat (4) UU ITE, yang menyatakan sebagai berikut:
• Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/
atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau
pengancaman.
• Ancaman pidana dari Pasal 27 ayat (4) UU ITE tersebut diatur dalam Pasal 45
ayat (4) UU 19.2016 yaitu pidana penjara paling lama ^ (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak 1 miliar
Pasal Pendukung
• Sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 27 ayat (4) UU 19/2016, ketentuan
pemerasan dan/atau pengancaman yang diatur dalam Pasal 27 ayat (4) UU ITE dan
perubahannya mengacu pada pemerasan dan/atau pengancaman pada Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (“KUHP”).
• Pemerasan/pengancaman diatur dalam Pasal 369 KUHP yang berbunyi sebagai
berikut:
1. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum dengan ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun
tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seorang supaya
memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu
atau orang lain atau supaya membuat hutang atau menghapuskan piutang, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
2. Kejahatan ini hanya dituntut atas pengaduan orang yang dikenakan kejahatan itu.
Illegal content
• Illegal content adalah tindakan memasukkan data dan atau informasi ke dalam
internet yang dianggap tidak benar, tidak etis dan melanggar hukum atau
mengganggu ketertiban umum
• Salah satu contoh illegal content yang sering ditemui adalah dalam bidang
pornografi (cyberporn).
Contoh Kasus
• Penyebaran berita yang tidak benar (HOAX)
• penipuan lewat situs-situs yang menawarkan program-program bantuan Dalam program
ini , penyelenggara mengiming-imingi untuk memberikan dana hibah yang didapat dari
sekelompok dermawan kaya dari beberapa negara bagi perorangan atau perusahaan,
dengan syarat mengirimkan sejumlah dana tertentu ke rekening tertentu tanpa nama.
Program ini menggiurkan karena untuk perorangan tiap pemohon bisa mendapat
10.000.000 juta/bulan dan 30.000.0000 juta/ bulan untuk perusahaan.
• Kegiatan kejahatan ini memiliki modus penipuan.Kejahatan ini memiliki motif cybercrime
sebagai tindakan murni kejahatan. Hal ini dikarenakan pihak penyelenggara dengan
sengaja membuat suatu situs untuk menipu pembaca situs atau masyarakat. Kasus
cybercrime ini dapat termasuk jenis illegal contents. Sasaran dari kasus kejahatan ini
adalah cybercrime menyerang individu (against person)
.
Pasal
• Pelaku yang menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik
yang bermuatan illegal content dapat perseorangan atau badan hukum, sesuai
isi Pasal 1 angka 21 UU ITE bahwa “Orang adalah orang perseorangan, baik
warga negara Indonesia, warga Negara asing, maupun badan hukum”.
Keberadaan Badan Hukum diperjelas kembali dalam Pasal 52 ayat (4) UU ITE
bahwa Korporasi yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sampai Pasal 37 UU ITE, termasuk menyebarkan informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan illegal content dikenakan
pemberatan pidana pokok ditambah dua pertiga
Contoh Kasus 2
• Prita Mulyasari menjadi sosok pertama yang dikenal publik karena terjerat UU
ITE. Prita merupakan seorang ibu dua anak asal Tangerang. Ia menuliskan surat
elektronik tentang ketidakpuasannya saat menjalani pelayanan kesehatan di RS
Omni Internasional. Tulisannya tersebar luas di internet, dari milis ke milis. Atas
kejadian itu, pihak rumah sakit merasa dicemarkan nama baiknya hingga
melaporkan ke pihak kepolisian.
Pasal
• Pihak RS melayangkan dua gugatan, pidana dan perdata kepada Prita pada
September 2008. Prita pun sempat dijatuhi vonis hukuman 6 bulan penjara juga
denda lebih dari Rp 204 juta oleh Pengadilan Negeri (PN) Tangerang dan
Pengadilan Tinggi Banten. Prita divonis melanggar Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27
ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(UU ITE), Pasal 310 Ayat (2) KUHP, atau Pasal 311 Ayat (1) KUHP.
• .
Carding (credit card fraud)
• Surabaya, CNN Indonesia. Kepolisian Daerah Jawa Timur meringkus tiga
tersangka kejahatan pembobolan kartu kredit atau carding yang menyeret
Gisella Anastasia (GA), Awkarin (AK) dan empat artis lain. Dalam aksinya,
kawanan ini mendapatkan data kartu kredit secara ilegal, yakni membeli dari
jaringan spammer atau pencuri data dengan harga per 1 data
Rp150.000-200.000. Korbannya adalah pemilik kartu kredit dari Jepang.Polisi
pun mengamankan sejumlah barang bukti seperti laptop, ponsel, kartu ATM,
kartu kredit, buku rekening, akun instagram, akun facebook dan email berisi data
kartu kredit orang lain. Trunoyudo mengungkapkan para tersangka menangguk
keuntungan hingga ratusan juta rupiah selama setahun. "SC telah melakukan
kurang lebih 500 transaksi penjualan tiket pesawat dan hotel. Ini omzetnya Rp30
juta per bulan, sehingga keuntungannya Rp360 juta selama transaksi dari
Februari 2019," ujarnya.
Pasal
• mereka dijerat dengan Pasal 32 ayat (1) jo Pasal 48 ayat (1) UU RI Nomor 19
tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI Nomor 11 tahun 2008 tentang
Informasi Transaksi Elektronik Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP dan/atau Pasal 56
KUHP, dengan hukuman maksimal 10 tahun penjara, dan denda Rp 5 Miliar.
Hacking dan cracking
• Hacker adalah orang yang memiliki keinginan yang kuat untuk mengetahui atau
mempelajari suatu sistem komputer secara detail dan bagaimana cara
meningkatkan kapabilitasnya.
• Cracker adalah orang yang menyusup masuk ke dalam sistem orang lain
dengan tujuan untuk memenuhi kepentingan pribadi maupun golongan dengan
dalih ekonomi dan lainnya atau sebatas kesenangan pribadi.
• Aktifitas cracker meliputi: pembajakan akun milik orang lain, pembajakan situs
web, penyebaran virus, dsb.
Contoh Kasus
• R E P U B L I K A . C O . I D , J A K A R TA - - B a r e s k r i m P o l r i m e n a n g k a p s a t u
tersangka hacker atau peretas yang diduga melakukan peretasan terhadap 1.309 situs
milik lembaga negara, lembaga pendidikan dan jurnal ilmiah di Indonesia. Polisi
mengatakan tersangka tidak hanya melakukan aksinya di Indonesia, tetapi juga di
beberapa negara lainnya seperti Australia, Portugis, Inggris dan Amerika.
• "Pada (2/7) kami telah melakukan penangkapan terhadap tersangka ADC (28) warga
Sleman, Yogyakarta yang melakukan peretasan sebanyak 1.309 situs milik lembaga
negara, lembaga pendidikan dan jurnal ilmiah," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen
Argo Yuwono di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (7/7).
• Ia menerangkan ADC melakukan peretasan dengan cara mengakses situs secara ilegal
untuk mengubah tampilan dan mengirim ransomware sehingga situs tidak bisa
digunakan. Kemudian, tersangka meminta sejumlah uang untuk ditukar dengan
decription key agar situs bisa digunakan kembali oleh sang pemilik.
Penyebab Pelanggaran Kode Etik
• Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai subtansi kode etik profesi,
karena buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak profesin sendiri.
• Belum terbentuknya kultur dan kesadaran dari para pengemban profesi untuk
menjaga martabat luhur profesi untuk menjaga martabat luhur profesinya.
Pasal
• Akibat perbuatannya tersangka dijerat Pasal 27 Ayat (4) Jo Pasal 45 Ayat (4)
dan/atau Pasal 46 Ayat (1), (2) dan (3) Jo Pasal 30 Ayat (1), (2) dan (3) dan/atas
Pasal 48 Ayat (1), (2) dan (3) Jo Pasal 32 Ayat (1), (2) dan (3) dan/atau Pasal 49
Jo Pasal 33 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik dan/atau Pasal 362 KUHP dan/atau Pasal 363 KUHP dengan
ancaman pidana paling lama 12 tahun penjara dan atau denda paling banyak 1
M
Gembling
• Gembling atau judi
Kasus dan pasal
• Gembling atau judi
• Di Indonesia terdapat beberapa peraturan yang mengatur mengenai perjudian,
seperti yang diatur dalam Pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(“KUHP”) dan untuk perjudian online diatur dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU
ITE”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”).
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai