Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dengan semakin canggihnya teknologi informasi, maka semakin banyak juga kejahatan yang
terjadi melalui media siber. Menurut data dari Ditreskrimsus Polda Metro Jaya terdapat 537
kasus kejahatan siber (cyber crime) pada tahun 2016. Kejahatan tersebut antara lain kasus
penjualan anak, protistusi dan kejahatan lainnya.
Dalam upaya untuk mencegah terjadinya kejahatan Cyber Crime ini, POLDA Metro Jaya
melakukan patroli siber untuk mencegah kejahatan di dunia maya. Khususnya yang
melibatkan anak-anak. (Republika, 3 Juni 2016).[1]
Salah satu kejahatan dalam dunia siber adalah kasus pembobolan kartu kredit, untuk
melakukan penelusuran dalam kasus pembobolan kartu kredit ini terkadang Polisi sendiri
sangat kesulitan karena sebagaimana dikatakan oleh Kepala Unit Perbankan Direktorat
Tindak Pidana Khusus Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Komisaris Besar Djoko
Purbohadijoyo mengatakan Indonesia saat ini sangat minim regulasi untuk mengantisipasi
kejahatan seperti ini karena menurutnya adalah dalam upaya untuk menangkap pelaku
pembobolan terutama orang asing adalah karena berkaitan dengan kedaulatan negara,
walaupun ada kerja sama antar kepolisan. Tapi tetap harus meminta izin jika ingin
memproses penjahat di negara lain [2]
Berdasarkan data peringkat pembobolan kartu kredit di Indonesia masih berada pada posisi kedua terendah
dibandingkan negara lain di wilayah Asia Pasifik. Sedangkan berdasarkan data Visa, peringkat fraud Indonesia
berada pada posisi ketiga terendah dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara.
Data terakhir Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter mencatat, pada bulan Mei 2013 saja, tercatat telah
terjadi 1.009 kasus pembobolan (fraud) yang dilaporkan dengan nilai kerugian mencapai Rp 2,37 miliar.[3]

1.1   Tujuan

Adapun tujuan dari Makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana


pengaturan hukum terhadap kejaharan siber di bidang pembajakan kartu
kredit.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kejahatan Siber

Andi Hamzah dalam bukunya  “Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer”


(1989) mengartikan  cybercrime  sebagai kejahatan di bidang komputer secara
umum dapat diartikan  sebagai penggunaan komputer secara ilegal.

Forester dan Morrison  mendefinisikan kejahatan komputer sebagai: aksi


kriminal dimana komputer digunakan sebagai senjata utama.

Girasa (2002) mendefinisikan cybercrime sebagai : aksi kejahatan yang


menggunakan teknologi komputer sebagai komponen utama.

Tavani (2000) memberikan definisi cybercrime yang lebih menarik, yaitu:


kejahatan dimana tindakan kriminal hanya bisa dilakukan dengan
menggunakan teknologi cyber dan terjadi di dunia cyber.
2.2 Contoh Kasus Pembobolan Kartu Kredit

Polda Metro Jaya telah berhasil menangkap empat pelaku pembobolan kartu kredit beromset miliaran rupiah,
pada Jumat 20 Juni 2016, bertempat di kantor PT Indosat Ooredo, Jalan Merdeka Barat, JakartaPusat.
Para pelaku sudah melakukan aksi tersebut sejak tahun 2014 dengan jumlah korban mencapai ribuan orang,
menurut keterangan Penyidik Unit IV Subdit IV Cyber Crime Ditreskrimsus.
Menurut data yang diperoleh terdapat setidaknya lebih dari 1.600 orang korban dan kerugian sampai dengan 5
miliar rupiah.
Modus yang dilakukan oleh para tersangka, yaitu GS, A, AH dan PSS dengan melakukan pemalsuan identitas
KTP untuk mengganti nomor ponsel yang terdaftar di M-Banking para korban, sehingga bisa melakukan
transaksi dan membuat kartu kredit dengan data palsu.
Tersangka PSS ditangkap pertama kali di kantor provider saat berniat untuk mengubah nomor ponselkorban.
Dalam kejahatan pembobolan kartu kredit ini terkadang melibatkan orang dalam sebagaimana salah satu pelaku
adalah bekerja menjadi marketing bank. Oknum marketing Bank inilah yang kemudian mencuri informasi
nasabah untuk melakukan aksi pembobolan kartu kredit. Pihak marketing bank ini mendapatkan data-data
nasabah dari usahanya melakukan penawaran di pusat-pusat perbelanjaan.
Dari tangan para pelaku, polisi mendapatkan barang bukti berupa dua unit laptop, 16 telepon seluler, tujuh KTP
palsu, dua foto kopi KTP palsu, dan lima kartu telepon seluler. Polisi juga menyita sejumlah kartu ATM dari
berbagai bank.

2.3 Tuntutan Pidana Pembobolan Kartu Kredit

Berdasarkan informasi, para pelaku pembobolan kartu keredit tersebut dikenakan pasal berlapis antara lain,
Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat dengan ancaman penjara enam tahun.
Adapun bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut :
(1)  Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan
atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk
memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam
jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling
lama enam tahun.

(2)  Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang
dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

R Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap


Pasal Demi Pasal (hal. 195) mengatakan bahwa yang diartikan dengan surat dalam bab ini adalah segala surat,
baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik, dan lain-lainnya.[4]
Selain itu, pelaku juga diancam melanggar Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yakni Pasal 3, 4, dan 5.
Pasal 3 Undang-undang tersebut berisi ancaman penjara 20 tahun dengan denda Rp10 miliar.
Sementara Pasal 4, berisi ancaman penjara 20 tahun dengan denda Rp5 miliar. Sedangkan, Pasal 5 undang-
undang itu berisi ancaman penjata 5 tahun dengan denda Rp1 miliar.[5]
Jika melihat kasus diatas, kejahatan pembobolan kartu kredit bisa juga dikenakan Pasal yang terdapat dalam UU
No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik yaitu Pasal 30 ayat 1, Pasal 36, Pasal 46 ayat 1
dan Pasal 51 ayat 2.[6]
Adapun bunyi dari Pasal 30 ayat 1 UU ITE adalah sebagai berikut :
“Setiap   Orang    dengan   sengaja   dan    tanpa   hak   atau   melawan    hukum   mengakses Komputer
dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara  apa pun”.
Pasal 36 UU ITE :
“Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan tanpa hak  atau  melawan  hukum melakukan perbuatan
sebagaimana   dimaksud   dalam   Pasal   27   sampai   dengan   Pasal   34   yang   mengakibatkan kerugian bagi
Orang lain”.
Pasal 46 ayat 1 UU ITE :
“Setiap  Orang yang memenuhi  unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama  6 (enam)  tahun  dan/atau  denda  paling
banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”.

Pasal 51 ayat 2 UU ITE :

“Setiap  Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam  Pasal  35 dipidana


dengan pidana penjara paling lama  12 (dua  belas)  tahun  dan/atau  denda  paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah)”.

Adapun bunyi dari Pasal 35 UU ITE adalah sebagai berikut :

“Setiap  Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi,
penciptaan,
perubahan,  penghilangan, pengrusakan  Informasi  Elektronikdan/atau  Dokumen Elektronik
dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap
seolah-olah data yang otentik”.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Tindak pidana pembobolan kartu kredit biasanya akan berkaitan dengan pemalsuan dokumen seperti
memalsukan KTP serta tidak kejahatan lainnya seperti tindak pidana pencucian uang. Oleh karena itu maka
pelaku tindak pidana pembobolan kartu kredit biasanya akan dikenakan Pasal berlapis selain dari Pasal di dalam
Undang-Undang ITE.

3.2 SARAN

Dalam memberikan tuntutan Pidana Kejahatan Siber Pembobolan kartu kredit, hendaknya Jaksa memberikan
tuntutan pula dengan menggunakan Pasal yang ada di dalam Undang-Undang ITE.

DAFTAR PUSTAKA
Cyber Crime Pembobolan Kartu Kredit dalam http://etikaprofesiteknologiinformasi.blogspot.co.id/p/blog-
page_6019.html Diakses pada Jumat, 15 Juli 2016 Pukul 09.11 WIB.

Edan! Pembobol Kartu Kredit Ini Beromzet Miliaran Rupiah diakses


darihttp://www.arah.com/article/5638/edan-pembobol-kartu-kredit-ini-beromzet-
miliaran-rupiah.html http://www.merdeka.com/uang/kasus-kasus-pembobolan-kartu-
kredit-yang-menggemparkan.html pada tanggal 14 Juli 2016 pukul 10.16 WIB

Kasus-kasus pembobolan kartu kredit yang menggemparkan diakses dari http://www.merdeka.com/uang/kasus-


kasus-pembobolan-kartu-kredit-yang-menggemparkan.html pada tanggal 14 Juli 2016 pukul 9.37 WIB
Sudah Ada 537 Kasus Kejahatan Siber Tahun Ini diakses
dari http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/16/06/03/o872op284-sudah-ada-537-
kasus-kejahatan-siber-tahun-ini pada tanggal 14 Juli 2016 pukul 9.15 WIB
Unsur Pidana dan Bentuk Pemalsuan Dokumen diakses
darihttp://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt54340fa96fb6c/unsur-pidana-dan-bentuk-
pemalsuan-dokumen pada tanggal 15 Juli 2016 pukul 9.27 WIB

[1] Sudah Ada 537 Kasus Kejahatan Siber Tahun Ini diakses


darihttp://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-
nasional/16/06/03/o872op284-sudah-ada-537-kasus-kejahatan-siber-tahun-inipada
tanggal 14 Juli 2016 pukul 9.15 WIB

[2] Kasus-kasus pembobolan kartu kredit yang menggemparkan diakses


darihttp://www.merdeka.com/uang/kasus-kasus-pembobolan-kartu-kredit-yang-
menggemparkan.html pada tanggal 14 Juli 2016 pukul 9.37 WIB

[3] Op. cit
[4] Unsur Pidana dan Bentuk Pemalsuan Dokumen diakses
darihttp://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt54340fa96fb6c/unsur-pidana-dan-bentuk-
pemalsuan-dokumen pada tanggal 15 Juli 2016 pukul 9.27 WIB

[5] Edan! Pembobol Kartu Kredit Ini Beromzet Miliaran Rupiah diakses


darihttp://www.arah.com/article/5638/edan-pembobol-kartu-kredit-ini-beromzet-
miliaran-rupiah.html http://www.merdeka.com/uang/kasus-kasus-pembobolan-kartu-
kredit-yang-menggemparkan.html pada tanggal 14 Juli 2016 pukul 10.16 WIB

[6] Cyber Crime Pembobolan Kartu Kredit


dalamhttp://etikaprofesiteknologiinformasi.blogspot.co.id/p/blog-page_6019.html Diakses
pada Jumat, 15 Juli 2016 Pukul 09.11 WIB.
Posted in: Makalah Hukum

Newer PostOlder PostHome

Makalah Kejahatan Cyber Crime Kasus Pembobolan Kartu Kredit


1:21 AM  MAKALAH HUKUM  

 Makalah Kejahatan Cyber Crime Kasus Pembobolan Kartu Kredit

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan semakin canggihnya teknologi informasi, maka semakin banyak juga kejahatan yang
terjadi melalui media siber. Menurut data dari Ditreskrimsus Polda Metro Jaya terdapat 537
kasus kejahatan siber (cyber crime) pada tahun 2016. Kejahatan tersebut antara lain kasus
penjualan anak, protistusi dan kejahatan lainnya.
Dalam upaya untuk mencegah terjadinya kejahatan Cyber Crime ini, POLDA Metro Jaya
melakukan patroli siber untuk mencegah kejahatan di dunia maya. Khususnya yang
melibatkan anak-anak. (Republika, 3 Juni 2016).[1]
Salah satu kejahatan dalam dunia siber adalah kasus pembobolan kartu kredit, untuk
melakukan penelusuran dalam kasus pembobolan kartu kredit ini terkadang Polisi sendiri
sangat kesulitan karena sebagaimana dikatakan oleh Kepala Unit Perbankan Direktorat
Tindak Pidana Khusus Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Komisaris Besar Djoko
Purbohadijoyo mengatakan Indonesia saat ini sangat minim regulasi untuk mengantisipasi
kejahatan seperti ini karena menurutnya adalah dalam upaya untuk menangkap pelaku
pembobolan terutama orang asing adalah karena berkaitan dengan kedaulatan negara,
walaupun ada kerja sama antar kepolisan. Tapi tetap harus meminta izin jika ingin
memproses penjahat di negara lain [2]
Berdasarkan data peringkat pembobolan kartu kredit di Indonesia masih berada pada posisi kedua terendah
dibandingkan negara lain di wilayah Asia Pasifik. Sedangkan berdasarkan data Visa, peringkat fraud Indonesia
berada pada posisi ketiga terendah dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara.
Data terakhir Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter mencatat, pada bulan Mei 2013 saja, tercatat telah
terjadi 1.009 kasus pembobolan (fraud) yang dilaporkan dengan nilai kerugian mencapai Rp 2,37 miliar.[3]

1.1   Tujuan

Adapun tujuan dari Makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana


pengaturan hukum terhadap kejaharan siber di bidang pembajakan kartu
kredit.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kejahatan Siber

Andi Hamzah dalam bukunya  “Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer”


(1989) mengartikan  cybercrime  sebagai kejahatan di bidang komputer secara
umum dapat diartikan  sebagai penggunaan komputer secara ilegal.

Forester dan Morrison  mendefinisikan kejahatan komputer sebagai: aksi


kriminal dimana komputer digunakan sebagai senjata utama.

Girasa (2002) mendefinisikan cybercrime sebagai : aksi kejahatan yang


menggunakan teknologi komputer sebagai komponen utama.

Tavani (2000) memberikan definisi cybercrime yang lebih menarik, yaitu:


kejahatan dimana tindakan kriminal hanya bisa dilakukan dengan
menggunakan teknologi cyber dan terjadi di dunia cyber.

2.2 Contoh Kasus Pembobolan Kartu Kredit


Polda Metro Jaya telah berhasil menangkap empat pelaku pembobolan kartu kredit beromset miliaran rupiah,
pada Jumat 20 Juni 2016, bertempat di kantor PT Indosat Ooredo, Jalan Merdeka Barat, JakartaPusat.
Para pelaku sudah melakukan aksi tersebut sejak tahun 2014 dengan jumlah korban mencapai ribuan orang,
menurut keterangan Penyidik Unit IV Subdit IV Cyber Crime Ditreskrimsus.
Menurut data yang diperoleh terdapat setidaknya lebih dari 1.600 orang korban dan kerugian sampai dengan 5
miliar rupiah.
Modus yang dilakukan oleh para tersangka, yaitu GS, A, AH dan PSS dengan melakukan pemalsuan identitas
KTP untuk mengganti nomor ponsel yang terdaftar di M-Banking para korban, sehingga bisa melakukan
transaksi dan membuat kartu kredit dengan data palsu.
Tersangka PSS ditangkap pertama kali di kantor provider saat berniat untuk mengubah nomor ponselkorban.
Dalam kejahatan pembobolan kartu kredit ini terkadang melibatkan orang dalam sebagaimana salah satu pelaku
adalah bekerja menjadi marketing bank. Oknum marketing Bank inilah yang kemudian mencuri informasi
nasabah untuk melakukan aksi pembobolan kartu kredit. Pihak marketing bank ini mendapatkan data-data
nasabah dari usahanya melakukan penawaran di pusat-pusat perbelanjaan.
Dari tangan para pelaku, polisi mendapatkan barang bukti berupa dua unit laptop, 16 telepon seluler, tujuh KTP
palsu, dua foto kopi KTP palsu, dan lima kartu telepon seluler. Polisi juga menyita sejumlah kartu ATM dari
berbagai bank.

2.3 Tuntutan Pidana Pembobolan Kartu Kredit

Berdasarkan informasi, para pelaku pembobolan kartu keredit tersebut dikenakan pasal berlapis antara lain,
Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat dengan ancaman penjara enam tahun.
Adapun bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut :
(1)  Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan
atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk
memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam
jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling
lama enam tahun.

(2)  Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang
dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

R Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap


Pasal Demi Pasal (hal. 195) mengatakan bahwa yang diartikan dengan surat dalam bab ini adalah segala surat,
baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik, dan lain-lainnya.[4]
Selain itu, pelaku juga diancam melanggar Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yakni Pasal 3, 4, dan 5.
Pasal 3 Undang-undang tersebut berisi ancaman penjara 20 tahun dengan denda Rp10 miliar.
Sementara Pasal 4, berisi ancaman penjara 20 tahun dengan denda Rp5 miliar. Sedangkan, Pasal 5 undang-
undang itu berisi ancaman penjata 5 tahun dengan denda Rp1 miliar.[5]
Jika melihat kasus diatas, kejahatan pembobolan kartu kredit bisa juga dikenakan Pasal yang terdapat dalam UU
No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik yaitu Pasal 30 ayat 1, Pasal 36, Pasal 46 ayat 1
dan Pasal 51 ayat 2.[6]
Adapun bunyi dari Pasal 30 ayat 1 UU ITE adalah sebagai berikut :
“Setiap   Orang    dengan   sengaja   dan    tanpa   hak   atau   melawan    hukum   mengakses Komputer
dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara  apa pun”.
Pasal 36 UU ITE :
“Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan tanpa hak  atau  melawan  hukum melakukan perbuatan
sebagaimana   dimaksud   dalam   Pasal   27   sampai   dengan   Pasal   34   yang   mengakibatkan kerugian bagi
Orang lain”.
Pasal 46 ayat 1 UU ITE :
“Setiap  Orang yang memenuhi  unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama  6 (enam)  tahun  dan/atau  denda  paling
banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”.

Pasal 51 ayat 2 UU ITE :

“Setiap  Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam  Pasal  35 dipidana


dengan pidana penjara paling lama  12 (dua  belas)  tahun  dan/atau  denda  paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah)”.

Adapun bunyi dari Pasal 35 UU ITE adalah sebagai berikut :

“Setiap  Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi,
penciptaan,
perubahan,  penghilangan, pengrusakan  Informasi  Elektronikdan/atau  Dokumen Elektronik
dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap
seolah-olah data yang otentik”.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Tindak pidana pembobolan kartu kredit biasanya akan berkaitan dengan pemalsuan dokumen seperti
memalsukan KTP serta tidak kejahatan lainnya seperti tindak pidana pencucian uang. Oleh karena itu maka
pelaku tindak pidana pembobolan kartu kredit biasanya akan dikenakan Pasal berlapis selain dari Pasal di dalam
Undang-Undang ITE.

3.2 SARAN

Dalam memberikan tuntutan Pidana Kejahatan Siber Pembobolan kartu kredit, hendaknya Jaksa memberikan
tuntutan pula dengan menggunakan Pasal yang ada di dalam Undang-Undang ITE.

DAFTAR PUSTAKA
Cyber Crime Pembobolan Kartu Kredit dalam http://etikaprofesiteknologiinformasi.blogspot.co.id/p/blog-
page_6019.html Diakses pada Jumat, 15 Juli 2016 Pukul 09.11 WIB.

Edan! Pembobol Kartu Kredit Ini Beromzet Miliaran Rupiah diakses


darihttp://www.arah.com/article/5638/edan-pembobol-kartu-kredit-ini-beromzet-
miliaran-rupiah.html http://www.merdeka.com/uang/kasus-kasus-pembobolan-kartu-
kredit-yang-menggemparkan.html pada tanggal 14 Juli 2016 pukul 10.16 WIB

Kasus-kasus pembobolan kartu kredit yang menggemparkan diakses dari http://www.merdeka.com/uang/kasus-


kasus-pembobolan-kartu-kredit-yang-menggemparkan.html pada tanggal 14 Juli 2016 pukul 9.37 WIB
Sudah Ada 537 Kasus Kejahatan Siber Tahun Ini diakses
dari http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/16/06/03/o872op284-sudah-ada-537-
kasus-kejahatan-siber-tahun-ini pada tanggal 14 Juli 2016 pukul 9.15 WIB
Unsur Pidana dan Bentuk Pemalsuan Dokumen diakses
darihttp://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt54340fa96fb6c/unsur-pidana-dan-bentuk-
pemalsuan-dokumen pada tanggal 15 Juli 2016 pukul 9.27 WIB

[1] Sudah Ada 537 Kasus Kejahatan Siber Tahun Ini diakses


darihttp://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-
nasional/16/06/03/o872op284-sudah-ada-537-kasus-kejahatan-siber-tahun-inipada
tanggal 14 Juli 2016 pukul 9.15 WIB

[2] Kasus-kasus pembobolan kartu kredit yang menggemparkan diakses


darihttp://www.merdeka.com/uang/kasus-kasus-pembobolan-kartu-kredit-yang-
menggemparkan.html pada tanggal 14 Juli 2016 pukul 9.37 WIB

[3] Op. cit
[4] Unsur Pidana dan Bentuk Pemalsuan Dokumen diakses
darihttp://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt54340fa96fb6c/unsur-pidana-dan-bentuk-
pemalsuan-dokumen pada tanggal 15 Juli 2016 pukul 9.27 WIB

[5] Edan! Pembobol Kartu Kredit Ini Beromzet Miliaran Rupiah diakses


darihttp://www.arah.com/article/5638/edan-pembobol-kartu-kredit-ini-beromzet-
miliaran-rupiah.html http://www.merdeka.com/uang/kasus-kasus-pembobolan-kartu-
kredit-yang-menggemparkan.html pada tanggal 14 Juli 2016 pukul 10.16 WIB

[6] Cyber Crime Pembobolan Kartu Kredit


dalamhttp://etikaprofesiteknologiinformasi.blogspot.co.id/p/blog-page_6019.html Diakses
pada Jumat, 15 Juli 2016 Pukul 09.11 WIB.

Jurusan Manajemen Informatika


Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Bina Sarana Informatika
Pondok Aren
2015

KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.
Penulisan makalah ini merupakan print out dari isi blog yang kami buat
yaitu http://cyber-kelompok1.blogspot.com/ sebagai persyaratan untuk mendapatkan nilai
ujian akhir semester mata kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi. Dalam
penulisan makalah ini, Kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak – pihak yang
membantu dan menyelesaikan penulisan makalah ini, khususnya kepada :
1.       Bapak Ruswadi selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi
dan Komunikasi yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan dorongan dalam rangka
penyelesaian makalah ini.
2.       Dan Rekan – Rekan semua di kelas 12.4A.34 yang telah membantu menyelesaikan
pembuatan makalah ini.
Kami berharap semoga Allah SWT, memberikan balasan atas kebaikan kepada pihak –
pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu  kritik dan saran sangat Kami harapkan untuk
memperbaiki makalah kami berikutnya. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.
Pondok Aren, April 2015

Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………..…………....……………………………….....1
Daftar Isi……..………………..…………………………………………………2
Bab I Pendahuluan
1.1         Latar belakang masalah……………………………………………………3
1.2         Maksud dan Tujuan…………………..……………………………………4
1.3         Metode Penulisan…..………..………………………………………….....4
Bab II Pembahasan
2.1     Pengertian EPTIK………………………………………………………....5
2.2     Pengertian dan jenis Cyber Crime….…………..……………..…………..7
2.4     Pengertian dan jenis Cyber Law..……………....…….…………...……..11
Bab III Studi Kasus
3.1     Kasus Cyber Crime Pornografi…………………………………………..13
3.2     Penanggulangan Cyber Crime Pornografi……………………………….15
3.3     Cyber Law Pornografi…………………………………………………...18
Bab IV Penutup
4.1     Kesimpulan……………………………………………………….……...21
4.2     Saran-saran……………………..……………………………….………..21
Daftar Pustaka
Lampiran
BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang Masalah
Semakin berkembangnya Teknologi Internet di Era ini, membuat kegiatan melalui
dunia internet atau disebut juga Cyber Space menjadi lebih cepat dan lebih mudah dilakukan.
Segi positif dari dunia maya ini membawa orang ke dunia bisnis yang
revolusioner karena dirasakan lebih mudah, murah, praktis dan dinamis berkomunikasi dan
memperoleh informasi. Di sisi lain, berkembangnya teknologi informasi menimbulkan pula
sisi rawan yang gelap sampai tahap mencemaskan dengan kekhawatiran pada perkembangan
tindak pidana di bidang teknologi informasi yang berhubungan dengan Cyber Crime atau
kejahatan dunia maya.
Cyber Crime di Indonesia semakin berkembang dengan munculnya kejahatan seperti
pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya
email dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke
dalam programer computer, terorisme digital, “perang” informasi sampah,
informasi hoak dan sebagainya.hingga pornografi.
Masalah kejahatan dunia maya dewasa ini sepatutnya mendapat perhatian semua pihak
secara seksama pada perkembangan teknologi informasi masa depan, Oleh karena itu
kelompok kami membuat Blog yang membahas salah satu kasus Cyber Crime yang marak di
Indonesia yaitu kasus Pornografi untuk menambah pengetahuan masyarakat.
1.2         Maksud dan tujuan
Tujuan kelompok kami membuat blog Cyber Crime dan Cyber Law ini adalah untuk
mendapatkan nilai  Ujian Akhir Semester (UAS) Mata Kuliah “Etika Profesi Teknologi
Informasi & Komunikasi” pada semester 4 Program Diploma III Jurusan Manajemen
Informatika, Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Bina Sarana Informatika.
Selain itu maksud kami membuat blog ini adalah:
1.       Menerapkan etika yang baik dalam profesi teknologi informasi & komunikasi
2.       Sebagai sarana menambah pengetahuan dalam berinternet
3.       Sebagai sarana menambah kewaspadaan terhadap Cyber Crime
4.       Mengetahui Cyber Law Pornografi
1.3     Metode Penulisan
          Metode yang digunakan dalam Penyusunan Blog ini (khususnya artikel yang berkaitan
dengan Cyber crime) adalah metode penelitian deskriptif karena sumber blog ini merupakan
hasil dari apa yang telah kami pelajari dari kampus ataupun dari bantuan media internet
maupun buku-buku yang telah kami pelajari sebelumnya.
          Dalam penyusunan makalah ini, kami menggunakan beberapa tahap. Pada tahap awal
yaitu pengumpulan data, kemudian seluruh data dan fakta yang kami dapat dihimpun untuk
kemudian diseleksi, mana yang akan dibahas lebih lanjut dalam makalah dan blog kami.
Kemudian, semua data dan fakta yang telah lolos seleksi kami kelompokkan dan kami
urutkan berdasarkan tema pembahasan, kemudian penulisan makalah dilakukan dengan
memperhatikan data dan fakta yang kami peroleh sebagai bahan referensi penulisan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1     Pengertian EPTIK
Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno: "ethikos", yang berarti "timbul dari kebiasaan" yaitu sebuah
sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi
mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah,
baik, buruk, dan tanggung jawab.
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan
khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang
khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan,
militer, teknik desainer, tenaga pendidik, dll.
Secara umum, profesi di bidang TI terbagi dalam 4 kelompok, yakni:
1.             Mereka yang bergelut di dunia perangkat lunak (software), baik mereka yang
merancang sistem operasi database maupun sistem aplikasi. Pada kelompok ini terdapat
pekerjaan - pekerjaan seperti:
      Analys System bertugas menganalisa sistem yang hendak diimplementasikan, mulai dari
analisa proses dan alur sistem, kelebihan dan kekurangannya, studi kelayakan dan desain
sistem yang akan dikembangkan, dan lainnya.
      Programmer bertugas mengimplementasikan rancangan sistem analis, yaitu membuat
program (baik aplikasi maupun sistem operasi).
      Web Designer bertugas melakukan perencanaan, termasuk studi kelayakan, analisis dan
desain suatu proyek pembuatan aplikasi berbasis web.
      Web Programmer bertugas mengimplementasikan rancangan web designer, yaitu membuat
program berbasis web sesuai dengan desain yang telah dirancang sebelumnya.
2.             Mereka yang bergelut di bidang perangkat keras (hardware). Pada lingkungan ini
terdapat pekerjaan-pekerjaan seperti :
      Technical engineer bertugtas dalam bidang teknik, baik dalam  pemeliharaan maupun dalam
perbaikan perangkat komputer.
      Networking engineer bertugas dalam bidang teknis jaringan komputer dari maintenance
sampai pada troubleshootingnya.
3.             Mereka yang berkecimpung dalam operasional sistem informasi. Pada lingkungan ini
terdapat pekerjaan-pekerjaan seperti :
      Operator Electronic Data Processing (EDP), bertugas mengoperasikan  program atau aplikasi
yang berhubungan dengan EDP.
      System administrator bertugas menghandle administrasi dalam sebuah sistem, melakukan
pemeliharaan sistem, memiliki kewenangan mengatur hak akses terhadap sistem, serta hal-hal
yang berhubungan dengan pengaturan operasional dalam sebuah sistem.
      Management Information System (MIS) Director melakukan manajemen terhadap sisem
tersebut secara keseluruhan baik perangkat keras, perangkat lunak maupun sumber daya
manusianya.
Dari penjelasan diatas maka etika profesional komputer adalah seperangkat asas atau nilai
yang berkenaan dengan profesi seseorang dibidang komputer. Secara umum perilaku etis
yang diharapkan dari para profesional komputer :
~ Jujur dan adil
~ Memegang kerahasiaan
~ Memelihara kompetensi profesi
~ Memahami hukum yang terkait
~ Menghargai dan melindungi kerahasiaan pribadi
~ Menghindari merugikan pihak lain
~ Menghargai hak milik
2.2     Pengertian Cyber Crime
Cybercrime merupakan gabungan dari dua kata dari Bahasa Inggris, yaitu cyber yang
bermakna dunia maya dan crime yang bermakna criminal atau perbuatan yang melanggar
norma. Istilah cyber crime menurut Juju Dominikus (2010:73) didefinisikan sebagai suatu
tindak kriminal yang dilakukan melalui media internet melalui komputer dan dapat
mempengaruhi keadaan peralatan komputer maupun si pemakai yang
dituju. Cybercrime merupakan sebuah tindakan yang dianggap merugikan orang lain,
dikarenakan ia dikategorikan sebagai tindak kriminal oleh definisi tersebut. Namun,
berdasarkan dari definisi tersebut, kita dapat mengambil pelajaran bahwa seseorang yang
berusaha melakukan berbagai kegiatan yang ditujukan untuk melakukan tindak kriminal,
maka digolongkan sebagai Cyber Crime.
Jenis-jenis cyber Crime:
1.    Cybercrime Berdarkan Jenis Aktifitas
      Unauthorized Access
         Merupakan kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup ke dalam
suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan dari
pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Contoh: Probing dan Port Scanning.
      Illegal Contents
         Merupakan kejahatan yang dilakukan dengan memasukkan data atau informasi ke
internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum
atau menggangu ketertiban umum, contohnya adalah penyebarluasan pornografi dan isu-isu
terhadap pihak tertentu.
      Penyebaran virus secara sengaja
     Penyebaran virus yang dilakukan dengan sengaja menggunakan email yang bertujuan
untuk merugikan seseorang atau suatu instansi.
      Data Forgery
         Kejahatan jenis ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada dokumen-dokumen
penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki oleh institusi atau
lembaga yang memiliki situs berbasis web database.
      Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion
Cyber Espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk
melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan
komputer pihak sasaran. Sabotage and Extortion merupakan jenis kejahatan yang dilakukan
dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program
komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet.
      Cyberstalking
         Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan
memanfaatkan komputer, misalnya menggunakan e-mail dan dilakukan berulang-ulang.
      Carding
Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik
orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.
      Hacking dan Cracker
         Istilah hacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk
mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya.
Adapun mereka yang sering melakukan aksi-aksi perusakan di internet lazimnya
disebut cracker. Boleh dibilang cracker ini sebenarnya adalah hacker yang yang
memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang negatif. Aktivitas cracking di internet
memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan account milik orang lain,
pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus, hingga pelumpuhan target sasaran.
      Cybersquatting and Typosquatting
Cybersquatting merupakan kejahatan yang dilakukan dengan mendaftarkan domain
nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut
dengan harga yang lebih mahal.
      Hijacking
Hijacking merupakan kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Yang
paling sering terjadi adalah Software Piracy (pembajakan perangkat lunak).
      Cyber Terorism
Suatu tindakan CyberCrime termasuk Cyber Terorism jika mengancam pemerintah atau
warganegara, termasuk cracking ke situs pemerintah atau militer.
2.       Cybercrime Berdarkan Motif Kegiatan
a. Cybercrime sebagai tindakan murni kriminal
Kejahatan ini murni motifnya kriminal, ada kesengajaan melakukan kejahatan,
misalnya carding yaitu pencurian nomor kartu kredit milik orang lain untuk digunakan dalam
bertransaksi di internet.
b. Cybercrime sebagai kejahatan “abu-abu”
Perbuatan yang dilakukan dalam jenis ini masuk dalam “wilayah abu-abu”, karena sulit
untuk menentukan apakah hal tersebut merupakan kriminal atau bukan mengingat motif
kegiatannya terkadang tidak dimaksudkan untuk berbuat kejahatan,
misalnya Probing atau port scanning yaitu tindakan pengintaian terhadap sistem milik orang
lain dengan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin, namun data yang diperoleh
berpotensi untuk dilakukannya kejahatan.
3.       Cybercrime Berdarkan Sasaran Kejahatan
          a. Cybercrime yang menyerang individu (Against Person ). Jenis kejahatan ini sasaran
serangannya adalah perorangan yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan
penyerangan tersebut. contoh : Pornografi, Cyberstalking, Tresspass.
          b. Cybercrime menyerang Hak Milik ( Against Property )
Kejahatan yang dilakukan untuk mengganggu atau menyerang hak milik orang lain, contoh :
pengaksesan komputer secara tidak sah, pencurian informasi, carding, cybersquatting,
typosquatting, hijacking, data forgery.
          c. Cybercrime Menyerang Pemerintah (Against Government )
Kejahatan ini dilakukan dengan tujuan khusus yakni melakukan penyerangan terhadap
pemerintah, contoh : cyber terorism, craking ke situs resmi pemerintah.
2.4     Pengertian Cyber Law
Perkembangan teknologi yang pesat pada zaman ini, membuat berbagai kegiatan yang
tergolong cyber crime makin marak dan tak terkandali. Oleh karenanya, Pemerintah membuat
suatu aturan yang disebut dengan Cyber Law. Cyber law menurut Sunarto (2006:42) adalah
upaya untuk melindungi secara hukum yang berkaitan dengan dunia maya atau
internet. Tujuan dari dibentuknyacyber law sendiri menurut Sunarto (2006:42) adalah :
1. Melindungi data pribadi
2. Menjamin kepastian hukum
3. Mengatur tindak pidana cyber crime
Sedangkan, pengertian cyber law yang lain adalah hukum yang digunakan di
dunia cyber(dunia maya) yang umumnya diasosiasikan dengan internet. Dari kedua
pengertian cyber law diatas, kita simpulkan bahwa setiap kegiatan yang melanggar ketentuan
hukum di dunia maya, maka kegiatan tersebut dapat dipidanakan alias pelakunya dapat diberi
hukuman tertentu.
    
Menurut Jonathan Rosenoer dalam Cyber Law – The Law Of Internet  menyebutkan ruang
lingkupcyber law adalah :
1. Hak Cipta (Copy Right)
2. Hak Merk (Trademark)
3. Regulation Internet Resource (Regulasi Pengembangan Internet)
4. Privacy (Keamanan)
5. Duty Care (Kehati-hatian)
6. Consumer Protection E-Commerce, E- Government (Proteksi terhadap konsumen)
Dari sekian banyak kasus Cybercrime, pada bab berikutnya kami akan membahas kasus
Cybercrime yang paling marak di Indonesia yaitu kasus Pornografi.
 BAB III
STUDI KASUS
3.1         Kasus Cyber Crime Pornografi
          Saat ini sudah sering sekali terjadi tindakan Cyber Crime oleh oknum-oknum yang
tidak bertanggung jawab, misalnya saja pemalsuan dan penyebarluasan foto-foto maupun
video yang dinilai sebagai pornografi terjadi dikalangan artis atau public figure Indonesia.
Perbuatan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan aplikasi Photoshop. Hanya dengan
mencuri foto milik target kemudian menyesuaikannya dengan foto orang lain yang menjadi
pelaku, sehingga foto editan tersebut tampak seperti foto milik target. Tentu saja perbuatan
tersebut dapat merugikan pihak-pihak tertentu.
          Banyak artis atau publik figur di sekitar kita yang dijadikan ajang pelecehan seksual
melalui internet, mungkin sebagian hal itu benar, akan tetapi ada pula yang menjadi target
fitnah. Kita lihat saja artis yang baru saja tersandung cyber crime yaitu Ratu Felisha.
Sebelumnya ada beberapa artis yang bernasib sama, sebut saja Artika Sari Devi, Mayangsari,
Lola Amaria, B’jah dengan Sukma Ayu, B’jah dengan Tri Indah, Syaharani dan masih
banyak lagi.
Salah satu kasus Cyber Crime Pornografi yang akan Kami bahas dalam blog kami http://cyber-
kelompok1.blogspot.com/ adalah termasuk kasus Illegant Content yang korbannya adalah Chelsea Islan. Awal
maret lalu, dunia hiburan kembali dibuat heboh oleh sebuah video bugil yang tersebar dengan cepat di dunia
maya. Kali ini sosok yang terlihat di klip berdurasi pendek itu berwajah sangat mirip dengan artis cantik,
Chelsea Elizabeth Islan.
Duduk di sebuah kloset bilik kamar mandi, wanita itu melepas kaos warna putih yang ia kenakan hingga
telanjang bagian atasnya. Video berdurasi 13 detik itu sendiri direkam oleh beberapa orang pria yang suaranya
tertangkap di dalamnya. "Tuh lihat kalau dia gini tiba-tiba gimana? Senang gitu," bunyi percakapan dua orang
pria di video tersebut.
          Chelsea Islan dengan tegar mengakui bahwa wanita dalam video buka baju yang tersebar di dunia maya
adalah dirinya. Menurut Chelsea, peristiwa tersebut direkam oleh pihak yang tak bertanggung jawab empat
tahun lalu saat usianya masih 15 tahun tanpa sepengetahuan dirinya.
          Bintang film Di Balik 98 tersebut menegaskan tidak mau lagi menjadi korban dan
merasa sakit hati dengan kejadian itu. Kini Chelsea ingin menjadi survivor bullying agar
remaja lain tidak mengalami hal serupa. “Saya akan terus maju, mengisi masa muda saya
dengan kegiatan positif. Saya menggunakan suara saya untuk mengajak teman-teman
sekalian memandang masa depan. Masalah kekerasan dan pelecehan terhadap anak dan
perempuan adalah isu besar yang seharusnya dihadapi bersama-sama. Saya menjadi survivor
atas apa yang terjadi terhadap saya,’’ jelas Chelsea.
          Menurut Samantha Barbara, ibu Chelsea, keluarga sudah bertindak atas kejadian
tersebut. ’’Kami sudah melakukan selayaknya yang harus kami lakukan,’’ tegasnya. Hingga
saat ini, kasus tersebut masih berada di proses oleh hukum namun belum ada kejelasan
mengenai siapa pelaku perekam Chelsea Islan saat berada di toilet tersebut.
3.2     Penanggulangan Cyber Crime Pornografi
          a. Peranan Hukum
          Dalam faktanya, satu-satunya cara yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk
mencegah dan menanggulangi penyebaran pornografi melalui internet adalah dengan
melakukan pemblokiran terhadap situs-situs pornografi. Tetapi langkah ini sempat
menyisakan pertanyaan besar yakni siapa yang berhak dan mampu melakukannya?
Pertanyaan di atas sebenarnya merupakan salah satu masalah klasik yang sering menghalangi
penegakan hukum di beberapa aspek. Sebagaimana yang terjadi, penegakan hukum di
Indonesia seringkali berada dalam posisi yang timpang. Kesenjangan yang ada sebenarnya
dapat dikaji secara nyata dari sudut pandang sosiologi hukum, dimana di dalamnya
membahas mengenai aspek-aspek perubahan masyarakan dalam memandang nilai – nilai.
Pergeseran nilai-nilai yang dipandang oleh masyarakat dewasa ini, terutama mengenai
kesadarn Hak Asasi Manusia (HAM) bisa saja menjadi salah satu faktor yang ikut mengubah
pandangan masyarakat Indonesia mengenai pornografi.
          Dengan alasan seni maupun kebebasan memperoleh informasi, seseorang dapat dengan
mudahnya mengakses situs-situs maupun informasi lainnya yang berkaitan dengan
pornografi. Hal ini tentunya juga telah menunjukkan penurunan derajat dan nilai-nilai moral
bangsa Indonesia. Semua situs-situs pornografi semacam itu dapat kita temui dengan mudah
di dunia maya dan terbuka untuk umum tanpa batasan usia. Artinya, anak-anak juga memiliki
kemungkinan untuk mengakses situs-situs tersebut selama tidak ada larangan dari orang tua
atau lingkungannya. Hal itu tentu sangat menyedihkan, karena di satu sisi pornografi
diberantas dengan sungguh-sungguh menggunakan payung hukum yang ada, namun di sisi
lain ada suatu aspek yang memungkinkan pornografi diakses dan disebarkan dengan sebebas-
bebasnya.
          Selama ini, untuk menjerat pelaku-pelaku yang melakukan kejahatan susila yang
berkaitan dengan pornografi, pemerintah menggunakan pasal 282 KUHP.  Apabila ada
seorang yang melakukan kejahatan pornografi melalui media elektronik, dapat dikenakan
jeratan hukum berdasarkan pasal tersebut, serta dapat juga dikenai sanksi-sanksi dalam
perundang-undangan lain, diantaranya Undang-undang tentang Pers Tahun 1999, Undang-
undang no.8 Tahun 19999 tentang perlindungan konsumen. Sedangkan peraturan yang
mengatur penyebaran informasi melalui media internet diatur dalam Undang-undang tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang mulai diberlakukan sejak 25 Maret 2008.
          b. Peranan Agama
          Dalam berbagai aliran kepercayan, terdapat adanya larangan mendekati perbuatan zina,
demikian halnya dengan pornografi, dapat dianggap sebagai perbuatan yang berada dalam
wilayah yang mendekati zina, pintu zina yang berupa pornografi ini memang harus
dipersempit mengingat implikasinya terhadap kejahatan seksual dan moral umat sangat luar
biasa, bahkan menyentuh hakekat kemanusiaan yang terdalam. Misalnya, seorang perempuan
yang mengalami unwanted pregnant, atau kehamilan yang tidak diinginkan, Karena
pergaulan bebas yang dipicu oleh adanya pornografi. Pilihan apapun yang akan ditempuh
akan menghasilkan tindakan yang merugikan. Jika ia memilih aborsi, artinya ia telah
melakukan pembunuhan terhadap janin yang tak berdosa. Begitu banyak persoalan dapat
ditimbulkan dari adanya pornografi, termasuk permasalahan yang jauh dengan hal-hal yang
berbau seksual, seperti timbulnya penyakit dan penurunan kualitas moral bangsa.
          Jika suatu kelompok masyarakat telah terbiasa mengalami pornografisasi, maka mereka
akan cenderung memiliki perilaku yang sama terhadap pornografi yakni permisif. Menurut
penelitian psikolog Arthur W.Comb, Fred Richards, dan Anne Cohen Richards, “People who
have similar experience tend to have common characteristic in their phenomenal fields and as
a result, show commotendencies in their behavior”, artinya : orang-orang yang memiliki
pengalaman yang serupa akan cenderung mempunyai karakteristik umum yang samaa delam
fenomena keseharian mereka, dan sebagai hasilnya, secara umum menunjukkan tendensi-
tendensi yang sama dengan perilaku mereka. Menghadapi realitas masyarakat kita yang
cenderung mulai permisif terhadap pornografi, ada beberapa gagasan yang mengusulkan
dijadikannya Syariat agama Islam sebagai solusi. Tawaran yang sedang dalam pertimbangan
ini memerlukan peran serta seluruh bangsa untuk penerapannya. Meskipun sampai saat ini,
hal tersebut belum terlaksana, ada sisi yang tak kalah penting dari norma hukum yang dapat
diperankan oleh aturan-aturan agama, yakni internalisasi pornografi sebagai dosa yang harus
dihindari. Untuk mendukung proses ini, fungsi dakwah dan usaha saling mengingatkan antar
umat beragam haruslah selalu ditingkatkan, terutama melaui keteladanan. Untuk
mengembangkan metode ini, pakar-pakar agama kiranya dapat membahas dan mengupasnya
lebih mendalam.
Selain peranan hukum dan agama, penanggulangan Cyber Crime lainnya adalah:
~ Meningkatkan pengamanan sistem yang terintegrasi untuk mencegah adanya perusakan
bagian dalam sistem.
~   Perlunya dukungan lembaga khusus seperti IDCERT (Indonesia Computer Emergency
Response Team)untuk memberikan informasi tentang cybercrime.
~   Melakukan sosialisasi secara intensif dan meningkatkan kesadaran kepada warga
masyarakat dalam penanggulangan cybercrime
~   Memproteksi gambar atau foto pribadi dengan sistem yang tidak dapat memungkinkan
orang lain mengakses secara leluasa.
~ Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan
dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut.
~   Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya
pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan
dengan cybercrime.
~   Meningkatkan kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam
upaya penanganan cybercrime, antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual assistance
treaties yang menempatkan tindak pidana di bidang telekomunikasi, khususnya internet,
sebagai prioritas utama.
3.4     Cyber Law Pornografi
Berikut ini adalah pasal yang mengatur tentang pornografi:
      Pengaturan pornografi melalui internet dalam UU ITE
Dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juga tidak
ada istilah pornografi, tetapi “muatan yang melanggar kesusilaan”. Penyebarluasan muatan
yang melanggar kesusilaan melalui internet diatur dalam pasal 27 ayat (1) UU ITE mengenai
Perbuatan yang Dilarang, yaitu;
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Pelanggaran terhadap pasal 27 ayat (1) UU ITE dipidana dengan pidana penjara paling
lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 milyar (pasal 45 ayat [1] UU ITE).
Dalam pasal 53 UU ITE, dinyatakan bahwa seluruh peraturan perundang-undangan
yang telah ada sebelumnya dinyatakan tetap berlaku, selama tidak bertentangan dengan UU
ITE tersebut.
           Bunyi pasal 29 UU RI NO. 44 tahun 2008 tentang pornografi: Setiap orang yang
memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan,
mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan
pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda
paling sedikit Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
      Pasal 282 KUHP berbunyi:
Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan,
gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barangsiapa
dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin
tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya,
mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barangsiapa secara terang-
terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau
menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu
tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.”
BAB IV
PENUTUP
4.1     Kesimpulan
Blog yang Kami buat  http://cyber-kelompok1.blogspot.com/ dan Makalah Kami ini
membahas kejahatan – kejahatan dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi salah
satunya didunia internet yang sangat maraknya penyebaran pornografi yang tidak beretika
sehingga dapat merugikan orang banyak. Meskipun telah diatur dalam perundang-undangan
tentang pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi namun pada kenyataannya di
Indonesia masih terdapat  pelanggaran dalam bidang tersebut. Oleh karena itu diperlukan
adanya kesadaran oleh tiap individu yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
juga kontrol sosial terhadap pengguna lain yang disertai penegakan hukum yang tegas
memberantas tindak  pelanggaran-pelanggaran Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Sehingga terbentuk suatu kesadaran sosial masyarakat akan pentingnya pengendalian
terhadap penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang sesungguhnya sangat
bermanfaat bila dimanfaatkan dengan tepat guna.
4.2     Saran-saran
Maraknya kasus cyber crime membuat kita sebagai pengguna Internet juga harus
berwaspada dan tetap beretika dalam berinternet. Serta dalam pelaksanaan penegakan hukum
di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi pemerintah hendaknya lebih tegas untuk
menindak pelaku kejahatan sehingga adanya efek jera yang dapat mengurangi atau
memberantas tindak  pelanggaran penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Modul Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi D3 BSI
Sitompul, Josua. 2012. Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw : Tinjauan Aspek Hukum
Pidana. Jakarta: Tatanusa.
http//:www.kompas.com
www.hukumonline.com
https://www.academia.edu/10012884
http://www.kapanlagi.com/showbiz/selebriti/selebriti-korban-empuk-cyber-crime
http://berza-galang.blogspot.com/2013/04/contoh-kasus-cybercrime-diindonesia.html
BAB I
DEFINISI CYBER CRIME
 Definisi Cyber Crime
Cyber Crime adalah suatu tindakan criminal yang melanggar hukum dengan
menggunakan teknologi computer sebagai alat kejahatannya. Cyber
Crime ini terjadi karena ada kemajuan di bidang teknologi computer atau
dunia IT khususnya media internet. Secara teknik tindak pidana tersebut
dapat dibedakan menjadi off-line crime, semi on-line crime, dan cyber crime.
Masing-masing memiliki karakteristik tersendiri, namun perbedaan utama
antara ketiganya adalah keterhubungan dengan jaringan informasi publik
(internet).
The Prevention of Crime and The Treatment of Offlenderes di Havana, Cuba
pada tahun 1999 dan di Wina, Austria tahun 2000, menyebutkan ada 2
istilah yang dikenal:
1. Cyber crime dalam arti sempit disebut computer crime, yaitu prilaku illegal
atau melanggar secara langsung menyerang system keamanan suatu computer
atau data yang diproses oleh komputer.
2. Cyber crime dalam arti luas disebut computer related crime, yaitu prilaku
ilegal atau melanggar yang berkaitan dengan sistem komputer atau jaringan.
Andi Hamzah (1989) mengartikan cyber crime sebagai kejahatan di bidang
komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara
ilegal.
Menurut Peter (2000:56) Cyber crime adalah “The easy definition of cyber
crime is crimes directed at a computer or a computer system. The nature of cyber
crime, however, is far more complex. As we will see later, cyber crime can take the
form of simple snooping into a computer system for which we have no
authorization. It can be the feeing of a computer virus into the wild. It may be
malicious vandalisme by a disgruntled employee. Or it may be theft of data,
money, or sensitive information using a computer system.” (definisi mudah dari
kejahatan cyber adalah kejahatan yang diarahkan pada komputer atau
sistem komputer. Namun, sifat kejahatan dunia maya adalah jauh lebih
pandai yang akan kita lihat nanti. Kejahatan dunia maya dapat mengambil
bentuk pengajaran sederhana ke dalam sistem computer dimana kita tidak
memiliki authori asi. Itu bisa menjadi pembebanan virus computer kea lam
liar. Mungkin vandalism berbahaya oleh karyawan yang tidak puas, atau
pencurian data, uang, atau informasi sensitive menggunakan sistem
komputer).
Menurut Wahid dan Labib (2005:40) mengemukakan bahwa Cyber
crime adalah segala macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan
criminal dan/atau criminal berteknologi tinggi dengan menyalah gunakan
kemudahan teknologi digital.
Dari pengertian kejahatan computer menurut peraturan perundang-
undangan di Virginia dapat dipahami bahwa sesuatu yang berhubungan
dengan peralatan pemerosesan data listrik, magnetic, optic, elektro kimia,
atau peralatan kecepatan tinggi lainnya dalam melalukan logika aritmatika,
atau fungsi penyimpanan dan memasukkan beberapa fasilitas
penyimpanan data atau fasilitas komunikasi yang secara langsung
berhubungan dengan operasi tersebut dalam konjungsi dengan peralatan
tersebut tidak memasukkan mesin ketik otomatis atau tipesetter, sebuah

kalkulator tangan atau peralatan serupa lainnya.

 Jenis – Jenis Cyber Crime


1. Unautorized Accsessto Computer System and Service
Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu
sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa
sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya.
Biasanya pelaku kejahatan (hacker) melakukannya dengan maksud
sabotase ataupun pencurian informasi penting dan rahasia. Namun begitu,
ada juga yang melakukannya hanya karena merasa tertantang untuk
mencoba keahliannya menembus suatu sistem yang memiliki tingkat
proteksi tinggi. Kejahatan ini semakin marak dengan berkembangnya
teknologi Internet/intranet.

 
1. Illegal content
Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke Internet
tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap
melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Sebagai
contohnya, pemuatan suatu berita bohong atau fitnah yang akan
menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain, hal-hal yang
berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang
merupakan rahasia negara, agitasi dan propaganda untuk melawan
pemerintahan yang sah dan sebagainya.

 
1. Data Forgery
Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumendokumen
penting yang tersimpan sebagai scripless document melalui Internet.
Kejahatan ini biasanya ditujukan pada dokumen-dokumen e-commerce
dengan membuat seolah-olah terjadi “salah ketik” yang pada akhirnya akan
menguntungkan pelaku karena korban akan memasukkan data pribadi dan
nomor kartu kredit yang dapat saja disalah gunakan.

1. Cyber Espionage
Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk
melakukan kegiatan matamata terhadap pihak lain, dengan memasuki
sistem jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran.
Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen
ataupun data pentingnya (data base) tersimpan dalam suatu sistem yang
computerized (tersambung dalam jaringan komputer).

1. Cyber Sabotage
Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau
penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem
jaringan komputer yang terhubung dengan Internet. Biasanya kejahatan ini
dilakukan dengan menyusupkan suatu logic bomb, virus komputer ataupun
suatu program tertentu, sehingga data, program komputer atau sistem
jaringan komputer tidak dapat digunakan, tidak berjalan sebagaimana
mestinya, atau berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku.

1. Offense Against
Kejahatan ini ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki
pihak lain di Internet. Sebagai contoh, peniruan tampilan pada web page
suatu situs milik orang lain secara ilegal, penyiaran suatu informasi di
Internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain, dan
sebagainya.

 
1. Infrengments of Piracy
Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang
yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara
computerized, yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat
merugikan korban secara materil maupun immateril, seperti nomor kartu
kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi dan sebagainya.
 
BAB II
CONTOH KASUS
 Presentasei Data Cyber Crime di Indonesia
Tindak pidana dalam kejahatan dunia maya antara lain konten ilegal,
kesusilaan, perjudian, pencemaran nama baik, berita bohong dan lainnya.
Terdapat juga kegiatan transaksi ilegal, gangguan data atau pencurian
data dan gangguan terhadap sistem.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam wawancara nya


dengan okezone.com menyebut bahwa kasus kejahatan di dunia Siber
atau Cyber Crime meningkat dibandingkan pada tahun 2016. Setidaknya,
tahun 2017 ini mengalami peningkatan sebanyak tiga persen.
Dalam data yang disajikan, di tahun 2016 tercatat ada 4.931 kasus yang
ditangani Polri. Sedangkan tahun ini, aparat menangani Cyber
Crime sebanyak 5.061 kasus.

 
 Contoh Kasus Cyber Crime
1. Unautorized Accsess to Computer System and Service
Pembajakan situs web KPU tahun 2009

Web resmi KPU kpu.go.id Sabtu 15 Maret 2009 pukul 20.15 diganggu


orang tak bertanggungjawab. Bagian situs kpu.go.id yang diganggu hacker
adalah halamanberita, dengan menambah berita dengan kalimat ”I Love
You Renny Yahna Octaviana. Renny How Are You There?”.
Bukan hanya itu, sipengganggu juga mengacak-acak isi berita kpu.go.id
Pengurus situs web kpu.go.id untuk sementara menutup kpu.go.id sehingga
tidak bisa diakses oleh publik yang ingin mengetahui berita-berita tentang
KPU khususnya mengenai persiapan Pemilu 2009. Padahal awal April
2008 tahapan awal pelaksanaan Pemilu 2009 yaitu pemutakhiran data
pemilih dan pendaftaran Parpol peserta Pemilu mulai dilaksanakan.
 

 
2. Illegal content
Kasus Pelajar 18 Tahun yang menyebarkan berita Hoax

Seorang pelajar berinisial MPA berusia 18tahun asal Sukabumi ditangkap


polisikarena menyebarkan status Facebook berisi informasi hoaxa tau
bohong adanya. Dalam postingan yang berisi berita palsu atau hoax dan
ujaran kebencian yang berisi akan adanya penyerangan terhadap ulama ini
tersebar akun komunitas media sosial Facebook. Postingan yang disebar
MPA adalah postingan dari seorang warga-net pemilik akun Facebook
‘DhegarStaiger’ . Dalam kalimat akhir dalampostingan tertulis “Sebarken
Lamun DidinyaUmat Muslim, cinta NKRI (Sebarkan jika kamu umat
muslim, cinta NKRI)”.

MPA mengaku menyesali perbuatannya. Dia tidak tahu isi postingan yang
dia bagikan bermasalah. MPA juga mengaku tidak mengetahui istilah
Hoax. Dia barutahu setelah berurusan dengan apparat kepolisian.
Meski begitu polisi tetap menetapkan MPA sebagai pelaku hate speech
dan hoax. Dia dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) junto pasal 45A ayat (2)
UURI Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI Nomor 11
tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.

3. Data Forgery
4. Kasus Pencurian Data Nasabah
Gambar 2.3.KasusPencurian Data Nasabah

Sumber :https://faktualnews.co
Setelah kasus  skimming terbongkar, terbaru Subdit Siber Ditres krimsus
Polda Jawa Timur berhasil mengungkap kasus kejahatan pencurian data
nasabah kartu kredit atau carding crime.
Sebelum mendapatkan kartu kredit, ketiga pelaku
melakukan  spamming  terlebihdahulu. Spamming  adalah kegiatan mengirim
email palsu dengan memanfaatkan server email yang memiliki “smtp open
relay” kepada target untuk mendapatkan data kartu kredit sehingga kartu
kredit tersebut beralih dalam penguasaan pelaku dan bebas pelaku
gunakan.
Kemudian mengambil nomor kartu seseorang melalui data yang ia peroleh
selama melakukan spamming. Setelah berhasil, kartu tersebut
dipergunakan tersangka untuk belanja secara online.
Kebanyakan barang yang diperoleh dari belanja secara online pelaku
adalah produk impor bermerk. Pihaknya menafsir, semua produk jika di
uangkan bernilai hampir Rp 500 juta.

Selain menggunakan email, pelaku juga menjerat korban melalui akun


Facebook yang bernama ‘kolamtuyul’.

Berbagai barang bukti bernilai ratusan juta rupiah disita dari tangan
tersangka yang kebanyakan adalah produk fashion, perhiasan serta alat-
alat elektronik import.

Ke-tiganya dijerat dengan undang-undang Informasi dan Transaksi


Elektronik (ITE) nomor 19 tahun 2016 dengan ancaman hukuman 7 tahun
penjarasertadenda 700 juta rupiah.

1. Kasus Phising
Firdaus dan Sepriandi asal Bengkulu, keduanya adalah nasabah Bank
Mandiri yang baru-baru ini kehilangan uang, masing-masing sekitar Rp50
juta di rekening Bank. Dalam konferensi pers di Bengkulu pada hari Sabtu
(08/08/15) keduanya mengalami kejadian yang hampir sama yaitu
kehilangan uang saat melakukan transaksi internet banking. Mereka
melaporkan kejadianinike Bank Mandiri. Penjelasan dari Bank Mandiri
menyebutkan bahwa keduanya merupakan korban tindakan phising, yaitu
pencurian data rahasia di internet (bisa melalui computer atau pun
smartphone) ataupun melalui telepon.

Menanggapi kasus ini, pihak Bank Mandiri tidak memberikan solusi terkait
bagaimana mengembalikan dana nasabah. Secara teknis di sisi
perbankan, transaksi tersebu tterlihat normal, sama dengan kejadian bila
seseorang menggunakan kartu atm orang lain untuk mengambil uang. Di
sisi perbankan, semuanya tercatat sebagai transaksi normal.

Kasus yang dialami Firdaus dan Sepriandi bukanlah hal baru. Menurut
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bengkulu, Yan Syafrie sejak 2013
tidak kurangRp 100 miliar uang nasabah di perbankan raih dari akibat
tindakan phishing. Pelakunya pun sangat susah ditelusuri karena dana
dengan cepat berpindah termasuk keluar negeri.

Untuk itu kewaspadaan ini mutlak diperlukan.Selain itu, pihak bank


ataupun pihak berwenang lainnya tidak mungkin mengganti dana nasabah
bila kesalahan terletak pada pihak nasabah. Bila kerugian terlanjur terjadi,
OJK,  bank, dan kepolisian hanya berwenang melakukan penyelidikan
untuk mengungkap kejahatan phising.

4. Cyber Espionage
Penyebaran virus dengan sengaja, ini adalah salah satu jenis kasus cyber
crime yang terjadi pada bulan Juli 2009, Twitter (salah satu jejaring social
yang sedang naik pamor di masyakarat belakangan ini) kembali menjadi
media infeksi modifikasi New Koobface, worm yang mampu membajak
akun Twitter dan menular melalui postingannya, dan menjangkiti semua
follower. Semua kasus ini hanya sebagian dari sekian banyak kasus
penyebaran malware di seantero jejaring social. Twitter tak kalah jadi
target, pada Agustus 2009 diserang oleh penjahat cyber yang
mengiklankan video erotis. Ketika pengguna mengkliknya, maka otomatis
mendownload Trojan Downloader.Win32.Banload.sco.
Modus serangannya adalah selain menginfeksi virus, akun yang
bersangkutan bahkan si pemiliknya terkena imbas. Karena si pelaku
mampu mencuri nama dan password pengguna, lalu menyebarkan pesan
palsu yang mampu merugikan orang lain, seperti permintaan transfer uang.
Untuk penyelesaian kasus ini, Tim keamanan dari Twitter sudah
membuang infeksi tersebut. Tapi perihal hukuman yang diberikan kepada
penyebar virusnya belum ada kepastian hukum.

5. Cyber Sabotage
Sabotasi terbesar yang baru-baru ini terjadi adalah tersebarnya WannaCry.
Tak kurang dari 150 negara terkena dampak ransomeware yang mengunci
sistem komputer, termasuk Indonesia.
Dibanding ransomeware lain yang sebelumnya hanya menyebar secara
relatif terbatas, WannaCry lebih “sakti” karena memanfaatkan tool senjata
cyber dinas intel Amerika Serikat, NSA, yang mencuri hacker dan
dibocorkan di Internet.
Kronologi singkatnya sebagaimana dirangkum KompasTekno dari ABC
dan Financial Times, Senin (15/5/2017), menyebutkan bahwa pagi hari
operator telekomunikasi di Spanyol, Telefonica, melaporkan telah terkena
serangan WannaCry. Tak lama kemudian, sejumlah rumah sakit dan klinik
di Inggris ikut melaporkan adanya serangan serupa.

Wannacry juga menyerang pabrikan mobil Renault di Perancis yang


menyebabkan beberapa pabriknya berhenti berproduksi. Wannacry juga
membuat kacau tampilan jadwal kereta di sejumlah stasiun kereta api di
Deutsche Bahn, Jerman.
Siang harinya, sejumlah rumah sakit yang bergabung dalam jaringan
National Health Service (NHS) di Inggris mulai terinfeksi WannaCry.
Dokter-dokter kesulitan memberi layanan medis
karena ransomeware mengunci data rekam media pasien.
Pada Jum’at sore, WannaCry terdeteksi sudah mulai memasuki wilayah
Indonesia. Ransomeware  ini menghantam Rumah Sakit Harapan Kita dan
Dharmais. Ratusan server dan PC terkena dampaknya, termasuk komputer
untuk antrean sehingga pasien kesulitan mengantre. Hari Jumat itu saja,
WannaCry tercatatat sudah menyebar ke 74 negara dengan jumlah korban
sebanyak 45.000.
Dikutip dari kumpan.com, polisi telah menjalin kerja sama dengan unit siber
kepolisian dari berbagai negara untuk mengungkap pembuat dan penyebar
program tersebut. Direktur Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Fadil Imran
mengatakan pihaknya telah mengumpulkan berbagai informasi serta
melakukan analisa forensik digital dan menjalin komunikasi dengan
berbagai komunitas siber untuk melacak asal usul
penyebaran ransomeware itu. Penyebar ransomware meminta tebusan data
lewat transaksi bitcoin. Menurut Fadil, pelacakan transaksi itu akan sulit
dilakukan karena menggunakan media mata uang terenkripsi bitcoin yang
anonim.
Fadil berujar, “UU ITE sudah mencakup untuk menjerat pelaku karena
masuk dalam kategori ilegal akses.”

Lalu Fadil menambahkan, “Kami juga sudah membentuk emergency respond


team bersama personel Kemkomminfo dan lembaga lain yang tugasnya
membantu melakukan recovery.”
 

6. Offense Against
7. Kasus Pembajakan Software di Jakarta
Penyidik PPNS Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual bersama
BSA (Business Software Association) dan Kepolisian melaksanakan
Penindakan Pelanggaran Hak Cipta atas Software di 2 tempat di Jakarta
yaitu Mall Ambasador dan Ratu Plasa pada hari Kamis (5/4).

Penindakan di Mall Ambasador dan Ratu Plasa dipimpin langsung


oleh IR.Johno Supriyanto, M.Hum dan Salmon Pardede, SH., M.Si dan 11
orang PPNS HKI.
Penindakan ini dilakukan dikarenakan adanya laporan dari BSA (Business
Software Asssociation) pada tanggal 10 Februari 2012 ke kantor Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang mengetahui adanya CD Software
Bajakan yang dijual bebas di Mall Ambasaador dan Ratu Plasa di Jakarta.
Dalam kegiatan ini berhasil disita CD Software sebanyak 10.000 keping
dari 2 tempat berbeda.
 

CD Software ini biasa dijual oleh para penjual yang ada di Mall Ambasador
dan Ratu Plasa seharga Rp. 50.000 – Rp. 60.000 sedangkan harga asli
software ini bisa mencapai Rp. 1.000.000 per softwarenya.

 
1. Kasus PT NIRWANA ARVINDO MAHAPUTRA dengan HAIRO
PT NIRWANA ARVINDO MAHAPUTRA adalah perusahaan yang bergerak
dalam bidang desain grafis. Perusahaan ini memasarkan dan
memperdagangkan karya dan jasanya secara nasional mapun internsional,
melalui pemasaran secara langsung maupun melalui media internet.

Pada tanggal 21 januari 2008 PT NIRWANA membuat dan mendaftarkan


website perusahaan  www.NirwanaArvindoMahaputra.com  dan melakukan
upload karya-karya desain grafisnya dalam website tersebut. Kemudian
pada tanggal 13 Februari 2008 PT NIRWANA mengetahui dari
salah seorang pegawainya, bahwa karya desain grafis nya telah digunakan
seseorang dalam web-pages di website http://www.deviantart.com
dan diakui sebagai ciptaan dari seseorang berkebangsaan Thailand yang
beridentitas HAIRO, karya desain grafis tersebut didapatkan dengan cara
didownload dari website perusahaan PT NIRWANA tanpa izin.
 

7. Infrengments of Piracy
Cyber Stalking adalah kejahatan menggunakan internet atau alat elektronik
lainnya untuk melecehkan atau meneror seseorang dengan email, chat,
forum Salah satu kasus nya adalah Pembajakan software/software
piracy yang termasuk dalam Intellectual Property Crima.
Pembajakan software adalah piranti lunak atau yang lebih dikenal dengan
istilah software di Indonesia saat ini sudah sangat memperihatikan sekali.
Dengan mudahnya software-softwarebisa didapatkan saat ini. Mulai dari
dijual secara terbuka di pusat-pusat perbelanjaan (mall), pusat penjualan
komputer, internet sampai pada pedagang kaki lima di pinggir-pingir jalan.
Sebagai bangsa Indonesia merasa malu dengan predikat yang disandang
oleh bangsa ini, terkadang software baru yang belum resmi diluncurkan di
negara asalnya, tetapai di negara kita versi bajakannya (full verision) sudah
beredar dan dapat dibeli dengan harga yang relatif murah, yaitu antara Rp.
20.000 s/d Rp. 25.000,- per CD.

Dalam sebuah survei global yang dilakukan Business Software Alliance


(BSA) pada tahun 2015 yang lalu tentang penggunaan software illegal
diseluruh dunia. Sebanyak 39% softwareyang dipasang pada komputer di
seluruh dunia merupakan software illegal.
Berdasarkan hasil survei ini, terlihat adanya penurunan
penggunaan software illegal jika dibandingkan dengan hasil survei dua
tahun sebelumnya, 2013 yang menunjukkan total 43%
penggunaan software di dunia adalah software illegal.
Sedangkan di Indonesia sendiri berdasarkan data yang dirilis oleh
Business Software Alliance (BSA) tersebut. Persentase
penggunaan software illegal di tanah air mencapai angka 84%. Persentase
tersebut terbilang cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara
lain di dunia.
Berdasarkan angka persentase yang dirilis Business Software Alliance
(BSA) tersebut, Indonesia termasuk dalam sepuluh negara dengan
persentase penggunaan software illegal terbesar di dunia. Indonesia hanya
kalah dari Belarusia (85%), Bangladesh (86%), Armenia(86%),
Venezuela(88%), Libya(90%) dan Zimbabwe (90%). Sedangkan negara
tetangga Indonesia, yaitu Malaysia tercatat hanya memiliki 53%
penggunaan software illegal.
Dengan persentase tersebut, berarti 8 dari 10 aplikasi yang dipasang di
komputer pengguna tanah air merupakan software illegal. Persentase
penggunaan software illegal di Indonesia ini tidak mengalami perubahan
dari data survei yang dilakukan oleh Business Software Alliance (BSA)
pada tahun 2013 silam yang menunjukkan penggunaan software illegal di
Indonesia juga sebanyak 84%.
Sedangkan pada tahun 2011, persentase penggunaan software illegal di
Indonesia mencapai 86%. Hal ini berarti ada penurunan persentase
penggunaan software illegal pada tahun 2013 dari tahun 2011, kemudian
bertahan pada tahun 2015.
Namun persentase jumlah penggunaan software bajakan yang tinggi di
suatu negara tidak langsung berarti jumlah kerugian yang diakibatkan dari
penggunaan software illegal juga tinggi. Business Software Alliance (BSA)
juga mendata negara-negara yang memberikan nilai kerugian terbesar
akibat penggunaan software illegal.
Menariknya adalah jika dilihat dari jumlah nilai kerugian yang diakibatkan
dari penggunaan software illegal, Amerika Serikat (US) menjadi negara
penyumbang nilai kerugian terbesar dari pembajakan software dengan
estimasi nilai kerugian mencapai $9,095 milyar US Dollar.
Padahal jika dilihat dari persentase penggunaan software bajakan di negara
raksasa-raksasa perusahaan software tersebut, persentase
penggunaan software illegal di Amerika Serikat (US) hanya sebesar 17%,
yang sekaligus membuatnya menjadi negara dengan persentase
penggunaan software illegal terkecil di dunia.
Sedangkan di peringkat kedua dan ketiga negara yang mengakibatkan
jumlah nilai kerugian terbesar karena penggunaan software illegal adalah
China ($ 8,7 milyar US Dollar) dan India ($2,7 milyar US Dollar), kemudian
diikuti oleh Perancis di posisi keempat dengan nilai kerugian yang
diakibatkan sebesar $2,1 milyar US Dollar dan Inggris di posisi kelima
dengan nilai kerugian sebesar $1,9 milyar US Dollar.
Jika dilihat dari nilai jumlah kerugian yang diakibatkan oleh
penggunaan software illegal, Indonesia berada pada posisi ke 10 dengan
nilai kerugian sebesar $1.1 milyar US Dollar.
Angka pembajakan software di Indonesia masih sangat tinggi. Baik dari
jumlah persentase penggunaan atau nilai kerugian yang diakibatkan. Ini
bukanlah hal yang baik.
Gerakan dan upaya memerangi pembajakan software di Indonesia sudah
dilakukan oleh berbagai pihak, baik pemerintah atau komunitas-komunitas.
Salah satunya adalah komunitas open source dan Linux dengan
menyarankan penggunaan software open sourceyang gratis alih-alih
melakukan pembajakan software.

BAB III
PENUTUP
 Kesimpulan
Teknologi yang semakin berkembang tidak hanya memberi manfaat bagi
masyarakat, tapi juga membawa kerugian. Saat ini banyak sekali
kejahatan-kejahatan di dunia maya yang dilakukan oleh pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab. Motif  mereka melakukan kejahatan di dunia
maya bermacam-macam. Namun kebanyakan dari mereka berusaha
meraup keuntungan pribadi dari kejahatan jenis ini. Kejahatan yang
dilakukan di dunia maya disebut cyber crime. Dibalik setiap kejahatan pasti
ada ganjaran yang didapatkan oleh para pelaku kejahatan. Ganjaran atau
hukuman yang akan diterima oleh para pelaku sudah diatur dalam UU ITE.
UU ITE termasuk dalam cyber-law atau satu perangkat yang dipakai
pemerintah untuk mengendalikan kejahatan di dunia maya.
 Saran
Berkaitan dengan cyber crime tersebut maka perlu adanya upaya untuk
pencegahannya, untuk itu yang perlu diperhatikan adalah :

1. Mempertimbangkan penerapan alat bukti elektronik dalam hukum


pembuktiannya.
2. Diharapkan masyarakat bisa menggunakan internet dan menikmati fasilitas
dunia maya dengan bijak.
3. Tidak memasang gambar yang dapat memancing orang lain untuk
merekayasa gambar tersebut sesuka hatinya.
4. Memproteksi gambar atau foto pribadi dengan sistem yang tidak dapat
memungkinkan orang lain mengakses secara leluasa
5. Gunakanlah Security Software yang Selalu Diperbarui
6. Buatlah Password yang Sulit dan Gantilah Password Secara Berkala
7. Jangan Sembarangan Mengklik Link yang Ada di Dunia Maya

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahid dan Mohammad Labib “Kejahatan Mayantara (Cyber
crime)” (Jakarta:PT.Refika Aditama,2005)
Andi hamzah “Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer” (Jakarta:Sinar
Grafika,1990)

Peter Stephenson “Investigating Computer Related Crime: A Hanbook For


Corporate Investigators” (London New York Washingtoon D.C:CRC
Press,2000)

Jurusan Komputerisasi Akuntansi


Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Bina Sarana Informatika
Cengkareng
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan
rahma serta Karunia-Nya kepada kami, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Jenis Kejahataan Cybercrime Berbentuk Carding” ini
tepat waktu.
Makalah Cybercrime dan Cyberlaw ini merupakan salah satu tugas atau
syarat dalam memenuhi nilai UAS pada mata kuliah Etika Profesi Teknologi
Informasi & Komunikasi. Dengan terselesaikannya makalah ini kami mengucapkan
terimakasih kepada segala pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan,
terutama sekali kepada :
1.  Orang tua kami tercinta yang telah mendukung langkah gerak kami menjalani
kuliah.
2.  Dosen pengajar Mata Kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi & Komunikasi
yang telah memberikan dukungan semangat kepada kami dalam hal penyusunan
makalah ini.
Akhirnya, penyusun berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi siapa saja yang membacanya, menambah wawasan dan pengetahuan
terutama dalam hal cybercrime dan cyberlaw.
Jakarta, Juni 2015

      
                                                                                                                
Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman
Cover
Kata Pengantar…………………………………………………………............……….   i
Daftar Isi……………………………………………………………………….................   ii
BAB I             PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang  ………………………………………...............    1
                     1.2         Rumusan
Masalah  ...............................................................        2 
                          1.3         Tujuan Penulisan  .................................................................        2

BAB II            PEMBAHASAN
2.1        Pengertian Cyber Crime  .......................................................        3
2.2        Pengertian Cyber Law  ..........................................................        5
2.3        Jenis – Jenis Cyber Crime .....................................................       7
2.4        Penjelasan Carding ................................................................       9
2.5        Langkah – langkah Carding ...................................................12
2.6        Contoh Kasus Kejahatan Carding ..........................................    14
2.7        Langkah Penanggulangan Cyber Crime ................................   17
BAB III           PENUTUP
4.1       Kesimpulan …………………………………………...................  18
4.2       Saran .....................................................................................           19

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku

masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan

komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan

menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian

cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan

kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus

menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.

Salah satu perkembangan teknologi yang sering digunakan dan dibutuhkan semua kalangan

masyarakat adalah computer. Dengan computer seseorang dapat dengan mudah

mempergunakannya, tetapi dengan adanya computer seseorang menggunakannya dengan ada

hal yang baik dan tidaknya. Cyber crime dan cyber law dimana kejahatan ini sudah melanggar

hukum dalam teknologi dan seseorang yang mengerjakannya dapat di kenakan hukum pidana

dan perdata.

1.2 Rumusan Masalah

Makalah ini merupakan salah satu tugas untuk mendapatkan nilai UJian Akhir Semester

(UAS) dalam mata kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi & Komunikasi. Penyusunan malakah

ini, menitik beratkan pada:

1.    Pengertian Cyber Crime dan Cyber Law ?


2.    Jenis – Jenis Kejahatan Cyber Crime ?

3.    Penjelasan Jenis Kejahatan Carding?

4.    Contoh Kejahatan Carding yang pernah Terjadi.

1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini di susun agar pemahaman tentang tindak kejahatan melalui media internet

dengan sebutan Cyber Crime dan Cyber Law ini menjadi lebih mudah di mengerti bagi setiap

orang yang membacanya. Dan khususnya untuk para pengguna media online, makalah ini

merupakan informasi yang harus diaplikasikan dalam menggunakan media internet sebagai

wadah untuk melakukan berbagai aktifitas dengan baik dan hati-hati.

BAB II

PEMBAHASAN

Seiring dengan perkembangan teknologi Internet, menyebabkan munculnya


kejahatan yang disebut dengan “CyberCrime” atau kejahatan melalui jaringan
Internet. Munculnya beberapa kasus “CyberCrime” di Indonesia, seperti pencurian
kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya
email, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak
dikehendaki ke dalam programmer komputer. Sehingga dalam kejahatan komputer
dimungkinkan adanya delik formil dan delik materil. Delik formil adalah perbuatan
seseorang yang memasuki komputer orang lain tanpa ijin, sedangkan delik materil
adalah perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain. Adanya
CyberCrime telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah sulit
mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer,
khususnya jaringan internet dan intranet.

2.1 Cyber Crime

Cyber Crime adalah sebuah bentuk kriminal yang mana menggunakan


internet dan komputer sebagai alat atau cara untuk melakukan tindakan kriminal.
Masalah yang berkaitan dengan kejahatan jenis ini misalnya hacking, pelanggaran
hak cipta, pornografi anak, eksploitasi anak, carding dan masih bnyak kejahatan
dengan cara internet. Juga termasuk pelanggaran terhadap privasi ketika informasi
rahasia hilang atau dicuri, dan lainnya.

 Cybercrime dapat diartikan sebagai kegiatan illegal dengan perantara


computer atau peralatan lainnya teknologi yang mendukung sarana teknologi seperti
handphone,smartphone dan lainnya yang dapat dilakukan melalui jaringan elektronik
global, atau suatu upaya memasuki/ menggunakan fasilitas computer/ jaringan
komputer tanpa ijin dan melawan hukum atau tanpa menyebabkan perubahan atau
kerusakan pada fasilitas komputer yang dimasuki atau digunakan tersebut atau
kejahatan yang dengan menggunakan sarana media elektronik internet (merupakan
kejahatan dunia maya) atau kejahatan dibidang komputer, dan terdapat difinisi yang
lain yaitu sebagai kejahatan komputer yang ditujukan kepada sistem atau jaringan
komputer, yang mencakup segala bentuk baru kejahatan yang menggunakan
bantuan sarana media elektronik internet.

Dengan demikian Cyber Crime merupakan suatu tindak kejahatan didunia alam
maya, yang dianggap betentangan atau melawan undang-undang yang berlaku.

2.2 Cyber Law

Cyber law adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang
umumnya diasosiasikan dengan Internet. Cyber law dibutuhkan karena dasar atau
fondasi dari hukum di banyak negara adalah "ruang dan waktu". Sementara itu,
Internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu ini . 
          Cyber law merupakan aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap
aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang
menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai
online dan memasuki dunia cyber atau maya. Cyberlaw sendiri merupakan istilah
yang berasal dari Cyberspace Law. Cyberlaw juga merupakan hukum yang terkait
dengan masalah dunia cyber. Di Indonesia saat ini sudah ada dua Rancangan
Undang-Undang (RUU) yang berhubungan dengan dunia cyber, yaitu RUU
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan RUU Informasi Elektronik dan Transaksi
Elektronik. 
          Untuk negara-negara berkembang, Indonesia bisa bercermin dengan negara-
negara seperti India, Banglades, Srilanka Malaysia, dan Singapura yang telah
memiliki perangkat hukum di bidang cyberlaw atau terhadap Armenia yang pada
akhir tahun 2006 lalu telah meratifikasi Convention on Cybercrime and the Additional
Protocol to the Convention on Cybercrime concerning the criminalisation of acts of a
racist and xenophobic nature committed through computer system.

        Indonesia masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan Negara-negara Asia


lainnya apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara Uni Eropa yang telah
memiliki perangkat hukum lengkap di bidang cyberlaw.
 Untuk membangun pijakan hukum yang kuat dalam mengatur masalah-
masalah hukum di ruang cyber (internet) diperlukan komitmen kuat pemerintah dan
DPR. Namun yang lebih penting lagi selain komitmen adalah bahwa aturan yang
dibuat tersebut yaitu UU ITE merupakan produk hukum yang adaptable terhadap
berbagai perubahan khususnya di bidang teknologi informasi. Kunci dari
keberhasilan pengaturan cyberlaw adalah riset yang komprehensif yang mampu
melihat masalah cyberspace dari aspek konvergensi hukum dan teknologi.
Kongkretnya pemerintah dapat membuat laboratorium dan pusat studi cyberlaw di
perguruan-perguruan tinggi dan instansi-instansi pemerintah yang dianggap capable
di bidang tersebut. Laboratorium dan pusat studi cyberlaw kemudian bekerjasama
dengan Badan Litbang Instansi atau Perguruan Tinggi membuat riset komprehensif
tentang cyberlaw dan teknologi informasi. Riset ini tentu saja harus
mengkombinasikan para ahli hukum dan ahli teknologi informasi. Hasil dari riset
inilah yang kemudian dijadikan masukan dalam menyusun produk-produk cyberlaw
yang berkualitas selain tentunya masukan dari pihak-pihak lain seperti swasta,
masyarakat, dan komunitas cyber.

2.3 JENIS - JENIS CYBERCRIME BERDASARKAN JENIS KEJAHATAN


1. CARDING
adalah berbelanja menggunakan nomor dan identitas kartu kredit orang lain, yang
diperoleh secara ilegal, biasanya dengan mencuri data di internet. Sebutan
pelakunya adalah “carder”. Sebutan lain untuk kejahatan jenis ini
adalah cyberfroud alias penipuan di dunia maya.
2. HACKING
adalah menerobos program komputer milik orang/pihak lain. Hacker adalah orang
yang gemar ngoprek komputer, memiliki keahlian membuat dan membaca program
tertentu dan terobsesi mengamati keamanan (security)-nya.
3. CRACKING
adalah hacking untuk tujuan jahat. Sebutan untuk “cracker” adalah “hacker” bertopi
hitam (black hat hacker). Berbeda dengan “carder” yang hanya mengintip kartu
kredit, “cracker” mengintip simpanan para nasabah di berbagai bank atau pusat data
sensitif lainnya untuk keuntungan diri sendiri. Meski sama-sama menerobos
keamanan komputer orang lain, “hacker” lebih fokus pada prosesnya. Sedangkan
“cracker” lebih fokus untuk menikmati hasilnya.

4. DEFACING
adalah kegiatan mengubah halaman situs/website pihak lain, seperti yang terjadi
pada situs Menkominfo dan Partai Golkar, BI baru-baru ini dan situs KPU saat
pemilu 2004 lalu. Tindakandeface ada yang semata-mata iseng, unjuk kebolehan,
pamer kemampuan membuat program, tapi ada juga yang jahat, untuk mencuri data
dan dijual kepada pihak lain.
5. PHISING
adalah kegiatan memancing pemakai komputer di internet (user) agar mau
memberikan informasi data diri pemakai (username) dan kata sandinya (password)
pada suatu website yang sudah di-deface. Phising biasanya diarahkan kepada
pengguna online banking. Isian data pemakai dan password yang vital.
6. SPAMMING
adalah pengiriman berita atau iklan lewat surat elektronik (e-mail) yang tak
dikehendaki. Spamsering disebut juga sebagai bulk e-mail atau junk e-mail alias
“sampah”.
7. MALWARE
adalah program komputer yang mencari kelemahan dari suatu software.
Umumnya malwarediciptakan untuk membobol atau merusak
suatu software atau operating system. Malware terdiri dari berbagai macam, yaitu:
virus, worm, trojan horse, adware, browser hijacker, dll.

2.4 Penjelasan Carding
Carding adalah kegiatan transaksi e-commerce dengan kartu kredit orang lain
secara ilegal untuk suatu transaksi dan lain sebagainya. Transaksi e-commerce,
belanja on-line melalui internet dengan menggunakan kartu kredit orang lain yang
telah di ketahui identitasnya. Pelaku kejahatan carding atau biasa disebut carder
atau cyberfroud alias penipuan di dunia maya ini tidak perlu memiliki kartu kredit
korban secara fisik, tapi cukup dengan tau nomor kartu & tanggal kadaluarsanya.
Untuk memperoleh nomor kartu kredit biasa para carder ini join dengan para
Heacker atau Creacker untuk membobol website – website e-commerce maupun
website milik Bank atau bahkan mereka sekaligus merangkap sebagai Heacker atau
Creackernya. Para pelaku carding mempunyai motif yang hampir sama dengan
cyber stalking, yaitu mendapatkan atau membeli suatu barang tanpa harus
membayar barang apa yang mereka beli tapi dengan menggunakan uang orang lain.
Dalam Hal ini yang paling dirugikan adalah pihak pemilik kartu credit (cc),
sedangkan pihak tempat para Carder melakukan transaksi e-commerce tidak
dirugikan karena uang pemilik kartu kredit tetap masuk ke pihak mereka. Transaksi
kecil yang biasa dilakukan para Carder adalah mereka Cuma membeli software
premium, video porno, e-book, dan membuat akun yang bersifat premium.
Pelaku carding mempergunakan fasilitas internet dalam mengembangkan
teknologi informasi tersebut dengan tujuan yaitu menimbulkan rusaknya lalulintas
maya antara (cyberspace) demi terwujudnya tujuan tertentu antara lain keuntungan
pelaku dengan merugikan orang lain disamping yang membuat, atau pun menerima
informasi tersebut. Pelaku carding tidak seorang diri, pelaku ini melibatkan beberapa
pihak. Diantaranya ;
1.    Carder
Carder adalah pelaku dari carding, Carder menggunakan e-mail, banner atau
pop-up window untuk menipu netter ke suatu situs web palsu, dimana netter diminta
untuk memberikan informasi pribadinya. Teknik umum yang sering digunakan oleh
para carder dalam aksi pencurian adalah membuat situs atau e-mail palsu atau
disebut juga phising dengan tujuan memperoleh informasi nasabah seperti nomor
rekening, PIN (Personal Identification Number), atau password. Pelaku kemudian
melakukan konfigurasi PIN atau password setelah memperoleh informasi dari
nasabah, sehingga dapat mengambil dana dari nasabah tersebut. Target carder
yaitu pengguna layanan internet banking atau situs-situs iklan, jejaring sosial, online
shopping dan sejenisnya yang ceroboh dan tidak teliti dalam melakukan transaksi
secara online melalui situs internet. Carder mengirimkan sejumlah email ke target
sasaran dengan tujuan untuk meng up-date atau mengubah user ID dan PIN
nasabah melalui internet. E-mail tersebut terlihat seperti dikirim dari pihak resmi,
sehingga nasabah seringkali tidak menyadari kalau sebenarnya sedang ditipu.
Pelaku carding mempergunakan fasilitas internet dalam mengembangkan teknologi
informasi tersebut dengan tujuan yaitu menimbulkan rusaknya lalulintas maya antara
(cyberspace) demi terwujudnya tujuan tertentu antara lain keuntungan pelaku
dengan merugikan orang lain disamping yang membuat, atau pun menerima
informasi tersebut.

2.    Netter
Netter adalah pengguna internet, dalam hal ini adalah penerima email
(nasabah sebuah bank) yang dikirimkan oleh para carder.

3.    Cracker
Cracker adalah sebutan untuk orang yang mencari kelemahan sistem dan
memasukinya untuk kepentingan pribadi dan mencari keuntungan dari sistem yang
dimasuki seperti pencurian data, penghapusan, penipuan, dan banyak yang lainnya.

4.    Bank
Bank adalah badan hukum yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Bank juga merupakan pihak yang menerbitkan kartu kredit/debit, dan sebagai pihak
penyelenggara mengenai transaksi online, ecommerce, internet banking, dan lain-
lain.

2.5 Langkah - Langkah Carding


            Dalam menjalankan kejahatan carding, terdapat langkah – langkahnya
diantaranya ;
1.    Mendapatkan nomor kartu kredit yang bisa dilakukan dengan berbagai cara antara
lain: phising (membuat situs palsu seperti dalam kasus situs klik.bca), hacking,
sniffing, keylogging, worm, chatting dengan merayu dan tanpa sadar memberikan
nomor kartu kredit secara sukarela, berbagi informasi antara carder, mengunjungi
situs yang memang spesial menyediakan nomor-nomor kartu kredit buat carding dan
lain-lain yang pada intinya adalah untuk memperoleh nomor kartu kredit.

2.    Mengunjungi situs-situs online yang banyak tersedia di internet seperti Ebay,


Amazon untuk kemudian carder mencoba-coba nomor yang dimilikinya untuk
mengetahui apakah kartu tersebut masih valid atau limitnya mencukupi.
3.    Melakukan transaksi secara online untuk membeli barang seolah-olah carder adalah
pemilik asli dari kartu tersebut.
4.    Menentukan alamat tujuan atau pengiriman, sebagaimana kita ketahui bahwa
Indonesia dengan tingkat penetrasi pengguna internet di bawah 10 %, Menurut riset
Clear Commerce Inc, perusahaan teknologi informasi yang berbasis di Texas – AS ,
Indonesia memiliki carder terbanyak kedua di dunia setelah Ukrania. Sebanyak 20
persen transaksi melalui internet dari Indonesia adalah hasil carding. Akibatnya,
banyak situs belanja online yang memblokir IP atau internet protocol (alamat
komputer internet) asal Indonesia. Kalau kita belanja online, formulir pembelian
online shop tidak mencantumkan nama negara Indonesia. Artinya konsumen
Indonesia tidak diperboleh. Oleh karena itu, para carder asal Indonesia yang banyak
tersebar di Jogja, Bali, Bandung dan Jakarta umumnya menggunakan alamat di
Singapura atau Malaysia sebagai alamat antara dimana di negara tersebut mereka
sudah mempunyai rekanan.

2.6  contoh kasus Carding yang pernah terjadi


Carding, salah satu jenis cyber crime yang sekitar 200 kasus cyber crime
yang ditangani hampir 90 persen didominasi carding dengan sasaran luar negeri.
Aktivitas internet memang lintas negara. Yang paling sering jadi sasaran adalah
Amerika Serikat, Australia, Kanada dan lainnya. Pelakunya berasal dari kota-kota
besar seperti Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Semarang, Medan serta Riau. Motif
utama adalah ekonomi. Peringkat kedua hacking dengan merusak dan menjebol
website pihak lain dengan tujuan beragam, mulai dari membobol data lalu
menjualnya atau iseng merusak situs tertentu.
Contoh Kasus 1:
Kasus terbaru kejahatan Carding terjadi pada Maret 2013 yang lalu. Sejumlah
data nasabah kartu kredit maupun debit dari berbagai bank dicuri saat bertransaksi
di gerai The Body Shop Indonesia. Sumber Tempo mengatakan, data curian
tersebut digunakan untuk membuat kartu duplikat yang ditransaksikan di Meksiko
dan Amerika Serikat.
Data yang dicuri berasal dari berbagai bank, di antaranya Bank Mandiri dan
Bank BCA. Menurut Direktur Micro and Retail Banking Bank Mandiri, Budi Gunadi
Sadikin, pihaknya menemukan puluhan nasabah kartu kredit dan debit yang datanya
dicuri. Adapun transaksi yang dilakukan dengan data curian ini ditaksir hingga
ratusan juta rupiah.
Kejahatan kartu kredit terendus saat Bank Mandiri menemukan adanya
transaksi mencurigakan. "Kartu yang biasa digunakan di Indonesia tiba-tiba dipakai
untuk bertransaksi di Meksiko dan Amerika," kata Budi.
Setelah dilakukan pengecekan terhadap nasabah, ternyata kartu-kartu itu tidak
pernah digunakan di sana.
( sumber: http://www.tempo.co/read/news/2013/03/19/087467917/Data-Kartu-Kredit-
Ini-Dicuri-untuk-Belanja-di-AS)
Contoh Kasus 2 :
Pada Juli 2010, Direktorat Reserse Kriminal Khusus menangkap karyawan
kafe Starbucks Tebet Jakarta Selatan, DDB, 26 tahun yang terbukti melakukan
pembajakan kartu kredit para pelanggannya. Pelaku mengumpulkan data kartu
kredit dari konsumen tempatnya bekerja dengan cara struk diprint ulang dan dicatat
kode verifikasinya. Dari situ pelaku berhasil menguasai ratusan data kartu kredit.
Data kartu kredit selanjutnya digunakan untuk membayar transaksi pembelian
alat elektronik Ipod Nano dan Ipod Touch secara online di Apple Online Store
Singapura hingga lebih dari 50 kali. Tersangka dijerat pasal 362 KUHP tentang
penipuan dan atau pasal 378 KUHP tentang pencurian serta UU no. 11 tahun 2008
tentang ITE dengan ancaman penjara di atas lima tahun. 
(sumber : http://www.tempo.co/read/news/2010/07/19/064264510/Karyawan-
Starbucks-Tebet-Bajak-Ratusan-Kartu-Kredit)

Contoh Kasus 3 :
Pada September 2011, Polda Metro Jaya berhasil membongkar sindikat
pemalsu Kartu Kredit dengan kerugian yang cukup besar Rp. 81 Miliar. Sindikat ini
membobol data EDC kartu kredit dengan dua modus utama. Modus pertama,
komplotan ini mencuri data dari pemilik EDC kartu kredit di pertokoan atau tempat-
tempat transaksi lain. Kasus terbaru pencurian data EDC dari stasiun pengisian
bahan bakar umum (SPBU) 3412203 Kebayoran Lama pada 18 Agustus hingga 9
September 2011.
Komplotan ini mendatangi pom bensin untuk menawarkan jasa perbaikan alat
gesek.yang rusak. Mereka datang dengan surat kuasa bank palsu. Pengelola pun
menyerahkan alat gesek beserta rekening dan PIN pemilik SPBU. Aksi komplotan
selanjutnya, mengajukan seluruh rekaman transaksi di SPBU ke bank untuk
kemudian dicairkan. Total dana yang mereka keruk Rp 432 juta. Sindikat ini
terbongkar berkat laporan Dodi Iskandar dari Bank Danamon.
Modus lainnya, pelaku membuat transaksi pengembalian (refund) fiktif.
Komplotan mencuri nomor identifikasi alat gesek kartu kredit di pertokoan. Nomor
tersebut kemudian ditanamkan di alat gesek milik pelaku. Mereka seolah-olah
belanja, padahal tidak. Yang terjadi selanjutnya, catatan transaksi belanja fiktif
langsung terekam pada alat gesek kartu. Anggota komplotan lantas memencet opsi
refund sehingga mengubah transaksi pengembalian uang, yang mengalir ke
rekening mereka.
Sedikitnya lima bank uangnya terkuras dalam modus pencurian ini. Jumlah
transaksinya mulai Rp 60 juta hingga Rp 70 miliar. Polisi menyita ratusan kartu
tanda penduduk palsu, puluhan kartu anjungan tunai mandiri palsu, belasan EDC
kartu kredit, dan ijazah palsu.

2.7 Beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam


penanggulangan cybercrime adalah:
1. Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya,
yang diselaraskan dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan
tersebut;
2. Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar
internasional
3. Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum
mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang
berhubungan dengan cybercrime;
4. Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta
pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi; dan
5. Meningkatkan kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun
multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime, antara lain melalui perjanjian
ekstradisi dan mutual assistance treaties

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Di dunia ini banyak hal yang memiliki dualisme yang kedua sisinya saling berlawanan.

Seperti teknologi informasi dan komunikasi, hal ini diyakini sebagai hasil karya cipta peradaban
manusia tertinggi pada zaman ini. Namun karena keberadaannya yang bagai memiliki dua mata

pisau yang saling berlawanan, satu mata pisau dapat menjadi manfaat bagi banyak orang,

sedangkan mata pisau lainnya dapat menjadi sumber kerugian bagi yang lain, banyak pihak

yang memilih untuk tidak berinteraksi dengan teknologi informasi dan komunikasi.

Sebagai manusia yang beradab, dalam menyikapi dan menggunakan teknologi ini, mestinya

kita dapat memilah mana yang baik, benar dan bermanfaat bagi sesama, kemudian

mengambilnya sebagai penyambung mata rantai kebaikan terhadap sesama, kita juga mesti

pandai melihat mana yang buruk dan merugikan bagi orang lain untuk selanjutnya kita

menghindari atau memberantasnya jika hal itu ada di hadapan kita.

3.2  Saran

Cybercrime adalah bentuk kejahatan yang mestinya kita hindari atau kita berantas

keberadaannya. Cyberlaw adalah salah satu perangkat yang dipakai oleh suatu negara untuk

melawan dan mengendalikan kejahatan dunia maya (cybercrime) khususnya dalam hal kasus

cybercrime yang sedang tumbuh di wilayah negara tersebut. Seperti layaknya pelanggar hukum

dan penegak hukum.


Demikian makalah ini kami susun dengan usaha yang maksimal dari tim
kami, kami mengharapkan yang terbaik bagi kami dalam penyusunan makalah ini
maupun bagi para pembaca semoga dapat mengambil manfaat dengan
bertambahnya wawasan dan pengetahuan baru setelah membaca tulisan yang ada
pada makalah ini. Namun demikian, sebagai manusia biasa kami menyadari
keterbatasan kami dalam segala hal termasuk dalam penyusunan makalah ini, maka
dari itu kami mengharapkan kritik atau saran yang membangun demi terciptanya
penyusunan makalah yang lebih sempurna di masa yang akan datang. Atas segala
perhatiannya kami haturkan terimakasih

Anda mungkin juga menyukai