LBH Jakarta mencatat sebanyak 14 pelanggaran hukum dan hak asasi manusia
yang dialami oleh korban aplikasi pinjaman online. Pelanggaran-pelanggaran
tersebut sebagai berikut:
Pengacara publik LBH Jakarta, Jeanny Silvia Sirait menjelaskan setiap bentuk
pelanggaran fintech legal maupun ilegal seharusnya menjadi tanggung jawab
Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Itu (pelanggaran) tanggung jawab OJK bahwa
UU OJK pasal 4,5 dan 6 mengatur itu. Jadi kalau dibilang aspek hukum apa
menjerat pinjol tersebut jelas OJK sendiri punya aturan ke sana, baik dia terdaftar
atatu tidak,” jelas Jeanny kepada hukumonline, Selasa (19/2).
Lebih lanjut, Jeanny juga menjelaskan terdapat aturan lain bagi perusahaan
fintech yang terbukti melakukan pelanggaran hukum. Misalnya, dia menjelaskan
bagi perusahaan fintech yang melakukan pelanggaran berupa penyeberan data
pribadi dapat dikenakan Pasal 32 juncto (jo) Pasal 48 UU No. 11 Tahun 2008
Juncto UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kemudian, pengancaman perusahaan fintech terhadap nasabah dapat dijerat
dengan Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 29 jo
Pasal 45B UU ITE.
“Mesti dilihat dahulu bentuk pelanggaran seperti apa yang dapat disesuaikan
dengan jeratan hukumnya. Hampir semua mengadu pada kami di awal-awal
pelaporan korban mengaku depresi yang penyebabnya karena intimidasi,” jelas
Jeanny.
Sehubungan dengan kasus bunuh diri nasabah fintech, Direktur LBH Jakarta Arif
Maulana mengatakan kepolisian harus mencari penyebab terjadinya kasus
tersebut. Terlebih lagi, ada dugaan penyebab bunuh diri ini terjadi karena depresi
korban karena pinjaman fintech.
“Polisi harus menuntaskan penyelidikan dan harus dicari apakah memang ada
ancaman atau tindak pidana lain yang membuat yang bersangkutan kemudian
memilih bunuh diri,” jelas Arif.
Respons OJK
Menaggapi kasus bunuh diri nasabah fintech ini, OJK mengimbau kepada semua
masyarakat Indonesia untuk tidak melakukan peminjaman uang secara online.
Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L Tobing, memberikan klarifikasinya
terkait peminjaman online yang sedang marak belakangan ini.
Oleh karena itu, Satgas Waspada Investasi OJK telah membuat langkah
pencegahan terhadap "P2P lending" ilegal, yakni dengan mengumumkan
daftarnya lalu mengajukan permohonan pemblokiran melalui Kominfo untuk
memutus akses keuangannya dan menyampaikan laporan kepada Bareskrim
Polri.
Sebelumnya diberitakan pada Senin (11/2) lalu, seorang pengemudi taksi
bernama Zulfandi (35), ditemukan tewas di kamar kostnya di daerah Tegal Parang,
Jakarta Selatan. Zulfandi tewas gantung diri setelah diduga tidak kuat menghadapi
pola penagihan akibat pinjaman online yang ia lakukan sendiri. Melalui sepucuk
surat yang ia tulis sebelum melakukan aksinya, Zulfandi meminta kepada OJK dan
pihak berwajib untuk memberantas pinjaman online. (ANT)