Anda di halaman 1dari 10

FENOMENA PINJAMAN ONLINE ILEGAL DAN POTENSI KEJAHATAN CYBER

CRIME DI INDONESIA

Oleh: Nova Putri Diana

LATAR BELAKANG

Kehadiran pinjaman online sebagai salah satu bentuk financial technology (fintech)

merupakan imbas dari kemajuan teknologi dan banyak menawarkan pinjaman dengan syarat

dan ketentuan lebih mudah dan fleksibel dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensial

seperti bank. Selain itu juga pinjaman online dianggap cocok dengan pasar di Indonesia

karena meskipun masyarakat belum memiliki akses keuangan, namun penetrasi kepemilikan

dan penggunaan telepon selular sangat tinggi. Hal ini dapat terlihat pada data Hootsuite yang

menunjukkan bahwa jumlah pengguna Internet di Indonesia pada Januari 2018 menembus

132,7 juta pengguna dengan tingkat penetrasi mencapai 50%. Selain itu juga populasi

pengguna perangkat mobile memiliki angka yang lebih tinggi lagi yang mencapai 177,9 juta

pengguna.

Berdasarkan data-data tersebut, maka tidak mengherankan bila pertumbuhan

pinjaman online semakin pesat di Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari data perusahaan

fintech lending berizin dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 5 Agustus 2020

sebanyak 158 perusahaan3. Selain itu juga terdapat perusahaan pinjaman online illegal yang

semakin bertambah jumlahnya. Pada pemberitaan detik finance dikemukakan bahwa sejak

Januari 2020 sampai Maret 2020 fintech lending ilegal yang ditemukan mencapai 508 entitas,

sehingga bila dihitung secara keseluruhan dari tahun 2018, telah ditemukan sebanyak 2406

entitas.

Permasalahan pinjaman online rata-rata karena teror dan pengalihan kontak. Lender

dapat membaca semua transaksi HP dan Foto, sehingga perlindungan data pribadi masih
rendah. Ini anomali ke tiga. Indonesia belum mempunyai Undang-Undang Perlindungan

Data Pribadi.

Masih banyak lagi hal yang perlu disoroti atas keberadaan pinjaman online illegal.

Dari data tersebut peminjam yang mengajukan pinjaman pada pihak penyedia layanan

pinjaman online harus bersiap juga untuk mendapat rangkaian konsekuensi, salah satunya

adalah teror kepada dirinya sendiri dan melalui orang yang ada di sekitar peminjam. Tidak

heran, jika fenomena ini juga sangat menganggu beberapa orang yang mengaku tidak pernah

melakukan transaksi pinjaman online.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas timbul banyak pertanyaan dalam benak penulis,

anatara lain bagaimana fenomena pinjaman online illegal dan potensi kejahatan cyber creame

di Indonesia saat ini? dan bagaiamana tindakan preventif serta represif yang dapat dilakukan

oleh peminjam?

TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan di atas, penulis akan menjawab pertanyaan-pertanyan

sekaligus menjadikan tujuan dan bahan penulis karya tulis ini yakni tentang fenomena

pinjaman online illegal di Indonesia saat ini dan tindakan preventif serta represif yang dapat

dilakukan oleh peminjam.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian normatif. penelitian ini akan dilakukan analisa

mengenai perlindungan konsumen yang dilakukan terhadap bisnis pinjaman online melalui

berbagai aspek, termasuk peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu sumber bahan

hukum yang digunakan dalam penelitian ini selain menggunakan bahan hukum primer yaitu
bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan secara hirearki dan putusan

pengadilan, juga akan menggunakan bahan hukum sekunder dan tersier.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Keberadaan Pinjaman Online yang Semakin Merajalela

Model bisnis fintech pinjaman online (pinjol) ini diawali ketika calon Penerima

Pinjaman melaksanakan pendaftaran di platform yang telah disediakan oleh penyelenggara

layanan, setelah itu penerima pinjaman tersebut mengajukan pinjaman lewat platform.

Penyelenggara setelah itu melaksanakan verifikasi informasi calon Penerima Pinjaman,

setelah itu menunjukkan pengajuan pinjaman di sebuah wadah yang disebut marketplace.

Kegunaan dari adanya marketplace tersebut ialah untuk mempertemukan orang-orang yang

memerlukan bantuan dana (borrower) dengan orang-orang yang akan menyerahkan bantuan

dana (pendana) tersebut. Proses yang ditempuh selanjutnya, pendana melaksanakan

pendaftaran di platform, setelah itu pendana tersebut bisa memilah pinjaman yang sesuai

dengan kriteria dan hendak didanai melalui platform marketplace dan melaksanakan

pendanaan. Borrower nantinya bakal memperoleh pinjaman dana dari pendana bila

ditemukan kecocokan dengan jumlah serta jangka waktu yang disepakati. Dengan hadirnya

layanan ini sangat dirasakan oleh pelakon usaha dalam mempermudah mereka buat

mendapatkan tambahan modal usaha dalam waktu yang relatif lebih pendek dengan prosedur

yang lebih mudah.

Adanya proses yang mudah tidak bertele-tele dan tanpa memerlukan jaminan serta

cepatnya dalam mendapatkan pinjaman menjadi penyebab pesatnya perkembangan layanan

fintech pinjaman online (pinjol) di Indonesia. Sayangnya hal ini disertai dengan kehadiran

penyelenggara layanan pinjaman online yang tidak tertera secara resmi di situs Otoritas Jasa

Keuangan dan tidak mendapatkan izin beroperasi secara resmi. Kehadiran pinjaman online
(pinjol) ilegal tersebut seringkali menimbulkan berbagai masalah terhadap masyarakat yang

tergiur akan kemudahan dalam meminjam uang. Masalah-masalah yang tersebut diantaranya:

1) Pengenaan bunga tinggi, bahkan bunga tersebut bisa mencapai empat kali lipat

dari pokok pinjaman apabila telat dalam membayar, serta tenor yang diberikan oleh

penyelenggara terhadap peminjam untuk melunasi hutang-hutangnya relatif singkat;

2) Penagihan yang dilakukan dengan cara yang tidak manusiawi, seringkali

penagihan pinjaman tersebut dilakukan oleh penyelenggara dengan turut melibatkan pihak

ketiga yakni debt collector yang menagih secara kasar bahkan tidak segan-segan untuk

mempermalukan peminjam dana yang telat bayar;

3) Tidak ada pihak yang dapat menjamin privacy data peminjam dana,

penyelenggara pinjaman online illegal tersebut mengumpulkan data pribadi nasabahnya

kemudian menggunakannya dengan cara-cara yang melanggar hukum dalam melaksanakan

penagihan, tindakan tersebut bahkan terbilang cukup ekstrem seperti mengirim pesan yang

bernada ancaman bahkan menelpon kontak-kontak peminjam dana tersebut kemudian

mempermalukannya

B. Pengaturan Pinjaman Online Sebagai Salah Satu Bentuk Dari Financial

Technology

Pemerintah saat ini telah menyediakan aturan-aturan yang dapat menjadi payung

hukum yang dinilai melindungi hak-hak dari masyarakat yang mana aturan tersebut diatur

dalam POJK No.77/2016. Dalam aturan tersebut telah termuat beberapa klausula yang

menjadikan penyelenggara pinjaman online tersebut diawasi secara berkala oleh OJK yang

mana klausula tersebut diantaranya:

1) Penyelenggara layanan fintech pinjaman online (pinjol) harus mengajukan

registrasi serta perizinan kepada OJK, seperti yang diatur dalam Pasal 10;
2) Penyelenggara layanan fintech pinjaman online (pinjol) yang telah

medapatkan izin operasional tersebut memiliki kewajiban untuk menyerahkan laporan

bulanan dan tahunan yang memuat hal-hal mengenai kinerja lembaga, keuangan lembaga

dan, pengaduan pengguna seperti yang diamanatkan dalam Pasal 40;

3) Penyelenggara fintech pinjaman online (pinjol) tersebut mempunyai tanggung

jawab untuk menyajikan rekam jejak audit terhadap segala kegiatannya sesuai dengan yang

diamanatkan dalam Pasal 27.

Namun, dalam POJK tersebut yang menjadi payung hukum dalam pelaksanaan

kegiatan penyelenggaraan pinjaman online masih terdapat celah yang dimanfaatkan oleh

pengelola layanan fintech pinjaman online (pinjol) ilegal sebab klausula yang disebutkan

diatas hanya berlaku terhadap pengelola pinjaman online yang telah termaktub secara resmi

kegiatan usahanya di OJK, kemudian dalam aturan tersebut juga belum mengatur mengenai

hukuman yang diberikan terhadap pengelola layanan fintech pinjaman online (pinjol) yang

kegiatannya belum atau tidak termaktub secara resmi di OJK. Oleh karena itu seringkali

penyelenggara layanan pinjol tersebut menggunakan celah ini dan melaksakan kegiatannya

secara sewenang-wenang.

OJK mengeluarkan suatu peraturan OJK yakni POJK NO.77/2016 yang merupakan

aturan hukum pertama sekaligus sebagai aturan yang melandasi penyelenggaran layanan

fintech pinjaman online di Indonesia. Terhadap terjadinya pelanggaran dalam proses layanan

fintech pinjaman online telah mengatur beberapa hal yang termuat dalam ketetuan Pasal 47

ayat (1) menyebutkan bahwa atas terjadinya suatu pelanggaran terhadap kewajiban dan

larangan-larangan yang termuat dalam aturan ini, maka OJK memiliki wewenang dalam

menjatuhkan sanksi administratif bagi pengelola layanan fintech yang berupa 1) Peringatan

tertulis; 2) Denda; 3) Pembatasan kegiatan usaha; dan 4) Pencabutan izin beroperasi.


Akan tetapi dalam POJK NO.77/2016 tersebut tidak mengatur mengenai pelaksanaan

sanksi administratif ataupun sanksi pidana yang diberikan terhadap pelanggaran yang

dilakukan oleh fintech pinjaman online ilegal yang tidak mendapat izin oleh OJK. Sanksi

yang diberikan terhadap fintech pinjaman online resmi yang telah memiliki izin resmi dalam

beroperasi bahkan paling tinggi hanya sebatas pecabutan izin usaha. Padahal sejak tahun

2018 hingga saat ini ditahun 2021 Satgas Waspada Investasi telah menutup sebanyak 3.056

usaha fintech pinjaman online illegal. Oleh sebab itu dapat dilihat bahwa cakupan POJK

NO.77/2016 dalam menangani berbagai permasalahan hukum yang timbul dalam transaksi

fintech pinjaman online sangat terbatas.

Pada penyelenggaran usaha fintech pinjaman online terutama dengan kehadiran

fintech pinjaman online ilegal yang belum terdaftar tersebut seringkali ditemukan berbagai

permasalahan hukum yang melanggar hak-hak konsumen yang diantaranya seperti pengenaan

bunga pinjaman yang tinggi, hingga Penagihan yang dilakukan dengan cara yang tidak

manusiawi. Perbuatan tersebut dapat menciderai hak-hak konsumen sebagaimana yang telah

diatur dalam ketentan UUPK. Terjadinya hal ini disebabkan oleh kekosongan hukum dalam

pemberian sanksi tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh fintech pinjaman online

ilegal sehingga menyebabkan penyelenggara cenderung lalai dalam memenuhi hak-hak

konsumen tersebut.

Secara khusus regulasi yang mengontrol terkait pelanggaran-pelanggaran yang

ditemui dalam transaksi terutama fintech pinjaman online ilegal pada dasarnya belum ada

hingga saat ini. Beberapa regulasi yang telah dijabarkan terkait penyelenggaraan fintech

pinjaman online di Indonesia tersebut bersifat universal. Oleh karenanya dipandang perlu

adanya peraturan secara khusus yang dapat menyokong ketentuan hukum terkait transaksi

fintech tersebut.

Berkaca dengan hal ini apabila landasan filosofis a quo dibawa dalam konteks
terjadinya kekosongan hukum saat ini, yaitu adanya celah dalam regulasi yang mengatur

dalam penyelenggaran layanan fintech pinjaman online di Indonesia sehingga

menghambat gerak penegak hukum dalam memberantas penyelenggara fintech pinjaman

online ilegal, maka dari itu pemerintah Indonesia sudah sewajarnya turun tangan dan

mengundangkan suatu undang-undang khusus yang lebih ketat dan bersifat komprehensif

serta mengatur sanksi yang tegas bagi penyelenggara fintech pinjaman online ilegal yang

pada akhirnya dapat mengeliminasi keberadaan fintech pinjaman online ilegal dan

memberikan jaminan kepastian hukum bagi masyarakat sebagai bentuk pelaksanan

terhadap tujuan negara Indonesia.

C. Tindakan Preventif dan Represif Bagi Pengguna Pinjaman Online Ilegal yang

Mengalami Tindakan Kejahatan

Jika sudah terlanjur melakukan peminjaman di pinjaman online, yang bisa dilakukan

peminjam salah satunya bisa melaporkan kepada Kominfo, Polisi, atau OJK. Berbeda lagi

jika dalam prosesnya terdapat unsur pemerasan, teror, ataupun pelecehan, sebab tindakan

pelaporan akan masuk ranah pidana.

Salah satu hal yang umumnya digunakan oleh pihak peminjam yaitu ancaman.

adanya ancaman dan terror dari pihak penagih atau debt collector yang bertujuan memberikan

rasa takut sekaligus mempermalukan pengguna layanan pinjaman online dengan

mengirimkan gambar ataupun sesuai tulisan kepada pihak- pihak yang dikenal baik oleh

pengguna layanan tersebut dan juga ancaman untuk melaporkan kepada pihak berwajib. Hal

ini tentu saja melanggar Pasal 29 Ayat (1) dan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang HAM dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen.

Selain itu juga pengguna layanan pinjaman online yang mengalami perlakuan yang

kurang menyenangkan tersebut sepertinya merasa “ënggan” untuk mengadukan ke pihak


kepolisian mengenai perlakuan yang dialaminya sebagai akibat pinjaman yang masih menjadi

kewajiban untuk pengembaliannya, sehingga pihak perusahaan pinjaman online pun memiliki

keleluasaan untuk terus melakukan aksinya dalam melakukan ancaman dan meneror

pengguna layanan pinjaman online tersebut. Dalam hal ini, pihak kepolisian tidak dapat

melakukan tindakan tanpa adanya pengaduan yang pengguna jasa layanan peminjaman online

mengingat kejahatan tersebut termasuk dalam delik aduan.

Beberapa pasal terkait yang bisa menjadi dasar pengajuan para korban pinjaman

online illegal yakni:

1. Pemerasan

Pasal 368 KUHP

(1) Barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain

dengan melawan hak, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, supaya

orang itu memberikan barang, yang sama sekali atau sebagaiannya termasuk kepunyaan

orang itu sendiri kepunyaan orang lain atau supaya orang itu membuat utang atau menghapus

piutang, dihukum karena memeras, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan

tahun.

2. Tindakan Tidak Menyenangkan

Pasal 310 KUHP

(1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan

menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam

karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda

paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2) jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan,

dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis

dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah.

3. UU Informasi Transaksi Elektronik

Pasal 27 ayat (3)

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Pasal 28 ayat (2)

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan

untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat

tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Ancaman pidana bagi orang yang melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE ini diatur

dalam Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016, yang berbunyi:

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4

(empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta

rupiah).

Kemudian ancaman pidana bagi orang yang melanggar ketentuan Pasal 28 ayat (2)

UU ITE adalah sebagaima diatur dalam Pasal 45A ayat (2) UU 19/2016, yakni:

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang

ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok

masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6

(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
KESIMPULAN

Keberadaan pinjaman online illegal semakin merajalela, karena syarat yang

ditetapkan terlalu mudah, tidak heran banyak sekali masyarakat yang tertarik. Padahal

dampak dari pinjaman online illegal sangatlah berbahaya. Bunga yang diberikan tidak masuk

akal, bahkan dampak paling buruk terjadi pemerasan, pelecehan, teror ancaman, serta

pencemaran nama baik konsumen kepada orang terdekat.

Belum ada paying hukum yang bisa memayungi keberadaan pinjaman online illegal.

Hanya saja, jika terjadi tindakan yang mengarah pada kejahatan bisa melakukan pelaporan

tindak pidana.

DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah, KUHP & KUHAP, Rineka Cipta, Jakarta, 2011


Ardan Adhi Chandra, “Ada Lagi 388 Pinjol Ilegal, Ini Daftarnya,” accessed September 1,
2020 https://finance.detik.com/fintech/d- 4939221/ada-lagi-388-pinjol-ilegal-ini-
daftarny
https://www.ojk.go.id/id/regulasi/otoritas-jasa-keuangan/peraturan
ojk/Documents/Pages/POJK-Nomor-77-POJK.01-2016/SAL%20-%20POJK
%20Fintech.pdf
Sutra Hari Disemedi, 2021, Urgensi Suatu Regulasi yang Komprehensif Tentang Fintech
Berbasis Pinjaman Online Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen di Indonesia,
Jurnal Hukum Indonesia, Vol 7 No. 2, hal.611
“Lapor OJK Jika Diganggu Pinjaman Online, Termasuk Ancaman Dengan Kata
Kasar.” Accessed September 1, 2020. https://www.harianterbit.com/megapolit
an/read/116550/Lapor-OJK-Jika- Diganggu-Pinjaman-Online-Termasuk- Ancaman-
Dengan-Kata-Kasar.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 /POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Republik Indonesia, 2016.

Anda mungkin juga menyukai