Anda di halaman 1dari 24

Majalah Hukum Nasional

Volume 52 Nomor 2 Tahun 2022


P-ISSN: 0126-0227; E-ISSN: 2772-0664
DOI : 10.33331/ mhn.v52i2.174
https://mhn.bphn.go.id

PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNA LAYANAN FINTECH P2P LENDING DARI


TINDAK PIDANA EKONOMI DAN TERHADAP PENYEDIA LAYANAN FINTECH
P2P LENDING ILEGAL
(Legal Protection for Consumers of Fintech P2P Lending Services from Economic Crimes and
Against Ilegal Fintech P2P Lending Service Providers)

Otniel Yustisia Kristian


Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
Jl. Ir. H. Juanda Nomor 35, Gambir, Jakarta Pusat

e-mail: otnielyk018@gmail.com

Abstrak
Di dalam penulisan hukum ini akan dijelaskan mengenai perlindungan hukum terhadap pengguna layanan
Fintech P2P Lending dari tindak pidana ekonomi serta terhadap penyedia layanan Fintech P2P Lending Ilegal.
Penelitian hukum ini bersifat normatif dengan pendekatan undang-undang serta konseptual. Berdasarkan
penelitian ini dapat diketahui bahwa terdapat adanya potensi penyalahgunaan layanan Fintech P2P Lending
sebagai sarana tindak pidana ekonomi. Beberapa hal yang menjadikan layanan P2P Lending rentan untuk
disalahgunakan sebagai sarana tindak pidana ekonomi adalah dikarenakan masih terdapatnya layanan
Fintech P2P Lending yang bersifat ilegal yang tidak mengajukan pendaftaran serta perizinan kepada OJK,
terdapatnya prosedur dan verifikasi secara elektronik bagi Pengguna, serta adanya akses penyedia layanan
Fintech P2P Lending terhadap data pribadi sehingga dapat dimungkinkan adanya penyalahgunaan data
pribadi untuk tujuan ekonomi. Terdapat adanya Perlindungan Hukum bagi Pengguna Layanan Fintech
P2P Lending dari tindak pidana ekonomi. Perlindungan tersebut terdiri atas perlindungan hukum pidana,
perlindungan hukum perdata, serta perlindungan hukum preventif dengan pembentukan peraturan atau
regulasi yang mencegah digunakannya layanan Fintech P2P Lending sebagai sarana tindak pidana ekonomi.
Kata kunci: perlindungan hukum, fintech P2P lending, tindak pidana ekonomi, penyedia layanan fintech
P2P lending ilegal.

Abstract
In this paper, it will be explained about the legal protection for consumers of Fintech P2P Lending services.
This legal research is a normative or doctrinal study with a statute approach and conceptual approach.
Based on this research, it can be seen that there is a potential abuse of Fintech P2P Lending service to be
committed for economic crimes. The thing that makes fintech peer to peer lending service vulnerable to
being misused for economic crimes because there are still illegal Fintech that do not apply registration and
licensing to Financial Services Authority (OJK), there are electronic procedures and verification for users, and
Fintech can access personal data so that it is possible to misuse personal data for economic purpose. There is
legal protection for users of fintech peer to peer lending services from economic crimes. The legal protection
consists of criminal law protection, civil law protection, and preventive legal protection by establishing
regulations that prevent the users of fintech peer to peer lending services from economic crimes.
Keywords: legal protection, fintech P2P lending, economic crimes, illegal fintech P2P lending service
provider.
PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNA LAYANAN FINTECH P2P LENDING DARI TINDAK PIDANA EKONOMI
DAN TERHADAP PENYEDIA LAYANAN FINTECH P2P LENDING ILEGAL

A. Pendahuluan dasarnya merupakan suatu bentuk


Layanan Fintech P2P Lending atau penyelenggaraan layanan keuangan yang
disebut juga dengan Layanan Peminjaman mempertemukan pihak borrower (pemberi
Uang yang Berbasis Teknologi Informasi pinjaman) dengan pihak lender (penerima
merupakan salah satu jenis layanan pinjaman) dengan tujuan untuk mengadakan
financial technology. Berdasarkan ketentuan perjanjian peminjaman uang melalui
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank suatu sistem yang berbasis elektronik.2
Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Berdasarkan definisi Fintech P2P Lending
Penyelenggaraan Teknologi Finansial tersebut maka dapat diketahui bahwa dalam
(lebih lanjut disebut sebagai ‘PBI Teknologi penyelenggaraan Layanan Fintech P2P Lending
Finansial’), menyatakan bahwa yang dimaksud terdapat beberapa pihak yang terlibat yaitu
dengan teknologi finansial pada dasarnya Penyedia/Penyelenggara, Borrower (Pemberi
merupakan penggunaan teknologi dalam Pinjaman), dan Lender (Penerima Pinjaman).
sistem keuangan yang menghasilkan produk, Kehadiran Perusahaan Rintisan Financial
layanan teknologi, dan/atau model bisnis baru Technology yang menawarkan layanan
yang dapat berdampak pada stabilitas sistem peminjaman uang berbasis teknologi
moneter, sistem keuangan serta efisiensi, informasi sendiri semakin diminati karena
kelancaran, keamanan dan keandalan dari berbagai kemudahan yang diberikan oleh
sistem pembayaran. Berdasarkan ketentuan
1 layanan peminjaman uang berbasis teknologi
dalam Pasal 3 ayat (1) PBI Teknologi informasi tersebut. Dengan hadirnya Fintech
Finansial, bahwa Penyelenggaraan Teknologi P2P Lending, masyarakat dapat dengan
Finansial dapat dibagi menjadi beberapa mudah menggunakan jasa layanan keuangan
kategori yaitu sistem pembayaran, kegiatan peminjaman uang dimana saja dan kapan
manajemen investasi, penyediaan modal, saja. Bahwa masyarakat tidak perlu jauh-
serta jasa keuangan lain. Berdasarkan jauh lagi ke lembaga keuangan seperti Bank
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor maupun Koperasi untuk menggunakan jasa
77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam layanan keuangan peminjaman uang ataupun
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi pemberian kredit tersebut. Selain itu dengan
(lebih lanjut disebut sebagai ‘POJK Fintech kehadiran Fintech P2P Lending dapat berguna
P2P Lending’, menyatakan bahwa layanan dalam peningkatan inklusi keuangan3, yaitu
Fintech P2P Lending adalah bagian dari dengan memberikan dampak positif untuk
Financial Technology. menggerakan roda perekonomian yang ada
Layanan Fintech P2P Lending pada di Indonesia melalui kemudahan akses kredit

1 Pasal 1 angka 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.
2 Pasal 1 angka 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Informasi.
3 Serlika Aprita, “Peranan Peer to Peer Lending dalam Menyalurkan Pendanaan pada Usaha Kecil dan Menengah,”
Jurnal Hukum Samudera Keadilan, Volume 16 Nomor 1, Januari – Juni 2021, hlm. 39.

298 Majalah Hukum Nasional Volume 52 Nomor 2 Tahun 2022


PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNA LAYANAN FINTECH P2P LENDING DARI TINDAK PIDANA EKONOMI
DAN TERHADAP PENYEDIA LAYANAN FINTECH P2P LENDING ILEGAL

baik untuk UMKM maupun individu, serta Undang-Undang yang mengatur mengenai
mengundang lebih banyak investor.4 Dengan Korupsi, Persaingan Usaha, Perbankan serta
adanya model bisnis yang inovatif dan peraturan lainnya6. Mengingat perkembangan
kemudahan akses bagi masyarakat tersebut Fintech P2P Lending yang meningkat cukup
tentunya akan memperluas jangkauan pesat serta regulasi yang masih baru
target pasar 5
sehingga akan mendorong mengatur Fintech tersebut, maka potensi
meningkatnya inklusi keuangan. untuk dimanfaatkannya Fintech P2P Lending
Walaupun terdapat berbagai oleh Pelaku Kejahatan untuk memperoleh
kemudahan yang diperoleh masyarakat keuntungan atau manfaat atas hasil
dengan adanya layanan peminjaman uang kejahatannya adalah cukup besar. Fintech
berbasis teknologi informasi (fintech peer to P2P Lending sendiri dapat dimanfaatkan
peer lending), akan tetapi perlu diantisipasi pelaku kejahatan sebagai sarana untuk
potensi untuk digunakannya fintech peer to melakukan berbagai kejahatan ekonomi
peer lending tersebut sebagai sarana tindak seperti kejahatan penipuan, penggelapan,
pidana ekonomi. Mengenai tindak pidana tindak pidana pencucian uang, tindak pidana
ekonomi sendiri merupakan tindak pidana ITE, serta tindak pidana lain yang bercorak
yang memiliki motif ekonomi atau mencari atau memiliki motif/tujuan ekonomi.
keuntungan. Terkait dengan tindak pidana Adanya kerentanan Fintech P2P Lending
ekonomi pada dasarnya dapat diartikan dalam untuk disalahgunakan sebagai sarana tindak
pengertian sempit dan luas. Tindak pidana pidana ekonomi sendiri didukung dengan
ekonomi dalam pengertian sempit dapat adanya keadaan yang terjadi saat ini dimana
diartikan sebagai seluruh delik yang diatur masih maraknya Fintech P2P Lending yang
atau tercantum dalam ketentuan UU Darurat beroperasi secara ilegal. Berdasarkan data
No. 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Satgas Waspada Investasi (SWI) bahwa sampai
Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana dengan bulan September 2022 telah tercatat
Ekonomi (lebih lanjut disebut dengan ‘UU 4.160 Fintech P2P Lending ilegal yang telah
TPE’). Sedangkan tindak pidana ekonomi diblokir oleh SWI. Adapun rata-rata kerugian
dalam pengertian luas dapat diartikan materi dari para korbannya dapat mencapai
tindak pidana yang memiliki corak atau nilai Rp. 20 juta sampai dengan 50 juta. 7Hal
tujuan ekonomi yang diatur dalam berbagai tersebut sangat meresahkan masyarakat
Peraturan Perundang-undangan seperti sehingga diperlukan adanya suatu kebijakan
4 R. Njatrijani, “Perkembangan Regulasi dan Pengawasan Financial Technology di Indonesia,” Jurnal Diponegoro
Private Law Review, Volume 4 Nomor 1, Juni 2019, hlm. 466.
5 Indah Kusuma Wardhani, “Perlindungan Hukum bagi Pemberi Pinjaman atas Risiko Kredit dalam Pelaksanaan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi,” Jurnal Hukum Mimbar Justitia, Volume 6 Nomor 2,
Desember 2020, hlm. 135.
6 Patricia Rinwigati, Parliamentary Brief : Series #6, Tindak Pidana Ekonomi dalam RKUHP: Quo Vadis? (Jakarta:
Aliansi Nasional Reformasi KUHP, 2016), hlm. 3-4.
7 Novita Intan, “SWI Blokir 4.160 Pinjaman Online Illegal per September 2022”, https://www.republika.co.id/,
diakses 25 Mei 2022.

Majalah Hukum Nasional Volume 52 Nomor 2 Tahun 2022


299
PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNA LAYANAN FINTECH P2P LENDING DARI TINDAK PIDANA EKONOMI
DAN TERHADAP PENYEDIA LAYANAN FINTECH P2P LENDING ILEGAL

hukum dalam mengatasi maraknya Fintech dalam penelitian ini adalah pendekatan
P2P Lending yang ilegal tersebut. undang-undang (statue approach) dan
Berdasarkan hal-hal yang telah pendekatan konseptual (conceptual
diuraikan diatas maka Penulis tertarik untuk approach).9 Bahwa penelitian ini mengacu
mengangkat sebuah judul dalam tulisan pada telaahan Peraturan Perundang-
yaitu, “PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNA undangan serta telaahan konseptual
LAYANAN Fintech P2P LENDING DARI TINDAK terhadap isu yang dibahas. Hal tersebut
PIDANA EKONOMI DAN TERHADAP PENYEDIA digambarkan dengan adanya pengujian
LAYANAN Fintech P2P LENDING ILEGAL”. terhadap teori-teori yang memproyeksikan
Bahwa berdasarkan hal-hal yang Penulis kerentanan layanan Fintech P2P Lending
telah diuraikan di dalam latar belakang, maka untuk disalahgunakan sebagai sarana Tindak
penulis mengidentifikasi masalah-masalah Pidana Ekonomi, kemudian diuji berdasarkan
yang perlu untuk diuraikan melalui tulisan Peraturan Perundang-undangan yang ada
ini yaitu bagaimana potensi penyalahgunaan di Indonesia saat ini terkait dengan apakah
layanan Fintech P2P Lending sebagai telah ada perlindungan hukum bagi pengguna
sarana tindak pidana ekonomi, bagaimana layanan Fintech P2P Lending atas terjadinya
perlindungan hukum bagi Pengguna Fintech suatu tindak pidana ekonomi dan terhadap
P2P Lending atas terjadinya suatu tindak penyedia layanan Fintech P2P Lending ilegal.
pidana ekonomi, serta arah kebijakan hukum Penelitian ini bersifat preskriptif10, yaitu
yang diperlukan dalam menindak Fintech P2P terlebih dahulu mengidentifikasi potensi
Lending ilegal. Fintech P2P Lending untuk digunakan sebagai
sarana tindak pidana ekonomi seperti tindak
B. Metode Penelitian
pidana penipuan, penggelapan, pencucian
Adapun jenis dari penelitian hukum
uang serta tindak pidana di bidang ITE, untuk
ini adalah penelitian hukum yang bersifat
selanjutnya dilakukan analisis terhadap
normatif. Tujuan dari penelitian normatif
bagaimana perlindungan hukum terhadap
tersebut adalah untuk menemukan kebenaran
Pengguna (Lender and Borrower) layanan
koherensi, yaitu adakah aturan hukum sesuai
Fintech P2P Lending dari tindak pidana
dengan norma hukum dan adakah norma
ekonomi dan terhadap penyedia layanan
yang berupa perintah atau larangan itu sesuai
Fintech P2P Lending Ilegal. Adapun cara
dengan prinsip hukum, serta apakah tindakan
analisis data yang penulis gunakan adalah
seseorang telah sesuai dengan norma hukum
analisis data dengan pendekatan kualitatif
atau prinsip hukum yang ada.8
deskriptif yaitu pada dasarnya berusaha
Untuk pendekatan yang penulis gunakan
untuk melakukan penyorotan terhadap

8 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Prenada Media Group, 2014), hlm. 47.
9 Ibid., hlm. 93.
10 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tujuan Singkat (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2001), hlm. 5-6.

300 Majalah Hukum Nasional Volume 52 Nomor 2 Tahun 2022


PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNA LAYANAN FINTECH P2P LENDING DARI TINDAK PIDANA EKONOMI
DAN TERHADAP PENYEDIA LAYANAN FINTECH P2P LENDING ILEGAL

masalah serta usaha pemecahannya.11 Menurut Andi Hamzah bahwa hukum


pidana ekonomi merupakan bagian dari
C. Pembahasan
hukum pidana yang memiliki corak tersendiri
1. Potensi Penyalahgunaan Layanan yaitu corak ekonomi, sehingga setiap
Fintech P2P Ilegal sebagai Sarana
ketentuan hukum pidana yang memiliki
Tindak Pidana Ekonomi
orientasi dalam pengaturan di bidang ekonomi
Sebagaimana telah dijelaskan pada
dapat dikategorikan sebagai hukum pidana
bagian latar belakang permasalahan bahwa
ekonomi.14 Sedangkan Bambang Poernomo
adanya kemajuan serta perkembangan
mengemukakan bahwa hukum pidana
teknologi di bidang layanan jasa keuangan
ekonomi adalah bagian dari hukum pidana
tentu dapat menimbulkan kerentanan atau
yang mengatur tentang pelanggaran serta
resiko untuk disalahgunakan sebagai media
kejahatan dalam bidang bidang ekonomi.15
atau sarana tindak pidana ekonomi. Mengenai
Apabila melihat pengertian hukum
tindak pidana ekonomi sendiri apabila
pidana ekonomi sebagai disebutkan di atas
mengacu kepada Peraturan Perundang-
maka dapat disimpulkan bahwa hukum
undangan yang ada di Indonesia pengertian
pidana ekonomi pada dasarnya merupakan
tindak pidana ekonomi dapat ditemukan
hukum atau aturan yang mengatur berbagai
dalam UU TPE.
pelanggaran serta kejahatan yang bercorak
Merujuk kepada ketentuan sebagaimana
atau memiliki motif ekonomi16. Oleh karena itu
diatur dalam Pasal 1 UU TPE dapat diketahui
maka tindak pidana ekonomi dapat diartikan
bahwa ruang lingkup tindak pidana ekonomi
juga sebagai tindak pidana yang memiliki corak
meliputi tindak pidana sebagaimana diatur
atau motif ekonomi. Apabila merujuk pada
dalam UU TPE serta tindak pidana yang di
pengertian tindak pidana ekonomi dalam arti
dalam Peraturan Perundang-undangan di
luas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
Indonesia disebut sebagai tindak pidana
berbagai tindak pidana atau kejahatan
ekonomi.12 Sedangkan dalam arti luas tindak
yang dapat dikategorikan sebagai tindak
pidana ekonomi pada dasarnya adalah semua
pidana ekonomi yaitu tindak pidana korupsi,
tindak pidana di bidang perekonomian
penipuan, perpajakan, serta pencucian uang 17
yang diatur dalam Peraturan Perundang-
yang memiliki motif ekonomi.
undangan.13
Dalam kaitannya dengan kerentanan
11 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press), 1986), hlm. 32.
12 Pasal 1 Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak
Pidana Ekonomi
13 Patricia Rinwigati, op.cit., hlm. 3.
14 Andi Hamzah, Hukum Pidana Ekonomi (Jakarta: Erlangga, 1991), hlm. 23.
15 Bambang Poernomo, Pertumbuhan Hukum Penyimpangan di Luar Kodifikasi Hukum Pidana (Jakarta: Bina Aksara,
1984), hlm. 25.
16 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana (Bandung: Alumni, 1992), hlm. 152.
17 Anas Lutfi dan Rusmin Nuriadin, “Tindak Pidana Ekonomi sebagai Upaya Pembangunan di bidang Ekonomi,” Jurnal
Magister Ilmu Hukum (Hukum dan Kesejahteraan), Volume 1 Nomor 1, 2016, hlm. 6-9.

Majalah Hukum Nasional Volume 52 Nomor 2 Tahun 2022


301
PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNA LAYANAN FINTECH P2P LENDING DARI TINDAK PIDANA EKONOMI
DAN TERHADAP PENYEDIA LAYANAN FINTECH P2P LENDING ILEGAL

Fintech P2P Lending untuk digunakan pengawasan sektor jasa keuangan menurut
sebagai sarana tindak pidana ekonomi, Group Thirty yang meliputi 4 (empat) aspek
adanya layanan Fintech P2P Lending sendiri yaitu: keamanan dan ketahanan (safety and
pada dasarnya memiliki tujuan untuk soundness) lembaga keuangan; pencegahan
mengembangkan industri keuangan yang risiko sistemik; keadilan dan efisiensi pasar
dapat mendorong tumbuhnya alternatif yang ditunjukkan oleh transparansi; serta
pembiayaan bagi masyarakat.18 Dalam perlindungan terhadap konsumen dan
rangka mendukung pertumbuhan lembaga investor. 21

jasa keuangan berbasis teknologi informasi Walaupun telah terdapat adanya


sehingga dapat lebih berkontribusi terhadap regulasi serta lembaga yang memiliki
perekonomian nasional maka kemudian kewenangan dalam pengawasan Fintech
dibuatlah POJK Fintech P2P Lending sebagai P2P Lending akan tetapi terdapat beberapa
regulasi yang mengatur Fintech P2P Lending.19 hal yang menjadikan Fintech P2P Lending
Dikarenakan tujuan adanya Fintech P2P rentan untuk dapat digunakan sebagai sarana
Lending untuk pembangunan perekonomian melakukan kejahatan. Berikut beberapa hal
masyarakat dengan memberikan pilihan yang menjadikan Fintech P2P Lending rentan
alternatif pembiayaan bagi masyarakat maka disalahgunakan sebagai sarana tindak pidana
perlu untuk dikaji aspek kerentanan Fintech ekonomi:
P2P Lending tersebut untuk disalahgunakan a. Maraknya Penyedia Layanan Fintech
sebagai sarana tindak pidana ekonomi. P2P Lending yang bersifat Ilegal
Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan Terkait dengan Fintech P2P Lending yang
sendiri sangatlah penting dalam pengawasan bersifat ilegal, bahwa Otoritas Jasa Keuangan
Fintech P2P Lending, dimana sesuai dengan melalui Satgas Waspada Investasi bersifat
ketentuan Pasal 7 POJK Fintech P2P Lending, aktif dalam memberantas fintech peer to
terdapat kewajiban dari Penyedia layanan peer lending yang dinilai telah meresahkan
untuk wajib mengajukan pendaftaran dan masyarakat.22 Pada bulan April tahun 2022
perizinan kepada OJK sebagai lembaga sendiri terdapat adanya 100 Perusahan
pengatur dan pengawasan Fintech P2P Fintech P2P Lending yang berhasil ditutup
Lending.20 Terkait dengan pengawasan, Satgas Waspada Investasi sehingga sejak
bahwa terdapat adanya empat tujuan tahun 2018 hingga April 2022 jumlah Fintech

18 Jadzil Baihaqi, “Financial Technology Peer to Peer Lending Berbasis Syariah di Indonesia,” Tawazun: Journal of
Sharia Economic Law, Volume 1 Nomor 2, September 2018, hlm. 120.
19 Menimbang huruf b Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
20 Pasal 7 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi.
21 Adler Haymans Manurung, Otoritas Jasa Keuangan: Perlindungan Investor (Jakarta: Adler Manurung Pers, 2013),
hlm. 14.
22 Lampiran Siaran Pers Satgas Waspada Investasi Nomor SP 04/SWI/IV/2021.

302 Majalah Hukum Nasional Volume 52 Nomor 2 Tahun 2022


PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNA LAYANAN FINTECH P2P LENDING DARI TINDAK PIDANA EKONOMI
DAN TERHADAP PENYEDIA LAYANAN FINTECH P2P LENDING ILEGAL

P2P Lending yang telah ditutup sebanyak terdapat adanya pengawasan dari OJK selaku
3.989 Perusahaan.23 Adanya penutupan lembaga pengawas dan pengatur Fintech,
Fintech P2P Lending ilegal tersebut yang dapat memitigasi kemungkinan untuk
mengindikasikan bahwa Fintech P2P Lending Fintech tersebut disalahgunakan sebagai
ilegal merupakan ancaman dalam industri sarana untuk melakukan tindak pidana.
layanan jasa keuangan berbasis teknologi Dalam hal penyedia layanan Fintech
informasi yang harus untuk segera dilakukan P2P Lending tersebut tidak terdaftar/berizin
penindakan. OJK maka Fintech tersebut juga otomatis
Fintech P2P Lending Ilegal sendiri tidak tunduk pada rezim anti pencucian uang.
merupakan Fintech P2P Lending yang tidak Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf e Peraturan
terdaftar atau berizin di OJK sehingga tidak
24
Pemerintah Nomor 61 Tahun 2021 tentang
ada regulator khusus yang bertugas mengawasi Perubahan atas Peraturan Pemerintah
kegiatan Penyedia atau Penyelenggara Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor
Fintech tersebut. Hal tersebut berbeda dalam Pencegahan dan Pemberantasan
dengan Fintech P2P Lending yang telah Tindak Pidana Pencucian Uang (lebih lanjut
terdaftar/berizin di OJK, yang berada dalam disebut dengan ‘PP Pihak Pelapor’) bahwa
pengawasan OJK sehingga memperhatikan penyedia atau penyelenggara layanan
aspek perlindungan konsumen. Bahwa sesuai pinjam meminjam uang berbasis teknologi
ketentuan Pasal 9 ayat (1) POJK Fintech P2P informasi (Fintech P2P Lending) merupakan
Lending, terdapat adanya kewajiban bagi bagian dari pihak pelapor dalam rezim anti
Penyedia layanan Fintech P2P Lending yang pencucian uang)26 yang dapat dikategorikan
telah terdaftar untuk wajib menyampaikan sebagai pihak penyedia jasa keuangan dalam
laporan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan rezim anti pencucian uang. Dalam ketentuan
kepada OJK dengan informasi yang paling Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor
sedikit memuat:25Jumlah Pemberi Pinjaman 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
dan Penerima Pinjaman; Kualitas Pinjaman Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
yang diterima oleh Penerima Pinjaman Uang (lebih lanjut disebut sebagai ‘UU
berikut dasar penilaian kualitas pinjaman; dan TPPU’), dinyatakan bahwa terdapat adanya
kegiatan yang telah dilakukan setelah terdaftar kewajiban dari Penyedia Jasa Keuangan
di OJK. Bahwa dengan adanya penyampaian untuk menyampaikan Laporan kepada PPATK
laporan secara berkelanjutan tersebut maka yang meliputi Laporan Transaksi Keuangan
23 Otoritas Jasa Keuangan, “ Siaran Pers SWI: Satgas Waspada Investasi Kembali Temukan 7 Entitas Tanpa Izin dan
100 Pinjaman Online Ilegal”, https://www.ojk.go.id/, diakses 21 Mei 2022.
24 Rayyan Sugangga dan Erwin Hari Sentoso, “Perlindungan Hukum terhadap Pengguna Pinjaman Online,” Pakuan
Justice Journal of Law, Volume 1 No. 1, 2020, hlm. 47.
25 Pasal 9 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Informasi.
26 Pasal 2 ayat (2) huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang.

Majalah Hukum Nasional Volume 52 Nomor 2 Tahun 2022


303
PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNA LAYANAN FINTECH P2P LENDING DARI TINDAK PIDANA EKONOMI
DAN TERHADAP PENYEDIA LAYANAN FINTECH P2P LENDING ILEGAL

Mencurigakan (LTKM), Laporan Transaksi pengatur sehingga terdapat adanya resiko


Keuangan Tunai dalam jumlah paling sedikit yang tinggi khususnya bagi Lender terutama
Rp500.000.000,00 (LTKT), dan Laporan resiko kehilangan/penyalahgunaan dana,
Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke pengembalian pinjaman tidak sesuai, dan/
luar negeri (LTKL). atau berpotensi praktik shadow banking dan
Dari ketentuan tersebut maka ponzi scheme.
sebenarnya telah adanya peraturan yang b. Mekanisme Pendaftaran dan
cukup komprehensif yang mengatur tentang Verifikasi Pengguna Fintech P2P
penyelenggaraan Fintech P2P Lending Lending secara Elektronik
termasuk pada rezim anti pencucian uang. Berdasarkan definisi Fintech P2P
Dengan menjadikan penyedia layanan Fintech Lending dalam Pasal 1 angka 3 POJK Fintech
P2P Lending sebagai Pihak Pelapor dalam P2P Lending, dapat diketahui bahwa dalam
rezim anti pencucian uang memiliki tujuan pelaksanaan penyelenggaraan pinjam
untuk melindungi penyedia layanan Fintech meminjam digunakan sistem dimana
P2P Lending tersebut agar platformnya penyedia layanan dan customer tidak bertemu
tidak dijadikan sebagai sarana bagi Pelaku langsung atau secara elektronik.27 Dimana
Kejahatan untuk menempatkan hasil Fintech P2P Lending dapat dikategorikan
kejahatannya atau melakukan tindak pidana sebagai electronic business. Adapun istilah
pencucian uang (TPPU). Dengan adanya rezim electronic business dapat diartikan sebuah
pelaporan transaksi oleh Fintech tersebut proses yang di dalamnya terdapat organisasi
maka dapat terpantau aliran dana baik itu atau instansi bisnis yang melakukan proses
yang mencurigakan, dalam bentuk tunai serta bisnis menggunakan saluran atau jaringan
aliran transfer dana dari dan ke luar negeri pada media elektronik.28
sehingga dapat mencegah Fintech dijadikan Penggunaan sistem elektronik tersebut
sebagai media pencucian uang. juga diterapkan dalam proses verifikasi
Pada kenyataannya masih terdapatnya pengguna layanan atau yang kemudian dikenal
Fintech P2P Lending ilegal yang tidak patuh dengan sistem E-KYC, KYC atau dapat diartikan
pada regulasi pengawasan OJK serta regulasi juga dengan Prinsip Mengenal Nasabah pada
pelaporan pada rezim anti pencucian uang, dasarnya adalah prinsip yang digunakan
hal tersebut yang kemudian membuat Bank atau lembaga yang menyediakan jasa
Fintech menjadi rentan untuk digunakan keuangan untuk tujuan mengidentifikasi profil
sebagai sarana tindak pidana khususnya nasabah serta memantau aktivitas transaksi
tindak pidana ekonomi dikarenakan tidak termasuk mekanisme untuk melaporkan
adanya pengawasan dari lembaga pengawas transaksi atau aktivitas yang mencurigakan.

27 Ahmad Ghozi, “The Urgency of Electronic Know Your Customer (E-KYC): How Electronic Customer Identification
Works to Prevent Money Laundering in The Fintech Industry,” Jurnal Diponegoro Law Review, Volume 7 No. 1,
2022, hlm. 34.
28 Ahmadi Candra dan Dadang Hermawan, E-Business dan E-Commerce (Yogyakarta: Andi, 2013).

304 Majalah Hukum Nasional Volume 52 Nomor 2 Tahun 2022


PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNA LAYANAN FINTECH P2P LENDING DARI TINDAK PIDANA EKONOMI
DAN TERHADAP PENYEDIA LAYANAN FINTECH P2P LENDING ILEGAL

Implementasi proses pengenalan nasabah mengetahui kredibilitas dan kemampuan dari


atau verifikasi tersebut dapat dilakukan Borrower dalam memenuhi perjanjian pinjam
secara elektronik. Mengenai proses verifikasi meminjam dana. Oleh karena itu, maka
nasabah secara elektronik tersebut atau yang penyelenggara harus memiliki kemampuan
dikenal dengan sistem E-KYC telah diatur di dan tools untuk mengidentifikasi validitas dan
dalam Peraturan OJK Nomor 12 Tahun 2017 keaslian dokumen yang disampaikan oleh
jo Peraturan OJK Nomor 23 Tahun 2019 Borrower agar pihak Lender dan Penyelenggara
tentang Penerapan Program APU PPT di tidak dirugikan dalam penyelenggaraan
Sektor Jasa Keuangan (lebih lanjut disebut perjanjian pinjam meminjam. Apabila tools
sebagai ‘POJK APU PPT’). Berdasarkan Pasal dari penyelenggara belum cukup capable
17 ayat (3) POJK APU PPT dinyatakan bahwa untuk mengidentifikasi validitas dan keaslian
mekanisme verifikasi yang dilaksanakan dokumen baik dari Lender maupun Borrower
secara face to face dapat untuk digantikan maka terdapat adanya potensi Fintech
dengan mekanisme melalui sistem elektronik tersebut dijadikan sebagai sarana tindak
milik Penyedia jasa keuangan.29 Regulasi pidana penipuan ataupun pencucian uang.
tersebut kemudian diimplementasikan pada c. Aksesibilitas Penyedia Layanan
industri layanan jasa keuangan yang berbasis Fintech P2P Lending terhadap Data
pada teknologi informasi termasuk layanan Pribadi Pengguna
Fintech P2P Lending. Lahirnya layanan jasa keuangan berbasis
Walaupun dengan adanya sistem teknologi informasi menimbulkan persoalan,
elektronik telah memberikan kemudahan yaitu terkait dengan perlindungan data pribadi
bagi masyarakat untuk dapat mengakses penggunanya. Sebagaimana diketahui bahwa
Fintech dimana saja dan kapan saja, akan dalam penyelenggaraan layanan Fintech P2P
tetapi dengan adanya sistem elektronik Lending diterapkan adanya Prinsip Mengenal
tersebut rentan untuk dimanfaatkan Pelaku Nasabah (KYC). Selain itu berdasarkan
Kejahatan untuk melakukan kejahatan yang POJK APU PPT wajib untuk dilakukannya
memiliki motif atau tujuan ekonomi seperti prosedur CDD dan EDD. CDD (Customer Due
tindak kejahatan penipuan dan pencucian Diligence) atau Uji Tuntas Nasabah pada
uang. Bahwa dikarenakan antara Lender dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan
(Pemberi Dana), Borrower (Peminjam Dana), Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dengan tujuan
serta Penyelenggara tidak bertemu secara untuk mengetahui secara mendalam profil,
langsung maka bagi Pengguna utamanya karakteristik serta pola transaksi dari nasabah
Lender perlu untuk mengetahui legalitas dan yang dilakukan melalui proses identifikasi,
kredibilitas dari Penyelenggara. Selain itu verifikasi serta pemantauan.30 Sedangkan
bagi Lender dan Penyelenggara juga harus EDD (Enhanced Due Diligence) atau Uji Tuntas

29 Pasal 17 ayat (3) Peraturan OJK Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan.
30 Pasal 1 angka 11 POJK Fintech P2P Lending.

Majalah Hukum Nasional Volume 52 Nomor 2 Tahun 2022


305
PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNA LAYANAN FINTECH P2P LENDING DARI TINDAK PIDANA EKONOMI
DAN TERHADAP PENYEDIA LAYANAN FINTECH P2P LENDING ILEGAL

Lanjut adalah tindakan CDD lebih mendalam mewujudkan kemanfaatan dan kebahagiaan
yang dilakukan PJK terhadap Calon Nasabah, tersebut. Dikarenakan tujuan dari hukum
WIC, atau Nasabah yang berisiko tinggi menurut Jeremy Bentham adalah demi
termasuk PEP dan/atau dalam area beresiko tercapainya kebahagian serta kemanfaatan32
tinggi.31 maka seyogyanya regulasi hukum yang
Dengan adanya kewajiban dari Fintech disusun pun harus dapat memberikan
P2P Lending untuk menerapkan program perlindungan hukum serta melindungi hak-
KYC, CDD, dan EDD maka terdapat adanya hak yang dimiliki oleh warga negara.
penyampaian data pribadi oleh Pengguna Sedangkan apabila merujuk pada
Fintech terhadap Penyelenggara Fintech pendapat Philipus M. Hadjon33 dan Satjipto
tersebut. Oleh karena itu, diperlukan adanya Rahardjo34, menyatakan bahwa perlindungan
perlindungan data pribadi terhadap Pengguna hukum adalah perlindungan terhadap harkat
Fintech P2P Lending. Bahwa dikarenakan dan martabat manusia, yang ditujukan dalam
terdapat adanya penyampaian data pribadi rangka memberikan pengayoman bagi hak
Pengguna Fintech kepada Penyelenggara asasi manusia. Dari pendapat ahli di atas
Fintech maka perlu untuk diwaspadai adanya dapat diketahui bahwa untuk terciptanya
potensi penyalahgunaan data pribadi oleh perlindungan hukum bagi pengguna/
Penyelenggara Fintech untuk motif atau customer layanan Fintech P2P Lending
tujuan ekonomi. diperlukan adanya peranan dari aparat
2. Perlindungan Hukum Bagi Pengguna penegak hukum serta lembaga pengawas
Layanan Fintech P2P Lending atas dan pengatur untuk memberikan rasa aman
Terjadinya Suatu Tindak Pidana bagi masyarakat selain itu diperlukan adanya
Ekonomi regulasi hukum yang dapat menjamin
Mengenai perlindungan hukum, bahwa perlindungan masyarakat.
berdasarkan teori The Principle of Utility yang Mengenai perlindungan hukum, bahwa
disampaikan Jeremy Bentham, dinyatakan terdapat 2 (dua) jenis perlindungan hukum
bahwa yang menjadi hakikat dibentuknya yang diperlukan untuk melindungi pengguna
hukum adalah untuk memberi kemanfaatan layanan Fintech P2P Lending. Perlindungan
serta kebahagiaan bagi warga negara, hal hukum tersebut terdiri atas perlindungan
tersebut adalah atas dasar falsafah sosial hukum yang bersifat preventif dan represif.
yang menyatakan bahwa setiap warga negara Perlindungan hukum preventif sendiri bersifat
Indonesia dan hukum adalah alat dalam untuk mencegah terjadinya kejahatan atau

31 Pasal 1 angka 12 POJK APU PPT.


32 Wolfgang Friedman, Teori dan Filsafat Hukum, Idealisme Filosofis dan Problema Keadilan (Jakarta: Rajawali, 1990),
hlm. 111. Terjemahan dari Wolfgang Friedman, Legal Theory (London: Stevens, 1967).
33 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Bagi Rakyat Indonesia (Surabaya: Bina Ilmu, 1987), hlm.1-2.
34 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014), hlm. 53.

306 Majalah Hukum Nasional Volume 52 Nomor 2 Tahun 2022


PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNA LAYANAN FINTECH P2P LENDING DARI TINDAK PIDANA EKONOMI
DAN TERHADAP PENYEDIA LAYANAN FINTECH P2P LENDING ILEGAL

pelanggaran,35 sedangkan perlindungan pelakunya memiliki tujuan atau motif


hukum yang represif lebih kepada bentuk ekonomi dapat dikategorikan sebagai
pemberian sanksi kepada pelaku. 36
Adapun suatu tindak pidana ekonomi. Adapun
bentuk perlindungan hukum yang diperlukan salah satu jenis delik atau tindak pidana
dalam rangka melindungi Pengguna Fintech yang pelakunya memiliki niat atau tujuan
P2P Lending Ilegal dalam hal terjadi tindak ekonomi adalah terdapat pada delik atau
pidana ekonomi serta terhadap Penyedia tindak pidana penipuan sebagaimana
Layanan Fintech P2P Lending Ilegal adalah diatur dalam Pasal 378 KUHPidana.38
sebagai berikut: Menurut R. Soenarto Soerodibroto,
a. Perlindungan Hukum Pidana tindak pidana penipuan memiliki 3
terhadap Pengguna Fintech P2P (tiga) unsur pokok, yaitu adanya maksud
Lending dalam Hal Terjadi Tindak menguntungkan diri yang dilakukan
Pidana Ekonomi secara melawan hukum, menggunakan
Sebagaimana diketahui bahwa Pelaku martabat palsu, tipu muslihat, serta
Kejahatan dapat memanfaatkan Fintech P2P rangkaian kebohongan; dan menggerakan
Lending untuk melakukan tindak pidana atau pihak lain untuk menyerahkan barang
kejahatan bermotif ekonomi seperti tindak atau menghapuskan utang.39
pidana penipuan, pencucian uang, dan tindak Dalam kaitannya dengan dapat
pidana di bidang ITE (terkait perlindungan dimanfaatkannya layanan Fintech
data pribadi). Telah terdapat adanya regulasi P2P Lending sebagai sarana tindak
hukum yang mengatur perlindungan hukum pidana penipuan, bahwa adanya
pidana bagi Pengguna Fintech P2P Lending, layanan keuangan peminjaman uang
sebagai berikut: berbasis teknologi informasi tersebut
1) Perlindungan Hukum Pidana dalam Hal kemudian rentan disalahgunakan untuk
Terjadi Tindak Pidana Penipuan tindak pidana penipuan. Hal tersebut
Apabila merujuk pada pendapat Andi dikarenakan dalam penyelenggaraannya
Hamzah, dinyatakan bahwa pada yang melalui sistem elektronik antara
dasarnya hukum pidana ekonomi Penyelenggara, Lender dan Borrower
merupakan hukum pidana yang memiliki tidak harus bertatap muka sehingga
corak ekonomi atau orientasi pengaturan dalam proses penerapan PMPJ perlu
atau ketentuan hukum pidana di bidang adanya teknologi yang mumpuni dalam
ekonomi.37 Melihat pada pengertian memverifikasi setiap dokumen yang
tersebut maka setiap tindak pidana yang

35 Muchsin. Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia (Universitas Sebelas Maret, Surakarta,
2003). hlm. 20
36 Ibid., hlm. 20
37 Andi Hamzah, op.cit, hlm. 23.
38 Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
39 R. Soenarto Soerodibroto, KUHP & KUHAP (Jakarta: Rajawali Pers, 1992), hlm. 241.

Majalah Hukum Nasional Volume 52 Nomor 2 Tahun 2022


307
PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNA LAYANAN FINTECH P2P LENDING DARI TINDAK PIDANA EKONOMI
DAN TERHADAP PENYEDIA LAYANAN FINTECH P2P LENDING ILEGAL

disampaikan oleh pengguna jasa. TPPU dapat ditemukan dalam ketentuan


Dengan adanya verifikasi data melalui Pasal 3, 4, dan 5 UU TPPU.
sistem elektronik tersebut dapat Pada dasarnya TPPU sendiri merupakan
dimungkinkan adanya pengguna proses untuk menyembunyikan atau
khususnya borrower menyampaikan menyamarkan asal usul dari hasil
data tidak sesuai dengan sebenarnya kejahatan sehingga pelaku dapat
dengan tujuan agar dirinya dapat menikmati keuntungan dari hasil
memperoleh uang pinjaman akan tetapi kejahatan tersebut. 41
Adapun definisi
pada kenyataannya dirinya tersebut tidak TPPU tersebut dikemukakan oleh
mampu melunasi uang pinjaman atau Financial Action Task Force (FATF).
bahkan melarikan diri. Dalam hal terdapat Berdasarkan definisi TPPU atau money
adanya pihak atau Borrower yang laundering dari FATF tersebut dapat
dengan tipu muslihatnya menyampaikan diketahui bahwa TPPU pada dasarnya
data secara palsu (baik itu data palsu merupakan suatu kejahatan yang
terkait dengan kapasitasnya dalam memiliki tujuan ekonomi yaitu untuk
melunasi pinjaman serta identitasnya) menyembunyikan/menyamarkan
kepada Penyedia Layanan Fintech P2P hasil kejahatan agar tidak terdeteksi
Lending dengan tujuan agar Penyedia oleh aparat penegak hukum sehingga
Layanan maupun Lender mau untuk pelaku kejahatan dapat memperoleh
meminjamkan uangnya kepada Borrower keuntungan dari hasil kejahatan yang
akan tetapi pada kenyataanya Borrower disembunyikan atau disamarkan
tersebut tidak mampu melunasi tersebut. Berdasarkan 6 UNTOC tersebut
pinjaman tersebut bahkan melarikan diri dapat diketahui bahwa perbuatan
maka terhadap Borrower tersebut dapat pencucian uang dapat dilakukan dengan
dikenakan pertanggungjawaban pidana cara menyembunyikan sumber ataupun
penipuan sebagaimana diatur dalam lokasi dari hasil kejahatan.
Pasal 378 KUHPidana. Di dalam rezim anti pencucian uang di
2) Perlindungan Hukum Pidana dalam Hal Indonesia jenis delik pencucian uang
Terjadi Tindak Pidana Pencucian Uang diatur di dalam ketentuan Pasal 3, 4,
Merujuk pada ketentuan Pasal 1 angka dan 5 UU TPPU. Terkait dengan delik
2 UU TPPU dapat diketahui bahwa yang pencucian uang tersebut, R. Wiyono
dimaksud Tindak Pidana Pencucian mengkategorikan jenis tindak pidana
Uang (TPPU) adalah perbuatan yang pencucian uang menjadi 2 (dua) jenis
memenuhi unsur delik dalam Undang- yaitu tindak pidana pencucian uang
Undang tersebut. Adapun kriminalisasi
40
(TPPU) aktif sebagaimana diatur dalam
40 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.
41 Pendapat FATF Recommendation dalam Arief Amrullah, Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)
(Malang: Bayumedia Publishing, 2004), hlm. 8.

308 Majalah Hukum Nasional Volume 52 Nomor 2 Tahun 2022


PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNA LAYANAN FINTECH P2P LENDING DARI TINDAK PIDANA EKONOMI
DAN TERHADAP PENYEDIA LAYANAN FINTECH P2P LENDING ILEGAL

Pasal 3 dan Pasal 4 UU TPPU, dan tindak digunakan sebagai media pencucian
pidana pencucian uang (TPPU) pasif uang.
sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU Di dalam TPPU sendiri terdapat adanya
TPPU. Dikatakan TPPU aktif apabila pelaku modus atau tipologi yang dapat digunakan
bersikap aktif dalam menyembunyikan pelaku untuk menyembunyikan atau
atau menyamarkan harta kekayaan hasil menyamarkan asal usul harta hasil
tindak pidana, sedangkan termasuk jenis kejahatan. Salah satu tipologi dalam
TPPU pasif apabila pelaku bersikap pasif/ tindak pidana pencucian menurut APG
tidak aktif dalam menyembunyikan atau adalah new payment technologies,
menyamarkan harta kekayaan hasil yaitu tipologi atau modus pencucian
tindak pidana. 42
uang dengan cara memanfaatkan
Dalam kaitannya dengan perlindungan berbagai kecanggihan teknologi
hukum pidana bagi Pengguna Fintech yang telah ada. Seperti pembayaran
P2P Lending dari TPPU, dengan masih dengan menggunakan telepon seluler
terdapatnya Fintech P2P Lending yang atau dengan pemanfaatan Financial
bersifat ilegal maka masih terdapat Technology.44 Dapat dimungkinkan
adanya potensi atau kerentanan untuk pelaku kejahatan memanfaatkan Fintech
digunakannya Fintech P2P Lending yang ilegal untuk menempatkan harta
sebagai media tindak pidana pencucian hasil kejahatan dengan tujuan untuk
uang. Dengan adanya Fintech P2P menghindari pelaporan kepada PPATK
Lending yang beroperasi secara ilegal dikarenakan terhadap Fintech yang
tersebut maka tidak terdapat adanya bersifat ilegal tidak menyampaikan
pengawasan dari OJK terhadap Fintech laporan transaksi kepada PPATK.
tersebut. Selain itu dalam hal Fintech Pelaku dapat bertindak sebagai Lender
tersebut ilegal, maka Fintech tersebut yang memberikan pinjaman dengan
tidak tunduk pada rezim anti pencucian tujuan untuk menempatkan harta hasil
uang sebagaimana diatur dalam POJK kejahatan tersebut ke dalam sistem
APU PPT. Dikarenakan tidak patuh pada Fintech P2P Lending ilegal. Ketika Pelaku
rezim anti pencucian uang maka Fintech memperoleh pelunasan atas piutangnya
tersebut tidak tunduk pada kewajiban maka pelaku akan memperoleh harta
untuk menyampaikan Laporan Transaksi yang seolah-olah berasal dari hasil
kepada PPATK , sehingga rentan untuk
43
yang legal yaitu harta dari perjanjian

42 R. Wiyono, Pembahasan Undang-undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Jakarta:
Sinar Grafika, 2014), hlm. 71.
43 Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.
44 Asian/Pacific Group on Money Laundering, Methods and Trends of Money Laundering and Terrorism Financing
(Sydney: APG Secretariat, 2010) hlm.86.

Majalah Hukum Nasional Volume 52 Nomor 2 Tahun 2022


309
PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNA LAYANAN FINTECH P2P LENDING DARI TINDAK PIDANA EKONOMI
DAN TERHADAP PENYEDIA LAYANAN FINTECH P2P LENDING ILEGAL

pinjam meminjam, inilah yang disebut Bahwa Undang-Undang Nomor 11


sebagai modus TPPU “U-Turn”,45 yaitu Tahun 2008 jo Undang-Undang Nomor
penggunaan harta hasil kejahatan untuk 19 Tahun 2016 tentang Informasi
memberikan pinjaman agar harta yang ia dan Transaksi Elektronik (lebih lanjut
terima dari pelunasan piutangnya seolah disebut dengan ‘UU ITE’) telah
berasal dari harta yang legal berdasarkan memberikan perlindungan hukum
perjanjian pemberian pinjaman/kredit. pidana bagi Pengguna Layanan Fintech
Terhadap pelaku kejahatan yang P2P Lending dengan telah diaturnya
menggunakan Fintech P2P Lending delik penyalahgunaan data pribadi
sebagai media untuk menyembunyikan sebagaimana diatur dalam ketentuan
atau menyamarkan harta hasil kejahatan Pasal 48 UU ITE. Berdasarkan ketentuan
maka terhadapnya dapat dikenakan Pasal 48 jo Pasal 32 UU ITE tersebut maka
pertanggungjawaban pidana sebagai setiap orang yang melakukan perbuatan
pelaku aktif TPPU sebagaimana diatur penyalahgunaan data pribadi dalam
dalam ketentuan Pasal 3 dan Pasal 4 UU bentuk memindahkan data elektronik
TPPU. Apabila melihat ketentuan dalam milik orang lain, mentransfer informasi
Pasal 3 dan Pasal 4 UU TPPU terdapat sistem elektronik serta membuat
unsur esensial yang harus dipenuhi yaitu terbukanya data yang bersifat rahasia
unsur “menyembunyikan/menyamarkan menjadi dapat diakses publik, dapat
hasil kejahatan”. untuk dikenai pertanggungjawaban
3) Perlindungan Hukum Pidana dalam Hal pidana sesuai ketentuan UU ITE tersebut.
Terjadi Tindak Pidana di Bidang ITE b. Perlindungan Hukum Perdata
Sebagaimana telah dijelaskan pada sub terhadap Pengguna Fintech P2P
bab sebelumnya, bahwa adanya potensi Lending dalam Hal Terjadi Tindak
atau kerentanan Fintech P2P Lending
Pidana Ekonomi
Selain terdapat Perlindungan Hukum
untuk disalahgunakan sebagai sarana
Pidana bagi Pengguna Fintech P2P Lending
tindak pidana ekonomi salah satunya
dalam hal terjadi tindak pidana ekonomi,
disebabkan karena terdapatnya akses
terdapat pula perlindungan hukum secara
dari Penyelenggara Fintech P2P Lending
perdata. Menurut Sudikno Mertokusumo
terhadap data pribadi pengguna. Bahwa
bahwa hukum perdata adalah hukum yang
adanya kemungkinan untuk data pribadi
mengatur hak kewajiban antar perorangan
tersebut disalahgunakan untuk motif
satu dengan yang lain.46 Sedangkan menurut
ekonomi dari Penyedia Layanan Fintech
Asis Safioedin hukum perdata adalah hukum
P2P Lending tersebut.

45 Bank Indonesia, Kajian Tipologi Tindak Pidana Pencucian Uang, Tindak Pidana Pendanaan Terorisme dan
Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Masal (Jakarta: Bank Indonesia, 2021) hlm.39.
46 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar (Yogyakarta: Liberty, 1986) hlm. 108., dalam F.X.
Suhardana, Hukum Perdata I: Buku Panduan Mahasiswa (Jakarta: Prenhallindo, 1992) hlm. 7

310 Majalah Hukum Nasional Volume 52 Nomor 2 Tahun 2022


PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNA LAYANAN FINTECH P2P LENDING DARI TINDAK PIDANA EKONOMI
DAN TERHADAP PENYEDIA LAYANAN FINTECH P2P LENDING ILEGAL

yang memuat peraturan dan ketentuan hukum Mengenai pertanggungjawaban hukum


yang meliputi hubungan hukum antara subjek secara perdata, bahwa dalam hukum perdata
hukum yang satu dengan subjek hukum lain di sendiri setiap tuntutan pertanggungjawaban
dalam masyarakat.47 Dari pengertian hukum hukum harus memiliki dasar yaitu hal
perdata sebagaimana disebutkan di atas yang menyebabkan lahirnya kewajiban
dapat diketahui bahwa pada dasarnya hukum untuk bertanggungjawab. 48
Adapun dasar
perdata merupakan hukum yang mengatur pertanggungjawaban menurut hukum
hubungan antara subyek hukum kaitannya perdata pada umumnya dibagi menjadi 2
dengan hak dan kewajiban subyek hukum. (dua) yaitu pertanggungjawaban atas dasar
Dalam kaitannya dengan Fintech P2P kesalahan dan pertanggungjawaban atas
Lending, bahwa merujuk pada POJK Fintech dasar resiko. Pertanggungjawaban atas dasar
P2P dinyatakan bahwa Fintech P2P Lending kesalahan merupakan pertanggungjawaban
merupakan suatu penyelenggaraan jasa yang dapat lahir karena terjadinya
keuangan yang mempertemukan Borrower wanprestasi, perbuatan melawan hukum
dan Lender melalui sistem elektronik. Dari serta tindakan yang kurang hati-hati.
pengertian Fintech P2P Lending tersebut Sedangkan pertanggungjawaban atas dasar
dapat diketahui bahwa penyelenggaraan resiko merupakan tanggung jawab yang harus
layanan Fintech P2P Lending tersebut masuk dipikul sebagai resiko yang harus diambil
ke dalam ranah hukum keperdataan. Hal oleh produsen pelaku usaha atas kegiatan
tersebut dikarenakan dalam penyelenggaraan usahanya.49 Adanya pertanggungjawaban
layanan pinjam meminjam berbasis teknologi hukum secara perdata tersebut memiliki
informasi tersebut terdapat adanya perjanjian tujuan dalam rangka melindungi dan
yang menimbulkan hak dan kewajiban antara memberikan ganti rugi kepada pihak yang
subyek hukum dalam hal ini hak dan kewajiban dirugikan.50
antara Lender, Borrower serta Penyelenggara. Berdasarkan ketentuan Pasal 37 POJK
Oleh karena itu maka dalam hal terjadi tindak Fintech P2P dinyatakan bahwa Penyedia/
pidana ekonomi dalam penyelenggaraan Penyelenggara dari Layanan Fintech P2P
Fintech P2P Lending maka terhadap Pelaku Lending diwajibkan untuk bertanggung
Kejahatan seyogyanya selain dikenakan jawab atas kerugian yang timbul akibat
pertanggungjawaban hukum pidana juga kesalahan dan/atau kelalaiannya.51 Dari
dapat dikenakan pertanggungjawaban ketentuan tersebut maka dapat diketahui
hukum perdata. dalam hal terjadi kelalaian atau kesalahan

47 R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin, Hukum Orang dan Keluarga (Bandung: Alumni, 1986) hlm. 96,
dalam F.X. Suhardana, Hukum Perdata I: Buku Panduan Mahasiswa (Jakarta: Prenhallindo, 1992) hlm. 7
48 Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum Bagi Pasien (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2010), hlm. 48.
49 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014), hlm. 90-91.
50 Komariah, Edisi Revisi Hukum Perdata (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2001), hlm. 12
51 Pasal 37 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi.

Majalah Hukum Nasional Volume 52 Nomor 2 Tahun 2022


311
PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNA LAYANAN FINTECH P2P LENDING DARI TINDAK PIDANA EKONOMI
DAN TERHADAP PENYEDIA LAYANAN FINTECH P2P LENDING ILEGAL

penyelenggara yang menyebabkan Pengguna ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata yang pada
mengalami kerugian termasuk terjadi karena intinya menyatakan bahwa dalam hal terjadi
tindak pidana ekonomi baik itu yang dilakukan perbuatan yang melanggar atau melawan
pengguna lainnya (lender atau borrower) hukum yang berdampak terhadap adanya
atau penyelenggara maka penyelenggara kerugian maka pihak yang menimbulkan
wajib untuk bertanggung jawab atas kerugian kerugian tersebut memiliki kewajiban untuk
yang dialami oleh konsumen atau pengguna mengganti kerugian tersebut52. Bahwa
layanan fintech peer to peer lending tersebut. berdasarkan ketentuan tersebut dalam
Bahwa dengan adanya regulasi yang hal terdapat kelalaian dan kesalahan dari
memberikan pertanggungjawaban perdata Penyedia Layanan Fintech P2P Lending yang
bagi Penyelenggara dalam hal terjadi kerugian menyebabkan Pengguna rugi maka dapat
yang dialami Pengguna karena kesalahan untuk dimintai pertanggungjawaban kepada
atau kelalaian Penyelenggara maka dapat Penyelenggara berdasarkan ketentuan Pasal
menjamin rasa aman bagi Pengguna dalam 1365 KUHPerdata tersebut.
menggunakan layanan Fintech P2P Lending. Selain Penyedia/Penyelenggara dapat
Kemudian yang menjadi pertanyaannya dikenai pertanggungjawaban perdata ber­
adalah bagaimana apabila Fintech P2P dasarkan Pasal 37 POJK Fintech P2P dan Pasal
Lending tersebut Ilegal apakah diwajibkan 1365 KUHPerdata, penyelenggara juga dapat
untuk memberikan pertanggungjawaban dikenakan pertanggungjawaban perdata
perdata sesuai ketentuan Pasal 37 POJK berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) dan
Fintech P2P Lending. Apabila mengacu pada (2) UU ITE dalam hal terjadi penyalahgunaan
ketentuan Pasal 1 angka 6 POJK Fintech P2P data pribadi pengguna oleh penyelenggara.
maka selama Perusahaan tersebut berbadan Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) dan
hukum dan menjalankan, menyediakan (2) UU ITE maka dalam hal terjadi kesalahan
ataupun mengelola layanan terkait dengan atau kelalaian penyedia/penyelenggara yang
kegiatan Peminjaman Uang Berbasis mengakibatkan dapat diaksesnya data pribadi
Teknologi Informasi, maka termasuk dalam pengguna oleh pihak lain yang tidak berhak
definisi Penyelenggara Fintech P2P Lending maka pengguna layanan Fintech P2P Lending
sesuai ketentuan Pasal 1 angka 6 POJK Fintech dapat untuk mengajukan gugatan perdata.
P2P Lending sehingga dapat dikenakan Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pertanggungjawaban perdata dalam hal dalam rangka perlindungan hukum bagi
konsumen atau penggunanya dirugikan atas pengguna layanan Fintech P2P Lending,
kelalaian atau kesalahan penyelenggara regulasi hukum yang ada saat ini telah
tersebut. Akan tetapi apabila Penyedia Layanan memberikan hak bagi Pengguna yang
Fintech P2P Lending tersebut Ilegal dan tidak dirugikan apabila terjadi tindak pidana
berbadan hukum maka dalam hal ini berlaku ekonomi untuk dapat mengajukan gugatan

52 Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

312 Majalah Hukum Nasional Volume 52 Nomor 2 Tahun 2022


PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNA LAYANAN FINTECH P2P LENDING DARI TINDAK PIDANA EKONOMI
DAN TERHADAP PENYEDIA LAYANAN FINTECH P2P LENDING ILEGAL

perdata kepada Penyedia/Penyelenggara. Friedman dapat diketahui bahwa efektivitas


Adapun dasar pengajuan gugatan perdata penegakan hukum sendiri ditentukan oleh 3
tersebut adalah mengacu kepada ketentuan (elemen) dalam sistem hukum yang meliputi
sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 struktur hukum, substansi hukum dan budaya
KUHPer, Pasal 26 ayat (1) dan (2) UU ITE, serta hukum.53 Oleh karena itu perlu dikaji lebih
Pasal 37 POJK Fintech P2P Lending. lanjut mengenai arah kebijakan hukum
Selain perlindungan hukum represif yang diperlukan dalam rangka penguatan
terdapat juga perlindungan hukum preventif terhadap elemen-elemen sistem hukum
yaitu untuk mencegah disalahgunakannya untuk menindak Fintech P2P Lending ilegal
Fintech P2P Lending sebagai sarana tindak serta memberikan perlindungan hukum bagi
pidana ekonomi. Adapun bentuk perlindungan pengguna.
preventif yaitu dengan diterapkannya regulasi Apabila melihat dari sisi Struktur Hukum
yang mengatur mengenai penyelenggaraan (perangkat hukum yang ada) sebenarnya
Fintech P2P Lending berdasarkan POJK Nomor telah dilakukan kolaborasi antara OJK
77/POJK.01/2016; serta ditetapkannya Fintech dengan Kementerian/Lembaga terkait dalam
P2P Lending sebagai Pihak Pelapor dalam memberantas Fintech P2P Lending Ilegal. OJK
Rezim Anti Pencucian Uang berdasarkan PP sendiri telah melakukan kerjasama dengan
Nomor 61 Tahun 2021. Bank Indonesia, Kepolisian RI, Kementerian
3. Arah Kebijakan Hukum yang Komunikasi dan Informatika, dan Kementerian
Diperlukan dalam Menindak Fintech Koperasi dan UMKM melalui adanya
P2P Lending Ilegal komitmen bersama dari kementerian lembaga
Sebagaimana disampaikan pada sub untuk memberantas Fintech P2P ilegal yang
bab sebelumnya, dapat diketahui bahwa meliputi tindakan pencegahan, penanganan
maraknya Fintech P2P Lending yang bersifat pengaduan masyarakat dan penegakan
ilegal merupakan salah satu penyebab hukum.54 Walaupun telah terdapat adanya
dari rentannya Fintech P2P Lending untuk kolaborasi antar Kementerian/Lembaga
kemudian disalahgunakan sebagai sarana dalam menindak Fintech P2P Lending Ilegal
untuk melakukan tindak pidana ekonomi. akan tetapi di sisi lain diperlukan juga adanya
Dalam rangka menindak Fintech P2P Lending penguatan pada substansi hukum yang dapat
Ilegal maka diperlukan adanya suatu terobosan memberikan efek jera bagi Penyedia Layanan
kebijakan hukum yang dapat menjadi solusi Fintech P2P Lending Ilegal.
dalam mengatasi permasalahan tersebut. Dari sisi substansi hukum, apabila melihat
Apabila merujuk pada pendapat Lawrence M. ketentuan dalam POJK Fintech P2P Lending,
53 Lawrence M. Friedman, Hukum Amerika: Sebuah Pengantar, Terjemahan dari American Law An Introduction
2nd Edition, Alih Bahasa: Wisnu Basuki (Jakarta: Tatanusa, 2001), hlm. 6, dalam Yuliana, “Dampak Pelaksanaan
Hukuman Mati terhadap Kondisi Kejiwaan Terpidana Mati di Indonesia” Indonesian Journal of Criminal Law
Studies (IJCLS), Volume 1 (2016), hlm. 47.
54 Otoritas Jasa Keuangan, “Infografik OJK bersama Kementerian atau Lembaga Terkait Berkomitmen Berantas Pinjol
Ilegal”, https://www.ojk.go.id/, diakses 11 Mei 2022.

Majalah Hukum Nasional Volume 52 Nomor 2 Tahun 2022


313
PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNA LAYANAN FINTECH P2P LENDING DARI TINDAK PIDANA EKONOMI
DAN TERHADAP PENYEDIA LAYANAN FINTECH P2P LENDING ILEGAL

dapat diketahui bahwa Penyedia Layanan/ dalam hal terdapat pihak yang menjalankan
Penyelenggara diwajibkan untuk mengajukan bisnis peminjaman kredit tanpa izin maka
pendaftaran dan perizinan kepada OJK. terhadapnya dapat dikenakan Pidana Penjara
Adapun untuk pelanggaran terhadap selama dua hingga sepuluh tahun dan pidana
ketentuan mengenai kewajiban tersebut denda dua ratus ribu baht hingga satu juta
maka Penyedia Layanan dapat dikenakan baht.56 Sedangkan di Jepang, berdasarkan
sanksi administratif sesuai ketentuan Pasal 47 ketentuan dalam Article 47 Money Lending
ayat (1) POJK Fintech P2P Lending yaitu berupa Act Japan, dinyatakan bahwa seseorang
peringatan tertulis, denda, pembatasan yang menjalankan bisnis peminjaman
kegiatan usaha, serta pencabutan izin.55 akan tetapi dengan cara pendaftaran yang
Walaupun begitu ketentuan tersebut masih salah maka terhadapnya dapat dijatuhkan
belum efektif apabila dikenakan terhadap hukuman pidana berupa hukuman penjara
Fintech P2P Lending yang beroperasi secara dengan pekerjaan maksimal 10 tahun dan/
ilegal. Dimana sanksi seperti pencabutan atau denda maksimal 30 juta yen.57 Dengan
izin hanya dapat memberikan efek jera bagi adanya penerapan sanksi pidana bagi
Fintech P2P Lending yang sudah terdaftar Penyedia Layanan Peminjaman Uang ilegal
dan berizin di OJK, dan kurang tepat apabila termasuk layanan peminjaman uang berbasis
dikenakan terhadap Fintech P2P Lending teknologi informasi (Fintech P2P Lending)
ilegal. seperti di Negara Thailand dan Jepang
Oleh karena itu maka diperlukan adanya tersebut diharapkan dapat menjadi solusi
sanksi yang dapat memberikan perlindungan dari maraknya Fintech P2P Lending yang
bagi pengguna Layanan Fintech P2P Lending beroperasi secara ilegal.
serta mencegah penyelenggaraan layanan Mengenai penerapan sanksi pidana,
Fintech P2P Lending secara ilegal. Sebagai bahwa berdasarkan teori relatif atau
solusi maka dapat dijatuhkannya sanksi teori tujuan (utilitarian theory), tujuan
pidana bagi Penyedia Layanan Fintech P2P sanksi pidana bukan sebagai alat untuk
Lending yang beroperasi secara ilegal baik itu melaksanakan pembalasan kepada pelaku
dalam bentuk sanksi pidana penjara maupun kejahatan akan tetapi ditujukan untuk
sanksi pidana denda. tujuan yang bermanfaat. Berdasarkan teori
Penerapan sanksi pidana bagi penyedia relatif/tujuan dinyatakan bahwa tujuan
layanan peminjaman uang yang beroperasi penjatuhan pidana adalah untuk memberikan
secara ilegal sendiri telah diterapkan di ketentraman bagi masyarakat serta untuk
beberapa negara seperti di Thailand dan mencegah terjadinya suatu kejahatan. Dalam
Jepang. Di Thailand, berdasarkan The Financial mencapai tujuan pemidanaan tersebut dapat
Institution Business Act B.E. 2551 (2008), dilakukan dengan beberapa cara seperti
55 Pasal 47 ayat (1) POJK Fintech P2P Lending.
56 The Financial Institution Business Act B.E. 2551, Year 2008, section 121.
57 Japan Money Lending Business Act, Article 47.

314 Majalah Hukum Nasional Volume 52 Nomor 2 Tahun 2022


PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNA LAYANAN FINTECH P2P LENDING DARI TINDAK PIDANA EKONOMI
DAN TERHADAP PENYEDIA LAYANAN FINTECH P2P LENDING ILEGAL

dengan membuat ketentuan mengenai sanksi Pidana Ekonomi. Terdapat beberapa hal yang
yang memuat ancaman pidana yang cukup menjadikan layanan Fintech P2P Lending
berat yang memiliki tujuan untuk menakut- rentan disalahgunakan sebagai sarana tindak
nakuti orang agar tidak melakukan tindak ekonomi yaitu dikarenakan maraknya Fintech
pidana/kejahatan.58 P2P Lending yang bersifat ilegal yang tidak
Oleh karena itu sebagai solusi untuk berada di bawah pengawasan OJK, mekanisme
mengatasi maraknya Fintech P2P Lending pendaftaran dan verifikasi pengguna
Ilegal, diperlukan adanya penyusunan Fintech P2P Lending secara elektronik, serta
Peraturan Perundang-undangan yang terdapatnya akses Penyelenggara Fintech P2P
mengatur mengenai aktivitas peminjaman Lending terhadap data pribadi.
uang termasuk aktivitas peminjaman uang Walaupun peraturan yang ada sendiri
berbasis teknologi informasi (Fintech P2P telah mengatur mengenai perlindungan
Lending) yang dijalankan oleh Lembaga hukum yang dapat diberikan bagi Pengguna
Keuangan non bank yang di dalamnya Fintech P2P Lending dalam hal terjadi tindak
mengatur sanksi pidana. Adapun pengaturan pidana ekonomi, baik itu perlindungan hukum
sanksi pidana tersebut adalah terhadap yang bersifat represif maupun preventif, akan
penyedia layanan peminjaman uang tetapi masih maraknya Fintech P2P Lending
(termasuk Fintech P2P Lending) yang yang bersifat ilegal tersebut masih menjadi
beroperasi secara ilegal. Adapun bentuk hal yang meresahkan masyarakat sehingga
sanksi pidana yang dapat diterapkan dapat diperlukan arah kebijakan untuk mengatasi
berupa sanksi pidana penjara maupun denda. hal tersebut.
Pengaturan sanksi pidana bagi Penyedia
D. Penutup
atau Penyelenggara Layanan Fintech P2P
Layanan Fintech P2P Lending merupakan
Lending ilegal sendiri dapat menjadi solusi
penyelenggaraan layanan jasa keuangan
untuk mengatasi permasalahan terkait masih
dalam rangka mempertemukan Lender dan
menjamurnya Fintech P2P yang bersifat ilegal.
Borrower untuk melakukan perjanjian pinjam
Sejauh ini sanksi bagi Penyedia/Penyelenggara
meminjam uang dengan menggunakan sistem
Layanan Fintech P2P Ilegal masih terbatas
elektronik. Walaupun dengan adanya layanan
pada sanksi administratif berdasarkan POJK
Fintech P2P Lending telah memberikan
Fintech P2P Lending, yang kurang efektif
manfaat positif untuk menggerakan roda
apabila diterapkan bagi Fintech P2P Lending
perekonomian dengan mengundang lebih
yang beroperasi secara ilegal. Sanksi pidana
banyak investor serta memberikan alternatif
dapat menjadi solusi efektif, utamanya untuk
kredit dan kemudahan akses bagi masyarakat
memaksa Penyedia Layanan Fintech P2P
akan tetapi terdapat adanya kerentanan
Lending untuk mendaftarkan dirinya ke OJK
untuk disalahgunakan sebagai sarana Tindak

58 Sofjan Sastrawidjaja, Hukum Pidana I (Bandung: Armico, 1995), hlm. 27., dalam Bilher Hutahaean, “Penerapan
Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Anak,” Jurnal Komisi Yudisial, Volume 6 No. 1, April 2013, hlm. 69.

Majalah Hukum Nasional Volume 52 Nomor 2 Tahun 2022


315
PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNA LAYANAN FINTECH P2P LENDING DARI TINDAK PIDANA EKONOMI
DAN TERHADAP PENYEDIA LAYANAN FINTECH P2P LENDING ILEGAL

sehingga dapat terpantau segala macam informasi yang diselenggarakan oleh Penyedia
aktivitas peminjaman uang berbasis teknologi Layanan Fintech P2P Lending.

316 Majalah Hukum Nasional Volume 52 Nomor 2 Tahun 2022


PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNA LAYANAN FINTECH P2P LENDING DARI TINDAK PIDANA EKONOMI
DAN TERHADAP PENYEDIA LAYANAN FINTECH P2P LENDING ILEGAL

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Amrullah, Arief. Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering), Malang: Bayumedia
Publishing, 2004.
Asian/Pacific Group on Money Laundering. Methods and Trends of Money Laundering and
Terrorism Financing, Sydney: APG Secretariat, 2010.
Bank Indonesia, Kajian Tipologi Tindak Pidana Pencucian Uang, Tindak Pidana Pendanaan
Terorisme dan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Masal, Jakarta: Bank Indonesia,
2021.
Candra, Ahmadi dan Dadang Hermawan. E-Business dan E-Commerce, Yogyakarta: Andi, 2013.
Friedman, Lawrence M. Hukum Amerika: Sebuah Pengantar, Terjemahan dari American Law
An Introduction 2nd Edition, Alih Bahasa: Wisnu Basuki, Jakarta: Tatanusa, 2001.
Friedman, Wolfgang. Legal Theory, London: Stevens, 1967.
Friedman, Wolfgang. Teori dan Filsafat Hukum, Idealisme Filosofis dan Problema
Keadilan,Jakarta: Rajawali, 1990.
Fuady, Munir. Hukum Perbankan Modern, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004.
Hadjon, Philipus M. Perlindungan Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: Bina Ilmu, 1987.
Hamzah, Andi. Hukum Pidana Ekonomi, Jakarta: Erlangga, 1991.
Husein, Yunus dan Roberts K., Tipologi dan Perkembangan Tindak Pidana Pencucian Uang,
Depok: Raja Grafindo Persada, 2021.
Komariah. Edisi Revisi Hukum Perdata, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2001.
Kristiana, Yudi. Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Perspektif Hukum Progresif,
Yogyakarta: Thafa Media.
Manurung, Adler Haymans Otoritas Jasa Keuangan: Perlindungan Investor, Jakarta: Adler
Manurung Pers, 2013.
Marzuki, Peter Mahmud. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Prenada Media Group, 2014.
Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 1986.
Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
Muchsin. Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Universitas Sebelas
Maret, Surakarta, 2003.
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1992.

Majalah Hukum Nasional Volume 52 Nomor 2 Tahun 2022


317
PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNA LAYANAN FINTECH P2P LENDING DARI TINDAK PIDANA EKONOMI
DAN TERHADAP PENYEDIA LAYANAN FINTECH P2P LENDING ILEGAL

Poernomo, Bambang. Pertumbuhan Hukum Penyimpangan di Luar Kodifikasi Hukum Pidana,


Jakarta: Bina Aksara, 1984.
Prawirohardjo, R. Soetojo dan Asis Safioedin, Hukum Orang dan Keluarga, Bandung: Alumni,
1986.
Raharjo, Satjipto. Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014.
Rinwigati, Patricia. Parliamentary Brief : Series #6, Tindak Pidana Ekonomi dalam RKUHP: Quo
Vadis?, Jakarta: Aliansi Nasional Reformasi KUHP, 2016.
Sastrawidjaja, Sofjan. Hukum Pidana I, Bandung: Armico, 1995.
Sidabalok, Janus. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti,
2014.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tujuan Singkat,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press),
1986.
Soerjodibroto, R. Soenarto. KUHP & KUHAP, Jakarta: Rajawali Pers, 1992.
Suhardana, F.X. Hukum Perdata I: Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta: Prenhallindo, 1992.
Triwulan, Titik dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum Bagi Pasien, Jakarta: Prestasi Pustaka,
2010.
Wiyono, R. Pembahasan Undang-undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang, Jakarta: Sinar Grafika, 2014.

B. Makalah/Artikel/Prosiding/Hasil Penelitian
Aprita, Serlika, “Peranan Peer to Peer Lending dalam Menyalurkan Pendanaan pada Usaha
Kecil dan Menengah,” Jurnal Hukum Samudera Keadilan, Volume 16 Nomor 1, Januari –
Juni 2021.
Baihaqi, Jadzil, “Financial Technology Peer to Peer Lending Berbasis Syariah di Indonesia,”
Tawazun: Journal of Sharia Economic Law, Volume 1 Nomor 2, September 2018.
Ghozi, Ahmad, “The Urgency of Electronic Know Your Customer (E-KYC): How Electronic
Customer Identification Works to Prevent Money Laundering in The Fintech Industry,”
Jurnal Diponegoro Law Review, Volume 7 No. 1, 2022.
Hutahean, Bilher, “Penerapan Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Anak,” Jurnal Komisi Yudisial,
Volume 6 No. 1, April 2013.
Lutfi, Anas dan Rusmin Nuryadin, “Tindak Pidana Ekonomi sebagai Upaya Pembangunan di
bidang Ekonomi,” Jurnal Magister Ilmu Hukum (Hukum dan Kesejahteraan), Volume 1
Nomor 1, 2016.

318 Majalah Hukum Nasional Volume 52 Nomor 2 Tahun 2022


PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNA LAYANAN FINTECH P2P LENDING DARI TINDAK PIDANA EKONOMI
DAN TERHADAP PENYEDIA LAYANAN FINTECH P2P LENDING ILEGAL

Njatrijani, R., “Perkembangan Regulasi dan Pengawasan Financial Technology di Indonesia,”


Jurnal Diponegoro Private Law Review, Volume 4 Nomor 1, Juni 2019.
Sugangga, Rayyan dan Erwin Hari Sentoso, “Perlindungan Hukum terhadap Pengguna
Pinjaman Online,” Pakuan Justice Journal of Law, Volume 1 No. 1, 2020.
Wardhani, Indah Kusuma “Perlindungan Hukum bagi Pemberi Pinjaman atas Risiko Kredit
dalam Pelaksanaan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi,” Jurnal Hukum
Mimbar Justitia, Volume 6 Nomor 2, Desember 2020.

C. Internet
Novita Intan, “SWI Blokir 4.160 Pinjaman Online Ilegal per September 2022”, https://www.
republika.co.id/, diakses 25 Mei 2022.
Otoritas Jasa Keuangan, “Infografik OJK bersama Kementerian atau Lembaga Terkait
Berkomitmen Berantas Pinjol Ilegal”, https://www.ojk.go.id/, diakses 11 Mei 2022.
Otoritas Jasa Keuangan, “ Siaran Pers SWI: Satgas Waspada Investasi Kembali Temukan 7
Entitas Tanpa Izin dan 100 Pinjaman Online Ilegal”, https://www.ojk.go.id/, diakses 21 Mei
2022.

D. Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi
Finansial.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penerapan Program Anti
Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan.

Majalah Hukum Nasional Volume 52 Nomor 2 Tahun 2022


319
PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNA LAYANAN FINTECH P2P LENDING DARI TINDAK PIDANA EKONOMI
DAN TERHADAP PENYEDIA LAYANAN FINTECH P2P LENDING ILEGAL

BIODATA PENULIS

Otniel Yustisia Kristian, S.H., M.H., menyelesaikan pendidikan program Sarjana Hukum di Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) pada tahun 2016. Kemudian menyelesaikan program
studi Magister Hukum di Universitas Indonesia (UI) pada tahun 2019. Saat ini penulis bertugas
sebagai PNS di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Disana penulis aktif dalam
kegiatan penyusunan kajian hukum dan pengajar pada beberapa instansi untuk materi terkait rezim
anti pencucian uang. Beberapa kegiatan mengajar yang pernah dilakukan penulis yaitu Pengajar
dalam Pelatihan Jarak Jauh Penyidikan TPPU Tindak Pidana Asal di bidang Perpajakan untuk PPNS
Dirjen Pajak Tahun 2021, Pengajar/Narasumber kegiatan Peningkatan Kapasitas PPNS KLHK Tahun
2021, Pengajar dalam Pelatihan Penyidik TPPU di bidang Perikanan untuk PPNS TNI AL dan PPNS
PSDKP Tahun 2021, serta Pengajar dalam Pelatihan Penyidikan Teknis TPPU di bidang Pengawasan
Obat dan Makanan untuk PPNS BPOM Tahun 2021 dan 2022. Selain itu penulis juga aktif menulis
beberapa karya tulis terkait dengan rezim anti pencucian uang antara lain berjudul: Analisis Hukum
atas Persepsi Penegak Hukum dalam Penanganan Perkara TPPU, Jakarta: PPATK, 2020; Tinjauan
Hukum atas Kepemilikan Saham oleh Koperasi sebagai Sarana TPPU, Jakarta: PPATK, 2020; dan
Tinjauan Hukum mengenai Ketentuan Anti Tipping Off dalam Pencegahan dan Pemberantasan
TPPU, Jakarta: PPATK, 2022.

320 Majalah Hukum Nasional Volume 52 Nomor 2 Tahun 2022

Anda mungkin juga menyukai