USULAN PENELITIAN
Oleh
RAHMA SYASABIL SHERYNA MARZUKI
NIM : 30302200225
Konsentrasi : Hukum Pidana
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pinjaman online (pinjol) adalah layanan pinjaman yang disediakan oleh perusahaan-
perusahaan berani atau aplikasi perbankan online. Dampak dari pinjol dapat bervariasi dan
perlindungan hukum bagi konsumnen pinjol sangat penting untuk mencegah dampak negatif.
Seiring perkembangan internet dan smartphone ,sektor keuangan digital tumbuh menjadi salah
satu sektor bisnis yang paling menggiurkan dan menguntungkan di Indonesia. Awalnya
ditujukan sebagai alternatif pinjaman bank konvensional, penyedia jasa peer-to-peer lending,
atau yang juga dikenal masyarakat sebagai pinjaman online (“Pinjol”), telah menyalurkan total
pinjaman senilai Rp. 249.938 triliun kepada sekitar 68 juta peminjam per Oktober 2021. Data
tersebut didapatkan dari catatan Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) sebagai pihak yang
mengawasi sektor jasa keuangan serta bertanggung jawab atas penerbitan izin resmi penyedia
Pinjol. Pandemi COVID-19 menjadi salah satu faktor Pinjol berkembang pesat serta makin
banyak digunakan karena menawarkan kesempatan bagi masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan atau mendukung bisnis mereka selama krisis hanya dengan mengklik smartphone
mereka.
keberhasilan dan perkembangan pesat Pinjol di Indonesia juga memiliki sisi gelapnya
tersendiri, yaitu praktik predatory lending dari penyedia Pinjol ilegal yang saat ini marak
terjadi. Bahkan, masalah ini begitu serius sehingga Presiden Joko Widodo harus turun tangan
langsung dan memerintahkan OJK untuk memberlakukan moratorium penerbitan izin Pinjol
baru. Hal ini juga mendorong pemberian edukasi intensif melalui media sosial serta cara
lainnya untuk memperingatkan konsumen tentang risiko pinjaman online secara umum,
khususnya potensi bahaya yang dapat terjadi jika meminjam dari penyedia Pinjol ilegal.
Meski semakin ramai di tahun 2021, masalah pinjol ilegal sebenarnya bukan hal baru dan sudah
banyak terjadi sejak tahun 2018 ketika sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (“LSM”)
bernama Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (“LBH Jakarta”) mulai membuka Pos Pengaduan
Korban Pinjaman Online. Sejak saat itu, LBH Jakarta mencatat ribuan pengaduan masyarakat
terkait pelanggaran haknya oleh penyedia Pinjol. Di sisi lain, OJK juga mencatat total 19.711
pengaduan praktik predatory lending dari masyarakat dari 2019-2021, dengan jenis
pelanggaran mulai dari pencairan dana tanpa persetujuan peminjam, pelepasan data pribadi
peminjam, atau praktik penagihan utang yang agresif.
Seiring dengan maraknya masalah praktik predatory lending yang menjadi sorotan publik,
pemerintah kini memperkuat upaya penegakan hukum terhadap penyedia Pinjol ilegal yang
teridentifikasi. Misalnya, kepolisian Indonesia telah menggerebek beberapa kantor Pinjol ilegal
dan mulai membongkar jaringan bisnis mereka, sementara Kementerian Komunikasi dan
Informatika (“Menkominfo”) bersama dengan OJK terus menghapus aplikasi Pinjol ilegal.
Akan tetapi, tindakan penegakkan hukum terhadap penyedia Pinjol ilegal hanyalah salah satu
solusi untuk masalah utama. Penting juga bagi pemerintah untuk menetapkan langkah-langkah
pengaturan yang tepat dan juga mendidik konsumen mengenai solusi untuk menghindari dan
melindungi diri dari jerat predatory lending yang diterpakan oleh penyedia Pinjol.
Dalam praktiknya, peminjam harus ekstra hati-hati untuk memperhatikan perbedaan antara
penyedia Pinjol legal dan penyedia Pinjol illegal, karena perbedaan tersebut seringkali tidak
dapat langsung disadari. Penyedia Pinjol legal dan ilegal seringkali menawarkan pinjaman
melalui aplikasi dengan pinjaman dari Rp. 1 juta sampai Rp. 10 juta. Selain itu, kedua jenis
penyedia Pinjol ini juga menetapkan beberapa persyaratan sebelum peminjam dapat
mengambil pinjaman dari mereka. Ada baiknya peminjam juga berhati-hati dan melakukan
riset terlebih dahulu ketika akan meminjam dari penyedia pinjol legal karena ada beberapa
laporan yang menyatakan bahwa beberapa penyedia pinjol legal juga menggunakan metode
penagihan pinjaman yang agresif.
Terlepas dari berbagai upaya dan tindakan penegakan hukum untuk menutup aplikasi Pinjol
ilegal, penyedia dapat dengan mudah melanjutkan operasi mereka hanya dengan menyiapkan
aplikasi baru dan memanfaatkan data yang telah mereka kumpulkan dari aplikasi dan kegiatan
mereka sebelumnya. Penyedia Pinjol ilegal biasanya menargetkan kelompok konsumen
berpenghasilan rendah yang tinggal di daerah pedesaan yang diberikan pinjaman tunai tanpa
jaminan, atau juga dikenal dengan payday loan. Peminjam ini biasanya memiliki latar belakang
pendidikan yang relatif rendah, pengalaman dan pemahaman yang tidak memadai dengan
layanan keuangan dan pengetahuan atau akses yang terbatas terhadap mekanisme pengaduan.
Setelah peminjam memenuhi persyaratan dan menyetujui persyaratan pinjaman melalui
aplikasi, penyedia Pinjol ilegal akan mencairkan dana melalui gateway pembayaran dan
menunggu hingga beberapa hari sebelum tenor berakhir untuk menghubungi peminjam untuk
pembayaran. Untuk yang terakhir, penyedia Pinjol ilegal biasanya menggunakan akun virtual
yang terhubung ke gateway pembayaran dan rekening bank mereka.
Penting untuk dicatat bahwa terdapat temuan baru yang menambah kompleksitas dan tantangan
karena terdapat beberapa penyedia Pinjol legal yang berkolusi dengan penyedia Pinjol ilegal.
Hal ini dilakukan dengan membocorkan data peminjamnya ke penyedia Pinjol ilegal yang
berafiliasi dengannya, terutama data peminjam yang tidak mampu mengembalikan pinjaman.
Penyedia Pinjol legal akan menempelkan tautan penyedia Pinjol ilegal di aplikasi mereka untuk
mendorong peminjam agar mengambil uang tambahan dari penyedia Pinjol ilegal guna
membayar pinjaman mereka yang belum dibayar, yang berakibat terjadinya praktik gali lubang
tutup lubang oleh peminjam.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, dasar hukum untuk penyelenggaraan layanan dan
penyedia Pinjol sebagian besar mengacu pada Peraturan 77/2016. Berdasarkan kerangka
peraturan ini, penyedia Pinjol wajib tunduk pada berbagai kewajiban. Selain berbagai
kewajiban yang telah dibahas di atas, penyedia Pinjol wajib menjaga kerahasiaan data pribadi,
data transaksi dan data keuangan. Saat ini, ketentuan tersebut, ditambah dengan ketentuan
dalam Peraturan 1/2013 yang melarang lembaga jasa keuangan membocorkan atau
memberikan data/informasi pribadi konsumen kepada pihak ketiga, saat ini merupakan satu-
satunya kerangka hukum perlindungan data pribadi, terutama terkait dengan jasa keuangan.
Sebuah undang-undang yang komprehensif dan terbaru untuk perlindungan data pribadi masih
tertunda di parlemen.
Akan tetapi, sanksi yang dapat dikenakan atas pelanggaran ketentuan tersebut hanya sebatas
sanksi administratif, seperti teguran tertulis, denda, penghentian sementara kegiatan usaha atau
pencabutan izin. Sanksi ini mungkin tidak berdampak pada penyedia Pinjol ilegal yang tidak
memiliki izin untuk menjalankan bisnis mereka sejak awal. Selain itu, OJK dapat bekerjasama
dengan Menkominfo untuk menghapus aplikasi penyedia Pinjol ilegal yang dilaporkan, seperti
yang dibahas secara singkat di atas, tetapi ini tidak secara efektif mencegah pengembangan
aplikasi baru.
Mengingat terbatasnya ruang lingkup tindakan administratif dalam peraturan OJK yang
berlaku, melihat praktik predatory lending oleh penyedia Pinjol ilegal yang dapat ditangani
dengan hukum pidana dan perdata sangat menjanjikan.
Kegiatan usaha Pinjol ilegal dan beberapa penyedia Pinjol legal yang menggunakan praktik
pinjaman agresif dan predatory lending dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap
ketentuan hukum pidana Indonesia, yang dapat ditemukan dalam berbagai kerangka hukum
seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) Indonesia, UU ITE, Undang-Undang
No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”) dan
Undang-Undang No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang (“UU Pencucian Uang”).
Rumusan Masalah
a. Apa yang di maksud pinjaman online (fintech lending) ?
b. Bagaimana dampak yang timbul akibat pada konsumen pinjaman online ?
c. Bagaimana pengaturan tentang pinjaman online (peer-to-peer lending) di indonesia ?
d. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen pinjaman online ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi dua sub bab. Bagian pertama tinjauan pustaka yang berisi penelitian
terdahulu atau literatur-literatur ilmiah. Bagian kedua berisi kerangka pemikiran yang
menjadi kerangka umum penelitian ini. Beberapa konsep yang dibahas antara lain
mengenai dampak pinjaman online dan perlindungan hukum bagi konsumen pinjaman
online.
Dari penelusuran pustaka ,peneliti menemukan beberapa literatur ilmiah yang
berbiacar terkait pinjaman online . Meskipun demikian ternyata masih kurang sekali
karya ilmiah yang mengkaji pinjaman online dari aspek sosial,khususnya dampak
pinjaman online dan perlindungan hukum bagi konsumen pinjaman online.
Berdasarkan hal itu,maka konsep-konsep yang peneliti gunakan didapatkan dari
literatur sosiologi pinjaman online baik berupa artikel (jurnal) atau karya ilmiah terbitan
luar negeri. Berbeda dengan literatur tentang komunitas yang cukup banyak peneliti
temukan antara lain seperti yang peneliti paparkan pada tinjauan terdahulu mengenai
komunitas dan terbentuknya komunitas.
Penelitian Terdahulu
Menurut ipmhi law journal dampak pinjaman online serta perlindungan hukum
bagi konsumen pinjaman online. Adanya pinjaman online atau peer to peer lending
sebagai salah satu bentuk financial technology (fintech) adalah imbas dari kemajuan
teknologi yang banyak menawarkan pinjaman dengan syarat serta ketentuan yang lebih
mudah dan fleksibel kalau dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional
seperti bank.Di Indonesia pasar Fintech dalam bentuk pinjaman online dianggap cocok,
bahkan penetrasi kepemilikan dan penggunaan telepon selularpun sangat tinggi
meskipun masyarakat belum memiliki akses keuangan. Apalagi disaat kondisi ekonomi
yang sulit akibat pandemi Covid-19 seperti ini ditambah lagi perilaku masyarakat
digital yang konsumtif membuat pinjaman online menjadi solusi terbaik bagi mereka
tanpa memikirkan dampak yang timbul dikemudian hari. Dampak permasalahan yang
muncul bagi konsumen layanan pinjaman online salah satunya adalah saat penagihan
pembayaran, mereka dibuat tidak nyaman, merasa diperas, diteror dan diintimidasi.
Tindakan dari penyelenggara Pinjaman online ini diindikasikan bukan hanya melanggar
hukum namun juga melanggar hak asasi manusia terutama pada Undang- Undang
Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 29 Ayat (1) dan Pasal 30.
Dengan adanya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan konsumen) masyarakat pengguna
jasa / konsumen pinjaman online berharap ada perlindungan hukum dari pemerintah.
yang rendah. oleh karena itu penulis berharap untuk pendidikan dan perbaikan dalam
hal pemerintah.
Lebih jelasnya inilah dampak- dampak yang timbul pada konsumen pinjaman online
terutama pinjaman online ilegal : 1) Bunga terlalu tinggi. 2) Penagihan dilakukan tidak
hanya kepada konsumen tetapi juga kontak darurat yang disertakan oleh konsumen. 3)
Ancaman dapat berupa penipuan, fitnah, juga pelecehan seksual. 4) Data pribadi
konsumen disebarluaskan. 5) Kontak yang ada pada gawai peminjam disebarkan terkait
informasi pinjaman disertai foto peminjamnya. 6) Seluruh akses terhadap gawai
peminjam diambil. 7) Tidak ada kejelasan tentang kontak dan lokasi kantor penyedia
layanan aplikasi pinjaman online. 8) Biaya adminnya juga tidak jelas. 9) Bunga terus
naik, sedangkan aplikasinya berganti nama tanpa ada pemberitahuan kepada peminjam.
10)Peminjam telah membayar pinjaman namun pinjaman tidak hapus atau hilang
alasannya tidak masuk ke sistem. 11)Pada saat jatuh tempo pengembalian pinjaman,
aplikasi di Appstore/Playstore tidak bisa dibuka bahkan hilang. 12)Penagihan pinjaman
dilakukan oleh berbeda-beda orang. 13)Data dari KTP digunakan oleh pelaku usaha
aplikasi pinjaman online untuk mengajukan pinjaman diaplikasi lain
Saat ini Peraturan yang dikeluarkan Pemerintah yaitu Peraturan tentang Peer to Peer
Lending Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dan SEOJK Nomor 18/SEJOK.01/2017
tentang Tata Kelola dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi pada Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi belum dapat menjangkau kepentingan
perlindungan hukum terhadap pengguna layanan ini. Selain itu dalam peraturan
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan yang diatur dalam POJK Nomor
1/POJK.07/2013 belum dapat menjangkau pasar peer to peer lending karena belum ada
aturan yang menyatakan bahwa peer to peer lending masuk dalam peraturan
perlindungan konsumen sektor jasa keuangan. Kedua,Perlindungan hukum data pribadi
telah diatur dalam Pasal 26 UU ITE. Secara khusus perlindungan data pribadi peminjam
dalam layanan pinjaman online diatur dalam POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Dalam pengaturan dan perlindungan hukum tentang pinjaman online Peraturan Bank
Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi
Finansial sebagai dasar hukum berlakunya bisnis perjanjian pinjaman online ini
dibentuk dengan tujuan dapat mengikuti.
Dalam konteks pinjaman online (pinjol), Pasal 45 ayat (3) UU ITE mengatur bahwa
penghinaan dan atau pencemaran nama baik dapat dijerat Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal
45 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 juncto UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (ITE). Sanksi pidana bagi pelaku penghinaan dan pencemaran
nama baik adalah pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak
Rp750.000.000,00
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Keuntungan dari pinjaman online adalah menawarkan banyak keuntungan mulai dari
proses pendanaan yang cepat , persyaratan yang simpel, hingga pengajuan yang dapat
dilakukan secara online.
Dampak yang ditimbulkan dari pinjaman online ilegal tersebut. Masalah muncul
ketika jatuh tempo konsumen tidak bisa membayar tagihan,maka penagihan akan
dialihkan kepada pihak ketiga yaitu debt collector. Debt collector sering melakukan
penagihan dengan datang langsung ke rumah/ kantor dengan memaksa dan memaki
supaya konsumen membayar hutangnya. Ironisnya debt collector memperoleh
akses atas data yang terdapat pada ponsel konsumen termasuk foto pribadi di galeri,
sosial media, aplikasi transportasi dan belanja online, email, bahkan supaya
pinjaman cepat disetujui dan dicairkan konsumen dengan terpaksa memberikan
nomer IMEI. Lebih buruknya lagi konsumen mengalami teror yang tidak wajar
(ditelpon saat tengah malam), diancam, baik lewat telepon maupun pesan singkat,
pelecehan seksual secara verbal dan cyber bullying dengan cara mengintimidasi
dengan menyebar data dan foto konsumen kepada orang yang ada dalam daftar
kontak konsumen disertai kata-kata yang mendiskreditkan. Tagihan juga dikirimkan
ke keluarga, teman, kolega, dan orang-orang terkasih, sehingga mengganggu
hubungan keluarga dan sosial. Hal ini menyebabkan trauma, stres, depresi,
kecemasan, kurang fokus dalam bekerja, kehilangan kepercayaan diri bahkan
bunuh diri. Parahnya lagi, seorang konsumen kehilangan pekerjaan karena invoice
dikirimkan ke atasannya di tempat kerja.
Lebih spesifiknya berikut dampak yang terjadi pada konsumen peminjam uang online
khususnya pinjaman online ilegal:
1) Suku bunga terlalu tinggi.
2) Penagihan tidak hanya terjadi pada konsumen tetapi juga pada kontak darurat
termasuk konsumen.
3) Ancaman dapat berupa penipuan, fitnah, dan pelecehan seksual.
4) Data pribadi konsumen disebarluaskan.
5) Informasi kontak pada perangkat peminjam disebarkan mengenai informasi
pinjaman
dengan foto peminjam.
6) Seluruh hak akses terhadap perangkat peminjam dicabut.
7) Tidak ada kejelasan alamat kontak dan lokasi kantor penyedia layanan aplikasi
pinjaman online
.
8) Biaya administrasi juga tidak jelas.
9) Suku bunga terus meningkat sedangkan aplikasi berganti nama tanpa memberitahu
peminjam
.
10) Peminjam sudah melunasi pinjamannya namun pinjamannya tidak dilunasi atau
hilang karena belum masuk ke sistem.
11) Saat hutang sudah jatuh tempo, aplikasi di
Appstore/Playstore tidak bisa dibuka bahkan hilang.
12) Pengembalian pinjaman dilakukan oleh orang yang berbeda.
13) Data KTP digunakan oleh perusahaan aplikasi pinjaman online
untuk mengajukan pinjaman di aplikasi lain
Alasan yang baik adalah perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan hukum,
kesusilaan, dan ketertiban umum. Pasal 1335 KUH Perdata berbunyi : “Perjanjian yang
tidak disertai alasan atau dibuat berdasarkan alasan yang palsu atau terlarang, tidak
mempunyai nilai hukum ” Segala perjanjian yang timbul harus berdasarkan asas itikad
baik, pasal 1338 KUH Perdata Kitab Undang-undang mengatur bahwa: “Perjanjian
harus dilakukan dengan itikad baik”Akad kredit online dianggap serupa dengan akad
yang sudah ada. Ada dari sudut pandang KUH Perdata, karena pada dasarnya unsur
yang terkandung dalam akad kredit online tidak bertentangan secara mendasar dengan
pasal dan memenuhi unsur-unsur hukum kontrak dalam pengertian pasal . 1320
KUHPerdata16. Permasalahan terkait jasa keuangan online jelas menunjukkan
pelanggaran hukum dan pelanggaran hak asasi manusia , hal ini diatur dalam Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 29 ayat (1) dan Pasal
30 yang dengan jelas menyatakan:
1. Pasal 29 (1) Setiap orang berhak atas perlindungan hak pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan hak milik.
2. Pasal 30 Setiap orang berhak atas rasa aman dan damai serta dilindungi dari rasa
takut untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
Gambaran berjalannya fungsi hukum yang bertujuan untuk mencapai tujuan hukum
yaitu keadilan, kepentingan dan juga kepastian hukum merupakan makna dari
perlindungan hukum. Perlindungan hukum terhadap konsumen melalui penerapan
sistem bisnis berbasis Fintech pengawasan ini erat kaitannya dengan permasalahan
hukum terkait perlindungan konsumen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Sebab salah satu kunci untuk
memastikan hak-hak konsumen dapat terlindungi adalah dari tingkat regulasi dan
sistem pengawasan yang diterapkan pemerintah (dalam hal ini OJK) tentang fintech.
Langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam pelaksanaannya harus berpedoman
pada Peraturan No. 77 /POJK.01/2016 tentang Pelayanan pinjam meminjam uang dan
teknologi informasi. Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan bertujuan untuk
menciptakan sistem perlindungan konsumen yang kredibel, meningkatkan
pemberdayaan konsumen dan meningkatkan kesadaran pemangku kepentingan di
sektor jasa keuangan akan pentingnya perlindungan konsumen. Hal ini dilakukan untuk
mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat pada sektor jasa keuangan. Mengingat
begitu peliknya kegiatan sektor keuangan sehingga perlindungan konsumen Yang
diberikan OJK dianggap penting. Fasilitas Perlindungan konsumen yang diberikan OJK
dapat berupa tindakan pencegahan kerugian konsumen, pelayanan pengaduan
konsumen dan pembelaan hukum (Pasal 28 s.d 30 UUOJK). Dalam sektor jasa
keuangan OJK pada tahun 2018 ini mengeluarkan peraturan Nomor: 13/POJK.02/2018
tentang Inovasi Keuangan Digital Di Sektor Jasa Keuangan. Secara umum terdiri dari
17 Bab & 43 Pasal untuk penyediaan Payung hukum yang kuat bagi konsumen.
Berbicara mengenai hukum perlindungan konsumen erat hubungannya dengan
konsumen itu sendiri. Menurut ahli suatu peristiwa hukum perlindungan konsumen
dikatakan sudah terjadi apabila 'konsumen' secara langsung terlibat di dalamnya. Jika
tidak, maka bisa dipastikan bahwa area hukum itu bukan bidang hukum perlindungan
konsumen. Sedangkan arti dari Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman
kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut
diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang
diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya
hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa
aman,baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak
manapun. Adapun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sesuai kewenangannya
mengatur dan mengawasi industri jasa keuangan telah menelurkan beberapa regulasi
perlindungan konsumen untuk mengatur fintech :
1) Pasal 29 Bab IX Pusat Data berbunyi Penyelenggara wajib menempatkan pusat data
dan pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia.
2) Pasal 30 Bab x perlindungan dan kerahasiaan data berbunyi:
(1) Penyelenggara wajib menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data
pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya sejak data diperoleh hingga
data tersebut dimusnahkan.
(2) Ketentuan pemanfaatan data dan informasi pengguna yang diperoleh
Penyelenggara harus memenuhi syarat sebagai berikut:
(a) memperoleh persetujuan dari pengguna;
(b) menyampaikan batasan pemanfaatan data dan informasi kepada pengguna;
(c) menyampaikan setiap perubahan tujuan pemanfaatan data dan informasi
kepada pengguna dalam hal terdapat perubahan tujuan pemanfaatan data dan
informasi; dan
(d) media dan metode yang dipergunakan dalam memperoleh data dan
informasi terjamin kerahasiaan, keamanan, serta keutuhannya.
(3) Pasal 31 Bab XI Edukasi Dan Perlindungan Konsumen Ada Lima prinsip penting
perlindungan konsumen yang diatur dalam POJK PKSJK, yaitu :
1) Transparansi. OJK harus memberikan informasi secara terbuka, jelas dan bahasa
yang mudah dimengerti oleh konsumen tentang semua produk yang dimiliki.
2) Perlakuan Adil OJK berlaku adil dan tidak diskriminatif kepada konsumen dengan
memberikan perlakuan yang berbeda antara konsumen yang satu dengan yang lainnya
berdasarkan SARA
3) Keandalan Arti keandalan adalah segala sesuatu yang dapat memberikan layanan
yang akurat melalui sistem, prosedur, infrastuktur, dan sumber daya manusia yang
andal.
4)Kerahasiaan dan Keamanan Data/Informasi Konsumen mengatur,menjaga
kerahasiaan dan keamanan data konsumen, hanya menggunakan data dan informasi
sesuai dengan kepentingan dan tujuan yang disetujui oleh konsumen, kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
5) penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana,
cepat, dan biaya terjangkau. Hal ini terkait pelayanan/penyelesaian pengaduan yang
dilakukan oleh konsumen dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Saat ini banyak ditemukan berbagai kasus pelanggaran HAM kepada para
konsumen pinjaman online, hal tersebut dikarenakan kurangnya edukasi kepada
masyarakat terkait dampak dan resiko pinjaman online tersebut, bahkan banyak
masyarakat yang terjebak bisnis pinjol illegal dengan bunga yang sangat tinggi.
Terjadinya penagihan secara teror dan intimidasi disebabkan konsumen yang tidak
bisa membayar pinjaman selain karena bunnga nya terlalu besar juga karena
konsumen tersebut banyak yang meminjam karena untuk kebutuhan sehari-hari
tetapi mereka tidak punya penghasilan bulanan untuk membayar pinjaman.
Sehingga banyak konsumen yang dikejar-kejar debt collector agar membayar
hutangnya.Selain merugikan pihak konsumen yang banyak diberitakan di berbagai
media,ternyata pinjol ini pun merugikan pihak penyelenggara pinjol. Hal itu
dikarenakan banyaknya terjadi gagal bayar baik sengaja maupun karena tidak
mampu bayar. Tidak ada lembaga atau otoritas negara yang bertanggung jawab
terhadap risiko gagal bayar ini. Dan tentu saja hal ini sangat merugikan pihak
penyelenggara pinjol.
B. Saran
Dalam menggunakan jasa pinjaman online hendaknya konsumen
mempertimbangkan dengan bijak hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan,
diantaranya :
1. Memperhatikan dan memahami terlebih dahulu syarat dan ketentuan yang
ditetapkan oleh fintech
2. Perhatikan seluruh prosedur dan patuhi aturannya agar pengajuan pinjaman
mendapatkan persetujuan.
3. Teliti secara rinci seluruh informasi mengenai tagihannya. (jangka waktu
pelunasan serta suku bunga yang ditetapkan).
4. Perhatikan persyaratan dan potongan biaya administrasi yang akan dibebankan
pinjaman online kepada konsumen
5. Sesuaikan dengan kebutuhan Anda
6. Catat persyaratannya jika dirasa ada kebingungan
7. Ingatlah untuk mencari dan merujuk ke layanan pelanggan online
pinjaman
8. Yang relevan. Verifikasi alamat email, alamat kantor, dan akun media sosial agar
konsumen mudah menghubungi fintech jika sewaktu-waktu timbul masalah atau
kendala yang tidak terduga
9. Peraturan operasional Kegiatan peminjaman antar individu di Indonesia harus
lebih melindungi pengguna dan investor serta peminjam
10. Peraturan yang ada dapat mengatasi masalah-masalah utama seperti masalah
keamanan, integritas, kerahasiaan dan keandalan data yang disajikan oleh
perusahaan fintech kepada publik serta seperti melindungi hak-hak hukum
konsumen jasa keuangan.
layanan teknologi, khususnya pinjaman peer-to-peer.
11. Untuk mencegah dan menghindari terjadinya pelanggaran data pribadi,
disarankan untuk penggunaan layanan pinjaman berbasis online jangan
digunakan jika tidak dalam keadaan yang sangat mendesak
DAFTAR PUSTAKA
Dharu Triasih , Dewi Tuti Muryati, A Heru Nuswanto “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen
dalam Perjanjian Pinjaman Online” Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang,
7(2) 2021
Amir Hidayatul Putra , Waluyo “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pinjaman Online
Berkeadilan dan Kepastian Huku” Jurnal Hukum dan Pembangunan Ekonomi, Volume 11,
Nomor 1, 2023 ISSN (Print) 2338-1051, ISSN (Online) 2777-0818
Ralang Hartati, Syafrida, “PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN NASABAH
PINJAMAN ONLINE ILEGAL (PINJOL ILEGAL” Otentik’s: Jurnal Hukum Kenotariatan
(Vol 4, No. 2, Juli 2022) p-ISSN 2655-5131 e-ISSN 2685-3612
Rodes Ober Adi Guna Pardosi; Yuliana Primawardani, ” PERLINDUNGAN HAK
PENGGUNA LAYANAN PINJAMAN ONLINE DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI
MANUSIA” JURNAL HAM Volume 11, Nomor 3, Desember 2020
Risma Dewi Hermawan, Aris Prio Agus Santoso, Kresna Agung Yudhianto, “Upaya Polri
Memberikan Perlindungan Hukum bagi Konsumen dalam Perjanjian Pinjaman Online Ilegal
di Surakarta” Rechtenstudent Journal 4 (1), April 2023
Ni Nyoman Ari Diah Nurmantari Nyoman A. Martana , “PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP DATA PRIBADI PEMINJAM DALAM LAYANAN APLIKASI PINJAMAN
ONLINE”
Dhea Lutfiah Antyasty, Fitika Andraini, “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH
DALAM PINJAM MEMINJAM BERBASIS ONLINE” Jurnal Penelitian Bidang Hukum
Universitas Gresik Volume 11 Nomor 1, Juli 2022 pISSN 2089-7146 - eISSN 2615-5567
Russel Butarbutar , Bernedete Nurmawati, “Perlindungan Data Pribadi Konsumen Pinjaman
Online: Suatu Analisis” ELIGIBLE: Journal of Social Sciences (2023), 2(1), 181-192
https://doi.org/10.46637/eligible.v2i1.66
Hari Sutra Disemadi1, Regent , “Urgensi Suatu Regulasi yang Komprehensif Tentang Fintech
Berbasis Pinjaman Online Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen di Indonesia” Volume 7
Nomor 2, Agustus 2021 P-ISSN: 2356-4164, E-ISSN: 2407-4276 Open Access at :
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/jkh