Anda di halaman 1dari 18

DAMPAK PINJAMAN ONLINE SERTA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI

KONSUMEN PINJAMAN ONLINE

USULAN PENELITIAN

Oleh
RAHMA SYASABIL SHERYNA MARZUKI
NIM : 30302200225
Konsentrasi : Hukum Pidana

PROGAM STUDI MAGISTER HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2023
DAMPAK PINJAMAN ONLINE SERTA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI
KONSUMEN PINJAMAN ONLINE

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pinjaman online (pinjol) adalah layanan pinjaman yang disediakan oleh perusahaan-
perusahaan berani atau aplikasi perbankan online. Dampak dari pinjol dapat bervariasi dan
perlindungan hukum bagi konsumnen pinjol sangat penting untuk mencegah dampak negatif.
Seiring perkembangan internet dan smartphone ,sektor keuangan digital tumbuh menjadi salah
satu sektor bisnis yang paling menggiurkan dan menguntungkan di Indonesia. Awalnya
ditujukan sebagai alternatif pinjaman bank konvensional, penyedia jasa peer-to-peer lending,
atau yang juga dikenal masyarakat sebagai pinjaman online (“Pinjol”), telah menyalurkan total
pinjaman senilai Rp. 249.938 triliun kepada sekitar 68 juta peminjam per Oktober 2021. Data
tersebut didapatkan dari catatan Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) sebagai pihak yang
mengawasi sektor jasa keuangan serta bertanggung jawab atas penerbitan izin resmi penyedia
Pinjol. Pandemi COVID-19 menjadi salah satu faktor Pinjol berkembang pesat serta makin
banyak digunakan karena menawarkan kesempatan bagi masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan atau mendukung bisnis mereka selama krisis hanya dengan mengklik smartphone
mereka.
keberhasilan dan perkembangan pesat Pinjol di Indonesia juga memiliki sisi gelapnya
tersendiri, yaitu praktik predatory lending dari penyedia Pinjol ilegal yang saat ini marak
terjadi. Bahkan, masalah ini begitu serius sehingga Presiden Joko Widodo harus turun tangan
langsung dan memerintahkan OJK untuk memberlakukan moratorium penerbitan izin Pinjol
baru. Hal ini juga mendorong pemberian edukasi intensif melalui media sosial serta cara
lainnya untuk memperingatkan konsumen tentang risiko pinjaman online secara umum,
khususnya potensi bahaya yang dapat terjadi jika meminjam dari penyedia Pinjol ilegal.
Meski semakin ramai di tahun 2021, masalah pinjol ilegal sebenarnya bukan hal baru dan sudah
banyak terjadi sejak tahun 2018 ketika sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (“LSM”)
bernama Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (“LBH Jakarta”) mulai membuka Pos Pengaduan
Korban Pinjaman Online. Sejak saat itu, LBH Jakarta mencatat ribuan pengaduan masyarakat
terkait pelanggaran haknya oleh penyedia Pinjol. Di sisi lain, OJK juga mencatat total 19.711
pengaduan praktik predatory lending dari masyarakat dari 2019-2021, dengan jenis
pelanggaran mulai dari pencairan dana tanpa persetujuan peminjam, pelepasan data pribadi
peminjam, atau praktik penagihan utang yang agresif.
Seiring dengan maraknya masalah praktik predatory lending yang menjadi sorotan publik,
pemerintah kini memperkuat upaya penegakan hukum terhadap penyedia Pinjol ilegal yang
teridentifikasi. Misalnya, kepolisian Indonesia telah menggerebek beberapa kantor Pinjol ilegal
dan mulai membongkar jaringan bisnis mereka, sementara Kementerian Komunikasi dan
Informatika (“Menkominfo”) bersama dengan OJK terus menghapus aplikasi Pinjol ilegal.
Akan tetapi, tindakan penegakkan hukum terhadap penyedia Pinjol ilegal hanyalah salah satu
solusi untuk masalah utama. Penting juga bagi pemerintah untuk menetapkan langkah-langkah
pengaturan yang tepat dan juga mendidik konsumen mengenai solusi untuk menghindari dan
melindungi diri dari jerat predatory lending yang diterpakan oleh penyedia Pinjol.
Dalam praktiknya, peminjam harus ekstra hati-hati untuk memperhatikan perbedaan antara
penyedia Pinjol legal dan penyedia Pinjol illegal, karena perbedaan tersebut seringkali tidak
dapat langsung disadari. Penyedia Pinjol legal dan ilegal seringkali menawarkan pinjaman
melalui aplikasi dengan pinjaman dari Rp. 1 juta sampai Rp. 10 juta. Selain itu, kedua jenis
penyedia Pinjol ini juga menetapkan beberapa persyaratan sebelum peminjam dapat
mengambil pinjaman dari mereka. Ada baiknya peminjam juga berhati-hati dan melakukan
riset terlebih dahulu ketika akan meminjam dari penyedia pinjol legal karena ada beberapa
laporan yang menyatakan bahwa beberapa penyedia pinjol legal juga menggunakan metode
penagihan pinjaman yang agresif.
Terlepas dari berbagai upaya dan tindakan penegakan hukum untuk menutup aplikasi Pinjol
ilegal, penyedia dapat dengan mudah melanjutkan operasi mereka hanya dengan menyiapkan
aplikasi baru dan memanfaatkan data yang telah mereka kumpulkan dari aplikasi dan kegiatan
mereka sebelumnya. Penyedia Pinjol ilegal biasanya menargetkan kelompok konsumen
berpenghasilan rendah yang tinggal di daerah pedesaan yang diberikan pinjaman tunai tanpa
jaminan, atau juga dikenal dengan payday loan. Peminjam ini biasanya memiliki latar belakang
pendidikan yang relatif rendah, pengalaman dan pemahaman yang tidak memadai dengan
layanan keuangan dan pengetahuan atau akses yang terbatas terhadap mekanisme pengaduan.
Setelah peminjam memenuhi persyaratan dan menyetujui persyaratan pinjaman melalui
aplikasi, penyedia Pinjol ilegal akan mencairkan dana melalui gateway pembayaran dan
menunggu hingga beberapa hari sebelum tenor berakhir untuk menghubungi peminjam untuk
pembayaran. Untuk yang terakhir, penyedia Pinjol ilegal biasanya menggunakan akun virtual
yang terhubung ke gateway pembayaran dan rekening bank mereka.
Penting untuk dicatat bahwa terdapat temuan baru yang menambah kompleksitas dan tantangan
karena terdapat beberapa penyedia Pinjol legal yang berkolusi dengan penyedia Pinjol ilegal.
Hal ini dilakukan dengan membocorkan data peminjamnya ke penyedia Pinjol ilegal yang
berafiliasi dengannya, terutama data peminjam yang tidak mampu mengembalikan pinjaman.
Penyedia Pinjol legal akan menempelkan tautan penyedia Pinjol ilegal di aplikasi mereka untuk
mendorong peminjam agar mengambil uang tambahan dari penyedia Pinjol ilegal guna
membayar pinjaman mereka yang belum dibayar, yang berakibat terjadinya praktik gali lubang
tutup lubang oleh peminjam.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, dasar hukum untuk penyelenggaraan layanan dan
penyedia Pinjol sebagian besar mengacu pada Peraturan 77/2016. Berdasarkan kerangka
peraturan ini, penyedia Pinjol wajib tunduk pada berbagai kewajiban. Selain berbagai
kewajiban yang telah dibahas di atas, penyedia Pinjol wajib menjaga kerahasiaan data pribadi,
data transaksi dan data keuangan. Saat ini, ketentuan tersebut, ditambah dengan ketentuan
dalam Peraturan 1/2013 yang melarang lembaga jasa keuangan membocorkan atau
memberikan data/informasi pribadi konsumen kepada pihak ketiga, saat ini merupakan satu-
satunya kerangka hukum perlindungan data pribadi, terutama terkait dengan jasa keuangan.
Sebuah undang-undang yang komprehensif dan terbaru untuk perlindungan data pribadi masih
tertunda di parlemen.
Akan tetapi, sanksi yang dapat dikenakan atas pelanggaran ketentuan tersebut hanya sebatas
sanksi administratif, seperti teguran tertulis, denda, penghentian sementara kegiatan usaha atau
pencabutan izin. Sanksi ini mungkin tidak berdampak pada penyedia Pinjol ilegal yang tidak
memiliki izin untuk menjalankan bisnis mereka sejak awal. Selain itu, OJK dapat bekerjasama
dengan Menkominfo untuk menghapus aplikasi penyedia Pinjol ilegal yang dilaporkan, seperti
yang dibahas secara singkat di atas, tetapi ini tidak secara efektif mencegah pengembangan
aplikasi baru.
Mengingat terbatasnya ruang lingkup tindakan administratif dalam peraturan OJK yang
berlaku, melihat praktik predatory lending oleh penyedia Pinjol ilegal yang dapat ditangani
dengan hukum pidana dan perdata sangat menjanjikan.
Kegiatan usaha Pinjol ilegal dan beberapa penyedia Pinjol legal yang menggunakan praktik
pinjaman agresif dan predatory lending dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap
ketentuan hukum pidana Indonesia, yang dapat ditemukan dalam berbagai kerangka hukum
seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) Indonesia, UU ITE, Undang-Undang
No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”) dan
Undang-Undang No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang (“UU Pencucian Uang”).
Rumusan Masalah
a. Apa yang di maksud pinjaman online (fintech lending) ?
b. Bagaimana dampak yang timbul akibat pada konsumen pinjaman online ?
c. Bagaimana pengaturan tentang pinjaman online (peer-to-peer lending) di indonesia ?
d. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen pinjaman online ?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi dua sub bab. Bagian pertama tinjauan pustaka yang berisi penelitian
terdahulu atau literatur-literatur ilmiah. Bagian kedua berisi kerangka pemikiran yang
menjadi kerangka umum penelitian ini. Beberapa konsep yang dibahas antara lain
mengenai dampak pinjaman online dan perlindungan hukum bagi konsumen pinjaman
online.
Dari penelusuran pustaka ,peneliti menemukan beberapa literatur ilmiah yang
berbiacar terkait pinjaman online . Meskipun demikian ternyata masih kurang sekali
karya ilmiah yang mengkaji pinjaman online dari aspek sosial,khususnya dampak
pinjaman online dan perlindungan hukum bagi konsumen pinjaman online.
Berdasarkan hal itu,maka konsep-konsep yang peneliti gunakan didapatkan dari
literatur sosiologi pinjaman online baik berupa artikel (jurnal) atau karya ilmiah terbitan
luar negeri. Berbeda dengan literatur tentang komunitas yang cukup banyak peneliti
temukan antara lain seperti yang peneliti paparkan pada tinjauan terdahulu mengenai
komunitas dan terbentuknya komunitas.

Penelitian Terdahulu
Menurut ipmhi law journal dampak pinjaman online serta perlindungan hukum
bagi konsumen pinjaman online. Adanya pinjaman online atau peer to peer lending
sebagai salah satu bentuk financial technology (fintech) adalah imbas dari kemajuan
teknologi yang banyak menawarkan pinjaman dengan syarat serta ketentuan yang lebih
mudah dan fleksibel kalau dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional
seperti bank.Di Indonesia pasar Fintech dalam bentuk pinjaman online dianggap cocok,
bahkan penetrasi kepemilikan dan penggunaan telepon selularpun sangat tinggi
meskipun masyarakat belum memiliki akses keuangan. Apalagi disaat kondisi ekonomi
yang sulit akibat pandemi Covid-19 seperti ini ditambah lagi perilaku masyarakat
digital yang konsumtif membuat pinjaman online menjadi solusi terbaik bagi mereka
tanpa memikirkan dampak yang timbul dikemudian hari. Dampak permasalahan yang
muncul bagi konsumen layanan pinjaman online salah satunya adalah saat penagihan
pembayaran, mereka dibuat tidak nyaman, merasa diperas, diteror dan diintimidasi.
Tindakan dari penyelenggara Pinjaman online ini diindikasikan bukan hanya melanggar
hukum namun juga melanggar hak asasi manusia terutama pada Undang- Undang
Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 29 Ayat (1) dan Pasal 30.
Dengan adanya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan konsumen) masyarakat pengguna
jasa / konsumen pinjaman online berharap ada perlindungan hukum dari pemerintah.
yang rendah. oleh karena itu penulis berharap untuk pendidikan dan perbaikan dalam
hal pemerintah.

Lebih jelasnya inilah dampak- dampak yang timbul pada konsumen pinjaman online
terutama pinjaman online ilegal : 1) Bunga terlalu tinggi. 2) Penagihan dilakukan tidak
hanya kepada konsumen tetapi juga kontak darurat yang disertakan oleh konsumen. 3)
Ancaman dapat berupa penipuan, fitnah, juga pelecehan seksual. 4) Data pribadi
konsumen disebarluaskan. 5) Kontak yang ada pada gawai peminjam disebarkan terkait
informasi pinjaman disertai foto peminjamnya. 6) Seluruh akses terhadap gawai
peminjam diambil. 7) Tidak ada kejelasan tentang kontak dan lokasi kantor penyedia
layanan aplikasi pinjaman online. 8) Biaya adminnya juga tidak jelas. 9) Bunga terus
naik, sedangkan aplikasinya berganti nama tanpa ada pemberitahuan kepada peminjam.
10)Peminjam telah membayar pinjaman namun pinjaman tidak hapus atau hilang
alasannya tidak masuk ke sistem. 11)Pada saat jatuh tempo pengembalian pinjaman,
aplikasi di Appstore/Playstore tidak bisa dibuka bahkan hilang. 12)Penagihan pinjaman
dilakukan oleh berbeda-beda orang. 13)Data dari KTP digunakan oleh pelaku usaha
aplikasi pinjaman online untuk mengajukan pinjaman diaplikasi lain

Saat ini Peraturan yang dikeluarkan Pemerintah yaitu Peraturan tentang Peer to Peer
Lending Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dan SEOJK Nomor 18/SEJOK.01/2017
tentang Tata Kelola dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi pada Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi belum dapat menjangkau kepentingan
perlindungan hukum terhadap pengguna layanan ini. Selain itu dalam peraturan
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan yang diatur dalam POJK Nomor
1/POJK.07/2013 belum dapat menjangkau pasar peer to peer lending karena belum ada
aturan yang menyatakan bahwa peer to peer lending masuk dalam peraturan
perlindungan konsumen sektor jasa keuangan. Kedua,Perlindungan hukum data pribadi
telah diatur dalam Pasal 26 UU ITE. Secara khusus perlindungan data pribadi peminjam
dalam layanan pinjaman online diatur dalam POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Dalam pengaturan dan perlindungan hukum tentang pinjaman online Peraturan Bank
Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi
Finansial sebagai dasar hukum berlakunya bisnis perjanjian pinjaman online ini
dibentuk dengan tujuan dapat mengikuti.

Terkait dengan Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Pinjaman online Ilegal


hingga tahun 2016 memang belum ada peraturan khusus yang mengatur pinjaman
online, oleh karena itulah saat itu OJK menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi. OJK memberikan terminologi terkait pinjaman online sebagai
berikut : “Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi adalah
penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman
dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam
dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan
menggunakan jaringan internet13.” Ada dua kelemahan akta di bawah tangan :
Pertama, tidak adanya saksi yang membuat akta di bawah tangan tersebut jadi akan
kesulitan untuk membuktikannya. Kedua, apabila salah satu pihak memungkiri atau
menyangkali tandatangannya, maka kebenaran akta di bawah tangan tersebut harus
dibuktikan kebenarannya di muka pengadilan14. Sahnya suatu perjanjian menurut
KUH Perdata wajib memenuhi segala unsur pada Pasal 1320 KUH Perdata. Pasal 1320
KUH Perdata, menentukan syarat-syarat subyek (orang-orangnya) maupun obyek.
Untuk menyatakan keabsahan suatu perjanjian dibutuhkan empat syarat yaitu : 1)
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2) Kecakapan. 3) Suatu hal tertentu sesuatu
hal tertentu 4) Suatu sebab yang halal.
Suatu sebab yang halal adalah bahwa suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan
undang- undang, kesusilaan dan ketertiban umum . Pasal 1335 KUH Perdata
menyatakan bahwa: “Suatu persetujuan tanpa sebab atau dibuat berdasarkan suatu
sebab yang palsu atau terlarang tidaklah mempunyai kekuatan ”Setiap perjanjian yang
terjadi wajib didasari dengan asas itikad baik, Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan
bahwa: “Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik15. Perjanjian kredit secara
online dipandang serupa dengan perjanjian yang ada didalam perspektif KUHPerdata,
karena secara substansial unsur-unsur yang terdapat dalam suatu perjanjian kredit
online pada dasarnya tidak bertentangan dan memenuhi unsur-unsur sahnya suatu
perjanjian yang dimaksud dalam Pasal 1320 KUHPerdata16. Masalah-masalah tentang
jasa keuangan berbasis online tersebut ternyata diindikasikan melakukan pelanggaran
hukum dan pelanggaran hak asasi manusia, hal tersebut diatur dalam Undang- Undang
Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 29 Ayat (1) dan Pasal 30, yang
menyatakan bahwa: 1. Pasal 29 (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya. 2. Pasal 30 Setiap orang berhak atas
rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu.
Gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan hukum yakni
keadilan, kemanfaatan, dan juga kepastian hukum adalah arti dari perlindungan
hukum18. Perlindungan hukum untuk konsumen dengan melakukan sistem
pengawasan perusahaan berbasis fintech sangat terkait erat dengan masalah hukum
perlindungan konsumen yang diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Sebab salah satu kunci supaya konsumen bisa terlindungi
hak-haknya berasal dari sejauh mana regulasi pengawasan dan sistem yang dilakukan
pemerintah (dalam hal ini OJK) sehubungan dengan fintech itu sendiri. Langkah yang
diambil pemerintah dalam pelaksanaannya harus berpedoman pada Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan No. 77 /POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Teknologi
Informasi. Perlindungan konsumen pada sektor jasa keuangan memiliki tujuan
menciptakan sistem perlindungan konsumen yang andal, meningkatkan pemberdayaan
konsumen, dan menumbuhkan kesadaran Pelaku Usaha Jasa Keuangan mengenai
pentingnya perlindungan konsumen. Hal ini dilakukan untuk mampu meningkatkan
kepercayaan masyarakat pada sektor jasa keuangan.

Mengingat begitu peliknya kegiatan sektor keuangan sehingga perlindungan konsumen


Yang diberikan OJK dianggap penting. Fasilitas Perlindungan konsumen yang
diberikan OJK dapat berupa tindakan pencegahan kerugian konsumen, pelayanan
pengaduan konsumen dan pembelaan hukum (Pasal 28 s.d 30 UUOJK). Dalam sektor
jasa keuangan OJK pada tahun 2018 ini mengeluarkan peraturan Nomor:
13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital Di Sektor Jasa Keuangan. Secara
umum terdiri dari 17 Bab & 43 Pasal untuk penyediaan Payung hukum yang kuat bagi
konsumen. Berbicara mengenai hukum perlindungan konsumen erat hubungannya
dengan konsumen itu sendiri. Menurut ahli suatu peristiwa hukum perlindungan
konsumen dikatakan sudah terjadi apabila ‘konsumen’ secara langsung terlibat di
dalamnya. Jika tidak, maka bisa dipastikan bahwa area hukum itu bukan bidang hukum
perlindungan konsumen. Sedangkan arti dari Perlindungan hukum adalah memberikan
pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan
tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak
yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai
upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa
aman,baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak
manapun19. Adapun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sesuai kewenangannya
mengatur dan mengawasi industri jasa keuangan telah menelurkan beberapa regulasi
perlindungan konsumen untuk mengatur fintech : 1) Pasal 29 Bab IX Pusat Data
berbunyi Penyelenggara wajib menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana
di wilayah Indonesia. 2) Pasal 30 Bab x perlindungan dan kerahasiaan data berbunyi:
(1) Penyelenggara wajib menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data pribadi,
data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya sejak data diperoleh hingga data
tersebut dimusnahkan. (2) Ketentuan pemanfaatan data dan informasi pengguna yang
diperoleh Penyelenggara harus memenuhi syarat sebagai berikut: (a) memperoleh
persetujuan dari pengguna; (b) menyampaikan batasan pemanfaatan data dan informasi
kepada pengguna; (c) menyampaikan setiap perubahan tujuan pemanfaatan data dan
informasi kepada pengguna dalam hal terdapat perubahan tujuan pemanfaatan data dan
informasi; dan (d) media dan metode yang dipergunakan dalam memperoleh data dan
informasi terjamin kerahasiaan, keamanan, serta keutuhannya. (3) Pasal 31 Bab XI
Edukasi Dan Perlindungan Konsumen.

Dalam konteks pinjaman online (pinjol), Pasal 45 ayat (3) UU ITE mengatur bahwa
penghinaan dan atau pencemaran nama baik dapat dijerat Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal
45 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 juncto UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (ITE). Sanksi pidana bagi pelaku penghinaan dan pencemaran
nama baik adalah pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak
Rp750.000.000,00

BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Definisi Pinjaman Online (fintech lending)


Pinjaman online merupakan bantuan finansial yang dikeluarkan oleh lembaga
keuangan secara dalam jaringan (daring). Biasanya, pengajuan pinjaman dilakukan
melalui aplikasi milik lembaga keuangan tersebut. Kehadiran pinjaman online
membuat proses peminjaman menjadi lebih praktis dan cepat serta tidak memerlukan
usaha banyak. Pinjaman online sendiri merupakan salah satu bukti kemajuan financial
technology (fintech). Calon nasabah cukup mengisi formulirnya secara online sekaligus
melakukan proses verifikasi, kemudian mengajukan kredit sesuai jumlah dana yang
dibutuhkan. Nasabah akan menerima pinjaman dana setelah proses pencairan atau
persetujuan.
Istilah tenor lazim pula dikenal dalam pinjaman online. Tenor adalah jangka waktu
pelunasan cicilan hingga jatuh tempo. Ada dua jenis tenor berdasarkan durasinya, yaitu
tenor pendek dan tenor panjang.
Tenor pendek memiliki waktu pelunasan mulai dari 30 hari hingga dua tahun.
Jumlah cicilan yang harus dibayarkan lebih besar karena waktunya singkat, tapi total
pengembalian dananya lebih kecil karena bunganya minim.
Tenor panjang biasanya berjangka waktu mulai dari tiga hingga 20 tahun dan
digunakan untuk pinjaman berplafon besar. Contoh ini sering dijumpai dalam
pengajuan kredit kendaraan bermotor atau rumah. Meski cicilannya lebih kecil, total
dana yang dibayarkan jadi lebih besar dari plafon karena adanya bunga yang harus
dibayar.
Jenis-jenis pinjaman online :
1. Pinjaman Online Tunai
2. Pinjaman Online Usaha
3. Peer-to-peer lending
Pinjaman online ilegal ,salah satu aspek penting dari pinjaman online yang harus kamu
pahami adalah perihal legalitas. Tidak jarang terdengar kasus orang-orang yang terjerat
pinjaman online ilegal. Untuk memastikan hal tersebut tidak terjadi,berikut adalah
beberapa ciri aplikasi pinjaman online ilegal :
1. Tidak terdaftar di OJK
2. Proses pengajuan pinjaman yang terlalu mudah
3. Identitas perusahaan yang tidak jelas
4. Proses melalui pesan singkat
5. Tidak tersediannya layanan pelanggan

Keuntungan dari pinjaman online adalah menawarkan banyak keuntungan mulai dari
proses pendanaan yang cepat , persyaratan yang simpel, hingga pengajuan yang dapat
dilakukan secara online.

Keuntungan-keuntungan di atas lah yang membuat banyak orang menggunakan


pinjaman online. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah beberapa keuntungan pinjaman
online yang dapat kamu rasakan.
1. Proses pengajuan yang mudah
2. Pencairan yang cepat
3. Bunga yang relatif rendah
4. Persyaratan yang tidak ribet

Dampak yang timbul akibat pada konsumen pinjaman online


Munculnya pinjaman online merupakan dampak dari kemajuan teknologi yang
semakin pesat. Banyak orang yang tertarik dengan pinjaman online karena
mudahnya mendapatkan modal baru, tidak memerlukan pengurusan atau
persyaratan yang ribet. Namun masyarakat tidak menyadari bahwa di balik
kemudahan memperoleh modal baru, dampak dan risiko pinjaman online cukup
mengkhawatirkan, ketika konsumen yang tidak mampu membayar akan dituduh
melakukan teror paksa atau bahkan ancaman. Kasus penagihan utang lain-lain yang
melanggar HAM sebenarnya karena konsumen tidak dapat melunasi pinjamannya
karena tingkat bunga yang terlalu tinggi dan tidak mampu membayar. Kerangka
hukum bagi usaha pinjam meminjam uang masih kurang, karena tidak dapat
melindungi konsumen yang terancam ketidakmampuannya membayar dan juga
karena tidak dapat melindungi pemberi pinjaman dari kerugian akibat ketidak
mampuannya membayar.

Dampak yang ditimbulkan dari pinjaman online ilegal tersebut. Masalah muncul
ketika jatuh tempo konsumen tidak bisa membayar tagihan,maka penagihan akan
dialihkan kepada pihak ketiga yaitu debt collector. Debt collector sering melakukan
penagihan dengan datang langsung ke rumah/ kantor dengan memaksa dan memaki
supaya konsumen membayar hutangnya. Ironisnya debt collector memperoleh
akses atas data yang terdapat pada ponsel konsumen termasuk foto pribadi di galeri,
sosial media, aplikasi transportasi dan belanja online, email, bahkan supaya
pinjaman cepat disetujui dan dicairkan konsumen dengan terpaksa memberikan
nomer IMEI. Lebih buruknya lagi konsumen mengalami teror yang tidak wajar
(ditelpon saat tengah malam), diancam, baik lewat telepon maupun pesan singkat,
pelecehan seksual secara verbal dan cyber bullying dengan cara mengintimidasi
dengan menyebar data dan foto konsumen kepada orang yang ada dalam daftar
kontak konsumen disertai kata-kata yang mendiskreditkan. Tagihan juga dikirimkan
ke keluarga, teman, kolega, dan orang-orang terkasih, sehingga mengganggu
hubungan keluarga dan sosial. Hal ini menyebabkan trauma, stres, depresi,
kecemasan, kurang fokus dalam bekerja, kehilangan kepercayaan diri bahkan
bunuh diri. Parahnya lagi, seorang konsumen kehilangan pekerjaan karena invoice
dikirimkan ke atasannya di tempat kerja.

Lebih spesifiknya berikut dampak yang terjadi pada konsumen peminjam uang online
khususnya pinjaman online ilegal:
1) Suku bunga terlalu tinggi.
2) Penagihan tidak hanya terjadi pada konsumen tetapi juga pada kontak darurat
termasuk konsumen.
3) Ancaman dapat berupa penipuan, fitnah, dan pelecehan seksual.
4) Data pribadi konsumen disebarluaskan.
5) Informasi kontak pada perangkat peminjam disebarkan mengenai informasi
pinjaman
dengan foto peminjam.
6) Seluruh hak akses terhadap perangkat peminjam dicabut.
7) Tidak ada kejelasan alamat kontak dan lokasi kantor penyedia layanan aplikasi
pinjaman online
.
8) Biaya administrasi juga tidak jelas.
9) Suku bunga terus meningkat sedangkan aplikasi berganti nama tanpa memberitahu
peminjam
.
10) Peminjam sudah melunasi pinjamannya namun pinjamannya tidak dilunasi atau
hilang karena belum masuk ke sistem.
11) Saat hutang sudah jatuh tempo, aplikasi di
Appstore/Playstore tidak bisa dibuka bahkan hilang.
12) Pengembalian pinjaman dilakukan oleh orang yang berbeda.
13) Data KTP digunakan oleh perusahaan aplikasi pinjaman online
untuk mengajukan pinjaman di aplikasi lain

Pengaturan tentang pinjaman online (peer-to-peer lending) di indonesia

Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan


Pasal 6, pengaturan tentang pinjaman online Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki
peranan yang sangat penting dalam melakukan pengawasan lembaga jasa keuangan,
termasuk dalam bidang pinjaman online11. OJK melaksanakan tugas pengaturan dan
pengawasan terhadap:
a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Dalam Pengaturan dan Perlindungan Hukum Pinjaman Online
Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/19/PBI/2017 Tahun 2017 Terkait
Penerapan Teknologi Finansial Sebagai Landasan Hukum Kegiatan Usaha
Perjanjian Pinjaman Online ini ditandatangani dengan tujuan untuk dapat untuk
mengikuti perkembangan teknologi keuangan yang sangat pesat12. Dan pada
Pinjaman Online , seluruh perjanjian antara debitur dan kreditur tertuang dalam
Kontrak Elektronik sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Nomor 17 Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik
(ITE) yang menyatakan:
“Kontrak Elektronik adalah suatu perjanjian antar pihak yang diciptakan melalui
sistem elektronik”.
Akibat hukum kontrak elektronik juga dapat dilihat pada Pasal 18 ayat (1) UU ITE
yang mengatur bahwa “transaksi elektronik dituangkan dalam kontrak elektronik”.
mengikat para pihak". Artinya, transaksi menjadi suatu perjanjian dan kemudian
dituangkan dalam kontrak elektronik yang mengikat para pihak, yang dapat disebut
dengan perjanjian atau kontrak tersebut. Kontrak elektronik itu sendiri tentu saja
diklasifikasikan sebagai akta diam-diam, artinya bukan akta otentik atau tidak
dinotariskan, bahkan dapat digunakan kontrak elektronik yang merupakan akta di
bawah tangan. Akan tetapi, kekuatan pembuktian suatu akta di bawah tangan tidaklah
sesempurna akta autentik. Terkait dengan perlindungan hukum bagi pengguna
pinjaman online yang tidak sah, hingga tahun 2016, belum ada peraturan khusus yang
mengatur tentang pinjaman online, sehingga pada saat itu OJK mengeluarka peraturan
Badan Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang peminjaman uang. dan
layanan pinjaman. Berbasis teknologi informasi. OJK memberikan istilah terkait
pinjaman online sebagai berikut: “Layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi
informasi merupakan penyediaan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi
pinjaman dengan penerima pinjaman untuk melaksanakan kontrak pinjaman dan
meminjam dalam rupiah secara langsung melalui media elektronik sistem dengan
menggunakan internet. Ada dua kelemahan akta privat: Pertama, tidak ada saksi yang
membuat akta privat, sehingga sulit dibuktikan Kedua, jika salah satu pihak menolak
atau menolak tanda tangan keaslian surat pribadi harus dibuktikan di pengadilan.
Keabsahan suatu perjanjian menurut KUH Perdata harus sepenuhnya memenuhi
unsur Pasal 1320 Pasal 1320 KUH Perdata mengatur syarat-syarat subyek (orang) dan
benda. Untuk menyatakan sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu:
1) Persetujuan usaha
2) Kapasitas.
3) Sesuatu sesuatu sesuatu sesuatu
4) Alasan yang bagus.

Alasan yang baik adalah perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan hukum,
kesusilaan, dan ketertiban umum. Pasal 1335 KUH Perdata berbunyi : “Perjanjian yang
tidak disertai alasan atau dibuat berdasarkan alasan yang palsu atau terlarang, tidak
mempunyai nilai hukum ” Segala perjanjian yang timbul harus berdasarkan asas itikad
baik, pasal 1338 KUH Perdata Kitab Undang-undang mengatur bahwa: “Perjanjian
harus dilakukan dengan itikad baik”Akad kredit online dianggap serupa dengan akad
yang sudah ada. Ada dari sudut pandang KUH Perdata, karena pada dasarnya unsur
yang terkandung dalam akad kredit online tidak bertentangan secara mendasar dengan
pasal dan memenuhi unsur-unsur hukum kontrak dalam pengertian pasal . 1320
KUHPerdata16. Permasalahan terkait jasa keuangan online jelas menunjukkan
pelanggaran hukum dan pelanggaran hak asasi manusia , hal ini diatur dalam Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 29 ayat (1) dan Pasal
30 yang dengan jelas menyatakan:
1. Pasal 29 (1) Setiap orang berhak atas perlindungan hak pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan hak milik.
2. Pasal 30 Setiap orang berhak atas rasa aman dan damai serta dilindungi dari rasa
takut untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

Perlindungan hukum terhadap konsumen pinjaman online

Gambaran berjalannya fungsi hukum yang bertujuan untuk mencapai tujuan hukum
yaitu keadilan, kepentingan dan juga kepastian hukum merupakan makna dari
perlindungan hukum. Perlindungan hukum terhadap konsumen melalui penerapan
sistem bisnis berbasis Fintech pengawasan ini erat kaitannya dengan permasalahan
hukum terkait perlindungan konsumen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Sebab salah satu kunci untuk
memastikan hak-hak konsumen dapat terlindungi adalah dari tingkat regulasi dan
sistem pengawasan yang diterapkan pemerintah (dalam hal ini OJK) tentang fintech.
Langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam pelaksanaannya harus berpedoman
pada Peraturan No. 77 /POJK.01/2016 tentang Pelayanan pinjam meminjam uang dan
teknologi informasi. Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan bertujuan untuk
menciptakan sistem perlindungan konsumen yang kredibel, meningkatkan
pemberdayaan konsumen dan meningkatkan kesadaran pemangku kepentingan di
sektor jasa keuangan akan pentingnya perlindungan konsumen. Hal ini dilakukan untuk
mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat pada sektor jasa keuangan. Mengingat
begitu peliknya kegiatan sektor keuangan sehingga perlindungan konsumen Yang
diberikan OJK dianggap penting. Fasilitas Perlindungan konsumen yang diberikan OJK
dapat berupa tindakan pencegahan kerugian konsumen, pelayanan pengaduan
konsumen dan pembelaan hukum (Pasal 28 s.d 30 UUOJK). Dalam sektor jasa
keuangan OJK pada tahun 2018 ini mengeluarkan peraturan Nomor: 13/POJK.02/2018
tentang Inovasi Keuangan Digital Di Sektor Jasa Keuangan. Secara umum terdiri dari
17 Bab & 43 Pasal untuk penyediaan Payung hukum yang kuat bagi konsumen.
Berbicara mengenai hukum perlindungan konsumen erat hubungannya dengan
konsumen itu sendiri. Menurut ahli suatu peristiwa hukum perlindungan konsumen
dikatakan sudah terjadi apabila 'konsumen' secara langsung terlibat di dalamnya. Jika
tidak, maka bisa dipastikan bahwa area hukum itu bukan bidang hukum perlindungan
konsumen. Sedangkan arti dari Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman
kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut
diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang
diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya
hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa
aman,baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak
manapun. Adapun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sesuai kewenangannya
mengatur dan mengawasi industri jasa keuangan telah menelurkan beberapa regulasi
perlindungan konsumen untuk mengatur fintech :
1) Pasal 29 Bab IX Pusat Data berbunyi Penyelenggara wajib menempatkan pusat data
dan pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia.
2) Pasal 30 Bab x perlindungan dan kerahasiaan data berbunyi:
(1) Penyelenggara wajib menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data
pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya sejak data diperoleh hingga
data tersebut dimusnahkan.
(2) Ketentuan pemanfaatan data dan informasi pengguna yang diperoleh
Penyelenggara harus memenuhi syarat sebagai berikut:
(a) memperoleh persetujuan dari pengguna;
(b) menyampaikan batasan pemanfaatan data dan informasi kepada pengguna;
(c) menyampaikan setiap perubahan tujuan pemanfaatan data dan informasi
kepada pengguna dalam hal terdapat perubahan tujuan pemanfaatan data dan
informasi; dan
(d) media dan metode yang dipergunakan dalam memperoleh data dan
informasi terjamin kerahasiaan, keamanan, serta keutuhannya.
(3) Pasal 31 Bab XI Edukasi Dan Perlindungan Konsumen Ada Lima prinsip penting
perlindungan konsumen yang diatur dalam POJK PKSJK, yaitu :
1) Transparansi. OJK harus memberikan informasi secara terbuka, jelas dan bahasa
yang mudah dimengerti oleh konsumen tentang semua produk yang dimiliki.
2) Perlakuan Adil OJK berlaku adil dan tidak diskriminatif kepada konsumen dengan
memberikan perlakuan yang berbeda antara konsumen yang satu dengan yang lainnya
berdasarkan SARA
3) Keandalan Arti keandalan adalah segala sesuatu yang dapat memberikan layanan
yang akurat melalui sistem, prosedur, infrastuktur, dan sumber daya manusia yang
andal.
4)Kerahasiaan dan Keamanan Data/Informasi Konsumen mengatur,menjaga
kerahasiaan dan keamanan data konsumen, hanya menggunakan data dan informasi
sesuai dengan kepentingan dan tujuan yang disetujui oleh konsumen, kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
5) penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana,
cepat, dan biaya terjangkau. Hal ini terkait pelayanan/penyelesaian pengaduan yang
dilakukan oleh konsumen dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.

Pasal 32 menyebutkan: 1) Penyelenggara wajib menyediakan dan/atau menyampaikan


informasi terkini kepada Otoritas Jasa Keuangan dan konsumen mengenai aktivitas
layanan keuangan digital. 2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan
dalam dokumen atau sarana lain yang dapat digunakan sebagai alat bukti.

Pasal 33 menyebutkan: 1) Penyelenggara wajib menyampaikan informasi kepada


konsumen tentang penerimaan, penundaan, atau penolakan permohonan layanan
keuangan digital. 2) Dalam hal Penyelenggara menyampaikan informasi penundaan
atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Penyelenggara wajib
menyampaikan alasan penundaan atau penolakan.
Pasal 34 Penyelenggara wajib melaksanakan kegiatan untuk meningkatkan literasi dan
inklusi keuangan. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016
tentang perlindungan konsumen Bagian Kedua Kerahasiaan Data Pasal 26
Penyelenggara wajib: (a) menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data
pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya sejak data diperoleh hingga
data tersebut dimusnahkan; (b) memastikan tersedianya proses autentikasi, verifikasi,
dan validasi yang mendukung kenirsangkalan dalam mengakses, memproses, dan
mengeksekusi data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya ;(c)
menjamin bahwa perolehan, penggunaan, pemanfaatan, dan pengungkapan data
pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang diperoleh oleh Penyelenggara
berdasarkan persetujuan pemilik data pribadi, data transaksi, dan data keuangan,
kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan; (d)
menyediakan media komunikasi lain selain Sistem Elektronik Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi untuk memastikan kelangsungan
layanan nasabah yang dapat berupa surat elektronik, call center, atau media komunikasi
lainnya; dan (e) memberitahukan secara tertulis kepada pemilik data pribadi,data
transaksi, dan data keuangan tersebut jika terjadi kegagalan dalam perlindungan
kerahasiaan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya.

Dari hal-hal tersebut diatas mekanisme penyelesaian sengketa melalui lembaga


penyelesaian sengketa alternatif yang efektif sangat dibutuhkan agar sengketa dapat
diselesaikan secara cepat. Bentuk perlindungan yang diberikan oleh OJK diantaranya
apabila terdapat dan ditemukannya tindakan-tindakan yang melanggar dan
mengakibatkan kerugian maka OJK akan meminta untuk menghentikan kegiatan usaha
dari pelaku usaha Pinjaman online tersebut. Selain itu OJK juga akan melakukan
pembelaan hukum kepentingan masyarakat sebagai konsumen yang berupa pengajuan
gugatan di pengadilan terhadap para pihak yang mengakibatkan kerugian juga akan
memberikan teguran berupa peringatan terhadap para pelaku usaha yang dianggap
menyimpang agar segera memperbaikinya. Dalam Pasal 45 UU ITE perlindungan
hukum bagi konsumen pinjaman online diberikan sanksi pidana terhadap pelanggaran
data pribadi yang mencakup pencemaran nama baik. Selain sanksi pidana tersebut Pasal
47 ayat (1) POJK No. 77/POJK.01/2016 secara khusus juga mengatur tentang sanksi
administratif, yaitu berupa peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, dan
pencabutan izin terutama untuk pelaku usaha pinjaman online legal. Diharapkan OJK
mempunyai komitmen dan konsisten dalam memberikan perlindungan kepada
konsumen supaya semuanya dapat berjalan dengan baik karena kondisi konsumen yang
lemah dan banyak dirugikan, memerlukan peningkatan upaya untuk melindungi,
sehingga hak- hak konsumen dapat ditegakkan. Pembinaan kepada pelaku usahapun
perlu dilakukan agar tidak melanggar etika dan aturan hukum serta masyarakat dapat
memanfaatkan pinjaman online dengan cepat, murah, dan tepat sasaran

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Saat ini banyak ditemukan berbagai kasus pelanggaran HAM kepada para
konsumen pinjaman online, hal tersebut dikarenakan kurangnya edukasi kepada
masyarakat terkait dampak dan resiko pinjaman online tersebut, bahkan banyak
masyarakat yang terjebak bisnis pinjol illegal dengan bunga yang sangat tinggi.
Terjadinya penagihan secara teror dan intimidasi disebabkan konsumen yang tidak
bisa membayar pinjaman selain karena bunnga nya terlalu besar juga karena
konsumen tersebut banyak yang meminjam karena untuk kebutuhan sehari-hari
tetapi mereka tidak punya penghasilan bulanan untuk membayar pinjaman.
Sehingga banyak konsumen yang dikejar-kejar debt collector agar membayar
hutangnya.Selain merugikan pihak konsumen yang banyak diberitakan di berbagai
media,ternyata pinjol ini pun merugikan pihak penyelenggara pinjol. Hal itu
dikarenakan banyaknya terjadi gagal bayar baik sengaja maupun karena tidak
mampu bayar. Tidak ada lembaga atau otoritas negara yang bertanggung jawab
terhadap risiko gagal bayar ini. Dan tentu saja hal ini sangat merugikan pihak
penyelenggara pinjol.

Perlindungan hukum bagi konsumen dengan melakukan sistem pengawasan


perusahaan berbasis fintech sangat berkaitan dengan permasalahan hukum
perlindungan konsumen yang secara umum diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen. Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen
ini merupakan payung yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum
di bidang perlindungan konsumen, serta tidak menafikan masih terbuka
kemungkinan terbentuknya undang-undang baru yang pada dasarnya memuat
ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen. Serta di dukung oleh peraturan-
peraturan yang lain yang menguatkan dan dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan aturan hukum yang ideal yang bisa diterapkan dalam memberikan
perlindungan terhadap konsumen pinjaman online pada khususnya, seperti juga
Undang- Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 29 Ayat
(1) dan Pasal 30, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
serta Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77 /POJK.01/2016 tentang Layanan
Pinjam Meminjam Teknologi Informasi. Salah satu langkah yang harus dilakukan
oleh pemerintah dalam pelaksanaannya harus berpedoman pada Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan No. 77 /POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam
Teknologi Informasi karena faktanya ditemukan pelanggaran hukum baik oleh
perusahaan pinjaman online legal maupun ilegal. Dalam kasus-kasus yang terjadi
paling banyak didominasi oleh pinjaman online ilegal, hal itu karena lemahnya
regulasi baik dari sistem pengawasan hingga penegakan hukum terhadap
perusahaan yang curang. Perlindungan konsumen yang disahkan oleh OJK secara
jelas tercantum dalam pasal Pasal 4 huruf c UU No. 21 November 2011 tentang
Badan Jasa Keuangan. Dan, sebagai kerangka hukum yang kokoh, OJK
menerbitkan Peraturan Nomor: 13/POJK.02/2018 Tentang Inovasi Keuangan
Digital di Sektor Jasa Keuangan. Jika kita melihat salah satu penyebab lambatnya
sistem perlindungan konsumen di Indonesia adalah sikap pemerintah yang
cenderung melindungi kepentingan industri sebagai elemen penting dalam
pembangunan negara. Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan upaya
preventif seperti memberikan edukasi dan kesadaran lebih kepada masyarakat,
dengan tujuan agar lebih masyarakat memahami cara memilih layanan pinjaman
online yang kompeten dan memahami risiko yang mungkin terjadi jika
menggunakan layanan ini. pinjaman online, hal ini dilakukan minimal untuk
meminimalisir kejadian dan kerugian yang tidak diinginkan.

B. Saran
Dalam menggunakan jasa pinjaman online hendaknya konsumen
mempertimbangkan dengan bijak hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan,
diantaranya :
1. Memperhatikan dan memahami terlebih dahulu syarat dan ketentuan yang
ditetapkan oleh fintech
2. Perhatikan seluruh prosedur dan patuhi aturannya agar pengajuan pinjaman
mendapatkan persetujuan.
3. Teliti secara rinci seluruh informasi mengenai tagihannya. (jangka waktu
pelunasan serta suku bunga yang ditetapkan).
4. Perhatikan persyaratan dan potongan biaya administrasi yang akan dibebankan
pinjaman online kepada konsumen
5. Sesuaikan dengan kebutuhan Anda
6. Catat persyaratannya jika dirasa ada kebingungan
7. Ingatlah untuk mencari dan merujuk ke layanan pelanggan online
pinjaman
8. Yang relevan. Verifikasi alamat email, alamat kantor, dan akun media sosial agar
konsumen mudah menghubungi fintech jika sewaktu-waktu timbul masalah atau
kendala yang tidak terduga
9. Peraturan operasional Kegiatan peminjaman antar individu di Indonesia harus
lebih melindungi pengguna dan investor serta peminjam
10. Peraturan yang ada dapat mengatasi masalah-masalah utama seperti masalah
keamanan, integritas, kerahasiaan dan keandalan data yang disajikan oleh
perusahaan fintech kepada publik serta seperti melindungi hak-hak hukum
konsumen jasa keuangan.
layanan teknologi, khususnya pinjaman peer-to-peer.
11. Untuk mencegah dan menghindari terjadinya pelanggaran data pribadi,
disarankan untuk penggunaan layanan pinjaman berbasis online jangan
digunakan jika tidak dalam keadaan yang sangat mendesak
DAFTAR PUSTAKA

Dharu Triasih , Dewi Tuti Muryati, A Heru Nuswanto “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen
dalam Perjanjian Pinjaman Online” Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang,
7(2) 2021
Amir Hidayatul Putra , Waluyo “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pinjaman Online
Berkeadilan dan Kepastian Huku” Jurnal Hukum dan Pembangunan Ekonomi, Volume 11,
Nomor 1, 2023 ISSN (Print) 2338-1051, ISSN (Online) 2777-0818
Ralang Hartati, Syafrida, “PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN NASABAH
PINJAMAN ONLINE ILEGAL (PINJOL ILEGAL” Otentik’s: Jurnal Hukum Kenotariatan
(Vol 4, No. 2, Juli 2022) p-ISSN 2655-5131 e-ISSN 2685-3612
Rodes Ober Adi Guna Pardosi; Yuliana Primawardani, ” PERLINDUNGAN HAK
PENGGUNA LAYANAN PINJAMAN ONLINE DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI
MANUSIA” JURNAL HAM Volume 11, Nomor 3, Desember 2020
Risma Dewi Hermawan, Aris Prio Agus Santoso, Kresna Agung Yudhianto, “Upaya Polri
Memberikan Perlindungan Hukum bagi Konsumen dalam Perjanjian Pinjaman Online Ilegal
di Surakarta” Rechtenstudent Journal 4 (1), April 2023
Ni Nyoman Ari Diah Nurmantari Nyoman A. Martana , “PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP DATA PRIBADI PEMINJAM DALAM LAYANAN APLIKASI PINJAMAN
ONLINE”
Dhea Lutfiah Antyasty, Fitika Andraini, “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH
DALAM PINJAM MEMINJAM BERBASIS ONLINE” Jurnal Penelitian Bidang Hukum
Universitas Gresik Volume 11 Nomor 1, Juli 2022 pISSN 2089-7146 - eISSN 2615-5567
Russel Butarbutar , Bernedete Nurmawati, “Perlindungan Data Pribadi Konsumen Pinjaman
Online: Suatu Analisis” ELIGIBLE: Journal of Social Sciences (2023), 2(1), 181-192
https://doi.org/10.46637/eligible.v2i1.66
Hari Sutra Disemadi1, Regent , “Urgensi Suatu Regulasi yang Komprehensif Tentang Fintech
Berbasis Pinjaman Online Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen di Indonesia” Volume 7
Nomor 2, Agustus 2021 P-ISSN: 2356-4164, E-ISSN: 2407-4276 Open Access at :
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/jkh

Anda mungkin juga menyukai