Diduga Fintech Ilegal Koperasi Simpan Pinjam Emas Aja Gunakan Debt Collector
untuk Menagih
MUDANEWS.COM, Medan – Dugaan Fintech ilegal KSP Emas Aja yang alamatnya juga
tidak jelas serta tidak terdaftar di OJK, membuat Jurnalis K-LTV Indonesia Korwil Sumut
adakan investigasi terhadap dugaan Fintech ilegal ini yang tidak terdaftar di OJK karena
sudah meresahkan masyarakat.
Berdasarkan hasil investigasi ternyata terbukti bahwa Fintech tersebut diduga masih lakukan
penagihan dengan cara kasar dan mengancam akan menyebarkan data peminjam ke media
sosial dan ancam akan menelpon seluruh kontak nomor si peminjam.
Dugaan bahwa Fintech ilegal ini meretas data dengan cara menyadap isi data dari Peminjam
ketika gagal bayar diancam oleh Debt Collector, data si peminjam akan disebar ke medsos,
ancaman itu dikirim oknum Debt Collector ke whatsapp si peminjam, dugaan pelanggaran di
dalam UU ITE sudah jelas privasi Peminjam terancam dengan aksi ancaman tersebut.
Menurut salah satu Advokat yang tidak mau namanya disebutkan, Selasa (17/11/2020) via
whatsapp menjelaskan untuk masalah Fintech Ilegal ini, pada pasal 58 UU No 24 tahun 2013
atas perubahan UU No 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dijelaskan kalau
pembukaan informasi kependudukan hanya bisa dilakukan oleh instansi-instansi negara
tertentu. Tak lain hanya bisa dilakukan oleh Kemendagri dan Kepolisian, dan itupun hanya
untuk konteks pelayanan negara saja.
“Bagi seseorang yang dapat menyebarkan identitas seseorang hanya untuk tujuan tertentu,
tentunya orang tersebut diklaim tidak bisa mendapatkan akses tersebut. Karena pada
dasarnya, data pribadi merupakan identitas terkuat dari profil seseorang,” tegasnya.
Ia melanjutkan, data pribadi atau informasi juga dapat mengidentifikasi seseorang secara
langsung dan tidak langsung. Artinya jika informasi seseorang disebar, maka itu sangat
berisiko karena bisa saja digunakan secara tidak bertanggung jawab oleh orang-orang
tertentu.
“Ada dua UU yang mengatur jera bagi seseorang yang menyebarkan informasi secara cuma-
cuma. Pertama, dikenakan hukuman 2 tahun penjara, seperti yang diatur di UU Adminduk
dan 10 tahun di UU ITE,” tegasnya.
Bagi seseorang yang menyebarluaskan data pribadi tanpa sepengetahuan orang yang
disebarluaskan data pribadinya, dapat dipenjara paling lama 2 tahun, atau denda paling
banyak Rp 25.000.000.
“Sedangkan di UU ITE tahun 2016, ada beberapa pasal yang mengatur tentang
menyebarluaskan data pribadi warga negara. Pada pasal 26 ayat 1, data pribadi seseorang
sudah diatur tidak bisa dipindahtangankan secara semena-mena atau tanpa izin, sehingga
pemilik data bisa saja mengajukan gugatan ke pengadilan,” sebutnya.
“Sementara itu, pada pasal 32 juga ada pelarangan tentang pembukaan data pribadi
seseorang, dan ancaman pidananya ada di pasal 48 yang bisa mencapai 10 tahun penjara, dan
denda sebesar Rp 10 miliar,” ujarnya mengakhiri. Berita Medan, red
Sumber referensi; https://mudanews.com/ekononomi-bisnis/2020/11/17/diduga-fintech-
ilegal-koperasi-simpan-pinjam-emas-aja-gunakan-debt-collector-untuk-menagih/
JAWABAN
Kekurangan ; Saat ini semakin banyak koperasi simpan pinjam di Indonesia berbasis online.
Hal ini didasari dengan mudah dan cepatnya proses transaksi sehingga banyak kalangan
masyarakat Indonesia yang melakukan transaksi di Koperasi online ini. Tapi perlu diingat,
kemudahan dan kecepatan itu bukan menjadi alasan untuk bergantung pada pinjaman online.
Sebab, jika tak bijak menggunakan fasilitas pinjaman online, maka bisa saja terlilit utang di
kemudian hari.Kejadian ini semakin diperkeruh dengan adanya pandemi Covid-19 yang
melanda diseluruh dunia termasuk Indonesia. Dengan banyaknya timbul pemutusan kerja
besar-besaran di berbagai industri dan perusahaan mengakibatkan masyarakat kekurangan
uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mau tak mau masyarakat mencari jalan keluar
untuk memenuhi kebutuhan tersebut salah satunya melakukan pinjaman di koperasi online.
Pasalnya banyak KSP tidak melaksanakan kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku.
Salah satunya adalah Rapat Anggota Tahunan (RAT) yang menjadi kewajiban bagi pengurus
koperasi mempertanggungjawabkan seluruh aktifitas usahanya kepada anggotanya. Dengan
tidak adanya pelaporan rutin dari pengurus kepada anggota koperasi, hal itu membuat
pengurus koperasi berpotensi besar memutar dana anggotanya untuk kegiatan illegal tanpa
sepengetahuan anggota koperasi. Hal ini yang membuat banyak koperasi dijadikan kedok
bagi pengurus mengumpulkan dana untuk kepentingan pribadinya. Terkait dengan
pengesahan badan hukum koperasi, saat ini kewenangan berada di pemerintah pusat yaitu di
Kementeriannya. Koperasi wajib mengesahkan badan hukumnya untuk memastikan bahwa
kegiatan usahanya adalah legal. Demi memudahkan koperasi dalam mengesahkan badan
hukumnya, Kementerian Koperasi dan UKM telah mengembangkan sistem administrasi
badan hukum koperasi (SISMINBHKOP) secara online. Namun begitu, masih ada satu
kendala dalam memenuhi aspek legalitas dari SISMINBHKOP ini yaitu Notaris Pembuat
Akta Koperasi ( NPAK ) belum semuanya melakukan registrasi ke sistem. Padahal hal itu
sangat penting untuk mempercepat dan menyatakan legalitas dari koperasi.