Anda di halaman 1dari 4

Bank Emok dan Pinjaman Online Ilegal; Rentenir Berkedok Pinjaman Mikro1

Jeratan Bank Emok Menyasar Ibu-ibu Rumah Tangga

Akhir-akhir ini marak kembali praktek pinjaman mikro yang meresahkan masyarakat,
karena pada prakteknya pinjaman ini mematok bunga sangat tinggi hingga 20-30%. Di Jawa
Barat sendiri dikenal dengan istilah “Bank Emok.” Melalui sistem pembiayaan kelompok, Bank
Emok ini bisa meminjamkan uang hingga belasan juta rupiah.

Emok sendiri merupakan kata dalam bahasa Sunda yang berarti duduk lesehan bagi
perempuan dengan menyilangkan kaki ke belakang. Istilah ini populer karena transaksi yang
dilakukan Bank Emok ini dilakukan dengan cara duduk lesehan di rumah dengan target utama
ibu-ibu. Para ibu-ibu diiming-iming dana segar dengan proses cepat dan syarat yang mudah,
namun di balik itu ada bunga tinggi yang harus ditanggung nasabah tiap bulannya.

Alih-alih untuk menolong masyarakat mendapatkan modal usaha, pada faktanya Bank
Emok ini sangat memberatkan masyarakat. Selain terlilit hutang, tercekik bunga besar dan teror
penagih hutang. Karena usaha mikro kesulitan akses permodalan dari bank, maka kondisi ini
dimanfaatkan Bank Emok untuk merekrut calon nasabah. Namun jika kita perhatikan para
nasabah usaha mikro ini, jangankan untuk mencicil pokok hutang, bisa jadi keuntungan dari
usaha mikro tidak sebesar bunga yang dipatok, sehingga jika terlambat atau gagal bayar bunga,
maka bunga akan semakin berlipat-lipat.

Kondisi ini sungguh memperihatinkan, apalagi di tahun 2017 Sri Mulyani (Menteri
Keuangan RI) pernah menyebutkan bahwa ada 64 juta pelaku usaha ultra mikro yang sulit
mendapatkan pinjaman dari perbankan (Okezone.Com, 14/08/2017), sehingga mereka
seringkali dimanfaatkan oleh orang-orang yang menawarkan pinjaman dengan bunga tinggi
yang biasa disebut Bank Emok. Maka pemerintah meluncurkan program Kredit Ultra Mikro

1
Bahan bacaan untuk acara Penyuluhan Jasa Keuangan bersama Anggota Komisi XI dan OJK, Bandung 10 Maret
2020.

1
(Kredit Umi) yang harus terus dipantau efektifitas penyelenggaraannya guna memberantas
Bank Emok.

Jebakan Pinjaman Online

Teknologi digital menghadirkan gelombang disrupsi di berbagai lini, tak terkecuali soal
pinjam-meminjam. Produk-produk keuangan seperti utang yang dahulu menjadi garapan
eksklusif institusi finansial seperti bank atau multifinance, kini mudah ditemukan seiring dengan
menjamurnya teknologi finansial atau fintech.

Namun berkembangnya pinjaman online berbasis aplikasi ini pun menyisakan masalah
keuangan baru, seperti pinjaman online ilegal, data pribadi yang disalahgunakan, atau jebakan
bunga yang cukup besar. Aplikasi pinjaman online ini mematok bunga tinggi karena memiliki
resiko yang juga tinggi, selain menawarkan pinjaman tanpa jaminan juga persyaratan yang
sangat mudah, yaitu hanya dengan KTP.

Jika masyarakat tidak diedukasi mengenai literasi keuangan yang baik dan sehat, maka
masyarakat akan dengan mudah terjebak bunga pinjaman online. Selain bunga yang
memberatkan, masyarakat akan semakin sulit mengembangkan usahanya. Maka dibutuhkan
regulasi yang memberikan keleluasaan kepada masyarakat untuk meningkatkan kehidupan
ekonomi.

Pinjaman online di Indonesia diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam payung
regulasi LPMUBTI (Lembaga Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi) di POJK
77/2016. Pinjaman online yang tidak terdaftar di OJK sangat berbahaya, karena bisa
menjalankan praktek tanpa melindungi konsumen.

2
OJK Harus Meningkatkan Perlindungan Konsumen

Kemudahan yang ditawarkan Bank Emok dan pinjaman online ilegal menyebabkan
masyarakat mudah tergiur karena bisa mendapatkan pinjaman tanpa jaminan. Namun,
seringkali masyarakat tidak sadar dengan resiko yang dihadapi. Rendahnya pemahaman
terhadap literasi keuangan akan memperbesar resiko dari pinjaman semacam ini.

Bunga yang super tinggi tanpa dilakukan pendampingan dan edukasi akan menimbulkan
masalah baru, jika terlambat atau bahkan gagal bayar maka kerugian materil dan non materil
akan dirasakan konsumen. Bahkan tak jarang, konsumen akan mengalami perlakuan yang tidak
manusiawi ketika dilakukan penagihan.

Menurut laporan CNN Indonesia (14/01/2020), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia


(YLKI) mencatat selama tahun 2019 total jumlah pengaduan konsumen sebanyak 1.871
pengaduan,  pengaduan konsumen produk jasa finansial memiliki nilai sangat dominan, yakni
sebesar 46,9 persen dengan lima komoditas, yaitu bank, uang elektronik, asuransi, leasing, dan
pinjaman online. Menurut YLKI jumlah pengaduan produk jasa keuangan selalu menduduki
rating pertama.

Salah satu tujuan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah untuk melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat dalam melakukan kegiatan dalam sektor jasa
keuangan. Perlindungan konsumen yang diamanahkan kepada OJK disebutkan secara eksplisit
dalam Pasal 4 (c) UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disingkat
UUOJK) yang dinyatakan sebagai berikut, “OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan mampu melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat.”

Perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan bertujuan untuk menciptakan sistem


perlindungan konsumen yang andal, meningkatkan pemberdayaan konsumen, dan
menumbuhkan kesadaran pelaku usaha jasa keuangan mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat pada sektor jasa keuangan.

3
Sesuai dengan semangat dibentuknya OJK, maka OJK mesti meningkatkan perlidungan
terhadap konsumen produk jasa keuangan. Selain melindungi konsumen, OJK harus
memastikan produk jasa keuangan betul-betul bermanfaat dan bisa membantu masyarakat
keluar dari masalah ekonomi yang dihadapi. Penyuluhan dan sosialisasi kebijakan jasa keuangan
mesti intens dilakukan dalam rangka meningkatkan literasi keuangan, agar masyarakat semakin
teredukasi dan bijak memilih produk jasa keuangan.

Anda mungkin juga menyukai