Anda di halaman 1dari 10

Oktaviani Nasution : Apex LKM/S di dunia dan financial inclusion

APEX LKM/S DI DUNIA DAN FINANCIAL INCLUSION

Oleh:
Dr. Oktaviani Nasution, S.E. MM

A. PENGANTAR1
Hampir separuh dari 234,2 juta penduduk di Indonesia tidak
memiliki akses atas layanan lembaga keuangan formal? Dari jumlah
itu, sekitar 35 juta orang hanya terlayani lembaga keuangan non-
formal seperti koperasi simpan-pinjam. Tapi, ada sekitar 40 juta orang
yang sama sekali tidak tersentuh layanan jasa keuangan dalam bentuk
apapun. Setidaknya itulah gambaran memprihatinkan dari hasil survei
Bank Dunia pada tahun 2010. Masih kata Bank Dunia, setidaknya ada
empat layanan jasa keuangan yang dianggap vital bagi kehidupan
masyarakat, yakni penyimpanan dana, layanan kredit, layanan system
pembayaran dan asuransi termasuk dana pensiun. Keempat aspek
dalam lingkup pengelolaan system keuangan ini menjadi prasyarat
mendasar untuk menggapai kehidupan masyarakat yang lebih baik.
Lho, bagaimana mungkin begitu banyak orang di Indonesia tak
terjangkau layanan jasa keuangan? Setidaknya, ada dua penyebab
ditengok dari sisi penawaran dan permintaan. Sisi penawaran
berbicara soal kendala seperti adanya ketidakseimbangan informasi
(asymmetric information) dimana bank tidak memiliki info terkait
profil risiko konsumen. Bank enggan mengurusi konsumen kecil
karena tidak sesuai antara biaya dengan keuntungan yang diperoleh.
Sedangkan dari sisi permintaan, persoalan yang muncul bisa karena
faktor pemahaman konsumen terhadap kecanggihan produk perbankan
dan keuangan. Atau, bisa juga karena hambatan legal seperti syarat
agunan yang tak memadai untuk mendapatkan kredit.

1
Gerai Info /Edisi XV /Juni 2011/ Tahun 2/ News Letter Bank Indonesia,
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/9648CAB6-4807-48C5-8E0F-
B2C4FA05D206/26533/GIed15_juni2011_low.pdf, diunduh 14 Mei 2013
Khazanah Ulum Perbankan Syariah, Vol. 1 No. 2, Juli - Desember 2016 93
Oktaviani Nasution : Apex LKM/S di dunia dan financial inclusion

Kenyataan bahwa masih banyaknya anggota masyarakat yang


belum terjangkau layanan jasa keuangan memperlihatkan bahwa
sistem keuangan belum berfungsi dengan optimal. Padahal, suatu
sistem keuangan yang ideal seharusnya mampu menjangkau seluruh
lapisan masyarakat. Bila sebagian besar masyarakat sudah dapat
memanfaatkan fasilitas jasa keuangan, dampak terhadap
perekonomian pun akan sangat besar. Banyak fakta membuktikan
bahwa ada hubungan sebab-akibat yang kuat antara penguatan sistem
keuangan dengan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran suatu
negara.
Kok bisa begitu? Begini. Secara umum kebijakanyang paling
efisien untuk mengatasi kemiskinan adalah melalui pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Percepatan pertumbuhan
ekonomi berperan sebagai syarat dasar yang paling strategis bagi
peningkatan kualitas kehidupan rakyat. Elemen penting dalam
mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi adalah
mengoptimalkan kontribusi sektor keuangan dengan membuka akses
layanan jasa keuangan seluasmungkin kepada masyarakat dan pelaku
usaha sepertiUMKM. Artinya, harus ada upaya untuk
mendorongpemanfaatan sektor keuangan dalam
perekonomianmasyarakat. Inilah esensi utama yang namanya inklusi
keuangan (financial inclusion).

B. DEFINISI INKLUSI KEUANGAN2


Inklusi keuangan adalah kegiatan menyeluruh yang bertujuan
meniadakan segala bentuk hambatan baik yang bersifat harga maupun
nonharga terhadap akses masyarakat dalam memanfaatkan layanan
jasa keuangan. Yang dimaksud hambatan harga adalah prasyarat
seperti mesti menyetor dana dengan besaran tertentu ketika membuka
rekening di bank, misalnya. Padahal tidak semua lapisan masyarakat
bisa memenuhi syarat minimal itu. Sedangkan hambatan nonharga
biasanya berupa persyaratan administrative seabrek yang terkadang
dianggap memberatkan konsumen.
2
Ibid
94 Khazanah Ulum Perbankan Syariah, Vol. 1 No. 2, Juli - Desember 2016
Oktaviani Nasution : Apex LKM/S di dunia dan financial inclusion

Sementara inklusi keuangan menurut M Sodikin (IUP


International Relations UGM) merupakan koreksi terhadap financial
exclution yang dalam penjelasannya adalah sebuah kondisi financial
yang hanya menguntungkan segelintir pihak saja. Definisi lain dari
financial Inclusion menurut World Bank, 2008 dan European
Commision 2008 adalah sebagai suatu kegiatan menyeluruh yang
bertujuan untuk menghilangkan segala bentuk hambatan entah dalam
bentuk harga ataupun non harga terhadap akses masyarakat dalam
menggunakan atau memanfaatkan layanan jasa keuangan. Hal ini
tentunya dengan sekilas kita mengetahui konsep dan tujuan dari
Financial Inclusion ini, besar harapan untuk dapat menyelamatkan
kemiskinan yang ada di Indonesia ini tentunya. Seperti penyelamatan
usaha lokal dan usaha mandiri agar tercapainya koherenitas terhadap
perkembangan zaman. Dalam perencanaan ini sebagai mana mestinya
masyarakat miskin bisa mendapatkan kemudahan akses untuk
mengembangkan kegiatan ekonomi mereka, serta mendapatkan
layanan yang pro rakyat.3
Sekarang tinggal bagaimana agar program inklusi keuangan
yang penting itu menjadi agenda dan komitmen nasional. Pemerintah
dan Bank Indonesia (BI) adalah figur yang berkepentingan agar
inklusi keuangan ini berjalan sukses. Persoalannya, tinggal bagaimana
keduanya membangun koordinasi. Dari sinilah meluncur pemikiran
untuk membuat sebuah Strategi Nasional Inklusi Keuangan (SNIK)
dengan 5 (lima) pilar yang menjadi payung semua upaya guna
menggenjot akses layanan keuangan baik yang digarap Pemerintah
dan BI (Lihat: Rubrik IKHTISAR).
Nah, di bawah payung SNIK inilah diharapkan akan berlangsung
kolaborasi cantik antara Pemerintah dan BI yang bermuara pada
perekonomian yang semakin bertumbuh dan terkikisnya angka
kemiskinan serta kehidupan rakyat yang kian sejahtera.

3
M sodikin, http://politik.kompasiana.com/2013/01/11/financial-inclusion-
solusi-baru-kemiskinan-518392.html, diunduh 13 Mei 2013

Khazanah Ulum Perbankan Syariah, Vol. 1 No. 2, Juli - Desember 2016 95


Oktaviani Nasution : Apex LKM/S di dunia dan financial inclusion

C. LIMA PILAR STRATEGI NASIONAL INKLUSI


KEUANGAN4
Pemerintah dan Bank Indonesia telah menyiapkan seabrek
kegiatan dibawah payung lima pilar Strategi Nasional Inklusi
Keuangan agar akses layanan jasa keuangan semakin terbuka luas
bagi seluruh lapisan masyarakat.
Pilar pertama, Edukasi Keuangan. Pilar ini berbicara upaya
meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap produk dan jasa
keuangan. Setidaknya ada tiga kegiatan edukasi seperti pengenalan
produk keuangan (simpanan, kredit, sistem pembayaran dan
asuransi/dana pensiun), aspek perlindungan nasabah dan pengelolaan
keuangan. Misalnya, program Ayo Ke Bankdan website Informasi
dan Edukasi Konsumen.
Pilar kedua, Eligibilitas Keuangan. Salah satu kendala
masyarakat miskin dan UMKM bersentuhan dengan jasa keuangan
karena persoalan di internal mereka sendiri Misalnya, soal legalitas.
Masih banyak UMKM yang tak memiliki badan hukum dan ijin usaha
serta aspek teknis lainnya. Misalnya, upaya BI mengembangkan
klaster UMKM dan membentuk credit rating UMKM. Selain itu, BI
menggarap Financial Identity Number (FIN) yang merujuk pada
program Single Identification Number (SIN) Kemendagri.
Pilar ketiga, Kebijakan. Pemerintah dan BI akan member
dukungan kebijakan berupa penerbitan regulasi yang membantu
masyarakat mendapat layanan jasa keuangan. BI, Kemenkop UKM
dan Kemenkominfo mengkaji pembuatan ketentuan terkait metode
distribusi berbasis teknologi seperti e-payment, branchless banking
dan third party agents (termasuk mobile phones banking).
Pilar keempat, Fasilitasi Intermediasi. Pilar ini memfokuskan
diri pada upaya meningkatkan kesadaran (awareness) dari lembaga
keuangan formal terhadap karakteristik kelompok masyarakat

4
Gerai Info /Edisi XV /Juni 2011/ Tahun 2/ News Letter Bank, Indonesia Hal. 2
Ikhtisar, http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/9648CAB6-4807-48C5-8E0F-
B2C4FA05D206/26533/GIed15_juni2011_low.pdf, diunduh 14 Mei 2013
96 Khazanah Ulum Perbankan Syariah, Vol. 1 No. 2, Juli - Desember 2016
Oktaviani Nasution : Apex LKM/S di dunia dan financial inclusion

potensial (bankable) untuk mendapat layanan jasa keuangan.


Misalnya, BI mengembangkan linkage program, bazaar intermediasi
UMKM, baseline survey, lending model dan pendampingan UMKM.
Atau, perluasan pendirian Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah
(PPKD).
Pilar kelima, Saluran Distribusi. Bagaimana meningkatkan
jangkauan layanan lembaga keuangan formal terhadap kelompok
masyarakat di pelosok, inilah yang digarap pilar ini. Contohnya,
optimalisasi jaringan kantor pos atau gawean bareng implementasi
APEX Bank untuk BPR. Atau, proyek percobaan penerapan mobile
money.

D. DEFINISI APEX LKM/LKMS


Apex merupakan lembaga lapis kedua (second tier) atau sebuah
organisasi yang menyalurkan dana kepada berbagai bentuk LKM di
suatu wilayah. Beberapa fungsi lembaga Apex seperti; fungsi pooling
of funds (pengumpul dana), fungsi penyelesaian transaksi elektronik,
fungsi wholesale financing (penyaluran dana dalam jumlah besar),
fungsi pembinaan terhadap anggota, fungsi rating, fungsi information
center (pusat informasi) dan fungsi IT service provider (penyedia
layanan jasa informasi dan teknologi). Apex secara terminologi dalam
bahasa Yunani diartikan sebagai pengayom. Artinya, lembaga
yang bertindak sebagai Apex akan menjadi pengayom bagi lembaga-
lembaga yang menjadi anggotanya. Secara harfiah, konotasi
mengayomi mengandung makna positif. Dalam makna lain,
mengayomi adalah membantu yang masih dianggap kurang mampu.
Ada makna pembinaan agar yang diayomi bisa mandiri dan
berkembang. Konotasi mengayomi dan diayomi mengandung
makna positif secara harfiah. Mengayomi adalah membantu yang
masih dianggap kurang mampu. Ada makna pembinaan agar yang
diayomi bisa mandiri dan berkembang. 5

5
Yuli Afriyandi, http://www.radarlampung.co.id/read/opini/53454-kur-apex-
dan-pemberdayaan-masyarakat, diunduh 13 Mei 2013
Khazanah Ulum Perbankan Syariah, Vol. 1 No. 2, Juli - Desember 2016 97
Oktaviani Nasution : Apex LKM/S di dunia dan financial inclusion

APEX juga dapat didefinisikan sebagai suatu institusi yang


melayani anggotanya, untuk memperkuat posisi, peluang bisnis dan
tingkat kesehatan di masa datang yang menguntungkan. An APEX
Institution serves its owner/members (MFIs) to strengthen their
commercial position, viability and future, sound and profitable
development.6
E. FUNGSI DAN PERAN APEX LKM/LKMS7
Tak bisa dipungkiri bahwa Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
mempunyai peranan yang sangat strategis khususnya dalam
pemberdayaan usaha kecil-mikro dan pengentasan kemiskinan. Tidak
heran kalau Bank Dunia telah memposisikan LKM sebagai ujung
tombak dalam pengentasan kemiskinan di banyak negara, termasuk di
Indonesia.
Malahan dalam paradigma baru, pembiayaan mikro dipandang
sebagai industri yang sangat prospektif, bukan saja karena pangsa
pasarnya yang tak terhingga, tetapi juga sangat potensi. Sejalan
dengan paradigma baru, dimana bisnis keuangan mikro dipandang
sebagai bisnis masa depan, sudah saatnya keberadaan LKM mulai
dibenahi dengan menyediakan berbagai infrastruktur penunjang.
Selain penyiapan aspek legal berupa undang-undang (UU) sebagai
payung LKM dalam menjalankan peran dan fungsinya, keberadaan
Apex Bank sebagai Bank Sentral khusus untuk LKM merupakan salah
satu aspek penunjang yang tak bisa ditunda.
Di banyak negara, peranan Apex Bank terbukti sangat besar
manfaatnya dalam mendukung perkembangan LKM. Banyak hal yang
bisa dilakukan Apex Bank dalam mengoptimalkan peran dan fungsi
LKM. Menurut Abdul Salam, Direktur Pengawasan Bank Indonesi a,
ada beberapa fungsi pokok Apex Bank, antara lain: sebagai
penyediaan modal kerja, mengatasi mismatch, melakukan pe nyertaan,
melakukan pengawasan, memberikan pelatihan, dan mengembangkan
teknologi informasi.
6
Cleman Wendland GTZ; 2004, http://www.apexbmt.com/, diunduh 13 Mei
2013
7
Aari Al Jufri, http://www.perpustakaan.bappenas.go.id, diunduh 13 Mei 2013
98 Khazanah Ulum Perbankan Syariah, Vol. 1 No. 2, Juli - Desember 2016
Oktaviani Nasution : Apex LKM/S di dunia dan financial inclusion

Hadirnya bank-bank umum di pedesaan, menyebabkan tingkat


persaingan yang semakin berat, khususnya dalam penghimpunan
dana. Dengan keunggulan yang dimiliki bank umum, seperti
kenyamanan, keamanan, suku bunga yang lebih tinggi, serta dukungan
promosi lengkap dengan aneka hadiahnya, merupakan jurus jitu yang
sangat efektif dalam penghimpunan dana masyarakat. Berbeda dengan
LKM yang nyaris tidak memiliki semua kelebihan itu: tidak nyaman,
tidak ada hadiah, dan keamanan dananya pun diragukan. Tidak heran
kalau LKM sulit meyakinkan masyarakat untuk menyimpan dananya
di LKM. Akhirnya yang terjadi adalah: "menabung di bank umum,
meminjam di LKM".
Kondisi menyebabkan LKM mengalami kelangkaan dana,
dimana permintaan kredit jauh lebih besar dibandingkan ketersediaan
dana. Karena minimnya dana, banyak permohonan kredit yang
terpaksa harus ditolak meskipun cukup memenuhi syarat dari segi
kelayakan usahanya. Apex Bank bisa menjadi sumber pendanaan,
khususnya bagi LKM yang meman kekurangan dana.
Apex Bank juga bisa menyediakan dana talangan apabila terjadi
mismatch dalam pengelola LKM. Hal tersebut dilakukan guna
menghindari rush yang bisa menyulitkan LKM tersebut. Misalkan,
dana-dana jangka pendek disalurkan untuk pembiayaan jangka
panjang. Apabila LKM tidak mampu menyediakan sejumlah dana
yang akan ditarik oleh deposan atau penabung, tentunya akan
mengurangi tingkat kepercayaan nasabah kepada kondisi yang lebih
parah, berupa rush misalnya.
Dalam kasus-kasus mismatch itu, Apex Bank bisa mengambil
peranan guna menghindari kerugian yang lebih besar, baik bagi LKM
maupun nasabah. Tentu harus diatur mekanismenya sehingga Apex
Bank sebagai penyedia dana juga bisa terlindungi.
Selain langkanya pendanaan, salah satu problem LKM yaitu
minimnya modal. Akibatnya, sulit bagi LKM untuk bisa melakukan
inovasi, serta peningkatan dan perluasan pelayanan. Termasuk juga
tampilan visi kantor yang sangat sederhana dan gaji karyawan yang
pas-pasan. Kondisi itu seolah menjadi lingkaran setan yang tak ada
putus-putusnya. Kalau saja ada Apex Bank yang melakukan
Khazanah Ulum Perbankan Syariah, Vol. 1 No. 2, Juli - Desember 2016 99
Oktaviani Nasution : Apex LKM/S di dunia dan financial inclusion

penyertaan modal, maka lingkaran setan itu relatif bisa diputus,


sehingga LKM bisa melakukan terobosan dengan inovasi-inovasi
baru. Tentunya dalam penyertaan itu harus dipilih LKM yang sehat
dan mempunyai prospek usaha yang bagus.
Dengan penyertaan itu diharapkan bisa menguntungkan
keduabelah pihak, bagi LKM akan mampu memperbaiki struktur
permodalan LKM dan sekaligus meningkatkan klasifikasinya.
Sedangkan bagi Apex Bank, merupakan peluang dalam memperluas
investasinya.
Pengawasan terhadap LKM merupakan hal yang sangat penting
karena menyangkut keamanan dana masyarakat yang disimpan di
LKM tersebut. Selama ini pengawasan LKM dilakukan oleh berbagai
instansi. Selain pengawasan intern yang dilakukan oleh
pengurus/komisaris saham, instansi yang mengawasi LKM juga
bermacam-macam sesuai dengan jenis LKM-nya. Misalkan, BPR/S
diawasi oleh Bank Indonesia, sedangkan LKM yang berbadan hukum
koperasi seperti KSP/USP diawasi oleh Departemen Koperasi. Selain
itu juga ada LKM milik Pemda seperti BKD dan LKMD yang belum
menjadi BPR, diawasi oleh Pemda.
Tanpa mengurasi fungsi pengawasan yang sudah ada,
pengawasan yang dilakukan oleh Apex Bank diharapkan bisa lebih
intensif, sekaligus juga melakukan pembinaan. Hal tersebut
dimungkinkan mengingat Apex Bank juga memiliki hubungan bisnis
dengan LKM, baik melalui pembiayaan maupun penyertaan dan
usaha-usaha kemitraan lainnya. Dengan kata lain, kemajuan Apex
Bank akan sangat ditentukan oleh kemajuan dan perkembangan LKM.
Salah satu problem yang banyak dihadapi oleh LKM saat ini
yaitu faktor kualitas sumber daya manusia (SDM) yang sangat rendah.
Rendah kualitas SDM ini juga berdampak pada segi yang lainnya
seperti buruknya pelayanan, miskinnya inovasi, dan manajemen yang
tidak profesional. Pada akhirnya LKM tidak mampu menjalankan
fungsinya secara baik sebagaimana yang diharapkan.
Apex Bank, selain melakukan pengawasan, juga bisa melakukan
berbagai pelatihan secara teratur dalam rangka peningkatan kualitas
100 Khazanah Ulum Perbankan Syariah, Vol. 1 No. 2, Juli - Desember 2016
Oktaviani Nasution : Apex LKM/S di dunia dan financial inclusion

sumber daya manusia di lingkungan LKM. Karena setiap hari harus


melakukan pengawasan, tentunya pihak Apex Bank telah mengetahui
pelatihan apa saja dan materi apa saja yang dibutuhkan oleh para
pengelola dan karyawan LKM, tentunya dengan biaya yang tidak
memberat. Melalui berbagai pelatihan tersebut diharapkan mampu
meningkatkan kinerja LKM, sejalan dengan tuntutan kebutuhan para
pengusaha mikro yang menjadi nasabahnya.
Pemanfaatan teknologi informasi sudah menjadi suatu keharusan
bagi lembaga keuangan, termasuk LKM. Dengan memanfaatkan
teknologi diharapkan bisa lebih efisien, cepat dan akurat. lebih lagi
LKM melayani nasabah kecil dan mikro yang jumlahnya sangat
banyak. LKM yang tidak menggunakan teknologi informasi akan
kalah bersaing dengan LKM yang telah menggunakan teknologi
informasi.
Namun semua orang tahu bahwa teknologi itu mahal, tidak
semua UKM mampu membelinya. Dalam hal ini Apex Bank bisa
bertindak mengkoordinator sehingga LKM bisa akses ke teknologi,
khususnya teknologi informasi, secara mudah, murah, dan tepat guna.
Selain beberapa fungsi itu, tentunya masih banyak hal yang bisa
dilakukan oleh Apex Bank sebagai Bank Sentral bagi LKM, karena
memang fokus kegiatannya lebih jelas yaitu pengembangan LKM,
baik segi keuangan (financial assistance), maupun pembinaan
(technical and managerial assistance). Dengan demikian diharapkan
keberadaan LKM benar-benar akan mampu menunjang kemajuan
usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKMK) sebagai
tulang punggung perekonomian nasional. Kalau itu bisa dilakukan,
maka keinginan untuk memperkokoh struktur perekonomian nasional
yang bersifat kekeluargaan dan gotong royong Insya- Allah akan
terwujud.

Khazanah Ulum Perbankan Syariah, Vol. 1 No. 2, Juli - Desember 2016 101
Oktaviani Nasution : Apex LKM/S di dunia dan financial inclusion

102 Khazanah Ulum Perbankan Syariah, Vol. 1 No. 2, Juli - Desember 2016

Anda mungkin juga menyukai