Anda di halaman 1dari 11

Very Agustian : Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah

PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH


Oleh
Very Agustian, SE.,ME., CRBD
(bangvee2798@gmail.com)

ABSTRAK
Perbankan syariah masih dihadapi oleh beberapa masalah yang harus
diselesaikan dan dipecahkan, salah satunya adalah penyelesaian
sengketa antara bank syariah dengan nasabah ataupun mungkin saja
bank syariah dengan perusahaan lainnya, dimana hukum sengketa
pada perbankan syariah itu tidak tau hendak dibawa kemana dan
diselesaikan sebab jika dibawa ke hukum peradilan negeri tidak
mungkin dapat terselesaikan sebab peradilan tinggi negeri tidak
menggunakan hukum syariah. Bank Syariah yang pertama kali
didirikan dan beroperasi di Indonesia adalah Bank Muamalat
Indonesia (BMI) pada tahun 1992. Berdasarkan deskripsi singakat
tersebut penulis ingin memaparkan dan menjelaskan tentang apa
pengertian dari sengkta perbankan syariah itu, macam macam, dan di
mana tempat penyelesaian sengketa perbankan syariah tersebut
KATA KUNCI :Bank Syariah, Penyelesaian sengketa bank syariah

I. PENDAHULUAN
Perbankan merupakan lembaga keuangan terpenting bagi
pembangunan suatu negara., perbankan mempunyai fungsi sebagai
lembaga intermediasi keuangan (fianncial intermediary). Artinya,
lembaga bank adalah lembaga yang dalam aktivitasnya berkaitan
dengan masalah uang. Hal ini sesuai dengan UU RI Nomor 10 Tahun
1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud
dengan perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Khazanah Ulum Perbankan Syariah, Vol. 2 No. 1, Januari Juni 2017 99


Lahirnya UU No. 7 Tahun 1992, UU No. 10 Tahun 1998 dan UU
No. 23 Tahun 1990 serta UU No. 21 Tahun 2008 sebenarnya sudah
menjadi dasar hukum yang kuat bagi terselenggaranya Perbankan
Syariah di Indonesia, walaupun masih ada beberapa hal yang masih
perlu disempurnakan, di antaranya perlunya penyusunan dan
penyempurnaan ketentuan perundang-undangan mengenai
operasionalisasi bank syariah secara tersendiri agar apabila terjadi
suatu persengketaan dalam hal ini hubungannya dengan perbankan
syariah dapat teratasi dengan merujuk pada UU yang berlaku.
Dalam perjalanannya, kegiatan dan aktivitas perbankan pastinya
tidak dapat berjalan mulus dan lancar. Permasalahan muncul
dikarenakan adanya ketidakpuasan antara harapan dengan yang
terima oleh masing-masing pihak, sehingga rasa ketidakpuasan itulah
penyebab terjadinya permasalahan dan menimbulkan konflik ataupun
sengketa. Pada awalnya yang menjadi kendala hukum bagi
penyelesaian sengketa perbankan syariah adalah hendak dibawa
kemana penyelesaiannya, karena Pengadilan Negeri tidak
menggunakan syariah sebagai landasan hukum bagi penyelesaian
perkara, sedangkan wewenang Pengadilan saat itu menurut UU No. 7
Tahun 1989 hanya terbatas mengadili perkara perkawinan, kewarisan,
wasiat, hibah, wakaf dan shadaqoh.
Hal inilah yang melatar belakangi lahirnya UU No. 3 Tahun 2006
tentang Peradilan Agama dan UU No 50 tahun 2009 tentang
perubahan kedua atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
yang menetapkan kewenangan lembaga Peradilan Agama untuk
memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara di bidang
ekonomi Syariah

II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Sengketa Perbankan Syariah


Sengketa tidak lepas dari suatu konflik. Dimana ada sengketa
pasti disitu ada konflik. Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa
Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya

100 Khazanah Ulum Perbankan Syariah, Vol. 2 No. 1, Januari Juni 2017
Very Agustian : Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah

oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok,


atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Senada
dengan itu Winardi mengemukakan pertentangan atau konflik yang
terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang
mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek
kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan
yang lain. Sedangkan menurut Ali Achmad berpendapat Sengketa
adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari
persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang
dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.
Dari kedua pendapat di atas maka dapat dikatakan bahwa
sengketa adalah masalah antara dua orang atau lebih di mana
keduanya saling mempermasalahkan suatu objek tertentu, hal ini
terjadi dikarenakan kesalahpahaman atau perbedaan pendapat atau
persepsi antara keduanya yang kemudian menimbulkan akibat hukum
bagi keduanya. Jelas kita ketahui bahwa suatu sengketa tentu
subjeknya tidak hanya satu, namun lebih dari satu, entah itu antar
individu, kelompok, organisasi bahkan lembaga besar sekalipun.
Objek dari suatu sengketa sendiri cukup beragam. Misalnya saja
rumah, hak milik rumah atau tanah, tanah, uang, warisan, bahkan bisa
objek ini adalah hak asuh anak. Kenapa bisa terjadi demikian? Tentu
karena adanya kesalahpahaman, atau bahkan karena adanya unsur
ingin memiliki meski pihak tersebut mengetahui kalau itu bukan
miliknya.
Sebuah konflik tidak akan berkembang menjadi sengketa apabila
pihak yang merasa dirugikan hanya memendam perasaan tidak puas
atau keprihatinannya. Sebuah konflik berubah atau berkembang
menjadi sebuah sengketa bila mana pihak yang merasa dirugikan telah
menyatakan rasa tidak puas atau keprihatinannya, baik secara
langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau
pihak lain.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan sengketa perbankan
syariah adalah perbedaan kepentingan di antara dua pihak atau lebih
dalam perbankan syariah yang mengakibatkan terjadinya kerugian
bagi pihak tertentu dan perbedaan kepentingan atau kerugian tersebut
dinyataka kepada pihak yang dianggap menjadi penyebab kerugian
Khazanah Ulum Perbankan Syariah, Vol. 2 No. 1, Januari Juni 2017 101
atau pihak lain, dan pihak lain tersebut memberikan pendapat yang
berbeda.

B. Macam-Macam Sengketa Perbankan Syariah


Secara rinci, dapat dikemukakan mengenai bentuk-bentuk
sengketa bank syariah yang disebabkan karena adanya pengingkaran
atau pelanggaran terhadap perikatan (akad) yang telah dibuat, yaitu
disebabkan karena:

1) Kelalaian Bank untuk mengembalikan dana titipan nasabah


dalam akad wadiah
2) Bank mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan
yang bersangkutan dalam akad mudlorobah
3) Nasabah melakukan kegiatan usaha minuman keras dan usaha-
usaha lain yang diharamkan menurut syariat Islam yang
bersumber dari dana pinjaman bank syariah, akad qirah dan
lain-lain
4) Pengadilan agama berwenang menghukum kepada pihak
nasabah atau pihak bank yang melakukan wanprestasi yang
menyebabkan kerugian riil (real lose).

Secara garis besar, sengketa ekonomi syariah dapat


diklasifikasikan menjadi tiga, yakni:

1) Sengketa di bidang ekonomi syariah antara lembaga keuangan


dan lembaga pembiayaan syariah dengan nasabahnya,
2) Sengketa di bidang ekonomi syariah antara lembaga keuangan
dan lembaga pembiayaan syariah,
3) Sengketa di bidang ekonomi syariah antara orang-orang yang
beragama Islam, yang mana akad perjanjiannya disebutkan

102 Khazanah Ulum Perbankan Syariah, Vol. 2 No. 1, Januari Juni 2017
Very Agustian : Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah

dengan tegas bahwa kegiatan usaha yang dilakukan adalah


berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

Sengketa ekonomi syariah juga bisa dalam bentuk perkara


Permohonan Pernyataan Pailit (PPP) dan juga bisa berupa Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di bidang ekonomi syariah, di
samping itu juga perkara derivatif kepailitan (perkara tidak murni
sebagai perkara kepailitan).
Dihubungkan dengan produk- produk musyarakah dan
mudarabah pada perbankan syariah, maka sengketa mungkin saja
terjadi dalam lingkup produk pengumpulan dana, seperti tentang
jumlah atau angka angka tabungan/ deposito, atau bila nasabah
merasa bahwa keuntungan yang diterimanya tidak wajar atau
menyalahi kesepakatan, juga dimungkinkan apabila nasabah tidak
dapat menarik dananya pada waktu yang ditentukan dan sebagainya,
juga apabila nasabah merasa bahwa dananya telah digunakan untuk
membiayai proyek- proyek yang tidak berdasarkan prinsip- prinsip
syariah.
Sengketa mungkin juga terjadi pada produk- produk pembiayaan
syariah, seperti dalam hal terjadi kerugian dalam produk pembiayaan
berbentuk mudarabah, lalu bank sebagai shahibul maal membebankan
kerugian tersebut kepada pengusaha/mudarib, sedangkan pengusaha
merasa bahwa dirinya tidak bersalah. Juga mungkin apabila pengusaha
tidak menjalankan usahanya dengan sungguh- sungguh atau tidak
jujur sehingga timbul kerugian, atau apabila kejujuran mudarib tidak
diakui oleh bank, dan sebagainya.
Pada musyarakah, sengketa mungkin terjadi karena masing-
masing pihak merasa mitranya tidak jujur, todak profesional, tidak
produktif, tidak efisien, atau tidak maksimal menjalankan usaha
bersama sehingga terjadi kerugian.

Khazanah Ulum Perbankan Syariah, Vol. 2 No. 1, Januari Juni 2017 103
C. Tempat Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah

1. Penyelesaian sengketa perbankan syariah secara nonlitigasi (di


luar pengadilan)

a) Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)


Langkah pertama yang perlu diupayakan ketika hendak
menyelesaikan perselisihan, ialah melalui cara damai. Upaya
damai tersebut biasanya ditempuh melalui musyawarah
(syuura) untuk mencapai mufakat di antara para pihak yang
berselisih. Penyelesaian sengketa dalam terminologi Islam
dikenal dengan istilah ash-shulhu yang berarti memutus
pertengkaran atau perselisiahan. menurut istilah sulh adalah
suatu jenis kesepakatan untuk mengakhiri perselisihan antara
dua orang yang bersengketa secara damai. APS diatur dalam
pasal 6 UU No 30 tahun 1999. Sengketa dalam bidang perdata
Islam dapat diselesaikan oleh para pihak melalui APS yang
didasarkan pada iktikad baik dengan mengenyampingkan
penyelesaian secara litigasi. Pelaksanaan perjanjian perdamaian
bisa dilaksanakan dengan dua cara, yakni diluar sidang
pengadilan atau melalui sidang pengadilan. Diluar sidang
pengadilan, penyelesaian persengketaan dapat dilaksanan baik
oleh mereka sendiri (keduabelah pihak yang bertikai) tanpa
melibatkan orang lain (shul), atau meminta bantuan orang lain
untuk menjadi penegah atau wasit itulah yang kemudian disebut
arbiter/hakam. Pemerintah telah mengakomodasi kebutuhan
terhadap mediasi dengan mengeluarkan pertauran mahkamah
agung (PERMA) No 02 tahun 2003 tentang prosedur mediasi di
pengadilan.

b) Arbitrase Syariah

Abritase dapat disepadankan dengan istilah tahkim. Tahkim


berasal dari kata hakkama secara etimologi berarti menjadikan
104 Khazanah Ulum Perbankan Syariah, Vol. 2 No. 1, Januari Juni 2017
Very Agustian : Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah

seseorang sebagai pencegah suatu sengketa. Untuk


menyelesaikan perkara/ perselisihan secara damai dalam hal
keperdataan, selain dapat dicapai melalui inisiatif sendiri dari
para pihak, juga dapat dicapai melalui keterlibatan pihak ketiga
sebagai wasit (mediator). Upaya ini biasanya akan ditempuh
apabila para pihak yang berperkara itu sendiri ternyata tidak
mampu mencapai kesepakatan damai. Institusi formal yang
khusus dibentuk untuk menangani perselisihan/ sengketa disebut
arbitrase, yaitu cara penyelesaian sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang
dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Gagasan mendirikan arbitrase Islam di Indonesia diawali dengan
bertemunya para pakar, cedekiawan muslim, praktisi hukum,
para kiai dan ulama untuk bertukar pikiran tentang perlunya
lembaga arbitrase Islam di indonesia. Maka pada tanggal 23
Oktober 1993 diresmikan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia
(BAMUI) dan sekarang telah berganti nama menjadi Badan
Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS), yang disepakati
dalam Rakernas MUI tahun 2002. Perubahan bentuk dan
pengurus Bamui dituangkan dalam SK MUI No.Kep-
09/MUI/XII/2003 sebagai lembaga arbiter yang menangani
penyelesaian perselisiahan sengketa di bidang ekonomi syariah.
Kewenangan Basyarnas berupa memberikan suatu rekomendasi
atau pendapat hukum, yaitu pendapat yang mengikat tanpa
adanya suatu persoalan tertentu yang berkenaan dengan
pelaksaan perjanjian atas permintaan para pihak yang
mengadakan perjanjian untuk diselesaikan.
Apabila jalur arbitrasi tidak dapat menyelesaikan perselisihan
maka lembaga pengadilan adalah jalan terakhir sebagai pemutus
perkara tersebut. Hakim harus memperhatikan rujukan yang
berasal dari arbiter yang sebeumnya telah menangani kasus
tersebut sebagai bahan pertimbangan dan untuk menghindari
lamanya proses penyelesaian.

Khazanah Ulum Perbankan Syariah, Vol. 2 No. 1, Januari Juni 2017 105
2. Penyelesaian Sengketa Bank Syariah Secara Litigasi Melalui
Peradilan Agama
Berdasarkan pasal 49 huruf i UU No.3 Tahun 2006 tentang
Peradilan Agama, kewenangan peradilan agama diperluas. Apabila
sebelumnya Pada Undang- Undang No7 Tahun 1989 tentang peradilan
agama, kewenangan Peradilan Agama hanya berwenang
menyelesaikan perkara perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, dan
shadaqah, maka sekarang berdasarkan Pasal 29 huruf i tersebut,
kewenangan peradilan agama diperluas termasuk zakat, infak, dan
ekonomi syariah. Sebelum adanya UU No 3 tahun 2006 penyelesaian
sengketa perbankan syariah justru diselesaikan secara konvensional
(dipangadilan negeri).
Adapun sengketa ekonomi syariah yang menjadi kewenangan
pengadilan agama adalah:
a) Sengketa dibidang ekonomi syariah antara lembaga
keuangan dan lembaga pembiayaan syariah dengan
nasabahnya;
b) Sengketa dibidang ekonomi syariah antara sesama lembaga
keuangan dan lembaga pembiayaan syariah;
c) Sengketa dibidang ekonomi syariah antara orang- orang
yang beragama islam, yang mana akad perjanjiannya disebut
dengan tegas bahwa kegiatan usaha yang dilakukan adalah
berdasarkan prinsip- prinsip syariah.
Selain dalam hal kewenagan sebagaimana diuraikan di atas,
pasal 49 UU No 3 tahun 2006 juga mengatur tentang kompetensi
absolut (kewenagan mutlak) pangadilan agama. Oleh karena itu,
pihak-pihak yang melakukan perjanjian berdasarkan prinsip syariah
tidak dapat melakukan pilihan hukum untuk diadili dipengadilan yang
lain. Apalagi sebagiman tercantum dala penjelasa umum UU No 3
tahun 2006 alinea kedua, pilihan hukum telah dinyatakan dihapus.
Oleh karena itu dalam draf-draf perjanjian yang dibuat oleh beberapa
perbankan syariah berkaitan dengan perjanjian pembiayaan
murabahah, akda mudharabah, dan akad-akad yang lain yang masih
mencantumkan klausul penyelesaian sengketa dipengadilan negeri
apabila Basyarns tidak dapat menyelesaikan sengketa maka
106 Khazanah Ulum Perbankan Syariah, Vol. 2 No. 1, Januari Juni 2017
Very Agustian : Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah

seharusnya jika mengaju pada penjelasan tersebut, maka klausul


tersebut diubah menjadi kewenangan pengadilan agam dalam
menyelesaikan sengketa tersebut.
Menurut Pasal 11 UU Peradilan Agama, undang- undang ini
mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu pada tanggal 20 Maret
2006. Terhitung sejak tanggal tersebut, sengketa perkara ekonomi
syariah seperti yang di deskripsikan pada penjelasan pasal 49 UU
No.3 Tahun 2006, jatuh menjadi yurisdiksi absolut Peradilan Agama.
Namun setelah di undangkannya UU nomor 21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah, khusus untuk perbankan syariah penyelesaian
sengketanya dapat dilakukan tidak saja dalam lingkungan Peradilan
Agama tapi juga dapat dilakukan diluar Peradilan Agama yaitu
Peradilan Umum, di samping melalui arbitrase dan lainnya, sepanjang
perihal sengketa tersebut telah di perjanjikan atau dimuat dalam akad.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Bab IX pasal 55 UU Perbankan
Syariah.
Pasal 55 UU Perbankan Syariah berbunyi sebagai berikut:
1)Penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh
pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama.
2)Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian
sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad.
3)Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.
Penjelasan ayat (2) pasal 55 berbunyi sebagai berikut:
Yang dimaksud penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan
isi akad adalah upaya sebagai berikut:
a) Musyawarah
b) Mediasi perbankan
c) Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau
lembaga arbitrase lain.
d) Melalui Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum

Khazanah Ulum Perbankan Syariah, Vol. 2 No. 1, Januari Juni 2017 107
III. PENUTUP
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan sengketa perbankan
syariah adalah perbedaan kepentingan di antara dua pihak atau lebih
dalam perbankan syariah yang mengakibatkan terjadinya kerugian
bagi pihak tertentu dan perbedaan kepentingan atau kerugian tersebut
dinyataka kepada pihak yang dianggap menjadi penyebab kerugian
atau pihak lain, dan pihak lain tersebut memberikan pendapat yang
berbeda.
Secara rinci, dapat dikemukakan mengenai bentuk-bentuk
sengketa bank syariah yang disebabkan karena adanya pengingkaran
atau pelanggaran terhadap perikatan (akad) yang telah dibuat, yaitu
disebabkan karena:
1) Kelalaian Bank untuk mengembalikan dana titipan nasabah
dalam akad wadiah
2) Bank mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa
persetujuan yang bersangkutan dalam akad mudlorobah
3) Nasabah melakukan kegiatan usaha minuman keras dan
usaha-usaha lain yang diharamkan menurut syariat Islam
yang bersumber dari dana pinjaman bank syariah, akad qirah
dan lain-lain
4) Pengadilan agama berwenang menghukum kepada pihak
nasabah atau pihak bank yang melakukan wanprestasi yang
menyebabkan kerugian riil (real lose).
Tempat Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah terdiri dari:
1)Penyelesaian sengketa perbankan syariah secara nonlitigasi (di
luar pengadilan)
a) Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS), Upaya damai
tersebut biasanya ditempuh melalui musyawarah (syuura)
untuk mencapai mufakat di antara para pihak yang
berselisih

108 Khazanah Ulum Perbankan Syariah, Vol. 2 No. 1, Januari Juni 2017
Very Agustian : Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah

b)Arbitrase Syariah, Upaya ini biasanya akan ditempuh


apabila para pihak yang berperkara itu sendiri ternyata
tidak mampu mencapai kesepakatan damai
2) Penyelesaian Sengketa Bank Syariah Secara Litigasi Melalui
Peradilan Agama

DAFTAR PUSTAKA
Adrian Sutedi. Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi
Hukum. Bogor Ghalia Indonesia. 2009.
Ahmad Mujahidin. Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Syariah di Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010.
Faturrahman Djamil. Penyelesaian Pembiayaan Permasalahan di
Bank Syariah. Jakarta : Sinar Grafika 2014.
http://gemaisgery.blogspot.com/2010/06/penyelesaian-sengketa-
ekonomi.html
Kasmir, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Raja
Grafindo, 2012).
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP
YKPN, 2005).

Khazanah Ulum Perbankan Syariah, Vol. 2 No. 1, Januari Juni 2017 109

Anda mungkin juga menyukai