Anda di halaman 1dari 7

Inklusi Keuangan Digital: Peningkatan Akses atau Jebakan Finansial?

Oleh: Dwi Septa Alvilianingrum (1705621004)

Pada dasarnya inklusi keuangan adalah strategi untuk memastikan bahwa setiap lapisan
masyarakat memiliki akses yang setara dan terjangkau ke berbagai layanan keuangan, termasuk
perbankan, investasi, dan asuransi. Secara umum, inklusi keuangan digital menyajikan
kesempatan besar untuk memberikan layanan keuangan kepada mereka yang sebelumnya sulit
dijangkau. Terutama bagi individu di wilayah terpencil atau tanpa akses ke lembaga keuangan
konvensional, inklusi keuangan digital membuka pintu untuk mengatasi keterbatasan geografis
dan infrastruktur tradisional. Dalam era globalisasi yang semakin mengintensif, inklusi keuangan
digital menjadi topik yang meraih perhatian mendalam. Fenomena ini melibatkan penghadiran
layanan keuangan melalui platform digital sebagai upaya untuk memperluas akses masyarakat
terhadap sistem finansial. Sementara beberapa pihak melihatnya sebagai evolusi positif menuju
inklusi keuangan yang lebih luas, pertanyaan mendasar mengemuka seperti ‘Apakah inklusi
keuangan digital benar-benar membuka pintu akses yang lebih besar, atau justru mungkin
menjadi jerat finansial bagi sebagian masyarakat?’ menyelami lebih dalam, kita perlu memahami
bahwa inklusi keuangan digital tidak semata tentang ketersediaan layanan, tetapi juga tentang
dampak sosial, ekonomi, dan finansialnya pada masyarakat.
Sebagai penulis, pandangan saya pada inklusi keuangan digital memiliki dua dimensi
yang kompleks. Secara pribadi, saya melihat inklusi ini sebagai tonggak penting dalam
memberikan akses ke layanan keuangan yang sebelumnya sulit dijangkau, terutama bagi mereka
yang berada di wilayah terpencil atau tidak memiliki akses ke lembaga keuangan konvensional.
Namun, saya juga merasa perlu berhati-hati terhadap potensi risiko jerat finansial, terutama
dalam konteks perluasan akses tanpa pendekatan yang cermat. Dengan latar belakang pandangan
tersebut, mari kita ceritakan kisah di mana inklusi keuangan digital telah mengubah kehidupan
seseorang. Bayangkan seorang petani di desa terpencil yang sebelumnya kesulitan mengakses
layanan keuangan. Melalui inklusi keuangan digital, dia kini dapat dengan mudah mengelola
transaksi keuangan, mengakses kredit mikro, dan memperluas usahanya. Kisah seperti ini
menyoroti potensi positif inklusi keuangan digital dalam membuka pintu akses yang lebih besar.
Namun, di sisi lain, kita tidak boleh mengabaikan fakta bahwa dengan kemudahan akses ke
kredit digital, beberapa individu mungkin tergoda untuk mengambil risiko finansial yang tidak
terkendali. Ini dapat menciptakan lingkaran utang yang sulit dilepaskan, mengubah impian
positif inklusi keuangan menjadi jerat finansial yang mengkhawatirkan.

Peningkatan Akses atau Jebakan Finansial?


Pertimbangan utama dalam menjawab pertanyaan ini terletak pada kemudahan
mendapatkan pinjaman melalui Peer-to-Peer (P2P) lending. Meskipun P2P lending menjadi
pilihan yang populer dan memberikan akses tanpa perlu jaminan, kita perlu menilai seberapa
baik regulasi yang mengawasi praktik ini. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa
kecepatan proses pengajuan pinjaman P2P lending sebagian besar didorong oleh desain yang
bertujuan mempercepat pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19.
Dibalik kemudahan yang dijanjikan P2P lending, terdapat risiko tinggi yang harus diakui.
Tingginya suku bunga dan denda atas keterlambatan pembayaran dapat menciptakan beban
finansial yang berat bagi masyarakat. Kompleksitas ini semakin diperparah oleh tingkat literasi
keuangan yang masih rendah di kalangan masyarakat. Seberapa mampu masyarakat memahami
implikasi dari setiap keputusan keuangan mereka?
Penting untuk membuat perbedaan antara inklusi keuangan yang seharusnya mendukung
pemulihan ekonomi dan penyalahgunaan fasilitas keuangan. Dalam konteks ini, literasi keuangan
memegang peran sentral. Bagaimana masyarakat dapat memahami potensi dan risiko fasilitas
keuangan yang mereka gunakan? Dampak negatif dari kurangnya pemahaman ini dapat dilihat
dalam penggunaan pinjol ilegal atau pengalihan dana pinjaman untuk kegiatan konsumtif yang
tidak produktif.

Kemudahan yang Menjebak?


P2P lending, dengan segala risikonya, tidak sepenuhnya dapat disalahkan. Data
menunjukkan bahwa sebagian besar utang pinjol digunakan untuk kebutuhan konsumtif,
menimbulkan pertanyaan apakah persoalannya lebih terkait dengan perilaku pengguna ataukah
ada ketidakseimbangan sistemik yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, perlu dipertanyakan
sejauh mana P2P lending dapat dianggap sebagai kemudahan yang menjebak. Menghadapi
kenyataan penggunaan P2P lending, terutama di lingkungan dengan tingkat literasi keuangan
yang masih rendah, langkah-langkah bijak harus diterapkan. Memilih perusahaan yang terdaftar
dan legal menurut OJK menjadi langkah awal yang penting. Langkah-langkah ini tidak hanya
memberikan perlindungan hukum tetapi juga membatasi besaran bunga dan denda. Penting bagi
masyarakat untuk memahami bahwa keputusan keuangan, termasuk penggunaan P2P lending,
dapat memengaruhi reputasi keuangan mereka. Keterlambatan pembayaran atau catatan buruk
dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK dapat berdampak pada karir seseorang.
Perusahaan cenderung mempertimbangkan reputasi keuangan saat merekrut karyawan.

Dari penjelasan diatas, dapat kita kulik lebih dalam lagi yaitu dengan kisah yang
menggambarkan inklusi keuangan digital telah mengubah kehidupan seseorang, kita dapat
memandu pembahasan ke poin-poin kunci yang mencerminkan dinamika dan dampak dari
inklusi keuangan digital yakni:
1. Membuka Pintu Akses
Inklusi keuangan digital membawa perubahan revolusioner dalam cara masyarakat
mengakses layanan keuangan. Platform-platform daring, seperti perbankan online dan e-wallet,
menyediakan jalur akses baru tanpa terkendala oleh jarak geografis atau infrastruktur tradisional.
Sebagai contoh, di wilayah pedesaan di negara-negara berkembang, di mana kantor bank fisik
mungkin langka, inklusi keuangan digital memungkinkan individu untuk membuka rekening,
mentransfer uang, dan bahkan mendapatkan layanan kredit tanpa harus melakukan perjalanan
jauh. Kisah seorang petani didesa yang sebelumnya sulit mengakses layanan keuangan
konvensional menjadi gambaran konkret bagaimana inklusi keuangan digital membuka pintu
akses yang lebih luas.
Selain itu, layanan keuangan digital juga memberikan akses atau peluang kepada mereka
yang sebelumnya dianggap tidak memiliki riwayat kredit yang memadai. Melalui model
pembiayaan peer-to-peer (P2P), di mana individu dapat meminjam dan memberikan pinjaman
satu sama lain melalui platform online tanpa melibatkan lembaga keuangan tradisional. Dengan
menghapuskan kendala fisik dan memperluas akses ke layanan keuangan, inklusi keuangan
digital secara langsung mengurangi kesenjangan keuangan dan memberikan peluang ekonomi
kepada sektor-sektor masyarakat yang sebelumnya terpinggirkan. Namun, sementara inklusi ini
menjanjikan, perlu diperhatikan risiko dan tantangan yang mungkin timbul seiring dengan
pertumbuhannya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa individu dapat terjebak
dalam jerat finansial karena ketergantungan pada layanan keuangan digital. Terutama, ada risiko
adanya penyalahgunaan layanan, seperti penggunaan kredit yang tidak terkelola dengan baik,
yang dapat membawa dampak negatif pada kestabilan finansial individu. Oleh karena itu,
pemahaman mendalam tentang dinamika keuangan digital ini menjadi krusial dalam
mengevaluasi dampaknya secara holistik.

2. Meningkatkan Literasi Keuangan


Inklusi keuangan digital tidak hanya tentang memberikan akses ke layanan keuangan
tetapi juga berperan dalam meningkatkan literasi keuangan di kalangan masyarakat. Melalui
platform-platform ini, pengguna dapat mengakses informasi tentang manajemen keuangan,
investasi, dan pengelolaan risiko. Sebagai contoh, aplikasi perbankan daring sering menyajikan
materi edukasi keuangan, membantu pengguna memahami konsep-konsep keuangan dasar.
Dengan meningkatkan literasi keuangan, inklusi keuangan digital memberdayakan
masyarakat untuk membuat keputusan keuangan yang lebih cerdas. Hal ini tidak hanya
menciptakan pengguna yang lebih informan tetapi juga dapat mengurangi risiko keuangan yang
disebabkan oleh ketidakpahaman. Melalui upaya ini, inklusi keuangan digital bukan hanya
menjadi alat pengaksesan layanan, tetapi juga sebuah sarana untuk memberdayakan individu
dalam mengelola keuangan mereka secara efektif. Meningkatnya literasi keuangan dapat
membantu individu memahami risiko dan manfaat dari layanan keuangan digital, mencegah
penyalahgunaan, dan membimbing mereka dalam pengambilan keputusan yang lebih cerdas.
Namun, perlu diakui bahwa tantangan literasi keuangan masih menjadi kenyataan di beberapa
komunitas. Oleh karena itu, upaya penguatan literasi keuangan melalui inklusi keuangan digital
harus diarahkan untuk memberikan informasi yang jelas, relevan, dan mudah dipahami.

3. Pengembangan Ekonomi Inklusif


Dalam pandangan saya, Inklusi keuangan digital tidak hanya menjadi sarana untuk
memberikan akses, tetapi juga menjadi katalisator penting bagi pengembangan ekonomi inklusif.
Dengan memberikan akses ke layanan keuangan, termasuk kredit mikro dan asuransi, kepada
individu dan bisnis kecil, dapat menciptakan peluang ekonomi baru. Hal ini dapat merangsang
pertumbuhan sektor informal dan memberikan kontribusi pada pembentukan ekonomi yang lebih
seimbang dan inklusif. Contohnya, melalui layanan kredit mikro dan asuransi yang lebih mudah
diakses, petani di wilayah pedesaan yang sebelumnya kesulitan memperoleh kredit melalui
institusi keuangan tradisional dapat mengembangkan usaha mereka. Peningkatan akses ini
menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan sektor informal dan memberikan
kontribusi penting pada pembentukan ekonomi yang lebih seimbang dan inklusif. Namun, dalam
mengapresiasi potensi pengembangan ekonomi inklusif melalui inklusi keuangan digital, kita
tidak boleh mengabaikan risiko dan tantangan yang mungkin timbul. Beberapa di antaranya
termasuk risiko utang berlebih dan kekurangan perlindungan konsumen. Oleh karena itu, upaya
yang serius dan berkelanjutan perlu dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah ini. Hanya
dengan menangani risiko ini secara efektif, inklusi keuangan digital dapat sepenuhnya
mengoptimalkan dampak positifnya dalam menciptakan masyarakat yang lebih seimbang dan
adil secara ekonomi.
Pengembangan ekonomi inklusif menciptakan peluang kerja baru, memicu pertumbuhan
sektor informal, dan secara keseluruhan merangsang aktivitas ekonomi di lapisan masyarakat
yang lebih luas. Dengan memperluas basis ekonomi, inklusi keuangan digital dapat berperan
sebagai kunci untuk menciptakan masyarakat yang lebih seimbang dan adil secara ekonomi.
Meskipun demikian, upaya yang serius diperlukan untuk mengatasi risiko dan menangani
tantangan, seperti utang berlebih dan kurangnya perlindungan konsumen, agar dampak positif ini
dapat terealisasi sepenuhnya.

4. Risiko dan Tantangan


Dalam menjalani inklusi keuangan digital, kita tidak dapat mengabaikan risiko dan
tantangan yang mungkin muncul, terutama terkait dengan potensi jerat finansial. Seiring dengan
kemudahan akses ke berbagai layanan keuangan digital, masyarakat juga dihadapkan pada
risiko-risiko tertentu. Salah satu risiko utama adalah potensi utang berlebih, di mana individu
tergoda untuk menggunakan layanan kredit secara tidak terkendali. Hal ini dapat menciptakan
lingkaran utang yang sulit diputuskan, memberikan dampak negatif pada kestabilan keuangan
mereka. Meskipun inklusi keuangan digital membawa berbagai manfaat, ada risiko dan
tantangan yang perlu diatasi. Salah satu risiko utama adalah tingginya tingkat utang yang
mungkin terjadi akibat akses mudah terhadap kredit digital. Individu yang kurang berpengalaman
atau tidak memiliki pemahaman yang memadai tentang implikasi keuangan dapat terjerat dalam
spiral utang yang sulit untuk diatasi. Sementara inklusi keuangan digital membuka pintu akses
yang lebih luas, pemahaman mendalam tentang risiko ini perlu ditingkatkan. Perlu ada upaya
untuk memberikan edukasi dan informasi yang jelas kepada pengguna layanan keuangan digital
agar mereka dapat membuat keputusan finansial yang cerdas dan terinformasi. Dalam hal seperti
ini, risiko jerat finansial muncul terutama dalam penggunaan kredit digital. Akses mudah
terhadap pinjaman tanpa memerlukan jaminan yang kuat dapat memicu perilaku utang yang
tidak terkendali. Individu yang kurang berpengalaman atau kurang memahami implikasi
keuangan dapat terjebak dalam spiral utang yang sulit diatasi. Misalnya, model pinjaman digital
tanpa syarat yang menawarkan dana cepat tanpa penilaian kredit yang cermat dapat membawa
risiko ketergantungan pada utang yang berujung pada kesulitan keuangan. Diperlukan regulasi
yang efektif dan mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah praktik pemberian kredit
yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, upaya penyuluhan dan edukasi publik perlu
ditingkatkan agar masyarakat dapat membuat keputusan keuangan yang lebih bijak dan
memahami konsekuensi jangka panjang dari penggunaan kredit digital. Pentingnya tanggung
jawab dan kesadaran finansial dalam mengelola akses ke layanan keuangan digital tidak dapat
dipandang sebelah mata. Masyarakat perlu dilibatkan dalam kampanye edukasi yang mendorong
kesadaran akan potensi risiko dan cara mengelola keuangan secara bertanggung jawab dalam
ekosistem keuangan digital yang berkembang pesat. Hanya dengan pendekatan holistik ini kita
dapat mengoptimalkan manfaat inklusi keuangan digital sambil meminimalkan risiko yang
mungkin timbul.

5. Perlindungan Konsumen dan Privasi


Aspek kritis dari inklusi keuangan digital adalah perlindungan konsumen dan privasi.
Dengan menggunakan platform digital, data pribadi menjadi rentan terhadap pelanggaran
keamanan dan penyalahgunaan. Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang kuat dan mekanisme
perlindungan konsumen yang efektif untuk memastikan bahwa informasi pribadi tidak
disalahgunakan. Selain itu, perlindungan konsumen dan privasi informasi menjadi isu penting
dalam era inklusi keuangan digital. Keterlibatan teknologi yang tinggi dalam layanan keuangan
digital meningkatkan risiko pelanggaran privasi dan keamanan data. Oleh karena itu, regulasi
dan kebijakan yang efektif diperlukan untuk melindungi konsumen dari potensi penyalahgunaan
data dan transaksi keuangan. Perlindungan konsumen dan privasi informasi adalah landasan
kritis dari inklusi keuangan digital yang berkelanjutan. Dengan banyaknya data keuangan yang
beredar dalam ekosistem digital, risiko pelanggaran privasi dan keamanan data meningkat.
Contoh nyata adalah insiden pencurian data yang dapat merugikan konsumen secara finansial
dan merusak kepercayaan terhadap sistem keuangan digital.

Dari point-point tersebut maka yang terjadi, Peningkatan Akses atau Jebakan
Finansial?
Secara holistik, inklusi keuangan digital di Indonesia membawa perubahan signifikan
dengan memberikan akses yang lebih luas ke layanan keuangan, terutama bagi masyarakat yang
sebelumnya terpinggirkan. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah mengalami lonjakan
adopsi layanan keuangan digital, sebagaimana tercermin dalam Indonesia Digital 2019 dan
Laporan Findex Global 2017. Untuk menggambarkan adanya peningkatan inklusi keuangan
yaitu seperti gambar dibawah ini:
Gambar 1. Hasil Survey inklusi keuangan

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan


Berdasarkan gambaran literasi keuangan dan inklusi keuangan di Indonesia, terlihat
bahwa terdapat peningkatan yang positif pada tahun 2019. Tingkat literasi keuangan mencapai
38,03%, melampaui target yang ditetapkan. Begitu juga dengan inklusi keuangan yang mencapai
76,19%, melebihi target yang telah ditentukan. Hal ini menunjukkan adanya progres signifikan
dalam pemahaman dan partisipasi masyarakat terhadap layanan keuangan. Peningkatan ini dapat
diartikan bahwa langkah-langkah untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia
memberikan hasil yang memuaskan dan perlu diperkuat untuk mendukung pertumbuhan
ekonomi yang inklusif.

Gambar 2. Nilai Transaksi Fintech

Sumber: Statista-Fintech Indonesia OJK SNILINK 2022


Data yang disajikan dalam Laporan EV-DCI 2023 menyoroti pertumbuhan signifikan
dalam transaksi digital, mencatat lonjakan sebesar 32% dibandingkan dengan tahun 2019.
Peningkatan yang mencolok ini tidak hanya sekadar angka, melainkan mencerminkan perubahan
positif dalam literasi keuangan yang meningkat sebesar 17% dan inklusi keuangan yang naik
sebesar 20%. Dalam konteks ini, dapat diinterpretasikan bahwa masyarakat semakin menyadari
pentingnya pemahaman keuangan dan mendapatkan akses lebih luas terhadap sarana finansial.
Hal ini menjadi landasan yang kuat untuk mencapai stabilitas dan kesejahteraan ekonomi yang
lebih baik, sesuai dengan evolusi positif yang terjadi dalam ekosistem keuangan digital.
Dari kedua data tersebut, berari hal ini menciptakan landasan positif untuk memahami
bahwa inklusi keuangan digital mampu memperluas cakupan akses ke layanan finansial. Inklusi
keuangan merujuk pada pemberian akses kepada individu dan bisnis untuk memperoleh produk
dan layanan keuangan yang memberikan manfaat dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan
mereka. Ini mencakup berbagai aspek seperti transaksi, pembayaran, tabungan, kredit, dan
asuransi, yang dijalankan dengan tanggung jawab dan keberlanjutan. Dengan inklusi keuangan,
tujuan utamanya adalah memastikan bahwa setiap individu dan bisnis dapat memanfaatkan
sumber daya keuangan secara efektif, mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan
berkelanjutan.
Gambar 3. Survey Inklusi Keuangan 2022

Meskipun terdapat peningkatan akses, tantangan terkait risiko jerat finansial tidak dapat
diabaikan. Data Susenas 2022 dari BPS menunjukkan bahwa sementara sebagian besar
masyarakat telah mengakses layanan keuangan digital, masih ada kebutuhan mendesak untuk
meningkatkan literasi keuangan agar mereka dapat menggunakan layanan ini dengan bijak dan
menghindari risiko terjerat dalam utang yang tidak terkendali. Strategi Nasional Keuangan
Inklusif 2020-2024 yang diusung oleh OJK menyoroti komitmen pemerintah untuk memperluas
inklusi keuangan secara menyeluruh. Namun, tantangan terbesar adalah mencapai keseimbangan
antara memperluas akses dan melindungi konsumen dari risiko keuangan yang mungkin timbul.
Diperlukan upaya serius untuk meningkatkan literasi keuangan dan pendekatan preventif untuk
mengatasi risiko potensial yang diakibatkan oleh penggunaan yang tidak terkendali dari layanan
keuangan digital. Perlindungan konsumen dan privasi informasi menjadi isu penting dalam era
inklusi keuangan digital. Dengan meningkatnya keterlibatan teknologi dalam layanan keuangan
digital, risiko pelanggaran privasi dan keamanan data semakin meningkat. Oleh karena itu,
regulasi dan kebijakan yang efektif diperlukan untuk melindungi konsumen dari potensi
penyalahgunaan data dan transaksi keuangan. Contoh nyata adalah insiden pencurian data yang
dapat merugikan konsumen secara finansial dan merusak kepercayaan terhadap sistem keuangan
digital.
Dalam keseluruhan, sebagai sebuah fenomena ganda, P2P lending seperti pisau bermata
dua yang bisa memberikan manfaat atau membawa mudarat tergantung pada pemakainya. Oleh
karena itu, masyarakat perlu berpikir jangka panjang dalam menggunakan fasilitas keuangan
digital ini. Inklusi keuangan digital dapat membuka pintu akses yang positif jika dielola dengan
bijak dan mendukung pemahaman yang lebih baik mengenai literasi keuangan. sementara inklusi
keuangan digital membawa dampak positif, upaya serius dalam mengatasi risiko dan menangani
tantangan seperti utang berlebih, dan perlindungan konsumen dan privasi, adalah esensial untuk
memastikan bahwa perkembangan ini mendukung keberlanjutan dan pemberdayaan masyarakat
secara menyeluruh. Upaya kolaboratif antara regulator, lembaga keuangan, dan penyedia layanan
digital perlu diperkuat untuk menciptakan kerangka kerja yang mengedepankan keamanan dan
kesejahteraan konsumen. Dengan demikian, inklusi keuangan digital dapat menjadi kekuatan
positif yang mengubah lanskap keuangan global dengan memberikan manfaat yang nyata bagi
individu dan masyarakat secara keseluruhan.

Refrensi

World Bank. (2018). "Laporan Findex Global 2017, Mengevaluasi Inklusi Keuangan dan
Revolusi Fintech."
https://translate.google.com/translate?u=https://openknowledge.worldbank.org/handle/
10986/29510&hl=id&sl=en&tl=id&client=srp&prev=search

Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (2020). "Strategi Nasional Keuangan Inklusif 2020-2024:
Mendorong Percepatan dan Perluasan Keuangan Inklusif."
https://ojk.go.id/id/data-dan-statistik/laporan-tahunan/Pages/Laporan-Tahunan-OJK-2020.aspx

Badan Pusat Statistik (BPS). (2022). "Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Akses
dan Penggunaan Layanan Keuangan." https://www.bps.go.id/id

Laporan Keuangan Inklusif Indonesia (FII). (2022). "Mendorong Akses dan Penggunaan
Layanan Keuangan untuk Pemberdayaan Masyarakat."

Infografis hasil survey nasional literasi dan inklusi tahun 2022. https://ojk.go.id/id/berita-
dan-kegiatan/info-terkini/Pages/Infografis-Survei-Nasional-Literasi-dan-Inklusi-Keuangan-
Tahun-2022.aspx

Nilai transaksi digital, https://www.techverse.asia/techno/4494/22092023/nilai-transaksi-


digital-di-indonesia-meningkat-sampai-32-persen-tapi-literasi-keuangan-masih-harus-
ditingkatkan

Tantangan inklusi keuangan digital,


https://www.kompas.id/baca/opini/2020/10/28/tantangan-inklusi-keuangan-digital

Anda mungkin juga menyukai