Anda di halaman 1dari 2

FINTECH

pada saat ini kita sedang mengalami shifting dari era perbankan tradisional menuju
era fintech atau teknologi finansial. Yaitu era di mana teknologi seperti peer-to-peer pay-
ment, cloud computing, social media, hingga blockhain menjadi alat yang digunakan oleh
institusi finansial untuk menciptakan produk dan jasa finansial yang dibutuhkan banyak
orang.

Tanda-tanda shifting
 Masyarakat semakin terbiasa melakukan berbagai aktivitas keuangannya secara
digital,
 sudah tak terdengar atau terlihat lagi bank membuka kantor cabang.
 sekat-sekat birokrasi untuk pengiriman uang antar-negara juga dapat ditembus
dengan teknologi peer-to-peer payment.

Perusahaan dunia seperti Western Union, MoneyGram, dan Ria yang menjadi pemain
utama dalam bisnis remitansi dunia. Perusahaan-perusahaan tersebut beroperasi di 200
negara dengan total gerai fisik hingga lebih dari satu juta toko retail. Mereka membebankan
biaya lebih mahal karena menggunakan banyak gerai-gerai fisik dan pengiriman uangnya
harus melewati banyak institusi finansial agar sampai ke tangan penerima.
Bandingkan dengan Transferwise, Remitly, Worldremit, dan startup lainnya yang
mengandalkan model bisnis yang baru. Biaya yang dibebankan startup ini mencapai sekitar
50% lebih murah. Melihat besarnya dampak dari penggunaan teknologi kepada kebutuhan
penggunanya, besar kemungkinan fintech remitansi akan menggeser para incumbent dari
tampuk kekuasaannya. Bank-bank sentral sudah pasti akan lebih senang karena akan
mendukung gerakan inklusi keuangan.

sisi yang lain dari shifting, yaitu urunan dana atau crowdfunding. Crowdfunding fintech ini
mengubah cara-cara lama untuk berdonasi dan besar kemungkinan juga untuk berinvestasi.
Bila sebelumnya kita hanya berdonasi dari kotak-kotak amal atau mengirimkan ke rekening
donasi, sekarang kita bisa memilih berbagai tujuan donasi melalui platform digital.
Keberadaan crowdfunding sendiri memiliki dampak yang sangat besar bagi banyak orang.
Mulai dari membantu mengumpulkan modal untuk menjalankan bisnis atau proyek kreatif
seperti yang dilakukan oleh Kickstarter, hingga menolong nyawa manusia yang
membutuhkan bantuan finansial untuk pelayanan kesehatan seperti yang dilakukan oleh
Kitabisa.
Yang Kitabisa lakukan adalah pengelolaan ekonomi gotong royong secara profesional.
setiap orang bisa berdonasi kapan saja dan di mana saja langsung dari gawainya. Semua
orang bisa melihat jumlah donasi secara real time dan transparan. Kitabisa diaudit oleh
Akuntan Publik dengan status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Fintech seperti Kitabisa
mampu mempertemukan orang-orang yang membutuhkan bantuan tersebut dengan orang-
orang baik yang ingin membantu. Suatu platform digital mampu membantu banyak orang
untuk memahami cerita dari mereka yang membutuhkan bantuan dan mewujudkan
harapannya.
Selain crowdfunding untuk menghubungkan kebaikan, perlahan-lahan kita mulai
menyaksikan crowdfunding bisa dipakai untuk membiayai investasi. Tren crowdfunding ini
pun muncul dalam bentuk platform digital. Sebut saja Kickstarter, Indiegogo, dan
GoFundme. Mereka menjadi perantara bagi orang-orang yang membutuhkan modal untuk
bisnis maupun proyek inovatifnya dengan para investor sampai para angel atau orang-orang
yang mau berdonasi dan hanya mengharapkan perkembangan dari produk/inovasi tersebut.

Pada tahun 2017 masyarakat masih berjarak terhadap pelayanan keuangan Jumlah
akun perbankan masyarakat bertumbuh dengan sangat lambat dan membutuhkan
pembangunan infrastruktur yang sangat besar untuk dapat menjangkau seluruh
Indonesia.sehingga masyarakat sulit mengakses layanan perbanbkan tersebut.
Jika dibandingkan dengan potensi dari fintech, fintech memberikan manfaat bagi
penggunanya untuk mengakses pelayanan finansial. Kita memiliki Go-Pay, untuk transaksi
pembelian dan pembayaran, aplikasi Amartha untuk melakukan peminjaman peer-to-peer,
aplikasi Finansialku untuk pembantuan kondisi finansial kita, hingga aplikasi Investree untuk
mengumpulkan modal bisnis kita secara peer-to- rekan. fintech ini memungkinkan kita untuk
mengakses layanan finansial tanpa perbankan, melainkan hanya melalui gawai dalam
genggaman tangan kita.

Dalam teori mengenai uang dan bank, dikenal istilah 5C untuk mengukur kelayakan
pinjaman perbankan. Memang character menempati posisi utama, saat memutuskan
apakah seseorang layak atau tidak diberi pinjaman. Empat dari 5C lainnya itu adalah capital,
capacity, collateral, dan conditions, Namun, karena rumitnya menentukan character
seseorang, perbankan konvensional selama ini hanya mengacu pada satu C saja, yaitu
collateral atau besarnya aset sebagai jaminan.
Dalam era big data saat ini, karakter calon nasabah bisa diperoleh melalui sebuah
fintech dalam waktu yang sangat singkat yang tentu saja juga bisa mengubah peta bisnis
perbankan dan mempercepat shifting. Dunia telah terhubung, perbedaan harga uang
(besarnya biaya pinjaman) antar-negara bisa mendorong masyarakat melakukan transaksi
peer-to-peer yang tidak berada dalam orbit satu regulator. Karena nilai pinjamannya kecil-
kecil, konsumen tertentu yang didukung oleh sistem nilai yang dianutnya dapat saja saling
berhubungan dan saling memberi pinjaman.

Saat ini Indonesia memiliki empat perusahaan startup yang menyandang gelar unicorn,
yakni GO-JEK, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak. Di Indonesia belum ada unicorn
(fintech). dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat saat ini, persaingan industri
fintech semakin terbuka lebar, terlebih negara-negara maju seperti Amerika Serikat terus
memacu pertumbuhan industri fintech. fintech akan terus mengubah peta jasa perbankan
dan memudahkan industri. Masih akan ada banyak lagi yang berubah dan tentu saja akan
menjadi surprise bagi dunia perbankan yang terlambat melakukan antisipasi.
blockchain ke depannya bisa berdampak mengubah proses bisnis perbankan, hilangnya
jasa-jasa seperti ATM dan kartu kredit, penyederhanaan pembukuan, dan berkembangnya
uang digital atau cryptocurrency. Semua ini masih terus berubah dan berpindah.

Anda mungkin juga menyukai