Anda di halaman 1dari 6

Perkembangan New Media Dalam Kehidupan Masyarakat

“Studi Kasus Perkembangan dan Persaingan Dompet Digital di Indonesia”

Tren dompet digital atau biasa disebut dengan istilah E-wallet belakangan ini sedang
populer digunakan oleh masyarakat di negara berkembang. Kehadiran dompet digital ini tak
lain merupakan dampak dari kemajuan teknologi yang semakin berkembang mengikuti
pergantian arus zaman. Perkembangan teknologi ini masuk merambah ke berbagai sektor
kehidupan di masyarakat yang dimana dapat membantu memudahkan kebutuhan sehari-hari.
Misalnya saja dengan adanya e-banking, e-commerce, e-learning, e-wallet dan masih banyak
lagi jenisnya. E-wallet atau dompet digital ini dalam penggunaannya sangat erat kaitannya
untuk digunakan sebagai digital payment (pembayaran non-tunai) dengan menggunakan kode
pembayaran tertentu yang akan muncul sebelum transaksi berlangsung seperti scan barcode
ataupun menggunakan sebuah kartu sebagai alat transaksinya.

Peralihan pembayaran tunai menjadi non-tunai tak terlepas dari kebijakan yang
dilakukan oleh Bank Indonesia pada tahun 2009. Dimana BI mencanangkan perluasan
pengembangan uang elektronik untuk penggunaan moda transportasi, elektronifikasi keuangan
pemerintah daerah, juga teknologi finansial untuk pelaku bisnis. Kemudian lima tahun setelah
itu, Bank Indonesia mengumumkan adanya Gerakan Nasional Non Tunai atau GNNT. Gerakan
ini tentu saja disambut oleh pelaku usaha atau bisnis dan masyarakat luas. Perlahan-lahan,
berbagai layanan pun berubah menjadi cashless (tanpa uang tunai). Tren cashless society pun
merangkak naik, cashless society adalah sebuah kalangan yang tidak lagi menggunakan uang
tunai dalam transaksi keuangan sehari-harinya. Mereka beralih menggunakan kartu debit, kartu
kredit, cash card, ataupun aplikasi-aplikasi dompet virtual yang sedang naik daun seperi Gopay,
Ovo, Dana, dan t-Money.

Dalam penggunaanya, dompet virtual umumnya digunakan oleh mereka yang berusia
produktif diantaranya berkisar dari usia 17-35 tahun. Untuk menggunakan e-wallet ini
pengguna perlu menginstall terlebih dahulu aplikasi dompet digital yang diinginkan pada
gawainya. Kemudian setelah itu, pengguna wajib memasukan informasi relevan yang
diperlukan. Informasi yang terdaftar tersebut secara otomatis akan masuk kedalam database
yang ada serta dapat diperbarui sewaktu-waktu. Kemudahan dan kepraktisanlah yang menjadi
modal dompet virtual ini semakin digandrungi oleh banyak orang. Mereka kini tidak
direpotkan lagi dengan membawa uang dalam jumlah banyak didalam dompet. Hanya dengan
sebuah kartu atau top up saldo via aplikasi dompet virtual, penggunanya dapat dengan bebas
bertransaksi dimanapun dan kapanpun dengan merchant-merchant yang bekerja sama dengan
pelayanan digital payment. Dari sisi penjual, mereka pun pihak yang dintungkan. Karena
dengan sistem digital payment ini penjual pun tidak akan kerepotan dalam menyediakan uang
kembali untuk pembeli, karena transaksi pembayaran pasti dilakukan dengan nominal yang pas
sesuai dengan keperluan pembeli. Misalnya saja pembeli harus membayar harga untuk suatu
barang sebesar Rp. 85.675, maka pembeli tersebut harus membayar dan memasukan nominal
yang sama, tidak kurang ataupun lebih didalam transaksi pembayaran di aplikasi dompet virtual
yang digunakan. Secara keseluruhan, pada umumnya dompet virtual dapat membuat proses
pembayaran menjadi lebih simple, gampang, dan juga efisien,

Tidak dipungkiri, bahwa promo-promo yang sering ditawarkan oleh penyedia aplikasi
dompet digital ataupun uang elektronik dapat menarik perhatian penggunanya. Yang awalnya
tidak menggunakan dompet virtual pun karena melihat promo yang menggiurkan tersebut
akhirnya mereka rela men-download terlebih dahulu aplikasinya baru melakukan transaksi.
Banyak kita temukan promo-promo tersebut dilakukan diberbagai merchant yang ada di pusat
perbelanjaan. Promo-promo tersebut biasanya berbentuk cashback ataupun potongan harga
(diskon). Dengan banyaknya aplikasi dompet digital yang ada, membuat promo-promo tersebut
semakin bersaing setiap harinya.

Namun, dibalik kemudahan yang ditawarkan oleh para pelaku usaha fintech (financial
technology) ini ada beberapa kekhawatiran yang muncul dalam penggunaannya. Seperti yang
dikemukakan portal online viva.co.id menurut pengamat teknologi digital Heru Sutadi, beliau
mengungkapkan bahwa penggunaan e-wallet ini tidak sepenuhnya aman 100%. Menurutnya,
beberapa dompet digital menggunakan data KTP sebagai informasi utama yang dimana dapat
berpotensi memunculkan bahaya apabila pengamanannya tidak baik. Sejalan dengan
pernyataan Heru Sutadi, beberapa waktu lalu muncul pemberitaan di publik bahwa data
nasabah pengguna kartu kredit teryata diperjual belikan dengan murah kepada oknum
telemarketer untuk menggaet customer dengan menawarkan produk atau jasa dari
perusahaannya. Data yang diperjual belikan tersebut antara lain berisikan nama lengkap
nasabah, nomor telepon, alamat, dan nomor kartu kredit (dikutip dari Titro.id).

Dengan contoh kasus tersebut, kekhawatiran yang diungkapkan Heru Sutadi memang
patut diperhatikan. Pasalnya, pengisian data diri yang pengguna lakukan baik untuk aplikasi
dompet virtual ataupun sistem uang elektronik tersebut nyatanya memang tidak sepenuhnya
aman. Bisa saja ada oknum tertentu yang memperjual belikan data pribadi kita yang sudah
disimpan di database mereka kepada orang telemarketing dengan berbagai kepentingannya.
Hal ini dapat menimbulkan rawan penyalahgunaan didalamnya. Ini sebabnya banyak nasabah
kartu kredit yang kerap mendapatkan telepon ataupun sms tawaran produk bank atau asuransi.
Terkadang kesempatan ini juga digunakan oleh para penjahat untuk melakukan penipuan dan
pembobolan kartu kredit.

Terlepas dari itu, nyatanya pertumbuhan transaksi non-tunai di Indonesia semakin


melonjak dari tahun-ketahun. Menurut data yang dikeluarkan Bank Indonesia pada tahun 2017,
dimana kebijakan non-tunai dilakukan dan sudah muncul beberapa dompet virtual, Bank
Indonesia mencatat ada 943,319,933 transaksi non-tunai dilakukan. Artinya, masyarakat kita
sudah mulai beralih menggunakan transaksi non-tunai dibanding dengan transaksi tunai.
Kemudian pada tahun 2018, sebuah laporan yang dilakukan oleh perusahaan riset dan penasihat
yang berbasis di India, menyebutkan bahwa pasar dompet digital di Indonesia mencapai US$
1,5 Miliar atau sebesar Rp. 21 Triliun (dikutip dari cnbcindonesia.com). Temasek dan Google
pun pernah memprediksi pertumbuhan ekonomi digital Indonesia akan terus tumbuh mencapai
$100 miliar pada 2025. Peluang ini lah yang membuat pelaku bisnis fintech terus melakukan
perkembangan agar tidak kalah dengan kompetitor lain, sehingga kompetisi antar aplikasi
dompet virtual kian sengit. Sampai dengan saat ini, di Indonesia dapat diidentifikasikan
beberapa ‘pemain utama’ dalam kategori dompet virtual ini. Diantaranya ialah Go-Pay dan
Ovo.

Ilustrasi Dompet Digital


(Sumber : cnbcindonesia.com)
Go-Pay Merajai

Setelah berhasil dengan bisnis transportasi online, kini Go-Jek telah merambah masuk
ke industri fintech dengan meluncurkan Go-Pay sebagai alat pembayaran yang digunakan
untuk jasa transportasinya saja pada awalnya. Kemudian, dengan berpegang izin sebagai
penyelenggara uang elektronik melalui Bank Indonesia, kini Go-Pay menawarkan berbagai
layanan yang dapat di akses di aplikasi Go-Jek. Misalnya dengan layanan pembayaran
kebutuhan rumah tangga, isi pulsa, pemesanan tiket bioskop, membeli makanan dan kebutuhan
lain, dan masih banyak lagi layanan yang ditawarkan oleh Go-Pay kepada penggunanya.

Go-Pay kini menjadi salah satu dompet virtual dengan basis pengguna terbanyak dan
merajai pasar pembayaran digital di Indonesia. Riset tersebut dilakukan oleh Lembaga riset
independent dibawah naungan Financial Times, FT Confidential Research Mobile Payment
dan laporan Fintech 2018 dari Daily Social Bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Riset
yang dilakukan oleh Morgan Stanley pun menyebutkan bahwa transaksi Go-Pay pada tahun
2018 telah mencapai Rp. 89 Triliun. Penggunaan Go-Pay sendiri terbilang mudah, hanya
dengan scan QR code yang dikeluarkan pihak merchant, maka transaksi pun sudah bisa
dilakukan. Sebelum itu untuk melakukan transaksi, pengguna terlebih dahulu harus memiliki
saldo Go-Pay. Saldo ini bisa di top up melalui internet banking, mobile banking, dan ATM.
Selain itu, top up saldo pun bisa dilakukan melalui driver gojek secara tunai. Investasi yang
diraup Go-Jek dengan layanan pembayaran digitalnya Go-Pay sangat besar nilainya, yakni
mencapai triliunan rupiah. Dalam riset terbaru, bertajuk The Global Unicorn Club, lembaga
riset internasional, CBInsight menyatakan gojek telah memiliki valuasi sebesar US$ 10 miliar,
yang artinya Go-Jek sudah menyandang status decacorn.

Ovo Menyalip

Dibawah naungan Lippo Group, OVO terus berekspansi dan mengembangkan


layanannya diberbagai pembayaran digital. Tak ingin kalah dengan pesaingnya Go-Pay, Ovo
terus bekerja keras untuk membangun dan menjangkau berbagai sektor kebutuhan masyarakat
dalam layanan keuangan.

Ovo didirikan pada tahun 2017, yang merupakan transformasi dari Grab-Pay milik
Grab Indonesia. Sama seperti Go-Pay, pada awalnya layanan ini diperuntukan sebagai alat
pembayaran khusus transportasi Grab. Namun, setelah beberapa lama layanan ini pun dibuat
universal, maka pada akhirnya Ovo resmi bekerja sama dengan sarana transportasi online Grab.
Jason Thompson selaku CEO Ovo menyatakan bahwa, Ovo dapat melakukan pembayaran non-
tunai yang dapat dilakukan diberbagai tempat. Mulai dari pusat perbelanjaan, rumah sakit,
bahkan hingga toko-toko atau warung kecil. Berbeda dengan Go-Pay yang menggunakan scan
QR code untuk bertransaksi, di aplikasi dompet digital Ovo, transaksi dilakukan dengan
menggunakan nomor telepon pengguna. Setelah menyebutkan nomor telepon, maka akan
muncul tagihan transaksi yang harus dibayar oleh pembeli.

Pada tahun 2018, situs marketplace Tokopedia mengumumkan peralihan dompet


digitalnya yang semula Toko Cash, menjadi Ovo. Melalui kerja sama ini, Ovo mendapat
tambahan basis penggunanya selain dari pelanggan Grab Indonesia. Per Mei 2018, Ovo juga
mengklaim memiliki 10 juta pengguna aktif.

Setelah melihat perkembangan dan persaingan dompet digital di Indonesia, memang


kemajuan sebuah teknologi tidak bisa kita hindari keberadaannya. Dengan melonjaknya
transaksi online dari tahun ke tahun hal ini menandakan bahwa pertumbuhan ekonomi digital
Indonesia semakin berkembang. Terlebih dengan adanya aplikasi dompet digital yang semakin
pesat persaingannya. Seperti yang kita rasakan saat ini, dengan kemajuan teknologi yang
menyentuh berbagai sektor kebutuhan masyarakat, kita dibuat mudah dalam melakukan
kegiatan sehari-hari. Dengan adanya dompet digital kita dapat merasakan keefisienan dalam
penggunaannya. Belum lagi dengan gencaran promo gila-gilaan yang dibuat oleh aplikasi
tersebut untuk menarik perhatian penggunanya. Semakin kita banyak mengakses aplikasi
tersebut, maka semakin banyak pula pendiri aplikasi itu meraup banyak keuntungan yang
didapatkan. Namun dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan, kita juga sepatutnya harus
waspada terhadap penyalahgunaan data pribadi yang kita daftarkan. Jangan sampai data diri
kita digunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Selain itu, pemerintah juga akan terus mendorong pertumbuhan ekonomi melalui
dompet digital ini. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan bukanlah untuk menghambat laju
perkembangannya, namun lebih diarahkan untuk melindungi keamanan transaksi dan data
nasabah.

Oleh :
Alicia Kusumadani
1610631190017
IKOM 6B
Referensi :

Bernhart Farras, CNBC Indonesia

20 February 2019 15:54

https://www.cnbcindonesia.com/fintech/20190220154950-37-56670/pasar-dompet-digital-ri-
capai-rp-21-t-di-2018

Mawa Kresna - 20 Maret 2019

https://tirto.id/bagaimana-data-nasabah-kartu-kredit-diperjualbelikan-djSv

Elisa Valenta18:19 WIB - Kamis, 07 Februari 2019

https://beritagar.id/artikel/berita/kompetisi-sengit-di-balik-kenyamanan-dompet-digital

Anda mungkin juga menyukai