Anda di halaman 1dari 20

Digital Money: Peluang dan Tantangan bagi Bisnis Perbankan

Dewasa ini, masyarakat sudah mulai mengurangi kebiasaan untuk membawa uang dalam jumlah
yang besar di dalam dompetnya karena selain dipandang tidak aman juga dinilai tidak praktis.
Besar kecilnya uang yang dapat dibawa oleh masyarakat dalam dompet atau sakunya dapat
dipertimbangkan sebagai kendala bagi masyarakat untuk melakukan konsumsi. Hal ini juga
didukung oleh kemajuan zaman yang semakin modern membuat perkembangan teknologi semakin
maju hingga terdapat uang elektronik yang dapat dipergunakan untuk menggunakan e-money
tersebut.

Dengan munculnya teknologi digital money ini dapat memberikan keuntungan bagi perbankan
sekaligus untuk nasabahnya. Keuntungan bagi perbankan yakni menarik perhatian konsumen
melalui kemudahan yang ditawarkan oleh bank dalam memenuhi kebutuhan konsumen akan
kecepatan dan keefisienan dalam melakukan suatu transaksi pembayaran. Hal ini dikarenakan oleh
semakin tingginya kebutuhan nasabah akan kecepatan transaksi untuk meminimalisir waktunya
yang masih bisa mereka gunakan untuk keperluan mereka yang lain.

Perkembangan digital money sudah sangat berkembang pesat, khususnya di Indonesia. Kini,
masyarakat Indonesia, terutama di daerah perkotaan, sudah sangat terbiasa untuk menggunakan
fasilitas pembayaran non-tunai. Digital payment di Indonesia-pun dianggap sangat memudahkan
ditengah kesibukan aktivitas sehari-hari. Berbagai keperluan pembayaran zaman kini sudah
dilakukan melalui kartu debit, kartu kredit, m-bangking, e-banking, paypal, kartu prabayar, dan
sebagainya. Namun, variasi digital payment terus mengalami perkembangan dari masa ke masa.
Segala keperluan masyarakat Indonesia tidak dipungkiri akan terus bertambah dan bermacam
ragamnya. Dalam segi mini transaction hinggan transaksi besar-besaran dalam memenuhi segala
kebutuhan demi kesejahteraan hidup.

Dari sektor Perbankan sendiri, Indonesia telah mengalami banyak perubahan yang signifikan
selama 20 tahun terakhir ini. Regulasi dan juga kemajuan teknologi adalah faktor pendorong utama
perubahan itu. Pada tahun 2000-an, bank mulai mengubah cara melayani pelanggan dengan
memperkenalkan saluran baru, berbeda dengan cabang tradisional, seperti ATM dan yang baru-
baru ini beberapa bank telah memperkenalkan perbankan tanpa cabang.

Yang terakhir diperkenalkan untuk meningkatkan kebutuhan akan inklusi keuangan, karena
masyarakat menyadari bahwa hal itu memungkinkan pembangunan ekonomi dan sosial.
Memasuki abad ke-21, di mana internet tersebar di seluruh dunia dan saluran digital seperti ponsel
menjadi semakin penting, sektor perbankan mulai melihat perlunya transformasi model bisnis,
yang hanya dibutuhkan dalam revolusi industri keempat ini.

Uang Elektronik atau digital money adalah alat pembayaran yang diterbitkan atas dasar nilai uang
yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit. Uang elektronik digunakan sebagai alat pembayaran
kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut. Nilai uang disimpan
secara elektronik dalam suatu media server atau chip, serta dapat dipindahkan untuk kepentingan
transaksi pembayaran dan/atau transfer dana. Nilai uang ini bukanlah merupakan simpanan
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan, sehingga tidak
diberikan bunga dan tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Uang elektronik
lebih merupakan pengalihan bentuk dari uang tunai

Bank Indonesia menerbitkan uang elektronik pertama kali di bulan April 2007. Selama kurang
lebih satu setengah tahun sejak pertama terbit jumlah uang elektronik telah mencapai 430,000.
Berbeda pada awal penerbitannya, uang elektronik saat ini tidak hanya diterbitkan dalam
bentuk chipyang tertanam pada kartu atau media lainnya (chip based), namun juga telah
diterbitkan dalam media lain yaitu suatu media yang saat digunakan untuk bertransaksi akan
terkoneksi terlebih dulu dengan serverpenerbit (server based). Begitu pula dari sisi
penggunaannya, hampir dari seluruh uang elektronik yang diterbitkan tidak lagi bersifat single
purposenamun sudah multipurposesehingga dapat diterima di banyak merchant yang berbeda.

Berdasarkan kajian Bank Indonesia tahun 2008, aktivitas penggunaan uang elektronik pada tahun
2008 mencapai 2,5 juta transaksi atau meningkat 77,1% dari tahun sebelumnya dengan nilai
transaksi sebesar Rp.76,7 miliar atau meningkat 93,1% dari tahun sebelumnya.

Sebagai alat pembayaran, perolehan dan penggunaan uang elektronik pun cukup mudah. Calon
pemegang hanya perlu menyetorkan sejumlah uang kepada penerbit atau melalui agen-agen
penerbit dan nilai uang tersebut secara digital disimpan dalam media uang elektronik.Untuk chip
based, pemegang dapat bertransaksi secara off-linemelalui uang elektronik (dalam bentuk kartu
atau bentuk lainnya). Sedangkan pada server based, pemegang akan diberi sarana untuk
mengakses "virtual account" melalui handphone (sms), kartu akses, atau sarana lainnya, sehingga
transaksi diproses secara on-line.

Transaksi melalui uang elektronik khususnya transaksi yang diproses secara off-linesangat cepat
hanya memerlukan waktu kurang lebih 2 -- 4 detik. Saat ini nilai uang yang dapat disimpan dalam
uang elektronik dibatasi tidak lebih dari Rp.1 juta, karena fungsinya memang ditujukan sebagai
alat pembayaran untuk transaksi yang bernilai kecil. Namun batasan tersebut nantinya dapat saja
disesuaikan dengan melihat perkembangan dan kebutuhan industri. Dalam mekanisme uang
elektronik,apabila pemegang tidak lagi berminat menggunakan uang elektronik atau ingin
mengakhiri penggunaan uang elektronik, nilai uang yang ada pada uang elektronik dapat di-
redeemsesuai tata cara yang diatur oleh masing-masing penerbit.

1. Nilai Ekonomi dan Nilai Manfaat Lainnya yang terkandung dalam Digital Money

Pertumbuhan tercepat bisnis atau industri di dunia adalah teknologi, karena penggunaan teknologi
membuat kehidupan menjadi lebih efektif dan efisien. Teknologi berbasis industri hampir
mencakup seluruh sektor usaha termasuk sektor keuangan, Salah satu kegiatan keuangan yang
dipengaruhi oleh perkembangan teknologi adalah alat pembayaran. Dengan pertumbuhan yang
cepat dari teknologi dan Smartphone muncul generasi berikutnya dari alat pembayaran
yang cardless (tanpa kartu fisik) dan tidak memerlukan mesin ATM di mana orang dapat
melakukan transaksi keuangan mereka melalui ponsel , hal itu disebut Uang Digital atau lebih
dikenal sebagai E-wallet, sederhananya "mendigitalkan uang"

Menurut Amir Hartman, Indonesia kini menghadapi era baru ekonomi yang disebut ekonomi
digital dimana bisnis benar-benar dilakukan secara virtual, nilai dibuat dan dipertukarkan,
transaksi terjadi, dan hubungan terjadi dengan menggunakan inisiatif internet sebagai media
pertukaran.

Salah satu karakteristik ekonomi digital adalah pertumbuhan yang signifikan dari e-commerce
(Bukalapak, Tokopedia, OLX, Kaskus). Untuk mendukung pengembangan ekonomi digital ini
diperlukan juga pengembangan dalam teknologi keuangan atau yang sering disebut fintech
(financial technology=teknologi keuangan) seperti pembayaran digital, mobile payment, uang
elektronik, e-banking dll.

Nilai ekonomi yang terkandung pada uang digital ini cukup tinggi karena disebabkan semakin
meningkatnya angka penggunaan dari uang digital itu sendiri setiap tahunnya,masyarakat juga
sudah mulai sadar bahwa uang digital memiliki fungsi yang sama dengan jika membawa uang fisik
namun lebih aman dan lebih efisien. Disini membuktikan bahwa nilai ekonomi dari uang digital
itu akan semakin meningkat bahkan bisa sampai ke tahap di-butuhkan oleh setiap kalangan di
masyrakat. Ini bisa terjadi jika penerapan uang digital ini mampu mencakup semua aspek termasuk
sudah bisanya digunakan dari masyarakat pedesaan-perkotaan.

Uang Digital diharapkan dapat menggantikan uang tunai karena penggunaan instrumen baru ini
jauh lebih efektif dan efisien. Di Indonesia, layanan keuangan digital atau teknologi pembayaran
digital menjadi salah satu konsentrasi untuk dieksplorasi oleh banyak lembaga bisnis dalam
beberapa tahun terakhir seperti Bank dan penyedia telekomunikasi, semua industri telah
melakukan penelitian dan pengembangan dalam rangka memberikan cara termudah bagi
masyarakat untuk melakukan transaksi keuangan sehari-hari melalui Smartphone mereka, bisa
berupa web base (internet banking) atau aplikasi seluler (mobile banking, Rekening ponsel, T-
Cash, dll).
Pemerintah sendiri mendukung penggunaan e-money dengan dibuatnya Peraturan Bank Indonesia
No. 18/17/PBI/2016 tanggal 29 Agustus 2016 perihal Perubahan Kedua atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money). Tujuan dibuatnya
regulasi sistem pembayaran ini, salah satunya adalah untuk memberikan keamanan dan
kenyamanan bagi masyarakat untuk melakukan transaksi jual-beli agar tidak ada yang merasa
dirugikan. Aturan-aturan mengenai sistem pembayaran telah ditetapkan oleh Bank Indonesia
selaku Bank Sentral yang memiliki wewenang dalam hal ini. Tujuan dari penerapan sistem
pembayaran non tunai khususnya dengan e-money sebagai inovasi pembayaran mikro salah
satunya adalah mengoptimalkan daya beli dan meningkatkan angka konsumsi masyarakat.
Tingginya angka transaksi pembayaran dalam masyarakat membuat Bank Indonesia melihat ini
menjadi sebuah peluang bagi perkembangan dalam inovasi ekonomi di Indonesia.

Dari kebijakan e-money ini sendiri Bank Indonesia dapat mengatur jumlah uang yang beredar dan
melihat perkembangan angka inflasi yang ada. Dan penggunaan uang elektronik mempercepat
transaksi dan proses perdagangan, karena waktu yang diperlukan untuk transaksi jauh lebih singkat
serta transaksinya juga jauh lebih nyaman serta dalam hal pengisian ulang, kartu digital money
relatif mudah prosesnya.

2. Apa potensi keuntungan dan risiko digital money bagi bisnis perbankan

Dewasa ini, sudah semakin jelas terlihatnya transformasi pada sektor keuangan, walaupun pelaku
lain telah berkembang dan berkembang lebih cepat daripada bank, dan telah mengembangkan
solusi inovatif dan lebih mengerti kebutuhan konsumer yang dapat dengan mudah mengalahkan
layanan keuangan tradisional yang ditawarkan. Pelaku keuangan ini juga dapat menggunakan
digital sebagai media dan memanfaatkan kelebihan mereka dalam teknologi, fleksibilitas,inovasi
dan jangkauan pelanggan, untuk mengalahkan prosedur dan proses yang ditemukan di bank
tradisional.

Pelaku yang disebutkan di atas sendiri adalah penerbit e-money baru (atau penyedia dompet
seluler). Para pelaku ini mengembangkan solusi keuangan di seluruh dunia dengan nilai lebih bagi
konsumen daripada bank. Menurut Mckinsey Panorama, industri fintech akan mengurangi
pendapatan bank sebesar 40 persen pada dekade berikutnya. Ancaman utama bank adalah:
Operator jaringan seluler, pengecer, manajer jaringan agen, perusahaan transportasi dan utilitas,
perusahaan barang konsumsi, pengirim uang dan lembaga keuangan mikro. Biasanya, mereka
semua memiliki basis pelanggan yang sangat besar dan tidak terikat dan kebutuhan untuk
mengurangi biaya.Pemerintah menyadari peran penting industri yang disebutkan di atas untuk
mendukung penyertaan keuangan dan pengurangan uang tunai dalam perekonomian.

19 negara seperti Kenya, Paraguay, El Salvador dan Uganda, di mana penerbit e-money, berbeda
dari bank, memiliki rekening dompet mobile lebih banyak dan menangani lebih banyak uang
daripada rekening dan transaksi yang ditangani oleh seluruh daftar bank umum di negara. Ada
negara lain dengan dompet seluler yang sangat sukses, seperti Swedia, Amerika Serikat, India dan
China, dan negara-negara di mana lebih dari 40 persen populasi orang dewasa menggunakan uang
mobile secara aktif, seperti Tanzania, Zimbabwe, Ghana, Gabon, Namibia.

Untuk memahami mengapa perusahaan-perusahaan keuangan memutuskan untuk menantang


sektor perbankan tradisional, perlu dilakukan analisis beberapa faktor:

1. Perusahaan Utilitas dan transportasi umum

Perusahaan yang bergerak di bidang transportasi dan kebutuhan umum masyarakat memiliki basis
pelanggan yang sangat besar yang diwakili terutama untuk populasi yang tidak dihargai dan tidak
berdasar. Pelanggan mereka berjuang untuk menemukan tempat untuk membayar atau melengkapi
layanan mereka, terutama sebelum dan sesudah jam kerja

1. Perusahaan di bidang Telekomunikasi

Perusahaan telekomunikasi di seluruh dunia cenderung meluncurkan penawaran uang mobile


untuk meningkatkan pendapatan per pengguna (ARPU) dan mengurangi desersi pelanggan
(CHURN). Contoh yang sangat relevan di Indonesia adalah T-cash yang dikeluarkan oleh
Telkomsel. T-cash yang dikeluarkan oleh telkomsel ini sangat diminati oleh generasi milineal
karena promosi dan keuntungan yang didapat.

1. Digital Marketplace
Misalnya saja, fitur BukaDompet dari Bukalapak Fitur ini didesain oleh Bukalapak untuk
mengakomodir seluruh pembayaran dari pembeli kepada pelapak. Di sana pembeli tidak hanya
bisa membayar pesanan barang saja, tapi juga berinvestasi ke reksa dana pasar uang dengan fitur
BukaReksa.

Marketplace lainnya adalah Tokopedia, dengan dompet elektronik yang mereka sediakan dapat
mengakomodir pembelian dan pembayaran pulsa, paket data, listrik, BPJS, voucher game, TV
kabel, donasi, hingga cicilan kredit. Lewat fitur dompet elektronik, pengguna hanya tinggal men-
transfer dana lewat ATM, internet banking, virtual account, dan gerai ritel.

Kemampuan uang elektronik yang begitu luas ini jadi suatu amunisi yang ditonjolkan oleh
berbagai pemain digital demi meningkatkan traksi dalam platform mereka. Hanya saja, fitur
dompet elektronik yang disediakan oleh Bukalapak maupun Tokopedia belum memiliki izin lisensi
dari Bank Indonesia.

Terakhir, BI baru memberikan 21 perusahaan untuk menjadi penyelenggara uang elektronik sejak
aturan PBI PTP pertama kali diterbitkan pada 2009. Mayoritas pemilik lisensi dikuasai oleh
perbankan dan perusahaan telekomunikasi. Perusahaan terakhir yang "beruntung" mendapatkan
lisensi adalah PT Espay Debit Indonesia Koe pada 20 Juli 2016.

Pada tahun 2013, 95.5% transaksi di Indonesia dilakukan secara cash(Bank Indonesia, 2013).
Sampai dengan tahun 2014, transaksi secara cash masih mendominasi (KPMG, 2017). Walaupun
demikian, sesuai survey mengenai penetrasi dan perilaku pengguna internet di Indonesia yang
diadakan oleh APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet di Indonesia) pada tahun 2016, terdapat
potensi pertumbuhan transaksi digital dari kelompok masyarakat pengguna internet dan telepon
selular terutama mahasiswa dan pelajar. Sebanyak 132.7 juta jiwa penduduk Indonesia (atau 51%
dari total jumlah penduduk) telah mengakses internet.

Sebanyak 71.6% pengguna internet merupakan penduduk berusia produktif atau usia kerja (25--
54 tahun). Terkait dengan aktivitas transaksi online,sebanyak 70.4% pengguna internet merasa
yakin dan aman untuk melakukan transaksi perbankan secara online dan sebanyak 49% dari
pengguna internet sudah melakukan pembayaran dengan memanfaatkan fasilitas digital
banking seperti ATM, internet banking, kartu kredit, SMS banking, dan e-money.

Sebagian besar pengguna internet mengakses internet melalui telepon seluler dan komputer dengan
penetrasi pengguna internet terbesar adalah pada kelompok mahasiswa (89.7%) dan pelajar
(69.8%). Kelompok inilah yang diprediksi akan menyumbang pendapatan terbesar bagi industri
perbankan dan layanan keuangan 10 tahun mendatang (Mckinsey, 2015). Tren ini menunjukkan
adanya peluang pertumbuhan adopsi layanan keuangan digital oleh masyarakat Indonesia terutama
melalui telepon seluler, pada kelompok masyarakat dengan usia produktif, mahasiswa, dan pelajar.

Fasilitas digital banking yang saat ini digunakan oleh para pengguna internet diperkirakan masih
banyak berasal dari layanan keuangan digital yang disediakan oleh bank. Hal ini terkait dengan
peraturan dari Bank Indonesia dalam memberikan izin pada perusahaan fintechuntuk beroperasi
secara agresif. Walaupun demikian, transaksi keuangan fintech di Indonesia mencapai 188.5
trilyun rupiah pada tahun 2016 dan berpeluang mencapai 250 trilyun rupiah di tahun 2017,
terutama pada transaksi pembayaran atau payment channel(Kompas, 2016 & Pikiran Rakyat,
2017). Bank Indonesia semakin baik dalam menjalankan fungsi sebagai katalisator,
fasilitator, business intelligence, asesmen, koordinasi, dan komunikasi dengan
menyediakan Fintech Office Bank Indonesia. Dukungan tersebut diharapkan dapat
mengoptimalkan kemajuan fintechdi Indonesia.

Fintech hadir dengan beragam bentuk dan layanan. Mulai dari layanan peminjaman (lending),
penggalangan dana (crowdfunding), jasa pembayaran dan pengiriman uang, manajemen investasi
hingga layanan edukasi dan pengelolaan keuangan pribadi. Industri yang satu ini sukses
memberikan kemudahan finansial bagi masyarakat.

Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, terutama dua tahun belakangan, ada perusahaan-
perusahaan rintisan (startup) berbasis teknologi yang memang terus tumbuh. Mereka mulai
menggarap sektor finansial, dan melakukan sejumlah pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh
bank, misalnya transfer dana, pembayaran, peminjaman modal, kredit, hingga pengelolaan aset.
Startup demikian biasa disebut fintech alias financial technology.
Bank konvensional memiliki beberapa masalah spesifik yang bisa dengan cepat diatasi oleh startup
fintech. Jangkauan konsumen misalnya. Fintech mampu menjangkau masyarakat yang tidak
memiliki akses perbankan (unbanked) khususnya UKM. Ia juga akrab dengan generasi millennial
yang melek teknologi. Generasi yang anti dengan proses berbelit-belit yang sering kali ditujukan
kepada bank dan lembaga keuangan. Di sisi lain, startup fintech kerap tersandung masalah reputasi
dan kepercayaan. Melalui kolaborasi dengan bank, startup fintech dapat memanfaatkan reputasi
bank dan lembaga keuangan yang sudah terbangun bertahun-tahun. Fintech juga dapat belajar dari
pengalaman dan pengetahuan terkait industri keuangan serta manajemen risiko yang baik dari
bank.

Sejumlah bank di Indonesia memang sudah mengejar ketertinggalan itu dengan mencetuskan
beberapa inovasi layanan yang menyerempet pada layanan digital. Bank Mandiri misalnya,
membuat Mandiri Capital Indonesia (MCI) untuk berinvestasi pada startup, membantu usaha-
usaha rintisan tersebut untuk berkembang dan membuka akses kepada jaringan merchant dan
konsumen.

Awal Februari, MCI bersama dengan Lynx Asia Partners, Beenext dan Midplaza Holding
berinvestasi untuk Amartha. Bank Bukopin juga melakukan cara serupa. Mereka membangun
BNV Labs, bersama KIBAR untuk pengembangan startup.

BCA, salah satu bank terbesar di Indonesia, punya cara lain. Mereka mengakuisisi Central Capital
Ventura dengan suntikan modal Rp200 miliar pada akhir Januari lalu. BCA juga mengeluarkan
aplikasi Sakuku, untuk mempermudah nasabah melakukan proses perbankan dengan hanya lewat
ponsel. Usaha serupa juga dilakukan Bank Danamon dengan aplikasi D-Cash, dan Bank BPTN
dengan aplikasi Jenius.

Dengan adanya kecepatan pertumbuhan teknologi, Mckinsey (2016) memprediksi tren pada
industri perbankan dalam 10 tahun mendatang. Regulasi lokal dan internasional diperkirakan akan
semakin ketat dalam mengatur keseluruhan aspek dari industri ini. Selain itu, terjadi pergeseran
ekspektasi pelanggan dan teknologi digital diperkirakan akan menyebabkan perubahan besar serta
memberikan profil konsumen industri perbankan yang berbeda.
Big data, machine learning, dan crowdsourcing harus menjadi kekuatan utama dalam manajemen
risiko suatu perusahaan terutama dalam membantu mengidentifikasi dan mengurangi munculnya
risiko baru, seperti risiko akibat efek simultan dari pengaruh global dan cycberattack.Selain itu,
fungsi manajemen risiko perusahaan akan diperlukan untuk memperbaiki mekanisme perusahaan
dalam melakukan keputusan bisnis dalam semua aspek, termasuk mewujudkan target cost
savingdalam sistem operasi sebagai kekuatan bersaing.

Oleh karena itu, fungsi manajemen risiko dalam bank tidak hanya dalam mengidentifikasi dan
mengurangi risiko, tetapi keputusan yang dihasilkan harus lebih stratejik dan turut berkontribusi
dalam mendukung bisnis dan organisasi, serta menjadikan perusahaan lebih siap dan adaptif dalam
menghadapi peraturan baik lokal maupun internasional. Juga, diantara bank dengan fintech
company tersebut harus merangkul satu sama lain, karena tidak dapat dipungkiri bahwa kedua
lembaga tersebut sama-sama membutuhkan dukungan.

Dukungannya pun banyak, misalnya, bank menjadi salah satu mitra fintech company yang
menyediakan e-wallet. Bank sendiri tidak akan kehilangan nasabahnya, karena fitur yang
disediakan untuk mengisi ulang e-wallet tersebut hanya melalui bank yang bersangkutan. Selain
itu, fintech company tersebut juga mendapatkan konsumen melalui kemudahan pengisian e-wallet
yang dapat melalui berbagai bank.

3. Bagaimana perbankan memanfaatkan peluang bisnis dan mengantisipasi risiko penggunaan


digital money

Dengan perkembangan di segala aspek di seluruh dunia dalam dunia Perekonomian dan
sebagainya, serta didorong oleh pesatnya kemajuan Globalisasi, hal ini menjadi ancaman serta
peluang bagi Dunia Perbankan di Indonesia.

Seiring perkembangan Teknologi, dunia Perbankan akan selalu menyesuaikan. Digital Money
telah merambah secara hebat di dalam kehidupan dan proses transaksi keuangan bagi Masyarakat
Indonesia. Setiap aktivitas keuangan masyarakat Indonesia tidak terlepas dari peran perbankan
dengan fungsinya sebagai Pelayan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang di
Masyarakat .
Masuknya digital ekonomi melalui dunia Perbankan menjadi salah satu kemudahan yang diberikan
Bank untuk Nasabah. Namun sayangnya, layanan perbankan ini masih dinikmati oleh sebagian
masyarakat Indonesia saja. Berdasar data dari Lembaga Keuangan Dunia, hanya 54% dari
masyarakat Indonesia yang tersentuh layanan perbankan khususnya Digital Money, dan
selebihnya ada yang sudah mengetahui namun belum menerapkan, bahkan ada juga masyarakat
yang belum mengetahui apa fungsi perbankan.

Tantangan utama dalam penerapan digital banking adalah dari cara pandang perbankan terhadap
digital banking itu sendiri. Kebanyakan perbankan masih melihat bahwa digital banking sebatas
produk layanan semata. Padahal, digital banking adalah masa depan dari dunia perbankan.

Digital Money / Electronic Money (E-money) telah menjadi salah satu produk yang ada di
Perbankan. Dengan begitu, hal ini merupakan salah satu pembahasan kompleks di dalam dunia
perbankan untuk menjaga ketahanan / sistem kekebalan bagi Perbankan itu sendiri. Kini Digital
Money sudah merambah luas di Pasaran. Timbal balik yang diberikan dari penggunaan Digital
Money dengan Perbankan itu sendiri sangat lah kuat. Hal ini tentunya berkaitan dengan bagaimana
cara menjalin komunikasi antara Customer dengan kegiatan keuangan atau kegiatan perbankan.

Digital Money telah menjadi solusi yang memberikan kemudahan masyarakat Indonesia dalam
bertransaksi.

Dalam hal ini, Perbankan akan terus menumbuhkan dan menerapkan inovasi-inovasi baru terhadap
dunia Digital Money. Ada 6 alasan serta manfaat menggunakan uang elektronik sebagai alat
pembayaran non tunai yang mudah, cepat dan menguntungkan, yaitu:

Uang elektronik mudah didapatkan dan digunakan.

Siapapun dapat menggunakan uang elektronik. Pemegang atau pengguna uang eletronik tidak
harus menjadi nasabah bank tempat uang eletronik diterbitkan. Kartu perdana prabayar uang
elektronik dapat diperoleh di bank dan sejumlah merchant resmi dengan harga terjangkau. Isi ulang
(loading transaction) uang elektronik juga sangat fleksibel karena bisa dilakukan di ATM atau
merchant resmi minimarket, tokobuku dan sebagainya mulai dari nominal Rp. 20.000. Transaksi
atau pembayaran dengan uang elektronik juga tidak dibebankan kepada rekening. Pembayaran
memakai uang eletronik tidak selalu memerlukan otorisasi untuk pembebanan ke rekening bank.

a. Uang elektronik lebih menjamin kepastian dan perlindungan hak konsumen.

Berbelanja menggunakan uang tunai seringkali dikenakan pembulatan harga ke atas atau
kembalian yang tidak penuh. Pengalaman yang paling banyak terjadi adalah mengganti uang
kembalian nominal kecil dengan permen. Saat ini praktik curang tersebut memang sudah mulai
berkurang. Sementara di banyak minimarket semakin lazim sang kasir menawarkan kepada
pembeli untuk menyumbangkan sisa uang kembaliannya.

Memberi sumbangan adalah hal yang terpuji tapi sekecil apapun nominalnya, uang kembalian
tetap dibutuhkan. Rasa segan akhirnya membuat pembeli mengiyakan untuk menyumbang. Sama
halnya ketika mendapatkan tiga buah permen di kasir. Konsumen tak punya pilihan saat kasir tak
memiliki uang pecahan kecil.

b. Selain menghemat uang kembalian, kartu prabayar uang elektronik juga mendorong orang
untuk berhemat dengan cara bijak memperhitungkan pengeluaran.

Berbeda dengan kartu kredit yang menyediakan dana dalam jumlah banyak, saat ini nominal
maksimal yang dapat disimpan dan digunakan pada uang elektronik hanya Rp. 1.000.000. Jika
sudah habis uang elektronik harus diisi ulang untuk bisa digunakan lagi. Mekanisme ini membuat
pengguna uang elektronik dapat mengontrol pengeluarannya tanpa kehilangan fleksibilitas
penggunaanya.

c. Praktis, Cepat dan Fleksibel.

Dengan menggunakan uang elektronik penulis tidak perlu membawa banyak uang tunai.
Pembayaran dengan uang elektronik juga relatif cepat atau efisien. Cukup beberapa detik untuk
menyelesaikan pembayaran dengan uang elektronik. Saat ini uang elektronik telah dapat
digunakan untuk berbagai transaksi mulai dari berbelanja, tiket transportasi public, tiket masuk
tol, membayar parker hingga makan di foodcourt atau cafe. Uang elektronik juga bisa digunakan
untuk transaksi dengan nominal kecil bahkan hanya untuk membeli satu botol air mineral
sekalipun.

d. Mendapatkan pelayanan khusus seperti potongan harga lebih besar, merchandise hingga
promo-promo menguntungkan lainnya.

Di Toko Buku Gramedia misalnya, di saat-saat tertentu pengguna Kompas Gramedia Value Card-
Flazz bisa memperoleh diskon lebih besar untuk pembelian buku terbitan kelompok Kompas
Gramedia.

e. Menggunakan uang elektronik adalah bentuk andil dan peran serta warga negara dalam
mendukung program pemerintah mewujudkan Less Cash Society yang bermanfaat.

Penggunaan uang elektronik adalah bagian dari peningkatkan pembayaran non tunai untuk
mencegah kejahatan korupsi dan pencucian uang. Dalam skala yang berbeda namun tetap penting,
penggunaan uang elektronik bisa menjadi instrumen untuk terus menekan peredaran uang palsu.
Bagi negara dan otoritas keuangan uang elektronik dapat meningkatkan efisiensi dan stabilitas
keuangan salah satunya menghemat biaya pencetakan uang yang semakin mahal.

Lalu, apa peluang perbankan dalam memanfaatkan maraknya pemakaian Digital Money di
kalangan Masyarakat?

Penulis dapat mengambil contoh dari kutipan-kutipan pemberitaan yang sedang marak akhir-akhir
ini yaitu "Pembayaran Tol WAJIB memakai E-money / Digital Money mulai tahun 2017"

Hal ini terdengar sedikit tidak awam bagi masyarakat Indonesia yang melakukan perjalanan antar
kota, antar daerah, hanya dalam frekuensi yang tidak banyak, misalkan 2 bulan sekali. Haruskah
Masyarakat ikut turut serta untuk menggunakan E-Money atau Digital Money tersebut? Apakah
Masyarakat tidak merasa dirugikan dengan pembelian E-Money dan hanya melakukan
penggunaan 20% dari total saldo yang ada di dalam E Money yang dilakukan pada waktu awal
pengisian?

Tentunya tidak!

Masyarakat tidak akan dirugikan dengan segala bentuk perubahan teknologi.

Dalam kasus ini, Perbankan tidak mau ambil pusing untuk memaksa para Konsumen-
konsumennya agar memakai Produk Digital Money ini. Mengapa? Kembali lagi ke pembahasan
pertama, bahwasanya Digital Money tidak hanya dilakukan untuk semata-mata pembayaran Tol
saja atau Transjakarta saja. Digital Money ini dapat digunakan dalam seluruh transaksi harian
masyrakat khususnya di Indonesia.

Peluang bagi perbankan dalam menunjang sepak terjangnya dalam Pembuatan Inovasi-Inovasi
baru akan terus meluas.

Masyarakat akan selalu ingin memiliki rasa Posesif yang tinggi akan sesuatu yang telah ia miliki.
Dalam hal ini, Perbankan dapat menyesuaikan dan memenuhi segala keinginan Customer.

Sebagai contoh, penggunaan Foto dalam Kartu Digital Money sudah sangat marak di kalangan
konsumen perbankan di Indonesia. Seluruh Bank berlomba-lomba untuk menciptakan inovasi-
inovasi baru demi meningkatkan Keuntungan dari Pemanfaatan Peluang sebuah barang dan Jasa.
Dengan cara seperti ini, para Customer Perbankan yang hendak membuat Kartu Digital Money
akan tergiur untuk memiliki salah satu inovasi seperti yang sudah dikatakan di atas. Dengan
penggunaan Foto dan desain-desain menarik, harga Kartu Digital Ekonomi tentuny akan berbeda
dengan Kartu Digital Money yang biasanya.

Dari sinilah, perbankan mulai memanfaatkan peluangnya untuk menggarap keuntungan yang lebih
dari penjualan produknya, salah satunya memalui fitur yang ditawarkan dalam uang elektronik
yang dapat menunjukkan identitas berupa foto pemilik uang elektronik tersebut. Pada era yang
sudah modern ini, banyak masyarakat yang sudah mengandalkan teknologi sebagai "teman" yang
bisa diandalkan dalam segala hal. Tidak terkecuali dalam hal pembayaran atau transaksi untuk
memenuhi kehidupan penulis sehari-hari, semua dimudahkan dengan adanya teknologi. Apalagi
dengan hadirnya digital money, sudah sangat semakin memudahkan penulis dalam menjalankan
aktivitas penulis sehari-hari. Contohnya untuk berbelanja di mini market, penulis tidak perlu susah
lagi untuk membawa uang dalam bentuk cash. Hanya cukup membawa digital moneytersebut dan
tempelkan pada mesin EDC dan transaksi pun selesai dalam hitungan detik.

Karena kemudahan yang diberikan oleh digital money tersebut, alhasil sudah beberapa bank yang
sudah meluncurkan produk bertaraf digital moneyitu. Seperti Bank Cental Asia dengan Flazz--
nya, Bank Negara Indonesia dengan Tapcash BNI, Bank Mandiri dengan e-Money, Bank BRI
dengan Brizzi. Karna hal itu bank berlomba-lomba untuk bisa menarik perhatian masyarakat
melalui produk mereka tersebut.

Apapun sudah semakin dimudahkan di zaman sekarang, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa risiko
juga ikut menghampirinya. Apalagi dengan adanya digital moneyyang bisa dibilang sangat mudah
untuk digunakan dan pengamanan yang tidak begitu ketat karena tidak menggunakan pin didalam
pemakaiannya, membuat risiko pemakaian digital moneytersebut tinggi akan risiko.

Salah satu risiko yang akan timbul dengan adanya pemakaian digital money tersebut adalah risiko
keamanan. Pada dasarnya, aspek keamanan dan kenyamanan menjadi faktor pertimbangan utama
bagi pelaku transaksi. Berikut ini adalah risiko keamanan yang mungkin timbul karena
pemakaian digital money:

1. Pencurian

Bentuk kejahatan E-Money yang paling sederhana adalah dengan mencuri Kartu E-Money milik
orang lain untuk kemudian menggunakan dana yang masih tersisa. Pencurian juga dapat dilakukan
oleh oknum penyelenggara E-Money, misalnya dengan melakukan pengisian dana secara tidak
legal. Pencurian juga bisa dilakukan misalnya dengan cara mencuri kunci cryptographic tanpa
sepengetahuan perusahaan.

1. Duplication of devices
Risiko kejahatan ini merupakan upaya untuk membuat duplikasi dari kartu asli, sehingga dapat
digunakan untuk melakukan transaksi pembayaran sebagaimana kartu asli. Jenis kejahatan ini
cukup rumit dan dilakukan oleh oknum yang memiliki tingkat keahlian teknis tinggi. Karena
pelaku harus memiliki berbagai tipe chip serta operating system yang persis sama dengan kartu
asli.

1. Alteration or duplication of data/software

Risiko ini merupakan Risiko kejahatan melalui upaya perubahan atau modifikasi data atau aplikasi
yang ada pada kartu asli, sedemikian rupa sehingga pelaku memperoleh keuntungan finansial.
Misalnya menambah dana E-Money atau merubah sistem internal aplikasi, sehingga prosedur
perhitungannya tidak bekerja sebagaimana mestinya. Bisa juga melalui 'physical attacks' terhadap
chip itu sendiri.

1. Alteration of message

Risiko ini melalui upaya perubahan/intervensi ketika data elektronis/message dikirim, pada saat
transaksi berlangsung. Potensi risiko ini, lebih mungkin terjadi ketika E-Money digunakan untuk
pembayaran melalui internet.

1. Penyangkalan transaksi (repudiation)

Penyalahgunaan lainnya dalam penyelenggaraan E-Money adalah penyangkalan transaksi. Potensi


risiko adalah pada E-Money berbasis software dan menggunakan pengiriman message saat
transaksi melalui jaringan internet.

1. Malfunction

Risiko malfunction dapat berupa data corrupt atau hilang, tidak berfungsinya aplikasi atau
kegagalan dalam pengiriman message. Risiko malfunction ini dapat diakibatkan oleh gangguan
fisikal maupun elektronis pada instrumen atau karena adanya interupsi saat pengiriman message
antara para pihak yang bertransaksi.
Yang paling mudah dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab adalah mengambil atau
mencuri uang elektronik tersebut. Karena tidak memakai pin menyebabkan keamanannya yang
rendah, memudahkan orang lain yang bukan pemiliknya, mudah menggunakan uang eletronik
tersebut. Untuk menanggulangi risiko ini, seharusnya bank membuat ciri khusus atau identitas
khusus untuk pemilik uang elektronik, agar tidak mudah untuk disalahgunakan.

Langkah-langkah dalam memitigasi risiko tersebut harus dilakukan oleh tiap-tiap lembaga. Bank
Indonesia sebagai Bank Sentral dan pembuat kebijakan telah menerbitkan Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 16/11/DKSP tanggal 22 Juli 2014 perihal Penyelenggaraan Uang Elektronik
(Electronic Money) yang menitahkan bahwa ada penggantian untuk uang-el registered yang
hilang tetapi tidak berlaku untuk uang-el unregistered.

Yang dimaksud dengan uang-el registered adalah uang-el yang data identitas pemegangnya
terdaftar dan tercatat pada penerbit. Fasilitas apa yang terdapat di dalamnya? Katakanlah, registrasi
pemegang, pengisian ulang, pembayaran transaksi, pembayaran tagihan (yang bersifat rutin atau
berkala seperti tagihan listrik, air, telepon dan/atau lainnya), transfer dana, tarik tunai, penyaluran
program bantuan pemerintah kepada masyarakat dan fasilitas lain berdasarkan persetujuan dengan
Bank Indonesia.

Sebaliknya, uang-el unregistered adalah uang-el yang data identitas pemegangnya tidak terdaftar
dan tercatat pada penerbit. Uang-el itu memiliki fasilitas seperti pengisian ulang, pembayaran
transaksi, pembayaran tagihan (yang bersifat rutin atau berkala seperti tagihan listrik, air, telepon
dan/atau lainnya) dan fasilitas lain berdasarkan persetujuan dengan Bank Indonesia.

Selain itu, Bank Indonesia dan bank konvensional hendaknya terus menerus meningkatkan
penerapan manajemen risiko terutama risiko teknologi yang termasuk risiko operasional. Ingat
bahwa dalam operasi gerbang tol non tunai juga tersimpan potensi risiko teknologi. Apa
bentuknya? Ketika sistem itu tidak berjalan, maka mesin tidak akan mampu membaca uang-el
yang akhirnya justru membuat antrean panjang.

Belum hilang dari ingatan kita bahwa pada 25 Agustus 2017 telah terjadi risiko teknologi ketika
Satelit Telkom 1 tidak berfungsi. Akibatnya, ribuan ATM tidak berjalan normal. Dengan bahasa
lebih lugas, terdapat 4.700 ATM BCA, 2.000 ATM Bank Mandiri, 1.500 ATM BNI, dan 300 ATM
BRI yang mengalami gangguan. Tentu saja, hal itu sangat merugikan ribuan nasabah dalam
melakukan transaksi perbankan dan bisnis lainnya.

Sudah barang tentu, biaya isi ulang itu akan menjadi pendapatan dari komisi atau fee-based income
yang gemerincing. Memang sejak krisis ekonomi pada 1997-1998, bank semakin melirik
pendapatan dari komisi atau pendapatan non operasional (non interest income) selain pendapatan
dari bunga (interest income). Oleh karena itu, BI, bank dan penyelenggara jalan tol harus
mempertimbangkan risiko teknologi, bukan hanya memikirkan biaya isi ulang sebagai pendapatan
yang gurih. Dengan bahasa lebih bening, bank wajib memiliki rencana ketika sistem jatuh atau
tidak berfungsi (business continuity plan/BCP). Hal itu bertujuan final untuk menjamin uang-el
tetap berfungsi sebagaimana mestinya. BCP tersebut antara lain terdiri atas sarana sebagai
pendukung (back up) tatkala jaringan, aplikasi atau sistem terganggu.

Tak hanya dari lembaga pemerintah serta bank sebagai pelaksana intermediasi keuangan sendiri,
sebaiknnya pengguna harus lebih berhati-hati dalam menggunakan e-money karena pada
hakekatnya e-money merupakan alternatif dari uang fisik sehingga memiliki kegunaan dan posisi
yang sama dengan uang fisik.Jadi, kehilangan yang diakibatkan oleh pengguna merupakan
tanggung jawab pengguna itu sendiri.

Pada zaman dimana perkembangan teknologi dan globalisasi semakin erat, digital money
memberikan sumbangsihnya melalui kemudahan dalam bertransaksi pada masyarakat. Selain itu,
kemudahan dalam berbelanja yang diberikan bagi masyarakat yang memiliki alat pembayaran non
tunai dapat mendorong kenaikan konsumsi dari masyarakat tersebut. Kenaikan konsumsi pada
akhirnya akan mempengaruhi peningkatan pendapatan nasional dan dapat mendorong
meningkatnya permintaan uang (money demand).

Mungkin sebagian orang hanya menyadari kemudahan dalam bertransaksi dengan digital money
dari sisi masyarakat saja sebagai konsumen, tetapi, digital money juga turut serta mendukung
berjalannya kegiatan produksi. Karena, dari sisi produsen, peningkatan konsumsi tersebut akan
diikuti dengan efisiensi biaya transaksi akan meningkatkan profit bagi produsen yang kemudian
berpotensi untuk mendorong aktivitas usaha dan eskpansi usaha. Semakin efisien biaya transaksi
yang diperoleh dari penggunaan alat pembayaran non tunai semakin besar potensi peningkatan
output. Hal ini pada gilirannya mendorong peningkatan produksi di sektor riil yang dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi.

Dari sisi pemerintahan sendiri, berbagai kebijakan bidang ekonomi yang diterapkan pemerintah
adalah untuk membangun perkembangan ekonomi yang sekaligus dapat berdampak pada
pembangunan nasional. Keterlibatan Indonesia dalam forum-forum ekonomi dunia juga telah
sedikit mempengaruhi kebijakan ekonomi di Indonesia, salah satunya adalah kebijakan mengenai
sistem pembayaran. Di Indonesia sistem pembayaran secara umum masih menggunakan uang
tunai sebagai alat pembayaran yang sah padahal drngan banyaknya uang yang beredar
dimasyarakat maka dapat memicu meningkatnya inflasi. Maka melihat perkembangan sistem
pembayaran di berbagai negara seperti Jepang, Singapura, Inggis dan Amerika Serikat yang telah
lebih dulu menerapkan sistem pembayaran menggunakan alat atau disebut e-money.

Oleh karena itu, peran dari masyarakat sebagai konsumen, peran produsen sebagai yang menjalani
kegiatan produksi serta peran pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus berjalan seiringan atau
mendukung satu sama lain, karena, ketiga pihak tersebut sama-sama mendukung berputarnya roda
ekonomi nasional dengan menggunakan dan memanfaatkan digital money sebagai medianya.

Dari sisi produknya sendiri, digital money diharapkan dapat menggantikan uang tunai karena
penggunaan instrumen baru ini jauh lebih efektif dan efisien. Di Indonesia, layanan keuangan
digital atau teknologi pembayaran digital menjadi salah satu konsentrasi untuk dieksplorasi oleh
banyak lembaga bisnis dalam beberapa tahun terakhir seperti Bank dan penyedia telekomunikasi,
semua industri telah melakukan penelitian dan pengembangan dalam rangka memberikan cara
termudah bagi masyarakat untuk melakukan transaksi keuangan sehari-hari melalui Smartphone
mereka, bisa berupa web base(internet banking) atau aplikasi seluler. Disini peran sektor
perbankan dibutuhkan, tidak hanya dalam me-maintainlayanan serta produknya tetapi untuk
meminimalisir risiko yang ada dalam tiap-tiap layanan dan produknya.

Dalam hal digital money, bank diharapkan dapat memberikan fitur keamanan yang lebih canggih,
berkaca dengan keadaan saat ini dimana teknologi tidak hanya digunakan untuk hal-hal yang
bermanfaat, tetapi juga untuk memenuhi keuntungan pribadi. Salah satunya dengan fitur digital
money per satu Kartu Tanda Penduduk (KTP), sehingga jelas pemiliknya, namun fungsi digital
money sebagai 'pengganti uang tunai' tetap ada, tidak dialihkan menjadi kartu debit maupun kartu
kredit.

Dari sini, bank perlu peran pemerintah melalui bank sentral dalam membuat kebijakan mengenai
fitur keamanan tersebut serta peran dari masyarakat sendiri yang tentunya harus cerdas dalam
melakukan transaksi, karena, kembali lagi kepada tujuan awal yaitu untuk memutar roda
perkonomian nasional tidak bisa dijalankan oleh salah satu pihak, melainkan seluruh pihak dengan
tugasnya masing-masing dapat mendukung dan mewujudkan terputarnya roda perekonomian
tersebut pada zaman dimana teknologi berkembang pesat dan globalisasi semakin erat.

Anda mungkin juga menyukai