Anda di halaman 1dari 22

ANALISIS BATAS USIA MINIMAL

KEPEMILIKAN UANG ELEKTRONIK


(DITINJAU DARI KUHPERDATA)
Nur Khofifah Indarwanti , Kristian , Fitria Dewi Navisa
Fakultas Hukum, Universitas Islam Malang
Jl. MT. Haryono No.193 Malang, 65144, 0341-551932, Fax: 0341-552249
E-mail : 21801021040@unisma.ac.id

ABSTRAK

Perkembangan teknologi yang sangat pesat di berbagai aspek menjadi


dampak baik bagi kemajuan negara. Salah satunya dibidang perbankan yang mulai
mengedarkan produknya yaitu Uang Elektronik (E-money). Uang elektronik yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia ini merupakan wujud untuk mencanangkan
program Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). E-money yang sedang tren di
kalangan masyarakat saat ini, khususnya kaum remaja menjadi alternatif dalam
melakukan transaksi pembayaran khususnya di sektor perdagangan. E-money
banyak memiliki manfaat baik bagi pertumbuhan ekonomi negara ataupun untuk
kepentingan masyarakat. Salah satu faktor E-money mulai diminati oleh
masyarakat adalah karena dalam memiliki E-money tidak memerlukan proses
otorisasi yang mengharuskan nasabah untuk ke bank untuk menyimpan semua
informasi dan nilai uang yang tersimpan. Hal ini yang menarik perhatian penulis
untuk meneliti, sejauh mana peraturan perundang – undangan mengatur ketentuan
dalam kepemilikan E-money. Pasalnya, banyak pemegang E-money yang usianya
masih belum memenuhi standar dalam cakap hukum melakukan suatu perbuatan.
E-money sendiri sudah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. Tetapi ketentuan
mengenai batas usia pemegang E-money belum diatur secara eksplisit dalam
peraturan tersebut. Dalam menyelesaikan permasalahan ini, penulis melakukan
penelitian dengan menggunakan metode yuridis normatif. Penelitian ini dilakukan
dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan batasan
usia seseorang yang dinyatakan cakap oleh hukum untuk melakukan perikatan.
Penulis akan mengumpulkan data dengan cara menelaah pustaka , yang
didalamnya terdapat bahan hukum primer , sekunder , dan tersier. Dalam
penelitian ini, penulis memilih untuk menggunakan pendekatan perundang-
undangan (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).
Dengan pendekatan yang digunakan penulis, teknik analisis yang dipakai adalah
teknik dekriptif analisis. Jenis analisis ini berfungsi untuk membantu penulis
dalam mendeskripsikan dan memberi gambaran hasil penelitian yang menyeluruh
untuk menyelesaikan permasalahan yang dirumuskan.

Kata Kunci : E-money , Batas Usia, Uang Elektronik


A. PENDAHULUAN
Perkembangan dari teknologi sendiri memiliki dampak yang signifikan
terhadap seluruh aspek kehidupan manusia dan negara bahkan dunia ini.
Masyarakat yang sangat aktif dalam menggunakan internet ataupun kegiatan
berbasis elektronik, membuat perusahaan-perusahaan rintisan (start-up)
mengembangkan teknologi lebih luas untuk membantu kinerja manusia dalam
kehidupan sehari - hari. Karena perkembangan tersebutlah banyak bermunculan
inovasi pembayaran dengan sistem elektronik. Sebuah sistem pembayaran
menggunakan media elektronik atau internet ini biasa disebut Uang digital atau
Uang Elektronik (E-money).
Dengan adanya E-money ini, sebenarnya Bank Indonesia memiliki
program untuk meningkatkan sistem keuangan agar dapat berdampak baik pada
negara maupun masyarakat secara umum. Pada hakekatnya uang memiliki peran
penting bagi negara, karena di dunia perbankan sangat erat hubungannya dengan
perkembangan ekonomi negara. Apabila perbankan nasional dari suatu negara
baik maka akan menunjang pembangunan dan pertumbuhan ekonomi menjadi
lebih baik pula di negara tersebut. Perbankan memiliki peranan dalam
mengendalikan kemajuan suatu negara, maka dari itu keberadaan perbankan
sangat dibutuhkan oleh pemerintah dan masyarakat.
Sekilas mengenai E-money, mulanya muncul karena dikeluarkannya
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 sebagai agenda Bank Indonesia
untuk mencanangkan gerakan penggunaan instrumen non tunai (Less Cash
Society/LCS). Uang digital atau E-money mulai lebih dikenal pada saat
diberlakukannya wajib untuk pembayaran tol. Hal positif yang didapat dari
pemberlakuan tersebut membantu program pemerintah dalam Gerakan Nasional
Non Tunai (GNNT). Dengan adanya E-money ini memberikan banyak dampak
positif bagi negara, salah satunya yaitu dapat mengurangi permintaan uang di
pasar. Semakin menurun tingkat permintaan uang akan membuat tingkat suku
bunga di pasar uang juga menurun. Selain itu, Bank Indonesia bisa mengontrol
uang di masyarakat sehingga inflasi dikontrol. Tingkat penggunaan E-money
mulai meningkat dapat menghemat biaya operasional Bank Indonesia dalam
memproduksi uang tunai, karena umur penggunaan kartu sangat lama karena tidak
dapat habis atau rusak. Bukan hanya berdampak pada pertumbuhan ekonomi dari
suatu negara, jika memang uang kertas nanti akan digantikan model dengan uang
digital maka akan mengurangi angka kejahatan tindak pidana peredaran uang
palsu.
Alat pembayaran non tunai ini mulai dicanangkan bukan hanya untuk
membantu sektor keuangan saja, tetapi juga untuk kebutuhan masyarakat yang
memerlukan alat pembayaran yang sistematis dan praktis agar mudah dalam
melakukan transaksi. Alat pembayaran non tunai memberikan manfaat kepada
perekonomian suatu negara, manfaat tersebut meliputi: tingkat kepuasan
konsumen yang semakin meningkat dengan berkurangnya biaya transaksi serta
lebih efisien, adanya sumber pemasukan bagi penyedia jasa pembayaran non
tunai, pertumbuhan ekonomi karena adanya peningkatan kecepatan transaksi, dan
tingkat kesejahteraan.1
Uang elektronik sendiri mulai menunjukkan pamornya semenjak para
pengusaha dan pedagang menggunakan E-money sebagai alat pembayaran.
Banyaknya pelaku usaha yang menggunakan E-money, membuat pembeli
mengharuskan mempunyainya untuk melakukan transaksi. E-money merupakan
jawaban bagi para pedagang untuk meminimalisir biaya yang murah serta proses
pembayaran yang sangat cepat dan mudah. Dengan adanya E-money ini,
pedagang tidak khawatir akan adanya uang palsu yang diterima, sehingga
pedagang tidak akan rugi dalam hal ini. Dengan instrumen yang sangat
bermanfaat ini banyak orang yang mulai percaya pada produk E-money,
khususnya bagi orang yang bergerak di bidang perdagangan.
Penggunaan E-money dinilai dapat memberikan kenyamanan
dibandingkan uang tunai dan kartu kredit. Hal itu karena, pemakaian E-money
tidak memerlukan proses otorisasi dan tidak terkait langsung dengan rekening
nasabah di bank. Kemudahan ini sangat menguntungkan bagi kaum remaja yang
sangat aktif dalam bertransaksi online atau pembayaran barang/jasa online. Tetapi
fakta ini sangat tidak sinkron dengan undang-undang yang berlaku mengenai

1
Waspada, Ikaputra, 2012, Percepatan Adopsi Sistem Transaksi Teknologi Informasi Untuk
Meningkatkan Aksesibilitas Layanan Jasa Perbankan , Bandung , Jurnal Keuangan dan Perbankan
Vol. 16 No. 1
batas umur untuk melakukan perikatan. Sedangkan secara operasional, E-money
fungsinya melakukan pembayaran dimana itu menimbulkan suatu perikatan.
Dilihat pada KUHPerdata pasal 1329 maka secara garis besar orang yang
melakukan perikatan harus cakap hukum. Selanjutnya tak cakap hukum memiliki
artian sebagai berikut:
1. Orang-orang yang belum dewasa
2. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan
3. Seorang perempuan
Seperti yang sudah tertera dalam peraturan perundang-undangan, orang
tak cakap hukum ada 3 kategori diatas. Yang menjadi sorotan dalam
permasalahan ini adalah pemilik E-money kebanyakan penggunanya adalah orang
yang dikatakan belum dewasa. Batas umur seseorang dapat dikatakan dewasa
yang diatur dalam KUHPerdata pasal 330 adalah mereka yang berusia 21 tahun
atau bagi yang sudah menikah. Namun dapat dilihat disekitar lingkungan kita,
faktanya banyak orang dibawah 21 tahun dan tentu juga belum menikah sudah
memiliki atau memegang E-money.
Dalam PBI No. 14/2/PBI Thn. 2012 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan
Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Pasal 15 poin A mengenai
penyelenggaraan Kartu Kredit harus memenuhi persyaratan batas minimum usia,
batas minimum pendapatan, batas maksimum plafon kredit, batas minimum
jumlah penerbit yang dapat memberikan fasilitas kartu kredit, dimaksudkan agar
pemegang kartu bijak dalam menggunakan kartu kredit sebagai alat pembayaran.
Batas minimum usia pemegang Kartu Kredit dapat dibuktikan dengan dokumen
resmi seperti KTP atau dokumen lainnya yang dapat mendukung. Yang menjadi
perhatian pada pembahasan kali ini adalah batasan usia kedewasaan pemegang e-
money apabila nantinya timbul permasalahan dalam penggunaan E-money yang
disalahgunakan oleh pihak tidak berwenang akan mengakibatkan kerugian pada
pemilik E-money itu sendiri dimana yang sebagian penggunanya masih belum
cakap umur.
Dari peraturan diatas, sama halnya dengan E-money seharusnya
Pemerintah ataupun Bank Indonesia selaku bank sentral membuat regulasi baru
mengenai batas minimum usia kedewasaan pemegang atau pengguna layanan E-
money. Adanya batasan dalam melakukan setiap perbuatan ini, agar setiap orang
yang memiliki kuasa akan suatu benda, bijak dalam menggunakan benda tersebut
tanpa merugikan orang lain. Kurang terperincinya suatu peraturan perundang-
undangan juga dapat memberikan kelonggaran bagi pihak yang ingin
memanfaatkannya. Berdasarkan dari permasalahan diatas maka dapat ditemukan
rumusan masalah adalah sebagai berikut, Bagaimana pengaturan peraturan
perundang-undangan mengenai batas minimum usia kedewasaan pemegang atau
pengguna layanan E-money?

B. METODE PENELITIAN
Penelitian hukum merupakan suatu proses yang ditempuh untuk
menemukan aturan-aturan hukum, doktrin-doktrin hukum untuk dapat menjawab
isu-isu hukum yang ada.2 Dalam penelitian ini, metode yang digunakan oleh
peneliti adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian dilakukan dengan cara
meneliti, membahas, dan mengkaji isu hukum yang terkait dengan peraturan
perundang-undangan serta norma – norma yang berlaku mengenai ketentuan batas
minimum usia kedewasaan pemegang E-money. Peneliti akan mengkaji
berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata khususnya mengenai bab
perikatan. Jenis Penilitian yang digunakan adalah penelitian normatif atau
penilitian kepustakaan. Penelitian Kepustakaan yang dimaksudkan adalah penulis
meneliti menggunakan sumber data sekunder sebagai penunjang dasar penelitian.
Data sekunder dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer, sekunder dan
tersier yang terkait dengan isu hukum diatas.
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang digunakan sebagai
landasan utama dari penyelesaian masalah karena sifatnya yang mengikat dengan
kaidah, asas, dan norma hukum. Sumber bahan hukum primer didapat dari
beberapa Pasal pada KUHPerdata antara lain Pasal 1320, 1329, 1330 dan pasal-
pasal lain yang terkait dengan bab perikatan. Bahan hukum sekunder merupakan
bahan hukum yang digunakan untuk membantu memperjelas dan memahami
bahan – bahan primer. Sumber bahan sekunder didapat dengan menelaah beberapa
jurnal hukum, hasil penelitian, atau skripsi hukum mengenai batasan usia dalam

2
Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Jakarta: Predana Media Group, Hlm. 35.
melakukan suatu perbuatan. Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang
digunakan dalam memberikan penjelasan dan pemahaman atas bahan hukum
primer dan sekunder. Sumber bahan tersier didapat dari artikel-artikel, laporan
perusahaan, atau kamus yang berkaitan dengan pemegang E-money.
Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara penelusuran yaitu (1)
menelusuri norma-norma yang mengatur tentang batas usia minimal pemegang e-
money dan (2) menganalisis secara mendalam sehingga dapat menjawab rumusan
masalah.3 Dalam memecahkan isu hukum, penilitian ini menggunakan pendekatan
perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual
approach).
Penelitian menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue
approach) guna membantu peneliti dalam memecahkan isu hukum dengan
menelaah semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti. Pendekatan konseptual (conceptual approach)
digunakan peneliti untuk memahami pandangan/doktrin yang berkembang dalam
ilmu hukum untuk memperjelas ide-ide dan memberikan pengertian mengenai
hukum, konsep hukum dan asas hukum yang nantinya akan melahirkan suatu
argumentasi untuk menyelesaikan permasalahan.
Dalam penelitian normatif, pengolahan data dilakukan dengan
mengklasifikasi bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan, yang selanjutnya
dilakukan pembahasan, pemeriksaaan, dan pengelompokan untuk dijadikan suatu
informasi oleh penulis. Dengan pendekatan yang digunakan tersebut, peneliti
menganalisis permasalahan isu hukum menggunakan teknik deskriptif analisis.
Digunakan teknik deskriptif analisis ini bertujuan untuk memperoleh suatu
gambaran atau pemaparan hasil penelitian yang menyeluruh dari analisis yang
cermat mengenai fakta yang berhubungan dengan permasalahan yang telah
dirumuskan dalam penelitian ini.
Adapun tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui batasan usia
dewasa pemegang atapun pemegang E-money yang sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang berlaku serta mengetahui perlukah adanya revisi atau pembaruan
terhadap UU atau peraturan yang telah ada saat ini.
3
Fitria Dewi Navisa , Karakteristik Asas Kepentingan (Insurable Interest) Dalam Perjanjian
Asuransi , Jurnal Negara dan Keadilan (Vol 9, No 2(2020))
C. PEMBAHASAN
Dalam perkembangannya, pengadaan dari sistem pembayaran non tunai
sangat dipengaruhi oleh kemajuan perkembangan teknologi serta perubahan pola
hidup pada masyarakat. Perkembangan dari instrumen pembayaran non tunai
berjalan seiringan dengan perkembangan teknologi telekomunikasi, sistem
pembayaran yang kian inovatif telah membawa dampak yang besar terhadap
pihak-pihak yang terlibat dalam sistem pembayaran tersebut.
Dalam proses perkembangan penerimaan uang sebagai alat bayar
berlangsung secara bertahap serta dengan waktu yang tidak singkat. Yang
mulanya pada masa lampau, sistem pembayaran menggunakan barter atau tukar
menukar suatu barang, kini sudah berkembang pesat mengikuti jaman yang
modern ini. Berbagai macam benda banyak yang dikembangkan sebagai alat
pembayaran yang dapat digunakan dalam sistem perdagangan, batu, kulit
kerang, dan lain-lain. Benda-benda yang digunakan dan diterima sebagai suatu
alat pembayaran, dalam sistem perekonomian umumnya merupakan benda yang
dianggap berharga serta mempunyai guna untuk konsumsi atau keperluan
produksi sendiri. Benda-benda yang digunakan sebagai uang pada umumnya
juga mudah dibawa dan tidak mudah rusak dan tahan lama. Dalam
perkembangan uang masa lalu, masyarakat menggunakan benda seperti logam
berharga atau mulia dan kertas sebagai uang. Sebelum digunakannya kertas
sebagai alat bayar, logam berharga dikenal secara luas sebagai bentuk uang yang
popular dikalangan masyarakat karena memiliki ciri-ciri atau unsur yang pantas
yaitu, dapat dipecah-pecah serta dapat dinyatakan dalam unit-unit terkecil
sehingga bisa digunakan sebagai media bertransaksi dengan mudah dan efisien.
Selain itu uang jenis logam mudah dibawa dan tahan lama.
Karena arus jaman globalisasi sangat dinamis dan inovatif, keberadaan
dari uang kertas dan logam lambat laun mulai terkikis atau tergantikan dengan
uang jenis baru. Kini hadir alat pembayaran non tunai yang berbasis teknologi
yang sangat efisien dalam penggunaannya. Alat pembayaran non tunai terdiri
dari:
1. Alat pembayaran yang menggunakan media kertas atau paper based,
seperti giro dan cek
2. Alat pembayaran yang tanpa menggunakan kertas atau paperless,
seperti transfer dana secara elektronik
3. Alat pembayaran berbasis menggunakan kartu (card bases), seperti
kartu Anjungan Tunai Mandiri, kartu kredit, dan kartu prabayar (e-
money).4

Uang adalah benda yang dapat dipergunakan untuk alat pembayaran,


maksudnya adalah dengan cara menukarkannya dengan benda lain, selain
menukarkan juga dapat dipergunakan untuk menilai benda lain, dan dapat uang
juga dapat disimpan. Selanjutnya uang dapat digunakan untuk pembayaran hutang
di waktu yang akan datang. Dalam laju perkembangannya uang tunai berupa
kertas dan logam atau koin banyak menimbulkan permasalahan dalam
pelaksanaan sistem pembayaran selama ini, terlebih lagi jika ingin bertransaksi
dengan jumlah dan nominal yang besar, karena terdapat kesulitan dalam
membawa uang jumlah yang banyak juga terdapat pula risiko buruk yang
mungkin akan timbul, misalkan perampokan dan pencurian terhadap uang
tersebut. Maka dari itu memunculkan sebuah sistem pembayaran dengan non
tunai.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank
Indonesia, salah satu kewenangan Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam
rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran adalah menetapkan
penggunaan alat pembayaran. Alat pembayaran non tunai mulai dikenal saat kartu
kredit dikeluarkan, hingga sekarang Bank Indonesia mengeluarkan sistem baru
produk pembayaran non tunai yakni Uang Elektronik (E-money). Uang Elektronik
(Electronic Money) merupakan bentuk uang digital yang didalamnya memiliki
nilai/harga yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi. Prinsip sistem kerja
uang elektronik diibaratkan dengan kartu prabayar pulsa, yakni melakukan
pengisian saldo baru bisa digunakan. Pengisian saldo e-money sendiri bisa
dilakukan di bank , minimarket atau agen penjualan yang ditunjuk penerbit. Uang

4
Serfianto, Iswi Hariyani, dan Cita Yustisia, 2012, Untung Dengan Kartu Kredit, Kartu ATM-
Debit & Uang Elektronik, Jakarta Selatan : Visimedia, Hlm. 6.
Elektronik (E-money) sendiri telah diatur ketentuannya dalam Peraturan Bank
Indonesia No. 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik (Electronic Money). Jika
mengacu pada peraturan tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwasanya
unsur-unsur dari uang elektronik adalah sebagai berikut:
a. Uang elektronik diterbitkan dengan dasar nilai mata uang yang harus
disetorkan terlebih dulu dari pemegang kepada penerbit.
b. Nilai mata uang tersebut disimpan secara elektronik kedalam suatu media
seperti chip maupun server komputer.
c. Uang elektronik dipergunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang
(merchant) yang bukan merupakan penerbit.
d. Nilai dari mata uang elektronik yang disetorkan oleh pemegang dikelola
oleh penerbit uang elektronik itu bukan sebuah simpanan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang perbankan.
Uang Elektronik (E-money) memiliki dua tipe dalam metode pemakaiannya, jika
dilihat dari media yang dipergunakan, bentuk dari E-money dapat dibedakan
sebagai berikut :
1) Karakteristik dari Prepaid card/kartu prabayar/electronic purses adalah
sebagai berikut:
a. Nilai mata uang akan dikonversikan menjadi suatu nilai mata uang
yang “bernilai elektronis” lalu akan disimpan kedalam chip (integrated
circuit) yang sudah tertanam pada kartu.
b. Mekanisme dadri perpindahan dana akan dilakukan dengan
memasukkan kartu ke suatu alat card reader (pembaca kartu).
2) Karakter digital cash (Prepaid Software):
a. Nilai mata uang akan dikonversikan menjadi suatu mata uang “nilai
elektronis” lalu selanjutnya disimpan dalam suatu suatu hard disk
komputer.
b. Mekanisme dari pemindahan dana dilakukan secara dalam jaringan
melalui suatu jaringan komunikasi yang kita kenal dengan internet,
dalam melakukan pembayaran.5

5
Serfianto , Iswi Hariyani , dan Cita Yustisia , op.cit., p. 98
Sesuai dengan Pasal 499 KUHPerdata uang elektronik juga dapat
dikategorikan sebagai benda, dikarenakan uang elektronik merupakan harta
kekayaan serta dapat dikuasai oleh pemegang uang elektronik sebagai pemiliknya.
Nilai dari mata uang tunai yang disetorkan sebagai modal atau dasar penerbitan
uang elektroni akan diubah menjadi sebuah data digital berupa digit angka yang
digunakan sebagai sistem perhitungan tertentu, yang bisa digunakan dalam
bertransaksi. Penyetoran dan pemindahan dana yang terdapat di uang elektronik
pada hakekatnya hanya dapat dilakukan secara elektronik juga, maka dari itu uang
elektronik merupakan bagian dari kebendaan digital.
Secara harfiah, e-money atau yang lebih kita kenal uang elektronik
merupakan uang tunai yang tidak berbentuk fisik (cashless money), nilai dari mata
uangnya berasal dari nilai mata uang yang disetorkan terlebih dahulu kepada
penerbit, baik melalui transfer maupun uang tunai, kemudian untuk
penyimpananan mata uang yang secara elektronik dalam suatu media elektronik
berupa server atau kartu chip, yang mana fungsinya merupakan sebagai suatu alat
pembayaran yang bersifat tidak tunai kepada pedagang yang bukan penerbit uang
elektronik. Nilai uang (monetary value) pada sebuah uang elektronik tersebut
berbentuk berupa elektronik (nilai elektronis) yang didapatkan dengan cara
menukarkan sejumlah uang tunai atau pendebetan atapun transfer sejumlah mata
uang di rekening bank, selanjutnya disimpan dengan cara elektronik juga kedalam
media elektronik berupa kartu penyimpan dana (stored value card) maupun yang
berbasis server.6

Dalam penyelengaraan uang elektronik menurut Surat Edaran Bank


Indonesia No. 11/11/DASP tanggal 13 April 2009 tentang Uang Elektronik
(Elektronic Money) , penerbit dapat menerbitkan jenis uang elektronik dalam
bentuk registered (pendaftaran data identitas pemegang) dan unregistered ( tanpa
pendaftaran data identitas pemegang). Dalam pencatatan identitas pemegang
Emoney registered , penerbit akan meminta data identitas mencakup nama ,
alamat , tanggal lahir dan lainnya. Sedangkan e-money unregistered , data
pemegang tidak terdaftar pada penerbit sehingga pemegang emoney tidak perlu

6
Rachmadi Usman, “Karakteristik Uang Elektronik Dalam Sistem Pembayaran,” Yuridika, Vol.
32 No. 1, (Januari 2017).
menjadi nasabah penerbit. Jenis transaksi yang dapat dilakukan melalui e-money
meliputi pembayaran barang, transfer dana , pembayaran asuransi , pembayaran
tagihan , belanja di merchant , dan lainnya.
Perbedaan e-money dengan kartu lain seperti kartu ATM, nilai mata
uangnya akan tersimpan pada rekening nasabah yang bersangkutan di bank,
sedangkan uang elektronik, nilai mata uangnya akan tersimpan pada perangkat
elektronik seperti komputer, smartphone, kartu prabayar atau bahkan sebuah kartu
chip. Berikutnya, pada saat pemegang uang elektronik melangsungkan transaksi
pembayaran ataupun transfer dana, maka nilai uang yang ada dalam uang
elektronik tersebut pula akan berkurang sesuai dengan nilai transaksi pembayaran
ataupun transfer dana yang dilakukan lazimnya seperti uang tunai. Sebaliknya
nilai uang dalam uang elektronik bisa bertambah asalkan menerima pembayaran
ataupun pada disaat pengisian ulang.7 Pada konsep keuangan, uang elektronik
sudah dianggap cukup sebagai syarat benda yang dapat difungsikan menjadi uang.
Seperti mudah di bawa, mudah disimpan, tidak mudah rusak dan lain-lain. Uang
elektronik atau yang dikenal dengan emoney bahkan bisa juga mengatur dari
peredaran uang di suatu negara, karena jika uang yang beredar di masyarakat tidak
tercukupi maka kebutuhan perekonomian negara itu akan menyebabkan
perekonomian di negara tersebut macet dan tidak bisa dikendalikan dengan baik.8
Bank Indonesia merupakan Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana
diartikan dalam Undang-Undang yang berlaku, Bank Indonesia juga merupakan
sebuah Lembaga negara yang bersifat independent. Dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia yang sudah diganti dengan
Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2004 Pergantian atas undang- undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia dirumuskan bahwa
dalam Pasal 1 angka 8 jika Peraturan Bank Indonesia merupakan syarat hukum
yang diresmikan oleh Bank Indonesia serta mengikat tiap orang ataupun badan
serta dianut dalam lembaran negara Republik Indonesia. Bersumber pada rumusan
Pasal 1 angka 8 tersebut, bisa disimpulkan jika Bank Indonesia memiliki
wewenang untuk mengeluarkan peraturan yakni Peraturan Bank Indonesia.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) merupakan syarat hukum yang telah ditetapkan
7
Ibid.
8
Iswardono, 1999, Uang dan Bank, Yogyakarta: BPEF, Hlm. 5.
oleh Bank Indonesia, dimana selaku bank sentral serta peraturan tersebut
mengikat setiap orang maupun badan hukum serta dimuat dalam Lembaran
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dimana dalam Peraturan Bank Indonesia
atau yang disingkat PBI ini bagaikan pedoman untuk seluruh bank di Indonesia
untuk melaksanakan kegiatannya dalam bidang perekonomian.
Bank Indonesia selaku Bank Sentral telah bekerjasama dengan beberapa
instansi terkait untuk mendorong transaksi non tunai (cashless) di masyarakat
yang memiliki tujuan untuk mendorong masyarakat agar mengurangi transaksi
dengan menggunakan uang tunai atau cash (less cash society). Menurut Gubernur
Bank Indonesia penggunaan transaksi non tunai dapat mengurangi peredaran uang
tunai di masyarakat Indonesia dan mendorong adanya budaya baru, yaitu less
cash society.9 Perihal untuk mewujudkan budaya less cash society maka Bank
Indonesia bekerjasama dengan Perbankan dan juga Pemerintah, yang tujuannya
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang penggunaan instrumen non
tunai (cashless). Sehingga secara bertahap akan terbentuk sebuah komunitas atau
masyarakat yang lebih menggunakan instrument non tunai (cashless) dalam
melakukan transaksi. Jika dilihat dari segi efisiensi, tentu kegaiatan ini akan
mampu menekan biaya negara yang dikeluarkan setiap tahunnya untuk mencetak
uang oleh Bank central. Uang elektronik (e-money) memiliki ciri-ciri yang sangat
berbeda dengan sistem pembayaran elektronik yang ada sebelumnya, misalkan
mobile banking, kartu kredit internet banking, dan kartu debit, dikarenakan setiap
jenis pembayaran yang mempergunakan e-money tidak harus menggunakan
proses otorisasi dan tidak terkait secara langsung dengan rekening nasabah yang
ada di bank, sebab e-money merupakan produk (stored value) dimana sejumlah
nilai (monetary value), telah direkam otomatis dalam alat pembayaran yang
digunakan (prepaid).10
Dengan bertambahnya minat transaksi non tunai menggunakan emoney
maka kegiatan ekonomi di Indonesia juga turut berkembang. Yang mulanya
menggunakan sistem perekonomian regional berkembang menjadi sistem

9
“Gerakan Nasional Non Tunai,” dalam http://www.gerakannasionalnontunai.com/ diakses pada
16 November 2020.
10
Mintarsih, “Perlindungan Konsumen Pemegang Uang Elektronik (E-Money) Dihubungkan
Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,” Jurnal
Wawasan Hukum, Vol. 29 No. 02, (September 2013).
perekonomian global yang lebih dinamis. Dari transaksi perekonomian yang
menuntut untuk bertemunya para pihak, beralih jadi transaksi informasi digital. 11
Hal yang seperti ini membuat transaksi menggunakan uang elektronik semakin
diminati. Transaski dengan menggunakan e-money dapat dilakukan tanpa melalui
proses otorisasi terlebih dahulu selain itu tansaksi menggunakan e-money tidak
ada hubungan dengan rekening nasabah pada suatu bank maka dari itu nasabah
pengguna e-money tidak perlu menggunakan konfirmasi PIN untuk menggunakan
e-money tersebut, hal-hal seperti ini yang menyebabkan uang elektronik memiliki
kenaikan jumlah peminat yang signifikan. 12 Bila ditelisik lebih jauh, kenaikan
transaksi uang elektronik ini salah satunya disebabkan karna perkembangan
transaksi secara online yang tersebar di merchant- merchant offline, e- commerce,
ataupun transportasi online (daring). Sampai disaat ini, Bank Indonesia mencatat
penyelenggara uang elektronik yang mengantongi izin regulator, baik yang
berbasis server ataupun kartu sebanyak 38 industri. Dari banyaknya produk uang
elektronik yang beredar di Indonesia, ada beberapa yang yang sering digunakan
oleh masyarakat, antara lain sebagai berikut:13
1) OVO
Aplikasi OVO merupakan aplikasi pintar yang memberikan masyarakat
kemudahan dalam bertransaksi (OVO Cash), serta pula peluang yang lebih
besar untuk mengumpulkan poin di berbagai tempat (OVO Points). OVO
begitu marak digunakan untuk transaksi di aplikasi angkutan online, belanja
online, serta bermacam merchan offline.
2) Gopay
Gopay merupakan uang elektronik maupun dompet digital atau dompet
virtual yang berbentuk saldo GO- JEK serta bisa digunakan untuk membayar
berbagai layanan GO- JEK dan macam merchan offline. GO- JEK
menyediakan layanan pembayaran parsial, dimana masyarakat dapat

11
Vieqi Rakhma Wulan, “Finacial Technology (Fintech) A New Transaction in Future, Journal of
Electrical Engineering and Computer Siences,” Vol. 2 No. 1 (June 2017).
12
Anita Candrawati, 2014, “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Kartu E-Money Sebagai
Alat Pembayaran dalam Transaksi Komersial” Jurnal Hukum. Nomor 3 Tahun I, Maret 2014,
hlm.3.
13
https://www.liputan6.com/bisnis/read/4074871/6-uang-elektronik-yang-jadi-andalan-generasi-
milenial-zaman-now , diakses tanggal 18 november 2020.
membayar dengan saldo GO- PAY, kemudian sisanya dapat dibayarkan
dengan uang tunai.
3) LinkAja
LinkAja merupakan layanan keuangan digital (e-wallet) milik perusahaan
telekomunikasi Telkomsel.
4) Flazz
Flazz BCA merupakan suatu produk e-Money berupa kartu yang dikeluarkan
oleh BCA untuk menyelenggarakan transaksi maupun pembayaran digital
sebagai pengganti transaksi tunai. Flazz BCA mempunyai teknologi chip dari
RFID (Radio Frequency Identification) yang berguna untuk menunjang
pemrosesan transaksi dalam hitungan detik hanya dengan sentuhan.
5) E-Money Bank Mandiri
Merupakan produk uang elektronik yang diterbitkan oleh Bank Mandiri
kedalam sebuah bentuk kartu guna melayani kebutuhan transaksi digital
elektronik masyarakat di Indonesia. Dengan menggunakan e-Money Bank
Mandiri, masyarakat bisa melakukan transaksi digital sebagai pengganti
transaksi uang tunai.
e-Money Bank Mandiri sudah menerapka sistem berteknologi (Radio
Frequency Identification) RFID yang memungkinkan user atau pemilik kartu
dapat melakukan transaksi dengan sentuhan dalam hitungan detik. Kartu e-
Money Bank Mandiri ini dapat dimiliki oleh nasabah bank mandiri maupun
non-nasabah Bank Mandiri itu sendiri. Pada saat ingin menggunakan kartu
ini, pengguna cukup tap kartu pada mesin yang sudah disediakan maka saldo
akan berkurang secara otomatis dengan nominal uang yang benar tanpa tanda
tangan maupun PIN.
6) BRIZZI
BRIZZI merupakan ebuah produk uang elektronik atau e-Money berbentuk
sebuah kartu diterbitkan oleh salah satu Bank BUMN yakni Bank BRI guna
melayani dan memproses transaksi secara digital atau elektronik. Sebagai
produk e-Money, masyarakat selaku pengguna atau pemilik bisa
menggunakan BRIZZI sebagai pengganti uang tunai untuk melayani transaksi
pembayaran sehari-hari seperti pembayaran di minimarket maupun
pembayaran jalan tol.
Karena penggunaan uang elektronik di Indonesia semakin hari semakin
dinamis dibuktikan dengan uraian diatas, maka pada tanggal 07 Mei 2018 Bank
Indonesia mengeluarkan peraturan baru yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor
20/6/PBI/2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/8/PBI/2014 Tentang Uang Elektronik, dalam aturan baru yang diterbitkan
Bank Indonesia tersebut justru tidak memuat batasan umur calon pemegang uang
elektronik.
Kecakapan dalam melakukan tindakan hukum pada hukum perdata
dikaitkan dengan unsur kedewasaan dan secara tidak langsung ada kaitannya
dengan unsur umur dalam KUHPerdata diatur dalam beberapa pasal, antara lain
sebagi berikut:14
a. Pasal 29
“Seorang jejaka yang belum mencapai umur genap delapan belas tahun,
seperti pun seorang gadis yang belum mencapai umur genap lima belas
tahun, tak diperbolehkan mengikat dirinya dalam perkawinan.”
b. Pasal 330
“Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh
satu tahun, dan tidak terlebih dahulu kawin”
c. Pasal 419
“Dengan melakukan perlunakan, seorang anak belum dewasa boleh
dinyatakan dewasa, atau bolehlah diberikan kepadanya hak kedewasaan
yang tertentu”
d. Pasal 426
Perlunakan, dengan mana kepada seseorang belum dewasa diberikan hak-
hak kedewasaan tertentu atas permintaan si belum dewasa boleh diberikan
oleh Pengadilan, apabila ia telah mencapai umur genap delapan belas tahun.
Adapun megenai pasal 29 dan pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata ini sudah tidak dipakai karena “asas lex posteriori derogate lex
priori” dimana peraturan yang baru menggantikan peraturan yang lama.

14
Lihat pasal 29, 330, 419, dan 426 KUHPerdata
Dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 Tentang
Uang Elektronik ini harus dilihat dan dianalisis peraturannya, sebab dalam
peraturan terkait tidak memiliki unsur prasyarat batasan umur dalam
kepemilikan maupun penggunakan uang elektronik. Pada dasarnya dalam
pembuatan uang elektronik baik yang berbentuk aplikasi maupun yang
berbentuk kartu seperti Brizzi dan flazz tidak terlepas dari KUHPerdata yang
mengatur tentang perjanjian.
Dalam melakukan pembelian kartu e-money, penerbit akan memberikan
kartu yang dilengkapi dengan syarat dan ketentuan penggunaan kartu e-
money. Syarat beserta ketentuan adalah suatu bentuk daripada perjanjian
antara penerbit dan pemegang kartu dalam penggunaan e-money. Perjanjian
antara penerbit dengan pemegang kartu e-money dapat dikatakan bersifat
baku, karena baik perjanjian maupun klausula tersebut tidak terdapat pilihan
bagi salah satu pihak dalam perjanjian ini, sehingga cenderung merugikan
pihak yang kedudukannya kurang. Pihak yang dirugikan nantinya akan sulit
untuk membuktikan karena tidak ada kesepakatan pada saat perjanjian dibuat,
atau atas isi klausula baku yang termuat dalam perjanjian tersebut.
Dilihat dari perspektif hukum, hubungan antara kedua belah pihak yaitu
pemegang kartu dan bank atau mungkin lembaga lain selain bank sebagai
penerbit ataupun dalam kaitannya dengan pedagang (merchant), dapat
disimpulkan yaitu hubungan kontraktual. Dilihat pembahasan dari Pasal 1338
ayat (1) KUHPerdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah
berkekuatan sama dengan UU bagi kedua pihak. Pada prinsipnya hubungan
antara penerbit dan pemegang kartu merupakan suatu hubungan kontraktual,
dimana diberlakukan kontrak dalam bentuk kontrak standar (kontrak baku),
seharusnya dalam kontrak baku tersebut terdapat poin yang membahas
tentang batasan usia pemegang dan pemilik dari uang elektronik.
Dimanapun calon pemegang atau pemilik e-money akan melakukan
pembelian suatu barang ataupun jasa melalui uang elektronik, maka penerbit
akan memberikan klausula baku sebagai bentuk persetujuan pembelian serta
penggunaan kartu uang elektronik tersebut. Dimana hal itu nantinya akan
menyebabkan pemegang kartu e-money otomatis menyetujui isi dari
perjanjian tersebut walaupun sifatnya memojokkan atau kurang
menguntungkan bagi pemegang atau pemilik e-money. Untuk mayoritas
pelaku usaha (merchant) maupun penerbit dari kartu e-money, mungkin ini
merupakan suatu cara untuk mencapai tujuan ekonomi yang lebih efisien,
praktis, dan cepat, akan tetapi tidak bagi konsumen atau pemegang kartu
karena hanya menerima suatu pilihan tersebut.
Didalam undang-undang, setiap orang diberikan hak secara bebas untuk
membuat dan melaksanakan perjanjian selama unsur-unsur perjanjian
terpenuhi. Para pihak dalam membuat perjanjian juga bebas untuk
menentukan aturan yang mereka buat dalam perjanjian serta bebas untuk
melaksanakannya sesuai dengan kesepakatan yang telah tercapai, selama para
pihak tidak melanggar ketentuan mengenai ketertiban umum, kesusilaan,
kepatutan, dan kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat, serta tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlak
Didalam suatu perjanjian, para pihak harus mempunyai kemampuan yang
bebas untuk mengikatkan diri, dan selanjutnya kemauan itu harus dinyatakan.
Pernyataan dapat dilakukan dengan tegas atau dengan diam-diam. Cara yang
dilakukan secara belakangan, sangat lazim dalam kehidupan kita sehari-hari.15
Contohnya adalah disaat kita membeli kartu Brizzi di minimarket, secara
nyata telah terjadi suatu perjanjian yang meletakkan kewajiban kepada kedua
belah pihak (wederkerige overeenkomst), yaitu pihak pembeli untuk
membayar harga kartu Brizzi sesuai ketentuan dan pihak kasir minimarket
bertindak atas nama minimarket untuk memberikan kartu yang telah dibayar
tersebut. Sebagai suatu perjanjian, penerbitan, pembelian, ataupun
pemasangan aplikasi uang elektronik pada smartphone harus memenuhi
unsur-unsur dari perjanjian itu sendiri.
Apabila salah satu unsur dari pada perjanjian tidak terpenuhi maka tidak
ada perjanjian, sehingga pada akhirnya tidak memiliki akibat hukum bagi
para pihak calon pemegang uang elektronik (e-money). Setelah mengetahui
adanya suatu perjanjian maka Langkah selanjutnya meneliti syarat-syarat
umum hanya suatu perjanjian telah terpenuhi oleh para pihak calon pemegang

15
Subekti, 2003, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, Hlm. 135
ataupun pemilik uang elektronik (e-money), yang diatur dalam pasal 1320
KUHPerdata, yang berbunyi:
“untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
1. Sepakat mereka mengikat dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal”

Dalam peraturan perundang-undangan diatas dapat diartikan , syarat


pertama dan kedua mengatur mengenai subjek atau pihak-pihak dalam
perjanjian yang bisa disebut sebagai syarat subjektif, sedangkan syarat ketiga
dan keempat disebut syarat objektif karena mengenai objek perjanjian.
Jikalau dari syarat objektif tidak terpenuhi, maka selanjutnya perjanjian batal
demi hukum, dengan pengertian bahwasanya perjanjian tidak pernah terjadi
serta tidak memiliki dasar untuk saling menuntut di hadapan hakim. Jikalau
dari syarat subyektif tidak terpenuhi, maka selanjutnya perjanjian tersebut
bukan batal demi hukum, melainkan salah satu pihak mempunyai hak untuk
meminta perjanjian itu dibatalkan. Namun dalam kaitannya dengan e-money,
hak tersebut tidak bisa didapatkan oleh pemegang e-money ataupun pedagang
merchant , sebab penerbit telah menetapkan syarat dan ketentuan dalam
perjanjian tersebut.
Dari penjelasan syarat umum perjanjian diatas maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa berkaitan dengan kekosongan hukum Peraturan Bank
Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 Tentang Uang Elektronik dengan pasal 1320
KUHPerdata yang berkaitan dengan batas minimum umur calon pemilik
maupun pemegang uang elektronik. Pada syarat perjanjian kedua tentang
kecakapan seseorang dalam pembuatan uang elektronik, kecakapan pada
dasarnya setiap orang yang telah dewasa dan sehat pikirannya, adalah cakap
menurut hukum. Pasal 1320 ayat (2) KUHPerdata mendapat penjabaran lebih
lanjut dan rinci tentang usia dewasa adalah pasal 1329 dan 1330
KUHPerdata. Pasal 1329 KUHPerdata menerangka bahwasanya setiap orang
merupakan cakap dalam membuat suatu perikatan, jika dia oleh UU tidak
dinyatakan tidak cakap. Selanjutnya pada pasal 1330 KUHPerdata yang
dimaksud orang tidak cakap dalam membuat perjanjian meliputi orang yang
belum dewasa, orang-orang yang berada pada pengampuan, serta oaring
perempuan, perempuan yang dimaksud adalah yang ditetapkan oleh undang-
undang. Secara a contrario dapat disimpulkan, bahwasanya pengertian
dewasa adalah mereka yang:
a. Telah berumur 21 tahun
b. Telah menikah, termasuk bagi meraka yang belum berumur 21 tahun,
akan tetapi belum menikah
c. Tidak ditaruh dibawah pengampuan
Sampai disini sudah jelas bahwasannya tentang batas minimal usia atau
umur calon pemilik maupun pemegang uang elektronik tidak terdapat pada
Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 Tentang Uang Elektronik
dan justru karena kekosongan hukumnya harus mengikuti peraturan
KUHPerdata. Dalam hal ini PBI tersebut (Peraturan Bank Indonesia) tidak
konsisten terhadap KUHPerdata, padahal dalam pelaksanaannya PBI
khususnya perjanjian harus mendasar terhadap KUHPerdata dalam
mengambil keputusan guna memberikan uang elektronik kepada pemilik
maupun pengguna yang menurut hukum dianggap telah cakap.

D. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa


kecakapan pihak pemilik e-money tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Keabsahan
kepemilikan e-money dapat dianggap tidak sah karena sudah menyalahi aturan
yang ada. Akibat yang timbul jika ada yang tidak memenuhi syarat subjektif
dalam peraturan perundang-undangan atau belum cakap dalam berbuat hukum,
maka dapat batal demi hukum. Dari apa yang disimpulkan, tidak adanya otorisasi
yang jelas dalam kepemilikan e-money, menimbulkan suatu itikad yang tidak baik
bagi pihak lain
Pengaturan hukum mengenai batasan usia pemilik uang elektronik (E-
money) sampai saat ini masih belum diatur dalam peraturan perundang-undangan
atau peraturan Bank Indonesia. Untuk menjamin kepastian hukum, maka bagi
pembentuk Undang-Undang seharusnya membuat peraturan yang mengatur
tentang batasan usia kepemilikan sehingga legalitas dari pihak pemilik dapat
terjamin. Dengan dibentuknya undang-undang tersebut, diharapkan meminimalisir
penyalahgunaan oleh pihak-pihak lain yang beritikad tidak baik. Serta bagi
pemerintah dan praktisi hukum harus berperan aktif dalam mensosialisasikan
peraturan-peraturan yang berlaku agar masyarakat mengerti dan tidak akan
melanggar ketentuan yang sudah diatur.
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan juga adalah perusahaan yang
mengeluarkan e-money harus menerapkan peraturan yang berlaku. Karena kunci
dari suatu permasalahan juga terdapat pada penerbit dari e-money, dimana mereka
yang membuat serta mengelola aturan-aturan dalam pendaftaran kepemilikan e-
money. Penerbit atau perusahaan yang mengedarkan e-money harus
memperhatikan syarat – syarat yang harus dipenuhi pihak pemegang e-money.
Dengan adanya otorisasi yang jelas nantinya dapat diketahui apakah pihak
pemegang dapat dikatakan cakap atau tidak dalam memiliki e-money. Dengan
terpenuhinya semua unsur, keabsahan pemilik e-money juga dapat terjamin.

DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Jakarta: Predana Media
Group, Hlm. 35.
Serfianto , Iswi Hariyani , dan Cita Yustisia (2012) , Untung Dengan Kartu
Kredit , Kartu ATM-Debit & Uang Elektronik , Jakarta Selatan :
Visimedia , hal 6
Iswardono, 1999, Uang dan Bank, Yogyakarta: BPEF, Hlm. 5.
Subekti, 2003, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, Hlm. 135
Komariah, 2008, Hukum Perdata, Malang: UPT Penerbitan Universitas
Muhammadiyah Malang, Hlm. 39.
Harumiati Natadimaja, 2009, Hukum Perdata Mengenai Hukum Perorangan
Dan Hukum Benda, Yogyakarta: Graha Ilmu, Hlm.21.
Abdul Maman dan Fauzan, 2002, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang
Peradilan Agama, Jakarta: RajaGrafindo Persada, Hlm. 8-9.

JURNAL
Waspada, Ikaputra, Percepatan Adopsi Sistem Transaksi Teknologi Informasi
Untuk Meningkatkan Aksesibilitas Layanan Jasa Perbankan,
Bandung, Jurnal Keuangan dan Perbankan (Vol. 16 No. 1(2012))
Fitria Dewi Navisa, Karakteristik Asas Kepentingan (Insurable Interest)
Dalam Perjanjian Asuransi, Jurnal Negara dan Keadilan (Vol 9, No
2(2020))
Rachmadi Usman, Karakteristik Uang Elektronik Dalam Sistem Pembayaran,
Yuridika, (Vol. 32 No. 1(2017))
Mintarsih, “Perlindungan Konsumen Pemegang Uang Elektronik (E-Money)
Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen,” Jurnal Wawasan Hukum, (Vol.
29 No. 02(2013))
Vieqi Rakhma Wulan, “Finacial Technology (Fintech) A New Transaction in
Future, Journal of Electrical Engineering and Computer Siences,”
(Vol. 2 No. 1(2017))
Anita Candrawati, 2014, “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Kartu
E-Money Sebagai Alat Pembayaran dalam Transaksi Komersial”
Jurnal Hukum. Nomor 3 Tahun I, Maret 2014, hlm.3.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang – Undang Hukum Perdata
Peraturan Bank Indonesia No. 20/6/PBI/2018 Tentang Uang Elektronik

INTERNET
“Gerakan Nasional Non Tunai,” dalam
http://www.gerakannasionalnontunai.com/
diakses pada 16 November 2020.

https://www.liputan6.com/bisnis/read/4074871/6-uang-elektronik-yang-jadi-
andalan-generasi-milenial-zaman-now , diakses tanggal 18 november 2020.

Anda mungkin juga menyukai