JASA ANGKUTAN
1. Pengangkutan Gabungan
Salah satu kewajiban penjual atau eksportir adalah memepersiapkan
barang menjadi siap ekspor dan mengurus pengangkutan. Dalam
perdagangan Internasional barang-barang yang sudah siap ekspor (ready for
eksport) diangkut melalui salah satu cara sebagai berikut :
a. melalui angkutan laut;
b. melalui angkutan udara;
c. melalui angkutan darat;
d. melalui jasa kantor pos;
e. melalui angkutan gabungan anaka wahana (combined transport)
Seorang eksportir dalam menyelenggarakan barang siap ekspor
harus mengadakan suatu kontrak angkutan dengan salah satu perusahaan
angkutan di atas, sesuai dengan kebutuhannya. Bila suatu barang siap
ekspor memerlukan aneka alat angkut sebelum mencapai tempat tujuan
(destination/discharging point) secara tradisonal dibutuhkan kontrak
tersendiri untuk masing-masing jenis alat-angkut yang dipakai. Misalnya
teh sudah siap ekspor Dari kawasan Punak-Sukabumi-Cianjur yang akan
dikirim ke London Commodity Exchange misalnya mungkin diangkut
dengannkereta api Sukabumi ke Stasiun Kereta api di Tanjung Priok. Dari
Tanjung Priok diangkut dengan kapal laut ke Pelabuhan Laut Liverpool
Inggeris . Dalam hal ini secara tradisional dibutuhkan 2 (dua) buah kontrak
angkutan Priok dan kedua dengan Maskapai Pelayaran seperti Samudra
Indonesia untuk angkutan Tanung Priok-Liverpool.
Namun seiring dengan perkembangan pemakaian Peti-Kemas
(container) dalam perdagangan Internasional, para pelaksana pengangkutan
transport (transport-oerators) meningkatkan pula penggunaan beberapa jenis
alat angkut (aneka wahana = multi modal of transport) dalam menyelesaikan
tugas-angkutan Dari pintu ke pintu (doors to dor service). Dengan
sendirinya para pelaksana itu telah bertindak sebagai pelaksana angkutan
gabungan (combined transport operator) yang bertanggung jawab atas
keseluruhan jenis alat angkutan itu.
Peraturan mengenai angkutan gabungan ini begitupun mengenai
dokumen angkutan gabungan ini dituangkan dalam brosur no. 298 Dari
ICC dengan judul “Uniform Rules for a Combined Transport Document”. Yang
dimaksud dengan pengangkutan dokumen menutut peraturan ini adalah :
“Pengangkutan barang dengan sekurang-kurangnya dua alat angkut
yang berbeda, dari satu tempat dimana barang diambil yang terletak
31
kaki, 20 kaki dan 40 kaki. Ukuran dasar yang dipakai peti kemas
dengan ukuran 20 kaki sehingga dalam per petikemasan ini dikenal
istilah satuan T.E.U. ( Twenty Foot Equivalent Uni)t, dengan kapasitas isi
anatar 15-20 ton.
c. F.L.C = Full Container Load (Peti Kemas Padat Muat)
Di dalam pengiriman barang dengan memperggunakan Peti-Kemas
terdapat kemungkinan bahwa suatu Peti Kemas diisi penuh barang
Dari satu pemilik (consignor), dan ditujukan juga untuk satu alamat
penerima. Hal ini lazim disebut dengan isitilah FLC (Full Container
Load ).
d. Consolidation (Konsolidasi)
Bilamana beberapa muatan yang terpisah disatukan untuk mengisi
satu peti kemas menjadi penuh yang dilakukan oleh pemilik barang
sendiri atau oleh EMKL, maupun oleh pelaksana terminal peti kemas,
amak hal ini lazim dikenal istilah Consolidation (Konsolidasi).
e. L.C.L (Less than Container Load)
Peti kemas tidak berisi penuh sehingga harus disatukan
(dikonsolidasikan) dengan barang lain dipelabuhan pemuatan
berikutnya. Hal ini lazim dikenal dengan istilah L.C.L (Less than
Container Load).
f. Reefers (Pendingin)
Bilamana seorang pemilik barang mengatakan bahwa ia akan
mempergunakan pendingin (reefers) maka ini berarti bahwa ia
bermaksud akan mengirimkan barang-barang dengan kapal peti
kemas yang didinginkan (a Refrigenerated Container or Ship).
g. Stuffing (Penyusunan)
Penyusunan peti kemas di dalam kapal maupun di terminal peti
kemas dikenal dengan istilah Stuffing.
h. Lain-lain.
Semula peti kemas yang berupa kotak beukuran 8 x 8 x 20 kaki ini
dapat diisi hanya melalui mulut pada salah satu ujungnya. Namun
perkembangan selanjutnya membutuhkan peti kemas yang juga dapat
disi dari atas (Top Loading), peti kemas berisolasi, peti kemas
berpendingin , peti kemas setengah dingin, peti kemas berpintu
samping, peti kemas berlapis nylon serta peti kemas dengan rak
bagasi.
Roro adalah peti kemas yang beroda, bahkan ada kalanya bermesin
sendiri hingga pemuatannya ke dalam kapal maupun
pembongkarannya hanya memerlukan waktu singkat karena kalau dia
beroda tinggal menarik saja sedangkan kalau bermesin sendiri akan
bias dikemudikan masuk dan keluar dari perut kapal. Perkembangan
peti kemas jenis Roro pesat sekali karena memang dirasakan sangat
praktis.
b. LASH = Lightrs Aboard Ships (Peti Kmas Apung)
Lash adalah tongkang-tongkang atau barges baik bermesin sendiri
maupun harus ditarik, yang dipakai untuk menyimpan muatan.
Tongkang-tongkang ini berfungsi sebagi peti kemas dan diangkut
dengan kapal yang khusus untuk itu. Singkatnya Lash ini adalah juga
peti kemas, tetapi pembongkarannya bias dilakukan ditengah laut
Karena mampu diambangkan di atas air dan kemudian dengan
menggunakan kapal tunda (untuk yang tidak bermesin sendiri), ditarik
ke tempat tujuan. Tongkangt yang dilengkapi dengan mesin sendiri,
maka begitu dia mengambang di air, dengan tenaga pendorongnya
sendiri tongkang itu akan berlayar ke pelabuhan tujuan tanpa
kesulitan.
c. Sea-Train (Peti Kemas Apung Berangkai)
Sea-Train atau Seabee adalah sama dengan LASH di atas, yaitu
tongkang-tongkang dan barges-barges yang besar yang berfungsi
sebagai peti kemas laut.
d. Pemuatan “FCL”
Cara ini sama dengan cara pada butir b di atas tetapi untuk muatan
penuh satu unit peti-kemas, sesungguhnya cara ini adalah yang terbaik
untuk mendapatkan manfaat yang sepenuhnya dari peti-kemas. Karena
pemasukan barang kedalam peti-kemas diawasi sendiri oleh pemilik
barang. Kemudian karena umumnya barang-barang itu merupakan
hasil sejenis maka tidak akan mengalami gangguan dari barang jenis
lain, resiko pencurian pun berkurang sedangkan pembongkaran dapat
diawasi oleh si penerima. Cara penyerahan muatan seperti ini disebut
dengan penyerahan Door to Door Service Full Container Load.
9. Jasa Transportasi
37
alongside (di samping kapal), suatu mate’s receipt, yaitu suatu bukti bukti
terima diberikan kepada pengirim barang (shipper), sedangkan kalau
barang-barangnya diterimakan di dalam shed (gudang), sebagai tanda
terima untuk shipper diberikan dock receipt atau wharfinger’s receipt.
Setelah itu barang dimuat ke atas kapal, dan setelah pemuatan selesai
dilakukan barulah shipping company mengeluarkan bill of lading.
d. Bill of Lading (konosemen)
Untuk barang yang benar-benar sudah di atas kapal dapat dikeluarkan
suatu bill of lading. Bilamana sampai terjadi suatu Bill of Lading sudah
dikeluarkan, sedangkan barangnya belum dimuat di atas kapal
(misalnya karena kekeliruan) maka pemegang bill of lading mempunyai
hak penuh melakukan tuntutan (claims) atas seluruh barang yang
disebut dalam B/L itu. Hal ini berlaku bagi “shipped on board” B/L dan
bukan “Received for shipment” B/L.
Sebelum B/L diserahkan kepada shipper, maka mate’s receipt harus
dikembalikan terlebih dahulu sebagai tukaran bagi shipping company.
Oleh karena B/L merupakan dokumen penting, bahkan dapat
dipandang sebagai dokumen yangterpenting, maka disini akan ditinjau
arti dan fungsi dari B/L lebih lanjut. B/L atau selengkapnya bill of
lading menpunyai 3 pungsi pokok yaitu:
1) Sebagai tanda terima (kwitansi) barang-barang.
2) Sebagai bukti pemilikan atas barang dan
3) Sebagai bukti adanya perjanjian pengangkutan laut.
Berdasarkan fungsinya itu maka defenisi dari B/L dapat disebutkan
sebagai berikut:
Bill of Lading adalah tanda terima barang yang telah dimuat di
dalam kapal laut, yang juga merupakan document of title yang berarti
sebagai bukti atas pemilikan barang, dan di samping itu merupakan
bukti dari adanya perjanjian pengangkutan barang-barang melalui
laut.
e. Set lengkap Bill of Lading
Bill of Lading, biasanya dikeluarkan dalam set lengkap yang lazimnya
terdiri rangkap 3 (Full set B/L) yang penggunaannya adalah sebagai
berikut:
1) (satu) lembar untuk shipper
2) (dua) lembar untuk consignee atau penerima barang.
Akan tetapi mungkin juga consignee menuntut supaya full set
diserahkan kepadanya. Untuk setiap lembar orisinal Bill of Lading
berlaku hukuman “one for all and all for one” yang berarti bilamana salah
satu dari lembar-lembar orisinal itu telah ditukarkan dengan Delivery
Order (DO) maka lembar-lembar yang lain dengan sendirinya menjadi
42
Contoh dari surat jaminan (letter of Indemnity) itu adalah sebagai berikut:
Letter of Indemnity
For issuing
Clean Bill of Lading
___________________________________________________________________
To the Manager
_______________________________________19_____________
________________
______(nama dan alamat)_______
Maskapai pelayaran ) __________
Dear Sir,
In consideration of your issuing us Clean Bill of Lading for the
undermentioned goods, for which exceptions have been inserted in the
relative Mate’s Receipt, we, the undersigned, hereby undertake and agree to
pay, on demand, any claims that may arise on the goods made by the
consignee, or by any person to whom the document are endorsed, and also
to indemnity you against all consequences arising there from.
We consent to this Latter of Indemnity being disclosed to underwriters on
application. The particulars of the goods and the exceptions inserted in the
Mate’s Receipt are as follows.
____________________________________________________________________
…………..
B/L No. : ………….. Shipper : …………..
Exceptions inserted
In the Mate’s Receipt :
_________________________________________________
____________________________________________________________________
Yours faithfully,
(Shipper)
Perlu dicatat bahwa bilamana B/L dikeluarkan atas nama atau biasa
disebut dengan Straight Bill of Lading. maka Straight B/L ini juga
disebut non negotiable B/L, disebabkan sifatnya yang tidak bias
dipindahkan (hak atas B/L itu) dengan cara biasa yang berlaku bagi B/L
kepada order umumnya.
3. Bareboat charter
Voyage charter
Perjanjian voyage charter yaitu perjanjian menyewa kapal untuk
mengangkut barang – barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain untuk
satu kali jalan. Ongkos angkut ditentukan sendiri antara pemilik kapal
dengan penyewa. Dalam hal ini penyewa atau pencharter ( charterer )
hanya semata – mata sebagai shipper biasa tanpa dibebani dengan
tanggung jawab lainnya.
Time charter
Time charter adalah surat perjanjian menyewa kapal untuk satu
jangka waktu tertentu, misalnya untuk beberapa bulan, setahun dan lain
sebagainya. Harga sewa didasarkan atas pertimbangan mengenai hal
sebagai berikut.
1. Lamanya jangja waktu sewa
2. Ukuran dari tipe kapal yang disewa
3. Pemakaian bahan bakar dari kapal
4. Apakah kapal baru atau kah kapal tua, kapal lambat ataukah kapal
cepat.
Sebabnya ialah karena dalam hal time charter, yang mencharter
kapal itu bertanggungjawab penuh misalnya untuk ongkos bahan
bakarnya dan biaya – biaya lain yang berhubungan dengan muatan.
Sebaliknya pemilik kapal masih bertanggungjawab atas pembayaran
gaji dan upah awak kapal, penutupan asuransi atas kapal, biaya
reparasi dan service.
Bareboat Charter
Bareboat charter atau juga disebut denise charter ialah sutau
perjanjian sewa kapal yang menyebutkan bahwa yang mencharter
bertanggungjawab penuh atas seluruh kapal, yang berarti harus
menyediakan sendiri awak kapal, membayar upah dan gajinya, harus
membayar sendiri ongkos reparasi service kapal membayar bea – bea
pelabuhan dan perongkosan lainnya. Pendeknya yang mencharter
bertindak seolah – olah sebagai pemilik kapal. Bareboat charter biasanyan
ditentukan minimum untuk satu tahun. Pencharteran semacam ini biasanya
dilakukan oleh pemerintah dari suatu Negara untuk mengisi kekurangan
ruangan kapal dalam keadaan yang penting dan mendesak misalnya dalam
keadaan perang dan untuk mengatasi masalah kongesti barang – barang di
pelabuhan.
disebut dengan bill of lading freight rate) dan ongkos angkut dari charter
party (charter party freight rate)
Ongkos angkut dalam charter party didasarkan atas perjanjian
yang dibuat oleh yang mencarter kapal dengan pemilik kapal yang
jumlahnya dapat didasarkan atas banyaknya muatan yang diangkut
ataupun atas lamanya suatu kapal disewa atau dicarter. Ongkos angkut
yang biasa atau B/L freight rate dihitung atas dasar salah satu dari 3
macam cara sebagai berikut :
1) Dihitung atas dasar berat barang
2) Dihitung atas dasar volume barang
3) Dihitung atas dasar harga barang
Maskapai pelayaran berhak menentukan salah satu dari ketiga cara
itu yang kiranya akan lebih menguntungkan bagi maskapai pelayaran.
Bilamana maskapai pelayaran merasa akan lebih mendapatkan
hasil dalam arti kata akan memperoleh jumlah ongkos angkut yang lebih
besar bilamana ongkos angkut dihitung atas dasar berat barang yang
diangkut, maka ongkos angkut yang harus dibayar oleh shipper akan
didasarkan pada berat barang ini, sebaliknya bilamana jumlah yang akan
diterima oleh maskapai pelayaran akan lebih besar bila didasarkan atas
volume barang, maka ongkos angkut itu akan diperhitungkan atas volume
barang itu.
Kesatuan hitung dalam penetapan ongkos angkut dipakai ton,
sedangkan kesamaan mata uang biasanya dipakai British shilling ataupun
U.S Dollar. Oleh karena maskapai pelayaran boleh memilih antara berat
barang dan volume maka perlu diadakan persamaan antara ukuran berat
dan ukuran isi, sehingga dalam menghitung ongkos angkut dikenal
kesatuan hitung sebagai berikut :
Per weight ton atau
Per measurement ton
Per weight ton adalah sama dengan : 2.240 lbs.
Per measurement toan sama dengan : 40. cubic feet (cu.ft).
Hal ini berarti bahwa muatan-muatan yang enteng atau ringan dan
membutuhkan ruangan yang luas ongkos angkutnya dihitung atas dasar
volumenya, sedangkan barang-barang yang berat akan dihitung ongkos
angkutnyaatas dasar beratnya itu. Sebagai contoh dapat dikemukakan
misalnya sebuah barang yang dimasukkan dalam sebuah peti dengan
ukuran sebagai berikut :
Panjang 5 feet (kaki)
Lebar 4 feet (kaki)
Tinggi 3 feet (kaki)
53