Anda di halaman 1dari 26

BAB III

JASA ANGKUTAN

1. Pengangkutan Gabungan
Salah satu kewajiban penjual atau eksportir adalah memepersiapkan
barang menjadi siap ekspor dan mengurus pengangkutan. Dalam
perdagangan Internasional barang-barang yang sudah siap ekspor (ready for
eksport) diangkut melalui salah satu cara sebagai berikut :
a. melalui angkutan laut;
b. melalui angkutan udara;
c. melalui angkutan darat;
d. melalui jasa kantor pos;
e. melalui angkutan gabungan anaka wahana (combined transport)
Seorang eksportir dalam menyelenggarakan barang siap ekspor
harus mengadakan suatu kontrak angkutan dengan salah satu perusahaan
angkutan di atas, sesuai dengan kebutuhannya. Bila suatu barang siap
ekspor memerlukan aneka alat angkut sebelum mencapai tempat tujuan
(destination/discharging point) secara tradisonal dibutuhkan kontrak
tersendiri untuk masing-masing jenis alat-angkut yang dipakai. Misalnya
teh sudah siap ekspor Dari kawasan Punak-Sukabumi-Cianjur yang akan
dikirim ke London Commodity Exchange misalnya mungkin diangkut
dengannkereta api Sukabumi ke Stasiun Kereta api di Tanjung Priok. Dari
Tanjung Priok diangkut dengan kapal laut ke Pelabuhan Laut Liverpool
Inggeris . Dalam hal ini secara tradisional dibutuhkan 2 (dua) buah kontrak
angkutan Priok dan kedua dengan Maskapai Pelayaran seperti Samudra
Indonesia untuk angkutan Tanung Priok-Liverpool.
Namun seiring dengan perkembangan pemakaian Peti-Kemas
(container) dalam perdagangan Internasional, para pelaksana pengangkutan
transport (transport-oerators) meningkatkan pula penggunaan beberapa jenis
alat angkut (aneka wahana = multi modal of transport) dalam menyelesaikan
tugas-angkutan Dari pintu ke pintu (doors to dor service). Dengan
sendirinya para pelaksana itu telah bertindak sebagai pelaksana angkutan
gabungan (combined transport operator) yang bertanggung jawab atas
keseluruhan jenis alat angkutan itu.
Peraturan mengenai angkutan gabungan ini begitupun mengenai
dokumen angkutan gabungan ini dituangkan dalam brosur no. 298 Dari
ICC dengan judul “Uniform Rules for a Combined Transport Document”. Yang
dimaksud dengan pengangkutan dokumen menutut peraturan ini adalah :
“Pengangkutan barang dengan sekurang-kurangnya dua alat angkut
yang berbeda, dari satu tempat dimana barang diambil yang terletak
31

dalam satu negara, ke suatu suatu tempat yang ditentukan untuk


penyerahan barang tersebut di negara lain.”
Pelaksana Pengangkutan Gabungan dengan izin pemerintah setempat
dapat mengeluarkan Dokumen Pengangkutan Gabungan. Yang dimaksud
dengan Dokumen Pengangkutan Gabungan adalah :
“Suatu dokumen yang memeprsiapkan adanya kontrak untuk
melaksanakan dan/atau mempersiapkan pelaksanaan angkutan
barang scara gabungan yang dihalaman mukanya tercancum suatu
judul berbunyi : Negotiable Combined Transport Document Issud Subject
to Uniform Rules for a Combined Transport Document (ICC-Publication
No. 298) atau dengan judul :
Non-Negotiable Combined Transport Document Issued Subject to Uniform
Rules for aCombined Transport Document (ICC-Publication No. 298).
Contoh dari Combined Transport Dokument tersebut lihat halaman berikut.

2. Kemasan dan Angkutan


Dalam perdagangan Internasional sebagian besar barang impor ekspor
diangkut melalui laut, Karena itu jasa pelayaran memegang peranan yang
sangat menentukan. Ada dua hambatan pokok yang dialami kalangan
pelayaran Internasional.
a. Rendahnya kemampuan mut-bomgkar barang (Loading dan Unloading
Capacity);
b. Upah buruh yang selalu meningkat
Rendahnya kemampuan atau kapasitas muat bongkar mengakibatkan
masa-labuh Dari kapal menjadi lama, sehingga masa berlayar menjadi lebih
pendek, frekwensi pelayaran menjadi lebih rendah dan dengan sendirinya
produktivitas angkutan menjadi lebih rendah pula. Di lain pihak upah
buruh senantiasa berkecendrungan meningkat sehingga biaya operasional
bertambah meningkat, akibatnya efisiensi bertambah turun.
Untuk mengatasi kedua hambatan pokok ini, dikalangan pelayaran
Internasional timbul gagasan-gasasan seperti :
a. Bantalan-munggah (pallets);
b. Peti Kemas Apung (Lighters aboard the ship/LASH);
c. Peti Kemas (Container);
d. Kapal Tangki (Tankers);
e. Kapal Curah (Bulk-Carrier);
f. Kapal Petak (Cellular Ship);
Dengan diperkenalkannya gagasan-gagasan baru ini, terjadilah perubahan
yang besar dalam bidang pelayaran, teristimewa dengan lahirnya Peti
Kemas
32

3. Faedah Peti Kemas


Peti kemas adalah peti yang terbuat Dari logam ke dalam mana
barang-barang yang lazim disebut muatan umum (General Cargo)
dimasukkan. Sejak pemuatan sampai kepada pembongkaran (bahkan
sampai ke tempat yang dituju) barang-barangyang dikirim dengan peti
kemas tidak dijamah orang, Karena peti itu barang dimuat ke atas kapal
dan bersama peti itu pula barang dibongkar dari dalam kapal dan
diturunkan ke darat.
Peti Kemas mula-mula diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun
1958. Keuntungan penggunaan peti kemas dalam pengangkutan barang-
barang adalah :
a. Muat-bongkar dapat dilakukan dengan cepat dibandingkan dengan
muat-bongkar barang-barang dengan pengepakan konvensional.
b. Menurunnya persentase kerusakan karena barang-barang disusun
secara mantap di dalam peti kemas dan hanya disentuh pada saat
pengisian dan pengosongan peti kemas tersebut saja.
c. Berkurangnya persentase barang-barang yang hilang karena dicuri
(Thieft and Pilferage) Karena barang-barang tertutup di dalam peti
kemas dari logam itu.
d. Memudahkan pengawasan oleh pemilik barang (shipper) yang bila
perlu dapat menyimpan barangnya ke dalam peti kemas di arena
pergudangan sendiri. Begitupun si penerima dapat dengan mudah
mengawasi pembongkaran di arena pergudangannya sendiri (door to
door service), bilamana dikehendaki.
e. Dapat dihindarkan pencampuran barang-barng yang sebenarnya tidak
boleh bercampur satu sama lain.

4. Peristilahan Peti Kemas


a. Cellular Ships (Kapal Petak)
Dengan diperkenalkannya Peti-Kemas maka dengan sendirinya
diperlukan kapal-kapal khusus yang sesuai untuk mengangkut peti
kemas termaksud yang lazim disebut Cellular Ships yaitu kapal-kapal
khusus yang mempunyai rongga (cells) untuk menyimpan peti kemas
yang berukuran standar yang dapat dimuat dan dibongkar dengan
cepat baik dengan mempergunakan mesin-mesin Derek dermaga
ataupun mempergunakan mesin derek kapal itu sendiri.
b. T.E.U. = Twenty Foot Equivalent Unit (Unit Padanan Dua Puluh Kaki)
Peti-Kemas ini mempunyai ukuran-ukuran baku (standar) yang
ditetapkan oleh International Shipping Organization (ISO) yaitu 8 kaki
lebar x 8 kaki tinggi, sedangkan panjangnya berbeda-beda anatara 10
33

kaki, 20 kaki dan 40 kaki. Ukuran dasar yang dipakai peti kemas
dengan ukuran 20 kaki sehingga dalam per petikemasan ini dikenal
istilah satuan T.E.U. ( Twenty Foot Equivalent Uni)t, dengan kapasitas isi
anatar 15-20 ton.
c. F.L.C = Full Container Load (Peti Kemas Padat Muat)
Di dalam pengiriman barang dengan memperggunakan Peti-Kemas
terdapat kemungkinan bahwa suatu Peti Kemas diisi penuh barang
Dari satu pemilik (consignor), dan ditujukan juga untuk satu alamat
penerima. Hal ini lazim disebut dengan isitilah FLC (Full Container
Load ).
d. Consolidation (Konsolidasi)
Bilamana beberapa muatan yang terpisah disatukan untuk mengisi
satu peti kemas menjadi penuh yang dilakukan oleh pemilik barang
sendiri atau oleh EMKL, maupun oleh pelaksana terminal peti kemas,
amak hal ini lazim dikenal istilah Consolidation (Konsolidasi).
e. L.C.L (Less than Container Load)
Peti kemas tidak berisi penuh sehingga harus disatukan
(dikonsolidasikan) dengan barang lain dipelabuhan pemuatan
berikutnya. Hal ini lazim dikenal dengan istilah L.C.L (Less than
Container Load).
f. Reefers (Pendingin)
Bilamana seorang pemilik barang mengatakan bahwa ia akan
mempergunakan pendingin (reefers) maka ini berarti bahwa ia
bermaksud akan mengirimkan barang-barang dengan kapal peti
kemas yang didinginkan (a Refrigenerated Container or Ship).
g. Stuffing (Penyusunan)
Penyusunan peti kemas di dalam kapal maupun di terminal peti
kemas dikenal dengan istilah Stuffing.
h. Lain-lain.
Semula peti kemas yang berupa kotak beukuran 8 x 8 x 20 kaki ini
dapat diisi hanya melalui mulut pada salah satu ujungnya. Namun
perkembangan selanjutnya membutuhkan peti kemas yang juga dapat
disi dari atas (Top Loading), peti kemas berisolasi, peti kemas
berpendingin , peti kemas setengah dingin, peti kemas berpintu
samping, peti kemas berlapis nylon serta peti kemas dengan rak
bagasi.

5. Jenis-Jenis Peti Kemas


Dikenal beberapa macam jenis peti kemas, anatara lain :
a. RORO (Roll on Roll off)
34

Roro adalah peti kemas yang beroda, bahkan ada kalanya bermesin
sendiri hingga pemuatannya ke dalam kapal maupun
pembongkarannya hanya memerlukan waktu singkat karena kalau dia
beroda tinggal menarik saja sedangkan kalau bermesin sendiri akan
bias dikemudikan masuk dan keluar dari perut kapal. Perkembangan
peti kemas jenis Roro pesat sekali karena memang dirasakan sangat
praktis.
b. LASH = Lightrs Aboard Ships (Peti Kmas Apung)
Lash adalah tongkang-tongkang atau barges baik bermesin sendiri
maupun harus ditarik, yang dipakai untuk menyimpan muatan.
Tongkang-tongkang ini berfungsi sebagi peti kemas dan diangkut
dengan kapal yang khusus untuk itu. Singkatnya Lash ini adalah juga
peti kemas, tetapi pembongkarannya bias dilakukan ditengah laut
Karena mampu diambangkan di atas air dan kemudian dengan
menggunakan kapal tunda (untuk yang tidak bermesin sendiri), ditarik
ke tempat tujuan. Tongkangt yang dilengkapi dengan mesin sendiri,
maka begitu dia mengambang di air, dengan tenaga pendorongnya
sendiri tongkang itu akan berlayar ke pelabuhan tujuan tanpa
kesulitan.
c. Sea-Train (Peti Kemas Apung Berangkai)
Sea-Train atau Seabee adalah sama dengan LASH di atas, yaitu
tongkang-tongkang dan barges-barges yang besar yang berfungsi
sebagai peti kemas laut.

6. Aneka Cara Pengiriman Barang dengan Kapal Laut


Dengan lahirnya peti kemas maka cara pengiriman barang lewat laut
menjadi sebagai berikut :
a. Pengiriman General Cargo dalam pengepakan peti-peti yang
konvensional dan dengan kapal-kapal yang konvensional pula.
b. Pengiriman barang General Cargo dengan peti kemas/tongkang yang
diangkut dengan kapal-kapal peti kemas atau kapal-kapal semi peti
kemas (semi container vessels).
c. Pengiriman barang-barang curah dengan kapal-kapal yang khusus
untuk muatan curah (Bulk Carrier).
d. Pengiriman barang-barang cair dengan kapal-kapal tangki (tankers).
e. Pada dasarnya peti kepas diangkut dengan kapal-kapal khusus peti
kemas yang lazim disebut Cellular Ships. Tetapi ada juga peti kemas
yang diangkut dengan kapal-kapal biasa dan kemudian dari situ peti
kemas termaksud dipindahkan ke kapal khusus peti kemas. Perusahaan
pelayaran yang melaksanakan pengangkutan peti kemas semacam ini
disebut Feeder Line Service.
35

7. Beberapa Masalah Peti Kemas


Disamping keuntungan yang diperoleh dari penggunaan peti kemas,
sesungguhnya peti kemas menimbulkan masalah-masalah yang rumit
khususnya bagi Negara-negara berkembang seperti Indonesia ini.
Masalah-masalah itu antara lain sebagai berikut :
a. Suatu peti kemas yang berkapasitas isi rata-rata anatara 15 sampai 20
ton sudah barang tentu memerlukan peralatan muat bongkar di darat
maupun di atas kapal dengan kapasitas yang sesuai dengan sperti
Derek darat maupun Derek kapal yang berkapasitas di atas 20 ton.
b. Barang-barang yang dimuat dengan peti kemas, apalagi bilamana
pengangkutan didasarkan pada kontrak angkutan door to door,
sesungguhnya sudah tidak memerlukan gudang-gudang pelabuhan
tetapi sebaliknya memerlukan dermaga untuk melaksanakan muat
bongkar serta terminal peti kemas yang luas di wilayah pelabuhan
(container’s yard) sebagai lapangan penumpukan peti kemas.
c. Peti kemas dengan kapasitas 20 ton itu jelas memerlukan alat angkut
darat pelabuhan seperti trailer dengan kapasitas di atas 20 ton. Sebagai
konsekuensi logis diperlukan perbakan struktur dan daya tahan jalan
raya yang sesuai untuk keperluan peti kemas ini. Dengan adanya
kemungkinan kontrak perasuransian.
d. Oleh Karena penggunaan peti kemas lebih cocok untuk barang-
barang hasil industri maka khusus bagi Indonesia dengan hasil ekspor
sebagian besar terdiri dari hasil pertanian dan perkebunan maka
kiranya perlu pengembangan pengepakan yang sesuai untuk peti
kemas.
e. Mengingat jumlah dan penyebaran pelabuhan impor ekspor
Indonesia maka pemikiran kea rah pengembangan pelayaran Feeder
service serta Lash dan Sea Train kiranya akan cocok untuk negara
kepulauan seperti Indonesia, sedangkan pengusahaan peti kemas
dibatasi pada satu atau dua pelabuhan utama, dan juga dibatasi pada
pelayaran port to port.

8. Cara Penerimaan dan Penyerahan muatan Peti Kemas


Penyerahan dan penerimaan muatan barang-barang yang akan diangkut
dengan peti kemas dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Pemuatan melalui Dermaga
Barang-barang dari si pengirim (Shipper) dibawa ke dermaga atau
pelabuhan dimana barang-barang itu akan dimuat kedalampeti-kemas
yang selanjutnya diangkutdengan kapal laut. Setelah sampai
dipelabuhan tujuan peti-kemas tersebut ditimbun dalam gudang
36

dermaga (gudang laut lini–I). Setelah dokumen-dokumen pengapalan


dan pemeriksaan pabean maka barang-barang tersebut dikeluarkan dari
peti-kemas untuk seterusnya diserahkan kepada si penerima barang.
Kemudian barang tersebut diangkutdengan kendaraan berat dengan
bungkusan-bungkusan atau peti-peti tersendiri. Cara ini disebut dengan
cara penyerahan dari dermaga ke dermaga.

b. Pemuatan ditempat si pengirim


Peti-kemas dikirim ke arena pergudangan dari si pemilik barang untuk
diisi dengan barang-barang yang akan diangkut. Hal ini dilakukan di
dalam barang-barang yang akan diangkut dimiliki oleh satu orang atau
oleh satu perusahaan sebagai si pengirim dan akan dikirimkan kepada
satu orang atau satu perusahaan saja sebagai si penerima. Mengenai
volume barang tentukanlah sesuai dengan ketentuan “FCL” akan tetapi
muatan “LCL” pun dapat diterima. Cara ini disebut penyerahan dari
pengirim sampai ke penerima (from Consigner to the Consignee).

c. Pemuatan sebagai Part Cargo


Peti-kemas diisi untuk sebagian oleh satu perusahaan kemudian
dikirimkan kepada perusahaan-perusahaan lain untuk diisi sampai
penuh. Pengisian ke dalam peti-kemas dengan sendirinya terpaksa
dilakukan oleh pegawai-pegawai beberapa perusahaan, maka
kemungkinan penyusutan barang di dalam peti-kemas akan menjadi
kurang tertib dan tambah besar kemungkinan bahwa barang menjadi
rusak atau hilang. Proses yang sama dapat pula dilakukan di tempat
tujuan pada waktu melaksanakan penyerahan barang kepada si
penerima. Cara ini disebut penyerahan barang Door to Door Service
Part Cargo.

d. Pemuatan “FCL”
Cara ini sama dengan cara pada butir b di atas tetapi untuk muatan
penuh satu unit peti-kemas, sesungguhnya cara ini adalah yang terbaik
untuk mendapatkan manfaat yang sepenuhnya dari peti-kemas. Karena
pemasukan barang kedalam peti-kemas diawasi sendiri oleh pemilik
barang. Kemudian karena umumnya barang-barang itu merupakan
hasil sejenis maka tidak akan mengalami gangguan dari barang jenis
lain, resiko pencurian pun berkurang sedangkan pembongkaran dapat
diawasi oleh si penerima. Cara penyerahan muatan seperti ini disebut
dengan penyerahan Door to Door Service Full Container Load.

9. Jasa Transportasi
37

Dalam melakukan ekspor, para eksporti tidak melakukan sendiri seluruh


tugas yang menjadi kewajibannya. Sebagian dari tugas itu, lazim
diserahkan pada badan usaha lain. Salah satu diantaranya adalah usaha-
jasa transportasi atau Freight Forwarder.
Yang dimaksud dengan usaha-jasa transportasi adalah usaha yang
bertujuan mewakili tugas pengiriman barang
(Consignor/Shipper/Ekporter) ataupun mewakili tugas penerimaan
barang (Consignee/Importer) yang diperlukan untuk terlaksananya
pengiriman barang ekspor maupun impor baik melalui darat,laut maupun
udara. Ruang lingkup kegiatan ini meliputi:
a. Menerima barang dari eksportir.
b. Menyimpan dalam gudang.
c. Melakukan sortasi.
d. Mengepak dan memberi merk-dagang dan shipping mark pada
kemasan.
e. Mengukur volume dan menimbang.
f. Menyelesaikan “dokumen ekspor” dan “dokumen pengapalan”.
g. Mengurus “Booking” pengapalan.
h. Mengurus biaya asuransi, biaya angkutan (darat,laut,udara,kantor-
pos), ganti-rugi (claims).
i. Menyerahkan barang pada penerima (consignee) di pelabuhan
tujuan.
j. Mengamankan barang, bila ada penolakan penerimaan (Rejection).

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa Freight Forwarder ini adalah


badan usaha-jasa yang memberikan jasa-jasa untuk menjamin muatan
ekspor (khususnya) sampai dipelabuhan tujuan secepatnya dalam kondisi
sebaik mungkin dan tanpa menimbulkan banyak masalah bagi eksportir
(To make sure that an ekspor shipment arrives at its destination as quikly as
possible, in the best possible cadition and with a minimum of problems for
exsporters). Freight Forwarder ini dapat membantu eksporter dalam
berbagai hal:
1. Melakukan penyerahan barang tepat pada waktunya
Sebagaimana kita maklumipersaingan dalam perdagangan ekspor,
samakin lama semakin bertambah tajam, terutama di daerah sasaran
ekspor di negara industri maju. Pembeli yang manja di negara maju
menuntut pelayanan prima (First Class Sirvice) dari pada
pensuplaiannya. Hal ini termasuk penyerahan barang tepat pada waktu
yang dijanjikan ataumungkin lebih dini dari waktu yang dicantumkan
dalam kontrak. Untuk keperluan ini jasa dari Freight Forwarder dapat
berguna yaitu dalam memesan ruangan di kapal (Booking Space) dan
38

memperkirakan waktu pengapalan (Sailing Date) yang sesuai dengan


waktu penyerahan atau (Delivery Time) yang disepakati dengan
pembeli.
Hubungan yang terjalin lama antara Freight Forwarder dengan
perusahaan pelayaran, memungkinkan pembukuan muatan oleh Freight
Forwarder dengan perusahaan pelayaranlebih mudah dapat dilakukan,
dibandingkan oleh eksportir sendiri. Tambahan lagi karena semua
dokumen ekspor dikerjakan oleh Freight Forwarder yang dianggap oleh
penjabat bea cukai sudah biasa menangani dokumen ekspor tersebut,
maka hal ini pun sangat memperlancar penyelesaian urusan pabean,
sehingga memperlancar pula penyelasaianmuat bongkar barang.

2. Memelihara barang supaya tetap dalam keadaan utuh dan dalam


Kondisi Baik (Intact & Good Condition)
Di samping Delivery yang tepat, pembeli menginginkan barang dalam
keadaan utuh tidak rusak (Undamaged) sehingga dalam keadaan siap
jual atau siap pakai (Ready for Sale ar for Use). Jika barang rusak selama
dalam pelayaran, maka hal ini sangat merusak nama baik (Reputation)
eksportir, yang berarti pula akan kehilangan kesempatan untuk
memperoleh pesanan ulang (Repeat Order). Pembayaran bias tertunda
sampai barang-barang yang rusak itu selesai diperbaiki. Kerusakan ini
sebagian sumber dari cara pengepakan yang kurang tepat.
Pengepakan untuk komoditi tertentu seperti: kopi, teh, kapas,
biasanya wajib memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dimana
Freight Forwarder lebih mengetahui ketentuan-ketentuan ini karena
sudah biasa menyelenggarakan pengepakan barang-barang untuk
ekspor.
Freight Forwarder yang maju kabanyakan telah membiasakan diri
dan mempunyai peralatan yang lengkap untuk pengepakan barang
yang sesuai dengan angkutan peti-kemas, pallets dan lain-lain.

3. Menekan biaya serendah-rendahnya


Freight Forwarder membantu eksportir untuk berhemat dengan
berbagai cara. Di dalam menentukan persayaratan harga barang-barang
ekspor khususnya atas dasar CIF maka Freight Forwarder dapat
melakukan penghematan sekurangnya dengan menekan biaya
angkutan. Dengan menurunkan biaya/ongkos angkut maka harga
ekspor atas dasar CIF akan menjadi lebih kompetitif.
Pada umumnya Freight Forwarder dapat mencarikan perusahaan
pelayaran yang dapat memberikan ongkos yang murah bagi
pelanggannya. Bahkan untuk komoditi ekspor yang baru pada taraf
39

promosi,Freight Forwarder adakalanya dapat merundingkan ongkos


angkut yang khusus dengan perusahaan pelayaran. Hal ini
dimungkinkan karena maskapai pelayaran menyadari bahwa bila
terdapat komoditi yang baru yang mempunyai kemungkinan besar
untuk ekspor, hal ini berarti suatu tambahan muatan bagi perusahaan
pelayaran bersangkutan dimasa yang akan datang. Selanjutnya Freight
Forwarder juga dapat memberikan saran-saran mengenai tata-cara
pengepakan barang-barang untuk menurunkan baik berat maupun
volume (kubikasi dari masing-masing komoditi bersangkutan).
Untuk komoditi ekspor partai kecil Freight Forwarder dapat
menawarkan pengangkutan dengan peti-kemas atas dasar pelayanan
konsulidasi atau lazim juga disebut dengan “LCL” (Less than Container
Load). Cara ini akan sangat bermanfaat mengingat banyaknya eksportir
kecil (kerajinan) dan dalam berkembangnya pengangkutan laut dengan
memakai peti-kemas. Dalam hal ini Freight Forwarder mengumpulkan
partai-partai kecil komoditi ekspor ini kumudian memuatnya kedalam
peti-kemas di gudangnya sendiri di pelabuhan pemuatan. Barang-
barang ini selanjutnya dikirimkan bersama-sama dengan barang lain ke
pelabuhan tujuan yang ditentukan serta dingkar kembali di pelabuhan
tujuan tersebut. Pengapalan barang-barang seperti ini diselenggarakan
dengan naungan satu komosemen.
Di pelabuhan tujuan agen dari Freight Forwarder menerima dan
membongkar peti-kemas tersebut serta meneruskan pengiriman masing-
masing partai kecil itu ke setiap alamat yang dituju. Dengan cara ini
masing-masing pemilik barang (Shipper) hanya mimbayar ongkos yang
minimal dan memperoleh keuntungan dari pengangkutan dengan peti-
kemas seperti terhadap pencurian, gangguan dalam perjalanan yang
dan sebagainya. Dengan demikian Freight Forwarder tidak saja
memberikan jasa dalam menurunkan ongkos tetapi juga memudahkan
para eksportir kecil dalam membayar biaya ekspor yang beraneka
ragam seperti biaya-biaya dokumen, pengapalan, premi asuransi, biaya
telex, biaya masuk barang dan lain-lain.

4. Membantu mengamankan barang


Seandainya terjadi keterlambatan dalam pelayaran sehingga masa laku
ijin impor dari pembeli maupun masa laku dari L/C berakhir sehingga
barang-barang yang terlanjur dikrimkan belum dapat diterima ataupun
ditolak oleh pembeli, maka dari hal ini agen dari Freight Forwardwer di
pelbuhan tujuan dapat diminta bantuannya untuk mengamankan
barang tersebut sampai terdapat penyelesaian dengan pembeli
bersangkutan.
40

Begitu pula terdapat kerusakan yang mengakibatkan penolakan atas


barang tersebut maka Freight Forwarder dapat dimintai pula
bantuannya untuk menyimpan barang tersebut sampai ada
penyelesaian dengan importer. Dalam hal semacam ini Freight
Forwarder biasanya mengirimkan “Letter of Reservation” kepada
perusahaan pelayaran untuk memperpanjang jangka waktu pengajuan
tuntuntan ganti rugi/Claims.
Perusahaan Freight Forwarder yang besar adakalnya memberikan
juga pelayanan asuransi dengan membuka suatu “Open Marine
Insurance Policy” untuk berjaga-jaga bilamana eksportir/pemilik lupa
atau tidak mengetahui keharusan penutupan asuransi ini maka Freight
Forwarder dapat menutup asuransi untuk barang atas nama Freight
Forwarder sendiri.
Dewasa ini Freight Forwarder lebih berkembang dengan sangat
pesat dalam dunia angkutan udara/penerbangan disamping angkutan
laut. Freight Forwarder angkutan udara untuk barang-barang ringan
dan berharga tinggi seperti: alat-alat elektronika, computer dan alat
hiburan berjalan dengan pesat sekali.

10. Pelayaran Samudera


a. Shipping – Company
Yang dimaksud dengan pelayaran samudera (Ocean Shipping
Company) adalah perusahaan pelayaran yang mempunyai jaringan-
jaringan pelayaran yang menghubungkan antara pelabuhan satu
dengan pelabuhan lain hamper keseluruh pelosok dunia dengan tujuan
mempermudah pemindahan barang dan penumpang dari satu tempat
ke tempat yang lain.
b. Liner & Tramper
Shipping Company yang menyelenggarakan pelayaran tetap dan teratur
dan yang menghubungkan route-route disebut Liner, sedangkan
perusahaan yang tidak mempunyai route tertentu Tramper. Setiap
eksportir yang bermaksud mengirimkan barang yang dalam hal ini
bertindak sebagai SHIPPER dapat menghubungi satu agen dari shipper
company guna mendapatkan ruangan di kapal untuk barang-barangnya.
Barang-barang yang akan dikirim sudah harus berada di pelabuhan di
mana kapal akan berlabuh sebelum closingdate yang ditentukan. Closing
date berarti hari terakhir kapal memuat barang di pelabuhan tersebut.
c. Mate’s Receipt (Resi – Mualim)
Barang-barang yang akan diangkut dapat diterima oleh shipping
company dengan dua cara yaitu dengan cara alongside, atau shed
(disimpan sementara di dalam gudang). Bilamana barang diterima
41

alongside (di samping kapal), suatu mate’s receipt, yaitu suatu bukti bukti
terima diberikan kepada pengirim barang (shipper), sedangkan kalau
barang-barangnya diterimakan di dalam shed (gudang), sebagai tanda
terima untuk shipper diberikan dock receipt atau wharfinger’s receipt.
Setelah itu barang dimuat ke atas kapal, dan setelah pemuatan selesai
dilakukan barulah shipping company mengeluarkan bill of lading.
d. Bill of Lading (konosemen)
Untuk barang yang benar-benar sudah di atas kapal dapat dikeluarkan
suatu bill of lading. Bilamana sampai terjadi suatu Bill of Lading sudah
dikeluarkan, sedangkan barangnya belum dimuat di atas kapal
(misalnya karena kekeliruan) maka pemegang bill of lading mempunyai
hak penuh melakukan tuntutan (claims) atas seluruh barang yang
disebut dalam B/L itu. Hal ini berlaku bagi “shipped on board” B/L dan
bukan “Received for shipment” B/L.
Sebelum B/L diserahkan kepada shipper, maka mate’s receipt harus
dikembalikan terlebih dahulu sebagai tukaran bagi shipping company.
Oleh karena B/L merupakan dokumen penting, bahkan dapat
dipandang sebagai dokumen yangterpenting, maka disini akan ditinjau
arti dan fungsi dari B/L lebih lanjut. B/L atau selengkapnya bill of
lading menpunyai 3 pungsi pokok yaitu:
1) Sebagai tanda terima (kwitansi) barang-barang.
2) Sebagai bukti pemilikan atas barang dan
3) Sebagai bukti adanya perjanjian pengangkutan laut.
Berdasarkan fungsinya itu maka defenisi dari B/L dapat disebutkan
sebagai berikut:
Bill of Lading adalah tanda terima barang yang telah dimuat di
dalam kapal laut, yang juga merupakan document of title yang berarti
sebagai bukti atas pemilikan barang, dan di samping itu merupakan
bukti dari adanya perjanjian pengangkutan barang-barang melalui
laut.
e. Set lengkap Bill of Lading
Bill of Lading, biasanya dikeluarkan dalam set lengkap yang lazimnya
terdiri rangkap 3 (Full set B/L) yang penggunaannya adalah sebagai
berikut:
1) (satu) lembar untuk shipper
2) (dua) lembar untuk consignee atau penerima barang.
Akan tetapi mungkin juga consignee menuntut supaya full set
diserahkan kepadanya. Untuk setiap lembar orisinal Bill of Lading
berlaku hukuman “one for all and all for one” yang berarti bilamana salah
satu dari lembar-lembar orisinal itu telah ditukarkan dengan Delivery
Order (DO) maka lembar-lembar yang lain dengan sendirinya menjadi
42

batal. Jumlah lembar B/L yang dikeluarkan disebut dalam alinea


terakhir dari Bill of Lading itu dengan kalimat sebagai berikut:
Inwitness where of the master of agent had offirmed (signed) 3/3 Bill of
Lading all of this tenor and date, the one of which being accomplished the
other stand void.
f. Jenis Bill of Lading
Dalam pelayaran samudra dikenal 2 macam bill of lading
1) received for shipment Bill of Lading
2) shipped on board Bill of Lading
Receipt for shipment B/L dikeluarka untuk barang yang akan dimuat ke
atas kapal, sedangkan shipped on board B/L adalah B/L yang
dikeluarkan untuk barang yang sudah dimuat di atas kapal tertentu.
Yang penting dari kedua B/L ini adalah shipped on board B/L, karena
itu untuk setiap kali menerima B/L dari maskapai pelayaran haruslah
diperiksa dengan teliti Bill of Lading itu.
Pada alinea pembukaan dari shipped on board B/L biasanya
tercantum kalimat sebagai berikut:
Shipped in apped good order and condition on board the steamship…
Kalimat ini merupakan penegasan bahwa barang sudah diterima dan
dimuat di atas kapal dalam keadaan baik. Yang dimaksudkan di sini
dengan keadaan baik adalah baik dilihat dari keadaan luarnya
(pengepakanya) dan karena itu maskapai pelayaran atau agennya
berkewajiban pula melakukan penyerahan barang-barang di tempat
tujuan kepada yang berhak menerima barang itu dalam keadaan baik
pula.sebaliknya maskapai pelayaran atau carrier tidak dapat dimintai
pertanggungjawaban mengenai keadaan isinya selama dari luar terlihat
tetap baik seperti semula.
g. Clean & unclean Bill of Lading
Bill of Ladingdapat dibedakan berdasarkan “keadaan-barang yang
diterima untuk dimuat” sebagai berikut:
1. Clean Bill of Lading
2. Un-clean Bill of Lading.
Bagaimana maskapai pelayaran menganggap keadaan barang yang
akan dimuat baik (in apparent good order and conditions) maka bila Bill of
Lading yang dikeluarkan adalah clean Bill of Lading atau B/L bersih dari
catatan-catatan. Sebaliknya bilamana keadaan barang yang diterima
kurang atau tidak memuaskan misalnya pengepakan tidak sempurna,
maka di dalam B/L dicantumkan “catatan-catatan” seperti: old case (peti
tua), stained case, straw wrapped only, unprotecied, old gunny bag dan lain
semacam itu. B/L yang mengandung catatan sedemikian disebut
unclean Bill of Lading atau juga disebut dengan foul Bill of lading.
43

Unclean Bill of Lading kurang disukai bank maupun oleh penerima


barang sebab hal itu sudah menunjukan adanya indikasi yang yang
kurang baik. Kalau pengepakanya kurang sempurna, sudah pasti akan
lebih cepat membahayakan isinya apalagi karena barang akan dikirim
melalui laut, dan kemungkinan dilakukannya muat bongkar lagi di
pelabuhan-pelabuhan lain sebelum sampai pelabuhan tujuan. Oleh
karena itu penting sekali supaya barang yang dikirim dengan
pengepakan didasarkan pada ketentuan dari exsport standard packing
atau dengan pengepakan yang cocok untuk pengiriman di laut
(seaworthy packing). Tetapi adakalanya barang-barang terpaksa dikirim
tanpa pengepakan sama sekali seperti mesin-mesin besar, besi beton dan
pipa-pipa, dan ada juga barang yang hanya dimasukan kedalam karung
goni tua seperti tulang-tulang hewan (cattlebones), maka dalam hal
semacam ini tidak dapat dihindarkan dikeluarkannya unclean Bill of
Lading.
Bilamana penerima barang mengharuskan dikeluarkannya clean B/L
atau juga syarat-syarat L/C menuntut yang demikian, maka hal ini
dapat diselesaikan dengan saling pengertian antara shipper dan
maskapai pelayaran. Shipper dapat memberikan suatu surat jaminan
(Letter of Indemnity) kepada maskapai pelayaran yang berisi pernyataan
bahwa shipper akan menjamin setiap tuntutan (claims) yang mungkin
timbul. Berdasarkan surat jaminan itu pada umumnya maskapai
pelayaran bersedia mengeluarkan clean Bill of Lading sebagai pengganti
unclean Bill of Lading, sepanjang hal itu tidak menyangkut persoalan
yang sangat prinsipial. Sekalipun demikian surat jaminan serupa itu
pada dasarnya tidakmempunyai kekuatan hokum, kecuali kepercayaan
pada bonafiditas yang mengeluarkan surat jaminan itu semata-mata.
44

Contoh dari surat jaminan (letter of Indemnity) itu adalah sebagai berikut:

Letter of Indemnity
For issuing
Clean Bill of Lading
___________________________________________________________________

To the Manager
_______________________________________19_____________
________________
______(nama dan alamat)_______
Maskapai pelayaran ) __________

Dear Sir,
In consideration of your issuing us Clean Bill of Lading for the
undermentioned goods, for which exceptions have been inserted in the
relative Mate’s Receipt, we, the undersigned, hereby undertake and agree to
pay, on demand, any claims that may arise on the goods made by the
consignee, or by any person to whom the document are endorsed, and also
to indemnity you against all consequences arising there from.
We consent to this Latter of Indemnity being disclosed to underwriters on
application. The particulars of the goods and the exceptions inserted in the
Mate’s Receipt are as follows.
____________________________________________________________________

The Ship ms/ss : ………….. Sailing on :


…………..
Port of Loading : ………….. Port of discharge :
45

…………..
B/L No. : ………….. Shipper : …………..

Description of Number of Mark & Number Weight and


goods Package Measurement

Exceptions inserted
In the Mate’s Receipt :
_________________________________________________
____________________________________________________________________
Yours faithfully,
(Shipper)

h. Stale Billfo Lading


Yang dimaksud dengan Stale Bill of Lading atau konosemen basi adalah
B/L yang menurut pertimbangan bank yang menerima/menegosiasi
dari “dokomen pengapalan” itu sudah terlambat diajukan ke bank dari
tanggal pengeluaran B/L itu.
Suatu B/L lazimnya dianggap sudah “basi” bila diajukan ke Bank lebih
dari 21 hari dihitung dari tanggal pengeluarannya. Tiap Negara dan tiap
Bank mempunyai ketentuan sendiri mengenai tanggal ke “basian” ini.
Biasanya Bank menolak untuk membayar “dokumen pengapalan” yang
mengikut sertakan B/L yang sudah basi ini, kecuali mendapat
wewenang khusus dari importer dan Opening Bank.
Tujuan dari pem-basian B/L ini adalah untuk melindungi importer dari
biaya yang tidak perlu karena keterlambatan penyelesaian pabean,
sebagai akibat terlambatnya importer menerima “dokumen
pengapalan”.
i. Pengeluaran Bill of Lading
Pemilikan atas suatu B/L ditentukan kepada siapa Bill of Lading itu
dikeluarkan. Dalam hal ini ada 3 macam B/L yang membedakan
pemilikan serta hak dan cara-cara pemindahan hak atas B/L tersebut.
Pada umumnya B/L dikeluarkan sebagai berikut:
1) kepada order
2) atas nama dan kepada order
3) atas nama
Bilamana suatu B/L dikeluarkan kepada order (to order) saja, maka
pemegang (bearer/holder) dianggap sebagai pemilik dari B/L. Bilamana
suatu B/L dikeluarkan atas nama dan kepada order, maka pemilik B/L
adalah orang atau badan usaha yang disebut dalam B/L itu, yang
46

mempunyai hak pula untuk memindahkan haknya dengan cara yang


berlaku bagi pengoperan hak dari suatu B/L dengan sifat kepada order.
Bilamana suatu B/L dikeluarkan atas nama, maka pemilik dari B/L
adalah semata-mata orang atau badan usaha yang disebutkan di dalam
B/L itu saja, sedangkan pengoperan hak atas B/L semacam itu tidak
dapat dilakukan dengan cara yang berlaku bagi pengoperan B/L
kepada order dan B/L atas nama dan kepada order.
Kecuali ditentukan lain, pada umumnya suatu B/L dikeluarkan atas
nama shipper dan kepada order. Sebagaimana diutarakan di atas bahwa
B/L merupakan document of title, maka sampai disitu pemilikan atas B/L
masih berada pada shipper. Oleh karena itu supaya shipper masih dapat
menerima pembayaran ataupun juga untuk memungkinkan penerimaan
barang (consignee) menerima barangnya di pelabuhan tujuan, maka hak
atas B/L itu harus dipindahkan terlebih dahulu kepada yang
bersangkutan.
Pemindahan hak atas suatu B/L ini dapat dilakukan dengan cara
endorsement, yang berarti menandatangani bagian belakang dari B/L
tersebut. Cara endorsement semacam ini lazimnya disebut sebagai
“General endorsement” atau “blank endorsement” atau sama juga
dengan “endorsement blanco”. Tetapi bilaman endorsement itu
dilakukan dengan menyebutkan nama orang atau badan usaha lainnya
misalnya:
To Bank Negara Indonesia atau kepada order,
Kemudian ditandatangani oleh shipper bersangkuatan, maka
endorsement semacam itu disebut endorsement atas nama dan kepada
order. Pemindahan hak selanjutnya dari B/L yang seperti itu dari satu
orang kepada orang lain atau dari satu badan usaha kepada badan
usaha lainnya dapat dilakukan seperti tersebut di atas. Tetapi
adakalanya B/L dikeluarkan langsung atas nama penerima barang
(consignee) maka dalam hal ini shipper tidak perlu lagi melakukan
endorsement, sebab secara otomatis pemilikan atas B/L sudah langsung
berada pada penerima barang atau consignee itu.
j. Cara Mengisi Formulir Bill of Lading
Pada umumnya setiap maskapai penyerahan sudah menyediakan
formulir B/L yang isinya pada umumnya sudah dinormalisasi. Cara-
cara mengisi B/L adalah sebagai berikut:
1) Alinea pertama dari B/L berisi kalimat :
Shipper in apparent good order and conditions by messrs …….
(Nama shipper)
Pernyataan ini merupakan penegasan telah dimuatnya barang di
atas kapal dalam keadaan baik, dan disebutkan nama yang
47

mengirimkan barang (shipper), nama kapal, namapelabuhan muat,


nama pelabuhan tujuan (destination/unloading port), jumlah barang
yang dimuat (banyaknya peti),uraian ringkas dari barang, dan nama
penerima barang (consignee).

2) Ruangan untuk nama penerima barang sering diisi hanya dengan


perkataan to order, dan kemudian ditambahkan dengan notify address
yang dimaksudkan sebagai alamat penghubung untuk penyelesaian
penyerahan barang di tempat tujuan.

3) Adakalanya barang-barang harus terpaksa dipindahkan ke kapal


lain (transshipped) yang akan meneruskan pengangkutan sampai ke
tempat tujuan. Dalam hal ini tidak perlu dikeluarkan B/L baru tetapi
cukup dalam B/L yang pertama disebutkan adanya transhipmentn
ini. Misalnya barang-barang diangkut dari pelabuhan Tanjung Priok
dengan tujuan terakhir Liverpool dan memerlukan transshipment di
Genoa. Di dalam B/L disebutkan sebagai berikut :
From Tanjung Priok, to Liverpool, transshipped into ss/ms ..... at
Genoa.

4) Ongkos angkut (freight) pada umumnya dalam B/L dinyatakan


dalam United States Dollar. Bilamana ongkos angkut sudah dibayar
adi muka oleh shipper maka di dalam B/L di cap “freight prepaid”.
Pada umumnya di dalam B/L disebutkan tariff ongkos angkut dan
jumlah ongkos angkut, akan tetapi adakalanya tarif ongkos angkut
ini (freight rate) dan begitu juga jumlah ongkos angkut (total freight)
tidak dicantumkan di dalam B/L, sedangkan ongkos angkut ini
sudah dibayar di muka oleh shipper, maka B/L di cap dengan
“freight paid as arranged” (ongkos angkut sudah dibayar
sebagaimana dimufakati).

5) Pada alinea terakhir dari B/L disebutkan banyaknya lembaran asli


(arisinal) Bill of Lading yang di keluarkan( yang ditandatangani )
misalnya 3/3, 4/4, dan setyerusnya. Penulisan 3/3, atau 4/4 ini dan
bukan dengan angka 3 atau 4 saja sesuai dengan hukum “ one for all
and all for one “ yang berlaku dalam Bill of Lading. Asli ( orisinil )
dari B/L ini yang dapat diperdagangkan disebut “Negotiable Bill of
Lading “. Sedangkan tembusannya yang tidak ditandatangai disebut
nontiable copy, yang penggunaannya hanya untuk keperluan
administrasi.
48

Perlu dicatat bahwa bilamana B/L dikeluarkan atas nama atau biasa
disebut dengan Straight Bill of Lading. maka Straight B/L ini juga
disebut non negotiable B/L, disebabkan sifatnya yang tidak bias
dipindahkan (hak atas B/L itu) dengan cara biasa yang berlaku bagi B/L
kepada order umumnya.

11. Shipping Conference & Independence Service


Maskapai pelayaran samudera yang sama – sama melaksanakan dinas
pelayaran tetap dan teratur melalui route pelayaran tertentu adakalanya
mengadakan suatu perkumpulan yang biasa disebut sebagai shipping
conferences itu disebut conference liner.
Tujuan dari shipping conferences terutama adalah untuk
menghindari persaingan yang tidak sehat antara sesame liner dan juga
untuk menghadapi secara bersama saingan dari perusahaan pelayaran
samudera yang tidak mempunyai route tertentu atau teratur ( tramper /
wildewaatrt ). Caranya antara lain dengan mengadakan kerjasama dalam
menyelenggarakan pengangkutan muatan. Tarif angkut bersama dari
shipping conferences ini disebut conference freight rate.
Kemudian untuk memperkuat posisi dari anggota yang tergabung
dalam conference lines masing – masing anggota dapat mengadakan apa
yang disebut dengan affreightment contrac dengan shipper, di dalam mana
antara lain kepada shipper diberikan korting atas ongkos angkut dalam
presentasi tertentu dan jaminan atas pelayaran tetap dan teratur ( regular
service ) untuk menghadapi hal ini maskapai pelayaran yang tidak
tergabung atau teramper, dapat memberikan tarif ongkos angkut yang
murah kepada shipper, akan tetapi tidak dapat memberikan jaminan atas
pelayaran – pelayaran yang tetap dan teratur.
Maskapai pelayaran yang tidak tergabung dalam shipping
conferences disebut maskapai pelayaran independent atau independence
service.

12. Charter Party


Pihak – pihak yang berkepentingan dengan pengangkutan barang
melalui laut, disamping dapat mempergunakan fasilitas angkutan dari
conference lines dan dari independent service ( tramper ), dapat pula
menyewa sendiri kapal atau lazim disebut mencarter sendiri kapal untuk
keperluan mengangkut barang – barang penumpang. Perjanjian sewa –
menyewa kapal ini antara pemilik kapal ( ship owner ) dan yang menyewa
disebut dengan charter party. Charte atau charter party ini ada 3 macam :
1. Voyage charter
2. Time charter
49

3. Bareboat charter
Voyage charter
Perjanjian voyage charter yaitu perjanjian menyewa kapal untuk
mengangkut barang – barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain untuk
satu kali jalan. Ongkos angkut ditentukan sendiri antara pemilik kapal
dengan penyewa. Dalam hal ini penyewa atau pencharter ( charterer )
hanya semata – mata sebagai shipper biasa tanpa dibebani dengan
tanggung jawab lainnya.
Time charter
Time charter adalah surat perjanjian menyewa kapal untuk satu
jangka waktu tertentu, misalnya untuk beberapa bulan, setahun dan lain
sebagainya. Harga sewa didasarkan atas pertimbangan mengenai hal
sebagai berikut.
1. Lamanya jangja waktu sewa
2. Ukuran dari tipe kapal yang disewa
3. Pemakaian bahan bakar dari kapal
4. Apakah kapal baru atau kah kapal tua, kapal lambat ataukah kapal
cepat.
Sebabnya ialah karena dalam hal time charter, yang mencharter
kapal itu bertanggungjawab penuh misalnya untuk ongkos bahan
bakarnya dan biaya – biaya lain yang berhubungan dengan muatan.
Sebaliknya pemilik kapal masih bertanggungjawab atas pembayaran
gaji dan upah awak kapal, penutupan asuransi atas kapal, biaya
reparasi dan service.

Bareboat Charter
Bareboat charter atau juga disebut denise charter ialah sutau
perjanjian sewa kapal yang menyebutkan bahwa yang mencharter
bertanggungjawab penuh atas seluruh kapal, yang berarti harus
menyediakan sendiri awak kapal, membayar upah dan gajinya, harus
membayar sendiri ongkos reparasi service kapal membayar bea – bea
pelabuhan dan perongkosan lainnya. Pendeknya yang mencharter
bertindak seolah – olah sebagai pemilik kapal. Bareboat charter biasanyan
ditentukan minimum untuk satu tahun. Pencharteran semacam ini biasanya
dilakukan oleh pemerintah dari suatu Negara untuk mengisi kekurangan
ruangan kapal dalam keadaan yang penting dan mendesak misalnya dalam
keadaan perang dan untuk mengatasi masalah kongesti barang – barang di
pelabuhan.

13.Ketentuan Charter Party


50

Di dalam charter party perlu dijelaskan syarat-syarat atau ketentuan-


ketentuan yang bersangkutan dengan pencarteran itu antara lain seperti :
a) Nama yang mencarter dan nama pemilik dari kapal
b) Nama kapal dan keadaan kapal. Keadaan kapal misalnya apakah masih
memenuhi syarat untuk pelayaran samudra. Mengenai keadaan kapal
dalam charter party misalnya disebutkan dengan perkataan “Good ship”
kemudian ditambahkan dengan ketecrangan mengenai klasifikasi dari
kapal sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari Lloyd’s Register of
Shipping ataupun dari biro Veritas.
c) Perincian dari kapal. Dalam hal ini lazimnya disebutkan kapasitas muat
dari kapal dinyatakan dengan jumlah tonnage bruto dan nettonya.
d) Ketentuan mengenai pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar (loading &
discharging ports). Ketentuan ini perlu untuk voyage charter, tetapi tidak
diperlukan jika kapal disewa untuk jangka waktu tertentu. Hanya
dalam time charter perlu juga disebutkan tanggal penyerahan kapal dari
pemilik kepada pencarter dan penyerahan kembali dari pencarter
kepada pemiliknya. Hal ini perlu karena antara kedua tanggal itulah
berlakunya time charter.
e) Jenis muatan. Dalam voyage charter perlu disebutkan jenis barang yang
akan diangkut dan perlu juga dijelaskan kuantum yang akan diangkut.
Sebaliknya dalam time charter ketentuan mengenai jenis dan kuantum
dari barang yang akan diangkut tidak perlu dijelaskan, aknan tetapi
perlu diterangkan daerah dimana kapal itu akan beroperasi selama
jangka waktu berlakunya time charter itu. Dalam hal ini misalkan
daerah operasi itu dapat dijelaskan dengan world wide radius, only ice-
bound ports excepted”
f) Posisi kapal pada saat pencarteran.
Didalam voyage charter terutama harus dijelaskan posisi dimana kapal
sedang berada. Bilamana pemilik kapal menyatakan bahwa kapal
sedang berada di pelabuhan Amsterdam akan tetapi pada waktunya
ternyata bahwa kapal tidak berada di Amsterdam, maka yang yang
mencarter dapat menuntut ganti rugi ataupun membatalkan
pencarteran.
g) Pembayaran ongkos angkut. Untuk voyage charter ongkos angkut
dibayar atas dasar kuantum yang diangkut, sedangkan untuk time
charter atas dasar lamanya jangka waktu pencarteran.
h) Ketentuan mengenai Demurrage dan Dispach-money. Demurrage
adalah ganti rugi yang harus dibayarkan oleh yang mencarter kepada
pemilik kapal jika terjadi kelambatan waktu muat bongkar muatan
sebagai mana disebutkan dalam charter party. Dispatch money adalah
kebalikan dari Demurrage yakni pemilik kapal harus memberikan premi
51

atau bonus kepada penyewa kapal (charterer) bilamana waktu yang


diperlukan untuk melakukan muat bongkar muatan ternyata lebih
pendek (lebih cepat) dari waktu yang disebutkan di dalam charter party.
i) Lays days. Yang dimaksudkan dengan Lays Days ialah jumlah hari yang
diperlukan untuk muat bongkar muatan. Disamping lays days dikenal
juga :

1. Weather Working Days : ialah hari yang diperlukan untuk


muat bongkar muatan kalau cuaca
mengijinkan.
2. Running Days : jumlah hari yang dihitung dalam
charter party tidak ada
pengecualian mengenai hari libur ,
hari minggu, dan semacam itu.
3. Working Days : pada setiap Negara ada ketentuan-
ketentuan mengenai lamanya jam
kerja setiap hari. Misalnya 8 jam
dihitung sebagai 1 (satu) hari kerja.
Jadi kalau pekerjaan dilakukan
terus-menerus, dalam tempo 24 jam,
maka ini dihitung sebagai 3 (tiga)
hari kerja.
j) Broker fee. Bilaman pencarteran dilakukan melalui suatu broker atau
perantara maka di dalam charter party supaya disebutkan juga komisi
yang harus dibayarkan untuk broker itu.
k) Lien Clause. Yang dimaksud derngan Lien adalah adanya hak pemilik
kapal untuk menahan barang yang diangkut sampai ongkos angkut
dibayar oleh penyewa atau sampai sewa kapal dilunasinya.
l) Breakdown clause. Di dalam time charter, maka ongkos bahan baker
(fuel) menjadi tanggungan yang mencarter. Bilamana terjadi kerusakan
kapal sehingga tidak memungkinkan pekerjaan diteruskan, maka yang
mencarter dapat memberikan ganti rugi selama waktu yang tidak
dipergunakan itu. Hal ini biasanya dilaksanakan bilamana kerusakan itu
mengakibatkan terhentinya pekerjaan lebih dari 24 jam

14. Cara Mengitung Ongkos Angkut


Yang dimaksudkan dengan ongkos angkut adalah balas jasa atau
suatu kontra-prestasi yang harus dibayarkan kepada maskapai pelayaran
yang mengangkut muatan dengan selamat sampai ke pelabuhan tujuan. Di
dalam hal ini perlu dibedakan antara ongkos-angkut biasa (lazimnya
52

disebut dengan bill of lading freight rate) dan ongkos angkut dari charter
party (charter party freight rate)
Ongkos angkut dalam charter party didasarkan atas perjanjian
yang dibuat oleh yang mencarter kapal dengan pemilik kapal yang
jumlahnya dapat didasarkan atas banyaknya muatan yang diangkut
ataupun atas lamanya suatu kapal disewa atau dicarter. Ongkos angkut
yang biasa atau B/L freight rate dihitung atas dasar salah satu dari 3
macam cara sebagai berikut :
1) Dihitung atas dasar berat barang
2) Dihitung atas dasar volume barang
3) Dihitung atas dasar harga barang
Maskapai pelayaran berhak menentukan salah satu dari ketiga cara
itu yang kiranya akan lebih menguntungkan bagi maskapai pelayaran.
Bilamana maskapai pelayaran merasa akan lebih mendapatkan
hasil dalam arti kata akan memperoleh jumlah ongkos angkut yang lebih
besar bilamana ongkos angkut dihitung atas dasar berat barang yang
diangkut, maka ongkos angkut yang harus dibayar oleh shipper akan
didasarkan pada berat barang ini, sebaliknya bilamana jumlah yang akan
diterima oleh maskapai pelayaran akan lebih besar bila didasarkan atas
volume barang, maka ongkos angkut itu akan diperhitungkan atas volume
barang itu.
Kesatuan hitung dalam penetapan ongkos angkut dipakai ton,
sedangkan kesamaan mata uang biasanya dipakai British shilling ataupun
U.S Dollar. Oleh karena maskapai pelayaran boleh memilih antara berat
barang dan volume maka perlu diadakan persamaan antara ukuran berat
dan ukuran isi, sehingga dalam menghitung ongkos angkut dikenal
kesatuan hitung sebagai berikut :
Per weight ton atau
Per measurement ton
Per weight ton adalah sama dengan : 2.240 lbs.
Per measurement toan sama dengan : 40. cubic feet (cu.ft).

Hal ini berarti bahwa muatan-muatan yang enteng atau ringan dan
membutuhkan ruangan yang luas ongkos angkutnya dihitung atas dasar
volumenya, sedangkan barang-barang yang berat akan dihitung ongkos
angkutnyaatas dasar beratnya itu. Sebagai contoh dapat dikemukakan
misalnya sebuah barang yang dimasukkan dalam sebuah peti dengan
ukuran sebagai berikut :
Panjang 5 feet (kaki)
Lebar 4 feet (kaki)
Tinggi 3 feet (kaki)
53

Berat 2.240 lbs (pounds)


Dari contoh di atas ternyata :
volumenya : 60 cubic feet (5 x 4 x 3 feet)
beratnya : 2.240 lbs.
hal ini berarti menurut volumenya maka barang tersebut adalah sama
dengan 1 ½ measurement ton (60 cu ft. = 1 ½ x 40 cu. Ft). sedangkan
menurut beratnya maka barang tersebut adalah sama dengan: 1 weight ton
(2.240 lbs= 1 weight ton). Di dalam hal demikian maka bagi maskapai
pelayaran akan menguntungkan untuk ,menghitung ongkos angkut atas
dasar volume barang sebab jumlah freight akan menjadi 1 ½ x basic rate
(tarif freight per ton) sedangkan kalau dihitung atas berat barang maka
jumlah ongkos angkut hanya 2 x basic rate.
Untuk barang-barang yang berharga seperti logam mulia dan
perhiasan, ongkos angkutnya dihitung atas persentase dari harganya.
Disamping itu untuk barang-barang yang sulit ditentukan ukuran ataupun
bentuknya, begitu juga untuk barang-barang yang tiap kesatuannya terlalu
berat, maka ongkos angkut dihitung atas dasar keseluruhannya (per
lumpsum). Barang semacam ini misalnya mesin berat ataupun barang-
barang bulk.

15. Dead Freight


Adakalanya shipper sudah meminta kepada maskapai pelayaran
untuk menyediakan ruangan untuk memuat barang di kapal, tetapi
kemudian ternyata ruangan yang sudah disediakan itu tidak jadi
dipergunakan maka di dalam hal ini pemilik kapal berhak menuntut ganti
rugi atas ruangan yang tidak jadi diperguanakan itu. Uang ganti rugi
semacam ini disebut Dead Freght.

16. Arti Aneka Istilah Pelayaran

Abandonment : Surat pernyataan penyerahan kapal


yang dalam keadaan “Constructive
Total Loss” yang dibuat oleh pemilik
kapal pada saat mengajukan tuntutan
ganti rugi kepada maskapai asuransi
Affreightment : Suatu kontrak antara Ship-owner
(pemilik kapal) dan cargo-owner
(pemilik barang) untuk mengangkut
muatan (cargo).
54

Ad valorem : satu pungutan uang tambang yang


dihitung dari persentase harga barang
(according to the value).
Airway bill : Suatu “non-negotiable” kontrak
angkutan yang dikeluarkan oleh
perusahaan angkutan udara.
Arbitrary Ocean rates ` : Suatu tambahan uang-tambang ke
pelabuhan tertentu, bila terpaksa
dilakukan alih kapal (transshipment)
Back-freight : Uang tambang untuk memulangkan
muatan yang salah bongkar
Ballast : Muatan pengimbang kestabilan kapal.
Bottomry : Suatu perjanjian pinjaman uang untuk
mebiayai keperluan dan perbaikan
kapal selama dalam pelayaran dan bila
kapal karam, uang ini berubah menjadi
uang ganti rugi bagi pemilik kapal.
Konon “bottomry” merupakan cikal-
bakal asuransi kapal laut.
Bulk-commodity : Barang/muatan ynag tidak dikemas dan
dimuat di kapal tanpa kemasan.
Bunker (s) :Tarik minyak kapal atau bahan baker itu
sendiri.
Common Carrier : Perusahaan yang menyelenggarakan
angkutan barang melalui darat, laut dan
udar, atas dasar imbalan jasa (tariff)
Cargo-cargodoring : muatan – kapal.
Carrier lien : hak pengangkut untuk ,menahan
muatan sampai uang tambang dilunasi.
Clearence : 1. hak kapal untuk meninggalkan
pelabuhan.
2. Ijin ( certificate ) berangkat kapal dari
syahbandar.
3. Ijin pengeluaran barang dari pabean.
Commodity Ocean-Rate : Tarif uang-tambang yang berlaku untuk
komoditi tertentu ( khusus ).
Dangerous cargo : Semua muatan yang dapat
membahayakan kapal dan muatan lain,
karena mudah terbakar, meledak atau
menimbulkan karat. Harus diberi tanda
55

khusus dan hanya boleh diangkut di


atas dek.
Dead Freight : uang tambang yang dibayar pencarter
kapal maupun ruang kapal yang tak
jadi dipakai.
Deferred rebate : Suatu bonus yang diberikan perusahaan
pelayaran pada pemilik barang atau
shipper yang telah menyerahkan
angkutan seluruh barangnya melalui
perusahaan pelayaran itu untuk jangka
waktu tertentu tanpa terputus misalnya
selama setahun penuh.
Demurrage : Suatu denda ( penalty ) atas kelebihan
waktu yang dipakai untuk muat
bongkar di suatu pelabuhan yang harus
dibayar oleh pencarter.

Anda mungkin juga menyukai