Anda di halaman 1dari 42

TULIS ILMIAH

TENTANG PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI

INDONESIA

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2:

1. Oki Pohan (2015310545)

2. Ryan Darma Putra Harahap (2015310235)

3. Bima Satria (2015310511)

4. Sucitra Anggareksa (2015310538)

5. Kristiana Sihombing (2015310220)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN PANCA BUDI

MEDAN

2022
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 1
BAB I PENDAHULUAN 1
1.2 LATAR BELAKANG 1
1.3 RUMUSAN MASALAH 6
1.4 TUJUAN MASALAH 6
1.5 MANFAAT MASALAH 6
BAB II KAJIAN TEORI 7
2.1 Landasan Teori dan Peneliti Terdahulu 7
2.1.1 Pembangunan Infrastruktur 7
2.1.2 Transfortasi 8
2.1.3 Kajian Sektor Transportasi Menurut Undang – Undang 10
2.1.4 Investasi Pembangunan Infrastruktur 15
2.1.5 Pendapatan Asli Daerah 21
2.1.6 Kebijakan Publik 22
2.1.7 Kebijakan Publik 23
BAB III PEMBAHASAN 28
3.1 Gambaran Umum Infrastruktur 29

3.2 Infrastruktur Jalan 30

3.3 Infrastruktur Listrik 32

3.4 Infrastruktur Air Bersih 34

3.5 Infrastruktur Telekomunikasi 35

3.6 Infrastruktur Kesehatan 36

3.7 Infrastruktur Pendidikan 37

BAB IV PENUTUP 38
4.1 KESIMPULAN 38
4.2 SARAN 39
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jalan merupakan prasarana infrastruktur dasar yang dibutuhkan manusia untuk dapat

melakukan pergerakan dari suatu lokasi ke lokasi lainnya dalam rangka pemenuhan

kebutuhan. Ketersediaan jalan menjadi hal yang dianggap mendesak manakala kegiatan

ekonomi masyarakat mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Ditinjau dari sudat

pandang ekonomi jalan merupakan barang publik.

Di Indonesia, setelah era otonomi daerah, penyelenggaraan jalan terbagi atas tiga

kewenangan yaitu: pemerintah pusat, pemerintah daerah Provinsi dan pemerintah daerah

kabupaten/Kota.Pemerintah pusat berwenang dalam penyelenggaraan jalan nasional dan

jalan tol, pemerintah daerah Provinsi berwenang dalam penyelenggaraan jalan Provinsi dan

pemerintah daerah kabupaten/Kota berwenang dalam penyelenggaraan jalan

kabupaten/Kota. Dalam hal ini penyelenggaraan jalan diartikan sebagai kegiatan yang

meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan. Pengaturan jalan

adalah kegiatan perumusan kebijakan perencanaan, penyusunan perencanaan umum, dan

penyusunan peraturan PerUndang-Undangan jalan. Pembinaan jalan adalah kegiatan

penyusunan pedoman dan standar teknis, pelayanan, pemberdayaan sumber daya manusia,

serta penelitian dan pengembangan jalan; Pembangunan jalan adalah kegiatan pemrograman

dan penganggaran, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, serta pengoperasian dan

pemeliharaan jalan. sedangkan Pengawasan jalan adalah kegiatan yang dilakukan untuk

mewujudkan tertib pengaturan, pembinaan, dan pembangunan jalan.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Pasal 1

tentang jalan, Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,
yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah

dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. Pada dasarnya

Penyelenggara jalan umum wajib mengusahakan agar jalan dapat digunakan sebesarbesar

kemakmuran rakyat,terutama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, dengan

mengusahakan agar biaya umum perjalanan menjadi serendah-rendahnya. Sesuai dengan

Pasal 4 tersebut terlihat bahwa penyelenggara jalan ini bertujuan untuk meningkatkan

kemakmuran rakyat dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, tapi saat ini

peningkatan kemakmuran rakyat dan pertumbuhan ekonomi nasional dirasa akan terhambat

karena saat ini banyak terjadi kerusakan di jalan raya dan jika ini dibiarkan berlarutlarut

tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kerusakan ini akan menghambat peningkatan-penigkatan

tersebut.

Rusaknya jalan sendiri disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya kualitas bahan jalan

itu sendiri, berat beban yang diterima jalan, juga faktor alam seperti tanah yang labil dan

curah hujan yang tinggi.Penyelenggara jalan, dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah,

bertanggung jawab penuh atas pemeliharaan dan perbaikan jalan-jalan yang ada. Jadi,

apabila sampai terjadi kecelakaan yang diakibatkan kondisi jalanan rusak, maka pengguna

jalan berhak menuntut dan meminta ganti rugi kepada penyelenggara jalan tersebut.

Wewenang penyelenggaraan jalan ada pada Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Wewenang penyelenggaraan jalan oleh Pemerintah meliputi penyelenggaraan jalan secara

umum dan penyelenggaraan jalan nasional. Penyelenggaraan jalan secara umum meliputi

jalan nasional, jalan Provinsi, jalan kabupaten, jalan Kota, dan jalan desa. Penyelenggaraan

jalan umum oleh Pemerintah dilaksanakan oleh Menteri Penyelenggarannya dikuasai oleh

Negara, dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mewujudkan

lalu lintas dan angkutan jalan yang selamat, aman, lancer, tertib, nyaman, dan efesien.
Pada dasarnya pemerintah yang membidangi penyelenggara jalan ialah Dinas Pekerjaan

Umum (PU) Provinsi untuk wilayah Provinsi dan Dinas Pekerjaan Umum untuk wilayah

kabupaten/Kota. Maka dari itu melalui Dinas Pekerjaan Umum Kota Gorontalo semua

permasalahan jalan yang ada di Kota Medan harus sesuai dengan amanah Undang-Undang

no 38 tahun 2008 tentang jalan. Melalui pemerintah Kota dalam hal ini dinas PU ialah

sebuah struktural organisasi kedaerahan yang bertanggung jawab secara penuh tentang

perkembangan dan keberadaan baik dan buruknya jalan maupun infrastruktur lainnya yang

berada diwilayah Kota Medan.

Terlepas dari pada peran dinas PU Kota Medan tidak menyampingakan keberadaan lalu

lintas yang ada di Kota Medan. Lalu lintas merupakan urat nadi kehidupan masyarakat,

hampir seluruh aktifitas kehidupan masyarakat berhubungan dengan lalu lintas.

Permasalahan-permasalahan lalu lintas tidak sebatas menghambat tata kehidupan

masyarakat tetapi bisa menghancurkan bahkan mematikan perekonomian. Untuk itu,

dibutuhkan peningkatan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan raya, sehingga

masyarakat dapat melaksanakan segala aktifitasnya dengan baik, lancer, aman, dan nyaman,

sehingga produk-produk yang dihasilkan dapat terus tumbuh berkembang.

Tata cara berlalu lintas di jalan diatur dengan peraturan perUndang-Undangan

menyangkut arah lalu lintas, prioritas menggunakan jalan, lajur lalu-lintas, pengendalian

arus di persimpangan, tata cara melewati suatu perlintasan serta lainnya yang berkaitan

dengan operasi di jalan. Keberadaan lalu lintas yang aman dan lancar mampu mempengaruhi

seluruh aspek kehidupan, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mampu memperlancar

arus pemerataan hasil-hasil pembangunan dan perdagangan. Dengan kata lain, keberadaan

lalu lintas memiliki fungsi dan peranan yang sesuai dengan tujuan pembangunan nasional

yaitu membentuk masyarakat yang adil dan makmur baik secara materiil maupun spiritual

berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.


Kondisi lalu lintas dengan karakteristik jalan dan pengemudi maka tingkat pelayanan

jalan terhadap pengemudi dapat dilhat dari arah lalu lintas, kepadatan lalu lintas dan kondisi

pengemudi untuk mengendarai kendaraan di jalan.semakin baik kondisinya semakin baik

tingkat pelayanannya.Manajemen lalu lintas meliputi kegiatan perencanaan, pengawasan,

dan pengendalian lalu lintas suatu moda transportasi.Manajemen lalu lintas bertujuan untuk

keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas. Pengawasan di jalan

merupakan suatu kegiatan untuk ber lalu lintas pada jaringan atau ruas-ruas jalan tertentu,

termasuk dalam hal ini penataan sirkulasi lalu lintas, penentuan kesepakatan maksimum dan

atau minimum, larangan penggunaan jalan, larangaan dan atau perintah bagi pemakai jalan

yang tertuang dalam bentuk rambu atau marka.

Pembuatan berbagai aturan mengenai lalu lintas merupakan upaya dan harapan dari

pemerintah untuk dapat menciptakan ketertiban berlalu lintas di jalan raya. Lebih jauh dari

itu dengan adanya aturan yang sifatnya memaksa tersebut, mampu mencegah timbulnya

berbagai kondisi yang tidak diingikan. Misalnya, munculnya kecelakaan lalu lintas yang

menyebabkan timbulnya korban jiwa dari masyarakat. Selama ini, ada lima factor yang

sering menjadi penyebab utama terjadinya kecelakaan lalu lintas. Salah satunya, yaitu

prasarana jalan.Jalan yang rusak atau berlubang dan kurang dilengkapi prasarana pendukung

seperti lampu penerangan dapat memicu terjadinya kecelakaan yang dapat membahayakan si

pengendara.

Kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan jenisnya, tingkat parah korban, faktor

penyebab dan berkontribusi, keadaan lingkungan, waktu.Salah satu yang dbedakan dalan

tingkat parah korban yaitu, kerusakan kendaraan akibat kecelakaan tunggal, biasanya

melibatkab kerusakan jalan, kelengkapan, dan bangunan disekitarnya. Kerusakan jalan yang

terjadi di berbagai daerah saat ini merupakan permasalah yang sangat kompleks dan

kerugian yang diderita sungguh besar terutama bagi pengguna jalan, seperti terjadinya waktu
tempuh yang lama, kemacetan, kecelakaan lalulintas, dan lain-lain. Kerugian secara individu

tersebut akan menjadi akumulasi kerugian ekonomi global bagi daerah tersebut. Banyak

kritik yang telah dikirimkan kepada institusi pemerintahan dalam upaya penanganan dan

pengelolaan jalan, agar berbagai kerusakan yang terjadi segera diatasi. Secara umum

penyebab kerusakan jalan ada berbagai sebab yakni umur rencana jalan yang telah dilewati,

genangan air pada permukaan jalan yang tidak dapat mengalir akibat drainase yang kurang

baik, beban lalu lintas berulang yang berebihan “overloaded” yang menyebabkan umur

pakai jalan lebih pendek dari perencanaan. Perencanaan yang tidak tepat, pengawasaan yang

kurang baik dan pelaksanaan yang tidak sesuai dengan rencana yang ada.Selain itu

minimnya biaya pemeliharaan, keterlambatan pengeluaran anggaran serta prioritas

penanganan yang kurang tepat juga menjadi penyebab.Panas dan suhu udara, air dan hujan,

serta mutu awal produk jalan yang jelek juga sangat mempengaruhi. Oleh sebab itu

disamping direncanakan secara tepat jalan harus dipelihara dengan baik agar dapat melayani

pertumbuhan lalulintas selama umur rencana.

Melihat keberadaan Kota Medan juga masih banyak jalan yang rusak yang menyebabkan

terjadinya kecelakaan sehingga merugikan masyarakat. Oleh karena itu, dinasPekerjaan

Umum (PU) seharusnya lebih memperhatikan jalan rusak tersebut agar tidak terjadi lagi

kecelakaan yang dapat merugikan masyarakat karena hal tersebut sudah diatur

dalamUndang-Undang no 38 tahun2004 tentang jalan. Namun, pada kenyataannya peneliti

melihat dalam lapangan masih banyak jalan-jalan yang rusak yang dapat menyebabkan

kecelakaan lalu lintas, oleh karena itu peran pemerintah khususnya Dinas Pekerjaan Umum

untuk melakukan perannya terhadap perbaikan jalan sesuai dengan amanah dari padapasal 2

Undang-Undang no 38 tahun 2004 “Penyelenggaraan jalan berdasarkan pada asas

kemanfaatan, keamanan dan keselamatan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan,

keadilan,transparansi dan akuntabilitas, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan,serta


kebersamaan dan kemitraan”.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik menuangkan dalam penelitian dengan judul

”Peran Dinas Pekerjaan Umum Terhadap Perbaikan Jalan Rusak Ditinjau Dari pasal 2

Undang-Undang No 38 Tahun 2004 tentang Jalan di Kota Medan”.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah sesuai dengan latar belakang diatas adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Peran Dinas Pekerjaan Umum terhadap perbaikan jalan ditinjau dari

pasal 2 Undang-Undang No 38 tahun 2004 di Kota Medan?

2. Apa kendala pihak pekerjaan umum terhadap perbaikan jalan yang ada di Kota

Medan?

1.3 Tujuan Makalah

Adapun tujuan makalah tersebut adalah:

1. Untuk mengetahui peran Dinas Pekerjaan Umum terhadap perbaikan jalan rusak

ditinjau dari Undang-Undang no 38 tahun 2004 di Kota Medan.

2. Untuk mengetahui kendala pihak Pekerjaan Umum terhadap perbaikan jalan.

1.4 Manfaat Makalah

Adapun manfaat yang diharapkan dari makalah ini adalah:

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran atau

memberikan solusi dalam bidang hukum terkait dengan peran Dinas Pekerjaan

Umum terhadap perbaikan jalan rusak yang ada di Kota Medan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas penegakan hukum

dalam pengambilan keputusan bila nantinya menghadapi kasus yang serupa.


BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Landasan Teori dan Peneliti Terdahulu

2.1.1. Pembangunan Infrastruktur

Pengertian Pembangunan menurut Rogers dalam Nasution (2007) adalah

suatu proses perubahan sosial dengan partisipatori yang luas dalam suatu

masyarakat yang dimaksudkan untuk kemajuan sosial dan material (termasuk

bertambah besarnya kebebasan, keadilan dan kualitas lainnya yang dihargai)

untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh

terhadap lingkungan mereka. Adapun Tujuan Pembangunan menurut Nasution

(2007) terbagi atas 2 bagian :

1. Tujuan Umum Pembangun adalah suatu proyeksi terjauh dari harapan-

harapan dan ide-ide manusia, komponen-komponen dari yang

terbaik atau masyarakat ideal terbaik yang dapat dibayangkan.

2. Tujuan Khusus Pembangunan ialah tujuan jangka pendek, pada tujuan

jangka pendek biasanya yang dipilih sebagai tingkat pencapaian

sasaran dari suatu program tertentu.

Dalam relevansinya dengan Pembangunan Nasional Dimensi

Pembangunan Nasional menurut Swasono, (2005: 22) adalah merupakan suatu

Proses dari demokrasi baik secara politik political democratization, social

maupun ekonomi economic democratization untuk mencapai kemajuan progress,


kebebasan freedom serta mengurangi hambatan elimination of freedom, di mana

proses ini juga merupakan proses dari humanisasi. Di samping itu menumbuhkan

pendapatan nasional growth melalui penciptaan lapangan kerja untuk

mengurangi bahan menghapus pengangguran dan kemiskinan.

2.1.2. Transportasi

Pengertian transportasi menurut Salim ( 6 : 2008 ) Transportasi sebagai

dasar untuk pembangunan ekonomi dan perkembangan masyarakat serta

pertumbuhan industrialisasi. Dengan adanya transportasi menyebabkan, adanaya

spesialisasi atau pembagian pekerjaan menurut keahlian sesuai dengan budaya,

adat – istiadat suatu bangasa atau daerah.

Transportasi mempunyai pengaruh besar terhadap perorangan, masyarakat

pembangunan ekonomi, dan sosial politik suatu negara. Pengangkutan

merupakan sarana dan prasarana bagi pembangunan ekonomi Negara yang bisa

mendorong lajunya pertumbuhan ekonomi (rate of growth).

Pembangunan ekonomi membutuhkan jasa angkutan yang cukup serta

memadai. Tanpa adanya transportasi sebagai sarana penunjang tidak dapat

diharapkan tercapainya hasil yang memuaskan usaha pengembangan ekonomi

suatu negara. Salim ( 1 : 2008 ). Peranan pegangkutan mencakup bidang yang

luas di dalam kehidupan meliputi atas berbagai aspek (Nasution, 2007) yakni:

A. Aspek Sosial dan Budaya

Dampak sosial yang dapat dirasakan dengan adanya transportasi adalah

adanya peningkatan standar hidup. Transportasi menekankan biaya dan

memperbesar kuantitas keanekaragaman barang, hingga terbuka

kemungkinan adanya perbaikan dalam perumahan, sandang, dan pangan

serta rekreasi, serta adanya peninkatan pemahaman dan intelegensi


masyarakat. Sedangkan untuk budaya, dampak yang dapat dirasakan

adalah terbukanya kemungkinan keseragaman gaya hidup, kebiasaan dan

bahasa (Nasution.2004).

B. Aspek Politis dan Pertanahan

Bagi aspek politis dan pertanahan, transportasi dapat memberikan dua

keuntungan yaitu :

a. Transportasi dapat memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional.

Dengan adanya sistem dan sarana perhubungan yang baik maka

akan dapat memperkokoh stabilitas politik negara kesatuan.

b. Transportasi merupakan alat mobilitas unsur pertanahan dan

keamanan dimana transportasi dapat digunakan untuk tujuan

strategis pertahanan karena adanya wahana transportasi yang

efektif dalam karya bakti dalam proyek–proyek pembangunan

nyata.

C. Aspek Hukum

Didalam pegoperasian dan pemilikan alat angkutan diperlukan ketentuan

hukum mengenai hak dan tanggung jawab serta perasuransian apabila

terjadi kecelakaan lalu lintas, juga terhadap penerbangan luar negeri yang

melewati batas wilayah suatu negara, diatur dalam perjanjian antar negara

bilateral air agreement.

D. Aspek Teknik

Hal – hal yang berkaitan dengan pembangunan dan pengoperasian

transportasi menyangkut aspek teknis yang harus menjamin keselamatan

dan keamanan dalam penyelenggaraan angkutan.

E. Aspek ekonomi
Peranan pengangkutan tidak hanya untuk memperlancar arus barang dan

mobilitas manusia. Pengangkutan juga membantu tercapainya

pengalokasian sumber–sumber ekonomi secara optimal.

Dari aspek ekonomi, pengangkutan dapat ditinjau dari sudut ekonomi

mikro dan makro. Dari sudut ekonomi makri penganngkutan

merupaka salah satu prasrana yang menunjang pelaksanaan

pembangunan yang dapat dilihat dari kepentingan dua pihak yaitu :

1. Pada pihak perusahaan pengangkutan (operator)

2. Pengangkutan merupakan usaha memproduksi jasa angkutan yang

dijual kepada pemakai dengan memperoleh keuntungan.

3. Pada pihak pemakai jasa angkutan user.

Transportasi diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari

tempat asal ke tempat tujuan. Proses pengangkutan merupakan gerakan dari

tempat asal, dari mana kegiatan angkutan dimulai, ke tempat tujuan, ke mana

kegiatan pengangkutan diakhiri (Nasution, 2007:15). Dalam hubungan ini

terlihat bahwa unsur-unsur pengangkutan meliputi 5 (lima) hal :

1. Ada muatan yang diangkut

2. Tersedia kendaraan sebagai alatangkutnya

3. Ada jalanan yang dapat dilalui

4. Ada terminal asal dan terminal tujuan

5. Sumber daya manusia dan organisasi atau manajemen yang

menggerakkan kegiatan transportasi tersebut.

2.1.3. Kajian Sektor Transportasi Menurut Undang – Undang

Indonesia harus mampu meningkatkan pembangunan infrastruktur guna


kesejahteraan perekonomian bangsa khususnya dalam sektor transportasi.

Dalam setiap Undang – undang mengenai transportasi di Indonesia telah

disebutkan bahwa transportasi digerakkan dalam rangka mendukung

pembangunan ekonomi.

A. Menurut UU RI Nomor 22 Tahun 2009

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi

nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan

keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan

Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan

pengembangan wilayah.

Pengertian-pengertian :

 Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari

satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan

di Ruang Lalu Lintas Jalan.

 Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah Ruang

Lalu Lintas, Terminal, dan Perlengkapan Jalan yang meliputi

marka, rambu, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, alat

pengendali dan pengaman Pengguna Jalan, alat pengawasan

dan pengamanan Jalan, serta fasilitas pendukung.

 Terminal adalah pangkalan Kendaraan Bermotor Umum

yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan

keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau

barang, serta perpindahan moda angkutan


 Halte adalah tempat pemberhentian Kendaraan Bermotor

Umum untuk menaikkan dan menurunkan penumpang

 Parkir adalah keadaan Kendaraan berhenti atau tidak

bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya

B. Menurut UU RI Nomor 17 Tahun 2008

Pelayaran yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan,

keselamatan dan keamanan pelayaran, dan perlindungan lingkungan

maritim, merupakan bagian dari sistem transportasi nasional yang harus

dikembangkan potensi dan peranannya untuk mewujudkan sistem

transportasi yang efektif dan efisien, serta membantu terciptanya pola

distribusi nasional yang mantap dan dinamis.

Perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional menuntut

penyelenggaraan pelayaran yang sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, peran serta swasta dan persaingan usaha,

otonomi daerah, dan akuntabilitas penyelenggara negara, dengan tetap

mengutamakan keselamatan dan keamanan pelayaran demi kepentingan

nasional.

Pengertian-pengertian :

 Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas

angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan

keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim.

 Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan

pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran,

keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang


dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat

perpindahan intra-dan/atau antarmoda serta mendorong

perekonomian nasional dan daerah dengan tetap

memperhatikan tata ruang wilayah.

 Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau

perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan

pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan

sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang,

dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat

berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan

dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan

serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda

transportasi.

 Terminal adalah fasilitas pelabuhan yang terdiri atas kolam

sandar dan tempat kapal bersandar atau tambat, tempat

penumpukan, tempat menunggu dan naik turun penumpang,

dan/atau tempat bongkar muat barang.

C. Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 2009

Penerbangan merupakan bagian dari system transportasi nasional yang

mempunyai karakteristik mampu bergerak dalam waktu cepat,

menggunakan teknologi tinggi, padat modal, manajemen yang andal,

serta memerlukan jaminan keselamatan dan keamanan yang optimal,

perlu dikembangkan potensi dan peranannya yang efektif dan efisien,

serta membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan

dinamis. Perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional


menuntut penyelenggaraan penerbangan yang sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peran serta swasta dan

persaingan usaha, perlindungan konsumen, ketentuan internasional yang

disesuaikan dengan kepentingan nasional, akuntabilitas penyelenggaraan

negara, dan otonomi daerah;

Pengertian-pengertian

Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas

pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, Bandar udara, angkutan

Udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan

hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya

 Angkutan Udara adalah setiap kegiatan dengan

menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang,

kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu

bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar

udara.

 Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaitan

dengan penyelenggaraan bandar udara dan kegiatan lainnya

dalam melaksanakan fungsi keselamatan, keamanan,

kelancaran, dan ketertiban arus lalu lintas pesawat udara,

penumpang, kargo dan/atau pos, tempat perpindahan intra

dan/atau antarmoda serta meningkatkan pertumbuhan

ekonomi nasional dan daerah.

 Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan

dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat

pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun


penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan

intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan

fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta

fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.

D. Menurut UU RI Nomor 23 Tahun 2007

Perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi dalam sistem

transportasi nasional yang mempunyai karakteristik pengangkutan secara

massal dan keunggulan tersendiri, yang tidak dapat dipisahkan dari moda

transportasi lain, perlu dikembangkan potensinya dan ditingkatkan

peranannya sebagai penghubung wilayah, baik nasional maupun

internasional, untuk menunjang, mendorong, dan menggerakkan

pembangunan nasional guna meningkatkan kesejahteraan rakyat

Pada bab VI tentang Prasarana Perkeretaapian Pasal 35 UU RI Nomor 23

Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian di jelaskan prasarana perkeretaapian

adalah sebagai berikut :

 Jalur kereta api;

 Stasiun kereta api; dan

 Fasilitas operasi kereta api.

2.1.4. Investasi Pembangunan Infrastruktur

Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pengeluaran penanaman

penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang- barang modal atau

perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan

memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian.

Pertambahan jumlah barang modal ini memungkinkan perekonomian tersebut

menghasilkan lebih banyak barang dan jasa dimasa yang akan datang. (Sadono,
2006). Faktor-faktor utama yang menentukan tingkat investasi adalah:

1. Tingkat keuntungan yang diramalkan akan diperoleh.

2. Suku bunga.

3. Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa yang akan datang.

4. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya.

5. Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan.

Menurut Zaffar (49 : 2010) menyebutkan bahwa kendala dari investasi

pembangunan infrastruktur sektor transportasi di Indonesia terkait oleh 4

indikator besar :

1. Lemahnya kerangka hukum;

2. Lemahnya kapasitas manusia dan kelembagaan;

3. Kentungan rendah; dan

4. Kurangnya proyek layak dana.

Rendahnya investasi swasta di bidang infrastruktur transportasi terjadi

karena kurang adanya peraturan yang jelas yang dapat diprediksi. Seperti contoh

sebelum penerbitan hukum maritim yang baru UU 17 Tahun 2008, Pelindo

bertindak,sebagai pemilik sekaligus sebagai operator di dalam kontrak PPP.

Keadaan ini telah menghalangi masuknya investasi swasta, karena investor yang

punya potensi dalam proyek PPP tidak menerima perlakuan yang adil. Di bawah

peraturan baru ini (dimana kekuatan monopoli Pelindo dicabut dan mereka

menjadi operator pelabuhan biasa), peran penguasa dipegang oleh otoritas

pelabuhan, yang akan bertindak atas nama pemerintah. Dalam struktur ini,

pembagian tanggung jawab antara otoritas publik dan investor swasta dalam

kontrak PPP menjadi lebih jelas, dan menghilangkan konflik kepentingan.

Para pejabat pemerintah di Kementerian Perhubungan (untuk proyek


infrastruktur transportasi ) dan di daerah tidak memiliki kapasitas yang

diperlukan untuk merancang proyek PPP yang layak dana yang dapat

diterima secara internasional. Sebagai contoh secara historis untuk infrastruktur

pelabuhan, peran otoritas kontrak dilakukan oleh Pelindo, sedang pemerintah

bertanggung jawab untuk membuat kebijakan.

Sehingga, keterampilan untuk berfungsi sebagai otoritas pembuat kontrak

tidak dikembangkan di pemerintahan.Untuk mengatasi masalah ini, Kementerian

Perhubungan telah meminta bantuan dari Fasilitas Pengembangan Proyek dari

Unit Pusat PPP di Bappenas. Direncanakan untuk merekrut penasihat transaksi

yang berpengalaman dengan tujuan membantu Kementerian Perhubungan dan

pemerintah daerah sehingga mereka dapat mempersiapkan proyek pelabuhan

yang menarik dan perjanjian konsesi pelabuhan layak dana. Berdasarkan

hukum/peraturan transportasi yang baru, pemerintah masih mengontrol tarif

untuk proyek-proyek pembangunan infrastruktur transportasi. Tarif ditetapkan

oleh otoritas terkait setelah berkonsultasi dengan Kementerian Perhubungan.

Para investor swasta berharap bahwa tarif transportasi benar-benar harus

ditentukan melalui proses penawaran yang kompetitif dalam pemilihan sebuah

investor transportasi.

Salah satu kendala tambahan dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur

transportasi adalah tidak adanya proyek layak dana yang telah ditawarkan sejauh

ini pada investor berpotensi. Sebagian besar contoh ialah Privatisasi sebagian

Tanjung Priok dan Tanjung Perak pada tahun 1999 lebih dianggap sebagai upaya

penggalangan dana oleh pemerintah selama krisis keuangan Asia, dan bukan

dalam perspektif untuk memanfaatkan keahlian investor swasta dalam

meningkatkan produktivitas pelabuhan. Upaya selanjutnya untuk menawarkan


Pelabuhan Bojonegara di Jawa Barat dan Pelabuhan Teluk Lamong di Jawa

Timur belum terwujud, karena pemerintah masih mempersiapkan

penawaran/transaksi yanglebih menarik bagi investor swasta (misalnya,

membentuk otoritas pelabuhan dan memperoleh tanah sebelum

menawarkan proyek). Kedua proyek ini sebenarnya sedang berada pada tahap

persiapan tender sejak tahun 2006, tetapi prosesnya amat lambat karena

lemahnya kapasitas kelembagaan.

Pendekatan Kerjasama Pemerintah dan Swasta sudah banyak dilakukan

dalam membiayai pembangunan infrastruktur di berbagai negara. Pada

hakekatnya Kerjasama Pemerintah dan Swasta dapat dikembangkan sesuai

dengan kebutuhan spesifik proyek. Beberapa varian definisi KPS, antara lain,

adalah (Bult Spiering and Dewulf, 2006).

Pendekatan Kerjasama Pemerintah dan Swasta sudah banyak dilakukan

dalam membiayai pembangunan infrastruktur di berbagai negara. Pada

hakekatnya Kerjasama Pemerintah dan Swasta dapat dikembangkan sesuai

dengan kebutuhan spesifik proyek. Beberapa varian definisi KPS, antara lain,

adalah (Bult Spiering and Dewulf, 2006) :

1. Kerjasama Pemerintah dan Swasta sebagai reformasi manajemen

ketika fungsi pemerintahan dan birokrasi mengalami perubahan dan

pencerahan dari interaksinya dengan manajemen profesional yang

biasanya dimiliki oleh sektor swasta.

2. Kerjasama Pemerintah dan Swasta adalah kerjasama yang melembaga

dari sektor publik dan sektor swasta yang bekerja bersama untuk

mencapai target tertentu ketika kedua belah pihak menerima risiko

investasi atas dasar pembagian keuntungan dan biaya yang


dipikulnya.

3. Kerjasama Pemerintah dan Swasta adalah kerjasama antara

pemerintah dan swasta yang menghasilkan produk atau jasa dengan

risiko, biaya, dan keuntungan ditanggung bersama berdasarkan nilai

tambah yang diciptakannya.

Kerjasama Pemerintah dan Swasta merupakan alat untuk meningkatkan

efisiensi dan meningkatkan kualitas produk-produk dan pelayanan publik.

Tujuan bersama yang hendak dicapai dengan menggunakan skema Kerjasama

Pemerintah dan Swasta ini, antara lain, adalah untuk meningkatkan efektivitas

dan efisiensi dalam pelaksanaannya, meningkatkan kualitas produk-produk dan

pelayanan publik, dan adanya pembagian modal, risiko, dan kompetensi atau

keahlian sumber daya manusia secara bersama-sama. Di lain pihak konsep

Kerjasama Pemerintah dan Swasta tidak hanya dapat dipandang dari sisi public

dan private sector saja, akan tetapi merupakan triangle synergy antara

government, business, dan communities. Seperti penjelasan yang terdapat pada

laporan United Nations Development Program (2004), United Nations Economic

Commission for Europe (2008), dan Asian Development Bank (2008), para

pihak Kerjasama Pemerintah dan Swasta yang dapat dikategorikan menjadi 3

unsur, yaitu:

1. Negara; berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang

kondusif.

2. Swasta; mendorong terciptanya lapangan pekerjaan dan peningkatan

pendapatan masyarakat.

3. Masyarakat; mewadahi interaksi sosial politik, memobilisasi

kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas


ekonomi sosial dan politik.

Perhatian pemerintah terhadap percepatan pembangunan infrastruktur

perlahan-lahan meningkat dan menjadi salah satu prioritas pembangunan yang

digariskan dalam RPJMN 2009-2014. Percepatan pembangunan ini dimaksudkan

untuk mencapai target tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. Dari berbagai

penelitian menunjukkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu stimulus

utama pertumbuhan ekonomi. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 6-

7% pertahun pada tahun 2010-2014, dibutuhkan investasi secara keseluruhan

paling tidak 5% dari Produk Domesti Bruto (Renstra Kementerian PU 2O1O-

2014). Tingginya kebutuhan infrastruktur tersebut, tidak diikuti oleh kemampuan

yang cukup untuk menyediakan sumber pendanaan bagi pembangunan

infrastruktur. Setelah otonomi daerah, pembangunan

Infrastruktur bukan hanya merupakan tanggung jawab Pemerintah Pusat,

tetapi juga menjadi kewajiban pemerintah Daerah. Namun, pendanaan daerah

untuk pembangunan infrastruktur sangat terbatas, sehingga sampai saat ini

pendanaan infrastruktur dasar di daerah masih mengandalkan sumber

pembiayaan dari APBN yang ditransfer ke APBD.

Pendanaan infrastruktur daerah sangat tergantung pada APBN. Peningkatan

kualitas infrastruktur di daerah akan terlaksana secara optimal apabila

penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber

penerimaan yang cukup kepada daerah. Dengan mengacu kepada Undang-

Undang yang mengatur perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

pemerintah Daerah, besarnya pendanaan infrastruktur semestinya disesuaikan

dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara pemerintah dan daerah.

Sampai saat ini belum ada data yang mengidentifikasi sejauh mana alokasi
masing-masing sumber pendanaan di daerah-daerah terutama APBD dari sektor

bidang PU. Pertama, penyusunan profil investasi bidang PU diharapkan dapat

memberikan gambaran tentang pola investasi infrastruktur bidang PU. Kedua,

dari kegiatan yang dilakukan dapat mengetahui apakah selama ini sumber-

sumber pendanaan baik yang bersumber dari APBN maupun non APBN telah

mampu memberikan kontribusi yang signifikan terkait

peningkatan/pembangunan infrastruktur di daerah masing- masing. Kontribusi

yang dimaksud terkait dengan pencap aian tiga strategi yang telah ditetapkan

dalam Renstra Kemen PU (pro poor, pro job, dan pro growth). Ketiga, dari

kegiatan ini dapat memberikan rekomendasi terhadap kebijakan dan strategi

investasi infrastruktur bidang PU.

2.1.5. Pendapatan Asli Daerah

Menurut Undang – undang Republik Indonesia No.32 Tahun 2004,

Pendapatan Asli Daerah didapatkan dari :

a. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu:

1. Hasil pajak daerah;

2. Hasil retribusi daerah;

3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

4. Lain-lain PAD yang sah;

b. Dana perimbangan; dan

c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006, mendefinisikan

pendapatan sebagai hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai

kekayaan bersih. Dari kedua definisi tersebut jelas terlihat bahwa pendapatan

merupakan hak pemerintah yang menambah nilai ekuitas dana pemerintah.


Kelompok pendapatan adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

2. Dana Perimbangan (pendapatan transfer)

3. Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah memberi keleluasaan kepada

pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri. Kebijakan

tersebut dikenal dengan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan

atas pertimbangan bahwa daerah itu sendiri yang lebih mengetahui keadaan dan

kebutuhan masyarakat di daerahnya. Otonomi daerah bertujuan untuk

mempercepat pembangunan daerah dan laju pertumbuhan ekonomi, mengurangi

kesenjangan antar daerah, dan meningkatkan pelayanan publik (Andirfa, 2009).

Adanya otonomi daerah diharapkan semakin meningkatnya pelayanan

diberbagai sektor terutama sektor publik sehingga mampu menarik investor

untuk melakukan investasi di daerah. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka

pelaksanaan otonomi daerah diharapkan mampu membangun daerah secara

optimal dan memacu pertumbuhan ekonomi serta peningkatan kesejahteraan

masyarakat.

2.1.6. Pengadaan Tanah

Konsep dasar hak menguasai tanah oleh Negara di Kota Medan termuat

dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

1945 yang berbunyi : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat. Sebelum amandemen Undang- Undang Dasar 1945, Pasal 33

ayat (3) tersebut dijelaskan dalam penjelasan Pasal 33 alinea 4 yang berbunyi :

Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamya adalah pokok-
pokok kemakmuran rakyat, sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dari ketentuan Pasal 33

ayat (3) dan penjelasannya tersebut tampak bahwa, menurut konsep Undang-

Undang Dasar 1945, hubungan antara Negara dengan bumi, air, dan

kekayaanalam yang terkandung di dalamnya adalah hubungan penguasaan.

Artinya, kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu dikuasai oleh Negara

dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Apa yang

dimaksud dengan “dikuasai” oleh Negara, dalam Undang-Undang Dasar 1945

tidak ada penjelasan, menurut Bakri ( 1 : 2007 ).

Untuk menjamin terselenggaranya pembangunan untuk kepentingan

masyarakat Kota Medan, diperlukan tanah yang pengadaannya dilaksanakan

dengan mengedepankan prinsip kemanusiaan, demokratis, dan adil. Sebagai dasar

hukum untuk pengadaan tanah (pembebasan tanah) Pemerintah mengeluarkan

Undang-undang nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Peraturan tersebut kiranya dapat

memperkuat pelaksananaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang

dilaksanakan oleh Pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan

kemakmuran masyarakat terkhusus Masyarakat Kota Medan.

Pengadaan tanah masih merupakan persoalan utama pembangunan

infrastruktur, terutama pada masa Reformasi ini. Kendala pengadaan tanah akibat

naiknya harga tanah secara ekstrim sesungguhnya bukanlah hal baru, namun

sejauh ini, Pemerintah Kota Medan belum juga berhasil menemukan formula

yang tepat dalam memecahkan masalah klasik ini.

Sistem pertanahan di Kota Medan mengadopsi sistem Eropa daratan, di

mana pengakuan atas hak-hak kepemilikan tanah (individu, kolektif, maupun


adat) diakui secara penuh sacred dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa oleh

siapapun unviolated. Namun, atas nama keselamatan dan/atau kepentingan umum

Pemerintah Kota Medan dapat menggunakan haknya untuk mengambil alih hak

atas tanah tersebut melalui mekanisme kompensasi yang layak. Hak Pemerintah

ini disebut dengan “Empirium”.

Pemerintah menterjemahkan hak empirium tersebut, misalnya, melalui

penerbitan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006 tentang “Perubahan atas

Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi

Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum” atau UU No. 26 tahun

2007 tentang Penataan Ruang khususnya pasal 33 ayat (3) yang berbunyi :

“Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk pembangunan

prasarana dan sarana bagi kepentingan umum memberikan hak prioritas pertama

bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas

tanah dari pemegang hak atas tanah”.

Mengacu pada Perpres 65 tahun 2006, pembangunan untuk kepentingan

umum yang dilaksanakan Pemerintah Daerah Kota Medan, yang selanjutnya

dimiliki atau akan dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, meliputi:

a. Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas

tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih,

saluran pembuangan air dan sanitasi;

b. Waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan

lainnya;

c. Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api ,dan terminal;

d. Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya

banjir, lahar, dan lain-lain bencana;


e. Tempat pembuangan sampah;

f. Cagar alam dan cagar budaya;

g. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.

2.1.7. Kebijakan Publik

Dalam perspektif hukum, kebijakan publik dijelaskan James E. Anderson

(1978) sebagai perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi, Nugroho

(2003) menyatakan bahwa kebijakan dapat berbentuk peraturan-peraturan

pemerintah yang tertulis dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Oleh

karena itu, kebijakan dapat disebut sebagai hukum dalam arti luas, jadi

kebijakan dapat berbentuk “sesuatu yang mengikat dan memaksa”.Namun lebih

jauh lagi kita bias melihat bahwa indikator keberhasilan kebijakan publik

didasari oleh 4 perspektif, yaitu:

1. Mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat (ekonomi) ;

2. Mampu meningkatkan rasa aman (sosial) ;

3. Demokratis (politis) ; dan

4. Efisien dan efektif (administrasi).

1) Formulasi Kebijakan

Formulasi kebijakan merupakan tahapan pengusulan rumusan kebijakan

melalui inisiasi dan penyusunan usulan kebijakan melalui organisasi perencanaan

kebijakan, kelompok kepentingan, birokrasi pemerintah, presiden dan lembaga

legislative (Dye dalam Widodo, 2007:17). Sedangkan Bintoro Cokroamidjojo

yang mengikuti pemikiran Anderson dalam (Islamy, 2004:24) menyatakan

bahwa pembentukan kebijaksanaan atau policy formulation sering juga disebut

policy making meliputi banyak pengambilan keputusan, jadi apabila pemilihan

alternatif keputusan dilakukan secara terus menerus dan tidak pernah berhenti
disebut perumusan kebijaksanaan.

Tahapan formulasi ini merupakan tahapan yang penting untuk menetukan

tahapan yang selanjutnya pada proses kebijakan publik di Kota medan.

Bilamana formulasi kebijakan ini tidak disusun secara baik terdapat

kemungkinan pada proses implementasi juga akan tidak baik bahkan yang lebih

ekstrim hasil formulasi tidak dapat diimplementasikan. Pada tahap perumusan

kebijakan setidaknya terdapat empat macam kegiatan yang harus dilalui antara

lain problem indentification, agenda setting, policy problem formulation, dan

policy design.

2. Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan publik tidak hanya berkorelasi dengan mekanisme

operasional kebijakan kedalam prosedur- prosedur birokrasi, akan tetapi juga

sangat terkait dengan masalah konflik pengambilan suatu keputusan serta

bagaimana kebijakan tersebut mampu diperoleh oleh kelompok-kelompok

sasaran. Berkaitan dengan ini Bardach yang dikutip (Parsons, 2006:472)

menegaskan implementasi menurutnya adalah sebuah permainan tawar-

menawar, persuasi, dan manuver didalam kondisi ketidakpastian. Aktor

implementasi bermain untuk memegang kontrol sebanyak mungkin, dan

berusaha memainkan sistem demi mencapai tujuannya sendiri.

Proses implementasi tidak hanya menyangkut kinerja badan-badan

administratif yang bertanggungjawab untuk melaksanakan program dan

menimbulkan kepatuhan dari kelompok sasaran, melainkan juga menyangkut

jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang baik secara langsung

maupun tidak langsung mempengaruhi perilaku semua pihak yang terlibat dan

pada akhirnya berpengaruh terhadap dampak baik yang diharapkan intended


maupun yang tidak diharapkan unintended negative effect. Dalam melaksanakan

sebuah kebijakan di Kota Medan diperlukan beberapa langkah dalam

implementasi kebijakan publik. Soenarko (2005:187-191) mengungkapkan

tentang langkah-langkah dalam implementasi kebijakan yaitu interpretation,

organization, dan application.

Implementasi kebijakan tidak akan selalu berhasil, ada beberapa

penghambat keberhasilan implementasi kebijakan. Hogwood dan Gunn dalam

Wahab (61-62:2005) membagi pengertian kegagalan kebijakan dalam dua

kategori, yaitu non implementation (tidak terimplementasikan) dan unsuccessful

implementation (implementasi yang tidak berhasil).

3. Ekonomi Politik pada Kebijakan dan Strategi Pembangunan

Infrastruktur Fisik Daerah Kota Medan

Konsep ekonomi politik pada dasarnya adalah penerapan metode ekonomi

pada domain politik atau sebaliknya penerapan metode politik pada fenomena

ekonomi. Ada pola distribusi kekuasaan antara negara dan privat yang tarik

menarik. Pemahaman pola distribusi ini dianalisa secara menarik oleh Merlo

(2006:2), yaitu dengan menilai satu alasan mendasar bahwa ekonomi politik

merupakan tindakan pemerintah yang hanya bisa dipahami sebagai konsekuensi

kekuatan politik yang memungkinkan pemerintah untuk memperoleh dan

mempertahankan kekuasaan.

Perumusan kebijakan pembangunan merupakan proses politik yang

melibatkan beragam aktor mulai dari negara, birokrat, politisi, pengusaha,

lembaga swadaya masyarakat hingga masyarakat itu sendiri. Pengaruh yang

ditimbulkan oleh faktor-faktor lingkungan (terutama lingkungan politik Di Kota

Medan) terhadap sektor ekonomi tidak bisa begitu saja diremehkan. Pengaruh
tersebut dapat dilihat pada dampak yang dapat ditimbulkannya terhadap pola

pengambilan keputusan strategik, khususnya pada kegiatan-kegiatan

perencanaan jangka panjang long-range planning. Salah satu usaha yang dapat

dilakukan dalam pengembangan di Kota Medan adalah melalui pembangunan

infrastruktur fisik sepertitenaga listrik, telekomunikasi, transportasi termasuk

jalan, irigasi, air bersih maupun sanitasi.Infrastruktur memiliki peran yang

sangat penting dalam sistem perekonomian

Jika memiliki infrastruktur yang bagus, bisa dipastikan daerah Kota Medan

memiliki keadaan ekonomi yang kuat. Sebaliknya, jika suatu daerah memiliki

infrastruktur yang relatif jelek, keadaan ekonominya pun cenderung tidak begitu

bagus.Dalam kajian perencanaan pembangunan daerah regional planning

kecenderungan disparitas pembangunan antar daerah regional disparities ini

dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting Oleh sebab itu, kebijakan

pengembangan infrastruktur secara holistik tersebut diharapkan dapat

mendorong pembangunandan pengembangan kawasan tertinggal, perbatasan,

pulau-pulau kecil dan kawasan yang secara ekonomi mampu meningkatkan

daya produktifitas daerah sesuai dengan potensi unggulan di Kota Medan.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Gambaran Umum Infrastruktur

Keberadaan infrastruktur, seperti jalan, pelabuhan, bandara, sistem penyediaan

tenaga listrik, irigasi, sistem penyediaan air bersih, sanitasi, dsb, memiliki keterkaitan

yang sangat kuat dengan tingkat perkembangan suatu wilayah, yang antara lain

dicirikan oleh laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut

dapat dilihat bahwa daerah yang mempunyai kelengkapan sistem infrastruktur yang

lebih baik, mempunyai tingkat laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan

masyarakat yang lebih baik pula, dibandingkan dengan daerah yang mempunyai

kelengkapan infrastruktur yang terbatas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

penyediaan infrastruktur merupakan faktor kunci dalam mendukung pembangunan

nasional.

Keadaan infrastruktur Indonesia secara keseluruhan jika dibandingkan dengan

negara- negara tetangga dapat dianggap belum maju. Berdasarkan tabel 3-1, dapat

dilihat posisi Indonesia berada pada peringkat terbawah diantara 12 negara ASEAN.

Kondisi kelistrikan Indonesia juga menempati nomor 2 dari bawah. Secara umum,

dapat dikatakan bahwa dari sisi infrastruktur. Indonesia merupakan negara ASEAN

yang kurang menarik bagi investasi.

Tabel 3-1
Kinerja Infrastruktur Indonesia di ASEAN

Indikato Indonesia Peringkat


r Regional
Tingkat elektrifikasi (%) 53 11 dari 12
Jaringan telepon (%) 4 12 dari 12
Pelanggan Seluler (%) 6 9 dari 12
Akses atas sistem sanitasi yang baik (%) 55 7 dari 11
Akses atas sistem air bersih yang baik 78 7 dari 11
(%)
Jaringan jalan (Km per 1.000 penduduk) 1,7 8 daro 12
Sumber : World Bank 2004
Selain itu dapat dilihat juga terjadi ketimpangan pembangunan infrastruktur antara

Kawasan barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), secara umum

diketahui bahwa infrastruktur di Pulau Jawa lebih maju jika dibandingkan dengan

infrastruktur di luar Pulau Jawa. Misalnya panjang jalan di Indonesia hampir mencapai

sepertiganya berada si Pulau Jawa, 80% kapasitas listrik nasional berada di sistem

Jawa-Madura-Bali(JAMALI). Demikian pula sambungan telepon dan kapasitas air

bersih yang lebih dari setengahnya berada di Jawa- Bali. Ketimpangan dapat dilihat

dari besarnya investasi yang berada di pulau Jawa, padahal luasnya hanya mencakup

7% dari seluruh wilayah indonesia. Pulau jawa merupakan penyumbang PDB terbesar

indonesia menghasilkan lebih dari 60% total output Indonesia (BPS, 2007).

Selanjutnya, akan diuraikan lebih lanjut, keadaan Infrastruktur Ekonomi dan Sosial

Indonesia yang berperan besar dalam pembangunan, yaitu infrastuktur jalan, listrik,

air, telekomunikasi, Kesehatan, dan Pendidikan.

3.2 Infrastruktur Jalan

Jalan merupakan infrastruktur penting untuk memperlancar distribusi barang dan

faktor produksi antar daerah serta meningkatkan mobilitas penduduk. Besarnya mobilitas

ekonomi tahun 2002 yang melalui jaringan jalan nasional dan propinsi rata- rata per hari

dapat mencapai sekitar 201 juta kendaraan-kilometer (Bappenas, 2003).

Secara umum kondisi infrastruktur jalan di Indonesia masih sangat lambat

dibandingkan dengan di negara-negara tetangga lainnya (ISEI, 2005). Pembangunan jalan

tol di Indonesia telah dimulai sejak 26 tahun lalu, namun total panjang jalan tol yang telah

dibangun hingga saat ini hanya 570 kilometer (km). Padahal di Malaysia yang baru

memulai pembangunan jalan tol 20 tahun lalu total panjang jalan tol yang berhasil

dibangun sudah mencapai 1.230 km. Di China, panjang jalan tol mencapai lebih dari
100.000 km dan jalan arteri sekitar 1,7 juta km dengan tingkat kepadatan jalan 1.384 km/1

juta penduduk. Sementara itu, panjang jaringan jalan non-tol di Indonesia telah mencapai

310.029 km (Tabel 3-2). Sejak Pra-Pelita hingga tahun 2002, panjang jalan kabupaten

mencapai lebih dari 50% dan total panjang jalan, Sedangkan panjang jalan propinsi rata-

rata 18,96% dari total panjang jalan non-tol, sisanya merupakan jalan nasional dan jalan

kota.

Penyebaran pembangunan jaringan jalan juga tidak merata. Selain rendahnya

tingkat pembangunan jaringan jalan di Indonesia Bagian Timur, sistem jaringan jalan

yang merupakan lintas utama di masing-masing pulau di timur Indonesia, terutama

Kalimantan dan Sulawesi belum terhubungkan. Jika hal ini terus berlanjut maka hal ini

dapat mengganggu kegiatan investasi di sektor ekonomi dan lainnya yang memerlukan

dukungan infrastruktur yang memadai, yang pada akhirnya dapat menghambat

pertumbuhan ekonomi.

Selain masalah pentingnya pembangunan jaringan jalan, pemeliharan jaringan

jalan yang sudah ada juga merupakan hal yang penting. Kurangnya pemeliharaan

mengakibatkan kondisi jalan mudah mengalami kerusakan. Pada tahun 2004, dari total

panjang jalan 348.148 km (Tabel 3-4), kondisi jalan yang rusak mencapai 19% dari

34.629 km jalan nasional, 37% dari 46.499 km jalan provinsi, 56% dari 240.946 km

jalan kabupaten, dan 4% dari 25.518 km jalan kota. Di samping itu terdapat jalan tol

sepanjang 606 km yang secara keseluruhan dalam kondisi baik. Kondisi sistem jaringan

jalan pada tahun 2004 yang meliputi jalan nasional, provinsi, kabupaten, kota maupun

jalan tol yang dalam kondisi baik dan sedang mencapai 54% dari seluruh jaringan jalan

yang ada Dapat dikatakan secara umum, keadaan infrastruktur jalan di Indonesia masih

kurang mendukung untuk menarik investasi, baik dari segi panjang jalan maupun

keadaan jalan
3.3 Infrastruktur Listrik

Tenaga listrik adalah salah satu sumber energi vital yang diperlukan sebagai sarana

pendukung produksi atau kehidupan sehari-hari, dan tenaga listrik memegang peranan

penting dalam upaya mendukung pembangunan nasional secara luas baik ekonomi,

sosial maupun budaya. Dapat dilihat bahwa dari tahun-ke-tahun konsumsi listrik di

Indonesia terus meningkat, baik dari jumlah pelanggan rumah tangga, kelompok usaha

dan lainnya. Namun peningkatan konsumsi seharusnya didukung oleh penambahan

kapasitas produksi listrik dari pembangunan pembangkit- pembangkit listrik baru.

Sehingga pemadaman akibat kekurangan pasokan listrik dapat dikurangi. Hal tersebut

sudah mulai terasa di berbagai pulau di Indonesia, terutama di luar Jawa sering terjadi

pemadaman total (black out), contohnya di Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan dan

Lampung. Di Pulau Jawa sendiri-pun juga sering terjadi pemadaman listrik secara

bergilir.

Sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia, pertumbuhan kelistrikan di negara

ini bisa dikatakan bertumbuh dengan baik, karena pembangunan infrastruktur

kelistrikan telah mampu mengimbangi kebutuhan tenaga listrik yang mencapai

pertumbuhan rata-rata 13% per tahun. Dalam kurun waktu 1969-1993 kapasitas

pembangkit tenaga listrik nasional meningkat tajam dari 542 MW menjadi 13.569 MW

atau meningkat lebih dari 24 kali lipat. Investasi dalam pembangunan fasilitas ketenaga

dengan kapasitas sebesar 7.996 MW, jaringan transmisi sepanjang 6.350 km, gardu

induk dengan kapasitas 16.816 MVA, serta berbagai jaringan tegangan listrik lainnya

(Kadin, 2006).

Walaupun terjadi perkembangan infrastruktur kelistrikan, namun listrik di

Indonesia dirasakan masih jauh dari mencukupi. Akses terhadap listrik masih sulit,

diperkirakan sekitar 90 juta penduduk, yang diantaranya 90% adalah masyarakat miskin
tidak mendapat akses listrik. Selain itu, biaya sambungan di daerah pedesaan 33% lebih

mahal daripada di perkotaan. Biaya sambungan yang mahal membuat tingkat

pemasangan listrik di Indonesia termasuk rendah di Asia.

3.4 Infrastruktur Air Bersih

Air merupakan sumber kehidupan bagi seluruh makhluk di dunia ini. Kebutuhan

akan air oleh manusia menyangkut dua hal, yaitu air untuk kehidupan kita sebagai

makhluk hayati dan air untuk kehidupan kita sebagai manusia yang berbudaya. 1

Kebutuhan akan air diperlukan dalam produksi bahan makanan kita, seperti untuk

tanaman padi, sayur-sayuran, holitkultura, kehidupan ikan, ternak dan sebagainya.

Usaha masyarakat untuk mendapatkan air bersih sangat beragam, dari mulai

menggunakan pompa, sumur, mata air sampai membeli air dari pedagang keliling.

Meskipun begitu, di Indonesia, akses terhadap air bersih masih dinilai rendah bila

dibandingkan dengan negara lainnya. Menurut laporan Bank Dunia, terdapat 78% dari

populasi Indonesia yang memiliki akses air bersih (World Bank, 2002).

Berdasarkan Tabel 3-6 diperoleh bahwa hampir 80 % penduduk Indonesia telah

mampu mengakses pada sumber air bersih. Namun masyarakat Indonesia yang

memperoleh perbaikan sanitasi baru mencapai 63,5 % penduduk saja pada tahun 2002.

Artinya sampai saat ini masalah sanitasi atau penyehatan lingkungan belum

mendapatkan perhatian dari masyarakat maupun dari pemerintah. Padahal penyehatan

lingkungan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perbaikan terhadap air

bersih.

Masyarakat Terhadap Air dan Sanitasi

Persentase Akses Masyarakat Tahun


terhadap perbaikan sanitasi 1990 2000 2002
Jumlah masyarakat yang mendapat akses 47 55 63,5
terhadap perbaikan sanitasi (%)
Jumah masyarakat yang mendapat 71 78 78
akses perbaikan terhadap air (%)

Berdasarkan data tabel di atas, berarti ada sekitar 22% dari populasi yang

tidak memiliki akses terhadap air yang layak dikonsumsi (Tabel 3-6), sedangkan

akses terhadap air bersih sangatlah dibutuhkan. Oleh karena itu, dibutuhkan

peran serta dari pemerintah untuk membantu masyarakat dalam mendapatkan air

bersih melalui pengadaan seluran pipa oleh Perusahaan Daerah Air Minum

(PDAM). Jumlah PDAM di seluruh Indonesia mencapai 294 buah pada tahun

2002, dengan total kapasitas produksi sebesar 1.095.374 m3/detik, terjadi

peningkatan sebesar 97.04% jika dibandingkan pada tahun 1994 yang sebesar

1.063.432 m3/detik (BPS 2002). Namun hal ini belum berarti perbaikan akses

air bersih secara keseluruhan di Indonesia.

Tabel 3-7
Persentase Rumah Tangga/Populasi Yang Menggunakan
Pipa/PAM Menurut Propinsi, 1992 dan 2000

Propinsi 1992 2002


DI ACEH 8,3 -
SUMUT 21,8 24,1
SUMBAR 21,5 21,0
RIAU 7,9 11,0
JAMBI 12,8 -
SUMSEL 17,2 15,8
BENGKULU 12,5 11,3
LAMPUNG 4,4 5,3
BANGKA BELITUNG - 8,4
DKI JAKARTA 43,9 49,8
JABAR 7,6 13,6
JATENG 11,2 15,0
DI YOGYA 8,3 9,4
JATIM 14,9 19,1
BANTEN - 9,9
BALI 30,9 42,2
NTB 13,7 12,5
NTT 19,7 14,9
KALBAR 9,5 10,6
KALTENG 13,2 13,5
KALSEL 25,2 33,5
KALTIM 35,6 46,1
SULUT 21,6 32,4
SULTENG 20,6 15,4
SULSEL 14,7 20,8
SULTRA 24,8 22,5
GORONTALO - 11,2
MALUKU 16,4 -
MALUKU UTARA - -
IRJA 9,6 -

Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa pembangunan infrastruktur air berupa

jaringan Pipa/PAM dirasa masih kurang memadai. Sehingga sebagian besar

masyarakat Indonesia masih mendapatkan air dengan sistem self-supply. Hal ini

tentunya dapat berakibat pada kurangnya akses air bersih pada masyarakat dan tidak

terjaminnya kualitas dari air bersih yang didapat masyarakat. Propinsi dengan persentase

pemasangan jaringan Pipa/PAM yang terbesar terdapat pada propinsi DKI Jakarta

dengan persentase sebesar 49,8 % (2002). Ini berarti hampir setengah penduduk propinsi

DKI Jakarta dapat mengakses air bersih yang disediakan oleh jaringan Pipa/PAM. Jika

dibandingkan dengan propinsi Lampung yang hanya 5,3 % maka dapat dilihat

ketimpangan yang sangat besar diantara kedua propinsi ini.

3.4 Infrastruktur Telekomunikasi

Penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia memang telah mengalami

pembangunan yang cukup pesat. Awal pembangunan telekomunikasi diawali tahun 1882,

yaitu saat didirikannya sebuah badan usaha swasta penyedia layanan pos dan telegrap

pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Namun perkembangan infrastruktur

telekomunikasi saat ini dirasa masih kurang, melihat luas dan jumlah populasi Indonesia

yang sangat besar. Khususnya ketimpangan penyelenggaraan infrastruktur

telekomunikasi yang sebagian besar akses masih dinikmati oleh warga perkotaan.
penyebaran sambungan telepon di Indonesia juga memiliki ketimpangan yang

sangat tajam yaitu 11-25% di wilayah metropolis dan hanya sebesar 0,2% di wilayah

pedesaan. Pembangunan jaringan infrastruktur telekomunikasi masih terpusat di

Kawasan Barat Indonesia. Jangkauan infrastruktur telekomunikasi masih sangat terbatas

di Indonesia Bagian Timur. Sampai dengan tahun 2003, 86% dari infrastruktur

telekomunikasi terdapat di Sumatera, Jawa dan Bali, dengan demikian hanya 14% dari

infrastruktur terdapat di Indonesia bagian timur (Bappenas 2005).

3.5 Infrastruktur Kesehatan

Salah satu faktor dalam membangun sumber daya manusia adalah kesehatan, pada

tingkat mikro yaitu pada tingkat individual dan keluarga, kesehatan adalah dasar bagi

produktivitas kerja dan kapasitas untuk belajar di sekolah. Tenaga kerja yang sehat secara

fisik dan mental akan lebih enerjik dan kuat, lebih produktif, dan mendapatkan

penghasilan yang tinggi. Selanjutnya, anak yang sehat mempunyai kemampuan belajar

lebih baik dan akan tumbuh menjadi dewasa yang lebih terdidik. Dalam keluarga yang

sehat, pendidikan anak cenderung untuk tidak terputus jika dibandingkan dengan

keluarga yang tidak sehat. Pada tingkat makro, penduduk dengan tingkat kesehatan yang

baik merupakan masukan (input) penting untuk menurunkan kemiskinan, pertumbuhan

ekonomi, dan pembangunan ekonomi jangka panjang.

Beberapa pengalaman sejarah besar membuktikan berhasilnya tinggal landas

ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi yang cepat didukung oleh terobosan penting di

bidang kesehatan masyarakat, pemberantasan penyakit dan peningkatan gizi. Dalam

upaya mendukung peningkatan kesehatan masyarakat maka dibutuhkan juga infrastruktur

kesehatan yang memadai. Fasilitas pelayanan kesehatan dasar, yaitu Puskesmas yang

diperkuat juga dengan Puskesmas Pembantu dan Puskesmas keliling, telah didirikan di

hampir seluruh wilayah Indonesia. Jumlah ini mengalami peningkatan Meskipun fasilitas
pelayanan kesehatan dasar tersebut terdapat di semua kecamatan, namun pemerataan dan

keterjangkauan pelayanan kesehatan masih menjadi kendala. Fasilitas ini belum

sepenuhnya dapat dijangkau oleh masyarakat, terutama terkait dengan biaya dan jarak

transportasi.

3.6 Infrastruktur Pendidikan

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa setiap warga negara

berhak mendapatkan pendidikan guna meningkatkan kualitas dan kesejahteraan

hidupnya. Pendidikan mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan

bangsa serta memberi kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan

transformasi sosial. Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk

meningkatkan taraf pendidikan penduduk Indonesia termasuk pelaksanaan Wajib Belajar

Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang diharapkan tuntas pada tahun 2008 yang dapat

diukur antara lain dengan peningkatan angka partisipasi kasar jenjang pendidikan sekolah

menengah pertama dan yang sederajat menjadi 95 %.

Namun demikian sampai dengan tahun 2003 belum seluruh rakyat dapat

menyelesaikan jenjang pendidikan dasar. Jumlah penduduk usia 15 tahun keatas yang

telah menyelesaikan jenjang sekolah menengah pertama atau jenjang yang lebih tinggi

baru mencapai 45,8 % dan rata-rata lama sekolah penduduk berusia 15 tahun ke atas baru

mencapai 7,1 tahun. Meskipun angka partisipasi sekolah penduduk usia 7–12 tahun

sudah hampir 100%, partisipasi sekolah penduduk 13–15 tahun dan penduduk usia 16–18

tahun berturut-turut baru mencapai 81,0 % dan 51,0 %. Dengan berbagai upaya yang

dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, pencapaian angka partisipasi sekolah sampai

tahun 2005 diperkirakan masih sebesar 83,2 % untuk kelompok usia 13–15 tahun dan
56,0 % untuk kelompok usia 16–18 tahun.

Semakin tinggi jenjang pendidikan semakin rendah angka partisipasinya. Pada

tahun 2003 APK jenjang pendidikan menengah yang mencakup sekolah menengah atas

(SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah (MA) baru mencapai

50,9 % yang diperkirakan meningkat menjadi 54,32 % pada tahun 2005. Ketersediaan

pelayanan pendidikan menengah yang sebagian besar baru mencapai daerah perkotaan

berdampak pada rendahnya angka melanjutkan lulusan SMP/MTs ke jenjang menengah.

Dengan jumlah SMA/SMK secara nasional sebanyak 16.214 dan jumlah kecamatan

sebanyak 17.853, dapat disimpulkan bahwa belum seluruh kecamatan di Indonesia

mampu memberikan pelayanan pendidikan menengah. Kondisi tersebut menyebabkan

disparitas partisipasi pendidikan antara wilayah perkotaan dan perdesaan yang sangat

lebar yang ditunjukkan oleh angka partisipasi penduduk perkotaan pada tahun sebesar

70,6 % dan angka partisipasi penduduk perdesaan sebesar 35,8 %. Selain itu

meningkatnya opportunity cost juga sangat berpengaruh pada rendahnya partisipasi

pendidikan menengah. Lulusan SMP/MTs yang sebagian besar sudah berusia lebih dari

15 tahun ke atas sudah berhak untuk bekerja sehingga untuk melanjutkan pendidikan ke

jenjang yang lebih tinggi belum menjadi pilihan utama. Dari pembahasan diatas, dapat

dikatakan bahwa keadaan infrastruktur Indonesia dari segi kualitas maupun kualitas

masih kurang baik. Selain itu, pembangunan infrastruktur yang kurang merata juga

membuat disparitas ekonomi dan sosial antar wilayah di Indonesia menjadi lebih besa
BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Pembangunan Infrastruktur akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja, peningkatan

investasi dan bahkan juga mampu memberikan kesejahteraan penduduk dengan

pembangunan ekonomi suatu negara. Peran penting dari infrastruktur publik adalah untuk

mendukung pembangunan ekonomi suatu negara. Infrastruktur adalah fasilitas-fasilitas

fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk fungsi-fungsi

pemerintahan dalam penyedian air, tenaga listrik, pembangunan limbah, transportasi dan

pelayanan-pelayanan similar untuk menfasilitasi tujuan-tujuan sosial dan ekonomi

Pengaruh Infrastruktur Ekonomi, Sosial, dan Administrasi/Institusi pada pertumbuhan

ekonomi propinsi-propinsi di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi pada penulisan ini diwakili

oleh pertumbuhan PRDB riil 26 propinsi. Infrastruktur Ekonomi diwakili oleh ketersediaan

air bersih, panjang jalan, kapasitas listrik dan sambungan telepon. Keberadaan

infrastruktur sangat penting dalam mendukung pembangunan ekonomi dan sosial karena

infrastruktur yang baik dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi baik bagi dunia usaha

maupun bagi sosial kemasyarakatan. Infrastruktur yang memadai menyebabkan biaya

produksi, transportasi, komunikasi dan logistik semakin murah, jumlah produksi

meningkat, laba usaha meningkat, sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

Ketersediaan infrastruktur juga akan mempercepat pemerataan pembangunan melalui

pembangunan infrastruktur yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing dan antar

wilayah sehingga mendorong investasi baru, lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

4.2 Saran

Sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan Kembali infrastruktur yang ada di Indonesia

khususnya di wilayah terpencil dan lebih melibatkan masyarakat dalam mengembangkannya

agar perekonomian menjadi lebih maju

Anda mungkin juga menyukai