Anda di halaman 1dari 182

KOMUNIKASI PEMASARAN SOSIAL SISTEM

OPERASI KOMPUTER GNU/LINUX


(Studi Kasus Terhadap Pengembangan Komunikasi Pemasaran Sosial
Produk Perangkat Lunak Bebas dan Terbuka BlankOn Linux oleh
Yayasan Penggerak Linux Indonesia)

SKRIPSI

Disusun Oleh :

Adityawan Eka Yulianto


05/189703/SP/21232

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
JOGJAKARTA
2010

KOMUNIKASI PEMASARAN SOSIAL SISTEM


OPERASI KOMPUTER GNU/LINUX
(Studi Kasus Terhadap Pengembangan Komunikasi Pemasaran Sosial Produk
Perangkat Lunak Bebas dan Terbuka BlankOn Linux oleh Yayasan Penggerak Linux
Indonesia)

SKRIPSI
Disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Spesialisasi Ilmu Komunikasi

Disusun oleh:
Nama : Adityawan Eka Yulianto
NIM

: 05/189703/SP/21232

Telah disetujui oleh,

Drs. Kurniawan Kunto Yuliarso


Dosen Pembimbing

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2010
ii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Ini Telah Dipertahankan dan Disahkan di Depan Tim Penguji Jurusan Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.

Pada,
Hari

: Selasa

Tanggal

: 23 Maret 2010

Pukul

: 13.00 WIB

Tempat

: Ruang Sidang Jurusan Ilmu Komunikasi


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada

Tim Penguji

1. Drs. Kurniawan Kunto Yuliarso


Ketua Penguji/Dosen Pembimbing

__________________

2. Rajiyem, S.I.P., MSi


Penguji Samping I

__________________

3. Syafrizal, S.I.P
Penguji Samping II

__________________

iii

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama
No. Mahasiswa
Angkatan tahun
Jurusan

: Adityawan Eka Yulianto


: 05/189703/SP/21232
: 2005
: Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada

Judul skripsi

: KOMUNIKASI PEMASARAN SOSIAL SISTEM OPERASI


KOMPUTER GNU/LINUX
(Studi Kasus Terhadap Pengembangan Komunikasi Pemasaran
Sosial Produk Perangkat Lunak Bebas dan Terbuka BlankOn
Linux oleh Yayasan Penggerak Linux Indonesia)

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi saya tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi
dan juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh pihak lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah itu dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggung jawab dan saya bersedia
menerima sangsi apabila kemudian hari diketahui tidak benar.

Yogyakarta, 25 Maret 2010


Yang membuat pernyataan

Adityawan Eka Yulianto

iv

DISCLAIMER
Hak Cipta 2010 Adityawan Eka Yulianto
Eka_Adityawan@Yahoo.Com

Hak Cipta 2010 dipegang oleh Penulis yang tercantum diatas berdasarkan lisensi
dari the Creative Commons Attribution Attribution-NonCommercial- NoDerivs V2.5,
(http://creativecommons.org).
Dokumen ini - baik sebagian maupun keseluruhan - dapat digunakan, dimodifikasi
dan disebarluaskan secara bebas, melalui semua bentuk media, untuk tujuan bukan
komersial (non-profit) dengan syarat tidak menghapus atau mengubah atribut penulis
dan pernyataan hak cipta yang disertakan dalam dokumen ini.

Untuk softcopy bisa diunduh dari alamat


http://adityawaneka.files.wordpress.com/2010/04/komunikasi_pemasaran_sosial.pdf

22:15:51 kernel: Inspecting /boot/System.map-2.6.17-11-generic


22:15:51 kernel: Loaded 22866 symbols from /boot/System.map-2.6.17-11-generic.
22:15:51 kernel: Symbols match kernel version 2.6.17.
22:15:51 kernel: No module symbols loaded - kernel modules not enabled.
22:15:51 kernel: [17179569.184000] Linux version 2.6.17-11-generic (root@terranova) (gcc version 4.1.2 20060928 (prerelease)
(BlankOn 5.1.113BlankOn5)) 22:15:51 kernel: [17179569.184000] BIOS-provided physical RAM map:
22:15:51 kernel: [17179569.184000] BIOS-e820: 0000000000000000 - 000000000009fc00 (usable)
22:15:51 kernel: [17179569.184000] BIOS-e820: 000000000009fc00 - 00000000000a0000 (reserved)
22:15:51 kernel: [17179569.184000] BIOS-e820: 00000000000e0000 - 0000000000100000 (reserved)
22:15:51 kernel: [17179569.184000] BIOS-e820: 0000000000100000 - 000000001eff0000 (usable)
22:15:51 kernel: [17179569.184000] BIOS-e820: 000000001eff0000 - 000000001effffc0 (ACPI data)
22:15:51 kernel: [17179569.184000] BIOS-e820: 000000001effffc0 - 000000001f000000 (ACPI NVS)
22:15:51 kernel: [17179569.184000] BIOS-e820: 00000000ffb80000 - 00000000ffc00000 (reserved)
22:15:51 kernel: [17179569.184000] BIOS-e820: 00000000fff80000 - 0000000100000000 (reserved)
22:15:51 kernel: [17179569.184000] 0MB HIGHMEM available.
22:15:51 kernel: [17179569.184000] 495MB LOWMEM available.
22:15:51 kernel: [17179569.184000] DMI 2.3 present.
22:15:51 kernel: [17179569.184000] ACPI: PM-Timer IO Port: 0x1008
22:15:51 kernel: [17179569.184000] Allocating PCI resources starting at 20000000 (gap: 1f0 00000:e0b80000)
22:15:51 kernel: [17179569.184000] Built 1 zonelists
22:15:51 kernel: [17179569.184000] Kernel command line: root=/dev/hda1 ro quiet splash
22:15:51 kernel: [17179569.184000] Local APIC disabled by BIOS (or by default) -- you can enable it with lapic
22:15:51 kernel: [17179569.184000] Enabling fast FPU save and restore... done.
22:15:51 kernel: [17179569.184000] Enabling unmasked SIMD FPU exception support... done.
22:15:51 kernel: [17179569.184000] Initializing CPU#0
22:15:51 kernel: [17179569.184000] PID hash table entries: 2048 (order: 11, 8192 bytes)
22:15:51 kernel: [17179569.184000]
22:15:51 kernel: [17179569.184000]
22:15:51 kernel: [17179569.184000]
22:15:51 kernel: [17179569.296000]
22:15:51 kernel: [17179569.296000]
22:15:51 kernel: [17179569.312000] Memory: 493792k/507840k available (1911k kernel code, 13488k reserved, 1073k data,
22:15:51 kernel: [17179569.312000] Checking if this processor honours the WP bit even in supervisor mode... Ok.
22:15:51 kernel: [17179569.392000] Calibrating delay using timer specific routine.. 3200.04 BogoMIPS (lpj=6400082)
22:15:51 kernel: [17179569.392000] Security Framework v1.0.0 initialized
22:15:51 kernel: [17179569.392000] SELinux: Disabled at boot.
22:15:51 kernel: [17179569.392000] Mount-cache hash table entries: 512
22:15:51 kernel: [17179569.392000] CPU: L1 I cache: 32K, L1 D cache: 32K
22:15:51 kernel: [17179569.392000] CPU: L2 cache: 2048K
22:15:51 kernel: [17179569.392000] Checking hlt instruction... OK.
22:15:51 kernel: [17179569.408000] SMP alternatives: switching to UP code
22:15:51 kernel: [17179569.408000] Freeing SMP alternatives: 16k freed
22:15:51 kernel: [17179569.408000] checking if image is initramfs... it is
22:15:51 kernel: [17179569.964000] Freeing initrd memory: 5327k freed
22:15:51 kernel: [17179569.964000] ACPI: Core revision 20060707
22:15:51 kernel: [17179569.964000] ACPI: Looking for DSDT ... not found!
22:15:51 kernel: [17179569.964000] ACPI: setting ELCR to 0200 (from 0c20)
22:15:51 kernel: [17179569.980000] CPU0: Intel(R) Pentium(R) M processor 1.60GHz stepping 06
22:15:51 kernel: [17179569.980000] SMP motherboard not detected.
22:15:51 kernel: [17179569.980000]
22:15:51 kernel: [17179569.980000] Brought up 1 CPUs
22:15:51 kernel: [17179569.980000] migration cost=0
22:15:51 kernel: [17179569.980000] NET: Registered protocol family 16
22:15:51 kernel: [17179569.980000] EISA bus registered
22:15:51 kernel: [17179569.980000] ACPI: Interpreter enabled
22:15:51 kernel: [17179569.980000] ACPI: Using PIC for interrupt routing
22:15:51 kernel: [17179569.980000] ACPI: PCI Root Bridge [PCI0] (0000:00)
22:15:51 kernel: [17179570.004000] PCI quirk: region 1000-107f claimed by ICH 4 ACPI/GPIO/TCO
SkripsiADITYAWAN
Sarjana oleh
22:15:51 kernel: [17179570.004000] SKRIPSI
EKAAdityawan
YULIANTO Eka Yulianto
22:15:51 kernel: [17179570.004000] JURUSAN
JurusanILMU
IlmuKOMUNIKASI
Komunikasi
22:15:51 kernel: [17179570.004000] FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UniversitasGADJAH
GadjahMADA
Mada
22:15:51 kernel: [17179570.004000] UNIVERSITAS
22:15:51 kernel: [17179570.004000] JOGJAKARTA
Jogjakarta
22:15:51 kernel: [17179570.004000]
22:15:51 kernel: [17179570.004000] 2010
22:15:51 kernel: [17179570.012000] 2010
22:15:51 kernel: [17179570.012000] Supervisor: Morten Axel Pedersen
22:15:51 kernel: [17179570.012000] ACPI: PCI Interrupt Link [LNKC] (IRQs 10) *0, disabled.
22:15:51 kernel: [17179570.012000] ACPI: PCI Interrupt Link [LNKD] (IRQs 10) *0, disabled.
22:15:51 kernel: [17179570.012000] ACPI: PCI Interrupt Link [LNKE] (IRQs 10) *11
22:15:51 kernel: [17179570.012000] ACPI: PCI Interrupt Link [LNKF] (IRQs 10) *11
22:15:51 kernel: [17179570.012000] ACPI: PCI Interrupt Link [LNKG] (IRQs 10) *11

KOMUNIKASI PEMASARAN
SOSIAL SISTEM OPERASI
KOMPUTER GNU/LINUX

Studi Kasus Terhadap Pengembangan


Komunikasi Pemasaran Sosial Produk Perangkat
Lunak Bebas dan Terbuka BlankOn Linux oleh
Yayasan Penggerak Linux Indonesia

vi

22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51
22:15:51

kernel: [17179570.080000] IO window: 0000c400-0000c4ff


kernel: [17179570.080000] IO window: 0000c800-0000c8ff
kernel: [17179570.080000] PREFETCH window: a0000000-a1ffffff
kernel: [17179570.080000] MEM window: e2000000-e3ffffff
kernel: [17179570.080000] PCI: Bridge: 0000:00:1e.0
kernel: [17179570.080000] IO window: c000-dfff
kernel: [17179570.080000] MEM window: e0000000-efffffff
kernel: [17179570.080000] PREFETCH window: a0000000-afffffff
kernel: [17179570.080000] ACPI: PCI Interrupt Link [LNKA] enabled at IRQ 10
kernel: [17179570.080000] ACPI: PCI Interrupt 0000:01:04.0[A] -> Link [LNKA] -> GSI 10 (level, low) -> IRQ 10
kernel: [17179570.080000] NET: Registered protocol family 2
kernel: [17179570.116000] IP route cache hash table entries: 4096 (order: 2, 16384 bytes)
kernel: [17179570.116000] TCP established hash table entries: 16384 (order: 5, 131072 bytes)
kernel: [17179570.116000] TCP bind hash table entries: 8192 (order: 4, 65536 bytes)
kernel: [17179570.116000] TCP: Hash tables confgured (established 16384 bind 8192)
kernel: [17179570.116000] TCP
reno registered
Join
us now and share the software
kernel: [17179570.116000] Simple Boot Flag at 0x37 set to 0x1
kernel: [17179570.116000] audit:
initializing
sockethackers,
(disabled)
You'll
benetlink
free,
you'll be free
kernel: [17179570.116000] audit(1173993323.116:1): initialized
kernel: [17179570.116000] VFS:
Disk quotas
You'll
be dquot_6.5.1
free, hackers, you'll be free
kernel: [17179570.116000] Dquot-cache hash table entries: 1024 (order 0, 4096 bytes)
kernel: [17179570.116000] I nitializing Cryptographic API
kernel: [17179570.116000] io scheduler noop registered
may registered
get piles of money
kernel: [17179570.116000] ioHoarders
scheduler anticipatory
kernel: [17179570.116000] io scheduler deadline registered
true, (default)
hackers, that is true
kernel: [17179570.116000] ioThat
scheduleris
cfq registered
kernel: [17179570.116000] isapnp: Scanning for PnP cards...
But No
they
help their neighbors
kernel: [17179570.468000] isapnp:
Plug &cannot
Play device found
kernel: [17179570.492000] Real Time Clock Driver v1.12ac
That's
notdriver
good,
hackers,
that's
not
good
kernel: [17179570.492000] Serial:
8250/16550
$Revision:
1.90 $ 4 ports,
IRQ sharing
enabled
kernel: [17179570.492000] serial8250: ttyS1 at I/O 0x2f8 (irq = 3) is a 16550A
kernel: [17179570.492000] ACPI: PCI Interrupt Link [LNKB] enabled at IRQ 10
kernel: [17179570.492000] ACPI:
PCI we
Interrupt
0000:00:1f.6[B]
Link [LNKB]
-> GSI 10 (level, low) -> IRQ 10
When
have
enough ->free
software
kernel: [17179570.492000] ACPI: PCI interrupt for device 0000:00:1f.6 disabled
kernel: [17179570.492000] mice:
device common
for all mice
At PS/2
ourmouse
call,
hackers,
at our call
kernel: [17179570.492000] RAMDISK driver initialized: 16 RAM disks of 65536K size 1024 blocksize
kernel: [17179570.492000] Uniform
Multi-Platform
E-IDE those
driver Revision:
7.00alpha2
We'll
throw out
dirty
licenses
kernel: [17179570.492000] I de: Assuming 33MHz system bus speed for PIO modes; override with idebus=xx
kernel: [17179570.492000] PNP:
PS/2 more,
Controller [PNP0303:KBC0,PNP0f13:MSE0]
Ever
hackers, ever more at 0x60,0x64 irq 1,12
kernel: [17179570.500000] i8042.c: Detected active multiplexing controller, rev 1.1.
kernel: [17179570.508000] serio: i8042 AUX0 port at 0x60,0x64 irq 12
kernel: [17179570.508000] serio: i8042 AUX1 port at 0x60,0x64 irq 12
Join
now
share
kernel: [17179570.508000] serio:
i8042us
AUX2
port and
at 0x60,0x64
irq 12the software
kernel: [17179570.508000] serio: i8042 AUX3 port at 0x60,0x64 irq 12
You'll
beport
free,
hackers,
you'll be free
kernel: [17179570.508000] serio:
i8042 KBD
at 0x60,0x64
irq 1
kernel: [17179570.512000] EISA: Probing bus 0 at eisa.0
Join us now and share the software
kernel: [17179570.512000] Cannot allocate resource for EISA slot 1
kernel: [17179570.512000] EISA: Detected 0 cards.
You'll be free, hackers, you'll be free
kernel: [17179570.512000] TCP bic registered
kernel: [17179570.512000] NET:
protocol
1
Oh,Registered
you'll
be family
free
kernel: [17179570.512000] NET: Registered protocol family 8
kernel: [17179570.512000] NET: Registered protocol family 20
kernel: [17179570.512000] Using IPI No-Shortcut mode
kernel: [17179570.512000] ACPI:
(supports
S0 S1
S3 S4 S5)
I let
you
know
kernel: [17179570.512000] Freeing unused kernel memory: 308k freed
That
you'llSetbe
freeas /class/input/input0
kernel: [17179570.556000] I nput:
AT Translated
2 keyboard
kernel: [17179571.692000] C apability LSM initialized
I let
kernel: [17179571.720000] ACPI:
CPU0you
(powerknow
states: C1[C1] C2[C2] C3[C3])
kernel: [17179571.720000] ACPI: Processor [CPU0] (supports 8 throttling states)
That
free
kernel: [17179571.984000] ICH4:
IDE you'll
controller at be
PCI slot
0000:00:1f.1
kernel: [17179571.984000] PCI: Enabling device 0000:00:1f.1 (0005 -> 0007)
That you'll be free
kernel: [17179571.984000] ACPI: PCI Interrupt Link [LNKC] enabled at IRQ 10
kernel: [17179571.984000] ACPI: PCI Interrupt 0000:00:1f.1[A] -> Link [LNKC] -> GSI 10 (level, low) -> IRQ 10
kernel: [17179571.984000] ICH4: chipset revision 3
kernel: [17179571.984000] ICH4: not 100%% native mode: will probe irqs later
kernel: [17179571.984000] ide0: BM-DMA at 0x1100-0x1107, BIOS settings: hda:DMA, hdb:pio
kernel: [17179571.984000]
ide1: BM-DMA at 0x1108-0x110f, BIOS settings: hdc:DMA, hdd:pio
kernel: [17179572.272000] hda: HTS548040M9AT00, ATA DISK drive
kernel: [17179572.944000] ide0 at 0x1f0-0x1f7,0x3f6 on irq 14
kernel: [17179573.700000] hdc: COMPAL TSB24H1 Slim DVD-ROM/CD-RW Drive, ATAPI CD/DVD-ROM drive
kernel: [17179574.372000] ide1 at 0x170-0x177,0x376 on irq 15
kernel: [17179574.380000] hda: max request size: 512KiB
kernel: [17179574.384000] hda: 78140160 sectors (40007 MB) w/7877KiB Cache, CHS=16383/255/63, UDMA(33)

Good programmer know what to


write, the great one know what to rewrite and re-use (Eric Raymond)
The Free Software Song

Human Knowledge Belongs To The


World

vii

PRIVATE

OBJURGATION

(HanYa SeKumPulan KaTA CaCiaN dAn MaKian)


Cacian pertama aku tujukan untuk Tuhan Yang Maha Penguasa. Makasih
memberikan aku kehidupan yang menegangkan dengan segala permainan yang Kau
ciptakan. Orang sering bilang aku tidak percaya Tuhan, but You know the truth. We
were playing the game of live. You are the creator of this living game scenario, and
then I am determining about the rule of this game. Setelah ini, kita bermain dengan
aturan yang lebih menyenangkan. Well always be friend till I am falling into the hell.
To my family, bapak Sumarno dan Ibu Sri Budiyati. makasih udah memberi aku
kesempatan untuk memilih jalanku sendiri. Pesenku, jangan seneng bertengkar karena
masalah sepele. Bikin aku bangun kepagian soalnya. Hehehe. My little brother
Kurniawan D. Bobby, hey makasih udah mencarikan bermacam2 e-book, film, lagu,
program, ISO dan lainnya. Cepet lulus n kerja sana (Moga2 jadi Guru yg baek yee
Bloob). Besok ta beliin laptop deh.
Buat diriku sendiri (persetan kalo ada yang bilang narsis!!!!). Makasih atas
kemalasan, ketololan, kedunguan dan ketidak pedulianmu selama ini. Hehehe tanpa
itu semua aku tidak akan belajar untuk menjadi lebih baik. Setelah permaian di
bangku sarjana kelar. Lets rocking another place. Hidup adalah permainan yang harus
dinikmati. Aku tidak keberatan jika direndahkan, dengan begitu aku terus berusaha
dan menguji kemampuan. Bukan demi orang lain, tapi membuktikan pada diriku.
Semua staf dan dosen yang ada di jurusan komunikasi, makasih telah
menyediakan tempat untukku menimba pengalaman hidup. Mas Wawan makasih atas
bimbingannya yang sangat tidak merepotkan. Buat mba rajiyem and aa rijal makasih
atas ujian skripsi 2 jam itu. Kelamaan ngoceh sih. Uda bikin laper, sialnya lupa bawa
makanan. Hahaha. Oh y thx buat nilai A-nya. Mas Bari yang namanya selalu disebut
dalam skripsi anak kom UGM, minta royalti atas penyebutan namamu sana mas.
Temen2 Komunikasi 05 yang wisuda bareng (periode Mei 2010). Ito, Albert and
Kundala, Sial aku di ACC terakhir ki. Nunggu dosen dari pagi, maless. Temenin nyet.
Buat Ayu, Iik, Tuti, Dian Yus and Indri. Hee makan-makannya aku ngutang yeee.
Talangin dulu sana. Entar kalo ketemu lagi dibayar deh. Paduan suara yang bilang
DASAR GA MODAL!!! Aku jawab EMANK!! KNAPA?? GAK TRIMA??!!
Anak2 Komunikasi 05 yang udah Lulus. Aku ngikut jejak kalian. Udah gak ada
maenan di jurusan sieh. Nano, gosipnya herdy, loe dipecat dari kerjaan no? hehehe ato
emank pindah? Herdi sang pengangguran kebanyakan pacaran. Cari kerjaan bareng
yoo. Alpin, katanya televisi mengkonstruksi realitas sosial menjadi realitas media ya.
Berarti realitasmu itu dikonstruksi lewat Suami-Suami Takut Ipeh. Hehehe peace.
Anak2 Kom05 yang masih berkutat dengan kuliah n skripsi. Nur Huda, Andex &
Prada cepet ujian sana. Devi n nopi, met bersenang2 dgn mas wawan deh. Arya, kapan
viii

nyusul skripsi? Kuuga, semoga gak dapet mas mu lah. Hehe. Masnya Kuuga (beruang
grizzy), tHX atas Fucking Stupid-nya. LOE GAK USAH BANYAK BACOT!
Sekarang kita sama2 sarjana dengan gelar S.I.P!!! To mega suc*mawati, I am not a
puppet on a string, coz I know I have to do my things!!! Nak2 SMA 6 di
Komunikasi05 (aji, wulek, haru, acni n wiwid) although aku anak IPA, aku lulus
duluan yeee. Hidup IPA!!! Hahaha. Nak2 laen yang belum lulus, cepetan lulus. Yang
lum sempet kesebut, sory halamanye kebates. Kalo kalian aku tulis smua, aku tekor.
Anak 6C (GNB) & Nak X-PENIZT. Plaza EtNIZT uda pada bubar yeee. Patrick yg
namanya dijadikan simbol PK oleh ak n gim. Beta & Ceret yg dah lulus tp ga makan2.
Alm Nanda moga2 tenang disana, sory gak ikut nglayat kamu (g dikabari). Gimbal,
semoga bisa belajar untuk lebih dewasa menghadapi masalah. Wita n guya, kita jadi
lulusan bareng nieee. Agus Lukman, tunggu kesuksesanku cepp. Its my promise.
Anak2 Kom dibawah ankt05. Septin W (06),what a lovely girl. Jadi pengen selalu
deket kamu. Hehe. Kenapa baru deket setelah ampir lulus yee, shit!! Akt 07 n 08
sory sering ganggu kuliah kalian. Fafu (08), my last advise, hidup akan selalu
memberi kita pilihan. Kita yang menentukan kemana arah hidup dan pilihan kita.
Tidak ada kebenaran dan kesalahan. Semua adalah pilihan. Cepetan insyaf lahh. hehe.
Akt 09, aku sering dianggap akt 09 waktu ikut kuliah kalian (pada buta apa y!!)
Perempuan yang pernah melintas. Utami (KU05), heee uda jadi dokter lom?? Ari
(PBI05), hmm kog kayaknye tambah sombong yeee. Nopi (Slg05), kaget liat
penampilanmu semenjak di SMP (dulu liar, sekarang aku no comment). Met berumah
tangga nop. Afee (Manjemen UII05), since high school, long time no seee. Dari umur
4 taun sampe sekarang kog tinggimu gak nambah2 y??? Hahaha. Veronika NinNa (HI
08), hmmm jika kita emank bisa bersama, kita akan bertemu lagi lain kali. You are
cutest angel that I ever found in FISIP. Riza Puput Putri (AN06), si prega di essere
morto poi andare all'inferno ardente!!! ( then go to the burning hell !!!)
The Last One Perempuan Paling Cantik di Negeriku Indonesia. The woman that Ive
been falling in love within this whole 8 years, Swasti D. Paramita (KG05). Makasih
telah menjadi someone that very important to me di saat tertawa, tersenyum, marah n
menangis. Kata iklan Sampoerna Hijau, Gak Ada Loe Gak Rame. Hopefully well
always together. Walau kadang bosen sieh. Hehehe.
You are the Saint of My Life and the Best I Ever Had...

ix

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN

ii

HALAMAN PENGESAHAN

iii

SURAT PERNYATAAN iv

DISCLAIMER v
RANGKAIAN KATA

vi

PRIVATE OBJURGATION
DAFTAR ISI

viii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR LAMPIRAN xiv


ABSTRAKSI

xv

ABSTRACT

xvi

BAB I - PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

. 1

B. Rumusan Masalah

. 4

C. Tujuan Penelitian

. 4

D. Kerangka Pemikiran

. 4

1. Perekonomian Free and Open Source Software Melawan Proprietary Software


...... 4
2. Ruang Lingkup Pemasaran Sosial

.. 7

3. Komunikasi Pemasaran Sosial

.. 19

4. Market Centric sebagai Pendukung Pemasaran Sosial


E. Kerangka Konsep
F. Metode

.... 24

.... 26

..... 27

1. Tipe Penelitian
2. Objek Penelitian

... 27
.... 28

3. Pengumpulan Data

... 28

4. Metode Penelitian

... 29

BAB II - GNU/LINUX DAN GERAKAN FREE AND OPEN SOURCE SOFTWARE


A. Sejarah Free and Open Source Software
1. Etika Hacker

.. 32

.... 32

2. Gerakan Free Software

... 34

3. Kehadiran Kernel Linux

... 37

4. Gerakan Open Source

... 41

B. Ekonomi Politik Free and Open Source Software

.... 46

1. Copyleft : Perlawanan Terhadap Kapitalisme Berlabel Copyright ..

46

2. Lisensi dalam Free and Open Source Software

.... 49

3. Model Bisnis Free and Open Source Software

.... 52

4. Motif Ekonomi-Politik Pengembang Free and Open Source Software .


5. Shared Source: Serangan Balik Microsoft Terhadap FOSS
C. GNU/Linux : Simbol Kesuksesan FOSS

55

.... 58

...... 60

1. Paket GNU/Linux: Distribution (Distro) Linux

.. 61

2. Ubuntu: Studi Kasus Terhadap Kesuksesan GNU/Linux

.... 63

D. Perkembangan Free and Open Source Software di Indonesia

64

1. Open Content: Penerapan FOSS di Indonesia

.. 65

2. Implementasi Kebijakan Pemerintah Melalui Gerakan FOSS

67

BAB III - GAMBARAN UMUM YAYASAN PENGGERAK LINUX INDONESIA


A. Sejarah dan Perkembangan YPLI
1. Sejarah Singkat YPLI

... 70

70

2. Lokasi Yayasan

. 71

3. Visi dan Misi

. 74

4. Logo dan Nama

. 74

5. Komitmen

. 75

B. Operasionalisasi YPLI

76

1. Struktur Organisasi dan Alur Koordinasi


C. BlankOn Linux: Produk Andalan YPLI
1. Sejarah BlankOn Linux

.. 76
.. 78

78

2. Visi dan Misi BlankOn Linux

... 81

3. Nama dan Logo BlankOn Linux

... 81

4. Pengembang BlankOn Linux

... 82

D. Bagian Pemasaran

84

1. Marketing Mix dalam Pemasaran Sosial BlankOn

85

xi

BAB IV PENGEMBANGAN KOMUNIKASI PEMASARAN SOSIAL BLANKON


A. Perencanaan Komunikasi Pemasaran Sosial BlankOn

92

1. Analisa Situasi Pemasaran Sosial

.. 92

2. Analisa SWOT BlankOn Linux

.. 94

3. Sasaran dan Kompetitor Pemasaran Sosial BlankOn

97

4. Tujuan Komunikasi Pemasaran Sosial BlankOn

. 99

5. Segmentasi dalam Pemasaran Sosial BlankOn

.. 101

6. Positioning Produk BlankOn Linux

... 102

B. Implementasi Komunikasi Pemasaran Sosial BlankOn


1. Bentuk Komunikasi Pemasaran Sosial BlankOn
1.1 Periklanan: Penggunaan Media Tak Berbayar

103
105
105

1.2 Humas & Publisitas: Perangkat Andalan BlankOn

110

1.3 Personal Selling: Menyebarkan BlankOn ke Berbagai Daerah

.. 120

1.4 Sales Promotion: Membagikan BlankOn Gratis 122


2. Media Komunikasi Pemasaran Sosial: Berbagi Ideologi dalam Komunitas .. 122
3. Penerapan Market Centric: Pemenuhan Kebutuhan Pengguna Komputer . 125
C. Analisa Komunikasi Pemasaran Sosial BlankOn

129

BAB V - PENUTUP
A. Kesimpulan

. 141

B. Saran .. 143
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

. 145

155

xii

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1

: Tiga Level Produk Pemasaran Sosial

. 14

Gambar 1.2

: The Marketing Communications Decision Making-Process

Gambar 1.3

: Perangkat Komunikasi secara Umum .. 23

Gambar 2.1

: Tux

Gambar 2.2

: Sejarah Perkembangan FOSS ... 46

Gambar 2.3

: Frekuensi Penggunaan Lisensi FOSS .. 50

Gambar 2.4

: Model Bisnis Distributor

Gambar 2.5

: Motif Personal dalam Kontribusi FOSS

Gambar 2.6

: Motif Organisasi/Komunitas dalam Kontribusi FOSS

Gambar 2.7

: Market Share Operating System 2003

Gambar 3.1

: Logo YPLI

Gambar 3.2

: Alur Hubungan YPLI

Gambar 3.3

: Email Perubahan Core BlankOn Linux

Gambar 3.4

: Tampilan BlankOn 2 (Konde) dan BlankOn 5 (Nanggar)

Gambar 3.5

: Topi Fedora Yang Berubah Menjadi BlankOn

Gambar 3.6

: Logo BlankOn Linux Baru

Gambar 3.7

: Skema Pemasaran BlankOn Linux

Gambar 4.1

: Tingkat Pembajakan Software di Dunia Tahun 2008

Gambar 4.2

: Market Share Sistem Operasi Desktop .. 93

Gambar 4.3

: Popularitas BlankOn Linux dalam DistroWatch.com (Sept, 2009)

Gambar 4.4

: Perbandingan Penggunaan Software

Gambar 4.5

: Segmentasi Pemasaran Sosial BlankOn Linux . 101

Gambar 4.6

: Brosur BlankOn Linux

Gambar 4.7

: Poster BlankOn 4.0 Meuligoe

.. 107

Gambar 4.8

: Banner Ads Unduh BlankOn Linux

.. 109

Gambar 4.9

: Publisitas BlankOn 3.0 (Lontara) di InfoLinux

Gambar 4.10

: Publisitas pada Blog

Gambar 4.11

: Siaran Pers BlankOn 4.0 (Meuligoe)

Gambar 4.12

: Kepedulian BlankOn Linux Paska Gempa Padang

Gambar 4.13

: Konferensi BlankOn 2009

Gambar 4.14

: Seminar Open Source di Mabes TNI

Gambar 4.15

: Kaos BlankOn Linux

21

. 39

.. 55
.... 57
57

60

.... 74
... 77
.. 79
80

. 81

... 82
.. 85
. 92

94

.. 99

106

. 111

112
.. 113
. 115

... 116
.. 119

... 120

xiii

DAFTAR TABEL
Tabel 1.1

: Perbedaan Pemasaran Sosial dan Pemasaran Komersil

... 9

Tabel 3.1

: Daftar Produk BlankOn Linux

Tabel 3.2

: Daftar Nama Pengembang pada Rilis Ombilin (BlankOn 6)

Tabel 4.1

: Analisa SWOT Pemasaran BlankOn Linux

Tabel 4.2

: Komunikasi Pemasaran Sosial BlankOn Linux

.. 80
82

.. 97
. 131

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1

: Interview Guide

. 155

Lampiran 2

: Tampilan Desktop BlankOn Linux

.. 158

Lampiran 3

: Tingkat Pembajakan Software Dunia

.. 159

Lampiran 4

: Daftar Distributor Lokal BlankOn

.. 160

Lampiran 5

: Daftar Pengguna BlankOn Linux

.. 161

Lampiran 6

: Harga GNU/Linux Komersil

.. 163

Lampiran 7

: Daftar Istilah (Glossary)

... 164

xiv

ABSTRAKSI
Saat ini komputer dan piranti pendukungnya telah masuk dalam setiap aspek
kehidupan dan pekerjaan manusia. Perkembangan komputer cukup pesat dan terbukti
telah memudahkan hidup manusia. Namun di balik kemudahan tersebut, terdapat
sejumlah masalah seperti persoalan dominasi, ketergantungan pada salah satu
perusahaan software besar dan hancurnya perusahaan-perusahaan software yang lain.
Selain itu, pengetahuan tentang komputer yang pada mulanya terbuka dan menjadi
milik semua orang pada akhirnya dikuasai dan dijadikan komoditi ekonomi oleh
segelintir orang.
Keadaan ini memicu munculnya gerakan perlawanan dari komunitas Free and
Open Source Software yang bertujuan untuk melepaskan diri dari dominasi
perusahaan proprietary software dan mempertahankan pengetahuan komputer agar
tetap menjadi milik bersama. Dalam menghadapi hegemoni perusahaan proprietary
software, komunitas FOSS berupaya memasarkan ideologi bebas dan terbuka sebagai
sebuah gagasan sosial pada masyarakat. Kerangka pemasaran tersebut dibingkai
melalui pendekatan pemasaran sosial. Penelitian ini memfokuskan pada pertanyaan:
Bagaimana pengembangan komunikasi pemasaran sosial produk perangkat lunak
bebas dan terbuka BlankOn Linux oleh Yayasan Pengerak Linux Indonesia?
Penelitian ini memanfaatkan data hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh pihak lain yang terkait dengan gerakan FOSS dan pemasaran sosial. Jenis data
yang dipakai adalah data sekunder baik berupa wawancara yang telah dilakukan oleh
pihak lain, penelitian terdahulu, informasi, statistic, kebijakan pemerintah dan jenis
data sekunder lain yang mendukung proses penelitian ini. Penelitian ini juga
menggunakan wawancara tidak berstruktur dengan pihak dari Yayasan Penggerak
Linux Indonesia, Tim Pengembang BlankOn dan archive atau dokumentasi diskusi
mailing list untuk tema tertentu. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus.
Penelitian ini menemukan beberapa poin menarik seperti penggunaan media
periklanan tak berbayar, fungsionalisasi humas dan publisitas yang besar dan
pemanfaatan media komunikasi pemasaran sosial berupa komunitas BlankOn.
Walaupun berbasis pada pemasaran sosial, penelitian ini menemukan pemanfaatan
metode market centric yang berbasiskan pemasaran komersil. Namun, permasalahan
tetap menjangkiti pengembangan komunikasi pemasaran sosial BlankOn. Pihak
pemasar belum memiliki keberanian untuk menentukan segmen audience yang jelas
dalam berkomunikasi dengan pengguna proprietary software.

Kata Kunci: Perangkat Lunak Bebas dan Terbuka, Komunikasi Pemasaran Sosial,
Sistem Operasi GNU/Linux

xv

ABSTRACT
Nowadays, human cant be separated from computer and its supporting
system. Its innovation has proved to be useful to help mans life. Computers
innovations are beyond mans imagination. Nevertheless, there are several problem
lies behind its usefulness of computer and its supporting system. Domination,
dependency, or monopoly of knowledge and economic are some of the problems.
Knowledge that once free and open turn to be closed and controlled by few people.
This situation has triggered struggle against the domination by commercial
software vendor. The struggle was aimed to keep the knowledge as common goods.
The struggle, the Free and open source movement, has spread and become global
social movement. Against the proprietary software hegemony, FOSS communities
deliver free and open ideology as social idea through Indonesia society. This
marketing strategy framed within social marketing paradigm. This researchs question
is: How is the social marketing communications development of free and open source
software BlankOn Linux by Indonesian Linux Movement Foundation?
This research is using data from research that has been done by other people
about FOSS. I collect data from mailing list archive, government policy paper,
interviews, statistic etc. I use secondary data analysis to reconstruct and
reinterpretation the data that have been collected. And then, I was collecting data from
interview with Indonesian Linux Movement Foundation board, BlankOn Developer
Team, and mailing list archive for some themes.
I found some interesting things. First one is utilizing non paid advertising
media. Second, the marketer keeps rely on public relations and publicity. Its using
social marketing communications media such as BlankOn community. Although
based on social marketing, this research found the application of market centric
method which is based on commercial marketing. However, some problems still
contains within BlankOn social marketing communication development. Marketer
hasnt put courage on targeting the selective audience to communicate with
proprietary software user. The marketer has been playing safe to aim the GNU/Linux
user rather than proprietary software audience.

Keyword: Free and Open Source Software, Social Marketing Communications,


GNU/Linux Operating System.

xvi

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Microsoft Windows merupakan sistem operasi yang paling populer di dunia,
setidaknya untuk pengguna komputer desktop1 (Thomas, 2009: xi). Karena sangat
populer maka tidak banyak orang yang mengetahui keberadaan sistem operasi lain
seperti FreeBSD, UNIX, MINIX, OS/2, NetWare, AIX, Solaris dan Linux. Sistem
operasi adalah program yang mengelola seluruh sumberdaya pada sistem komputer
dan menyediakan sekumpulan layanan (sistem calls) ke pemakai sehingga
memudahkan penggunaan serta pemanfaatan sumberdaya sistem komputer tersebut.
Fungsi sistem operasi ialah (1) mengontrol dan memonitor aktivitas sistem
(manajemen proses); (2) mengalokasikan dan menandai sumberdaya sistem
(manajemen memori); (3) menjalankan operasi (manajemen Input/Output); (4) User
Interface (Mulyanto, 2008: 54-56). Pesatnya perkembangan sistem operasi
GNU/Linux2 di seluruh dunia telah menggerogoti keperkasaan Microsoft Windows
(tekno.kompas.com,

2009:

http://tekno.kompas.com/read/xml/2009/08/05/10513588/

Untuk.Pertama.Kalinya..Microsoft.Akui.Linux.Sebagai.Pesaing).

GNU/Linux awalnya merupakan sistem operasi yang handal sebagai server3,


namun sekarang banyak digunakan pada komputer desktop. Program berbasis
Perangkat Lunak Bebas dan Terbuka (selanjutnya disebut Free and Open Source
Software4) seperti Mozilla tumbuh semakin populer, menggantikan proprietary
software5 (Perens, 2000: http://oreilly.com/catalog/opensources/book/perens.html).
Implementasi gerakan Free and Open Source Software (FOSS) telah
merambah keseluruh belahan dunia. Tahun 2003, Taipe membentuk Open Source
Software Application Consulting Center (OSSACC) (Huang, 2007: 6). Di Singapura
terdapat kelompok mempromosilan Linux dan OSS seperti Linux Users Group of
Singapore (LUGS) dan Singapore Open Source Alliance (SOSA) (Chew, 2007: 4). Di
1

Salah satu model kemasan komputer yang sengaja dirancang untuk ditempatkan di atas meja kerja.
Sistem operasi yang dikembangkan secara bersama oleh komunitas diseluruh dunia.
3
Komputer di Internet atau di jaringan lainnya yang menyimpan file dan membuat file tersebut
tersedia untuk diambil jika dibutuhkan.
4
Gerakan yang dimotori oleh Stallman (4 Freedoms) dan Raymond (10 Open Source Definitions).
5
Konsep perangkat lunak berpemilik dimana pengguna diharuskan menyetujui lisensi untuk tidak
menyebarkan software dan membatasi pemakaian dengan tidak menyediakan kode sumbernya.
2

Afrika Selatan, terdapat proyek African Virtual Open Initiatives and Resources
(AVOIR) yang bertujuan memastikan konsep ekologi mampu mengembangkan sistem
FOSS demi pembangunan ekonomi Afrika (Hoe, 2006: 20). Hal ini menunjukkan
FOSS dan model pengembangannya menarik perhatian negara berkembang untuk
menjadikannya sebagai solusi meningkatkan infrastruktur IT. FOSS memberi
kesempatan mendapat software6 berkualitas dengan biaya rendah sekaligus
menghargai HAKI (Escher, 2004: 11). FOSS punya nilai politik penting melawan
monopoli, kapitalisme dan pembajakan software.
Pada 2008, tingkat pembajakan software di seluruh dunia naik selama dua
tahun berturut-turut dari 38% menjadi 41%. Negara dengan tingkat pembajakan
software tertinggi adalah Georgia (95%), Bangladesh (92%), Armenia (92%) dan
Zimbabwe (92%). Persoalan lainnya adalah besarnya jumlah kerugian finansial bagi
industri software global dari pembajakan software PC tumbuh sebesar 11% menjadi
$53 miliar. Hal ini pulalah yang terjadi di Indonesia. Setelah dua tahun mengalami
penurunan, tingkat pembajakan software PC di Indonesia naik 1 poin menjadi 85%
dan menempati peringkat 12 dunia negara dengan kasus pembajakan software terbesar
pada tahun 2008 (Business Software Alliance, 2009: 1-6).
Semenjak pengesahan UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Linux
menjadi sistem operasi yang banyak dipakai di Indonesia. Bagi organisasi berbadan
hukum serta individu, menggunakan sistem operasi Microsoft Windows secara ilegal
tentu dapat dituntut. Namun mengingat harga sistem operasi keluaran Microsoft
tersebut terlalu tinggi, sehingga banyak beredar produk Windows bajakan. Pada 30
Juni 2004, Indonesia mencanangkan program Indonesia Go Open Source!.
Semenjak inilah perkembangan Linux di Indonesia semakin pesat.
Beberapa produk Linux dikembangkan oleh perusahaan komersil (RedHat)
(Kumar, Gordon & Srinivasan, 2009: 2) dan yang lainnya dibangun oleh Komunitas
Linux diseluruh dunia sebagai organisasi non-profit (Debian) (OMahony, 2005: 401).
Terdapat pula Linux Ubuntu yang menggabungkan kedua konsep tersebut, dalam
artian Linux Ubuntu dibangun perusahaan (Canonical.Ltd) dan mendapat dukungan
penuh dari komunitas Linux diseluruh dunia (Thomas, 2009: xiii). Indonesia
mengembangkan varian produk BlankOn yang merupakan turunan dari Linux Ubuntu
6

Software (perangkat lunak) adalah seluruh perintah yang digunakan untuk memproses informasi.

walaupun dimulai semenjak versi BlankOn 2.0 (Konde). BlankOn merupakan distro
Linux7 yang dibangun oleh Yayasan Penggerak Linux Indonesia (YPLI) bersama
Komunitas Ubuntu Indonesia secara terbuka dan gotong royong. Situs8 resmi untuk
BlankOn Linux adalah http://www.blankonlinux.or.id.
Pada dasarnya YPLI merupakan yayasan yang bersifat non-profit, sehingga
dalam pemasaran BlankOn memerlukan strategi altenatif. Kotler (1982) melalui
bukunya Marketing For Nonprofit Organization merangkum konsep social
marketing (pemasaran sosial). Kotler (1982: 490) merumuskan definisi pemasaran
sosial, social marketing is the design, implementation and control of program
seeking to increase the acceptability of a social idea or cause in a target group(s).
Berbagai perkembangan terhadap definisi ini muncul hingga melihat pemasaran sosial
sebagai wujud penggunaan marketing tools untuk mengubah perilaku.
YPLI kemudian menambahkan metode market-centric untuk mendukung
pemasaran sosialnya. Sebagai organisasi market-centered artinya YPLI berfokus pada
kebutuhan pasar yang lebih spesifik dan mengkoordinasi pada perencanaan serta
menghasilkan produk yang dibutuhkan pada tiap segmen dan mayoritas konsumen
(Kotler, 2000: 694). Untuk meraih pasar sistem operasi, maka keduanya tersebut harus
memperhatikan arus informasi antara produsen dengan konsumennya. Dengan
demikian organisasi memanfaatkan komunikasi pemasaran sosial.
Komunikasi pemasaran didefinisikan sebagai (1) proses memberikan
seperangkat stimuli yang terpadu kepada target pasar dengan tujuan menimbulkan
berbagai respon dari target pasar dan (2) membentuk saluran untuk menerima,
mengintepretasikan dan mengambil tindakan terhadap pesan yang datang dari pasar
dan mengidentifikasi peluang komunikasi yang baru (Stidsen & Schutte, 1972: 23).
Konsep tersebut kemudian diadopsi dalam pemasaran sosial hingga menjadi
komunikasi pemasaran sosial dimana produknya berupa ide sosial dan perilaku.
Microsoft selama ini mendominasi pasar software hingga >90% tiap tahunnya.
Hal tersebut mengundang reaksi keras dari berbagai pihak termasuk industri FOSS. Di
sini nampak persaingan ekonomi-politik antara 2 industri software, proprietary dan
Software dapat termasuk program atau prosedur.
7
Singkatan dari distribution yaitu kumpulan dari perangkat sistem operasi Linux dan beberapa
software Open Source (dan close source) yang dipaket dan disebarkan bersama-sama.
8
Sebuah komputer yang terhubung oleh Internet, dan menyajikan informasi atau layanan, seperti
newsgroups, e-mail, atau halaman web.

FOSS. Untuk melihat peta persaingan pasar software tersebut, peneliti menganalisa
pengembangan komunikasi pemasaran sosial yang dilakukan YPLI untuk menghadapi
monopoli pasar sistem operasi oleh Microsoft. Diharapkan penelitian ini memberikan
kontribusi signifikan terhadap kajian ilmu komunikasi khususnya komunikasi
pemasaran sosial dan perkembangan industri FOSS di Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana pengembangan komunikasi pemasaran sosial produk perangkat
lunak bebas dan terbuka BlankOn Linux yang dilakukan oleh Yayasan Penggerak
Linux Indonesia?

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui pengembangan komunikasi pemasaran sosial produk perangkat
lunak bebas dan terbuka BlankOn Linux yang dilakukan oleh Yayasan
Penggerak Linux Indonesia.
2. Mengetahui penerapan organisasi market centric dalam pemasaran sosial
BlankOn Linux.

D. KERANGKA PEMIKIRAN
1. Perekonomian Free and Open Source Software Melawan Proprietary Software
Kebanyakan software yang digunakan saat ini adalah proprietary, yang berarti
bahwa software tersebut merupakan hak milik (property) dari perusahan atau orang
tertentu. Jika ingin menggunakan software tersebut harus membayar dan hanya
mendapat software dalam bentuk binary9 (executeable) yang membuat komputer bisa
menggunakannya. Konsekuensinya ialah pengguna tidak mampu melihat source
code10 untuk modifikasi sesuai kebutuhan. Mengutip definisi source code dari Berry:
Source code is text in a certain programming language for the operation
and control of computers. The code is built on a highly abstracted
language with a formalized syntax and English words. In combination with
symbols and punctuation, structured syntactical programs are written
made up of statements, loops and conditionals. For a computer to execute
this program, the source code has to be translated by a compiler into
executable binary code. In comparison to the source code, this binary code
is nearly impossible to understand. (Nieuwenhof, 2008: 1)
9

Sistem penomoran yang digunakan komputer, hanya terdiri dari dua digit, yaitu 1 dan 0.
Teks yang ditulis dengan bahasa komputer untuk mendeskripsikan perintah yg dilakukan program.

10

Berdasar pernyataan Stallman, pengguna software kehilangan kemampuan


untuk mengubah dan berbagi software. Lebih jauh lagi, Stallman melihat industri
proprietary software sebagai antisosial (Gay, 2002: 18). Untuk menghadapi keadaan
yang dibentuk oleh proprietary software maka Stallman mengembangkan free
operating system yang disebut GNU11. Tujuan GNU ialah memberikan pengguna
kebebasan untuk menyalin, membaca dan mengembangkan source code. Untuk
mewujudkan tujuan tersebut, Stallman dan Free Software Foundation (FSF) butuh
mendistribusikannya dalam konsep tertentu serta kondisi yang mencegah GNU
software diubah menjadi proprietary software. Stallman menggunakan metode
Copyleft12 yang merupakan improvisasi dari konsep Copyright13.
Mengutip

pernyataan

Valloppillil

(1998:

http://catb.org/%7Eesr/halloween/halloween1.html) Free and Open Source Software

(FOSS) is software in which both source and binaries are distributed or accessible for
a given product, usually for free (bebas). FOSS sering disalahartikan sebagai
shareware14 atau freeware15, padahal terdapat perbedaan signifikan dalam model
lisensi dan proses produknya. Shareware bukanlah Free software bahkan bukan semifree. Pada sebagian besar shareware, source code tidak tersedia dan tidak hadir
dengan ijin untuk menyalin dan memasangnya (install) tanpa biaya lisensi. Termasuk
bagi individu yang terikat pada aktifitas non-profit. Freeware maupun shareware jauh
lebih dekat dengan konsep industri proprietary software dibanding FOSS.
Free and Open Source Software pada dasarnya merupakan program yang
didistribusikan bersama dengan source code-nya dan hak berupa kebebasan untuk
memodifikasi, menggunakan dan menyebarluaskan. Dalam beberapa tahun, respon
terhadap proyek FOSS menjadi luar biasa hingga mengancam vendor besar seperti
Microsoft dalam industri server namun sekarang masuk kedalam pasar komputer
desktop. Bagi orang kebanyakan, dengan melihat fenomena FOSS sulit untuk percaya
11

Baca Guh-New, merupakan akronim dari GNUs Not Unix. Program komputer yang dikembangkan
Richard M. Stallman sebagai realisasi gerakan Free Software.
12
Metode yang digunakan Stallman untuk memastikan software tetap dapat diakses source code-nya,
dapat melakukan distribusi ulang, modifikasi dan hasilnya masih berupa Free Software.
13
Hukum Hak Cipta yang befungsi untuk memprivatisasi software.
14
Software yang hadir dengan ijin untuk mendistribusikan salinannya tetapi jika ingin
menggunakannya lebih lanjut harus membayar biaya lisensi.
15
Software yang paketnya dapat didistribusikan ulang tetapi tidak mengijinkan modifikasi maupun
tidak menyediakan source code.

mengapa fenomena ini dapat muncul. Dalam industri software, ambiguitas kata free
menyebabkan pebisnis memandang sebelah mata konsep Free Software. Mengutip
pernyataan Raymond,
If you walk in to an executive's office and say Free Software, you'll get
is something like: hmm, hmm, Free Software, must be cheap, shoddy,
worthless; Free associated with Free of charge, they thought they
couldn't make money or couldn't sell.. (Moore, 2002: 00:46:13)

Raymond kemudian mengembangkan konsep Open Source. Banyak yang


berkata bahwa pengembang Open Source telah dimanfaatkan untuk pekerjaannya.
Namun beberapa motif ekonomi dapat menjelaskan fenomena sistem perekonomian
FOSS.

Pendekatan

yang

diajukan

oleh

Green

(2002:

http://badtux.org/home/eric/editorial/economics.php) adalah (1) Money is not Economics

(pemasalahan bukan pada uang namun pada barang dan jasa); (2) Its about Markets
(permintaan dan penawaran dalam barang dan jasa); (3) Discursion into Gift
Economies (FOSS memberikan konsep selain penawaran ekonomi pasar bebas).
Perens (2005: http://perens.com/Articles/Economic.html) dan Hughes (2008: 3)
mengatakan terdapat 4 paradigma ekonomi dalam pengembangan software yaitu (1)
Retail; (2) In-House and Contract; (3). Efforts At Collaboration Without Open Source
Licensing; (4) Open Source. Dalam paradigma Open Source melibatkan berbagai
entitas (individu, company, institusi akademis dan lainnya) untuk mengembangkan
produk software. Software dibuka pada komunitas pengembang setelah mendapat
pondasi yang berguna.
Kelebihan dari paradigma ini adalah biaya untuk pengembangan minim serta
konsep open-source marketing. Hughes (2008: 3) melihat konsep pemasaran Open
Source dan saluran distribusi menggunakan dasar yang sama dengan pengembangan
Open Source. Tantangan terbesar dan alasan utama proyek Open Source gagal adalah
kurang mendapat perhatian dari perhatian customer dan community (Perens, 2005:
http://perens.com/Articles/Economic.html). Kesuksesan dan hidup proyek Open Source

tergantung pada komunitas (Hughes, 2008: 3).


Langkah pertama dan yang utama untuk memenangkan pertempuran melawan
proprietary software adalah dengan memperkenalkan konsep dan ide sosial yang
terkandung dalam gerakan FOSS. Umumnya produk FOSS tidak dijual secara
komersil sehingga pemasar perlu mengakomodir komponen pemasarannya kedalam
model pemasaran sosial. Dalam konsep pemasara sosial, pemasar (komunitas)
6

berperan sebagai agen sosial yang menawarkan ide sosial dan perubahan perilaku
kedalam tatanan masyarakat.
Pemasar tidak lantas mengabaikan peranan metode pemasaran komersil dalam
pemasaran sosialnya. Pemasar perlu mengembangkan pemasaran sosial yang
berbasiskan pada kebutuhan pasar. Pendekatan ini tidak dimaksudkan bahwa
pelanggan selalu benar. Tidak juga memaksudkan bahwa FOSS harus dibuat menjadi
idiot-tulen seperti Windows dengan memuat semua pekerjaan yang dipikirkan.
Sasaran, tujuan dan keseluruhan sikap pengembang FOSS harus mengetahui apa yang
dibutuhkan pelanggan (pengguna). Sasarannya adalah bagi para pelanggan, yaitu para
pengguna biasa, agar bisa menggunakan software tersebut untuk keperluan bisnis,
kehidupan, pendidikan dan apapun.
2. Ruang Lingkup Pemasaran Sosial
Nasution (1988: 169) mengatakan pemasaran yang diterapkan dalam bidang
sosial disebut sebagai social marketing (pemasaran sosial), dimana merupakan suatu
cara yang didesain untuk memotivasi masyarakat agar dapat mengubah perilaku (yang
dianggap kurang menguntungkan bagi diri sendiri, masyarakat dan lingkungan)
menuju kehidupan yang lebih baik dengan tetap didasarkan pada penggunaan bauran
pemasaran. Pemasaran sosial pada dasarnya merupakan perpanjangan konsep
pemasaran, setidaknya dalam lingkup isu sosial. Kotler dan Levy (1969: 10)
mengatakan bahwa pemasaran merupakan aktivitas sosial yang persuasif sehingga
dapat digunakan selain pada organisasi komersial.
Wacana pemasaran sosial pertama kali diperkenalkan oleh Philip Kotler dan
Gerald Zaltman pada tahun 1971 untuk menjabarkan penggunaan prinsip dan teknik
pemasaran dan pengembangan kasus, ide atau perilaku sosial. Pertanyaan yang
mendasari pemasaran sosial seperti diungkapkan G. D. Wiebe (1952) adalah Why
you cant sell brotherhood like you sell soap ? (Kotler & Zaltman, 1971: 3; Rogers,
1983: 75). Pernyataan ini mengindikasikan bahwa penjualan komoditi seperti sabun
lebih efektif dibanding menjual perubahan sosial. Kotler & Zaltman mendefinisikan
pemasaran sosial sebagai berikut:

Social marketing is the design, implementation, and control of programs


calculated to influence the acceptability of social ideas and involving
considerations of product planning, pricing, communication, distribution,
and marketing research. (Kotler & Zaltman, 1971: 5)

Kotler dan Roberto (1989: 24) mendefinisikan pemasaran sosial sebagai,


as a program planning process that promotes the voluntary behavior of
target audiences by offering benefits they want, reducing barriers they are
concerned about, and using persuasion to motivate their participation in
program activity.

Dari definisi tersebut, terlihat perkembangan pemasaran sosial dimana


pemasar

menawarkan

perubahan

perilaku.

Pada

tahun

1994,

Andreasen

mengembangkan definisi tersebut. Andreasen mendefinisikan pemasaran sosial


sebagai,
the adaptation of commercial marketing technologies to programs
designed to influence the voluntary behaviour of target audience to improve
their personal welfare and that of the society of which are a part
(Andreasen, 1994: 110).

Definisi yang ditawarkan Andreasen membawa perubahan besar dalam konsep


pemasaran sosial. Andreasen melihat pemasaran sosial mentarget orang dengan
perilaku tidak baik, dengan maksud untuk mengubah perilaku tersebut, seperti
membuat perokok berhenti untuk merokok (Khan & Canny, 2008: 1).
Kemudian Kotler, Roberto & Lee (2002) menggabungkan kategorisasi
perilaku pada pemasaran sosial. Kotler (et.al, 2002: 5) menganggap pemasaran sosial
merupakan

penggunaan

prinsip-prinsip

dan

teknik-teknik

pemasaran

dalam

mempengaruhi target audience agar secara suka rela menerima (accept), menolak
(reject), mengubah (modify) dan meninggalkan (abandon) sebuah perilaku demi
keuntungan individu, kelompok serta masyarakat sebagai sebuah kesatuan. Pemasaran
sosial berusaha untuk mempengaruhi orang untuk meninggalkan perilaku yang
mencandu (berhenti merokok), untuk melawan tekanan pasangan (menunda hubungan
sex) dan mengadopsi perilaku yang baru (berolahraga setiap hari) bahkan menerima
pengalaman yang tidak menyenangkan (memeriksa payudara ataupun darah) (Knibbs
& Knibbs, 2008: 1).
Seperti pemasaran komersial, pemasaran sosial juga mengadopsi customer
orientation serta menggunakan integrasi analisis pasar, segmentasi dan strategi bauran
8

pemasaran. Pemasaran sosial melibatkan penggunakan prinsip pemasaran dalam


desain dan implementasi program untuk mempromosikan keuntungan sosial dalam
perubahan perilaku. Pada tahap mendasar, pemasaran merupakan seperangkat metode
untuk

meningkatkan

pengertian

target

audience sehingga praktisi

mampu

mengembangkan intervesi untuk diresonansikan dengan perilaku yang diharapkan


dalam

perubahan

dan

ditujukan

pada

audience

http://www.cdc.gov/pcd/issues/2005/apr/04_0139.htm).

(Franks

Namun

Kotler

et.al.

2005:

menegaskan

beberapa perbedaan penting antara pemasaran sosial dengan pemasaran komersil.


Tabel 1.1 Perbedaan Pemasaran Sosial dan Pemasaran Komersil (Kotler, et.al. 2002: 10)

Kriteria

Social marketing

Commercial Marketing

Produk

Perubahan Perilaku

Barang dan jasa

Tujuan

Peningkatan individu atau sosial

Peningkatan finansial

Kelompok/individu yang dipandang


memiliki permasalahan secara sosial
Perilaku sebelumnya ataupun perilaku
lain yang lebih disukai. Serta perasaan
akan keuntungan perilaku tersebut

Kelompok/individu yang mampu


meningkatkan penjualan produk
Diidentifikasi sebagai organisasi
lain
yang
menawarkan
barang/jasa sama

Segmentasi
Kompetitor

Perubahan perilaku dalam pemasaran sosial dapat dikatakan sebagai hasil


pertukaran antara pemasar yang menawarkan keuntungan dan biaya minimal dengan
konsumen yang mendapat imbalan atas persetujuan atau kerjasama aktif. Pemasaran
sosial merupakan bagian dari konsep pemasaran yang berhubungan dengan penciptaan
pertukaran dalam hubungan sosial. Pemasar dapat membuat kontribusi terhadap area
lain yang mengandung pertukaran sosial melalui penerapan teori dan teknik untuk
mengetahui dan mengontrol transaksi. Mengutip pendapat Bagozzi (1975: 38) social
marketing involve the symbolic transfer of both tangible and intangible entities, and
they invoke various media to influence such exchanges.
Proses pertukaran yang terjadi tentu bukan merupakan proses jual beli namun
lebih pada difusi inovasi. Rogers (1983: 11) mengatakan bahwa difusi inovasi adalah
proses dimana gagasan atau barang yang dianggap baru oleh individu atau unit adopsi
lain yang dikomunikasikan melalui suatu saluran dan tersebar dalam suatu sistem
sosial. Tidak menjadi soal, sejauh dihubungkan dengan tingkah laku manusia, apakah

ide tersebut betul-betul baru atau tidak jika diukur dengan selang waktu sejak
digunakannya atau diketemukannya pertama kali.
Dalam pendekatan pemasaran sosial, sasaran difusi inovasi ialah menyebarkan
keuntungan sosial dari gagasan yang tidak dapat dijual melalui pemasaran komersil.
Aplikasi utama dari pemasaran sosial ialah untuk mengubah perilaku kearah yang
diharapkan oleh individu yang terlibat namun tampak terhalangi oleh berbagai sebab
(Rogers, 1983: 75). Fox dan Kotler menyimpulkan the most social marketing will be
more formidable than the typical marketing problem facing commercial marketers.
(Rogers, 1983: 76). Untuk memecahkan masalah tersebut pemasar perlu melakukan
perencanaan dan analisa seksama terhadap tiap elemen pemasaran yang dimilikinya.
Perencanaan pemasaran sosial dapat dilakukan dengan pemilihan segmen dan
penetapan sasaran serta kompetitor pemasaran sosial. Dalam prinsip pemasaran sosial,
segmen merupakan audience that devided into smaller group who might require
unique and similar strategy in order to change behavior (Kotler, et.al, 2002: 116).
Oleh Kotler tahapan menentukan target audience adalah (1) Segmentasi pasar
(identitas dan profil segmen); (2) Market targeting (mengukur ketertarikan segmen &
memilih target); dan (3) market positioning (mengembangkan positioning dan
marketing mix untuk tiap segmen) (Kotler, Armstrong, Saunders & Wong, 1999: 379).
Kriteria segmentasi bergantung pada dasar pemasaran yang dipakai. Dalam
pemasaran barang konsumsi, sebaiknya menggunakan variabel demografi dan sosioekonomi sederhana, personalitas dan gaya hidup atau kondisi yang spesifik (seperti
intensitas, brand loyalty dan sikap) sebagai dasar segmentasi. Dalam pemasaran
industrial, segmentasi diperoleh dari pembentukan segmen pengguna akhir, segmen
produk, segmen geografis, segmen faktor pelanggan dan segmen besarnya pelanggan
(Jain, 2000: 120). Sedangkan target segmen pemasaran sosial dilakukan melalui 2 tipe
yaitu (1) variabel tradisional dan (2) transtheorical model (Kotler,et.al, 2002: 117).
Variabel tradisional menggunakan pendekatan segmen yang biasa digunakan
dalam pemasaran komersil. Target segmen pada pemasaran diklasifikasikan berdasar
geografis, demografis, (usia, gender), psikografis, (perilaku, sikap, penggunaan dan
respon). Kotler & Armstong (1999: 186-194) menjelaskan sebagai berikut:

Segmentasi Geografis; membagi segmen pasar secara geografis artinya


pengelompokan konsumennya didasarkan atas negara, daerah, kota, wilayah,
iklim, kepadatan penduduk dan sistem geografis lainnya.
10

Segmentasi Demografi; segmentasi berdasarkan demografi adalah berkaitan


dengan masalah demografis kependudukan. Segmentasi yang dapat dilakukan
antara lain umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, ras dan kebangsaan.

Segmentasi Psikografis; dalam hal ini segmentasi pasar yang digunakan adalah
berdasar atas ciri-ciri kepribadiannya. Segmentasinya dapat berdasar gaya
hidup, kepribadian, perilaku.

Dalam konsep pemasaran komersil, Drucker mengatakan tujuan pemasaran


adalah mengetahui dan memahami para pelanggan dengan baik sehingga produk atau
jasa yang dihasilkan organisasi cocok dengan mereka (Ngadiman, 2008: 28). Selain
hal itu, Tjiptono (1997: 75) membagi tujuan pemasaran berdasar Product Life Circle
(PLC) dalam beberapa tahapan yaitu (1) Introducing (menciptakan product awareness
dan trial); (2) Grow (memaksimumkan pangsa pasar); (3) Maturity (mempertahankan
pangsa pasar); (4) Decline (mengurangi biaya). Dalam konsep pemasaran sosial,
pemasar menentukan tujuan perilaku yang ingin dilakukan oleh audience sasaran
termasuk apa yang harus mereka ketahui dan percaya untuk menciptakan perubahan
perilaku. Tujuan dalam pemasaran sosial harus ditargetkan secara spesifik dan
realistik. Hal ini digunakan untuk mengevaluasi efek dari pemasaran sosial sehingga
dapat diukur secara nyata.
Dalam pemasaran sosial, sasaran pemasaran dapat diklasifikasikan menjadi 3
elemen yaitu (Kotler, et.al, 2002: 143-148):

Behavior objective; Dalam pemasaran sosial, pemasar harus memiliki rencana


dan desain sasaran perilaku yang ingin dilakukan oleh target audiencenya.
Contoh: berhenti merokok, donorkan darah, gunakan produk FOSS.

Knowledge objective; Mengarah kepada data statistik, fakta dan informasi


lainnya yang mampu membuat target audience termotivasi. Biasanya
informasi tersebut merupakan informasi sederhana bagi audience namun tidak
diketahui. Contoh: prosentase wanita yang terkena kanker payudara, kelebihan
produk FOSS dibanding proprietary software.

Belief objective; Sasaran ini berhubungan dengan sikap, pendapat, perasaan


dan nilai yang dimiliki oleh target. Target memiliki kepercayaan sebelumnya
yang harus dirubah ataupun anggapan ada yang hilang saat tidak melakukan

11

tindakan itu. Contoh: dengan meningkatkan aktifikas maka membuat mudah


tidur, cek kesehatan secara rutin, FOSS merupakan produk yang reliable.

Mengacu pada definisi Andreasen (1994: 110) dan Kotler (et.al, 2002: 5)
terlihat bahwa pemasaran sosial menggunakan metode pemasaran komersil untuk
mempromosikan perilaku sosial. Menggunakan riset yang untuk memahami target
audience (kelompok orang yang menjadi sasaran program), program pemasaran sosial
juga mengambil konsep produk (perilaku yang diadopsi, misal minum susu rendah
lemak), harga (biaya untuk adopsi perilaku), tempat (mempermudah akses dalam
adopsi perilaku) serta melakukan promosi (merancang pesan dan memilih media
untuk mengkomunikasikan pesan).

1. Product
Produk pemasaran biasanya dibayangkan sebagai sesuatu yang nyata, dimana
merupakan barang fisik yang dapat dipertukarkan pada target pasar melalui harga dan
dapat dimanipulasi melalui beberapa karakteristik seperti kemasan, nama, atribut fisik,
positioning (MacFadyen et.al, 1999: 5). Bahkan konsep pemasaran memperluas
konsep produk tidak hanya sebagai barang fisik, pemasar memformulasikan strategi
produk menjadi less tangible seperti layanan. Mengutip pendapat Kotler (2000:6)
Product is any offering that can satisfy a need or want, such as one
of the 10 basic offerings of goods, services, experiences, events,
persons, places, properties, organizations, information, and ideas
Dalam pemasaran sosial konsep produk jauh lebih luas dari sekedar benda
nyata, namun hingga ide dan perubahan perilaku. Kotler (et.al, 2002: 195)
mengatakan bahwa dalam pemasaran sosial, product is what we are selling, the
desire behaviour and the associated benefits of that behavior. Terdapat 5 jenis
produk dalam pemasaran sosial yaitu (1) Ide (kepercayaan, sikap dan nilai);
(MacFadyen, et.al, 1999: 6) (2) Perilaku (tindakan tunggal dan berkelanjutan); (3)
objek nyata (barang fisik); (4) layanan dan (5) Keuntungan (Kotler, et.al, 2002: 195).
Mengutip pernyataan Kotler (2000: 141) Dont just sell a product, sell an
experience. Bahwa pemasar tidak hanya menjual perilaku semata, namun juga
dapat menawarkan pengalaman, gaya hidup, membawanya pada suatu komunitas,

12

serta bantuan dalam memperoleh maupun menggunakan produknya. Hal tersebut


merupakan total product yang dapat ditawarkan pada target audience.
Dalam teori pemasaran tradisional dikenal 3 level dari produk: core products,
actual products dan augmented products (Kotler, Armstrong, Saunders & Wong,
1999: 562). Konsep ini membantu social marketer dalam membuat konsep dan
mendesain strategi produk. Banyak program pemasaran sosial yang sukses karena
mengintegrasikan objek yang nyata, pelayanan serta alat yang membantu atau
memfasilitasi perubahan perilaku. Penjelasan ketiga konsep tersebut (Kotler, et.al,
2002: 195-198):
a. Core Product; Core product merupakan pusat dari strategi produk yang
menjawab pertanyaan, Dalam hal apa pelanggan membeli produk ?, Apa
keuntungan yang akan mereka peroleh ?, Kebutuhan apa yang akan
memuaskan perilaku yang diharapkan? dan Masalah apa yang dapat
diselesaikan ? Core product bukan berupa perilaku yang menjadi tujuan
ataupun objek nyata (tangible object) dan servis yang dipromosikan. Namun
berupa keuntungan yang didapat ketika audience menjalankan perilaku.
Commercial dan social marketers paham bahwa mereka butuh konsumer
untuk tertarik pada core products dan mengiklankan keuntungan produk
tersebut (Sorell, 2005: 41). Mengutip pernyataan Roman & Maas dalam Kotler
(et.al, 2002: 259), People dont buy product. They buy expectation of
benefit.
b. Actual Product; Pada actual product, yang ditawarkan adalah perubahan
perilaku yang dipromosikan. Hal ini dibutuhkan untuk mendapatkan
keuntungan yang ditawarkan oleh core product. Komponen lain dapat meliputi
brand name yang dikembangkan untuk perilaku, organisasi sponsor dan
persetujuan lain.
c. Augmented Product; Pada level ini meliputi setiap objek nyata (barang) dan
layanan yang dipromosikan bersamaan dengan perilaku adopsi untuk
mempermudah melakukannya. Walaupun penggunaan barang dan layanan
tersebut bersifat optional, namun merupakan hal yang dibutuhkan untuk
memperkuat dan mempertahankan perilaku. Hal tersebut memberikan
kesempatan pemasaran sosial untuk menciptakan lebih banyak perhatian,
ketertarikan dan ingatan bagi target audience. Sorell (2005: 41) mengatakan
13

pada beberapa pemasaran sosial, augmented products digunakan untuk


menghilangkan hambatan fisik pada perilaku.

Augmented Product
Objek nyata dan layanan untuk
mendukung perubahan perilaku

Actual Product
Perilaku yang diharapkan

Core Product
Keuntungan dari
perilaku

Gambar 1.1 Tiga Level Produk Pemasaran Sosial (Caisey, 2007: 5)

2. Price
Setelah actual product dan augmented product ditetapkan, pemasar harus
mengetahui biaya yang diperlukan agar konsumen membayar produk tersebut. Dapat
berarti biaya sebenarnya untuk membeli augmented product atau mengarah pada
waktu dan tenaga untuk membuat perubahan. Kotler (et.al, 2002: 217) mengatakan
bahwa harga dalam produk pemasaran sosial adalah biaya yang harus dikeluarkan
oleh target audience untuk mengadopsi perilaku yang baru. Definisi tersebut tidak
berbeda jauh dengan definisi harga pada pemasaran komersil dimana harga
merupakan sejumlah uang yang dibayar untuk produk dan layanan, atau sejumlah nilai
yang harus ditukarkan konsumen untuk keuntungan memiliki atau menggunakan
produk dan layanan (Kotler, et.al, 1999: 681).
Kotler dalam Neel (2004: 21) melihat biaya dalam pemasaran sosial dapat
berupa monetar ataupun non-moneter. Biaya moneter biasanya dipakai untuk
mendapatkan augmented product dalam mengadopsi perilaku yang baru. Sedangkan
biaya non-moneter merupakan biaya yang tidak nampak tapi terasa nyata bagi target
audience. Biaya ini temasuk waktu, upaya, tenaga untuk menjalankan perilaku dapat
pula berupa resiko serta ketidaknyamanan psikologis yang mungkin dialami. Tujuan
harga pada pemasaran sosial dapat dijelaskan melalui exchange theory. Dimana Kotler
& Andreasen mengatakan apa yang didapatkan target audience akan sama besar atau
lebih besar dibanding apa yang mereka berikan (Kotler, et.al, 2002: 217). Pertukaran
14

dapat terjadi pada beberapa level: orang dapat diancam untuk pertukaran, mereka
dapat dibujuk untuk pertukan, dapat diperintahkan untuk pertukaran atau mereka
dapat memilih pertukaran secara suka rela (Lefebvre & Flora, 1988: 303).

3. Place
Dalam pemasaran komersil, tempat dideskripsikan sebagai saluran distribusi
(Swastha, 1981: 190). Dalam konsep pemasaran komersil, Kotler mengatakan the
marketer uses distribution channels to display or deliver the physical product or
service(s) to the buyer or user (Kotler, 2000: 8). Ngadiman (2008: 303)
mendefinisikan distribusi sebagai kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar
dan mempermudah penyampaian barang dan jasa (augmented product) dari produsen
kepada konsumen, sehingga penggunaannya sesuai dengan yang diperlukan (jenis,
jumlah, harga, tempat, dan saat dibutuhkan). Sorell (2005: 43) mengatakan dalam
pemasaran sosial tempat biasanya mengacu pada lokasi dimana perilaku yang baru
dapat dilakukan serta dimana mereka bisa mendapatkan augmented product.
Kotler (et.al, 2002: 244-253) memberikan beberapa strategi tempat yang dapat
digunakan dalam pemasaran sosial yaitu melalui (1) mendekatkan lokasi distribusi: (2)
memperpanjang waktu layanan; (3) membuat lokasi lebih menarik; (4) gunakan
tempat publik; (5) buat perilaku adopsi lebih baik dibanding perilaku kompetitor.
Proses distribusi merupakan aktivitas pemasaran yang mampu (Ngadiman, 2008: 303;
Coughlan & Stern dalam Kotler, et.al, 2002: 252-253):

Menciptakan nilai tambah produk melalui fungsi-fungsi pemasaran yang dapat


merealisasikan kegunaan/utilitas bentuk, tempat, waktu, dan kepemilikan.

Memperlancar arus saluran pemasaran (marketing channel flow) secara fisik


dan non-fisik. Yang dimaksud dengan arus pemasaran adalah aliran kegiatan di
antara lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran.

Memberikan kepuasan bagi pengguna akhir dimana pemilihan saluran


distribusi harus difokuskan pada setiap segmen pasar.

Memberikan kontribusi terhadap positioning produk dan image organisasi


bersama fitur produk, harga dan promosi.

Memberikan nilai efektif terhadap core product.

15

4. Promotion
Swastha (1981: 237) mengatakan bahwa promosi merupakan arus informasi
atau persuasi satu arah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasi
kepada tindakan yang menciptakan pertukaran dalam pemasaran. Karena promosi
merupakan kegiatan pemasaran yang mudah terlihat, elemen ini seringkali dianggap
sebagai seluruh bagian dalam pemasaran padahal hanya merupakan satu bagian dalam
pemasaran

(Swastha,

1981:

234;

Weinreich,

2006:

http://www.social-

marketing.com/Whatis.html). Pengembangan strategi promosi terdiri 2 elemen penting

yaitu: menciptakan pesan dan memilih saluran media (Kotler; et.al, 2002: 264)
a. Menciptakan Pesan
Siegen & Doner (dalam Kotler, et.al, 2002: 264) mendeskripsikan
menciptakan pesan sebagai
a complex art. The final message a target audience member receives is a
commbination of communication strategy, how the message is executed in
the materials, and how it is processed by the sender.

Idealnya, pesan itu harus menarik perhatian (Attention), mempertahankan


ketertarikan (Interest) membangkitkan keinginan (Desire), dan menggerakkan
tindakan (Action) (AIDA) (Ngadiman, 2008: 359). Beberapa elemen yang
diperhatikan oleh pemasar untuk menciptakan pesan yang efektif yaitu (Kotler, et.al,
2002: 266):

Pesan Kunci; merupakan pernyataan singkat yang menjadi kesimpulan dari


seluruh pesan dan bukan berupa slogan, tagline ataupun headline.

Target audience; komunikator pemasaran harus mulai dengan pikiran yang


jelas

tentang

audiens

sasarannya.

Biasanya

target

audience

dapat

diklasifikasikan berdasar profil geografis, demografis dan psikografis. Hal ini


juga

membantu

menyimpulkan

pengetahuan

audience

sebelumnya,

kepercayaan dan perilaku potensial serta melihat tahapan perubahan audience.

Tujuan komunikasi; menunjukan apa yang pemasar ingin audience untuk


ketahui, percaya dan lakukan berdasar komunikasi yang dilakukan.

Keuntungan yang dijanjikan: kuncinya adalah audience mampu mendapatkan


keuntungan (sebagai core products) ketika mengembangkan perilaku yang
diharapkan (actual products dan augmented products).

16

Openings; pada dasarnya merupakan cara untuk memilih dan merencanakan


saluran media. Siegel & Doner (dalam Kotler, et.al, 2002: 266) menjelaskan
openings as the times, place and situation when the audience will be most
attentive to, and able to act on, the message.

Positioning; Menanamkan citra produk. Tentang apa yang audience pikirkan


dan rasakan ketika menjalankan perilaku yang diharapkan (actual products).
b. Menerapkan Bauran Promosi
Berkat terobosan teknologi, orang-orang dapat berkomunikasi melalui media

tradisional (koran, pers, radio, telepon, televisi) dan juga bentuk media yang lebih
baru (komputer, mesin faks, telepon genggam, dan pager). Perkembangan teknologi
baru tersebut menurunkan biaya telekomunikasi sehingga semakin banyak organisasi
beralih dari komunikasi massal ke komunikasi yang lebih terarah dan dialog satusatu. Marshall McLuhan menyatakan bahwa Media itulah pesannya, artinya media
komunikasi yang dipakai mempengaruhi isi pesan. Untuk mewujudkan komunikasi
melalui media, organisasi dapat menggunakan bauran komunikasi pemasaran (juga
disebut dengan bauran promosi) terdiri dari lima cara berkomunikasi utama:
a) Periklanan; Iklan merupakan salah satu bentuk promosi yang paling
banyak digunakan perusahaan dalam mempromosikan produknya. Iklan
merupakan bentuk penyajian nonpersonal dan promosi ide, barang atau jasa
yang dibayar oleh sponsor tertentu. Iklan adalah bentuk komunikasi tidak
langsung, yang didasari pada informasi tentang keunggulan atau keuntungan
suatu produk, yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa
menyenangkan yang akan mengubah pikiran seseorang untuk melakukan
perubahan perilaku dalam pemasaran sosial.
b) Hubungan masyarakat dan publisitas; Publisitas adalah bentuk penyajian
dan penyebaran ide, barang dan jasa secara non personal, yang mana orang
atau organisasi yang diuntungkan tidak membayar untuk itu. Publisitas
merupakan pemanfaatan nilai-nilai berita yang terkandung dalam suatu produk
untuk membentuk citra produk yang bersangkutan. Dibandingkan dengan
iklan, publisitas mempunyai kredibilitas yang lebih baik, karena pembenaran
dilakukan oleh pihak lain selain pemilik iklan.
Public relations merupakan upaya komunikasi menyeluruh dari suatu
organisasi untuk mempengaruhi persepsi, opini, keyakinan, dan sikap berbagai
17

kelompok terhadap organisasi tersebut. Kelompok-kelompok tersebut bisa


terdiri atas karyawan dan keluarganya, pemegang saham, pelanggan,
khalayak/orang-orang yang tinggal di sekitar organisasi, pemasok perantara,
pemerintah, serta media massa. Contoh publik relations ialah Press Relations,
Product Publicity, Coorporate Communication, Lobby, Counseling.
c) Promosi Penjualan; Promosi penjualan merupakan berbagai insentif
jangka pendek untuk mendorong keinginan mencoba atau membeli suatu
produk. Promosi penjualan adalah bentuk persuasi langsung melalui
penggunaan berbagai

insentif yang dapat diatur untuk merangsang

menggunakan produk dengan segera. Tujuan dari promosi penjualan sangat


beraneka ragam. Melalui promosi ini, organisasi dapat menarik pengguna baru,
mempengaruhi target untuk mencoba perilaku, menyerang aktivitas promosi
pesaing, atau mengupayakan kerja sama erat dengan pihak lain. Contoh
promosi penggunaan ialah sample produk pendukung, point of purchase.
d) Personal Selling; Personal selling adalah komunikasi langsung antara
komunikator dan komunikan untuk memperkenalkan suatu produk kepada
calon pengguna dan membentuk pemahaman target terhadap produk sehingga
mereka kemudian mencoba.
e) Pemasaran langsung; Direct marketing adalah sistem pemasaran yang
bersifat interaktif, yang memanfaatkan satu atau beberapa media iklan untuk
menimbulkan respon yang terukur serta transaksi di sembarang lokasi. Dalam
direct marketing, komunikasi promosi ditujukan langsung kepada konsumen
individual, dengan tujuan agar pesan tersebut ditanggapi konsumen yang
bersangkutan, baik melalui telepon, pos atau datang ke tempat konsumen.

Saluran pemasaran terdiri atas integrasi penggunaan periklanan, public


relations, media advokasi, personal selling, media cetak (brosur, surat kabar, flyers),
promotional items (kaos, stickers, gantungan kunci), media populer (lagu, film,
komik). Riset diperlukan dalam menetapkan saluran yang paling efektif dan efisien
untuk mencapai target audience. Dapat juga mendapatkan publisitas program melalui
event media dan berita. Pemasar harus me-review dan mengkomparasikan antara
biaya, profil audience yang dicapai melalui media tersebut dengan kecocokan media
tujuan, pesan dan positioning dalam perubahan sosial.
18

DeLozier (1976: 166) menegaskan promotion mix is but one of several


activities in which companies engage to communicate their total product offering.
Setiap elemen dalam marketing mix harus dipertimbangkan dalam pengembangan
program karena merupakan inti dari upaya pemasaran sosial. Riset digunakan untuk
menguraikan dan mempertajam produk, harga, tempat, promosi dan keputusan yang
berhubungan dengannya. Selain konsep 4Ps yang digunakan dalam pemasaran
tradisional, pemasaran sosial memberikan tambahan beberapa bauran pemasaran
(marketing mix) yaitu Partisipation, Partnership, Policy dan Politic.

3. Komunikasi Pemasaran Sosial


DeLozier (1976: 273) memberikan tahapan lain dalam menyusun komunikasi
pemasaran yaitu (1) menilai peluang komunikasi pemasaran, (2) Menganalisa sumber
daya komunikasi pemasaran, (3) Menetapkan sasaran komunikasi pemasaran, (4)
Mengembangkan dan mengevaluasi strategi pemasaran alternatif, (5) Menetapkan
tugas komunikasi pemasaran spesifik. Strategi berbasis komunikasi pemasaran ini
menjauhkan organisasi dari rich-tactict but poor-strategies.
Dulu promosi dianggap sebagai satu-satunya elemen dari komunikasi
pemasaran. Seperti adanya lima cara berkomunikasi utama dimana DeLozier lebih
menyebutnya sebagai promotional mix: 1. Periklanan; 2. Promosi Penjualan; 3.
Hubungan Masyarakat; 4. Penjualan Pribadi; 5. Pemasaran Langsung. Sedangkan
pada pemasaran modern peran harga (price), produk (product) dan tempat (place)
merupakan bagian tak terpisahkan dari komunikasi pemasaran (DeLozier, 1976: 165).
Namun bagi Arens (2002: 18), komunikasi pemasaran mengarah kepada:
all the planned messages that companies and organizations create and
disseminate to support their marketing objectives and strategy. In addition to
advertising, major marketing communication tools include personal selling,
sales promotion, public relations and collateral materials

Keseluruhan instrumen yang diintegrasikan dalam komunikasi pemasaran


disebut sebagai Integrated Marketing Communication (Komunikasi Pemasaran
Terpadu). Arens (2002: 240) mendefinisikan Integrated Marketing Communication
(IMC) sebagai berikut:
Integrated Marketing Communication is the process of building and
reinforcing mutually profitable relationship with employees, customer, other
stakeholders, and general public by developing and coordinating a strategic

19

communications program that enables them to have a constructive encounter


with the company/brand through a variety of media or other contacs.

Menurut definisi American Association of Advertising Agencies (4As) IMC


merupakan suatu konsep perencanaan komunikasi pemasaran yang menyadari nilai
tambah dari suatu rencana komprehensif yang mengevaluasi peran strategis dari
berbagai disiplin komunikasi, misalnya, periklanan umum, tanggapan langsung,
promosi penjualan, dan hubungan masyarakat dan menggabungkan berbagai disiplin
ini untuk memberikan kejelasan, konsistensi, dan pengaruh komunikasi yang
maksimum melalui integrasi menyeluruh dari pesan-pesan yang berlainan. Sedangkan
Shimp mendefinisikan IMC sebagai
IMC is a communications process that entails the planning, creation,
integration, and implementation of diverse forms of marketing
communications (advertisements, sales promotion, publicity, event, etc.) that
are delivered over time to a brands targeted customer and prospects. The
goal of IMC is ultimately to influence or directly affect the behavior of the
targeted audience. IMC considers all touch points, or source contact, that a
customer/prospect has with the brand potential delivery channels for
messages and make use of all communications methods that are relevant
customers/prospects. IMC require that all of a brands communication
media deliver a consistent message. The IMC process further necessitates
that the customer/prospect is the starting point for determining the types of
messages and media that will serve best to inform, persuade and introduce
action (Shimp, 2010: 10)

Bersumber pada pernyataan diatas maka strategi komunikasi pemasaran


(Marketing Communication Strategy) merupakan suatu pernyataan bagaimana caranya
suatu merek atau lini produk akan mencapai tujuannya. Strategi memberikan
keputusan dan arahan sehubungan dengan variabel-variabel seperti segmentasi pasar,
identifikasi pasar sasaran, pemosisian (positioning), elemen bauran komunikasi
pemasaran, dan pengeluaran (McDonal & Keegan, 1999: 45). Secara sederhana
komunikasi pemasaran diartikan sebagai metode dan kebijakan organisasi untuk
mencapai sasaran pemasaran dan dinyatakan dalam komunikasi pemasaran.
Dalam bidang pemasaran sosial, konsep komunikasi pemasaran tersebut
diadopsi untuk mengkomunikasikan produk berupa ide dan perilaku. Konsep
komunikasi pemasaran komersi dapat diadopsi kedalam pemasaran sosial sehingga
menghasilkan

komunikasi

pemasaran

sosial.

Komunikasi

pemasaran

sosial

didefinisikan sebagai konsep perencanaan komunikasi pemasaran yang menyadari


nilai tambah dari suatu rencana komprehensif yang mengevaluasi peran strategis dari
20

berbagai disiplin komunikasi, misalnya, periklanan umum, tanggapan langsung,


promosi penjualan, dan hubungan masyarakat dan menggabungkan berbagai disiplin
ini untuk memberikan kejelasan, konsistensi, dan pengaruh komunikasi yang
maksimum melalui integrasi menyeluruh dari pesan-pesan yang berlainan untuk
menawarkan ide sosial ataupun mengubah perilaku audience secara sukarela.
Mengadopsi konsep pengembangan komunikasi pemasaran komersil oleh
Belch & Belch (204: 58), pemasar menggunakan konsep pengembangan program
perencanaan pemasaran, yang dilakukan setelah analisa strategi pemasaran dan
penetapan pasar terlaksana. Pengembangan tersebut mencakup pengembangan
produk, perencanaan harga, ditribusi serta komunikasi pemasaran terpadu.
Pengembangan selanjutnya dilakukan pada tiap elemen promosi seperti iklan, humas
& publisitas, penjualan personal, promosi penjualan dan penjualan langsung. Tiap
elemen memiliki keuntungan dan keterlibatan sendiri sehingga strategi komunikasi
pemasaran sosial harus dikembangkan untuk memaksimalkan elemen promosi
tersebut. Keputusan diambil, aktifitas dilakukan uintuk mengimplementasikan
program promosi. Prosedur yang ada harus dikembang untuk melakukan evaluasi dan
perubahan dari program tersebut. Perhatikan gambar berikut:
Gambar 1.2 The Marketing Communications Decision Making-Process

(Sumber: Shimp, 2010: 21)

21

1. Perencanaan Komunikasi Pemasaran Sosial


Perencanaan komunikasi pemasaran sosial berpijak pada keputusan pemasaran
yang terlebih dahulu disusun. Terdapat beberapa elemen penting dalam membuat
keputusan pemasaran yaitu Targeting, Positioning, Objectives dan Budgeting. Yang
dimaksud targeting adalah melihat secara dalam dan jeli tentang perilaku konsumen
yang menjadi sasarannya. Dalam tahapan ini, marketer mulai untuk menentukan
sasaran dari pemasaran melalui segmentasi. Jain (2000: 32) memandang setiap pasar
harus dipecah menjadi unit-unit kecil dan dibidik menggunakan produk yang unik
pada segmen yang ditentukan. Stokes (2009: 237) menyatakan bahwa segmentasi
merupakan filtering audience into distinct groups based on characteristics so as to
analyse them. Maksud dan tujuan segmentasi pasar ialah pasar lebih mudah
dibedakan, pelayanan kepada audience menjadi lebih baik, komunikasi pemasaran
sosial menjadi lebih mengarah. Segmentasi pasar dapat dibagi melalui beberapa
kriteria yaitu demografis, psikografis maupun geografis.
Mengutip pernyataan Shimp (2010: 22) bahwa A brands position represent
the key feature, benefit, or image that is stands for in the target audience collective
mind. Pemasar harus menentukan pernyataan positioning dari brand yang merupakan
ide sentral yang membingkai makna brand dan membedakan brand dari kategori
produk sejenis. Peter Drucker menyatakan tujuan pemasaran (Ngadiman, 2008: 28):
Tujuan pemasaran adalah mengetahui dan memahami para pelanggan
dengan baik sehingga produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan cocok
dengan mereka dan dapat terjual dengan sendirinya. Idealnya, pemasaran
harus menghasilkan pelanggan yang siap untuk membeli. Sehingga yang
tinggal hanyalah bagaimana membuat produk atau jasa tersebut tersedia

2. Implementasi Komunikasi Pemasaran Sosial


Setelah perencanaan komunikasi beserta stratgi dan taktiknya dirumuskan
maka langkah pengembangan berikut adalah implementasi program. Tahap ini adalah
tahap pelaksaan program komunikasi kepada target pasarnya. Dalam pelaksanaan
tentu bergantung pada dinamikan lingkungan pemasaran yang terjadi terutama pada
lingkungan pasar di mana target pasar berbeda. Implementasi program komunikasi
pemasaran sosial ialah bauran komunikasi pemasaran (Periklanan, Direct Marketing,
Internet Marketing, Sales Promotion, Humas & Publisitas dan penjualan personal),
menentukan tujuan program, menciptakan pesan komunikasi pemasaran sosial dan
memilih media. Tiap elemen dalam bauran komunikasi pemasaran diitegrasikan
22

dengan penentuan tujuan, pesan dan pemilihan media. Merujuk pada perangkat
komunikasi pemasaran oleh Kotler (2000: 272) maka implementasi program
komunikasi pemasaran sosial dapat dibagi sebagai berikut:
Gambar 1.3 Perangkat Komunikasi secara Umum

(Sumber: Kotler, 2000: 272)

3. Evaluasi Komunikasi Pemasaran Sosial


Mengevaluasi merupakan bagian dari perencanaan strategis, walaupun
pelaksanaan evaluasi baru dilakukan setelah implementasi dari pemasaran. Evaluasi
menghasilkan informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektifitas dan
implementasi rencana selanjutnya. Untuk menjaga pemasaran tetap berada dijalurnya,
dibutuhkan rencana untuk evaluasi saat pemasaran dilaksanakan. Evaluasi ini
termasuk bagaimana pemasar mengukur keberhasilan tujuan pemasaran melalui
survey ataupun metode lainnya. Evaluasi harus direncanakan sebelum pemasaran
dimulai sehingga keberhasilan dapat diukur melalui seperangkat variabel pengukur
sebelum, saat dan setelah pemasaran. Fungsi utama evaluasi pemasaran adalah
The first is that it allows the marketer to determine whether her campaign
was successful, which is something she needs to know if the campaign is to
continue or expand. The second purpose is to expand the knowledge base in
order to benefit future campaigns. (Sorell, 2005: 45; Papastamou, 2006: 13).

23

Sementara itu, Schiffman dan Kanuk menggunakan konsep pengembangan


untuk mengembangkan strategi komunikasi persuasif dengan beberapa metode
komunikasi khususnya iklan, merupakan bagian dari pesan komunikasi pemasaran
yang mempengaruhi perilaku audience (Schiffman & Kanuk, 2004: 306). Assael
(1995: 713) menggunakan konsep pengembangan pesan iklan sebagai 1 elemen
bauran promosi dalam proses komunikasi pemsaran. Pesan iklan dikembangkan
melalui lima langkah yang meliputi tujuan komunikasi oleh sumber komunikasi
(pemasar), pengkomunikasian produk yang bisa dilakukan melalui biro iklan,
penyaluran pesan ke target melalui media, eksposur pesan oleh target pasar (persepsi
dan intepretasi) dan terakhir adalah feedbaack/umpan balik pesan dari pasar.

4. Market Centric sebagai Pendukung Pemasaran Sosial


Penerapan organisasi market centric merupakan metode dimana organisasi
bergerak dengan didasarkan pada kebutuhan pasar. Mengutip pendapat Kotler :
becoming market centered means setting up an organization that will focus
on the needs of specific markets and coordinate the planning and providing of
the company products needed by each segment and major customer. (Kotler,
2000: 694)

Dalam konsep ini maka organisasi tidak lagi berpikir tentang bagaimana
produk bisa dipasarkan namun mampu melihat potensi kebutuhan pasar dan konsumen
untuk menawarkan produk yang tepat. Sehingga pendekatan yang dianut organisasi
adalah mengubah pengelolaan berbasis produk menjadi berbasis segmen pasar.
Banyak organisasi yang mulai menyadari bahwa mereka tidak digerakkan oleh pasar
dan target segmennya namun digerakkan produk dan penjualan.
Beberapa studi telah menetapkan value dari market center. Slater dan Narver
menciptakan pengukuran market orientation dan menganalisanya pada efek
keuntungan bisnis. Mereka menemukan efek positif yang substansial oleh market
orientation pada bisnis barang dan non-barang (Kotler, 2000: 688). Mengutip
pernyataan Slater dan Narver (1990: 20):
market orientation is the organization culture and climate that most
effectively and efficiently creates the necessary behaviors for the creation of
superior value for buyers and, thus, continuous superior performance for the
business.

24

Slater dan Narver (1990: 21-22) menjelaskan 5 komponen perilaku dari


organisasi yang berorientasikan pasar (market oriented organization) yaitu:

Customer Orientation adalah pemahaman tentang cara menumbuhkan nilai


superior untuk target pasar secara berkesinambungan dengan terus menerus
mengembangkan augmented product. Organisasi dapat menciptakan nilai
tersebut dengan meningkatkan keuntungan yang diperoleh melalui biaya yang
dikeluarkan customer dan menurunkan biaya pelanggan sebagai satu
keuntungannya. Konsep customer pada tahun 1930-an menunjuk pada
distributor, tahun 1950-an beralih pada konsumen serta kebutuhan dan
keinginannya. Tahun 1990 beralih pada konsep market (pasar) yang meliputi
end user dan distributor yang dipengaruhi kebutuhan dan pilihan (Kohli &
Jaworski, 1990: 3). Dengan adanya kerangka yang komprehensif, organisasi
dapat mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen sekarang dan yang akan
datang serta cara untuk memenuhinya.

Competitor

Orientation

artinya

organisasi

memahami

kekuatan

dan

kelemahan dalam jangka pendek serta kemampuan dan strategi dari efek
market orientation yang menjadi kunci potensial untuk kompetitor.

Interfunctional

Coordination

merupakan

pemanfaatan

sumber

daya

organisasi yang terkoordinir dalam menciptakan nilai superior untuk target


pelanggan. Dalam artian pada poin ini setiap anggota organisasi dapat
menciptakan value bagi pelanggan.

Long Term Focus. Banyak literasi menyatakan bahwa fokus jangka panjang
dalam market oriented adalah profit dan implementasi komponen lainnya.

Profit/Profitability. Kohli & Jaworski (1990: 3) memandangnya sebagai


konsekuensi dari market orientation dibanding menjadi bagian didalamnya.
Levitt (1969: 236) melihat profitability sebagai komponen dari market
orientation yang dinyatakan like saying that the goal of human life is eating.
Hal ini menunjukkan bahwa profitability mengarah pada sasaran organisasi.

Poin utama market orientation yang berfokus pada organisasi ialah (1)
pengumpulan informasi tentang kebutuhan target dan kemampuan kompetitor secara
terus menerus dan (2) menggunakan informasi ini untuk menciptakan nilai pelanggan
yang superior secara konsisten melalui komponen didalamnya (Slater & Narver 1995:
25

63). Berdasar komponen tersebut, terlihat bahwa dalam strategi market centric
memerlukan (1) satu atau lebih divisi yang menangani pengembangan dan memahami
kebutuhan

pelanggan

sebelumnya,

yang

akan

datang

serta

faktor

yang

mempengaruhinya, (2) saling berbagi pemahaman antar divisi dan (3) berbagai divisi
terlibat dalam aktivitas untuk menemukan kebutuhan pelanggan. Dengan kata lain,
market centric mengarah pada lingkup luas organisasi, penyebaran dan responsiveness
sebagai bentuk market intelligence. Market intelligence lebih luas dari pernyataan
lisan tentang kebutuhan dan pilihan pelanggan namun meliputi analisis faktor yang
mempengaruhinya (Kohli & Jaworski, 1990: 3).

E. KERANGKA KONSEP
Komunikasi pemasaran sosial merupakan pola, perencanaan, kebijakan, serta
tujuan dari suatu organisasi berbadan hukum dalam melakukan penawaran dan
pertukaran gagasan sosial dengan mempergunakan perangkat komunikasi yang
dilaksanakan melalui proses sosial sehingga seorang individu dan kelompok mampu
perilaku yang menjadi sasaran pemasaran sosial. Setelah menjalankan komunikasi
pemasaran sosial organisasi harus mengevaluasi kegiatannya.
Selanjutnya pengembangan komunikasi pemasaran sosial pada organisasi non
profit berfokus pada perubahan tingkah laku dan ideologi melalui pemasaran sosial.
Pengembangan komunikasi pemasaran sosial merupakan penggunaan metode
komunikasi pemasaran berupa bauran promosi dalam mempengaruhi individu atau
sekelompok orang yang dipandang memiliki perilaku tidak baik untuk mengadopsi
perilaku baru dan ideologi yang diharapkan oleh pemasar. Pengembangan komunikasi
pemasaran sosial dilakukan melalui konsep perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Selain itu, pemasar FOSS dapat menggunakan metode khusus dalam
memasarkan produk FOSS, ideologi dan perilaku. Pengembang dapat menjadi
organisasi market centric dimana berfokus pada kebutuhan dan pilihan dari target
audiencenya secara lebih spesifik. Dalam artian, untuk memasarkan ide sosial maupun
perilaku, pemasar dapat mengembangkan beberapa level produk yang disesuaikan
dengan kebutuhan pasar. Untuk memahami konsep diatas, maka kerangka ini dapat
dioperasionalkan sebagai berikut:

26

1. Perencanaan Komunikasi Pemasaran Sosial


1) Analisa Situasi; melakukan analisa situasi pemasaran sosial
2) Analisa SWOT; melakukan analisa produk berdasar 4 elemen SWOT.
3) Tujuan; tujuan yang ingin dicapai melalui komunikasi pemasaran sosial.
4) Sasaran dan Kompetitor; sasaran dan kompetitor dalam pemasaran sosial.
5) Pemilihan Segmen; pembagian segmen dalam pemasaran sosial.
6) Positioning; pemosisian BlankOn Linux dalam benak pengguna komputer
2. Implementasi Komunikasi Pemasaran Sosial
1) Bentuk Komunikasi Pemasaran Sosial; Pengunaan berbagai bentuk
komunikasi pemasaran sosial berupa:
a. Periklanan; Penentuan tujuan, pemilihan media dan pembuatan pesan.
b. PR & Publisitas; Penentuan tujuan, pemilihan media, pesan dan efek.
c. Sales Promotion; Penentuan tujuan, pemilihan media, pesan dan efek.
d. Personal Selling; Penentuan tujuan, pemilihan media, pesan dan efek.
e. Direct Marketing, Penentuan tujuan, pemilihan media, pesan dan efek.
2) Media Komunikasi Pemasaran Sosial; Proses penggunaan media sosial
dalam berbagai pengalaman dan ideologi.
3) Penerapan Market Centric: berupa penerapan program yang dijalankan
organisasi

dengan

berbasis

customer,

kompetitor,

interfunctional

coordination, long term focus dan profit.

Pengembangan komunikasi pemasaran sosial melalui periklanan, PR dan


publisitas, Promosi Penjualan, Personal Selling, Direct Marketing, pemanfaatan media
sosial dan penerapan market centric untuk mendukung pemasaran sosial. Keseluruhan
komponen tersebut saling terintegrasi memberikan gambaran penuh komunikasi
pemasaran sosial yang dilakukan YPLI.

F. METODE
1. Tipe Penelitian
Penelitian ini dikategorikan sebagai sebuah penelitian deskriptif-eksplanatif.
Deskriptif merupakan tipe penelitian yang meraih ranah status kelompok manusia,
objek, suatu seting kondisi dengan mengedepankan sebuah sistem pemikiran ataupun
kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk
27

membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis faktual dan akurat
mengenai fakta, sifat dan hubungan antara fenomena yang diselidiki (Nazir, 1998: 63).
Penelitian ini berusaha memberikan gambaran sistematis terhadap strategi yang
digunakan Yayasan Penggerak Linux Indonesia dalam komunikasi pemasaran sosial.
Penelitian dilanjutkan dengan menganalisa pengembangan komunikasi pemasaran
sosial yang dilakukan. Penggunaan tipe eksplanatif dalam penelitian ini memaparkan
proses dan situasi yang melingkupi objek sehingga diharapan agar peneliti mampu
lebih mendalami fenomena beserta tindakan yang menjadi objek dari penelitian.
2. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah Yayasan Penggerak Linux Indonesia. Yayasan
Penggerak Linux Indonesia (YPLI) adalah organisasi non-profit yang bergerak dalam
bidang pengembangan software dan sumber daya manusia di bidang Linux dan Free
and Open Source Software (FOSS) lainnya di Indonesia, termasuk penyelenggaraan
sertifikasi profesi. Kegiatan YPLI lainnya adalah memberikan advokasi, menyediakan
pembicara seminar, dan menyusun dokumen dalam bahasa Indonesia tentang
Linux/FOSS. Penelitian juga mengambil data dari Tim Pengembang BlankOn karena
merupakan bagian pengelolaan produk BlankOn Linux, termasuk pemasaran. Dalam
paradigma FOSS, komunitas dan organisasi yang sejalan berada dalam satu kesatuan.

3. Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan beberapa macam teknik untuk mendapatkan data
yang dianggap relevan. Pengumpulan data yang dilakukan berdasarkan pada tiga
kategori yaitu Studi Pustaka, Observasi dan Wawancara.
1. Studi Pustaka; merupakan teknik pengumpulan data dan teori ataupun
pemikiran para ahli yang tertulis mengenai informasi yang berkaitan dan
relevan dengan penelitian. Sumber yang digunakan dalam penelitian ini seperti
buku, jurnal dan dokumentasi internet yang sesuai dengan objek penelitian.
2. Observasi; merupakan kegiatan penelitian untuk mengamati secara langsung
kedalam lapangan tanpa adanya keterlibatan langsung peneliti dalam kegiatan
yang diteliti (Non partisipan). Oleh karena itu observasi untuk mendapatkan
data detil peneliti berada dan masuk kedalam lokasi penelitian tanpa
mengganggu proses yang ada dan hanya bertindak sebagai pengamat.
28

3. Wawancara; merupakan sebuah teknik interview yang didefinisikan oleh


Kartono sebagai suatu percakapan, tanya jawab lisan antara 2 orang atau lebih
yang duduk berhadapan secara fisik dan diarahkan pada masalah tertentu
(Kartono, 1996: 187). Wawancara sebagai teknik pengumpulan data memiliki
2 kegunaan yaitu pertama, mendapatkan data ditangan pertama (primer).
Kedua sebagai pelengkap teknik pengumpulan lain serta untuk menguji hasil
pengumpulan data lain.

Wawancara sendiri merupakan sumber data esensial dalam penelitian sehingga


peneliti akan memperoleh info dan keterangan secara langsung mengenai data yang
dibutuhkan. Wawancara dilakukan kepada orang yang berkompeten terhadap bidang
ataupun fenomena yang diteliti. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan
tipe open ended yaitu peneliti mengajukan pertanyaan pada responden kunci tentang
fakta yang berkaitan dengan objek disamping opini peneliti terhadap objek. Interview
guide disusun untuk mempermudah perolehan data dari pertanyaan wawancara.
Mengingat keterbatasan akses terhadap objek maka wawancara banyak dilakukan
melalui surat elektronik (email).

4. Metode Penelitian
Metode yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini dimasukkan sebagai
metode studi kasus. Studi kasus adalah jenis penelitian terhadap suatu gambaran yang
mendetail mengenai latar belakang serta sifat-sifat khas dari suatu kasus ataupun
peristiwa (Nazir, 1998: 6). Kasus ataupun peristiwa yang menjadi objek penelitian
merupakan peristiwa yang kontemporer, dimana peristiwa tersebut tidak dapat
dikontrol (Yin, 2002: 1). Ruang lingkup studi kasus mencakup seluruh siklus
perkembangan objek, tetapi dapat pula membatasi pada objek-objek spesifik. Studi
kasus juga lebih bersifat penjelajahan sehingga kesimpulannya bersifat deskriptif.
Tujuan dari penelitian studi kasus adalah untuk mempelajari secara intensif
tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial
baik berupa individu, kelompok, lembaga atau masyarakat. Metode ini berbeda
dengan metode survey yang memiliki sedikit variabel sedangkan pada studi kasus
memiliki banyak variabel dan banyak kondisi pada sampel yang kecil (Narbuko &
Achadi, 1997: 46). Inti dari studi kasus seperti yang diungkapkan oleh Schramm dan
29

dikutip oleh Yin (2002: 17) adalah mencoba menjelaskan keputusan tentang mengapa
studi tersebut dipilih, bagaimana mengimplementasikannya, dan apa hasilnya. Studi
kasus digunakan untuk menjawab pertanyaan how dan why terhadap peristiwa yang
menjadi objek kajian.
Studi kasus yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
cross sectional. Muhadjir mengungkapkan bahwa studi Cross Sectional digunakan
sebagai upaya mempersingkat waktu observasi dengan cara melakukan observasi pada
beberapa tahap atau tingkat perkembangan tertentu dengan harapan dari sejumlah
tingkat tersebut akan dibuat kesimpulan yang sama dengan observasi yang berjalan
secara terus menerus (longitudinal) (Muhadjir, 1998: 38).
Berdasarkan pada pembagian studi kasus Horton dan Hund seperti dikutip
Muhadjir (1998: 39) maka penelitian ini termasuk dalam studi kasus genetik. Studi
kasus prospektif (genetik) digunakan untuk keperluan penelitian, mencari kesimpulan
dan diharapkan dapat diketemukan pola, kecenderungan, arah dan lainnya sehingga
dapat dimanfaatkan untuk perkiraan-perkiraan perkembangan masa depan. Jumlah
subjek yang digunakan dalam unit analisinya terdiri lebih dari satu orang bahkan dapat
mencapai puluhan orang. Studi ini digunakan untuk memahami perkembangan
pribadi, kelompok, lembaga untuk mengetahui perkembangan masalah. Tujuan studi
kasus generik adalah memahami keseluruhan kasus yang mungkin terjadi secara
pribadi, satuan sosial, masa lampau dan perkembangannya. Alasan penggunaan studi
kasus genetik dalam penelitian ini ialah studi tersebut bersifat prospektif, lebih melihat
ke depan, melihat kepentingan perkembangan masa depan.

30

BAB II
GNU/LINUX DAN GERAKAN FREE AND OPEN SOURCE SOFTWARE
Pemakaian Free and Open Source Software sebagai wujud kebebasan dan
keterbukaan menggunakan sofware merupakan implikasi ekonomi-politik FOSS
melawan kapitalisme berlabel Copyright (Lakhani & Wolf, 2005: 19; Glass, 2005:
86). Konsep copyleft telah menjadikan Linux berkembang pesat semenjak diciptakan
kernel16 Linux pada tahun 1991 oleh Linus Torvalds. Pemikiran ini berawal dari etika
hacker yang direalisasikan dalam proyek Free Sofware (GNU) oleh Richard Stallman
bersama Free Software Foundation (FSF) pada tahun 80-an. Kedua proyek inilah
yang kemudian menghasilkan GNU/Linux17 (Konovalov, 2002: 9).
Istilah copyleft yang diusung oleh GNU/Linux merupakan salah satu dasar
dibentuknya proyek Open Source oleh Bruce Perens dan Eric Steven Raymond
melalui Open Source Initiative (OSI). Open Source mengusung kebebasan dan
keterbukaan terhadap setiap program yang dibuat dan disebarkan. Ide itu terwujud
dengan disertakannya source code (kode sumber) dan hak mengakses maupun
memodifikasinya. Secara politis, FOSS melihat software merupakan barang publik
dan tidak ada yang berhak mengakui kepemilikan source codenya (Escher, 2004: 10).
Stallman melalui gerakan Free Software-nya melihat bahwa copyright telah
membatasi kebebasan pengguna software sehingga diperlukan gerakan untuk saling
berbagi software demi solidaritas masyarakat. Free Sofware Foundation melihat 4
bentuk kebebasan, (1) bebas menjalankan program bagi tujuan apapun; (2)
mempelajari

kinerja

program

dan

memodifikasinya

sesuai

kebutuhan;

(3)

mendistribusikan copy-nya; (4) meningkatkan kinerja program dan merilisnya (Gay,


2002: 49). Tetapi Stallman tidak menyangkal fakta bahwa programmer18 harus
dibayar bukan untuk programnya tapi untuk pekerjaan yang dilakukan. Kemudian
Open Source Initiative hadir mengkritisi gagasan Free Software (Perens, 2000:
http://oreilly.com/catalog/opensources/book/perens.html) dan menawarkan gagasan lebih
16

Program yang menjadi jantung dari setiap sistem operasi dan memiliki peran fundamen seperti
menjembatani hardware berkomunikasi dengan software.
17
Istilah yang dipakai Stallman karena sistem operasi Linux merupakan gabungan GNU software dan
kenel Linux.
18
Orang yang menulis program untuk komputer.

31

atraktif dalam bisnis dengan menekankan keterbukaan terhadap source code (open
menggantikan ambiguitas free) disertai berbagai ide lain melalui Open Source. Kedua
gagasan tersebut (FOSS) hadir untuk melawan dominasi proprietary software yang
digawangi oleh Microsoft.
Proprietary software dianggap telah menyalahgunakan hukum copyright untuk
keuntungan finansial semata. Sehingga FOSS berfungsi lebih dari sekedar menguasai
pasar demi keuntungan ekonomi tetapi merupakan implementasi atas perlawanan
hegemoni proprietary software. Perlawanan tidak hanya berada dalam bisnis software
namun pada pertempuran ideologi antara pengembang FOSS dengan perusahaan
proprietary software. Benturan keras terjadi dalam beberapa konsep seperti intepretasi
Intelectual Property yang berbeda (Copyleft vs Copyright) serta fungsionalitas dari
source code software (Open Source vs Close Source) yang berperan lebih dari sekedar
susunan bahasa pemrograman dalam membentuk program. Berbagai elemen gerakan
FOSS mencerminkan sikap perlawanan terhadap dominasi proprietary software.

A. SEJARAH FREE AND OPEN SOURCE SOFTWARE


1. Etika Hacker
Sejarah gerakan Free and Open Source Software berawal dari sebuah kultur
saling berbagi antara para ahli komputer pada tahun 1960-an. Kegiatan berbagi kode
sumber (source code) tidak hanya untuk mengetahui bagaimana software berinteraksi
dengan hardware (perangkat keras) tapi juga berasal dari tradisi kebanyakan operator
komputer. Para ahli komputer berbagi hasil karya dan pengetahuan dalam bidang
komputer guna kemajuan bersama. Bahkan pada kebanyakan komputer dalam
laboratorium penelitian institusi akademik, memiliki kultur berbagi hasil program,
metode dan algoritma melalui komunitas peneliti. Para ahli komputer tersebut
membentuk komunitas kecil yang terkenal dengan istilah komunitas hacker19.
Menurut Firmansyah (2005: 64), hacker adalah orang yang mahir dan
berpengalaman dengan masalah teknologi networking dan programming serta bisa
memberikan solusi terhadap permasalahan network dan aplikasinya. Hacker adalah
orang yang bisa memberikan manfaat kepada orang lain dengan ilmu dan
19

Orang yang dianggap piawai dalam bidang pemrograman komputer. Dalam media massa istilah ini
seringkali disamaartikan dengan cracker, vandals, carder atau orang dengan aktifitas negatif lainnya.

32

pengetahuannya. Hacker adalah orang yang bisa memaksimalkan potensi bakat dan
keahliannya di networking dan programming. Hacker berprinsip kemandirian dan
tidak ketergantungan. Kevin Mitnick (2000: v) menyebutkan bahwa hacker yang
merusak dan berbuat kriminal, disebut juga crackers atau vandals dan mereka yang
hanya men-download tools untuk masuk ke sistem komputer hanyalah Script Kiddies.
Bagi

Raymond

(2000a:

www.catb.org/~esr/writings/cathedral-bazaar/hacker-history/)

hacker adalah someone who loves to program and enjoys being clever about it.
Istilah hacker dapat ditemukan dalam berbagai ruang lingkup. Hacker tidak harus
diasosiasikan dengan komputer. Seseorang dapat melakukan aktifitas hacking dalam
bidang filosofi, fisika, mengemudi bahkan dalam makanan (Janussen, 2004: 2).
Budaya yang dianut para hacker disebut dengan hacker culture. Ada pula yang
menyebutnya Hacker Ethic. Levy (1984: 7) mengatakan etika hacker merupakan
filosofi tentang berbagi, keterbukaan, penyebaran dan menggunakan komputer untuk
peningkatan sistem serta dunia. Etika hacker inilah yang memberi culture gift pada
orang mengenai nilai sosial bahkan untuk mereka yang tidak tertarik dalam komputer.
Janussen (2004: 2) menjelaskan etika hacker sebagai kepercayaan berbagi informasi
merupakan hal positif. Adanya tugas moral bagi hacker untuk berbagi keahlian
melalui penulisan kode open source serta memfasilitasi akses untuk informasi dan
sumber dayanya. Steven Levy dalam bukunya Hackers: Heroes of The Computer
Revolution memformulasikan kode etik hacker sebagai (Levy, 1984: 19-23) :

Akses ke sebuah sistem komputer, dan apapun saja dapat mengajarkan


mengenai bagaimana dunia bekerja, haruslah tidak terbatas sama sekali.

Segala informasi haruslah gratis.

Jangan percaya pada otoritas, promosikanlah desentralisasi.

Hacker haruslah dinilai dari sudut pandang aktifitas hackingnya, bukan


berdasarkan standar organisasi formal atau kriteria yang tidak relevan seperti
derajat, usia, suku maupun posisi.

Seseorang dapat menciptakan karya seni dan keindahan di komputer.

Komputer dapat mengubah kehidupan seseorang menjadi lebih baik.


Pada akhir 1970-an terjadi konflik antara konsep saling berbagi perangkat

lunak dengan konsep perangkat lunak berpemilik (proprietary). Acuan awal konflik
ini dibuat oleh William H. Gates III (Bill Gates), dalam pernyataan terkenalnya An
Open Letter to Hobbyists yang ditujukan pada Homebrew computer club di Sillicon
33

Valley. Dalam surat tertanggal 3 Februari 1976 itu, ia mencemooh budaya berbagi
(sharing) perangkat lunak yang telah umum berlaku. Surat ini pula yang merangsang
mulainya industri proprietary software. Mengutip pernyataan Bill Gates tersebut
(Gates, 1976: http://blinkenlights.com/classiccmp/gateswhine.html):
To me, the most critical thing in the hobby market right now is the lack of
good software courses, books and software itself. Without good software
and an owner who understands programming, a hobby computer is wasted.
Will quality software be written for the hobby market ?

2. Gerakan Free Software


Sejarah budaya hacker dimulai pada tahun 1961 ketika Masachusett Institute
of Technology (MIT) mendapatkan mesin PDP-1 pertama dan mengadopsi sebagai
teknologi favorit untuk menciptakan programming tools, istilah dan kultur yang
melingkupinya. Budaya komputer MIT merupakan yang pertama kali mengadopsi
istilah hacker. MIT bahkan membentuk MIT Artificial Intelligence Laboratory yang
memimpin penelitian Artificial Intelligence (kecerdasan buatan) hingga tahun 1980an. Semenjak hadirnya PDP-1, industri komputer bergerak bersama Digital Equipment
Corporation (DEC) melalui berbagai komputer mini PDP. DEC merupakan pionir
komputer interaktif dan time-sharing operating system komersil.
Pada tahun 1967 PDP-10 dirilis, tapi DES menyertainya dengan sistem operasi
bawaan. MIT menolak software tersebut dan menciptakan sistem operasi sendiri yang
diberi nama Incompatible Time Sharing (ITS). Richard Matthew Stallman penggagas
gerakan Free Software memulai karir sebagai ahli komputer pada di MIT pada 1971.
Ia bersama beberapa rekannya bertanggung jawab membuat ITS. Incompatible Time
Sharing masih tetap digunakan MIT pada komputer berarsitektur PDP-10 hingga
tahun 1980-an.
Pada tahun 1969, Bell Labs melalui AT&T mendistribusikan versi awal UNIX
tanpa biaya apapun bagi pemerintah dan riset akademik. Tetapi AT&T tidak
menyertai

versi

tersebut

dengan

ijin

untuk

mendistribusikan

ulang

atau

mendistribusikan versi modifikasinya. Hal ini mengacu pada non-Free Software


dalam istilah modern. Pada saat itu, AT&T dilarang untuk menjual komputer langsung
pada konsumen (Negus, 2008: 11). Tahun 1975, UNIX V6 menjadi versi UNIX
pertama yang dapat digunakan diluar Bell labs. Dari source code UNIX ini, University

34

of California di Berkeley menciptakan varian terbesar UNIX yang dikenal sebagai


Berkeley Software Distribution (BSD).
Berbagai persoalan terjadi sekitar awal 80-an. Pada tahun 1984, AT&T
terpecah menjadi 7 perusahaan yang terkenal dengan Baby Bell. Keadaan ini
membuat AT&T melihat UNIX sebagai produk yang dapat dikomersialisasikan.
AT&T memperketat lisensi UNIX menjadi close source dan menjualnya pada
konsumen sehingga menghasilkan keuntungan. Di laboratorium kecerdasan buatan
(Artificial Intelligence) MIT, David Moon, Howie Shrobe dan Howard Cannon
mendirikan

sebuah

perusahaan

bernama

Symbolics

http://www.glennmcc.org/foss/brief-open-source-history.html).

(Rash,
Symbolics

2000:
lalu

mengambil kode-kode yang tersedia secara bebas (bahasa pemrograman LISP) dan
menjadikannya proprietary. An Open Letter to Hobbyists Bill Gates semakin
mendorong perkembangan proprietary software. Melalui suratnya pula Bill Gates
menyatakan bahwa apa yang disebut hacker sebagai berbagi/sharing adalah
pencurian/stealing. Perhatikan surat Bill Gates:
Why is this? As the majority of hobbyists must be aware, most of you steal
your software. Hardware must be paid for, but software is something to
share. Who cares if the people who worked on it get paid? Is this fair? One
thing you don't do by stealing software is get back at MITS for some
problem
you
may
have
had...
(Gates,
1976:
http://blinkenlights.com/classiccmp/gateswhine.html)

Ide adanya gerakan Free Software berawal dari printer Xerox yang digunakan
oleh Stallman tidak dapat bekerja karena adanya kertas yang terjepit didalamnya.
Stallman tidak dapat memperbaiki printer tersebut karena tidak memiliki ijin
mengakses source code yang sudah diproprietary. Padahal ketika MIT AI Lab
menggunakan printer lama, Stallman mampu mengatasi masalah yang sama dengan
membuka software program pada printer yang menggunakan mesin PDP-11. Stallman
tidak menghilangkan kesalahan akibat kertas yang macet secara mekanik. Ia
memasukkan perintah yang meminta PDP-11 untuk melakukan cek pada printer
secara periodik dan mengirimkan laporannya pada PDP-10 yang berfungsi sebagai
komputer pusat.
Untuk memastikan kecerobohan pengguna tidak menghentikan seluruh kerja
mencetak, Stallman juga menambahkan perintah yang menginstruksikan PDP-10
untuk mengingatkan user untuk menunggu jika printer macet. Pesannya sangat
35

sederhana yaitu The printer is jammed, please fix it (Williams, 2002: 34). Perintah
yang dimasukkan oleh Stallman kedalam software ini disebut patch20.
Komersialisasi UNIX merupakan hal utama yang menekan Stallman untuk
menciptakan sebuah sistem operasi baru. Anggapan pentingnya ketersediaan source
code yang bebas untuk modifikasi dan distribusi ulang (dibuktikan kerusakan printer)
memperkuat keinginan Stallman. Tahun 1984, Stallman mengundurkan diri dari
proyek MIT untuk kemudian mendirikan Free Software Foundation dan Proyek GNU
(www.gnu.org). Stallman (Gay, 2002: 20) menganggap bahwa ia perlu meninggalkan
MIT agar MIT tidak dapat menghalangi distribusi GNU sebagai Free Software. Jika
Stallman tetap menjadi staff, MIT dapat mengklaim hasil kerjanya dan memaksakan
kedalam konsep distribusi MIT bahkan menjadikannya proprietary software.
Stallman menganggap GNU (baca: Guh-New) merupakan sebuah hack berupa
akronim berulang yang mengarah pada GNUs Not UNIX (Gay, 2002: 33).
Mengutip pernyataan Stallman mengenai arti GNU, Saya mengembangkan sebuah
sistem yang mirip dengan sistem operasi UNIX21, tapi bukan sistem operasi UNIX. Ini
adalah sebuah sistem operasi yang berbeda. Kami harus menulisnya secara total dari
nol karena UNIX berlisensi (Moore, 2002: 00:12:01).
Sebagai proyek utama Free Software Foundation, GNU bertujuan untuk
menulis ulang seluruh sistem operasi UNIX yang dapat didistribusikan secara bebas.
Dari proyek ini, Stallman berharap tersedia software bebas selain proprietary software
sehingga pengguna mendapat kebebasan memilih menggunakan software mana. Tony
Travis mengatakan prinsip penting yang membawa popularitas dan kesuksesan UNIX
adalah filosofi membangung kerja bersama. Filosofi ini berasal dari ketersediaan
source code yang dapat dimodifikasi, diteliti dan digunakan dalam software baru
(Oreilly, 2000: http://Oreilly.com/catalog/opensources/book/appa.html).
Setiap program disebut sistem operasi jika terdapat command processors,
assemblers, compilers, interpreters, debuggers, text editors, dan lainnya. Maka GNU
membutuhkan software tersebut untuk membangun sistem operasi. Proyek GNU tidak
lantas mengembangkan sistem tersebut dari nol, tetapi menggabungkan berbagai
20

Perbaikan pada satu atau lebih pernyataan pemrograman untuk memperbaiki kesalahan (bugs) atau
meningkatkan kemampuan program.
21
UNIX merupakan sistem operasi ciptaan Ken Thompson dan Dennis Ritchie yang didistribusikan
pada tahun 1969 oleh Bell Labs (AT&T).

36

macam Free Software kedalamnya. Tapi cara ini tidak berjalan dengan baik hingga
akhirnya Stallman memutuskan untuk menciptakan compiler22 sendiri yang dikenal
sebagai GCC (GNU Compiler Collections). Pada September 1984, Stallman memulai
proyek GNU Emacs (editor) dan awal tahun 1985 dapat berjalan dengan baik. Selain
GCC, GNU juga menghasilkan C library (glibc)23, shell24 (Bourne Again Shell/BASH)
dan GDB (debugger)25.
Tahun 1990 sistem GNU hampir lengkap, hanya kekurangan 1 komponen
yaitu kernel. Kernel merupakan sebuah program yang menjadi jantung dari setiap
sistem operasi dan memiliki peran fundamen seperti menjembatani hardware
berkomunikasi dengan software (Thomas, 2009: xii). Stallman memutuskan untuk
menggunakan koleksi pemproses layanan yang dimiliki Mach. Mach adalah
mikrokernel26 yang dikembangkan di Carnegie Mellon University dan University of
Utah. Mach akhirnya menghasilkan GNU Hurd. GNU Hurd adalah koleksi layanan
(herd of gnus) yang berjalan pada Mach serta mengerjakan berbagai macam perintah
dalam kernel UNIX. Hingga tahun 1991, GNU belum dapat mengandalkan GNU
Hurd. Baru pada tahun 2001 GNU Hurd berkerja dengan baik, tapi masih jauh dari
kebutuhan orang secara umum.

3. Kehadiran Kernel Linux


GNU tumbuh menjadi proyek besar dengan banyak kontributor. Bagaimana
pun baiknya proyek GNU, masih kekurangan satu elemen penting yaitu kernel. Kernel
berfungsi untuk dimasukkan (loaded) dalam RAM (Random Access Memory)27 ketika
sistem booting28 dan berisi prosedur yang dibutuhkan sistem untuk beroperasi. Bentuk
dan kapasitas esensial dari sistem ditentukan oleh kernel. Tetapi kernel tidak akan
22

Program yang dipakai untuk menterjemahkan source code menjadi bahasa mesin dan membuatnya
dapat dieksekusi (dijalankan).
23
Paket yang menyimpan library (pustaka) agar bisa digunakan oleh berbagai program dalam sistem.
24
Program yang mem-provide interface antar user dan sistem operasi.
25
Program yang berfungsi melakukan pencarian dan pembetulan kesalahan penulisan program,
sehingga program tersebut dapat kembali dijalankan seperti yang diharapkan.
26
Sistem operasi dimana manajemen memory dan file berjalan sebagai proses yang terpisah diluar
kernel.
27
Memory komputer yang dapat ditulis, dihapus dan dibaca berulang namun hilang saat komputer
mati.
28
Kondisi saat komputer dihidupkan.

37

berguna jika tidak ada program lain yang mendukungnya seperti C compiler,
debugger ataupun text editor. Kernel merupakan fasilitas kunci untuk segala sesuatu
dalam sistem dan menentukan banyak karakteristik software diatasnya. Karena itu,
sering kali istilah sistem operasi dianggap sebagai sinonim dari kernel (Bovet &
Casati, 2002: 12).
Hampir tidak disengaja, seorang mahasiswa di Universitas Helsinki bernama
Linus Benedict Torvalds menghasilkan solusi bagi kekurangan kernel GNU. Torvalds
adalah salah pengguna Minix29. Walaupun cukup bagus, ia belum menganggap Minix
memadai. Kemudian ia membuat sistem operasi yang merupakan tiruan UNIX. Pada
tahun 1991, Torvalds memulai proyek pribadinya untuk menciptakan kernel.
Torvalds menyebut kernelnya dengan nama Freax yang berasal dari kata
Free+Unix (Ronnlid, 2001). Torvalds menambahkan huruf X dibelakang seperti
umumnya penamaan di lingkungan UNIX. Karena itu selama enam bulan pertama,
Torvalds masih sempat menyimpan karyanya di folder bernama Freax. Walaupun
nama Linux pernah terlintas dalam pikirannya, tapi kata itu tidak pernah dilontarkan
karena ia beranggapan hal itu terlalu egosentris. Saat melakukan upload30 kernel ke
FTP31, Ari Lemmke (penanggung jawab server) ternyata tidak suka dengan nama
Freax dan tanpa banyak diskusi langsung memberi nama Linux. Pada akhirnya,
orang mengenal kernel Torvalds sebagai Linux (gabungan Linus+Unix) (Thomas,
2009: xiii). Seperti halnya Minix, Linux tidak menggunakan kode apa pun dari vendor
UNIX komersial. Dengan ini Torvalds dapat mendistribusikan Linux di internet secara
bebas dan gratis.
Linux bahkan memiliki maskotnya sendiri. Torvalds menjelaskan maskot
Linux sebagai seekor penguin menggemaskan dan ramah, yang kekenyangan setelah
makan banyak ikan hering. Torvalds menganggap simbol penguin memenuhi
persyaratan itu. Larry Ewing merupakan orang yang membuat desain simbol Linux
dan digunakan secara luas untuk semua urusan yang terkait dengan Linux. James
Hughes mengusulkan nama Tux yang konon merupakan turunan kata Torvalds UniX.

29

Minix adalah sistem operasi mirip UNIX (UNIX-like) yang bekerja pada PC.
Proses mentransfer informasi dari sebuah komputer ke komputer lain/server melalui Internet.
31
File Transfer Protocol ialah Program yang memungkinkan untuk memindahkan data di antara dua
komputer yang berjauhan letaknya.
30

38

Gambar 2.1 Tux

Pada Agustus 1991, Torvalds mengenalkan kernelnya


di newsgroup comp.os.minix. Saat itu Linux masih setengah
matang. Kernel ini hanya bisa menjalankan sedikit perintah
UNIX, seperti bash, gcc dan gnu-make. Ia mengumumkan
bahwa source code Linux tersedia dan meminta bantuan
programmer lain untuk ikut mengembangkannya. Berikut
email Torvalds (Hasan, 2002: 2):
From: torvalds@klaava.Helsinki.FI (Linus Benedict Torvalds)
Newsgroups: comp.os.minix
Subject: What would you like to see most in minix?
Summary: small poll for my new operating system
Message-ID: <1991Aug25.205708.9541@klaava.Helsinki.FI>
Date: 25 Aug 91 20:57:08 GMT
Organization: University of Helsinki
Hello everybody out there using minix - I'm doing a (free) operating system
(just a hobby, won't be big and professional like gnu) for 386(486) AT clones.
This has been brewing since april, and is starting to get ready. I'd like any
feedback on things people like/dislike in minix, as my OS resembles it somewhat
(same physical layout of the file-system (due to practical reasons) among other
things). I've currently ported bash (1.08) and gcc (1.40), and things seem to
work. This implies that I'll get something practical within a few months, and I'd
like to know what features most people would want. Any suggestions are
welcome, but I won't promise I'll implement them :-)
Linus (torvalds@kruuna.helsinki.fi)
PS. Yes - it's free of any minix code, and it has a multi-threaded fs. It is NOT
protable (uses 386 task switching etc), and it probably never will support
anything other than AT-harddisks, as that's all I have :-(.

Kernel ciptaan Torvalds mendapat krtitikan keras oleh Andrew Tanenbaum


(MDGR, 2006: 92). Andrew Tanenbaum merupakan peneliti yang sangat disegani. Ia
memiliki ide brillian tentang sistem operasi dan desainnya sekaligus merupakan
pencipta Minix. Pada 29 Januari 1992, Tanenbaum melihat adanya diskusi mengenai
Linux yang mengambil tempat pada newsgroup comp.os.minix. Akhirnya ia
memutuskan untuk mengomentari Linux.
Tanenbaum menganggap kernel Linux saat itu sudah sangat kuno untuk
arsitektur komputer yang ada. Tanenbaum menyebut Linux is obsolete/usang.

39

Tanenbaum mengkritisi kernel Linux yang menggunakan sistem monolithic32.


Sebagian besar sistem operasi yang lebih tua adalah monolithic. Alternatif yang lebih
modern adalah sistem berbasis microkernel. Mengutip kritikan keras yang dilontarkan
oleh

Tanenbaum

dalam

milis

comp.os.minix

(Oreilly,

2000:

http://Oreilly.com/catalog/opensources/book/appa.html ):
MINIX is a microkernel-based system. The file system and memory
management are separate processes, running outside the kernel. The I/O
drivers are also separate processes (in the kernel, but only because the
brain-dead nature of the Intel CPUs makes that difficult to do otherwise).
LINUX is a monolithic style system. This is a giant step back into the
1970s.That is like taking an existing, working C program and rewriting it in
BASIC. To me, writing a monolithic system in 1991 is a truly poor idea. I
still maintain the point that designing a monolithic kernel in 1991 is a
fundamental error. Be thankful you are not my student. You would not get a
high grade for such a design :-)

Torvalds memilih untuk merilis kernelnya sebagai Free Software dan mengajak
siapapun yang tertarik untuk membantunya. Pada akhir tahun 1991, sekitar 100 orang
diseluruh dunia terlibat dalam newsgroup Linux. Kebanyakan dari mereka merupakan
pengembang aktif yang berkontribusi dalam perbaikan bugs33, peningkatan kode dan
fitur baru. Melalui tahun 1992 dan 1993, komunitas pengembang Linux tumbuh pesat
sebagai komunitas software. Pada era tersebut sistem operasi berbasis Unix mulai
menghilang dan kebangkitan dari dominasi Microsoft (Weber, 2000: 9). Linux bukan
lagi proyek pribadi antara Torvalds dan rekannya, ribuan orang diseluruh dunia turut
berpartisipasi. Semakin lama, proyek Linux menjadi semakin penting dan mengalami
peningkatan dalam desain maupun penampilan. Linux yang pada tahun 1991 berisi
sekitar 12.000 baris kode, mengalami perkembangan signifikan dalam beberapa tahun.
Saat Linux 1.0 diluncurkan pada 1994, kernel ini telah cukup stabil dan
memiliki

banyak

fitur,

seperti

preemptive

multitasking34

dan

symmetric

multiprocessing35. Pada 1996, tim pengembangan Linux yang ada diseluruh dunia
mulai memberikan hasilnya. Tahun itu mereka telah membuat versi Linux untuk
sejumlah hardware, dari Atari ST sampai Macintosh. Saat ini, kernel Linux telah
mendapat dukungan dari perusahaan besar termasuk IBM. Torvalds tetap mengawasi
32

Seluruh sistem hanya berupa single file yang berjalan dalam kernel mode.
Kelemahan pada program yang menyebabkan program berjalan kurang baik.
34
Kemampuan untuk membagi sumber daya CPU untuk banyak aplikasi.
35
Kemampuan untuk membagi tugas di antara banyak CPU.
33

40

dan berkontribusi pada proyek kernel Linux hingga sekarang. Dia bahkan menyebut
dirinya sebagai benign dictator/diktator yang ramah.
Karena kernel merupakan aspek penting dari sebuah sistem operasi, orang
mulai merujuk kombinasi GNU/Linux menjadi Linux. Stallman bahkan menyatakan
kekecewaannya karena media hanya menyebut Linux saja dan akhirnya menyebar di
masyarakat. Berdasar fakta yang ada, GNU-lah yang terlebih dahulu ada sebelum
Linux. Karenanya setiap kali orang menyebut Linux, Stallman akan bertanya Apa?
Saya tidak mengenal Linux, yang saya kenal GNU/Linux! (GuhNew slash Linux)
(InfoLinux, 2003/01: 55). Menurut Stallman penyebutan GNU/Linux menjadi penting
karena dengan demikian orang akan mengetahui sejarah sistem, filosofi dan tujuan
dari sistem GNU/Linux tersebut (Gay, 2002: 59). Semua software dalam GNU/Linux
adalah Free Software walaupun tidak memiliki hubungan langsung dengan GNU atau
Richard Stallman. Bagaimana pun juga, hadiah terbesar Stallman pada dunia bukanlah
GNU software, tetapi konsep Free Software (Thomas, 2009: xiii).

4. Gerakan Open Source


Dalam perjalanan tradisi hacker yang kemudian melahirkan gerakan Free
Software oleh Richard Stallman (Free Software Foundation), menginsipirasi gerakan
keterbukaan yang dipelopori oleh Eric S. Raymond, Bruce Perens dan Tim Oreilly.
Gerakan tersebut bernama Open Source Movement.
Open Source jika diartikan dalam bahasa Indonesia secara bebas adalah
sumber terbuka. Sumber disini berarti sumber dari kode program (source code).
Febrian (2004: 321) menjelaskan bahwa Open Source merupakan perintah-perintah
program atau bahasa pemrograman yang tersedia gratis berikut kode-kode dari bahasa
pemrograman yang digunakan dan untuk digunakan kelangan luas, boleh dimodifikasi
dan digunakan oleh siapa saja. Namun kelemahan dari penjelasaan ini adalah masih
menggunakan konsep gratis dibanding bebas ataupun terbuka.
Padahal Open Source adalah istilah yang digunakan oleh Perens pada tahun
1998 untuk menghilangkan ambiguitas kata free dalam bahasa Inggris. Mengutip
pernyataan

Perens

(2000:

http://oreilly.com/catalog/opensources/book/perens.html),

everyone who wants to is allowed to sell an Open Source program, so prices will be
low and development to reach new markets will be rapid. Bahkan Stallman
menyatakan free software is a matter of freedom (liberty), not price; A matter of the
41

users' freedom to run, copy, distribute, study, change and improve the software (Gay,
2002: 43). Open Source sendiri merupakan representasi dari software yang bebas
digunakan untuk tujuan apapun dan dimodifikasi oleh siapapun.
Awal definisi Open Source berasal dari konsep yang terangkum dalam Debian
Social Contract, sebuah pernyataan dimana sebuah software seharusnya bebas lisensi
termasuk distro Debian Linux. Pernyataan ini kemudian dikembangkan oleh Bruce
Perens (pimpinan proyek Debian Linux kala itu) bersama komunitas Debian hingga
menghasilkan Debian Free Software Guidelines. Perens mengembangkan proyek
Open Source dengan mendirikan korporasi untuk Debian yang diberi nama Software
in the Public Interest. Pada bulan Februari 1998, Bruce Perens dan Eric Steven
Raymond akhirnya bergabung dan membentuk The Open Source Initiative (OSI)
sebagai sebuah organisasi yang secara ekseklusif mengelola kampanye Open Source
dan sertifikasinya (Perens, 2000: http://oreilly.com/catalog/opensources/book/perens.html).
OSI menggunakan konsep Open Source untuk menetapkan suatu software
dapat dikategorikan sebagai Open Source atau tidak. Konsep Open Source tidak hanya
berarti akses pada source code (kode sumber yang membentuk software). Konsep
distribusi Open Source Software juga harus memenuhi beberapa kriteria lisensi yaitu
(Open Source Initiative, 2007: http://opensource.org/docs/osd):
1. Free Redistribution; Lisensi tidak boleh membatasi suatu pihak untuk menjual
ataupun membagikan software sebagai komponen dalam kesepakatan
distribusi software yang berasal dari berbagai sumber. Lisensi tidak
membutuhkan royalti ataupun biaya lain seperti penjualan. Dalam artian
software Open Source bebas untuk didistribusikan ulang oleh siapapun tanpa
ada biaya lisensi.
2. Source code; Program harus menyertakan source code dan harus
memperbolehkan distribusi kode sumbernya seperti program yang sudah
dicompile (disusun). Source code harus disajikan dalam bentuk yang memberi
kesempatan seorang programmer untuk memodifikasinya. Pengacakan kode
sumber dengan sengaja tidak diperbolehkan. Bentuk intermediate seperti
output preprocessor (assembly dan biner) tidak diperbolehkan.
3. Derived Works; Lisensi harus memperkenankan untuk modifikasi dan
menghasilkan pekerjaan turunan. Sehingga lisensi mengijinkan modifikator
untuk redistribusi dibawah konsep lisensi software original.
42

4. Integrity of The Author's Source code; Lisensi boleh membatasi bentuk


source code dari distribusi dalam bentuk termodifikasi, jika menyediakan
distribusi dari patch files bersama source code untuk tujuan modifikasi
program pada saat pembentukan. Lisensi harus mengijinkan distribusi software
yang berasal dari source code yang telah dimodifikasi. Lisensi mengijinkan
pekerjaan untuk menggunakan nama lain atau versi dari software asli.
5. No Discrimination Against Persons or Groups; Lisensi tidak boleh
mendiskriminasikan seseorangan ataupun sekelompok orang.
6. No Discrimination Against Fields of Endeavor; Lisensi tidak boleh
membatasi seseorang untuk menggunakan program dalam lingkungan kerja
yang spesifik. Contoh, tidak boleh membatasi program untuk digunakan dalam
bisnis atau riset.
7. Distribution of License; Hak yang dilekatkan pada program harus menyetujui
untuk siapa saja yang mendistribusikan program tanpa butuh adanya lisensi
tambahan dari pihak tersebut.
8. License Must Not Be Specific to a Product; Hak yang dilekatkan pada
program tidak boleh bergantung pada program yang menjadi bagian dari
distribusi software tertentu. Jika program diambil dari distribusi yang
menggunakan konsep program berlisensi, seluruh bagian dari program yang
didistribusikan ulang harus memiliki harus memiliki hak yang sama dengan
kesepakatan yang disetujui bersama distribusi software asli.
9. License Must Not Restrict Other Software; Lisensi tidak boleh menempatkan
pembatasan pada software lain yang didistribusikan bersama dengan software
berlisensi. Sebagai contoh, lisensi tidak boleh meminta semua program yang
digunakan merupakan Open Source software. Distributor memiliki hak untuk
memilih software mereka sendiri (Lerner & Tirole, 2002: 203).
10. License Must Be Technology-Neutral; Tidak ada ketetapan lisensi yang
mendasarkan pada teknologi individu atau interface tertentu.
Dari dasar tersebut Syafii (2005: 2) melihat Open Source sebagai sebuah ide
dimana semua program yang dibuat disebarkan sekaligus bersama source code-nya
dengan niatan untuk dikembangkan, diubah, diuji atau apapun. Dengan kesimpulan
bahwa Open Source adalah bebas. Istilah Free and Open Source Software (FOSS)
43

menunjuk pada software yang distribusinya dibawah lisensi sebagai Free Software
(FSF) dan Open Source Software (OSI) (Hoe, 2006: 4). Dari konsep ini, banyak
programmer bersatu menghasilkan FOSS. Programmer tersebut merasa nyaman
berkontribusi pada FOSS karena percaya pada beberapa hak yaitu: (1) Hak membuat
copy program dan mendistribusikan copy program tersebut; (2) Hak untuk mengakses
source code, sebelum mengubahnya; (3) Hak untuk membuat peningkatan pada
program (Perens, 2000: http://oreilly.com/catalog/opensources/book/perens.html).
Pada tahun 1998, Netscape secara resmi mengumumkan menggunakan model
Open Source dengan meluncurkan Netscape Navigator 5.0. Navigator merupakan
produk Open Source pertamanya. Tetapi karena Navigator merupakan produk
trademark bagi Netscape maka belum mampu mendukung model Open Source secara
penuh. Dalam lisensi yang disandang Navigator (Netscape Public Lisence/NPL)
memiliki fitur hak istimewa yang hanya dimiliki oleh Netscape. Hak ini membuat
Netscape dapat melakukan re-licensing (lisensi ulang) terhadap modifikasi pada
produk

Netscape

untuk

menjadikannya

milik

http://oreilly.com/catalog/opensources/book/perens.html).

mereka
Mereka

(Perens,
dapat

2000:

mengambil

modifikasi tersebut secara pribadi, meningkatkannya dan menolak memberikan hasil


pada publik (modifikator). Ketika Netscape menentukan beralih pada model Open
Source terjadi sedikit masalah. Netscape masih memiliki kontrak dengan perusahaan
lain yang berkomitmen menyediakan Navigator dibawah lisensi Non-Open Source.
Pada 23 Januari 1998, Netscape membuat 2 pengumuman yaitu: (1) Netscape
communications akan meninggalkan Navigator browser dan (2) Netscape akan
memberikan source code untuk generasi selanjutnya dari peralatan Netscape
communicator

(Hamerly,

Paquin

http://Oreilly.com/catalog/opensources/book/netrev.html).

&

Walton,
Netscape

2000:

mengembangkan

source code Navigator dan menamainya Mozilla. Sebenarnya Mozilla merupakan


versi Open Source pertama yang dikembangkan Netscape secara penuh. Raymond dan
Perens bertindak sebagai konsultan dalam pengembangan lisensi Mozilla (Perens,
2000: http://oreilly.com/catalog/opensources/book/perens.html).
Dalam pengembangan Mozilla, terlihat dengan jelas kekurangan Free
Software dimata Raymond dan OSI. Lisensi GNU GPL (GNU General Public

44

License)36 menetapkan bahwa ketika GPL diaplikasikan pada source code suatu
software, maka kode lain bersama kode original harus berada pada lisensi GPL (GPL
viral effect). Aspek ini membuat GPL tidak dapat bertahan bagi pengembang software
komersil. Perusahaan software komersil sulit menerapkan lisensi GPL dalam bisnis.
Lisensi lain GPL yaitu GNU LGPL (Lesser General Public License)37 sedikit
lebih terbuka dibanding GPL, namun tetap memiliki celah yang menyulitkan
pengembang software. Beberapa orang ada yang menyebut lisensi klasik perangkat
lunak bebas seperti GPL dan LGPL sebagai sangat ketat. GPL dan LGPL
mendefinisikan batasan yang ketat dalam mencegah supaya perangkat lunak bisa
bebas dan turunannya tetap bebas. Bagi FSF batasan ini memang prasyarat membuat
lingkungan yang baik untuk perangkat lunak bebas. Kebutuhan pengembang software
akan lisensi yang lebih terbuka mendorong hadirnya gerakan Open Source oleh Eric
S. Raymond, Bruce Perens dan Tim Oreilly melalui Open Source Movement.
Eric Raymond menemukan bahwa terdapat masalah dengan penyebutan Free
Software. Orang menangkap istilah Free dan mengasosiasikannya dengan Gratis.
Kalangan bisnis berpikir mereka tidak dapat menghasilkan uang atau menjualnya. Hal
itu menjadikan Free Software sebagai sebuah konsep yang salah. Pengembang Open
Source ingin berbagi ide tentang software yang terbuka dan ketersediaan source
codenya merupakan bagian kecil namun sangat penting (Moore, 2002: 00:46:59).
Open Source Movement memiliki tujuan berbeda dengan gerakan Free
Software. OSM memiliki tujuan yang bersifat pragmatis yaitu efisiensi pengembangan
software sehingga memudahkan pengaplikasiannya dalam bisnis. Sedangkan Free
Software memiliki tujuan politis yaitu melawan dominasi kapitalis proprietary
software dan memperjuangkan akses terhadap kebebasan dalam mempergunakan
teknologi informasi. Dalam artikelnya Why Open Source misses the point of Free
Software Stallman (2007: http://www.gnu.org/philosophy/open-source-misses-thepoint.html) mengklaim Open Source is a development methodology; free software is
a social movement. Sistem FOSS yang menggunakan source code serta komunitas
sebagai medium interaksi dan mengembangkan software menjadi poin utama dalam
memerangi proprietary software.

36

Lisensi yang ditetapkan oleh Free Software Foundation untuk mengakomodir 4 kebebasan software.

45

Gambar 2.2 Sejarah Perkembangan FOSS


Hacker Ethics

GNU/Linux

Open Source Initiative


(10 Definitions)

Free Software
Foundation

Richard M.
Stallman

4 Freedoms
(run,study,copy,improve)

GNU Project & GPL License

Internet

Netscape, Sun, Apache,


Red Hat, MySQL dll

(diadaptasi dari Sunandar & Andreas, 2008: 6)

B. EKONOMI POLITIK FREE AND OPEN SOURCE SOFTWARE


Orang terkadang memandang software tidak lebih dari kumpulan kode yang
berfungsi untuk memberi instruksi pada mesin. Sekarang software memungkinkan
orang berpartisapasi dan saling berinteraksi. Lokasi, pendidikan, bahasa, usia dan etnis
tidak lagi menjadi faktor penting. Chopra & Dexter menyebutkan software telah
menjadi gerakan sosial politik sehingga memiliki kategori yang sama dengan nilai
normatif dalam fenomena politik atau sosial lain (Nieuwenhof, 2008: 1). Free and
Open Source Software telah mengambil peranan penting dalam pengembangan
gerakan sosial politik tersebut. Berlawanan dengan proprietary software, FOSS
memungkinkan pengguna membaca, mengubah dan mendistribusikan ulang source
code. Meskipun Free Software dan Open Source Software memiliki akar yang sama,
tetapi berbeda dalam pendekatan fundamental filosofis pada software dan kepentingan
pada

masyarakat

secara

keseluruhan

(Klang,

2005:

http://www.firstmonday.org/issues/issue10_3/klang/index.html).

1. Copyleft : Perlawanan Terhadap Kapitalisme Berlabel Copyright


Free Software Foundation mendefinisikan Copyleft sebagai a general method
for making a program or other work free, and requiring all modified and extended
versions of the program to be free as well (Gay, 2002: 91). FSF mengembangkan
istilah copyleft menjamin tiap software yang diturunkan berlisensi GPL tetap sebagai
37

Varian lisensi GPL yang digunakan pada library (pustaka) software.

46

Free Software. Prinsip yang digunakan hampir sama dengan copyright. Jika
proprietary software menggunakan copyright untuk melindungi dari pembajakan,
maka FSF merancang copyleft untuk memastikan software tetap dapat diakses source
code-nya, dapat melakukan distribusi ulang, modifikasi dan hasilnya masih berupa
Free Software. Bahkan Ciffolilli (2004: 5) percaya hanya dengan menggunakan
copyleft-lah pembajakan dapat dihindari.
Copyleft mencegah uncooperative people (istilah yang dipakai Stallman)
mengubah perangkat lunak bebas menjadi proprietary software. Copyright biasanya
befungsi untuk memprivatisasi software sedangkan copyleft dapat dipakai untuk
menjaga agar perangkat lunak tetap bebas menjadi milik masyarakat. Stallman
mengatakan dengan lisensi copyleft,
Software ini merupakan hak cipta dan kami para pembuatnya memberi anda
izin untuk mendistribusikan kopiannya, kami memberi izin untuk
mengubahnya, kami memberikan izin menambahkannya. Tapi ketika anda
mendistribusikannya, ia harus berada dalam kondisi ini (Free Software), tidak
lebih dan tidak kurang (Moore, 2003: 00:17:37).

Konsep Copyleft tidak seperti jika software masuk public domain, yang
mengizinkan orang untuk berbagi software dan peningkatannya namun juga
memberikan kebebasan untuk melakukan privatisasi. Public domain memungkinkan
untuk melakukan perubahan dan mendistribusikan hasil modifikasi sebagai
proprietary software. Orang yang menerima program modifikasi tersebut tidak
memiliki kebebasan yang diberikan oleh penulis program original (Gay, 2002: 91).
Pada dasarnya pemegang copyleft tetap mengikat secara hukum. Bila karya copyleft
dipakai dan dilanggar maka yang melanggar melakukan sebuah tindakan ilegal.
Berbeda dengan copyleft, copyright telah memberikan banyak batasan kepada
pengguna. Hukum copyright harusnya memproteksi pengekspresian ide, tidak
memproteksi ide itu sendiri. Barlow menganalogikan bahwa seharusnya copyright
melindungi botol (pengeskpresian ide) bukan wine dalam botol (ide) (Nieuwenhof,
2008: 5). Ketika komputer berkembang pesat dan software terpisah sebagai komoditi
sendiri, proprietary software memaksakan copyright. Perusahaan proprietary hanya
mendistribusikan software dalam bentuk executeable program (file eksekusi) dan
melindunginya dengan copyright. Artinya perusahaan proprietary menggunakan
perlindungan ini tanpa harus berbagi ide dan prinsip (prosedur, algoritma, arsitektur)
temuannya melalui source code (Jullien & Zimmermann, 2005: 2).
47

Copyright seharusnya hanya membatasi distribusi, bukan apa yang dilakukan


oleh pengguna (copy, run, improve, share). Dengan begitu menjadikan copyright
sebagai

sistem

yang

menguntungkan

publik

(Stallman,

2008:

http://www.gnu.org/philosophy/freedom-or-copyright.htm). Copyright seharusnya hadir

untuk memberikan manfaat bagi penguna bukan hanya kepentingan penerbit/pembuat


(Gay, 2002: 79). Copyright telah memberikan kesempatan pembuat (authors) untuk
monopoli dan mengeksploitasi hasil kerjanya (Jullien & Zimmermann, 2005: 2)
Dalam lisensi proprietary tradisional, orang tidak dapat mengetahui kode
sumber. Lisensi proprietary mencegah para pengembang untuk mempelajari
perangkat lunaknya. Bahkan melalui Digital Rights Management (DRM), memberi
authors kesempatan hukum bagi proprietary software untuk menulis aturan
copyrightnya sendiri melalui pernyataan persetujuan dalam software. Lisensi untuk
para pengembang contohnya, seperti Microsof End User License Aggrement (EULA)
dan pendaftaran ke Microsoft Developer Network, tidak mengizinkan reverseengineering38, kompilasi ulang, dan membongkar ulang menjadi bahasa assembly39.
Kecuali untuk hal tertentu yang diizinkan ketentuan (baca Dewi, 2006: 8-14).
Konsep DRM juga telah mengancam kebebasan bagi para pengguna melalui
istilah propaganda seperti protect authors dan intellectual property. Konsep
tersebut secara implisit mengasumsikan penerbit memiliki kekuasaan khusus atas
nama pembuat dan publik harus berlutut dihadapannya. Memaksa untuk percaya
bahwa copyright adalah hak alami dari pembuat sehingga publik harus selalu
menderita. Konsep copyright telah menukarkan istilah sharing (berbagi) dengan
piracy (pembajakan)

(Stallman,

2008:

http://www.gnu.org/philosophy/freedom-or-

copyright.htm). Ciffolilli (2004: 2) berpendapat bahwa alasan rasional proprietary

software melihat aktifitas sharing tersebut sebagai pembajakan ialah penyalahgunaan


perlindungan copyright.
Lisensi copyleft merepresentasikan paradigma baru dalam desain dan
interpretasi intellectual property rights (Ciffolilli, 2004: 13) dan bukan untuk menolak
intellectual property (Jullien & Zimmermann, 2005: 7). Mengutip pendapat Liang it
actually is an extension of copyright, not an alternative (Nieuwenhof, 2008: 6).
Tanpa adanya copyright, tidak akan ada copyleft (McGowan, 2005: 373). Pada
38

Rekayasa pembalikan, membalik proses produksi dari produk ke ide dasar.

48

dasarnya copyleft merupakan prinsip idealisme yang secara kuat terhubung pada etika
hacker, dimana terdapat sekumpulan nilai yang membentuk motivasi kerja seperti
pengembang software dalam komunitas Free and Open Source Software
(Nieuwenhof, 2008: 7). Tidak semua FOSS berlisensi copyleft. Beberapa software
FOSS

mengijinkan

pengguna

memodifikasi

source

code

tanpa

harus

mendistribusikannya dalam lisensi yang sama (Lee, 2006: 50).

2. Lisensi dalam Free and Open Source Software


Komponen dalam produk digital memiliki saling ketergantungan (interdependent) satu sama lain melalui pengembangan yang berbeda. Hal ini
memungkinkan

satu

komponen

mengontrol

komponen

lainnya

sehingga

membutuhkan proteksi terhadap komponen tersebut melalui lisensi (Aigrain, 2002: 3).
Orang terkadang salah mengintepretasikan bahwa FOSS selalu bermasalah dengan
hukum interllectual property. Bertentangan dengan kepercayaan tersebut, seluruh
pengembang FOSS beroperasi di bawah hak interllectual property. Tidak seperti hak
milik (property) dalam proprietary software, hak milik dalam FOSS berbentuk hak
untuk mendistribusikan, bukan hak untuk membatasi (baca Nieuwenhof, 2008 yang
banyak membahas etika lisensi dalam FOSS).
Lisensi dalam gerakan FOSS menempati peran pokok sebagai salah satu
mekanisme berjalannya gerakan ini. Lisensi FOSS merupakan salah satu bentuk
kontrak antara pembuat perangkat lunak dan pengguna. Lisensi adalah bentuk
pernyataan pembuat perangkat lunak mengenai hak cipta pada karya yang dibuatnya
untuk digunakan, digandakan, dimodifikasi dan disebarluaskan (Indrayanto et.al,
2007: 45). Ada beberapa jenis Lisensi dalam pengembangan FOSS seperti General
Public License (GPL). Selain itu, Open Source Initiative mengeluarkan lisensi Open
Source. Berbagai macam lisensi FOSS telah memperluas kemungkinan penggabungan
public property dan property rights.
39

Bahasa tingkat rendah komputer yang menyerupai bahasa mesin.

49

Gambar 2.3 Frekuensi Penggunaan Lisensi FOSS

(sumber: Indrayanto et.al, 2007: 46)


Sesuai pernyataan FSF bahwa sifat free pada FOSS tidak berarti gratis. Hal
ini memberi peluang bisnis bagi pengembang FOSS. Lisensi FOSS terbagi menjadi
beberapa kategori dalam masalah proprietarisation
1. Lisensi

proprietarisation

not

allowed

(Viral/Copyleft);

Tidak

memungkinkan untuk proprietarisation pada perangkat lunak FOSS.


Termasuk lisensi seperti ini diantaranya GPL (General Public License) dan
LGPL (Lesser General Public License). Licensi GPL dan LGPL ini
memberikan kebebasan penuh penuh bagi setiap orang untuk mengakses dan
memodifikasi kode sesuai dengan kebutuhannya.
2. Lisensi partial proprietarisation allowed (Non-Viral/Non-Copyleft); Lisensi
ini memungkinkan ada keterbatasan bagi pengguna untuk mengakses pada
komponen tertentu pada suatu program. Contoh lisensi Mozilla & Netscape.
3. Lisensi complete proprietarisation tolerated (Non-Viral/Non-Copyleft);
Biasanya lisensi jenis ini digunakan pada versi terbaru dari suatu program
tanpa menghiraukan besarnya perubahan dari versi program sebelumnya.
Termasuk jenis lisensi ini diantaranya BSD, Artistic, MIT dan Apache.
Berdasar bagan diatas, lisensi yang paling banyak digunakan ialah GNU GPL.
GNU GPL dan lisensi FOSS lainnya mempergunakan hukum copyright untuk
mempertahankan kebebasan setiap pengguna. GPL mengijinkan setiap orang untuk
merilis karyanya dan harus dalam lisensi yang sama. Distribusi ulang tanpa mengubah
karya juga harus mematuhi lisensi dan memberikan akses source code kepada
pengguna (Stallman, 2009: http://www.gnu.org/philosophy/pirate-party.html). GPL
menetapkan 2 desain strategi untuk melaksanakan norma pengembangan FOSS.
Pertama adalah menetapkan copyright dari pembuat didalam kodenya sebagai
50

kesatuan sehingga memaksakan norma FOSS. Kedua ialah mengijinkan pengembang


menyalin, memodifikasi dan medistribusikan ulang kode hanya selama mereka setuju
dengan konsep GPL (Copyleft) (McGowan, 2005: 362).
Banyak lisensi non-proprietary seperti lisensi Open Source, mengambil
ketentuan dalam bagian utama lisensi pada GPL. Bagian utama lisensi merupakan
pernyataan dasar dari GPL. Bagian tersebut menunjukkan bahwa pengguna memiliki
ijin menyalin program. Dalam bagian utama terlihat konsistensi karakteristik Free
Software yang tidak mendiskriminasikan commercial software selama bukan
proprietary software. Yang menjadikan GPL unik adalah bagian dimana terdapat
pembatasan menggunakan software untuk menciptakan software komersil secara
spesifik. Perhatikan pernyataan bagian 2b:
2b) You must cause any work that you distribute or publish, that in whole
or in part contains or is derived from the Program or any part there of, to
be licensed as a whole at no charge to all third parties under the terms of
this License.

Pernyataan tersebut memiliki maksud bahwa setiap pengembangkan software


yang menggunakan source code tersebut harus mentransfer GPL pada pengguna
software turunan. GPL memaksa program yang mengandung komponen Free
Software, keseluruhannya harus dirilis sebagai Free Software (Osterloh & Rota, 2002:
6). Tipe lisensi ini oleh Professor Radin disebut viral contract, yaitu contracts
whose obligations purport to run to successor of immediate parties (Gonzales,
2004: 8). Kontrak ini menyebar dalam bentuk viral, dimana lisensi harus menyertakan
konsep GPL dalam lisensi berikutnya. Bahkan terhadap karya turunan program
tersebut karena ketentuan yang ditetapkan dalam kontrak. Lisensi memaksakan
kontrak yang sama pada lisensi selanjutnya (baca McGowan, 2005 untuk mengetahui
aspek legal lisensi FOSS).
Batasan yang dipaksakan oleh GPL tampaknya berbenturan dengan beberapa
prinsip Free Software. Batasan dan ketentuan tersebut meniadakan kebebasan yang
diharapkan melalui free software. Pendukung Free Software harus berhadapan dengan
fakta bahwa akan lebih baik jika menyertakan kebebasan untuk komersialisasi dan
profit dari penggunaan kode turunan. Penggunaan software non-proprietary untuk
menciptakan close source mungkin menjadi dilema moral, namun kebebasan akan

51

mencapai tumpuan tertinggi dengan menyertakan esensi filosofi dan politis dari
pembuat program.
Open Source Initiative membidik poin ini dengan menciptakan lisensi yang
lebih pragmatis bagi kepentingan bisnis melalui pengembangan Open Source.
Dibanding menekankan free yang sering menjadi momok dalam bisnis (Free as
Free Beer). Open Source menekankan lisensinya pada keterbukaan. Bruce Perens
mengatakan perbedaan keduanya ialah Ricard M. Stallman menganggap setiap
software harus free sedangkan Open Source melihat Free Software dan non-Free
Software dapat hidup berdampingan (Moore, 2002: 00:49:41). Kelemahan lisensi GPL
dalam perspektif Open Source adalah GPL mengikat pengembang untuk tidak
memasarkan programnya dalam lisensi lain.
Masih perlu pengkajiam validitas lisensi copyleft dalam FOSS secara lebih
mendalam. Berbagai kasus terjadi dalam kaitannya mempergunakan lisensi berbasis
copyleft. Seperti kasus yang terjadi pada Maret 2003 ketika SCO Group melayangkan
gugatan kepada IBM terkait pelanggaran intellectual property terhadap kernel UNIX
(Galli, 2003: http://www.eweek.com/article2/0,3959,922913,00.asp). SCO mengklaim
bahwa mereka memiliki sebagian kode AIX (sistem operasi turunan UNIX) serta
sebagian kode kernel UNIX yang digunakan untuk menjalankan berbagai distro linux.
Lebih jauh, SCO mengancam setiap perusahaan yang menggunakan Linux dalam
pelanggaran copyright dan mengklaim bahwa setiap pengguna Linux harus membayar
lisensi dari mereka. Walaupun kasus tersebut tidak terbukti, namun terlihat bugs
dalam lisensi FOSS terkait dengan pelanggaran intellectual property.

3. Model Bisnis Free and Open Source Software


Terdapat kekhawatiran bahwa strategi kepemilikan (proprietary) untuk
mengcopyrightkan barang publik mungkin menghalangi pengembang dalam membuat
program sesuai kebutuhan (Lerner & Tirole, 2003: 226). Adanya peluang untuk
menghasilkan uang melalui FOSS didasarkan pada fakta bahwa FOSS merupakan
barang publik. Free and Open Source Software merupakan barang publik karena
didalamnya tidak terdapat persaingan (non-rivalry) dalam konsumsi (karakteristik
yang dilekatkan dalam kebanyakan barang non-material), tanpa pembatasan (nonexcludability) (Bitzer, Schrettl & Schrder, 2004: 2). Tanpa persaingan berarti jumlah
barang yang tersedia untuk konsumsi tidak terbatas pada stok yang tersedia bagi
52

konsumer. Non-excludability berarti memberikan biaya reproduksi dan distribusi


barang publik (Ciffolilli, 2004: 3).
Dalam produksi software tradisional, software biasanya dijual dalam bentuk
yang tidak memberikan akses source code. Pelanggan hanya memiliki kemungkinan
terbatas untuk mendeteksi kesalahan (debugging) dan meningkatkan program.
Pengguna hanya mampu memberitahukan kesalahan yang ada kepada penjual.
Sebaliknya dalam produksi FOSS, pengembang memperlihatkan inovasi program
kepada pengguna. Banyak pengguna melakukan test pada program, mencari kesalahan
(debugging) dan memberikan umpan balik dengan cepat. Inilah alasan kenapa FOSS
memiliki lebih sedikit kecacatan dibanding proprietary software. Mengutip
pernyataan Raymond (2000b: http://catb.org/~esr/writings/cathedral-bazaar/cathedralbazaar/) given enough eyeballs, all bugs are shallow.

Eric Steven Raymond melalui tulisannya The Cathedral and The Bazaar
menjelaskan beberapa kemungkinan bisnis dalam Free and Open Source Software.
Pada paper tersebut, Raymond membuat sesuatu yang kontras antara dua model
pengembangan yang berbeda dan berlawanan. Pertama adalah model konvensional,
model pengembangan tertutup (close source). Raymond menyebutnya sebagai model
Cathedral. Pada model ini pengembang memiliki spesifikasi sasaran ketat
kelompok proyek kecil dan dijalankan dengan cara hirarkis yang cukup otoriter. Serta
memiliki interval rilis yang lama. Pada sisi lain, Raymond mengidentifikasi apa yang
terjadi di dunia Linux. Model ini lebih banyak desentralisasi peer to peer yang disebut
model pasar (bazaar). Model Bazaar memiliki interval rilis singkat dengan
pengumpulan feedback teratur dari orang yang secara formal berada di luar dari
proyek tersebut. Yang mengejutkan bahwa dengan model ini terlihat tukar-menukar
semua manfaat yang tidak terdapat pada pengembangan konvensional tertutup
(Raymond, 2000b: http://catb.org/~esr/writings/cathedral-bazaar/cathedral-bazaar/).
Terdapat berbagai model bisnis dan perusahaan untuk produk FOSS. Salah
satu perusahaan yang paling menonjol ialah Red Hat. Red Hat tidak secara langsung
menjual source code karena setiap orang dapat mendownloadnya dari Internet secara
gratis namun lebih pada penjualan support dan services. Model ekonomi ini telah
membentuk model bisnis dalam FOSS. Hingga saat ini, model bisnis yang sudah ada
dan diterapkan antara lain (Indrayanto et.al, 2007: 36; baca Krishnamurthy, 2005
untuk melihat model lain).
53

1. Support/Seller (Distributor); Pada model bisnis ini, disamping menekankan


pada penjualan media distribusi dan branding, juga dapat mengandalkan pada
jasa pelatihan, jasa konsultasi, kustomisasi dan dukungan teknis purna jual.
Model inilah yang banyak dilakukan oleh perusahaan distro Linux.
2. Pemberian Jasa Solusi Terpadu; Pada model bisnis ini, FOSS tidak berdiri
sebagai produk penjualan. Tetapi akan dikemas menjadi satu dengan jasa
lainnya. Misalnya, jasa instalasi, kustomisasi, implementasi, dan pelatihan
yang dikemas menjadu satu paket produk. Sebagai contoh, SuSE dengan
distribusinya telah membuka peluang untuk memperoleh proyek di beberapa
bank di Jerman.
3. Penjualan

Perangkat

Lunak

dengan

Nilai

Lebih;

Jika

software

ditambahkan nilainya, dikemas dengan baik, tentu orang-orang akan


membelinya. Yang menjadi tantangan tentulah membangun brand di tengah
pasar yang dituju. Sebagai contoh, RedHat membundle software-nya dengan
Oracle, UnicenterTNG, hingga merambah ke embedding device dengan kerja
sama ke Ericcson, Hitachi dan Motorolla.
4. Program Open Source Sebagai Service Enabler; Sebuah perusahaan yang
memiliki core business di dalam penjualan proprietary software dapat
memanfaatkan proyek Open Source sebagai service enabler (bagian dari
perangkat marketing). Adanya FOSS yang diberikan perusahaan menyebabkan
konsumen cenderung akan membeli hardware atau software dari perusahaan
tersebut. Seperti SUN Microsystem, yang melepas StarOffice.
5. Software Franchising; Model bisnis ini merupakan model kombinasi antara
brand licensing dan support/seller. Sebuah perusahaan yang memiliki distro
Linux, dapat membangun sendiri komunitasnya. Dengan model berlangganan,
pelanggannya dapat memperoleh fasilitas gratis, dan upgrade gratis. Selain
pengguna, didalamnya juga terdapat komunitas reseller, dan kontributor.
6. Widget Frosting; Model semacam ini pada dasarnya dilakukan dengan
menjual

perangkat

keras

yang

dilengkapi

program

FOSS

untuk

menjalankannya, seperti sebagai driver atau lainnya. Sebagai contoh,


pembuatan MP3 player dengan memanfaatkan sistem operasi Linux. Contoh
yang sudah banyak beredar adalah Cobalt server, firewall CyberGuard, Radio
Internet, dan sebagainya.
54

7. Accesorizing dan Merchandizing; Perusahaan mendistribusikan buku,


perangkat keras, atau barang fisik lainnya yang berkaitan dengan produk
FOSS. Sebagai contoh, penerbitan buku O'Reilly, atau majalah InfoLinux.
Gambar 2.4 Model Bisnis Distributor

(Sumber: Krishnamurthy, 2005: 284)

4. Motif Ekonomi-Politik Pengembang Free and Open Source Software


Mikrofondasi sosial FOSS banyak bergantung pada kebiasaan individual.
Dalam teori Public Goods mempredisksi bahwa barang non-rival dan non-excludable
akan memperkuat kebebasan motivasi pengembang. Jika barang menjadi subjek dalam
ketentuan bersama, dimana banyak orang dapat berkontribusi bersama untuk
mendapatkan nilai maka sistem akan menjadi underprovision. Kemudian tercipta
pertanyaan mengapa programmer yang berbakat secara suka rela mengalokasikan
sebagian waktu untuk proyek dimana mereka tidak akan mendapat kompensasinya?
(Weber, 2000: 5)
Hars & Ou mengidentifikasi motivasi pengembang untuk berpartisipasi dalam
proyek FOSS dalam 2 tipe. (1) merupakan faktor internal seperti motif instrinstik dan
altruistik; serta (2) berfokus pada keuntungan eksternal seperti harapan jangka panjang
dan kebutuhan personal. Faktanya Hars dan Ou memperlihatkan faktor eksternal
berperan lebih besar. Membentuk human capital dan self-marketing masuk dalam
kategori keuntungan ekonomi dimasa depan. Sedangkan Feller & Fitzgerald
menawarkan kerangka pemikiran yang lebih luas kedalam 3 kategori: teknologi,
ekonomi dan sosial-politik. Setiap area dibedakan dalam perspektif individu (level
mikro) dan perspektif organisasi/komunitas (Macro level) (Weerawarana &
Weeratunga, 2004: 16; Indrayanto, 2007: 27-28):
55

Motif Ekonomi:
a. Perspektif Individual

Meningkatkan karir di masa depan.

Memperoleh kekayaan; Terdapat fakta bahwa pengembang FOSS dibayar.


Hans & Ou menemukan 50% responden dibayar untuk pekerjaan FOSSnya.

Memanfaatkan peluang dengan harga yang rendah (nothing to lose);


Pengembang tidak mendapat keuntungan ekonomi jika menyimpan hasil
kerjanya sendiri.

Dengan memilih FOSS, developer tidak akan khawatir akan menurunnya


tingkat ekonomi dalam pengembangan FOSS untuk kebutuhannya sendiri.

b. Perspektif Organisasi/Komunitas

Menarik investor pendukung FOSS untuk kepentingan komunitas atau


organisasi.

Mengubah paradigma software sebagai komoditi industri menjadi servis


konsumen.

Memotong biaya pembelian proprietary software.

Meningkatkan penghasilan; Menjual produk & servis terkait dengan produk


FOSS.

Membuat perangkat lunak yang dapat dipakai di negara berkembang.


Motif Sosial-Politik:

a. Perspektif Individu

Gratifikasi ego dan Dorongan; Pengembang mendapat pengalaman berharga


dari melihat kode mereka digunakan lebih cepat dalam proyek FOSS.
Pengakuan yang diperoleh sering berasal dari orang yang mereka hormati.

Motifasi instrinsik mengembangkan kode; Dibawah motif instrinsik terdapat


faktor hirarki kebutuhan Mazlow dimana motifasi diidentifikasi sebagai
aktualisasi diri dan kebutuhan atas penghargaan diri oleh individu.

Rasa memiliki (sense of belonging) pada komunitas; Rasa memiliki pada


komunitas pengembang secara global melahirkan perasaan memiliki kekuatan
dalam pemprograman. Hars & Ou mengindikasikan lebih dari separuh
responden melihat rasa memiliki pada komunitas sebagai alasan partisipasinya.

Altruisme; Keinginan untuk membantu komunitasnya menjadi salah satu


motivator serta termasuk dalam kerangka Mozlow.
56

Gambar 2.5 Motif Personal dalam Kontribusi FOSS (Escher, 2004: 40)

b. Perspektif Organisasi/Komunitas.

Pergerakan sosial dengan adanya musuh bersama seperti Microsoft; Dikatakan


bahwa semua gerakan sosial butuh musuh dan Microsoft diasumsikan sebagai
penghalang untuk komunitas FOSS. Ideologi mengambil bagian besar dalam
FOSS. Ideologi juga menjadi bagian dalam keinginan untuk memperbaiki
ketidakadilan global dan perbedaan dalam menghasilkan teknologi informasi
yang free (bebas ataupun gratis) pada negara berkembang.

Mengurangi kesenjangan digital (digital divide)

Ideologi (software harus bebas); FSF mencoba untuk menghasilkan Free


Software yang lengkap sebagai alternatif paket komersil. Banyak yang tertarik
pada ideologi ini walaupun Open Source hadir menambahi ideologi menyolok
dari Free Software.

Model kerja masa depan; Laporan sebelumnya mengatakan besarnya potensi


untuk mentransfer model FOSS dalam organisasi kerja. (baca Escher, 2004
untuk mengetahui motif politik pengembang FOSS lebih detil).

Gambar 2.6 Motif Organisasi/Komunitas dalam Kontribusi FOSS (Escher, 2004: 50)

57

5. Shared Source: Serangan Balik Microsoft Terhadap FOSS


Di permukaan, source code selalu menjadi lingkungan ekseklusif dari
programmer. Dalam aspek teknis, source code dan modifikasinya memiliki
pertanyaan penting terkait inovasi software dimasa depan. Source code telah menjadi
bagian fundamental dalam gerakan FOSS. Dalam dokumen Halloween, Microsoft
melihat keuntungan jangka panjang sistem FOSS. Microsoft bahkan mengakui bahwa
proyek FOSS telah mencapai kualitas komersial dan menimbulkan ancaman bagi
bisnis mereka (Greenberg, 2003: 62).
Menghadapi perkembangan FOSS yang semakin pesat, sejak tahun 2001
Microsoft membuka beberapa source code programnya pada publik melalui Microsoft
Shared Source Initiative. Mengutip pernyataan Greenberg (2003: 64) bahwa Microsoft
meluncurkan proyek shared source sebagai respon terhadap berkembangnya FOSS.
Microsoft khawatir pendapatannya berkurang akibat FOSS. Proyek ini memungkinkan
pelanggan Microsoft untuk mendownload source code terbatas perusahaan.
(Microsoft, 2009: http://www.microsoft.com/resources/sharedsource/default.mspx).
Microsoft melalui ide shared source menggunakan pendekatan yang cukup
sederhana. Pertama, pelanggan menginginkan akses untuk keuntungan teknis dan
transparansi akan meningkatkan kepercayaan pelanggan. Kedua, tidak ada alasan bagi
Microsoft untuk menyediakan akses yang meliputi kebutuhan bisnis dan lisensi dalam
semua produk yang ditawarkan. Ketiga, pelanggan akan lebih berhasil dengan source
code jika peralatan dan informasi dilengkapi teknologi yang memadai. Dibawah
asumsi tersebut, Microsoft mengembangkan pendekatan Shared Source.
Meskipun lisensi shared source membuka akses terhadap source code, akan
tetapi menurut aktivis gerakan ini, shared source bukan open source karena tidak ada
satupun lisensi program tersebut membolehkan penggunaan komersial untuk
memodifikasi kode. Sebagian besar program melarang akses kode bagi kelompok,
lembaga atau rekanan tertentu. Bagi Microsoft, Shared Source lebih pada makna cara
perusahaan yang secara langsung mengkomersialkan software untuk menyediakan
akses source code tanpa melemahkan diversi kompetitor dan model bisnisnya.
Shared source adalah kerangka kerja, bukan lisensi. Microsoft menganggap
perusahaan software komersil butuh menganalisa kemungkinan lain dalam elemen
model pengembangan, lisensi dan bisnis. Perusahaan menggunakan kemungkinan
tersebut untuk menentukan strategi mana yang memungkinkan source code
58

dibagikan/dibuka demi keuntungan pelanggan tanpa mengurangi kemampuan


perusahaan bertahan dalam bisnis (Matusow, 2005: 338). Pendekatan lisensi
Microsoft dimulai dari reference-only grants (mengijinkan penggunaan source code
Microsoft sebagai referensi dan debugging, tapi tidak mengijinkan modifikasi atau
redistribusi) hingga yang lebih luas untuk melihat, memodifikasi, redistribusi dan
menjual pekerjaan tanpa membayar royalti pada Microsoft. Namun tetap saja shared
source memberi keuntungan bagi pemegang copyright dengan memberi kontrol yang
lebih ketat pada penggunaan produk mereka daripada lisensi FOSS .
Program shared source menyediakan source code untuk Windows, Windows
CE.NET, Visual Studio.NET, C#/CLI, ASP.NET, dan teknologi passport. Walaupun
begitu Web Sandbox Live Labs yang merupakan proyek Microsoft kini berada
dibawah lisensi Open Source. Salah satu pendapat terhadap model Shared source
adalah keterbatasannya pada look but dont touch. Bagi Microsoft, Shared source
meliputi 4 konsep kunci dalam industri proprietary software (Matusow, 2005: 339):

Mendukung pelanggan yang ada; Menyediakan akses source code pada


pelanggan untuk menfasilitasi produk, penyebaran, test keamanan dan
pengembangan aplikasi.

Menghasilkan pengembangan baru; Menyediakan instruksi source code


melalui contoh dan komponen utama untuk memfasilitasi pengembangan
proyek baru.

Memperluas pembelajaran dan riset; Menyediakan source code dan


dokumentasi untuk digunakan dalam kelas dan penerbitan buku serta sebagai
dasar riset lanjutan.

Memajukan kesempatan partner; Menyediakan struktur lisensi dan source code


untuk memperkuat hubungan lanjutan serta kesempatan bisnis baru.
Perubahan sikap yang dilakukan Microsoft dapat dikatakan sebagai perubahan

strategi perusahaan ini terhadap gerakan FOSS. Ini disebabkan karena respon yang
diberikan oleh Microsoft pada awal kemunculan gerakan ini sangat buruk.
Sebelumnya dalam berbagai kesempatan, beberapa petinggi Microsoft mengeluarkan
pernyataan atau cap negatif pada model pengembangan FOSS. Namun sekarang,
Microsoft merangkul komunitas dengan shared sourcenya untuk menghadapi FOSS.

59

C. GNU/LINUX : SIMBOL KESUKSESAN FOSS

Gambar 2.7 Market Share Operating System 2003


(sumber: Jullien & Zimmermann, 2005: 9)

Sistem operasi telah berkembang melalui jalan yang panjang. Dari yang paling
sederhana sampai yang paling modern. Masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan terutama sehubungan dengan fungsi yang dimilikinya. Microsoft
Windows merupakan sistem operasi desktop yang paling populer (Thomas, 2009: xi).
Microsoft memang sangat populer tetapi bukan berarti tidak ada sistem operasi selain
Windows. Lihat pada market share diatas menunjukkan bahwa pada tahun 2003
UNIX (bersama turunannya) menguasai pasar sistem operasi (35%) sedangkan
Windows hanya 30%. Yang paling menarik ialah sistem operasi GNU/Linux yang
mengalami perkembangan hingga 90%. Hal tersebut menunjukkan besarnya potensi
GNU/Linux untuk mengerogoti dominasi sistem operasi milik Microsoft.
GNU/Linux merupakan sistem operasi yang dikembangkan lebih dari ribuan
orang diseluruh dunia (LeBlanc & Blum, 2007: 9). GNU/Linux sangat mirip dengan
sistem UNIX. Hal ini dikarenakan kompatibilitas dengan UNIX merupakan tujuan
utama dari proyek GNU/Linux. Perkembangan GNU/Linux dimulai pada tahun 1991,
ketika mahasiswa Finlandia bernama Linus Torvalds menulis Linux, sebuah kernel
untuk prosesor 80386, prosesor 32-bit pertama dalam kumpulan CPU intel yang cocok
untuk PC (MDGR, 2006: 92). Kernel Linux merupakan inti dari proyek Linux, tetapi
komponen lainlah yang membentuk secara komplit sistem operasi GNU/Linux. Kernel
Linux terdiri dari kode-kode yang dibuat khusus untuk proyek Linux. Kebanyakan
perangkat lunak pendukungnya tidak eksklusif terhadap GNU/Linux, melainkan biasa
dipakai dalam beberapa sistem operasi yang mirip UNIX. Contohnya, sistem operasi
BSD (Berkeley), X Window System (MIT), dan GNU (FSF) (Mulyanto, 2008: 67).
60

Masalah utama yang dihadapi GNU/Linux dahulu adalah interface40 yang


berupa teks (text based interface). Ini membuat orang awam tidak tertarik
menggunakan GNU/Linux. Mereka harus mempelajari GNU/Linux dengan seksama
agar dapat mengerti cara penggunaannya (tidak user-friendly). Tetapi keadaan ini
sudah mulai berubah dengan kehadiran Window Manager41 (X Window System)
seperti LXDE, Xfce, KDE dan GNOME. X Window System memiliki tampilan
desktop yang menarik sehingga mengubah persepsi dunia tentang GNU/Linux.
Salah satu keunggulan GNU/Linux adalah instalasi yang mudah. Selain itu,
kelebihan lain GNU/Linux (1) Multitasking dan Multiuser; (2) Efisien; (3) Fleksibel;
(4) Portable; (5) Free; (6) Reliable; (7) Aman42. Namun GNU/Linux memiliki
beberapa kekurangan seperti, (1) Kurang memiliki dukungan dari produsen piranti
keras seperti driver dan (2) kurang didukung oleh beberapa pembuat permainan.

1. Paket GNU/Linux: Distribution (Distro) Linux


Pada perkembangan selanjutnya, GNU/Linux juga dipaketkan dengan piranti
lunak lain untuk keperluan tertentu seperti server, desktop, perkantoran, internet,
multimedia, dll. Pemaketan ini menjadikan apa yang disebut dengan distribution
Linux atau yang sering dikenal dengan istilah Distro Linux. Rusmanto mengatakan
distro singkatan dari distribution, yang kurang pas kalau diterjemahkan sebagai
distribusi. Distribusi tidak dapat disingkat menjadi distro (InfoLinux, 2009a/03: 3).
Karena sifat GNU/Linux yang terbuka, siapapun bisa memaketkan Linux bersama
software pilihannya dengan caranya dan membuat distro GNU/Linux sendiri.
Distro Linux sebenarnya kumpulan dari perangkat GNU, Linux kernel dan
beberapa software Open Source (dan close source) yang dipaket dan disebarkan
bersama-sama. Robert Young (pendiri Red Hat) menganalogikan GNU/Linux dengan
kecap. Pada dasarnya sistem operasi yang disebut GNU/Linux (termasuk, perangkat
GNU, linux kernel dan software lain) adalah komoditi yang tersedia bebas seperti
kecap. Distributor berbeda dapat membuat paket dan label yang berbeda pula. Setiap
40

Tampilan sebuah program.


Graphical User Interface (GUI) yang berjalan diatas sistem operasi agar user dapat berinteraksi
dengan icon, taskbar dan objek desktop lainnya.
42
virus komputer tidak dapat banyak mengganggu dalam komputer GNU/Linux karena selain root
(level user yang memiliki kewenangan untuk melakukan akses/modifikasi keseluruhan) tidak ada yang
dapat mengkonfigurasi sistem. Kebanyakan virus & worms diciptakan hanya menyerang Windows.
41

61

orang boleh membuat paket dan memasarkannya, walaupun bahannya secara


fundamental adalah sama. Berbagai distro Linux hanya memiliki sedikit rasa dan
tekstur yang berbeda. (LeBlanc & Blum, 2007: 16)
Saat ini, banyak sekali terdapat distro Linux yang memiliki segmen pasar,
fitur, kelengkapan dan cita rasa yang berbeda. Distro Linux juga bisa disebut sebagai
sistem operasi atau operating system (OS) karena sudah memiliki piranti lunak untuk
melakukan operasi pada komputer. Semua distro Linux yang ada tercatat dalam situs
http://www.distrowatch.com. Beberapa proyek distro Linux yang ada ialah:

Debian GNU/Linux; Salah satu distro tertua dan terkenal dengan kemampuan
teknis yang andal. Debian digunakan untuk membentuk beberapa distro
turunan seperti: Knoppix, Ubuntu, Xandros dan Linspire (dulu bernama
Lindows). Debian, Knoppix dan Ubuntu tersedia gratis, sedangkan Xandros
dan Linspire merupakan distro komersil yang dibentuk untuk orang yang
terbiasa menggunakan Windows. Walaupun komersil keduanya memiliki versi
gratis yang dapat dicoba.

Red Hat dan Fedora; Red Hat mengklaim harga untuk kesuksesan pemasaran
massal sistem operasi GNU/Linux. Red Hat mengesahkan GNU/Linux dengan
memaket perangkat GNU dan Linux dalam metode distribusi familiar (shrinkwrapped) dan menyertakan nilai tambah pada produknya seperti dukungan
telepon, pelatihan dan layanan konsultasi. Versi komersil dari distro ini ialah
Red Hat Enterprise Linux sedang versi gratisnya adalah Fedora.

Slackware; Dari semua distro Linux yang dikenal luas, Slackware termasuk
yang paling lama bertahan. Faktanya, tampilan instalasi Slackware belum
banyak berubah. Slackware memiliki pengikut yang sangat loyal tetapi belum
dikenal baik diluar komunitas Linux. Distro ini juga gratis.

Novel dan SuSE (dibaca soo-za); distribusi ini berasal dari Jerman dan
memiliki pengikut yang loyal. Novell, Inc membeli SuSE sebagai bagian
perusahaan yang befokus pada Linux. Novell menawarkan distro Linux
komersil melalui SuSE Enterprise Linux dan versi gratis dengan openSuSE.

Mandriva; Mandriva (awalnya bernama Mandrake) dibuat berdasar (turunan)


Red Hat Linux. Penurunan ini sesuatu yang tidak dapat terjadi pada
lingkungan close source. Mandriva menawarkan produk dan layanan komersil
secara luas yang dikemas sebagai versi gratis.
62

2. Ubuntu: Studi Kasus Terhadap Kesuksesan GNU/Linux


Ubuntu merupakan distro Linux yang paling populer (LeBlank & Blum, 2007:
16). Beberapa distro memiliki dukungan komersil (Red Hat & SuSE), serta yang lain
berasal dari komunitas Linux diseluruh dunia (Debian). Ubuntu menggabungkan
kedua konsep ini dengan arti didukung oleh Canonical Ltd serta komunitas Linux.
Mark Shuttleworth pada tahun 2004 mendirikan Cannonical Ltd sebagai perusahaan
yang mensponsori Ubuntu. Canonical menciptakan distro Ubuntu berdasarkan source
code yang berasal dari Debian (www.debian.org).
Thomas (2009: xiii) mengatakan terdapat 4 hal yang membuat Ubuntu populer
(baca Lloyd, 2007 tentang Pengembangan Ubuntu dalam perspektif anthropologi):
1. Berfokus pada pengguna komputer Desktop
Walaupun hadir dalam berbagai versi komputer, Ubuntu pada intinya
merupakan distro Linux yang memiliki target primer pengguna desktop (secara
langsung melawan pasar Windows). Kebanyakan distro Linux setara dalam
penggunaan desktop atau komputer server, namun kurang memperhatikan
sentuhan pengalaman pengguna desktop. Banyak kasus kebutuhan pengguna
desktop sebagai bagian dari kebutuhan masa depan. Pengembang Ubuntu
sangat memperhatikan pengalaman pengguna desktop. Salah satu pengalaman
yang dibidik bukan berbentuk software tetapi lebih pada revolusi industri
software. Mengutip pernyataan Shuttleworth, Microsoft has a majority market
share in the new desktop PC marketplace. This is a bug, which Ubuntu is
designed to fix.
2. Filosofi Ubuntu
Kata Ubuntu sendiri berasal dari bahasa Afrika yang berarti humanity to
others/Kemanusiaan untuk semuanya. Istilah ini juga berasal dari konsep
Zulu, umuntu, ngumuntu, ngabantu yang berarti seseorang berasal dari
hubungannya dengan orang lain. Selain itu, menunjukkan bahwa aku ada
karena komunitas ada (Chege, 2008: 7). Istilah ini sangat populer di Afrika
Selatan semenjak era politik aparteid.
Kata Ubuntu menekankan pentingnya individu mengenali peranannya dalam
komunitas, bermasyarakat dan memiliki semangat kedermawanan karenanya.
Distribusi ini telah membawa semangat Ubuntu kedalam dunia software.
Ubuntu dapat diartikan sebagai sebuah distro Linux yang mampu
63

memanusiakan penggunanya dan membawa kebebasan dalam penggunaannya.


Tidak terbatas pada tingkat ekonomi, ras, agama, negara dan pendidikan
semua berhak menggunakan dan mengembangkan Ubuntu. Proyek Ubuntu
bergerak oleh gagasan bahwa software harus bebas. Siapapun dan dimanapun
bebas

menggunakan,

berbagi

dan

memodifikasi

Ubuntu

termasuk

menyediakannya dalam bahasa tertentu. Semangat ini sejalan dengan filosofi


gerakan Free Software yang dibentuk oleh Richard Stallman.
3. Komunitas Ubuntu
Komunitas Ubuntu tumbuh bersama filosofi Ubuntu. Sederhananya, orang
yang menghormati prinsip Ubuntu akan berdiri bersama Ubuntu. Mereka juga
menyukai fakta Ubuntu berfokus pada pengguna Desktop. Walaupun banyak
versi Linux yang melakukan hal sama namun gagal. Hal ini terjadi karena
mereka berkompromi dengan beberapa komponen Free Software. Mungkin
versi (distribusi) Linux tersebut menyertakan instalasi program proprietary
yang tidak dapat dibagi dan modifikasi secara bebas. Bahkan terkadang
membatasi distribusi ulang GNU/Linux. Komunitas Ubuntu menyediakan
dukungan teknis yang bisa diperoleh melalui forum www.ubuntuforums.org.
4. Penggunaan yang mudah
Bersama prinsip yang kuat serta dukungan komersial, Shuttleworth membawa
sesuatu yang lain yaitu Linux for human beings. Kalimat ini yang menjadi
tagline Ubuntu. Pemikiran lama bahwa Linux hanya untuk pengguna teknis
harus dibuang jauh. Ubuntu mengubah segalanya, mulai dari fokus pada
pengalaman pengguna desktop hingga fitur grafis konfigurasi software.
Termasuk driver untuk menjalankan berbagai macam hardware. Ubuntu hadir
bersama program instalasi yang tidak membingungkan dan mampu melakukan
update (pemutakhiran) hanya dengan beberapa klik mouse. Kemudahan ini
termasuk instalasi sistem operasi.

D. PERKEMBANGAN FOSS DI INDONESIA


Gerakan yang diusung Richard Stallman merupakan gerakan melawan proses
hegemoni yang dilakukan oleh kalangan proprietary software. Perlawanan tersebut
dilakukan dengan cara mengembangkan software yang memberikan kebebasan bagi
pengguna seperti dalam ideologi Free Software (run, copy, improve, share). Tindakan
64

Stallman merupakan usaha untuk mempertahankan kebebasan bagi siapapun dalam


mengakses pengetahuan secara luas.
Perjuangan Stallman ternyata mempengaruhi berbagai pihak untuk ikut dalam
gerakan tersebut. Beberapa negara secara resmi masuk dalam gerakan FOSS. Seperti
Sri Lanka dengan Sahana (berupa platform FOSS dengan software LAMP) yang
berfungsi sebagai sistem manajemen bencana (Hoe, 2006: 41). Di Thailand, NECTEC
mengembangkan distribusi GNU/Linux untuk sekolah (Linux-SIS/School Internet
Server) dan pemerintahan (Linux TLE/Thai Linux Extension) (Abdool, 2005: 13).
Departement Pertahanan Amerika Serikat melalui National Defense Authorization Act
for Fiscal Year 2009 (H.R. 5658) telah memutuskan untuk melakukan penghematan
biaya pemanfaatan Teknologi Informasi dengan penggunaan software-software open
source sekaligus untuk meningkatkan keamanan sistem informasi (InfoLinux,
2009b/03: 6). Bahkan Obama meminta Scott McNealy (Co-Founder dan CEO Sun
Microsystems) untuk menuliskan artikel tentang keuntungan bagi pemerintah Amerika
Serikat bila menggunakan Open Source (InfoLinux, 2009/03: 5). Indonesia tidak lepas
dari gencarnya kampanye gerakan FOSS.

1. Open Content: Penerapan FOSS di Indonesia


Berbagai aplikasi telah dilakukan baik oleh masyarakat, kalangan bisnis,
Institusi pendidikan dan komunitas dalam mendukung gerakan Free and Open Source
Software di Indonesia. Penerapan FOSS tidak sebatas migrasi menuju software
berbasis Open Source tetapi juga memiliki bentuk lain seperti Open Content, High
End Computing, Pengembangan Software berbasis FOSS, penelitian, dokumentasi
bahkan bantuan komunitas dalam mendukung penggunaan FOSS.
Kesuksesan fenomena Open Source telah mendorong penggunaannya melalui
prinsip yang sama untuk konten publik melalui open content. Gagasan dasar publisitas
open content ialah setiap orang dapat menggunakan konten, bebas mendistribusikan,
memodifikasi. Dengan cara ini, konten yang ada mampu ditingkatkan dan
pengetahuan tersedia untuk umum. Istilah Open Content dicetuskan oleh Dr. David
Wiley dengan meluncurkan proyek Open Content tahun 1998 dan menghasilkan Open
Content License (Tong, 2004: 23).
Lisensi Open Content telah didukung melalui Creative Commons licenses.
Creative Commons (creativecommons.org), yang bermarkas di Stanford Law School.
65

Creative Commons licenses menetapkan beberapa pilihan lisensi untuk Open content.
Penerbitan konten yang menggunakan lisensi Creative Commons tidak berarti
pembuat (author) tidak menyertakan copyright pada pekerjaannya. Tujuan utama
Creative Commons ialah menyediakan mekanisme sederhana yang memungkinkan
pembuat mengubah hukum copyright secara kreatif berdasar keinginan fleksibilitas
mereka (Ciffolilli, 2004: 14). Hak ditawarkan pada pengguna dalam beberapa kondisi
dibawah (Tong, 2004: 24).

Attribution; Memberikan izin untuk menyalin, mendistribusikan, menayangkan


dan melakukan pekerjaan berdasar pada konten tersebut hanya jika
memberikan penghargaan (credit).

Noncommercial; Memberikan izin menyalin, mendistribusikan, menayangkan


dan berkarya berdasar konten tersebut hanya jika tidak bertujuan komersil.

No Derivative Works; Memberikan izin untuk menyalin, mendistribusikan,


menayangkan dan melakukan pekerjaan berdasar pada konten tersebut namun
bukan pekerjaan yang diturunkan dari konten tersebut.
Di Indonesia, model Open Content dipelopori oleh IlmuKomputer.com (IKC)

dengan pendiri Romi Satrio Wahono. Romi meluncurkan situs e-learning gratis
IlmuKomputer.com (sekarang situs e-learning ini beralamat IlmuKomputer.org) pada
tahun 2003. Situs ini berisi pengetahuan seputar komputer dan teknologi informasi
dalam bahasa Indonesia. IKC menyediakan materi teknologi informasi dan komputer
yang dapat didownload gratis dengan lisensi Open Content. Perhatikan lisensi IKC:
Seluruh dokumen di IlmuKomputer.Com dapat digunakan, dimodifikasi dan
disebarkan secara bebas untuk tujuan bukan komersial (non-profit), dengan
syarat tidak menghapus atau mengubah atribut penulis dan pernyataan
copyright yang disertakan dalam dokumen. Tidak diperbolehkan melakukan
penulisan ulang, kecuali mendapatkan ijin terlebih dahulu dari IKC.

Selain IKC situs lain yang merupakan konsep nyata pengaruh perkembangan
open content di Indonesia ialah Wikipedia Indonesia (www.id.wikipedia.org/wiki/).
Wikipedia merupakan proyek distribusi pengetahuan melalui jalur internet dengan
membuat sebuah ensiklopedia online bebas. Melalui model open content, proses
pengembangan isi memungkinkan keterlibatan seluruh pembaca. Salah satu
keunggulan model Open Source adalah kontrol yang dilakukan secara sukarela oleh
komunitas FOSS.
66

2. Implementasi Kebijakan Pemerintah Melalui Gerakan FOSS


Dalam konteks kebijakan di Indonesia, perubahan kebijakan tentang
penggunaan software dapat dilihat dari keluarnya beberapa kebijakan terkait dengan
perlindungan terhadap hak cipta. Pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan
mengenai Persetujuan Pembentukan Organisasi Dagang Dunia melalui UU No. 7
tahun 1994. UU ini lahir sebagai realisasi lebih lanjut atas ratifikasi kesepakatan
Marakesh tentang Aspek yang Berhubungan dengan Perdagangan dan Hak Kekayaan
Intelektual (Agrement on Trade Related Aspects of Intelactual Property Rights/TRIPs)
yang merupakan hasil dari perundingan GATT putaran Uruguay.
Pada

tahun

2002,

Pemerintah

Indonesia

mengeluarkan

UU

terkait

perlindungan Hak Cipta yaitu UU No. 19 Tahun 2002. Sejak keluarnya UU No. 19
tahun 2002 ini, masyarakat dan pebisnis memandang pemerintah lebih serius
melakukan perlindungan terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).
Pemerintah mulai melaksanakan pemberantasan pembajakan dengan melakukan
sweeping pada sejumlah pusat bisnis, warnet dan game center. Pada tahun 2003
berdasar survey IDC, tingkat pembajakan hanya turun 1% dibanding tahun 2001
menjadi 87% (Bussiness Software Alliance, 2009: 7). Posisi ini dianggap menganggu
citra bangsa Indonesia dalam pergaulan Internasional. Akibat masih tingginya angka
pembajakan tersebut, akhirnya Indonesia masuk dalam priority watch list.
Melihat fakta tersebut, pemerintah Indonesia menggagas pengembangan
software berbasis FOSS sebagai pengganti proprietary software. Kemudian pada 30
Juni 2004, Indonesia mencanangkan program Indonesia Go Open Source! (IGOS)
yang ditanda tangani oleh Menristek, Depkominfo, Depkumham, Depdiknas dan
Kementerian

Negara

Pendayagunaan

Aparatur

Negara.

Tantangan

banyak

menghadang kelangsungan proyek IGOS. Bahkan dalam konteks perlawanan terhadap


dominasi proprietary software, IGOS masih jauh dari harapan. Masalah yang masih
menghadang laju gerakan ini ialah:

Ketidakseriusan Pemerintah. Nampak dari regulasi pemerintah yang tidak


secara tegas mengatur penggunaan FOSS di kantor pemerintah. Tindakan yang
terlihat jelas ialah Sofyan Djalil meneken nota kesepahaman antara dirinya
sebagai Menteri Kominfo dengan Microsoft yang diwakili Chris Atkinson,
pada 14 November 2006. Lewat kesepakatan itu, pemerintah menyetujui untuk
membeli 35 ribu lisensi Windows dan 177 ribu lisensi Microsoft Office. Nilai
67

uangnya mencapai Rp 377 miliar dan sudah harus dibayarkan paling lambat 30
Juni

2007

(Mathari,

2008:

opensource.telkomspeedy.com/wiki/index.php/IGOS%2C_Gates_dan_Surat_itu).

Persetujuan dengan Microsoft telah berlawanan dengan program IGOS yang


sudah diteken pada 30 Juni 2004. Walaupun pada akhirnya nota kesepakatan
tersebut

dibatalkan

(Computers-IT.com,

2008:

it.blogspot.com/2008/06/mou-pemerintah-ri-microsoft-tidak.html).

http://computers-

Disini terlihat

ketidakseriusan pemerintah dalam menjalankan IGOS.

Pendanaan. Pemerintah hanya mengalokasikan dana 500 juta pada tahun 2006
untuk proyek IGOS. Dana ini sangat minim untuk melakukan berbagai
program pendukung terlaksananya IGOS seperti buku panduan, seminar,
pengenalan source code hingga ke daerah. Dana ini tidak seimbang dibanding
jika membeli produk Microsoft sebagai realisasi MoU RI- Microsoft.

Perlawanan Proprietary software. Pihak proprietary software tentu tidak


tinggal diam melihat perkembangan gerakan FOSS di berbagai negara
termasuk

Indonesia.

Mereka

melakukan

berbagai

upaya

untuk

mempertahankan dominasi yang mereka jalankan. Seperti Microsoft dengan


menjalankan program Shared source, Campus agreement dan berbagai hibah
yang diberikan pada pemerintah sebagai upaya mempertahankan hegemoni
pasar produk software di Indonesia.
Kegamangan pemerintah dalam menjalankan kampanye Indonesia, Go Open
Source mengakibatkan kurang optimalnya keberhasilan kampanye tersebut. Ambar
Sari Dewi (2006: 126) mengatakan Indonesia Go Open Source sebagai kisah
komitmen setengah hati pemerintah Indonesia. Bahkan, ia mempertanyakan
pencanangan IGOS tujuan utamanya: apakah untuk memerangi pembajakan atau
memposisikan Indonesia sebagai negara yang anti monopoly-like system seperti yang
dilakukan oleh beberapa negara Eropa. Pada akhirnya tingkat pembajakan di
Indonesia tidak mengalami penurunan yang signifikan. Dalam 4 tahun terakhir
pembajakan di Indonesia mengalami penurunan pada 2006 dan 2007 menjadi 85%
dan 84%. Namun pada tahun 2008 kembali mengalami kenaikan menjadi 85%. Hal ini
merupakan indikator bahwa pemerintah tidak secara serius menggunakan FOSS untuk
mengurangi pembajakan. (Lihat lampiran mengenai tingkat pembajakan software).

68

BAB III
GAMBARAN UMUM YAYASAN PENGGERAK LINUX
INDONESIA
Pada akhir tahun 80-an, berbagai perguruan tinggi di Indonesia berkutat
dengan sistem operasi UNIX. Saat itu sistem operasi UNIX cukup populer di
Indonesia. Dibuktikan dengan terbentuknya komunitas pengguna UNIX seperti
INDONIX. Hingga hadir MINIX sebagai salah satu sistem operasi yang source codenya dapat digunakan untuk kepentingan pendidikan. Pada tahun 1992, datanglah distro
Linux pertama di Indonesia yaitu distro SoftLanding System (SLS) dalam beberapa
keping disket. Setelah kernel Linux 1.0 dirilis pada tahun 1994, hadir distro Slackware
dan menjadi distro Linux yang paling populer di Indonesia kala itu.
Tahun 1994 merupakan tahun penuh berkah. Tiga penyelenggara Internet
sekaligus mulai beroperasi: IPTEKnet, INDOnet dan RADnet. Pada tahun berikutnya
(1995), telah tercatat beberapa institusi/ organisasi mulai mengoperasikan GNU/Linux
sebagai

production

(kakitiga.indo.net.id),

system,

seperti

Sustainable

BPPT (mimo.bppt.go.id),

Development

Network

IndoInternet

(www.sdn.or.id

dan

sangam.sdn.or.id) dan Universitas Indonesia (haur.cs.ui.ac.id). Kehadiran internet di


Indonesia merangsang tumbuhnya sebuah industri baru, yang dimotori oleh para
enterpreneur muda. Mengingat GNU/Linux merupakan salah satu pendukung dari
industri baru tersebut, tidak dapat disangkal bahwa ini merupakan faktor yang cukup
menentukan perkembangan GNU/Linux di Indonesia. Selama periode 1995-1997,
GNU/Linux secara perlahan mulai menyebar ke seluruh pelosok Indonesia.
Dari tahun ke tahun perkembangan Internet berbanding lurus dengan
kepopuleran GNU/Linux di Indonesia. Berbagai distro Linux muncul dan banyak
dipakai termasuk oleh pengguna GNU/Linux di Indonesia. Banyaknya distro yang ada
menarik perhatian berbagai pihak untuk kemudian membuat turunan distro tersebut
dengan disesuaikan bagi pengguna GNU/Linux di Indonesia. Seperti yang dilakukan
oleh mahasiswa Teknik Elektro UGM dengan distro Kuliax (turunan Ubuntu), Rimba
Linux, Xnuser, Kinjeng OS, Singkong Linux, targeT, AyuOS, PenaOS, Dewa Linux,
Pinux Linux, ZenCafe dan lainnya. Kebanyakan distro tersebut dikembangkan oleh
komunitas Linux atau perorangan. Terdapat pula GNU/Linux yang secara khusus
69

dikembangkan organisasi seperti Distro Nusantara (LIPI), IGOS Berdikari (PT Pasifik
Satelit Nusantara), 3D OS (PCLinux3D) dan BlankOn Linux (YPLI).

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN YPLI


1. Sejarah Singkat YPLI
Pada awal tahun 2000-an masyarakat jarang mengenal adanya software yang
berbasiskan konsep Open Source maupun Free Software. Masyarakat kebanyakan
mengenal proprietary software yang memang sudah menjadi makanan sehari-hari
seperti sistem operasi berbasis Windows (98, 2000, NT, XP Vista, 7), Machintos
ataupun software pengolah gambar (Corel, Photoshop, ACD See). Permasalahan yang
timbul ialah harga software tersebut sangat mahal, bahkan jika dihitung 1 paket
software lengkap (misal: sistem operasi Windows, microsoft office, photoshop dll)
ditafsir harganya melebihi komputer yang menjadi basis program tersebut berjalan.
Melihat rendahnya kondisi pertumbuhan perekonomian Indonesia maka
tingginya harga software tersebut menyebabkan masyarakat cenderung memilih jalan
pintas melalui pembajakan software (biasanya dilakukan melalui cracking serial
number/aktivasi). Hal ini mencerminkan bahwa belum menyebarnya informasi
software pengganti seperti Linux, GIMP (pengganti photoshop), Inkscape (pengganti
corel), OpenOffice (pengganti microsoft office) dan berbagai macam software FOSS
yang berjalan multiplatform43.
Berdasar kondisi tersebut, para pemerhati FOSS sekaligus pendiri YPLI
melihat fakta bahwa Linux/FOSS belum banyak digunakan dan dikembangkan di
Indonesia, sehingga perlu organisasi untuk menggerakkan masyarakat agar
menggunakan, mengembangkan serta menyebarluaskan Linux/FOSS. Organisasi
tersebut harus mampu bekerja sama dan membuka jalan bagi masyarakat dalam
memberikan kontribusi terhadap perkembangan FOSS di Indonesia. Tidak sematamata berfungsi sebagai organisasi yang mendikte informasi secara top-down. Hanya
memberikan instruksi maupun bantuan tanpa disertai follow up. Organisasi tersebut
43

Software yang ditulis untuk berjalan pada beberapa sistem operasi.

70

harus mampu menjadi acuan bagi perkembangan organisasi-organisasi FOSS


selanjutnya di Indonesia.
YPLI berdiri pada tanggal 29 November 2004 di Jakarta. YPLI merupakan
organisasi yang digagas oleh para pemerhati dan praktisi FOSS dan Linux di
Indonesia. Sebut saja I Made Wiryana, Mario Alisjahbana, Rahmat M. SamikIbrahim, Rusmanto Maryanto, Effendy Kho, Resza Ciptadi, Firdaus Tjahyadi, Trias
Adijaya, Erwien Samantha, M. Gani Salman, M. Aulia Adnan, PY Adi Prasaja,
Mohammad DAMT, M. Zen Muttaqien, Ahmad Sofyan, Yulian F. Hendriyana, Dicky
WP, Eko Kurniawan, Priyadi Iman Nurcahyo. Para pemerhati FOSS tersebut melihat
perlunya sebuah organisasi yang mampu menjadi motor perkembangan FOSS/Linux
Indonesia di masa depan.
Berbagai kegiatan dilakukan YPLI mulai dari penyelenggaraan sertifikasi
profesi (dalam proses persiapan), memberikan advokasi, menyediakan pembicara
seminar, dan menyusun dokumen-dokumen dalam bahasa Indonesia tentang
Linux/FOSS. Hingga saat ini YPLI telah diakui pemerintah, pendidikan, dan
masyarakat sebagai pengembang GNU/Linux sekaligus pendukung penggunaan
Linux/FOSS dalam bentuk penulisan buku, seminar, workshop, pameran, dan
pelatihan bekerja sama dengan berbagai pihak.

2. Lokasi Yayasan
Saat ini YPLI beralamat di LP3T-NF, Jl. Mampang Prapatan Raya 17A,
Jakarta. Namun alamat ini hanya berfungsi sebagai kelengkapan data. Terkadang
alamat ini digunakan YPLI untuk mengadakan pelatihan, misal pelatihan membuat
paket program untuk BlankOn Linux. Sistem tanpa kantor juga banyak dianut oleh
Komunitas Pengguna Linux Indonesia (KPLI). Umumnya bentuk organisasi KPLI
adalah organisasi tanpa bentuk, maksudnya tidak ada keharusan punya AD/ART,
Akte Notaris, NPWP, dan lain-lain yg terkait legal formal. Sedangkan YPLI
merupakan organisasi yang berbadan hukum. Konsep ini pada dasarnya tidak terlalu
berbeda jauh dengan penggunaan alamat pada Canonical Ltd (perusahaan yang
mensponsori Linux Ubuntu) yang menggunakan alamat di The Isle of man, Afrika
Selatan sebagai formalitas.
71

YPLI menerapkan e-office, tidak ada kantor khusus, karena semua bekerja di
kantor

atau

rumah

masing-masing.

Alamat

utama

YPLI

ialah

situs

http://www.YPLI.or.id. Para staff saling berhubungan melalui internet beserta

fasilitasnya baik berupa email, chat maupun milis. Alasan yang dipegang oleh para
pengurus dalam penggunaan sistem e-office ini ialah internet merupakan basis utama
bagi mereka untuk saling berhubungan dengan staff yang tidak berada di Jakarta.
Selain itu dengan penggunaan Internet, biaya yang dikeluarkan oleh organisasi jauh
lebih kecil jika dibandingkan dengan organisasi non e-office. Hingga 5 tahun sejak
berdirinya YPLI, belum ada kendala yang signifikan dalam menerapkan sistem eoffice tersebut. Termasuk kendala dalam melakukan rencana kerja bagi tiap divisi.
Perhatikan penelusuran domain YPLI melalui Whois.net & DomainTools.com:
WHOIS information for ypli.org :
[Querying whois.publicinterestregistry.net]
[whois.publicinterestregistry.net]
NOTICE: Access to .ORG WHOIS information is
provided to assist persons in
determining the contents of a domain name
registration record in the Public Interest
Registry
registry database. The data in this record is
provided by Public Interest Registry
for informational purposes only, and Public
Interest Registry does not guarantee its
accuracy. This service is intended only for
query-based access. You agree
that you will use this data only for lawful
purposes and that, under no
circumstances will you use this data to: (a)
allow, enable, or otherwise
support the transmission by e-mail, telephone,
or facsimile of mass
unsolicited, commercial advertising or
solicitations to entities other than
the data recipient's own existing customers; or
(b) enable high volume,
automated, electronic processes that send
queries or data to the systems of
Registry Operator or any ICANN-Accredited
Registrar, except as reasonably
necessary to register domain names or modify
existing registrations. All
rights reserved. Public Interest Registry
reserves the right to modify these terms at
any
time. By submitting this query, you agree to
abide by this policy.

Domain ID:D104961534-LROR
Domain Name:YPLI.ORG
Created On:04-Oct-2004 14:37:27 UTC
Last Updated On:14-Nov-2009 16:05:23 UTC
Expiration Date:04-Oct-2010 14:37:27 UTC
Sponsoring Registrar:Tucows Inc. (R11-LROR)
Status:HOLD
Status:AUTORENEWPERIOD
Status:PENDING DELETE RESTORABLE
Registrant ID:tuG2kUKGy3m261ju
Registrant Name:Rusmanto M
Registrant Organization:Indonesia Linux
Mover Foundation
Registrant Street1:Mampang Prapatan X No.4
Registrant Street2:
Registrant Street3:
Registrant City:Jakarta
Registrant State/Province:DKI Jakarta
Registrant Postal Code:12790
Registrant Country:ID
Registrant Phone:+62.2156999172
Registrant Phone Ext.:
Registrant FAX:+62.2156999167
Registrant FAX Ext.:
Registrant Email:ase@landak.com
Admin ID:tuG2kUKGy3m261ju
Admin Name:Rusmanto M
Admin Organization:Indonesia Linux Mover
Foundation
Admin Street1:Mampang Prapatan X No.4
Admin Street2:
Admin Street3:
Admin City:Jakarta
Admin State/Province:DKI Jakarta

72

Admin Postal Code:12790


Admin Country:ID
Admin Phone:+62.2156999172
Admin Phone Ext.:
Admin FAX:+62.2156999167
Admin FAX Ext.:
Admin Email:ase@landak.com
Tech ID:tuHIMb2sLnuMvFzw
Tech Name:Tim Teknis
Tech Organization:PT. Dotcom Indonesia
Tech Street1:Wisma 77 Lt. 15
Tech Street2:Jl. Jend. S. Parman Kav 77
Tech Street3:
Tech City:Jakarta
Tech State/Province:DKI Jakarta
Tech Postal Code:11440
Tech Country:ID
Tech Phone:+62.2156999172
Tech Phone Ext.:
Tech FAX:+62.2156999167
Tech FAX Ext.:
Tech Email:technical@namadomain.com
Name Server:DNS1.CLIENT.ORG
Name Server:DNS2.CLIENT.ORG
Name Server:
Name Server:
Name Server:
Name Server:
Name Server:
Name Server:
Name Server:
Name Server:
Name Server:
Name Server:
DNSSEC:Unsigned

Domain Information
Domain Name : ypli.or.id
Type : Organization
Organization : ypli.or.id
Registrant type : Yayasan
Registrant Address :
Registrantagent : client.org
Registration Date : 13 October, 2004
Date End : 30 September, 2010
Date Update : 07 September, 2009
Status Domain : Registered
Administrative Contact
Name :
NIC Handle : asela1
Organization :
Billing Contact
Name : Rusmanto Maryanto
NIC Handle : rm13
Organization : LP3T Nurul Fikri
Registrant Contact
Name :
NIC Handle : asela1
Organization :
Technical Contact
Name : Rusmanto Maryanto
NIC Handle : rm13
Organization : LP3T Nurul Fikri
Name Server
Name Server : dns3.client.org
Name Server : dns4.client.org
Name Server : dns1.client.org
Name Server : dns2.client.org

Here's what DomainTools know about


ypli.or.id :

Berdasarkan informasi tersebut dapat diketahui beberapa kesimpulan yaitu:

YPLI memiliki 2 domain yang berbeda yang pertama adalah YPLI.org dan
YPLI.or.id. Pada tahun 2008 situs tersebut masih aktif. Namun YPLI.org saat
ini sedang berada dalam status Hold (belum diperpanjang). Akses kedalam
YPLI.org belum bisa dilakukan. Berbagai macam kegiatan dan informasi
dialihkan kedalam YPLI.or.id melalui email (info@ypli.or.id).

YPLI.org dan YPLI.or.id aktif sejak tahun 2004. YPLI.org dibuat pada tanggal
4 Oktober 2004 dan YPLI.or.id dibuat tanggal 13 Oktober 2004. Keduanya
didaftarkan sebagai milik Indonesia Linux Mover Foundation (Yayasan
Penggerak Linux Indonesia) oleh Rusmanto Maryanto.
73

Keduanya berdomisili dan berbasis server di Jakarta. Untuk dukungan teknis


YPLI.org dikelola PT. Dotcom Indonesia sedang YPLI.or.id dikelola Lembaga
Pendidikan & Pengembangan Profesi Terpadu Nurul Fikri (LP3T-NF).

3. Visi dan Misi


Dalam menjalankan peranannya sebagai motor penggerak gerakan FOSS di
Indonesia, YPLI memiliki visi dan misi tersendiri yaitu:

YPLI mampu menjadi organisasi non profit di bidang Linux/FOSS yang


menjadi acuan bagi komunitas Linux/FOSS di dunia dalam pengembangan dan
sosialisasi Linux/FOSS.

YPLI mampu mengembangkan SDM dan software terkait Linux/FOSS dan


memberi advokasi pengembang dan pengguna Linux/FOSS.
Visi serta misi YPLI ini menemukan jalan nyata, seperti pengembangan

BlankOn Linux sebagai salah satu software yang berbasis FOSS melalui penerapan
lisensi GNU GPL atau sesuai lisensi program yang disertakan. YPLI dengan BlankOn
Linux-nya dijadikan studi kasus oleh badan dunia UNDP (United Nation Development
Program) dan UNESCO sebagai contoh sukses pemanfaatan FOSS di berbagai
belahan dunia. File PDF (Potrable Document Format) lengkap buku berjudul
Breaking Barriers, The Potential of Free and Open Source Software for Sustainable
Human Development: A Compilation of Case Studies from Across the World itu
tersedia di http://www.apdip.net/publications/ict4d/BreakingBarriers.pdf, dan versi web
khusus tentang BlankOn tersedia di http://www.iosn.net/asean-3/countries/indonesia/casestudies/blankon/.

4. Logo dan Nama

Gambar 3.1 Logo YPLI

Rusmanto (via email, 2009/11/11) menyatakan logo YPLI adalah YPLI. Tidak
ada makna khusus terhadap logo YPLI. YPLI menganggap bahwa saat ini mereka
74

belum memerlukan makna dan filosofi tertentu sebagai landasan organisasinya. Yang
paling penting adalah kinerja nyata YPLI dalam mendukung perkembangan FOSS
serta GNU/Linux di Indonesia. Dengan adanya kesederhanaan ini diharapkan YPLI
mampu lebih merakyat dan terlepas dari kepentingan ekonomi dan politik tertentu.
YPLI, sesuai namanya, lebih sebagai penggerak (activator=kompor) agar
GNU/Linux dan komunitasnya (users dan developers) berkembang di Indonesia.
Misalnya YPLI mendekati dan menekan (positif) pemerintah dari pusat hingga
pelosok nusantara, termasuk KPPU, DPR, lembaga pendidikan, UKM dan Koperasi,
dll. YPLI berperan serta dalam pengembangan FOSS (dalam arti luas), seperti
BlankOn Linux, kegiatan terkait IGOS, AGOS (ASEAN Goes Open Source), AAOSS
(Asia-Africa OSS).
Dalam ILC (Indonesia Linux Conference), YPLI bersedia menerima mandat
mengkoordinir kegiatan bersama antar komunitas, dan memonitor semua gerakan
FOSS di Indonesia, termasuk KPLI (Komunitas Pengguna Linux Indonesia). YPLI
berfungsi sebagai penggerak (activator), bukan penguasa. Sehingga visi/misi
pendirian YPLI tidak sampai sejauh memberi wewenang pendirian suatu KPLI atau
komunitas Linux lainnya. Itulah latar belakang mengapa bernama YPLI bukan YLI.

5. Komitmen
Sebagai organisasi non profit, YPLI memiliki komitmen yang bersifat sosial.
Komitmen tersebut ialah

Mensosialisasikan penggunaan sistem operasi Linux dan software bebas atau


open source (FOSS: Free and Open Source Software) lainnya.

Mengembangkan Linux/FOSS, menyebarluaskan hasil pengembangan, dan


meningkatkan kemampuan sebagian SDM Indonesia di bidang Linux/FOSS.
Berbagai usaha telah dilakukan YPLI dalam mewujudkan tujuannya seperti:

Membuat/mengikuti seminar, konferensi, pameran, dan workshop serta


pertemuan-pertemuan tentang Linux/FOSS dengan berbagai kalangan, mulai
dari pemerintah, pendidikan, bisnis, dan masyarakat luas lainnya.

Memberikan advokasi kepada pemerintah dan instansi lainnya tentang


pentingnya penggunaan dan pengembangan Linux/FOSS bagi Indonesia,
75

seperti yang pernah dilakukan adalah bertemu salah satu komisi di DPR,
KPPU,

departemen-departemen,

pemda-pemda,

perusahaan-perusahaan

swasta, Lsm-Lsm, dan berbagai lembaga pendidikan dari tingkat TK hingga


perguruan tinggi.

Menyusun buku dan bentuk dokumen lainnya, cetak dan online, tentang
Linux/FOSS dalam bahasa Indonesia.

Membuat distro BlankOn Linux. YPLI bekerja sama dengan komunitas


Linux/FOSS lainnya untuk memenuhi kebutuhan pengguna komputer di
Indonesia.
Distro BlankOn merupakan salah satu karya nyata YPLI dalam mewujudkan

komitmennya sebagai organisasi yang memperjuangkan penggunaan sistem operasi


berbasis FOSS di Indonesia. BlankOn Linux telah digarap oleh puluhan orang yang
tergabung dalam Tim Pengembang BlankOn serta komunitas Ubuntu Indonesia
dengan dukungan YPLI. Komitmen-komitmen yang mendasari terbentuknya YPLI
tidak hanya dijalankan dijalankan seorang diri (secara organisasional). Berbagai pihak
dirangkul YPLI untuk bekerja sama dalam mensosialisasikan dan mengembangakan
FOSS.

Sebut

saja

(http://indoglobal.com),

UNESCO
RimbaLinux

(http://infolinux.co.id),

Dian

(http://www.unesco.or.id),

Indoglobal

(http://rimbalinux.web.id),

InfoLinux

(http://dianrakyat.co.id),

Linuxindo

Rakyat

(http://linuxindo.com), Padinet (http://padinet.com), Nurulfikri (http://nurulfikri.com) serta


pihak-pihak lain yang mendukung atau memiliki semangat yang sama untuk
menggunakan, mengembangkan, dan menyebarluaskan Linux/FOSS di dunia,
khususnya di Indonesia.

B. OPERASIONALISASI YPLI
1. Struktur Organisasi dan Alur Koordinasi
Tidak berbeda jauh dengan operasionalisasi Kelompok Pengguna Linux
Indonesia

(KPLI),

YPLI

memiliki

struktur

organisasi

yang

sederhana.

Kesederhaanaan struktur organisasi ini mempermudah dalam pengaturan arah


koordinasi struktur internal organisasi maupun secara eksternal (pihak luar). Berikut
ialah struktur kepengurusan Yayasan Penggerak Linux Indonesia (YPLI):

76

Badan Pembina:
Bertugas untuk menentukan arah organisasi namun tidak sampai pada
pengambilan

keputusan

dalam

organisasi.

Anggotanya

ialah

Mario

Alisjahbana, Rahmat M. Samik-Ibrahim, PY Adi Prasaja, M. Aulia Adnan.

Badan Pengawas:
Bertugas mengawasi & menganalisa jalannya organisasi dan perkembangan
FOSS di Indonesia pada khususnya. Pengawas mirip komisaris di PT.
Anggotanya ialah M. Zen Muttaqien, Ahmad Sofyan, Mohammad DAMT.

Badan Pengurus:
Bertugas untuk mengurusi segala kegiatan, hubungan antar badan maupun
hubungan dengan pihak luar Yayasan. Pengurus mirip direksi di PT.
Anggotanya ialah Rusmanto Maryanto (Ketua), Resza Ciptadi (Sekretaris),
Effendy Kho (Bendahara).

Gambar 3.2 Alur Hubungan YPLI

Dengan peran sebagai organisasi yang banyak beroperasi dalam media


Internet, YPLI memiliki cara berkomunikasi dan berhubungan sendiri. Komunikasi
secara internal dilakukan dengan surat elektronik (email) yang dikirim secara pribadi
ke

masing-masing

badan,

walaupun

tidak

menutup

kemungkinan

untuk

mengirimkannya secara terusan. Kemudian tiap badan akan saling berkoordinasi


dengan anggota masing-masing untuk menentukan rencana dan pemecahan masalah.
Hasil keputusan masing-masing badan kemudian diimplementasikan melalui Badan
77

pengurus. Badan pengurus sesuai namanya berfungsi sebagai lembaga operasional


Yayasan, mengurusi semua kegiatan dan hubungan antar badan internal (pengawas
dan pembina) maupun dengan pihak luar Yayasan. Dengan adanya jumlah anggota
yayasan yang tidak terlalu besar, maka koordinasi internal yang berpusat pada
pengurus relatif menjadi lebih mudah.
Dalam menjalankan hubungan eksternalnya, pusat komunikasi YPLI berada
pada badan pengurus. Segala kepentingan, hubungan dan kegiatan yang melibatkan
pihak luar yayasan (baik pemerintah, swasta, personal, komunitas dan lainnya)
dikelola oleh badan pengurus. Yang menjadi tumpuan kepengurusan YPLI dari awal
hingga sekarang adalah Rusmanto Maryanto (Pak Rus) selaku ketua kepengurusan.
Ketua berpartisipasi dalam berbagai milis sebagai wakil dari YPLI. Aktifitas serta
pola hubungan YPLI dengan bermediakan internet mempermudahkan kepengurusan
pada satu personal. Walaupun begitu cerminan keterlibatan YPLI dalam sosialisasi
dan penggalangan gerakan FOSS di Indonesia terlihat dari keaktifan badan Pengurus
(dalam hal ini ketua) untuk berbicara dan berkomunikasi pada berbagai milis/event.

C. BLANKON LINUX: PRODUK ANDALAN YPLI


1. Sejarah BlankOn Linux
BlankOn Linux merupakan salah satu distro Linux yang berisikan piranti lunak
(software) yang dapat digunakan untuk keperluan desktop, laptop, dan workstation44.
BlankOn Linux diturunkan dari sebuah distro Linux yang sangat terkenal akan
kemudahan pengunaannya, yaitu Ubuntu. Dengan dipadukan oleh berbagai pernakpernik khas Indonesia, distro ini cocok digunakan pengguna komputer di Indonesia.
BlankOn Linux dikembangkan oleh Yayasan Penggerak Linux Indonesia
(YPLI) bersama Komunitas Ubuntu Indonesia. Pengembangan BlankOn dilakukan
secara terbuka dan gotong royong, sehingga siapa saja bisa turut berkontribusi untuk
mengembangkan BlankOn agar menjadi lebih baik. BlankOn Linux juga bisa
didapatkan oleh siapa saja tanpa perlu membayar untuk mengunduhnya. Bahkan,
pengguna bisa mendistribusikannya dan membagi-baginya secara bebas tanpa batas
kepada siapa saja (Widya & Wayan, 2009: 8).
44

Workstation dipakai untuk menyebut komputer yang terhubung ke suatu jaringan.

78

BlankOn Linux pertama kali dikembangkan oleh YPLI pada tahun 2004
dengan nama kode Bianglala. Pada saat itu, BlankOn merupakan turunan dari distro
Fedora Core 3. Namun, rilis BlankOn pada saat itu berakhir sampai versi 1.1 dan
akhirnya mati suri. Adalah Mohammad DAMT, developer sekaligus mantan
koordinator proyek BlankOn 1.0 yang melemparkan umpan ke komunitas Ubuntu
Indonesia di milis id-ubuntu. Isi umpannya adalah menawarkan pada komunitas
Ubuntu Indonesia untuk melanjutkan proyek distro BlankOn yang terhenti itu. Umpan
yang dilemparnya tampaknya bukan main-main. Selain di milis umpan tersebut
dijabarkan oleh Mohammad DAMT juga dalam artikel bertopik proyek Distro Baru
yang ditulis di wiki ubuntu-id.

Gambar 3.3 Email Perubahan Core BlankOn Linux

Umpan yang dilempar menjadi rebutan kemudian brainstorming-pun dimulai.


Sementara di milis id-ubuntu tampai ramai membahas soal pembuatan distro baru ini,
di milis BlankOn Linux tampak tenang-tenang saja, hanya tampak Mohammad
DAMT dan beberapa simpatisan saja yang tampak sibuk cross posting. Hingga pada
tahun 2007, pengembangan BlankOn Linux mulai dibangkitkan kembali oleh YPLI.
BlankOn Linux yang sebelumnya diturunkan dari Fedora Core kini menjadi Ubuntu.
BlankOn Linux direncanakan akan dirilis sesuai dengan siklus rilis Ubuntu,
yaitu setiap 6 bulan sekali atau 2 kali setahun. Setiap rilis BlankOn Linux akan diberi
tema dan ciri khas yang berbeda sesuai dengan budaya yang ada di Indonesia. Pada
akhir tahun 2007, BlankOn Linux versi 2 dirilis dengan nama kode Konde. Versi ini
diturunkan dari Ubuntu versi 7.10 (Gutsy Gibbon). Kemudian, pada pertengahan
tahun 2008, BlankOn Linux versi 3.0 dirilis dengan nama kode Lontara. Versi yang
berbasis Ubuntu 8.04 LTS ini menggunakan tema khas Sulawesi Selatan, terlihat dari
pengunaan karya seni Kapal Pinisi pada gambar latar belakangnya. Kelebihannya
79

ialah pengguna dapat menulis aksara Lontara (Lontara fonts

) yang

merupakan aksara khas Bugis.

Gambar 3.4 Tampilan BlankOn 2 (Konde) dan BlankOn 5 (Nanggar)

Pada bulan November 2008, BlankOn Linux 4.0 dirilis dengan nama kode
Meuligoe. Ciri khas yang digunakan pada versi ini adalah Aceh, dengan warna
dominan hijau. Pada rilis ini, Logo BlankOn diganti sehingga lebih modern. Versi ini
dibuat berbasis Ubuntu versi 8.10 (Interpid Ibex). Rilis terakhir (2009) adalah
BlankOn Linux 5.0 dengan nama kode Nanggar. Nama Nanggar berasal dari bahasa
Batak yang berarti palu. Nanggar didasarkan Ubuntu 9.04 (Jaunty Jackalope).
Kelebihannya menyediakan aksara tradisional Batak (Batak Toba fonts

Terdapat pula fitur Desktop berkonteks di mana layar komputer akan berubah sejalan
dengan perubahan konteks di luar komputer.
Tabel 3.1 Daftar Produk BlankOn Linux
No

Nama/Kode

Arti Kode

Rilis

Turunan

Fitur

1.

BlankOn 1.0
(Bianglala)

Pelangi.

10/02/2005

Fedora Core 3

Bahasa Indonesia, artwork khas


Indonesia.

2.

BlankOn 2.0
(Konde)

Jepit rambut
khas Jawa.

15/11/2007

Ubuntu 7.10
(Gutsy Gibbon)

W32codec, bahasa Indonesia,


artwork jawa.

3.

BlankOn 3.0
(Lontara)

Aksara khas
Bugis.

27/04/2008

Ubuntu 8.04
(Hardy Heron)

W32codec, aksara lontara, b.


Indonesia, artwork bugis.

4.

BlankOn 4.0
(Meuligoe)

Rumah Adat
di Aceh.

15/11/2008

Ubuntu 8.10
(Intrepid Ibex)

W32codec, aksara lontara, bahasa


Indonesia, artwork Aceh, Atheros
wireless driver.

5.

BlankOn 5.0
(Nanggar)

Palu dalam
bahasa Batak.

16/06/2009

Ubuntu 9.04
(Jaunty
Jackalope)

W32codec, aksara lontara &


batak toba, desktop kontekstual,
artwork batak, bahasa Indonesia.,
buku panduan BlankOn 5.

80

2. Visi dan Misi BlankOn Linux


Tujuan dari pengembangan BlankOn Linux adalah menghasilkan Distro Linux
yang sesuai dengan kebutuhan pengguna komputer umum di Indonesia, khususnya
untuk kebutuhan pendidikan, perkantoran dan pemerintahan. Tidak seperti Distro
Linux lainnya, di dalam CD BlankOn Linux sudah tersedia dukungan dari format
multimedia tertutup seperti MP3, DVD, dan lain sebagainya. Selain itu, BlankOn
Linux juga ditujukan sebagai pengganti sistem operasi komputer yang saat ini pangsa
pasarnya dikuasai oleh sistem operasi Microsoft Windows. BlankOn juga diharapkan
dapat menjadi motor penggerak atau motivator bangsa Indonesia untuk menggunakan
dan mengembangkan piranti lunak berlisensi bebas dan terbuka (FOSS). BlankOn
juga sebagai pelindung dari ketergantungan terhadap proprietary software.

3. Nama dan Logo BlankOn Linux


Logo BlankOn sendiri awalnya berasal dari topi Fedora yang menjadi gambar
penutup kepala dan kemudian dipilih sebagai logo dasar BlankOn 1 (Bianglala).
Untuk memberikan ciri khas Indonesia maka dipilihlah nama beserta gambar BlankOn
(belangkon) sebagai simbol dari sebuah sistem operasi yang berasal dari Indonesia.
Nama dan logo tersebut tidak berubah walaupun tidak lagi menggunakan basis Fedora
Core dan berganti pada Ubuntu. Perubahan basis ini juga sempat menjadi
perbincangan hangat pada milis BlankOn. Beberapa nama sempat muncul seperti yang
diusulkan oleh Rusmanto 1. BlankOn-Ubuntu; 2. BlankOnUbuntu; 3. Blankbuntu; 4.
BObuntu; 5. BUbuntu. Pada akhirnya tetap menggunakan nama BlankOn diikuti kode
rilis ditambah kode nama seperti BlankOn 2.0 Konde (KOde-Nama-DEbian-ubuntu).
Semenjak rilis BlankOn 4 (Meuligoe) logo BlankOn berubah menjadi lebih modern.

Gambar 3.5 Topi Fedora Yang Berubah Menjadi BlankOn

81

Nama brand mengidentifikasi produk dan membedakannya dari produk lain di


pasar (DeLozier, 1976: 182). Nama brand harus membawa kesan positif dan
bermakna. Nama BlankOn berasal dari nama penutup kepala beberapa suku/budaya
yang ada di Indonesia, antara lain suku Jawa, suku Sunda, dan daerah lainnya. Dari
asal kata tersebut, BlankOn diharapkan menjadi penutup atau pelindung dari
ketergantungan dengan piranti lunak tertutup. Nama BlankOn juga bisa diartikan
menjadi Blank (angka biner 0) dan On (angka biner 1). BlankOn diharapkan
menjadikan pikirannya pengguna komputer yang dulu terkunci mati (Blank) oleh
program berpemilik (proprietary) menjadi terbuka (On) terhadap program merdeka
(free/open source). Logo BlankOn juga berarti kosongkan pikiran, gunakan imajinasi.

Gambar 3.6 Logo BlankOn Linux Baru

4. Pengembang BlankOn Linux


Seperti yang dijelaskan sebelumnya, BlankOn Linux dikembangkan oleh
Yayasan Penggerak Linux Indonesia (YPLI) bersama para komunitas pengembang
Linux yang tergabung menjadi Tim pengembang BlankOn. Proyek BlankOn Linux
terbuka untuk siapa saja yang terlibat dan berperan aktif dalam pengembangan :
Tabel 3.2 Daftar Nama Pengembang pada Rilis Ombilin (BlankOn 6)

Nama Tim

Tugas

Anggota

Tim Infrastruktur

Bertanggung jawab atas infrastruktur dalam


rangka pengembangan BlankOn Linux, seperti
situs, forum, mirror, pabrik CD, dsb

timut (koordinator)
mdamt; somat; udienz

Tim Riset dan Aplikasi

Bertanggung jawab atas aplikasi khas BlankOn


yang tidak ada pada Distro Linux lainnya, serta
melakukan riset yang dibutuhkan fitur

mdamt (koordinator);
somat; wirama

Tim Rilis

Bertanggung jawab memutuskan rilis, mulai dari


Jahitan hingga Rilis Akhir dan Rilis Perbaikan

Aftian (manajer rilis);


Azoy

Bertanggung jawab memaketkan paket khas,


impor, dan mentah yang selanjutnya paket-paket
dikirim ke Pabrik CD dan diolah secara otomatis

somat (Koordinator);
udienz;
MuhammadTakdir;
Muhidin; Vladislas;
princeofgiri; Aftian;
invaleed

Tim Pemaket

82

Tim Kesenian

Bertanggung jawab atas karya seni (artwork)


yang digunakan BlankOn seperti latar belakang,
tema, suara, splash screen, dll

Princeofgiri; TJ Style

Tim Bug dan Tester

Bertanggung jawab memantau tiket berisi bug dan


memastikan tiket ditutup serta melakukan
pengetesan terhadap setiap aspek dari blankon
agar hasil akhirnya dapat dijamin kualitasnya

mht (koordinator);
Aftian; Olanuxer;
Sakrasemangat;
Muhidin; enda; rotyyu

Bertanggung jawab atas dokumentasi rilis

AinulHakim
(koordinator);
wirama; ArmanSatari;
smuet_item; alza

Tim Pemasaran

Mengumpulkan,
mempromosikan,
menghubungkan, dan menyebarluaskan semua
informasi manfaat dan kebaikan BlankOn

Utian (koordinator);
AinulHakim; Yoza;
Saatul Ihsan;
Sakrasemangat; Dedy
Hariyadi; aftian;
Andrias (iyas)

Tim Cakram Pengaya

Bertanggung jawab atas paket-paket pengaya


yang akan dibangun menjadi cakram pengaya
(DVD dan CD)

Wejick (koordinator);
Azoy

Tim Dokumentasi

Pengembang BlankOn berbeda pada setiap rilis sehingga posisi serta tugas
dapat berganti-ganti. Para pengembang memperoleh berbagai pengalaman dalam
mengembangkan BlankOn Linux. Akhmad Safrudin (nick: somat) dalam Konferensi
BlankOn pertama pada di Universitas Pakuan Bogor, tanggal 20-21 Juni 2009 berbagi
cerita tentang suka-duka Pengembang BlankOn.
Suka :
Dalam pengembangan BlankOn, tentunya akan mendapatkan berbagai
pengalaman, ilmu dan pengetahuan seputar pengembangan suatu distro Linux.
Selain itu, juga bisa mengenal Linux lebih dalam. Melalui pengembangan
BlankOn, kita bisa mendapatkan teman yang banyak dalam dunia Linux. Bisa
belajar untuk bekerja secara tim. Ada kepuasan tersendiri dalam
pengembangan suatu proyek.
Duka :
Karena pengembangan BlankOn ini dituntut Deadline, maka waktu
pengerjaannya cukup ketat. Oleh karena itu, pekerjaan dalam pengembangan
BlankOn dituntut oleh waktu. Kadangkala harus merangkap tugas karena ada
salah satu atau beberapa tim yang tidak pernah aktif. Kita harus bisa membagi
waktu antara mengembangkan BlankOn dengan pekerjaan lainnya, terutama
bagi yang sudah bekerja.

Seperti pada pola pengembangan Free and Open Source Software yang lain,
pengembang BlankOn membuka diri dan mengajak siapapun untuk menjadi bagian
pengembang BlankOn. Pengguna dapat menjadi pengembang BlankOn Linux dengan
83

membuat

akun

baru

di

situs

pengembangan

BlankOn

Linux

yaitu

http://dev.blankonlinux.or.id dan bergabung di mailling list pengembang BlankOn Linux

di blankondev@googlegroups.com. Pengguna bisa membaca dan mempelajari tim yang


ada di BlankOn, kemudian menentukan tim yang akan di ikuti. Setelah itu
memperkenalkan di milis pengembang BlankOn dan menyatakan diri akan ikut
berpartisipasi. Mencatatkan namanya ke dalam Halaman Tim Pengembang.
Kontribusi dari seluruh pengguna BlankOn sangat diperlukan agar BlankOn Linux
bisa menjadi lebih baik. Keberadaan Tim pengembang ini sangat krusial bagi
keberlangsungan hidup BlankOn (atau proyek FOSS lainnya) sehingga aktifitas
pengembangan maupun pemasaran produk FOSS (non-komersil) lebih ramai
diperbincangkan oleh pengembang.

D. BAGIAN PEMASARAN
Pemasaran merupakan strategi esensial untuk menjaga kelangsungan hidup
suatu produk. Tidak peduli apakah produk tersebut tergolong produk komersil
maupun non-komersil (dapat berarti perilaku beserta produk pendukungnya).
Pemasaran ialah jalur yang harus selalu dilalui. Namun tidak mudah untuk
menentukankan sistem pemasaran yang relevan untuk setiap produk. Karater
organisasi, segmen pasar serta karakter produk mempengaruhi jalannya sistem
pemasaran. Bahkan turut mempengaruhi divisi (pihak) yang menangani masalah
pemasaran itu sendiri.
Tiap organisasi tentu menciptakan struktur keorganisasian pemasaran yang
tidak selalu sama. Dalam struktur organisasi pemasaran produk FOSS, memiliki ciri
tersendiri. Dimana dikatakan oleh Eric S. Raymond sebagai sistem pengembangan
FOSS sebuah Bazaar (pasar). Sistem pemasaran FOSS mengadopsi konsep yang
sama, dalam artian sistem pemasaran FOSS dilakukan secara bersama-sama. Baik
oleh anggota komunitas pengembang ataupun organisasi yang memegang trademark
suatu produk FOSS.
YPLI sebagai pemegang trademark BlankOn tidak bekerja sendiri dalam sistem
pemasaran BlankOn. Badan Pengurus merupakan divisi yang menjadi pusat dalam
sistem pemasaran BlankOn. YPLI banyak dibantu oleh tim pengembang BlankOn,
komunitas Ubuntu dan lainnya. Fungsi utama YPLI seperti diungkapkan Rusmanto
84

(via email, 2009/07/17) ialah YPLI memasarkan ke sponsor pendanaan, memasarkan


ke masyarakat melalui berbagai media seperti internet, majalah, dan buku. Namun
YPLI tidak pernah memberikan batasan ataupun peran tentang siapakah yang lebih
dominan menangani pemasaran BlankOn.
Pemasaran BlankOn Linux dilaksanankan bersama-sama antara YPLI dan Tim
Pengembang BlankOn. Tim Pengembang sesuai namanya berperan dalam
pengembangan, sehingga tim pemasaran dalam pengembang lebih fokus memasarkan
yang terkait dengan pengembangan seperti untuk meningkatkan jumlah pengembang,
pengguna tester namun tetap memasarkan juga untuk pengguna seperti dalam kegiatan
seminar dan lainnya. Pengembangan dan Pemasaran juga dibantu oleh komunitas
Linux Ubuntu dan komunitas Linux/FOSS lainnya. YPLI lebih fokus ke pemasaran
sponsor dan pemasaran pengguna. Tim pengembang lebih fokus ke pengembangan,
meski juga membantu pemasaran ke sponsor dan pengguna. Berikut adalah bagan
sistem pemasaran BlankOn Linux:
Sponsor (pemerintah, swasta, lsm, perorangan)

YPLI

Tim Pengembang

Komunitas Ubuntu dll

Pengguna (pemerintah, swasta, pendidikan, perorangan)


Gambar 3.7 Skema Pemasaran BlankOn Linux

1. Marketing Mix dalam Pemasaran Sosial BlankOn

Berbagai definisi muncul untuk menjelaskan tentang pemasaran sosial. Mulai


dari Kotler & Zalman (1971: 5), Andreasen (1994: 110) dan Kotler, Roberto & Lee
(2002: 5). Kesemua definisi tersebut memiliki ciri-ciri yang sama terhadap pemasaran
sosial yaitu membidik perubahan perilaku baik dengan penerimaan (peningkatan
awareness), meninggalkan, menolak perilaku sebelumnya melalui penggunaan tools
pemasaran komersil sebagai perangkat utama.

85

Mengutip pernyataan (Ihsan & Aftian, 2009: 9), pemasaran sosial BlankOn
didefinisikan sebagai bentuk pemasaran terhadap ideologi yang dipegang BlankOn
Linux yaitu merdeka dan terbuka dengan memanfaatkan jargon-jargon serta perangkat
pemasaran komersil. Dari sini terlihat bahwa barang yang dijual dalam pemasaran
sosial BlankOn Linux bukan hanya barang atau jasa tetapi lebih kepada penjualan
ideologi yang berakibat pada perubahan perilaku. Ideologi BlankOn menjadi landasan
utama dalam pemasaran karena pemasar BlankOn melihat adanya permasalahan sosial
yang membebani masyarakat Indonesia.
a. Produk
Produk pemasaran biasanya merupakan sesuatu yang nyata dimana terdapat
barang fisik yang dapat dipertukarkan pada target pasar melalui harga. Perkembangan
konsep pemasaran kemudian menganggap produk tidak hanya barang fisik. Pemasar
harus memformulasikan produk menjadi less tangible seperti layanan. Dalam
pemasaran sosial, konsep produk juga mencakup ide, perubahan perilaku dan
keuntungannya. Untuk mempermudah konsep produk, pemasaran tradisional
mengenal 3 level produk yaitu Core, Actual dan Augmented Products.
1. Core Products
Core products merupakan level produk dimana tersedia keuntungan yang akan
didapat ketika menjalankan perilaku. Keuntungan pemasaran sosial BlankOn tidak
hanya meliputi keuntungan individu pada kelompok sasaran namun juga masyarakat
secara tidak langsung. Keuntungan tersebut meliputi
a) Keuntungan Teknis: Aman dari virus, handal, didukung berbagai vendor,
kompatible, fleksibel, multiuser, handal, sesuai kebutuhan pengguna.
b) Keuntungan Source Code: Pengguna dapat memodifikasi software sesuai
kebutuhan dan memempelajari kinerja serta kode yang membentuk software.
c) Keuntungan

Sosial-Ekonomi:

bebas

ketergantungan

vendor

tertentu,

menghargai HAKI, legal, mengurangi monopoli


2. Actual Products
Actual products pemasaran sosial merupakan level produk yang menawarkan
perilaku dan ide. Pemikiran (Ide) yang dijual dalam pemasaran sosial BlankOn ialah
pengguna komputer harus merdeka dari keterjajahan proprietary software. Ide dasar
86

ini merupakan langkah awal produk pemasaran sosial BlankOn. Kelompok sasaran
yang menerima ide ini kemudian melanjutkan pada perilaku (kognitif menuju act).
Sedangkan perilaku yang menjadi produk pemasaran sosial BlankOn ialah
menggunakan BlankOn atau FOSS untuk software komputer. Aplikasi FOSS yang
digunakan tidak harus selalu berupa sistem operasi. Dapat berupa aplikasi pendukung
dalam sistem operasi proprietary seperti office.
3. Augmented Products
Level ini merujuk pada produk pendukung berupa objek nyata serta layanan
yang dipromosikan bersamaan dengan perilaku adopsi. Augmented products berfungsi
untuk mempermudah jalannya perilaku. Seringkali augmented products merupakan
objek yang sangat dibutuhkan untuk mempetahankan perilaku. Augmented products
dalam pemasaran sosial BlankOn ialah BlankOn Linux, keberadaan komunitas
pendukung (pengembangan, pengguna BlankOn dan Ubuntu), serta pelatihan dan
sertifikasi oleh YPLI.
b. Harga
Harga memiliki nilai komunikasi yang sangat penting. Lebih dari sekedar
menginformasikan kepada konsumen nilai tukar produk. Harga sering digunakan oleh
penjual untuk menunjukkan kualitas dari produk yang ditawarkan. Selain itu, harga
juga bisa menunjukkan snob appeal (pembanggaan diri) kepada konsumen yang
menginginkannya. Harga mengkomunikasikan berbagai hal kepada orang dalam
berbagai keadaan. Dalam pemasaran sosial harga dapat diartikan sebagai biaya yang
harus dibayar untuk menjalankan/mempertahankan perilaku ataupun biaya yang
diperlukan untuk mendapat augmented products. Konsep harga dalam pemasaran
sosial BlankOn tidak hanya terbatas pada harga dalam nominal moneter, juga harga
sebagai pengorbanan yang dilakukan audience untuk menjalankan perilaku yang
menjadi produk pemasaran sosial.
1. Biaya Moneter
Selama ini banyak orang yang mengidentikkan produk Free and Open Source
Software sebagai barang yang gratis. Hal ini barangkali terjadi akibat ambiguitas kata
Free yang sering diterjemahkan menjadi gratis (Free as Free Beer). Kondisi ini
tidak dapat dipersalahkan, karena sebagian besar produk FOSS memang tersedia
secara gratis. Dalam konsep ini YPLI menempatkan BlankOn sebagai Linux Non87

Komersil. Namun begitu untuk mendapatkan BlankOn kemungkinan pengguna harus


membayar sekitar 0-Rp.10.000,-. Biaya tersebut merupakan biaya pengganti CD dan
ongkos kirim. Selain adanya biaya moneter yang harus dibayar pengguna, terdapat
pula kerugian moneter yang harus dibayarkan ketika bermigrasi ke BlankOn. Misal
pengguna memakai sistem operasi proprietary legal, maka dengan bermigrasi
(berganti sistem operasi) ke GNU/Linux maka ia akan kehilangan lisensi proprietary
softwarenya. Kecuali pengguna memanfaatkan sistem dual booting45. Untuk periperal
komputer, tidak ada kerugian materi yang harus ditanggung pengguna. Sebagian besar
hardware yang biasa digunakan untuk proprietary software telah mendukung
GNU/Linux.
2. Biaya Non-Moneter
Setelah biaya moneter yang rendah untuk mendapatkan produk augmented,
maka kelompok sasaran pemasaran sosial BlankOn dihadapkan dengan biaya nonmoneter (terkadang disebut sebagai pengorbanan). Biaya non-moneter merupakan
biaya yang tidak nampak tapi terasa nyata bagi kelompok sasaran. Biaya ini termasuk
waktu, upaya, tenaga atau ketidaknyamanan psikologis ketika berubah perilaku.
c. Tempat
Tempat memiliki arti komunikasi yang signifikan bagi konsumen. Tempat
sebagaimana manusia, memiliki kepribadian yang dirasakan oleh konsumen dan
sering dikaitkan dengan barang-barang dalam tempat tersebut. 2 tempat yang
menampilkan produk sama bisa memproyeksikan image produk yang berbeda pada
calon konsumen. Keputusan mengenai tempat harus dilihat dari sasaran komunikasi.
Hal ini dimaksudkan agar produk bisa mendapatkan halo effect dari produsen
hingga ia ditempatkan. Dalam pemasaran sosial, konsep tempat mengacu pada lokasi
dimana perilaku yang baru dapat dilakukan oleh target audience serta dimana mereka
bisa mendapatkan augmented products (Sorell, 2005: 43).

45

PC yang punya 2 sistem operasi, sehingga penggunanya setiap kali bisa memilih ketika akan bekerja.

88

1. Tempat menjalankan ideologi


Secara garis besar, semua tempat dimana kelompok sasaran mampu
melakukan instalasi BlankOn ataupun menggunakan LiveCD46 (jika memiliki akses
pada drive optik) adalah kategori tempat dalam pemasaran sosial BlankOn. YPLI tidak
membatasi penggunaan BlankOn dalam mengadopsi perilaku pada actual products.
Hal ini sama dengan ketentuan dalam definisi Open Source (OSI) bahwa lisensi open
source tidak boleh membatasi penggunaan program dalam lingkungan kerja spesifik.
Tempat-tempat tersebut termasuk rumah, lingkungan bisnis, fasilitas pendidikan,
instansi pemerintah dan LSM (organisasi non profit).
2. Tempat mendapatkan BlankOn
Konsep tempat selanjutnya dalam pemasaran sosial, ialah tempat dimana
kelompok sasaran bisa mendapatkan augmented products. YPLI menyediakan
beberapa jenis tempat untuk bisa mengakses produk pendukung (BlankOn Linux)
yang disertakan dalam pemasaran sosial BlankOn. Tempat-tempat tersebut adalah
Situs resmi BlankOn dan mirror site, distributor lokal BlankOn, Kelompok Pengguna
Linux Indonesia (KPLI), toko GNU/Linux dan merchandise majalah Linux.
d. Promosi
Ketika mengembangkan program bauran promosi, komunikator harus memilih
saluran media yang paling efisien dan juga mampu mengakomodir kemampuan
finansial organisasi. Mengingat kemajuan teknologi dan pertumbuhan media
informasi yang semakin beragam. Masyarakat makin terfragmentasi menjadi
kelompok yang memiliki karakteristik masing-masing. Sehingga lebih efektif jika
media diprioritaskan melalui media yang lebih personal (segmented) meskipun tetap
menggunakan media massa. Sebagai produk yang memposisikan diri sebagai sarana
pendukung perilaku sosial, maka segmentasi pemasaran sosial BlankOn meliputi
seluruh masyarakat pengguna komputer di Indonesia. Karakteristik segmentasi
ditentukan berdasar pada variable profesi (pekerjaan). Untuk meraih kelompok
sasaran tersegmen YPLI menetapkan saluran komunikasi secara khusus. Sulaksana
(2003: 80) membagi saluran komunikasi menjadi 2 yaitu personal dan non personal.
46

Fasilitas dimana pengguna dapat mencoba GNU/Linux tanpa perlu instalasi hanya dengan
memasukan CD GNU/Linux yang memiliki fasilitas LiveCD.

89

1. Saluran Personal
Saluran komunikasi personal meliputi 2 orang atau lebih yang berkomunikasi
secara langsung (tatap muka), berbicara dengan audience lewat telepon ataupun email.
Komunikasi personal bisa lebih efektif karena adanya peluang mengindividualisasikan
penyampaian pesan dan umpan balik. Dalam saluran ini, YPLI menyadari kuatnya
pengaruh faktor ucapan atau perkataan dari mulut ke mulut yang berasal dari
saluran pakar dan sosial dalam menciptakan hubungan baru. Langkah saluran
komunikasi personal tersebut ialah:
a) Mengidentifikasi tokoh dan organisasi dan memusatkan upaya pada mereka.
b) Menciptakan pembentuk opini dengan memasok produk pada orang tertentu
c) Mengembangkan saluran pemasaran viral untuk membangun hubungan
pengguna.
2. Saluran Non-Personal
Saluran non personal dapat meliputi media, atmosfer dan even. Saluran
komunikasi non-personal pemasaran sosial BlankOn ialah:
a) Media Massa (non paid); Media massa yang menjadi saluran utama pemasaran
sosial BlankOn merupakan saluran tidak berbayar. Salah satu media massa
yang memberikan ruang untuk promosi BlankOn ialah majalah InfoLinux.
b) Media Online; Media Online merupakan media andalan bagi YPLI untuk
memasarkan perilaku penggunaan BlankOn. Karakteristik media ini ialah lebih
tersegment pada pengguna ditingkat perkotaan.
c) Atmosfer; BlankOn Linux dikemas dengan interface dan artwork bernuansa
Indonesia mencerminkan kemudahaan penggunaan BlankOn Linux yang
disesuaikan kebutuhan pengguna komputer di Indonesia.
d) Event; merupakan peristiwa yang dirancang untuk mengkomunikasikan pesan

tertentu. Seperti siaran pers, seminar, pameran, workshop, lomba, dan


sponsorship.

90

BAB IV
PENGEMBANGAN KOMUNIKASI PEMASARAN SOSIAL
BLANKON
Sistem user friendly milik salah satu perusahaan proprietary software terbesar
dunia memanjakan pengguna komputer di Indonesia selama bertahun-tahun. Mulai
dari tampilan grafis (GUI), kemudahan instalasi hingga kemudahaan memperoleh
driver47 perangkat keras. Kondisi ini memicu ketergantungan pengguna pada
perusahaan yang berlisensi tersebut. Seakan tidak ada lagi software ataupun sistem
operasi lain yang bisa menggantikan keberadaannya. Perlu diperhatikan bahwa
perusahaan proprietary menjual software dengan harga yang sangat mahal. Bisa jadi
lebih mahal dari harga perangkat keras komputer itu sendiri. Persoalan utamanya ialah
ketergantungan pengguna yang terlalu besar terhadap pemakaian proprietary software
semisal Windows Operating System (XP, Vista, 7), Microsoft Office, Photoshop,
Corel Draw dan lainnya telah meningkatkan angka pembajakan terutama di Indonesia
hingga diatas 80% tiap tahunnya.
Pemerintah dalam rangka mengurangi angka pembajakan di Indonesia
membuat kebijakan Indonesia Go Open Source pada tahun 2005. Tujuan tersebut
tampaknya harus dinegosiasikan dengan kepentingan-kepentingan tertentu seperti
adanya pembelian lisensi asli dari perusahaan proprietary bersangkutan. Hal tersebut
menimbulkan polemik terhadap keseriusan pemerintah untuk mewujudkan Indonesia
Go Open Source. Walaupun begitu, banyak pihak baik secara personal maupun
kelompok berusaha mewujudkan kampanye FOSS. Sebut saja YPLI, LUGI (Linux
User Groups Indonesia), KPLI, Komunitas Linux, LSM maupun media yang
konsisten membahas GNU/Linux. YPLI sebagai salah satu yayasan yang bergerak
dalam sosialisasi FOSS semakin menancapkan kiprahnya dengan mengembangkan
sistem operasi GNU/Linux yang disesuaikan pengguna di Indonesia yaitu BlankOn
Linux. YPLI berusaha untuk meraih pasar sistem operasi dan meruntuhkan monopoli
Microsoft di Indonesia melalui komunikasi pemasaran sosialnya.

47

Software yang menjadikan sistem operasi bisa berkomunikasi dengan periferal atau alat lain.

91

A. PERENCANAAN KOMUNIKASI PEMASARAN SOSIAL BLANKON


1. Analisa Situasi Pemasaran Sosial
Saat ini berbagai lapisan masyarakat tidak menyadari bahwa mereka
bergantung dengan keberadaan proprietary software. Tingginya angka pembajakan
software selama beberapa tahun di Indonesia menunjukkan tingkat ketergantungan
terhadap proprietary software. Perhatikan tingkat pembajakan software dibawah:
Gambar 4.1 Tingkat Pembajakan Software di Dunia Tahun 2008 (BSA, 2009: 6)

Data tersebut menunjukkan tingkat pembajakan di


seluruh dunia yang melebihi 85% pada tahun 2008.
Indonesia sendiri menduduki peringkat ke 12 dengan tingkat
pembajakan 85%. Angkat tersebut menujukkan bahwa
sebagian masyarakat Indonesia masih bergantung dengan
keberadaan proprietary software. Namun karena harga
software yang masih mahal maka alternatifnya ialah
mempergunakan software bajakan. Masyarakat dengan
mudah mendapatkan software bajakan di Indonesia melalui
rental

CD

maupun

Internet.

Pengguna

pun

mudah

melakukan pembajakan hanya dengan memasukkan Serial Number (product


activation) pada proprietary software, melalui execute software yang dipatch (crack)
ataupun dengan aplikasi keygen untuk software bersangkutan. Dengan ini pengguna
dapat memakai seluruh fasilitas software tersebut. Selain itu, konsep pembajakan
juga banyak terjadi melalui sharing software propriertary beserta serial numbernya.
Survey Business Software Alliance mengatakan tingginya pembajakan
software pada tahun 2008 dikarenakan krisi ekonomi global. Dengan adanya krisis
ekonomi, konsumen lebih memilih mempertahankan komputernya lebih lama. Hal ini
berakibat pada kenaikan pembajakan software komputer karena komputer lama
biasanya tidak menggunakan software berlisensi/habis masa lisensinya. Tetapi krisis
ekonomi bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi pembajakan software.
Mengutip pernyataan Business Software Alliance (2009: 4):
Finally, economists and academics have found that the cost of software is
only one factor driving software piracy. A few more include local cultural
norms, the strength of intellectual property laws, and the effectiveness of
the institutions enforcing intellectual property rights. Thus, the economic
92

crisis will have an impact on piracy part of it negative, part of it


positive but it will be only one of many factors.

Di Indonesia, kurang tegasnya penegakan hukum mengambil peran besar


dalam tingginya angka pembajakan. Walaupun telah ada UU No. 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta, tapi penanganan kasus pembajakan hanya hangat sementara waktu.
Seperti pada April 2005 banyak tempat usaha yang ditutup akibat razia aparat
kepolisian bekerja sama dengan Aliansi Pengusaha Software (BSA) dan diketahui
mempergunakan software bajakan (Dewi, 2006: 56). Bahkan tahun 2004 hadirnya
program Indonesia Go Open Source masyarakat berharap pemerintah mampu
mengurangi pembajakan software dengan beralih ke Free and Open Source Software.
Sayangnya penanganan pembajakan di Indonesia masih belum optimal. Terlihat dari
masih mudahnya pengguna mendapatkan software bajakan dari rental CD, banyaknya
pedagang komputer yang memaksakan instalasi software bajakan tanpa memberi
pilihan pada konsumen serta lemahnya supremasi aparat penegak hukum.
Situasi lain yang harus dihadapi oleh pemasaran sosial BlankOn Linux adalah
rendahnya market share desktop komputer distro Linux di seluruh dunia. Berdasar
data disamping (Sept, 2009) market share GNU/Linux masih jauh bila dibandingkan
dengan proprietary software seperti
Windows atau Mac. Tampak dominasi
sistem

operasi

Windows

melebihi

angka 90%. Angka tersebut tidak


banyak mengalami perubahan dari
tahun

ke

tahun.

Begitu

pula

peringkatnya, Mac peringkat 2 dan


GNU/Linux peringkat 3.
Gambar 4.2 Market Share Sistem Operasi Desktop (Marketshare.Hitslink.com)

Fakta diatas menjadi dasar YPLI untuk menentukan fokus pemasaran


sosialnya yaitu mengubah perilaku ketergantungan pengguna komputer terhadap
proprietary software dengan menyediakan sistem operasi yang mengakomodir
kebutuhan kelompok sasaran. Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap proprietary
software sebenarnya dapat diatasi dengan adanya FOSS. FOSS menyediakan berbagai
macam aplikasi yang setara dengan proprietary software. Terlebih lagi adanya
93

kebebasan berbagi, modifikasi, penggunaan serta tanpa biaya merupakan poin penting
dalam pemasaran FOSS. YPLI tidak hanya terpaku pada bagaimana menjual produk,
namun membawa ide dan nilai sosial dalam pemasaran software. Nilai sosial tersebut
berupa ideologi merdeka dan terbuka yang tertanam pada produk BlankOn Linux.
YPLI kemudian memposisikan ideologi BlankOn Linux sebagai senjata utama untuk
mengubah perilaku pengguna komputer di Indonesia melalui pemasaran sosial.

2. Analisa SWOT BlankOn Linux


Untuk menganalisa pasar, dapat menggunakan metode analisa SWOT
(Strengths, Weakness, Opportunities, Threats). Untuk mengetahui situasi dan trend
pemasaran yang terjadi di internal maupun eksternal organisasi pemasar bisa memakai
analisa SWOT. Analisa SWOT merupakan analisa tentang kekuatan dan kelemahan
organisasi, serta peluang dan ancaman yang dihadapi organisasi. Dengan demikian
pemasar dapat mengetahui fokus keunggulan produk yang dipromosikan, kelemahan
produk yang harus direduksi, apa saja peluang produk dalam upaya merebut pasar dan
apa saja ancaman yang menghadang produk, baik kompetitor dan pasar. Analisa
SWOT pada produk BlankOn Linux ialah:
1. Strength

BlankOn Linux lainnya mampu meningkatkan kemampuan masyarakat dalam


bidang teknologi. Peningkatan kemampuan dapat berarti kemampuan untuk
tidak lagi hanya bergantung pada proprietary software. Dengan adanya
BlankOn Linux, pengguna memiliki software yang handal.

BlankOn Linux merupakan Distro Linux Indonesia yang terdaftar dalam


DistroWatch.com. Hal ini mengindikasikan bahwa BlankOn Linux merupakan
produk Indonesia yang bertaraf internasional. Layak untuk disandingkan
dengan berbagai macam distro Linux dari luar negeri.

Gambar 4.3 Popularitas BlankOn Linux dalam DistroWatch.com (Sept, 2009)


94

BlankOn Linux mengakomodir kebutuhan pengguna komputer di Indonesia.


BlankOn Linux secara default telah menyediakan aplikasi yang menjadi
kebutuhan mayoritas pengguna seperti office, multimedia, grafis maupun
codec48 yang mampu membaca berbagai macam format file multimedia.
BlankOn telah menyediakan bahasa Indonesia sebagai default bahasanya.
BlankOn pun telah menterjemahkan berbagai aplikasi dalam bahasa Indonesia

BlankOn Linux turut memperkenalkan dan melestarikan budaya Indonesia


(seperti artwork dan fonts traditional). BlankOn Linux menyertakan beberapa
karya seni yang memberikan ciri budaya Indonesia seperti wallpaper kapal
pinisi, rumah adat Aceh, blankon jawa dan wayang. Selain itu juga
menyediakan beberapa fonts berdasar pada aksara tradisional Indonesia seperti
lontara (bugis), batak toba dan yang akan hadir aksara bali serta jawa.

BlankOn Linux termasuk sistem operasi yang sangat ringan sehingga dapat
digunakan pada komputer lama. Fitur LiveCD49 BlankOn hanya membutuhkan
physical memory (RAM) 384 Mb, sedangkan Alternate CD dapat digunakan
pada memory 256 Mb. BlankOn menyediakan varian BlankOn Minimalis
untuk komputer dengan memory 128 Mb.
2. Weakness

GNU/Linux sendiri melalui berbagai distronya masih belum mampu


menghalangi dominasi proprietary software. Banyaknya distro Linux, disatu
sisi memberikan pengguna kesempatan untuk menentukan pilihan. Disisi lain,
positioning GNU/Linux menjadi bias dibenak pengguna. Terlalu banyak distro
yang ada menyebabkan pengguna sukar untuk menentukan pilihan.

BlankOn Linux masih kurang dikenal oleh kalangan luas. BlankOn Linux
lebih banyak dikenal dalam komunitas pengguna GNU/Linux terutama di
Indonesia. Pengguna komputer di Indonesia lebih familiar dengan Windows.

Pengguna komputer kurang menguasai pemakaian BlankOn Linux. Hal ini


banyak terjadi dalam lingkup penggunaan sistem operasi GNU/Linux. Kendala
yang paling sering terjadi ialah struktur menu, pengelolaan file dan istalasi
program yang sangat berbeda dengan Windows.

48
49

Library program yang memungkinkan untuk membaca berbagai format multimedia.


Fasilitas dimana pengguna dapat mencoba GNU/Linux tanpa perlu instalasi.

95

Kurang intensifnya komunikasi dan promosi BlankOn Linux. Berbagai


keterbatasan menyebabkan promosi YPLI tidak intensif dan teringterasi.
Terlebih penentuan sasaran, kompetitor, segmen pemasaran masih sangat bias.
3. Opportunities

Pengguna komputer di Indonesia membutuhkan sistem operasi yang siap dan


mudah digunakan. Siap dalam arti bahwa telah menyediakan aplikasi yang
menjadi kebutuhan mayoritas pengguna komputer seperti office, multimedia,
grafis dan codec untuk membaca berbagai macam format file multimedia
(termasuk proprietary). Mudah dalam arti interface yang tidak lagi
menyulitkan pengguna baru seperti keharusan untuk menuliskan commandline.

Pengguna komputer di Indonesia mendapatkan sistem operasi sesuai


kebutuhannya. Kebutuhan yang besar akan tipe aplikasi tertentu merupakan
peluang bagi BlankOn Linux untuk memenuhinya. Ketersediaan aplikasi
tersebut dalam instalasi BlankOn Linux memudahkan pengguna sehingga tidak
perlu mencari aplikasi serupa bahkan tidak perlu membeli lisensinya.

Indonesia memiliki semangat untuk berbagi dan semua itu dapat dilakukan
dengan BlankOn Linux. Kebiasaan dan budaya pengguna komputer di
Indonesia adalah saling berbagi software antara satu sama lain. Vendor
proprietary software memandang budaya ini sebagai pembajakan dan
menuntut secara hukum. Dengan BlankOn Linux kebudayaan tersebut tetap
dapat dilakukan. BlankOn tidak membatasi pengguna untuk berbagi,
modifikasi, mengembangkan bahkan menjual produknya. Poin ini merupakan
peluang terbesar BlankOn untuk menghadapi dominasi proprietary software.
4. Threats

Pengguna komputer, lebih banyak mengenal sistem operasi proprietary seperti


milik Microsoft. Kecenderungan tersebut merupakan imbas dari berbagai
macam bentuk pengenalan komputer melalui proprietary software. Kuatnya
pemasaran komersil oleh vendor raksasa menyebabkan tingginya awareness
proprietary software. Pemasaran komersil dengan dukungan dana besar
merupakan ancaman serius bagi pemasaran sosial BlankOn Linux.

96

Saingan terberat bagi pemasaran sosial BlankOn ialah keberadaan mainstream


product seperti Microsoft Windows. Windows merupakan pemegang market
share terbesar di dunia termasuk Indonesia.
Untuk lebih memudahkan melihat peta analisa SWOT pemasaran sosial

BlankOn Linux dapat menggunakan tabel berikut:


Tabel 4.1 Analisa SWOT Pemasaran Sosial BlankOn Linux

Strengths

Weakness

BlankOn Linux mampu meningkatkan kemampuan


masyarakat dalam bidang teknologi.
BlankOn Linux merupakan produk Indonesia yang
bertaraf Internasional.
BlankOn Linux mengakomodir kebutuhan pengguna
komputer di Indonesia.
BlankOn Linux turut memperkenalkan dan
melestarikan budaya Indonesia.
BlankOn Linux termasuk sistem operasi yang sangat
ringan.

Pengguna komputer kurang menguasai


pemakaian BlankOn Linux
BlankOn Linux masih kurang dikenal oleh
kalangan luas
Terlalu
banyak
distro
yang
ada
menyebabkan pengguna sukar untuk
menentukan pilihan
Kurang intensifnya promosi dan komunikasi

Opportunities

Threats

Pengguna komputer di Indonesia membutuhkan


sistem Operasi yang siap dan mudah digunakan.
Pengguna komputer di Indonesia akan mendapatkan
sistem operasi sesuai kebutuhannya.
Indonesia memiliki semangat untuk berbagi dan
semua itu dapat dilakukan dengan BlankOn Linux
maupun FOSS lainnya.

Keberadaan mainstream product seperti


Microsoft Windows.
Pengguna komputer, lebih banyak mengenal
sistem operasi proprietary.

3. Sasaran dan Kompetitor Pemasaran Sosial BlankOn


Sasaran pemasaran merupakan desain perubahan yang menjadi landasan utama
untuk mampu menjalankan produk perilaku yang diharapkan oleh pemasar sosial.
Berdasar pada pembagian sasaran pemasaran oleh Kotler (et.al, 2002: 143-148) maka
sasaran pemasaran sosial BlankOn berada pada 3 lingkup:
1. Behaviour Objective: Merupakan desain perilaku yang ingin dihentikan dan
dilakukan oleh target audience. Perilaku yang ingin dihentikan ialah
ketergantungan/keterjajahan terhadap proprietary software (Utian via email:
2009/08/21). Sedangkan cara/perilaku untuk menghilangkan ketergantungan
pada proprietary software ialah menggunakan BlankOn Linux.
2. Knowledge Objective: Mengarah pada data statistik, fakta dan informasi yang
membuat kelompok sasaran termotivasi. YPLI mempergunakan informasi

97

sederhana bagi audience agar lebih mengenal (awareness) BlankOn Linux.


Perubahan pengetahuan yang dilakukan YPLI ialah mengkomunikasikan
segala bentuk kelebihan BlankOn Linux dan FOSS dibanding dengan
proprietary software baik dalam bidang teknis maupun non-teknis.
3. Belief Objective: Sasaran ini berhubungan dengan sikap, pendapat, perasaan
dan nilai yang dimiliki kelompok sasaran. YPLI mengharapkan audience
menganut nilai 1) Dengan menggunakan BlankOn/FOSS berarti ikut andil
mengurangi pembajakan. 2) Tidak bergantung pada proprietary software
mampu meningkatkan kreatifitas dalam bidang ICT. 3) Percaya BlankOn
Linux dan FOSS lainnya ialah produk yang reliabel, legal dan handal.
Dalam setiap pemasaran selalu terdapat kompetitor yang menghalangi
tercapainya sasaran pemasaran. Pemasar dapat membedakan kompetitor pemasaran
sosial menjadi perilaku, organisasi/produk yang meraih pasar dan keuntungan dari
perilaku tersebut. Besarnya intensitas pemasaran komersil oleh organisasi kompetitor
mengakibatkan rendahnya keterpengaruhan kelompok sasaran melalui pemasara sosial
(pemasaran sosial tidak efektif) atau membuat orang yang sadar dan berencana
meninggalkan perilaku untuk mengulangi perilaku tersebut. Kompetitor dalam
pemasaran sosial BlankOn Linux ialah:
1. Perilaku Kompetitor: Perilaku yang menjadi saingan pemasaran sosial
BlankOn Linux ialah penggunaan software bajakan. Penggunaan software
bajakan merupakan wujud nyata dari ketergantungan terhadap proprietary
software. Software bajakan selama ini masih menjadi primadona dibalik
segala ketidakberdayaan dan harapan kemudahan oleh kelompok sasaran.
2. Organisasi/Produk Kompetitor: Organisasi/produk yang menjadi saingan
pemasaran sosial BlankOn ialah vendor sistem operasi proprietary seperti
Microsoft. Pemasar menganggap distro Linux lain bukan sebagai saingan
(Utian via email: 2010/02/23). Realitasnya, pasar utama yang coba diraih
BlankOn bukanlah pasar proprietary software melainkan pasar sesama distro
Linux. Kompetitor BlankOn sesama distro Linux seperti Ubuntu, distro
Nusantara, OpenSuse, Debian, RedHat. Sayangnya pihak pemasar tidak
memiliki data akurat mengenai market share BlankOn dalam persaingan pasar
sehingga berakibat kurang tajamnya penentuan sasaran kompetitor.
98

3. Keuntungan Perilaku/Produk Kompetitor: Kompetitor pemasaran sosial


BlankOn juga meliputi keuntungan dari perilaku saingan. Keuntungan yang
menjadi saingan pemasaran sosial BlankOn ialah software bajakan yang
harganya murah, mudah didapat dan lebih populer. Walaupun keuntungan
tersebut juga dimiliki oleh BlankOn Linux namun kebiasaan (BSA
menyebutnya sebagai culture norm) kelompok sasaran menyebabkan kuatnya
keuntungan kompetitor. Perbandingan besarnya kompetitor dalam pemasaran
sosial dapat dilihat pada gambar berikut :
Data

pada

gambar

disamping

menunjukkan bahwa pengguna lebih banyak


memakai software bajakan dibanding FOSS. Hal
ini

mengindikasikan

penggunaan

software

bajakan merupakan kompetitor yang signifikan


untuk menghambat pemasaran sosial BlankOn.
Gambar 4.4 Perbandingan Penggunaan Software (Business Software Alliance, 2009: 3)

4. Tujuan Komunikasi Pemasaran Sosial BlankOn


Situasi yang kurang menguntungkan bagi BlankOn Linux membuat YPLI
beserta pengembang BlankOn untuk memiliki tujuan realistis dalam komunikasi
pemasaran sosial. Dalam menyusun tujuan komunikasi pemasaran sosial BlankOn,
terdapat beberapa poin yang diperhatikan yaitu positioning, pengenalan, pemahaman
dan penggunaan. Sebagai follow up, BlankOn Linux harus mampu mengikuti tren
market maupun perkembangan periperal komputer yang semakin cepat melalui
metode customer orientation (market centric). Maka dibentuklah beberapa tujuan
komunikasi pemasaran sosial BlankOn Linux yaitu:

Meningkatnya awareness kelompok sasaran tentang BlankOn; Dengan


peningkatan awareness (pengenalan) BlankOn Linux dalam kelompok sasaran
memungkinkan penetrasi tujuan yang lebih lanjut. Komunikasi pemasaran
sosial BlankOn berfungsi memperkenalkan keberadaan sistem operasi
pengganti yang dapat digunakan tanpa perlu melakukan pembajakan.

99

Meningkatnya pemahaman kelompok sasaran tentang produk BlankOn;


Pemahaman

yang

dimaksud

ialah

ketrampilan,

penguasaan

dalam

mempergunakan BlankOn Linux. Selain itu, YPLI berusaha meningkatkan


pemahaman masyarakat terhadap ideologi BlankOn. Ideologi tersebut meliputi
kemerdekaan dan keterbukaan untuk mencegah ketergantungan terhadap
proprietary software serta mengurangi tingkat pembajakan di Indonesia.

Mengubah sikap kelompok sasaran menjadi positif terhadap BlankOn;


Tujuan lain pada pemasaran BlankOn Linux adalah perubahan sikap serta
pandangan kelompok sasaran agar lebih positif menanggapi kehadiran
BlankOn. Image yang telah terbentuk dalam benak pengguna tentang kesulitan
mengoperasikan GNU/Linux harus berubah melalui promosi ideologi.

Meningkatnya pemakaian BlankOn Linux di kalangan kelompok sasaran;


YPLI mencoba meraih tujuan terbesarnya yaitu peningkatan pemakaian
BlankOn Linux di kelompok sasaran. Penggunaan BlankOn merupakan
cerminan kontribusi dan apresiasi masyarakat terhadap Ideologi BlankOn.

Mempertahankan dan mengembangkan BlankOn sesuai kondisi dan


situasi mutakhir; Untuk meraih pasar pengguna yang lebih besar serta
mempertahankan pengunaan BlankOn Linux maka konsep pemasarannya turut
mempertimbangkan aktualitas produk. BlankOn Linux terus berkembang
menyesuaikan dengan kebutuhan pengguna maupun pasar (market centric).
Berdasar tujuan diatas maka BlankOn Linux tergolong masih pada tahapan

grow (peningkatan awareness dan penggunaan). BlankOn Linux hingga saat ini
(2009) baru berusia 4 tahun sehingga fokus tujuan komunikasi pemasaran sosialnya
ialah peningkatan awareness yang berakhir pada penggunaan BlankOn Linux.
Berbeda dengan pemasaran produk proprietary, pemasaran sosial BlankOn Linux
tidak bertujuan meningkatkan penjualan produk dan memperoleh keuntungan.
Pemasaran sosial BlankOn Linux bertujuan pada penerimaan ideologi BlankOn dan
mengubah perilaku kelompok sasaran sesuai yang diharapkan oleh pemasar.

100

5. Segmentasi dalam Pemasaran Sosial BlankOn


Segmentasi merupakan bentuk pembagian kelompok sasaran pada kelompok
lebih kecil berdasarkan pada karakteristik mereka sehingga memudahkan untuk
analisa. Dalam pemasaran sosial segmen pembagian kelompok sasaran yang
memungkinkan untuk menggunakan keputusan yang sama dalam mengubah perilaku.
Pemasar menentukan segmentasi kelompok sasaran lebih berdasar pada lingkup
demografis. Target audience pemasaran sosial BlankOn, seperti digambarkan berikut
(Ihsan & Aftian, 2009: 11):

Gambar 4.5 Segmentasi Pemasaran Sosial BlankOn Linux

Segmentasi pemasaran sosial BlankOn diadaptasi dari model kategori adaptor


milik Rogers (1983: 248-250). Target tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Target Primer
Demografis

Geografis
b. Target Sekunder
Demografis

Psikografis

Geografis

: Regulator dalam Departemen Pemerintah, Tokoh


Masyarakat, Regulator Organisasi (LSM, Media,
Komersil, Pendidikan)
: Seluruh wilayah Indonesia.
: Komunitas TI, Pebisnis teknologi, Orang yang
berhubungan dengan IT, Pengguna komputer, Bukan
pengguna komputer.
: Berpandangan terbuka, alternatif, trendy, orang yang
butuh kehandalan dan kenyamanan produk, orang yang
suka barang legal, Tidak mahir teknologi.
: Seluruh wilayah Indonesia.

101

Berdasar data diatas, target primer pemasaran sosial BlankOn adalah pembuat
kebijakan serta orang yang berpengaruh (bisa dalam lingkup sosial, organisasi,
komunitas ataupun keluarga). Papastamou (2006: 13) mengatakan program pemasaran
sosial dapat memotivasi perubahan perilaku tetapi sulit untuk dikembangkan kecuali
lingkungannya juga mendukung perubahan dalam jangka waktu yang panjang.
Seringkali perubahan kebijakan dibutuhkan dalam efektifitas program pemasaran
sosial. Senada dengan pendapat tersebut, Kotler (et.al, 2002: 17) melihat jika
pemasaran sosial tidak optimal, maka hukum harus berfungsi lebih ketat. Melihat
kenyataan ini, YPLI menempatkan pembuat kebijakan (regulator) dan orang
berpengaruh (influencer) sebagai target utama pemasaran sosial BlankOn. Dengan
mengubah perilaku/ideologi regulator dan influencer memperkuat penetrasi terhadap
lingkup dibawahnya agar menerima Ideologi BlankOn. Walaupun melakukan
penerimaan ideologi dan perubahan perilaku dengan paksaan.
Keberlanjutan dari segmentasi BlankOn ialah sasaran terhadap berbagai
macam lingkup demografis dan psikografis. Jika pembuat kebijakan telah menerima
ideologi BlankOn (merdeka dan terbuka) dengan begitu regulator dan influencer
menerapkan ideologi tersebut dalam membuat kebijakan. Kebijakan tersebut akan
mempengaruhi nilai dan budaya organisasi dalam level segmentasi sekunder. Hingga
berakibat adanya perubahan perilaku/ideologi. Tapi tidak menutup kemungkinan
perubahan perilaku target sekunder secara langsung. Sayangnya dalam segmentasi
tersebut pemasar belum secara tegas mempertajam target segmen. Penggunaan
kategori adopter tersebut masih berupa pengelompokan segmen yang memiliki tingkat
adopsi

paling

tinggi

(behaviour

segment).

Selanjutnya

pemasar

harus

mengklasifikasikan segmentasi berdasar indikator demokrafis ataupun geografis yang


eksplisit dan detil.

6. Positioning Produk BlankOn Linux


BlankOn Linux bukan sekedar produk FOSS merupakan salah satu pesan
kunci dalam komunikasi pemasaran sosial BlankOn. Mengutip pernyataan Ihsan dan
Aftian (2009: 12) bahwa pemasar melakukan positioning terhadap BlankOn Linux
sebagai produk FOSS Indonesia yang bermuatan ideologi bebas serta merdeka.
Pemasar menyebut ideologi tersebut sebagai ideologi BlankOn dimana BlankOn
102

Linux dikembangkan oleh komunitas dan yayasan yang peduli terhadap keterjajahan
dan ketergantungan pengguna komputer di Indonesia terhadap proprietary software.
BlankOn Linux kemudian menjadi sebuah proyek yang berdedikasi untuk memenuhi
kebutuhan pengguna komputer dan disesuaikan dengan kemampuan finansial
(ekonomi) target pasar di Indonesia. Dari konteks ini maka YPLI membentuk persepsi
bahwa BlankOn Linux merupakan wujud nyata dari perjuangan bangsa indonesia
untuk lepas dari dominasi industri proprietary software. Untuk menjadi bagian dari
perjuang ini, audience dapat melakukannya dengan mengadopsi ideologi dan
menggunakan BlankOn Linux.
Untuk ambil bagian dalam perlawan terhadap hegemoni proprietary software
tidak hanya bisa dilakukan dengan penggunaan BlankOn Linux. Audience bisa ikut
andil dengan menjadi tim pengembang BlankOn, mengirimkan tiket kutu BlankOn,
mengirim tiket usulan atau menjadi distributor lokal BlankOn yang siap mengedukasi
pengguna komputer di daerah. Dalam konteks pemasaran sosial, kelompok sasaran
tidak lagi diposisikan sebagai konsumen software (end user) namun juga membantu
potensi terciptanya pengembangan masyarakat Indonesia dalam menghargai hak cipta.
Serta meningkatkan gairah industri software di Indonesia yang saat ini masih
didominasi oleh industri proprietary software.
Poin-poin tersebut mengindikasikan positioning bahwa BlankOn Linux
merupakan simbol dari gerakan anti-ketergantungan proprietary software di
Indonesia. Positioning ini menekankan perubahan kognisi kelompok sasaran agar
berpikir kritis dan positif terhadap ideologi dan produk BlankOn. Perubahan kognisi
dan sikap terhadap BlankOn juga dapat direalisasikan melalui kontribusi terhadap
pengembangan BlankOn Linux. Tersirat image, BlankOn Linux membawa ideologi,
perjuangan dan nilai sosial bangsa Indonesia pada ranah TI dalam wujud nyata.

B. IMPLEMENTASI KOMUNIKASI PEMASARAN SOSIAL BLANKON


Pesan yang dibuat YPLI dan pendukung (komunitas pengembang, ubuntu dan
komunitas lain) untuk menyampaikan penjelasan keuntungan perilaku, serta produk
BlankOn Linux yang berkualitas namun hemat dikemas secara ringan agar mudah
dimengerti oleh kelompok sasaran. Tulisan dirangkai menggunakan bahasa sehari-hari
yang dipakai oleh kelompok sasaran sendiri agar penetrasi dengan pesan lebih efektif.
103

Pemasar melakukan langkah ini untuk menyikapi konsumen Indonesia yang berpikir
jangka pendek dan cenderung mencerna pesan yang tidak membutuhkan pemikiran
panjang. Selain itu gaya komunikasi yang dilakukan lebih bersifat persuasif. Brown
mendefinisikan persuasi sebagai manipulasi simbol yang didesain untuk menghasilkan
aksi pada orang lain dan tujuan persuasi tersebut akan bermanfaat bagi objek persuasi
(Severin & Tankard, 2001: 128)
Oleh karena itu, dibuatlah pesan kunci yang singkat, jelas serta ringan untuk
menyampaikan komunikasi pemasaran sosial tentang perilaku dan produk BlankOn.
Pesan kunci merupakan pernyataan singkat yang menjadi kesimpulan dari seluruh
pesan dan bukan berupa slogan, tagline ataupun headline. Pesan kunci digunakan
sebagai salah satu alat komunikasi untuk menyampaikan produk atau keuntungan
produk pemasaran sosial. Pesan kunci pada pemasaran sosial BlankOn seperti seperti
pada artikel Rusmanto (2009b: http://ruslinux.blogspot.com/2009/08/buat-apa-indonesiamerdeka-buat-apa.html),Buat apa Indonesia Merdeka? Buat apa Linux Open Source?.

Artikel tersebut berisi ideologi kemerdekaan dalam TIK sesuai ideologi


BlankOn Linux yang dianalogikan sebagai kemerdekaan Indonesia. Pesan kunci dalam
artikel ini tidak secara langsung ditunjukkan melalui headline. Dengan membaca
artikel tersebut konsep pesan kunci pemasaran sosial BlankOn akan lebih terasa.
Bahwa ideologi BlankOn mengharapkan masyarakat Indonesia merdeka dari
hegemoni software propriertary. BlankOn Linux membawa kemerdekaan kepada
semua pengguna komputer dari tekanan pihak luar seperti ketergantungan, biaya
lisensi serta kebebasan pengembangan software bagi masyarakat. Pesan kunci ini
dimaksudkan

untuk

mengingatkan

betapa

pentingnya

nilai

kebebasan

dan

kemerdekaan bagi pengguna komputer yang bisa didapat dengan menggunakan


BlankOn Linux. Pesan kunci tersebut diakhiri dengan pernyataan:
Negara Indonesia
: Sekali Merdeka Tetap Merdeka!
TIK Indonesia
: Sekali Merdeka Tetap Merdeka!
Free bukan Gratis, Free adalah Freedom alias Merdeka!
YPLI mendistribusikan anggaran komunikasi pemasaran sosial untuk lima alat
promosi yang meliputi periklanan, promosi penggunaan, personal selling, hubungan
masyarakat dan publisitas. Dalam industri yang sama, berbagai organisasi dapat
sangat berbeda dalam cara mengalokasikan anggaran promosi mereka. Namun bagi
104

YPLI yang memiliki identitas sebagai organisasi non-profit, anggaran menjadi


kendala utama untuk memanfaatkan biaya promosi di media massa. Sebagai alternatif
YPLI memanfaatkan berbagai macam saluran pendukung komunikasi pemasaran
sosial tanpa memerlukan banyak biaya.

1. Bentuk Komunikasi Pemasaran Sosial


Pemasaran sosial modern memerlukan lebih dari sekedar mengembangkan
produk, harga, dan membuatnya mudah didapat oleh kelompok sasaran. Organisasi
harus juga berkomunikasi dengan para sasaran yang ada sekarang dan sasaran
potensial, pihak yang memiliki kepentingan pada pemasaran sosial tersebut tersebut,
dan masyarakat umum. Setiap organisasi tidak dapat menghindari peranannya sebagai
komunikator dan promotor. Bagi sebagian besar organisasi, pertanyaannya bukanlah
apakah akan melakukan komunikasi tersebut atau tidak, tetapi lebih pada apa yang
akan dikomunikasikan, kepada siapa dan seberapa sering. Organisasi dapat
menjalankan komunikasi pemasaran sosial melalui beberapa cara seperti periklanan,
humas & publisitas, sales promotion, direct marketing dan personal selling.

1.1 Periklanan: Penggunaan Media Tidak Berbayar


Periklanan merupakan salah satu bauran promosi inpersonal yang jadi senjata
YPLI dalam memasarkan BlankOn Linux. Fungsi periklanan BlankOn ialah
memperkenalkan produk BlankOn Linux. Selain itu memiliki fungsi tambahan
sebagai alat pembujuk perilaku dan pembentukan positioning BlankOn Linux. Sebagai
organisasi non profit, pilihan media periklanan yang digunakan tidak terlalu banyak.
Oleh karena itu, pemilihan media untuk peningkatan awareness BlankOn Linux dan
ideologinya. Media yang dipilih untuk periklanan pemasaran sosial BlankOn ialah:
1. Brosur
Pemasar BlankOn menggunakan brosur sebagai marketing kit. Isi pesan yang
termuat pada brosur bersifat informatif tentang produk BlankOn Linux serta
keuntungan dan ideologinya. Informasi pada brosur dibuat lebih detil dibanding media
lain. Berikut gambar brosur BlankOn Linux:

105

Gambar 4.6 Brosur BlankOn Linux

Brosur menggunakan gaya pesan kreatif berbentuk Unique Selling Proposition


(USP) melalui komposisi kalimat BlankOn Linux: dari Indonesia oleh Indonesia
untuk Indonesia. Pesan tersebut memberikan pembedaan secara psikologis antara
brand BlankOn dengan brand lainnya. Pemasar berusaha membuat klaim terhadap
superioritas yang berdasar pada atribut unik produk yang merepresentasikan sebuah
makna tentang keuntungan khusus bagi audience. Melalui USP ini, pemasar
memberikan pembedaan yang jelas bagi audience untuk memilih brand BlankOn
melebihi penawaran oleh kompetitor. Komponen pesan lain dalam brosur BlankOn
ialah pesan dukungan teknis dan pesan persuasif untuk berpartisipasi dalam
perjuangan BlankOn. Kedua komponen tersebut memperkuat USP pada brosur.
Pemasar mengkomunikasikan kemudahan dukungan dan layanan BlankOn
dengan

pesan

keberadaan

(http://groups.google.com/group/id-ubuntu
situs

BlankOn

Linux

mailing
dan

list

komunitas

BlankOn

http://groups.google.com/group/blankon),

(BlankOnLinux.or.id),

forum

komunitas

BlankOn

(http://forum.blankonlinux.or.id) dan kanal IRC (#blankon di irc.freenode.net).


Kemudian pemasar mengajak audience untuk bergabung dalam pengembangan
BlankOn. Pesan pada brosur mengajak audience untuk berpartisipasi dalam
pengembangan BlankOn linux melalui pembuatan laporan permasalahan dan bug
software maupun hardware dengan alamat http://dev.blankonlinux.or.id/newticket. Pesan
tersebut mengindikasikan bahwa pemasar membidik perilaku audience agar berperan
aktif dalam mengadopsi ideologi dan mengenal BlankOn Linux lebih mendalam.
Brosur sendiri merupakan media dengan skala penyebaran informasi yang
terbatas. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sasaran audience ialah pengguna akhir,
106

gaptek community maupun bukan pengguna komputer. Ketiga level segmen berdasar
perilaku (behavior segments) merupakan segmen dengan jumlah paling besar namun
memiliki tingkat adopsi paling rendah. Tujuan penggunaan media brosur adalah
pembentukan awareness dari segmen yang belum mengetahui keberadaan produk
BlankOn. Pesan ini bersifat dua arah (two ways) antara pemasar dengan audience.
Feedback yang menjadi tujuan penggunaan media brosur adalah partisipasi audience
terhadap pengembangan BlankOn. Ajakan tersebut mengindikasikan bahwa pemasar
membidik peningkataan awareness sekaligus penguatan positioning BlankOn bahwa
BlankOn Linux merupakan produk Indonesia yang terbuka dalam pengembangannya.
2. Poster
Poster merupakan salah satu media luar ruang yang digunakan YPLI untuk
mengiklankan BlankOn Linux. Isi pesan poster besifat informatif namun tidak
mendetil. Informasi yang ditampilkan merupakan pesan singkat untuk mengajak
audience berpikir secara cepat. Poster BlankOn tidak banyak menggunakan kata-kata
bersifat formal sehingga lebih disesuaikan dengan segmentasi sekundernya. Informasi
dalam poster BlankOn menyajikan keunggulan produk BlankOn Linux dibanding para
pesaingnya. Begitu pula BlankOn Linux yang telah disesuaikan dengan kebutuhan
pengguna komputer di Indonesia. Untuk lebih jelas lihat poster BlankOn di bawah:

Gambar 4.7 Poster BlankOn 4.0 Meuligoe

Melalui media poster, pemasar menggunakan gaya pesan preemptive


(preemptive creative style) dimana mereka membuat sebuah klaim yang dapat
digunakan oleh organisasi lain yang memasarkan brand dalam kategori produk yang
sama. Pemasar tidak berusaha untuk mendiferensiasi brand BlankOn dari penawaran

107

kompetitif namun berusaha mengklaim dan menegaskan superioritas produk. Gaya


pesan semacan ini biasanya digunakan oleh pengiklan dalam kategori produk yang
yang tidak memiliki banyak kompetitor dan jika memiliki terdapat perbedaan fungsi
diantara brand kompetitor.
Pemasar

BlankOn

menggunakan

klaim

superioritas

produk

dengan

menghindarkan kompetitor menggunakan pesan yang sama. Pesan klaim tersebut


tertanam pada seni Indonesia, corak Indonesia dan bahasa Indonesia. Pesan tersebut
memberikan superioritas BlankOn sebagai sebuah brand yang kental dengan nuansa
keindonesiaan. Dalam kategori produk yang sama (sistem operasi komputer), belum
terdapat kompetitor yang melakukan klaim terhadap pesan mengenai corak
keindonesiaan pada produknya. Sehingga pesan mengenai keindonesiaan tersebut
memberikan corak khusus terhadap awareness BlankOn dibenak audience. Pesan
tersebut bertujuan untuk mengukuhkan positioning BlankOn sebagai sebuah produk
Indoensia yang kental dengan ideologi merdeka dan terbuka. Sedangkan pesan berupa
mp3, film, musik, kamus dan kernel terbaru merupakan sebuah pesan umum yang
dapat diklaim oleh kompetitor dengan mudah.
Tidak berbeda dengan brosur, skala penyebaran informasi melalui poster
sangat terbatas sehingga hanya efektif pada kelompok sasaran dengan jumlah yang
sedikit. Namun berdasarkan pesan serta media poster BlankOn maka pemasar lebih
menujukan informasi tersebut pada komunitas TI, IT related, pengguna akhir,
komunitas gaptek dan bukan pengguna komputer. Pemasar melakukan pembidikan
segmen audience secara lebih terperinci dengan penempatan poster pada spot strategis
dimana segmen tersebut berada. Ketika pengguna akhir yang dituju, maka poster
tersebut diletakkan pada tempat umum. Sedangkan ketika menuju komunitas IT maka
poster tersebut dipasang pada tempat komunitas tersebut berkumpul. Tujuan pesan
melalui poster ini ialah meningkatkan awareness terhadap keberadaan produk
BlankOn Linux melalui fasilitas yang dimiliki. Pesan tersebut bersifat satu arah (one
way) karena melalui pesan pada poster pemasar tidak mengkomunikasikan feedback
yang bisa dilakukan audience setelah menerima pesan.
3. Banner ads pada Blog
Format periklanan paling populer dalam sejarah singkat periklanan internet
ialah periklanan statis yang lebih dikenal dengan sebutan display atau banner ads.
108

Shimp (2010: 398) menyatakan bahwa Banner ads, a staple of internet advertising,
are static ads-somewhere analogous to print ads placed in magazine and newspaperthat appear frequently visited website. Persoalan utama dalam penggunaan banner
ads pada periklanan BlankOn ialah minimnya dana yang tersedia untuk membayar
ruang pada website komersil. Namun melalui perkembangan internet, pemasar
memanfaatkan iklan pada blog yang tidak memungut banyak biaya untuk beriklan.
Biasanya pemilik blog tersebut merupakan anggota dalam komunitas BlankOn
(pengembang maupun pengguna). Berikut gambar iklan banner ads pada blog:
Gambar 4.8 Banner Ads Unduh BlankOn Linux

Dalam media banner, pemasar menggunakan gaya pesan umum (general


creative style). Pemasar menggunakan klaim pesan yang dapat pula digunakan oleh
organisasi lain dalam kategori produk yang sama. Biasanya pesan semacam ini hanya
dipakai oleh produk yang mendominasi pasar dalam suatu kategori. Pesan umum yang
ditampilkan dalam media banner ialah unduh BlankOn. Pesan ini dapat dijalankan
oleh organisasi manapun dalam kategori produk software. Namun kelebihan dari
periklanan interaktif ialah memungkinkan audience untuk melakukan feedback
dengan mengklik (click-through) banners untuk mendapatkan informasi lebih lanjut.
Beberapa penelitian mengungkapkan click-through rates (CTRs) banners
meningkat pada brand yang familiar, namun penelitian yang sama juga mengungkap
peningkatan CTRs pada brand tidak familiar dengan multiple exposure (Shrim, 2010:
398). Dengan mengklik banner unduh BlankOn, audience akan diarahkan menuju
link http://cdimage.blankonlinux.or.id/rilis/. Link tersebut merupakan alamat audience
untuk mengunduh (download) BlankOn secara langsung tanpa biaya apapun. Hal
tersebut menginformasikan mengenai keterbukaan dan kemerdekaan audience dalam
menggunakan BlankOn Linux.
Penggunaan media banner ads BlankOn tersebut membidik audience pada
segmen komunitas IT, IT related dan pengguna akhir. Ketiga kelompok segmen
109

tersebut merupakan kategori segmen yang banyak memanfaatkan media internet


dibanding segmen lainnya. Tujuan penggunaan banner ads ialah peningkatan brand
awareness serta brand equity BlankOn Linux walaupun audience tidak masuk dalam
situs yang dimiliki oleh BlankOn. Mengutip pernyataan Shimp (2010: 398) research
evidence indicates contrary to popular belief-that exposure to banner ads has a
significant effect on actual purchase behavior.

1.2 Humas & Publisitas: Perangkat Andalan BlankOn


Salah satu program yang harus dilaksanakan praktisi humas sepanjang waktu
adalah melaksanakan hubungan dengan media massa. Kesuksesan dalam hubungan
akan dicapai bila ada keterbukaan antara organisasi dan media massa. Al dan Ries
percaya bahwa jalan terbaik untuk membangun brand ialah melalui publisitas sebagai
salah satu aktifitas PR (Arens, 2002: 340). Publisitas BlankOn Linux memberi
informasi lebih banyak dan lebih terperinci daripada iklan. Namun demikian karena
tidak ada hubungan perjanjian antara YPLI dan pihak penyaji. Maka YPLI tidak dapat
mengatur kapan publisitas itu akan disajikan atau bagaimana publisitas tersebut
disajikan. Selain itu publisitas tidak mungkin berulang seperti iklan.
1. Publisitas pada Majalah InfoLinux
Majalah InfoLinux merupakan majalah yang membahas seluk beluk serta
informasi perkembangan FOSS (terutama Linux) terbesar di Indonesia. Majalah
InfoLinux diterbitkan secara bulanan oleh PinPoint Publication. Salah satu
keuntungan YPLI dalam menggunakan media ini ialah Rusmanto Maryanto
merupakan pimpinan redaksi sekaligus pengurus YPLI. Publisitas yang biasanya tidak
dapat dikontrol oleh pihak yang diuntungkan (YPLI) menjadi lebih mudah untuk
dilakukan. Berbagai artikel yang dituliskan oleh Rusmanto, memanfaatkan BlankOn
Linux sebagai alat praktiknya. Misal pada Rubrik Workshop Distro.
Terlepas dari struktur keorganisasian InfoLinux, majalah ini selalu melakukan
review rutin setiap kali BlankOn Linux dirilis (product launcing). Walaupun hal yang
sama juga terjadi pada distro lain. Selain melakukan publisitas melalui artikel, majalah
InfoLinux juga menyertakan ISO (CD Image) BlankOn Linux bersamaan dengan
review produk. Hal ini dimaksudkan agar setelah membaca review tersebut pengguna
bisa langsung mencoba BlankOn Linux (asli) tanpa membayar biaya lisensi apapun.
110

Gambar 4.9 Publisitas BlankOn 3.0 (Lontara) di InfoLinux

Berdasar

pada

penggunaan

media,

publisitas BlankOn Linux ditujuan pada segmen


yang

sangat

terbatas.

Maka

audience

komunikasi pemasaran sosial dengan publisitas


majalah InfoLinux ialah komunitas TI, IT
related, pengguna akhir atau lebih tepat pada
komunitas Linux, Linux related dan pengguna
Linux. Publisitas melalui media massa akan
membawa dampak pada level audience yang
terpengaruhi oleh informasi tersebut. Majalah
infoLinux memiliki audience yang tersegmen
pada pengguna Linux maka audience komunikasi pemasaran sosial BlankOn
terkonsentrasi pada pengguna Linux. Tujuan komunikasi pemasaran sosial
menggunakan publisitas majalah InfoLinux ialah peningkatan awareness (pada level
brand recall) terhadap produk ataupun ideologi BlankOn.
2. Publisitas melalui Media Internet
Berbagai situs online mempublisitaskan rilis BlankOn seperti detik, okezone
dan lainnya. Selain itu, publisitas melalui blog pribadi merupakan andalan komunikasi
pemasaran sosial BlankOn. Komunikasi pemasaran sosial mendapat dukungan masif
dari berbagai elemen komunitas Linux di Indonesia melalui publisitas kegiatan yang
mereka lakukan bersama BlankOn Linux. Tidak hanya kegiatan yang bersifat sosial,
namun juga ideologi BlankOn Linux turut disosialisasikan. Bahkan tidak jarang
penulis juga memberikan rekomendasi bahwa BlankOn Linux ialah produk FOSS
yang mudah digunakan dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia.
Penggunaan blog sebagai media publisitas BlankOn merupakan upaya pemasar
memperkenalkan

produk

BlankOn

Linux

yang

dibingkai

dengan

ideologi

kemerdekaan dan keterbukaan. Dengan memperkenalkan BlankOn Linux sebagai


sebuah produk yang kental dengan balutan ide sosial, meningkatkan brand awareness
dan berimbas pada penguatan positioning BlankOn. Dengan melihat pemanfaatan
internet sebagai media publisitasnya, nampak bahwa pemasar membidik segmen
audience lebih general. Mulai dari regulator, komunitas IT, IT related dan pengguna
111

akhir. Namun karena pesan tersebut berbasis pada blog komunitas maka audience
yang secara efektif meresepsi pesan melalui publisitas ini ialah komunitas TI.
Implikasinya ialah peningkatan brand recognation. Pada segmen audience lain, efek
yang timbul adalah peningkatan unaware of brand. Perhatikan publisitas blog berikut:
Gambar 4.10 Publisitas pada Blog

Kehadiran blog dan media online dalam komunikasi pemasaran sosial


BlankOn tidak terlepas dari implementasi sistem pemasaran dalam paradigma
pengembangan FOSS. Hughes (2008:3) menyatakan bahwa konsep pemasaran dan
distribusi FOSS menggunakan dasar yang sama dengan pengembangan FOSS. Dalam
pola pengembangan FOSS komunitas memiliki andil besar. Begitu pula dalam konsep
komunikasi pemasaran sosial FOSS, komunitas memberikan ruang publisitas yang
besar. Besarnya peranan komunitas dalam publisitas pemasaran sosial BlankOn
merupakan ancaman bagi sistem pemasaran proprietary software.
3. Press Release (Siaran Pers)
Publisitas melalui press release memuat hal-hal yang memiliki nilai nyata bagi
audience sehingga memperbesar kedudukan merek produk. Pesan dikemas dengan
tepat, dikirim oleh humas ke media untuk kemudian dimuat. Press release dibuat
ketika peluncuran BlankOn 4.0 (meuligoe) (http://blankonlinux.or.id/siaran-pers.html)
maupun BlankOn 5.0 Nanggar (http://www.blankonlinux.or.id/catatan-rilis.html).
Siaran pers ini dimuat dalam situs resmi BlankOn Linux Siaran pers tersebut berisi
mengenai launcing produk BlankOn terbaru (BlankOn 4.0 dan 5.0). Siaran pres
tersebut berisi pesan filosofi nama Meuligoe pada BlankOn 4.0, arti nama Nanggar,
fitur baru yang dibawa tiap produk, fitur khas yang dibawa oleh tiap produk baru,
download link BlankOn serta berbagai dukungan melalui milis.
112

Pemasar tidak hanya menyajikan pesan tersebut dalam bahasa Indonesia


namun juga dalam bahasa inggris. Penggunaan bahasa inggris dalam siaran pers
BlankOn

bertujuan

sebagai

sumber

data

publisitas

(review)

pada

situs

distrowatch.com. Distrowatch.com merupakan situs yang memuat informasi mengenai


berbagai macam distro Linux di seluruh dunia. Dengan penggunaan siaran pers yang
dilansir distrowatch.com, maka pemasar membidik segmen internasional. Sedangkan
penggunaan bahasa Indonesia dimaksudkan untuk menarik perhatian segmen dalam
negeri. Berikut siaran pers yang dimuat dalam situs resmi BlankOn:
Gambar 4.11 Siaran Pers BlankOn 4.0 (Meuligoe)

Melalui siaran pers tersebut, pemasar bertujuan memberikan informasi yang


layak dimuat oleh media baik dalam maupun luar negeri untuk mempublisitaskan
BlankOn terbaru sehingga menarik perhatian publik terhadap keberadaan produk
BlankOn (peningkatan awareness). Dengan adanya publisitas melalui press release,
maka pembenaran terhadap produk BlankOn baru juga dibenarkan (secara langsung
dan tidak langsung) oleh pihak lain.
4. Event
YPLI didukung berbagai agen perubahan (organisasi dan komunitas Linux)
menggelar event sebagai bentuk komunikasi pemasaran sosial BlankOn Linux.

Roadshow Linux Untuk Pendidikan di Indonesia


YPLI bekerja sama dengan Yayasan Ubuntu Indonesia, Yayasan Air Putih,
dan berbagai komunitas di bidang FOSS lainnya mengadakan roadshow Linux
untuk pendidikan TIK di Indonesia selama tiga bulan, Mei-Juni-Juli 2008.
Roadshow ini terkait dengan Hari Pendidikan Nasional (2 Mei), Hari
Kebangkitan Nasional (20 Mei), dan persiapan tahun ajaran baru 2008/2009.

113

Kegiatan roadshow ini berbentuk presentasi dan demo tentang pemanfaatan


Linux/FOSS untuk pendidikan dan perkantoran, diskusi tentang kurikulum
TIK, penulisan buku, dan pengelolaan laboratorium komputer berbasis
GNU/Linux. Salah satu tujuan roadshow ini adalah memperkenalkan software
legal berbasis GNU/Linux (terutama BlankOn Linux) untuk pendidikan.
Beberapa kota yang telah menyelenggarakan roadshow adalah 1). Jakarta
Barat, (2 Mei 2008); 2). Tuban, Jawa Timur, (3 Mei 2008); 3). Raha, Muna,
Sulawesi Tenggara, (10 Mei 2008); 4). Rembang, Jawa Tengah, (21 Mei
2008). 5). Bandung, Jawa Barat, (14 Juni 2008).
Audience yang menjadi sasaran dalam event ini terdiri atas regulator, IT
related dan pengguna akhir. Penyelenggaraan event yang tidak terpaku pada
satu kota berakibat pada luasnya audience. Namun, event ini merupakan
komponen komunikasi pemasaran yang sangat tersegmen pada bidang
pendidikan dan Teknologi Informasi sehingga tidak mampu meraih audience
pada level pengguna akhir (non pendidikan) secara maksimal. Dalam konteks
komunikasi pemasaran sosial, event ini bertujuan meningkatkan brand
awareness BlankOn Linux melalui perkenalan Ideologi BlankOn. Implikasi
yang terbentuk dari event Roadshow Linux untuk Pendidikan ialah
pencitraan BlankOn Linux sebagai brand yang peduli terhadap kemerdekaan
dan keterbukaan bidang pendidikan. Pendidikan di Indonesia tidak perlu lagi
bergantung pada proprietary software. Komunikasi pemasaran sosial dalam
event ini bersifat diadik karena menggunakan komunikasi langsung. Pemasar
mengkomunikasikan ideologi bahwa pendidikan di Indonesia harus merdeka
dari hegemoni proprietary software dengan penggunaan BlankOn Linux.

Semangat Kemandirian BlankOn di Ladang Gempa (Padang)


Tidak hanya peduli dengan kelegalan sebuah sistem operasi, namun juga
peduli rakyat Indonesia yang sedang tertimpa bencana alam. Semangat
Kemandirian Blank On di Ladang Gempa itulah tema peduli BlankOn
terhadap gempa yang menimpa warga di Padang. Di PKBM (Pusat Kegiatan
Belajar Mengajar), warga Padang Sago, mulai dari anak-anak, guru,
pemerintah desa, tenaga kesehatan, dan warga lainnya belajar dunia penyiaran,
komputer dan internet. Sebelum gempa kegiatan PKBM menggunakan
114

perangkat lunak berbayar (proprietary). Saat gempa, sepuluh komputer yang


dimiliki PKBM rusak sehingga tidak bisa digunakan lagi. Para relawan
Yayasan Air Putih (YAP) Jakarta memperbaiki komputer PKBM, hasilnya
lima komputer masih bisa digunakan meskipun lewat proses kanibal perangkat
keras. Karena PKBM tidak memiliki lisensi software berbayar, selanjutnya
digunakan BlankOn Linux sebagai sistem operasi.
Gambar 4.12 Kepedulian BlankOn Linux Paska Gempa Padang

Segmen yang menjadi sasaran dalam event ini ialah regulator dan pengguna
akhir. Regulator disini mengarah kepada perangkat desa yang membuat
kebijakan penggunaan software komputer pemerintah desa. Sedangkan
pengguna akhir meliputi anak-anak, guru, tenaga kesehatan dan warga lainnya.
Tujuan komunikasi pemasaran sosial melalui event ini ialah memperkenalkan
produk BlankOn Linux (brand awareness) sekaligus ideologi BlankOn melalui
pesan legalitas pada software. Pesan tersebut ditunjukkan dengan instalasi
BlankOn Linux legal menggantikan sistem operasi proprietary bajakan yang
sebelumnya dipakai. Dengan demikian memperkuat positioning BlankOn
sebagai produk yang kental dengan ideologi BlankOn sebagai bentuk
kepedulian dengan persoalan sosial (legalitas maupun kemanusiaan).

Konferensi BlankOn Linux (BlanKonf #1) 2009


Pada Sabtu dan Minggu, 20-21 Juni 2009, diadakan Konferensi BlankOn
pertama di dunia. Tuan rumah acara BlanKonf tersebut adalah KPLI Bogor
dan Himakom Universitas Pakuan Bogor. Konferensi yang diselenggarakan
selama 2 hari ini diisi oleh berbagai presentasi, diskusi panel serta sesi tutorial
dengan harapan dapat memberikan pengertian kepada khalayak tentang
bagaimana proses membuat, mengembangkan, serta memelihara suatu distro
115

Linux. BlanKonf adalah konferensi tahunan yang diadakan pengembang,


pengguna, dan pemasar sistem operasi BlankOn. BlanKonf meliputi penyajian
presentasi dan kegiatan teknis seputar pengembangan BlankOn Linux.
Gambar 4.13 Konferensi BlankOn 2009

Konferensi BlankOn membidik segmen audience komunitas TI, IT related dan


pengguna akhir. Walaupun pengguna akhir merupakan segmen dengan skala
paling besar, namun dalam event konferensi BlankOn pengguna akhir yang
menjadi audience ialah pengguna sistem operasi Linux. Pada dasarnya ketiga
level segmen tersebut merupakan segmen yang telah mengenal keberadaan
BlankOn Linux. Event merupakan perangkat komunikasi pemasaran sosial
yang terbatas dalam segi audience sehingga mampu berfungsi efektif pada
level audience dengan tingkat adopsi tinggi. Event ini memberikan citra
BlankOn sebagai sebuah brand yang peduli terhadap perkembangan dunia TI
di Indonesia baik dalam bidang bisnis maupun pendidikan. Pelaksanaan
komunikasi pemasaran sosial melalui event konferensi BlankOn berperan
untuk memperkuat brand recognition serta penguatan adopsi ideologi.

Tantangan BlankOn
Bersamaan dengan rilis BlankOn 4.0 (meuligoe) diadakan lomba ketangkasan
dan keterampilan. Lomba ini dinamakan dengan Tantangan BlankOn yang
berhadiah total senilai 20 Juta. Tantangan yang disponsori oleh Yayasan Air
Putih dan YPLI yang dimaksudkan untuk mengkaderisasi dan meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusia khususnya pemuda. Oleh karena itu target
peserta Tantangan BlankOn adalah mahasiwa dan pelajar sehingga diharapkan
pengembang BlankOn Linux dapat melakukan regenerasi dan kaderisasi.

116

Event tantangan BlankOn meruncing pada segmen audience komunitas TI.


Komunitas TI yang menjadi audience pada event Tantangan BlankOn secara
eksplisit telah mengenal keberadaan BlankOn Linux. Maka sasaran
komunikasi pemasaran melalui Tantangan BlankOn ialah meningkatkan brand
recognition melalui praktik penggunaan perangkat teknis BlankOn Linux. Baik
praktik dalam bidang pemrograman maupun penggunaan sistem operasi
BlankOn. Audience meresepsi pesan mengenai keterbukaan dan kemerdekaan
yang dikemas dalam ideologi BlankOn. Komunikasi pemasaran sosial melalui
Tantangan BlankOn berjalan dua arah karena dalam penggerjaan Tantangan
BlankOn, audience dapat berkonsultasi dengan pengembangan BlankOn yang
menjadi tutor pada tiap bidang. Penguatan hubungan personal untuk
mengadopsi ideologi dalam tantang BlankOn menjadi poin yang sangat
krusial. Feedback yang dihasilkan hubungan tersebut ialah bergabungnya
audience kedalam tim pengembang BlankOn dan melakukan regenerasi.
5. Seminar dan Workshop
komunikasi pemasaran sosial BlankOn menggunakan bentuk humas lain
melalui seminar dan workshop. YPLI tidak selalu menyelenggarakan seminar maupun
workshop. Berbagai elemen masyarakat yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai
BlankOn Linux dapat mengundang YPLI atau salah satu pengembang BlankOn
Linux. Kekuatan utama YPLI dalam seminar dan workshop ialah YPLI berperan
sebagai penyaji materi (komunikator) pada audience seminar dan workshop. Dalam
seminar dan workshop YPLI mengkomunikasikan Ideologi BlankOn dan pengembang
BlankOn memperkenalkan keberadaan produk BlankOn Linux.

Solo Linux Conference 2009


KPLI Solo dan beberapa komunitas Linux di Solo, Semarang dan Jogja
menggelar Solo Linux Conference 20009 di Aula FMIPA UNS Solo. Acara ini
diselenggarakan pada hari Sabtu 17 Januari 2009. Seminar ini didukung oleh
Depkominfo dan YPLI. Pada sesi pertama Rusmanto (YPLI dan InfoLinux)
membawakan kisah sukses perusahaan, pemerintahan, dan perorangan yang
telah menggunakan atau mengembangkan GNU/Linux. Selanjutnya pada sesi
kedua menampilkan distro BlankOn Linux yang dibawakan oleh pengembang
dari solo, Mahyuddin Susanto alias Udienz.
117

Walaupun seminar ini tidak secara langsung diadakan langsung oleh YPLI
namun

ia

memiliki

kapasitas

besar

sebagai

komunikator

untuk

mengkomunikasikan pesan yang telah dirancang. Tidak berbeda dengan


skenario humas BlankOn yang lain, komunikasi pemasaran sosial melalui
seminar Solo Linux Conference 2009 lebih membidik audience pada segmen
komunitas TI, IT related dan pengguna akhir. Ketiga level segmen tersebut
merupakan segmen yang telah mengenal GNU/Linux sehingga tujuan
komunikasi pemasaran sosialnya ialah peningkatan brand recognition.
Rusmanto mengkomunikasikan mengenai nilai-nilai yang dianut oleh ideologi
BlankOn

(merdeka

dan

bebas)

untuk

diterapkan

dalam

kehidupan

bermasyarakat. Pesan tersebut bersifat penguatan terhadap kognisi audience


dalam mengadopsi ideologi BlankOn.
Melalui informasi mengenai kesuksesan pemakaian GNU/Linux, audience
dipersuasi untuk memiliki keyakinan pada ideologi merdeka dan terbuka
sebagai sebuah ide yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sedangkan Udienz hadir untuk memperkuat pengadopsian ideologi yang
ditawarkan dalam sesi sebelumnya melalui produk BlankOn Linux. Imbasnya
ialah audience menerima informasi yang bersifat dua arah dari mengenai
ideologi dan produk BlankOn Linux sebagai sebuah satu kesatuan. Hal
tersebut menegaskan positioning BlankOn sebagai produk FOSS Indonesia
yang kental akan ideologi kemerdekaan dan keterbukaan.

Seminar Open Source Mabes TNI (2009)


Pada tanggal 3 Desember 2009, diselenggarakan acara Seminar Open Source
Mabes TNI, Cilangkap. Tepatnya acara diadakan di Auditorium Gatot Subroto.
Seminar ini didukung oleh Ristek, Depkominfo, Mabes TNI, Pusinfolahta TNI
dan YPLI. Rusmanto Maryanto merupakan perwakilan dari YPLI yang
berperan sebagai pembicara dalam seminar. Rusmanto melakukan presentasi
dan menunjukkan cara pakai BlankOn 5.0 (nanggar) yang semudah cara pakai
tutup kepala lainnya. Salah satu tujuan YPLI mendukung acara ini ialah YPLI
berusaha melakukan lobby agar TNI punya distro sendiri, based on BlankOn.

118

Gambar 4.14 Seminar Open Source di Mabes TNI

Sama dengan skenario humas melalui seminar dan workshop, YPLI dalam
seminar Open Source di Mabes TNI hadir sebagai pembicara. Seminar ini
merupakan acara terbatas yang hanya diikuti oleh orang tertentu. Maka
audience seminar ini meruncing pada regulator dan pengguna akhir. Pengguna
akhir dalam seminar ini memiliki skala lebih luas. Dalam artian dapat berupa
pengguna akhir sistem operasi proprietary maupun pengguna akhir
GNU/Linux dan sistem operasi lainnya.
Melalui seminar ini, YPLI berkesempatan membidik segmen audience yang
berada diluar pengguna GNU/Linux. YPLI mendemonstrasikan penggunaan
BlankOn Linux 5.0 yang semudah memasang tutup kepala lainnya. Maka efek
yang menjadi tujuan komunikasi pemasaran melalui seminar di Mabes TNI
ialah peningkatan brand awareness BlankOn pada level unaware of brand.
Melalui seminar ini selain bertujuan meningkatkan brand awareness, YPLI
melakukan upaya melobi pembuat kebijakan di tubuh TNI untuk membuat
distro Linux turunan berbasiskan BlankOn Linux ataupun penggunaan
BlankOn Linux pada komputer di Mabes TNI.
6. Media identity
Perlengkapan promosi/merchandising merupakan benda yang memuat
identitas produk seperti logo, warna, gambar dan ilustrasi produk. Merchandise yang
dibuat oleh pemasar BlankOn Linux berupa stiker, kaos, jaket. dan lainnya. Media
merchandising tersebut digunakan untuk mengingatkan nama dan logo BlankOn
Linux. Untuk kaos, menginformasikan beberapa pesan pemasaran sosial seperti
100% cecunguk BlankOn Dijamin Asli, Seganteng-gantengnya muka elu,
gantengan kernel gue, BlankOn peluru utama penetrasi FOSS Indonesia, wahai
119

pria yang lembut hatinya aku ingin menjadi yang HALAL bagimu yang kau kecup
keningnya. Yang kau hapus bugsnya.... Kata halal menkomunikasikan bahwa
BlankOn Linux adalah produk yang legal. Selain itu peluru utama penetrasi FOSS
Indonesia menunjukkan BlankOn Linux adalah produk FOSS untuk Indonesia.
Contoh merchandise BlankOn Linux:

Gambar 4.15 Kaos BlankOn Linux

Media identitas produk dibuat untuk menunjukkan ciri khas yang ada dalam
produk tersebut kepada khalayak agar mereka mudah mengenali memahami dan
menanamkan produk tersebut dalam benak mereka. Benda-benda ini cukup efektif
mengkomunikasikan identitas produk maupun organisasi tanpa mengenal batas waktu
dan tempat. Dimana dan kapanpun orang memakai merchandise itu, maka saat itu
manfaat komunikasi bekerja secara otomatis pada orang disekitarnya. Perlengkapan
promosi ini juga dapat dipakai sebagai bonus khusus pada pengguna sebagai apresiasi
atas loyalitas terhadap BlankOn Linux. Dengan merchandise semacam ini, konsumen
seperti mendapat suatu penghargaan sehingga meningkatkan kesetian pada produk.

1.3 Personal Selling: Menyebarkan BlankOn ke Berbagai Daerah


Guna kemudahan pengguna BlankOn untuk mendapatkan CD/DVD/Repositori
baik rilis terbaru maupun update, support sampai souvenir maka memerlukan
perwakilan-perwakilan distribusi BlankOn di setiap daerah. Dengan adanya distributor
lokal tersebut, biaya yang dikeluarkan untuk pendistribusian dapat ditekan dan
masyarakat dapat secara mudah mendapatkan BlankOn dan informasi di daerahnya
masing-masing. Dari kontek tersebut, distributor lokal BlankOn berfungsi sebagai
bentuk penjualan personal produk BlankOn Linux. Daftar distributor Lokal BlankOn
dapat diakses pada alamat http://dev.blankonlinux.or.id/wiki/Pemasaran/Distribusi.

120

Distributor bisa mengadakan kerjasama dengan perusahaan lokal seperti toko


komputer, IT Konsultan/Warnet yang bisa memberikan sponsor sehingga biaya
produksi CD BlankOn bisa ditutup. Reward bagi pihak sponsor berupa logo di sampul
CD BlankOn yang didistribusikan secara gratis, atau bentuk lain yang bisa di kreasi
oleh distributor lokal. Jika tidak, distributor boleh mengutip biaya ongkos bakar CD
dan pengiriman maksimal Rp. 5.000,00/CD. Namun kebijakan gratis sangat
dianjurkan, terutama untuk sekolah (pendidikan). Sifat distributor lokal adalah tidak
eksklusif/mengikat, sehingga siapa saja yang ingin berpartasipasi bisa menjadi
distributor lokal BlankOn. Untuk menjadi distributor BlankOn harus memenuhi
beberapa syarat seperti 1) Memahami bahwa BlankOn Linux adalah distro Linux yang
Free dan Open Source; 2) Bersedia memberikan support bagi pengguna di daerahnya;
3) Berperan aktif memasyarakatkan BlankOn Linux minimal di area distribusinya.
Dari ketiga syarat tersebut terlihat bahwa ditributor lokal bukan hanya
berfungsi sebagai toko BlankOn lokal namun berperan aktif dalam memberikan
informasi dan pemahaman pengguna terhadap BlankOn. Distributor lokal bertugas
sebagai missionary untuk mengedukasi pengguna. Hal ini mempermudah penetrasi
daerah yang tidak mendapat terpaan media (online) besar. Pemasaran sosial BlankOn
semakin efektif jika disertai distributor lokal BlankOn yang aktif untuk
mengkomunikasikan ideologi BlankOn dan penggunaan BlankOn Linux.
Walaupun nampak bahwa segmen audience dari distributor lokal BlankOn
ialah pengguna akhir namun lebih efektif pada komunitas IT, IT related dan pengguna
GNU/Linux. Untuk mengetahui keberadaan distributor lokal BlankOn, pengguna
akhir memerlukan akses ke situs pengembang BlankOn. Sehingga pengguna yang
telah mengetahui keberadaan sistem operasi BlankOn lah yang berkomunikasi dengan
distributor lokal BlankOn. Komunikasi tersebut berjalan antara komunitas IT
(GNU/Linux) dan organisasi yang bekerja sama dengan distributor lokal. Komunikasi
2 arah yang terjadi mengindikasikan distributor lokal berperan sebagai missionaris
ideologi BlankOn. Dimana distributor lokal mampu bertindak sebagai pendukung bagi
pengguna BlankOn dan memasyarakatkan BlankOn Linux beserta ideologinya kepada
masyarakat. Dengan demikian, komunikasi pemasaran sosial melalui distributor lokal
BlankOn berefek pada pengedukasian audience secara personal untuk mengadopsi
ideologi BlankOn melalui penggunaan produk BlankOn Linux.
121

1.4 Sales Promotion: Membagikan BlankOn Gratis


Berbeda dengan iklan yang menawarkan alasan untuk menggunakan merk
tertentu, promosi penggunaan mendorong untuk menggunakan dengan iming-iming
insenif. Pesatnya pertumbuhan dan popularitas promosi penggunaan menciptakan
berbagai alternatif promotion cluster. Untuk promosi penggunaan, pemasaran sosial
BlankOn menggunakan alternatif bagi-bagi BlankOn Linux Gratis pada beberapa
daerah. Berbagai pihak yang menyatakan dukungan terhadap BlankOn Linux
kemudian membagikan CD BlankOn Linux gratis di daerah masing-masing atau
melalui event tertentu. Seperti FOSS-Id Solo yang membagi CD BlankOn di MUGOS
UMS. Tanggal 7-9 Agustus 2009, Gelora (Gerakan Linux Open source untuk rakyat)
Batam, berkolaborasi dengan Telkom Speedy melalui misi (E4T) EDUCATION
FOR TOMOROW, mengadakan Talkshow, pemakain Open Source. Sebagai
implementasi promosi penggunaan, panitia kemudian membagi CD BlankOn Linux
4.0 sebanyak 1000 buah. Selain melalui event CD Gratis BlankOn Linux juga
dibundle dengan merchandise majalah InfoLinux.
Pembagian BlankOn gratis sebagai bentuk promosi penjualan (penggunaan)
merupakan penggabungan antara perangkat humas dan sales promotion. Terdapat
penggunaan 2 perangkat humas dalam pembagian BlankOn tersebut. Yaitu pembagian
melalui event tertentu (on the spot) maupun melalui publisitas di majalah InfoLinux.
Keduanya memiliki satu kesamaan karakter yaitu pembagian BlankOn pada audience
yang tersegmen. Segmen audience dalam pembagian memiliki event terbatas pada
jumlah audience yang ada sedangkan pada majalah InfoLinux audience sangat
tersegmen pada pengguna yang telah mengenal GNU/Linux. Skenario semacam ini
sering lepas dari perhatian pemasar BlankOn. Bagaimana pun juga penggunaan
BlankOn Linux melalui pembagian gratis tidak banyak berpengaruh pada loyalitas
produk. Perangkat ini berfungsi untuk memperkenalkan BlankOn Linux (brand
awareness) dan meningkatkan trial produk bagi audience.

2. Media Komunikasi Pemasaran Sosial: Berbagi Ideologi dalam Komunitas


Rheingold (1993a: http://www.rheingold.com/vc/book/intro.html) mendefiniskan
komunitas virtual sebagai:

122

The virtual communities are social aggregation that emerge from the net
when enough people carry on those public discussion long enough, with
suffient human feeling to form webs or personal relationship in cyberspace.

Sedangkan Abrar (2003: 112) menuliskan komunitas virtual sebagai kelompok


orang-orang yang terbiasa menggunakan multimedia untuk berkomunikasi. Kedua
pandangan ini sama-sama melihat komunitas virtual sebagai kelompok orang yang
berdiskusi pada tema/ketertarikan tertentu melalui ruang cyberspace hingga terbentuk
hubungan personal didalamnya. Dengan demikian, tampak bahwa relasi antara
pengembang BlankOn dan pengguna BlankOn baik melalui milis ataupun chatroom
telah mewujudkan karakternya sebagai komunitas virtual. Selain itu, pemanfaatan
fasilitas multimedia, diskusi publik yang panjang pada satu bidang ketertarikan/tema
yaitu BlankOn Linux telah menguatkan karakter komunitas virtual.
Dalam perkembangan internet, banyak ahli ekonomi kemudian menemukan
fungsi komunitas virtual dalam bidang pemasaran. Seperti penekanan terhadap ikatan
sosial yang terjadi meningkatkan kemungkinan saling berbagi pengalaman terhadap
produk. Orang akan jauh lebih percaya terhadap perkataan orang yang dikenalnya
secara personal dibanding dengan mendapat terpaan satu arah dari iklan media. Arens
(2002: 151) bahkan mengatakan interpersonal influences affect -sometimes event
dominate- the personal process of perception learning and persuation serve as
guidelines for consumer behaviour. Dalam bidang promosi, komunitas virtual
memiliki potensi sebagai sumber (source) melakukan viral marketing terhadap
ideologi BlankOn baik kedalam maupun keluar komunitas.
Bentuk ikatan serupa juga terjadi pada milis pengguna maupun pengembang
BlankOn. Milis Pengguna BlankOn yang memiliki anggota keseluruhan mencapai
805. Namun tidak semua anggota milis tersebut berpartisipasi secara aktif. Awalnya
pembentukan komunitas milis BlankOn ditujuan untuk memberikan dukungan teknis
dan berbagi pengalaman bagi sesama pengguna BlankOn. Hingga saat ini fungsi
tersebut belum mengalami pergeseran. Selain berfungsi sebagai layanan pendukung,
milis BlankOn berperan membentuk kedekatan emosional para penggunanya.
Komunitas pengguna BlankOn telah menjadi media sosial untuk saling
berbagai nilai, kebudayaan dan kepercayaan bahwa dengan mengadopsi ideologi
BlankOn pengguna melakukan perlawanan terhadap hegemoni proprietary software.
123

Pengguna yang saling berbagi informasi, bahu-membahu menyelesaikan persoalan


bahkan menelurkan usulan unik untuk perkembangan BlankOn dalam menghadapi
produk proprietary software. Aktifitas dalam milis BlankOn tersebut menciptakan
kedekatan personal antara oleh pengguna, pengembang dan YPLI. Berbagai nilai
sosial dipertukarkan sebagai bentuk perlawanan terhadap proprietary software. Nilainilai tersebut meliputi pengalaman dalam menggunakan BlankOn untuk memberikan
rasa kesatuan anggota komunitas, bertukar pandangan terhadap FOSS serta
memberikan layanan teknis terhadap pengguna untuk mempermudah adopsi ideologi.
Nilai tersebut memberikan implikasi terhadap pertukaran pengalaman sosial antara
satu individu dengan individu lain. Pengalaman merupakan elemen yang sangat
berharga untuk dibagikan dengan sesama anggota komunitas.
Mengutip

pernyataan

Rheingold

(1993b:

http://www.rheingold.com/vc/book/2.html), bahwa semenjak banyak anggota komunitas

virtual yang bekerja sebagai seorang profesional, komunitas virtual kemudian


bertindak sebagai instrumen praktikal. Jika membutuhkan informasi yang terperinci,
pendapat seorang ahli, ataupun sebuah petunjuk terhadap suatu hal maka komunitas
virtual mampu bertindak layaknya ensiklopedia yang hidup. Ketika memiliki sebuah
masalah atau pertanyaan, pengguna dapat menulis kemudian kirimkan ke milis dan
tunggu selama beberapa menit atau beberapa hari. Kadang tidak terjadi apa-apa dan
terkadang pengguna mendapat jawaban sesuai yang inginkan. Dalam beberapa kasus,
jawaban telah tersedia dalam suatu link dari topic serves dan pengguna akan diarahkan
menuju link tersebut. Topic Serves merupakan sebuah filter komunitas, dimana orang
yang mencari informasi diarahkan kepada bagian spesifik tentang informasi yang
dicari sedang atau telah dibicarakan. Hal ini menunjukkan bagaimana norma sosial
dalam komunitas BlankOn membantu pendatang baru untuk mencari jalannya sendiri
dan memperkuat gagasan kemandirian, keterbukaan dan kemerdekaan.
Dalam konteks komunikasi pemasaran sosial, peran milis pengguna dan
pengembang BlankOn memberi nilai superior terhadap ideologi BlankOn. YPLI
mengembangkan komunitas milis BlankOn sebagai media komunikasi diadik (dua
arah) untuk berbicara dengan kelompok sasarannya. Kelompok sasaran yang menjadi
bagian dalam media sosial ini lebih terspesifik pada komunitas TI. Dimana anggota
komunitas tersebut telah memiliki landasan kepercayaan yang sejalan dengan ideologi
124

BlankOn. Ikatan sosial dalam komunitas BlankOn kemudian menjadi nilai tambah
komunitas TI untuk mempertahankan kepercayaannya. Kuatnya sense of belonging
melalui aktifitas dan ikatan sosial komunitas milis BlankOn memberi pengaruh besar
pada komunikasi pemasaran sosial BlankOn. Terutama berefek pada penguatan
hubungan personal dalam mempertahankan ideologi BlankOn.

3. Penerapan Market Centric: Pemenuhan Kebutuhan Pengguna Komputer


Metode market centric seperti yang diungkap oleh Kotler (2000: 694), bahwa
menjadi organisasi market-centered, maka organisasi berfokus pada kebutuhan pasar
yang lebih spesifik dan mengkoordinasi pada perencanaan serta menghasilkan produk
yang dibutuhkan pada tiap segmen dan mayoritas. Kebutuhan pengguna komputer di
Indonesia menjadi sasaran utama YPLI. Segmentasi target yang berbeda-beda
memberikan pengelompokan kebutuhan yang berbeda pula. Untuk mewujudkan hal
tersebut YPLI beserta pengembang BlankOn Linux saling berintegrasi dalam
memenuhi kebutuhan dan keinginan pengguna komputer. Beberapa metode market
centric yang dijalankan oleh YPLI melalui Tim Pengembang BlankOn Linux ialah:
1. Tiket Usulan
Tiket usulan mungkinkan siapapun mengusulkan fitur yang diinginkan ada
pada versi BlankOn berikutnya. Namun usulan tidak selalu diterima oleh
pengembang. Hal perlu diperhatikan seperti kapasitas CD, fungsionalitas pada
mayoritas segmen dan kompabilitas terhadap BlankOn Linux. Pengguna memberikan
usulan fitur seperti penggantian Abiword menjadi OpenOffice pada BlankOn 6.0
(ombilin) minimalis agar BlankOn diterima oleh kalangan luas.
Perubahan yang terjadi pada rilis BlankOn selanjutnya melalui tiket usulan
merupakan cerminan bahwa BlankOn adalah produk yang fleksibel dan akan selalu
mengikuti perkembangan kebutuhan pengguna. Sistem tiket usulan ini tidak lagi
membuat pengembangan FOSS bersifat top-down (Eric Raymond menyebutnya
sebagai sistem cathedral) namun lebih bersifat down-up. Dengan begitu, BlankOn
Linux mampu membangun kepercayaan akan pemenuhan kebutuhan yang diharapkan
oleh pengguna. Tiket usulan ini memberikan citra bahwa pengembangan BlankOn
sangat terbuka untuk menerima usulan dari semua pihak demi pemenuhan kebutuhan

125

pengguna. Pengguna bisa berpartisipasi dalam pengembangan BlankOn sehingga


menciptakan Sense of Belonging terhadap BlankOn Linux.
2. Pesan Dong
Saat ini tim pengembang BlankOn (tim pemasaran dan infrastruktur) sedang
merancang sistem Pesan Dong. Pesan Dong memungkinkan siapapun di seluruh
Indonesia terutama dapat memesan BlankOn secara online dan CD yang dipesan akan
dikirim ke alamat pemesan tanpa biaya apapun. Distribusi BlankOn kepada pengguna
juga diusahakan tetap dengan biaya seminimal mungkin bahkan sampai gratis.
Sayangnya hingga kini (2009) link yang rencananya menjadi alamat Pesan Dong
(PesanDong.Blankonlinux.or.id) masih belum bisa diakses. Pesan Dong masih
terhambat oleh persoalan teknis administrasi/sistem website dan sistem pemasaran
yang diberlakukan. Diperlukan koordinasi yang mantap antar koordinator tim
sehingga program pemasaran Pesan Dong tidak lagi hanya sebatas wacana.
Sistem Pesan Dong merupakan implementasi pemenuhan kebutuhan pengguna
komputer agar mendapatkan BlankOn Linux dengan mudah dan gratis. Dengan sistem
ini, pengguna tidak perlu repot untuk mendownload ISO BlankOn Linux yang
besarnya sekitar 600-700 Mb. Kecepatan akses Internet yang rendah sering membuat
pengguna kesulitan mendapatkan file ISO BlankOn Linux berukuran besar tersebut.
Pemenuhan kebutuhan atas rendahnya dan keterbatasan akses internet menjadi poin
penting fitur Pesan Dong dalam market centric.
3. Dokumentasi Bebas
Dokumentasi bebas, dukungan teknis dari komunitas pengembang serta
dukungan dari sesama pengguna dengan mudah didapat oleh pengguna BlankOn yang
membutuhkan. Tim dokumentasi bertanggung jawab atas ketersediaan dokumen
dukungan terhadap BlankOn Linux, seperti tersedianya Buku Panduan BlankOn 5.
Dokumentasi ini tidak selalu diperoleh dari situs resmi BlankOn Linux, namun juga
dari berbagai macam artikel (termasuk blog) tentang penggunaan BlankOn Linux dan
Ubuntu. Dokumentasi bebas ini mencerminkan bahwa dukungan terhadap produk
BlankOn Linux merupakan bagian dari pemenuhan kebutuhan pengguna. Dukungan
dalam bidang dokumentasi merupakan salah satu produk yang dikelola agar BlankOn
Linux menjadi produk pemasaran yang berbasis market centric.

126

4. Tiket Kutu (Bugs) BlankOn


Tiket kutu BlankOn merupakan sebuah sarana agar pengguna BlankOn dapat
melaporkan permasalan dalam penggunaan BlankOn Linux. Tiket kutu BlankOn ini
dapat ditulis melalui http://dev.Blankonlinux.or.id/newticket. Siapapun bisa mengirimkan
permasalahan (kutu/bugs) yang dimiliki BlankOn Linux sehingga pihak pengembang
bisa memperbaikinya. Perkembangan tiket permasalahan juga didiskusikan melalui
milis groups.google.com/group/blankon-tiket. Tiket kutu (bugs) BlankOn merupakan
impementasi dari konsep Bazaar yang dikemukakan oleh Eric Raymond. Mengutip
pernyataan Raymond (2000b) given enough eyeballs, all bugs are shallow. Adanya
tiket kutu BlankOn memberikan gambaran bahwa BlankOn Linux merupakan produk
yang terbuka dan transparan. Siapa pun bisa memperbaiki kesalahan dalam BlankOn
karena ketersediaan source code. Pengguna terjamin keamanan dan kenyamanannya
karena memungkinkan pengawasan eksternal terhadap kesalahan software.
5. AddOnCD
AddOnCD adalah CD repositori50 yang bersifat tematis. Contohnya akan ada
AddOnCD Koperasi, AddOnCD Game, AddOnCD Studio dan sebagainya. Berisi
berbagai paket yang memenuhi kebutuhan sesuai tema yang disandang oleh CD
tersebut. AddOnCD yang menjadi prioritas sekarang adalah untuk koperasi. Untuk
yang lain adalah game, edukasi dan studio/artis. Akan disediakan 1 DVD yang
mengemas berbagai AddOnCD tersebut. AddOnCD merupakan implementasi
pengembangan produk BlankOn Linux yang disesuaikan dengan segmentasi. Tiap
segmen dalam kelompok sasaran memiliki demografis profesi yang berbeda sehingga
memerlukan spesifikasi produk yang berbeda pula. Kebutuhan aplikasi berbeda dalam
tiap segmen dipenuhi pengembang BlankOn melalui koordinasi antar tim.
Beberapa fitur diatas menerapkan metode market centric telah menunjukkan
komitmen YPLI beserta pengembang BlankOn untuk menjadi sebuah organisasi yang
berorientasi pada pasar. Organisasi mencoba untuk mengumpulkan informasi tentang
kebutuhan target melalui tiket usulan secara terus menerus. Kemudian mengolah
informasi tersebut untuk menciptakan nilai sense of belonging oleh pengguna terhadap
BlankOn Linux seperti Tiket Kutu BlankOn. Selain penciptaan sense of belonging,
50

Server/DVD yang berisi kumpulan program tambahan yang digunakan untuk menginstal programprogram yang belum ada di versi CD/DVD instalasi GNU/Linux.

127

fitur lain memberikan nilai superior bahwa BlankOn Linux merupakan produk yang
lebih terbuka untuk memenuhi kebutuhan penggunanya. Seperti melalui Pesan Dong,
Dokumentasi Bebas, AddOnCD (penyesuaian kebutuhan segmen).
Dalam menjalankan keseluruhan metode tersebut, terdapat lebih dari 1 divisi
(tim) yang menangani pengembangan dan kebutuhan pelanggan. Tiap tim harus
bekerjasama untuk bisa menjalankan program dalam metode market centric ini.
Seperti Tim pemasaran dan infrasturktur yang bekerjasama membangun fasilitas
Pesan Dong, tim pemasaran dan tim pemaket yang bekerjasama dalam menghasilkan
AddOnCD BlankOn dan lainnya. Namun kelemahan besar dalam metode ini adalah
kurangnya koordinasi dan integritas tim yang bertanggung jawab. Pada sistem Pesan
Dong yang telah direncanakan selama 2 tahun namun masih belum berfungsi. Selain
itu, metode market centric belum mengakomodir informasi mengenai kekuataan dan
kelemahan kompetitor untuk menjadi senjata BlankOn Linux.
Metode market centric bertujuan untuk memperkuat pemasaran sosial
BlankOn terutama dalam menghilangkan hambatan perilaku. Dengan penguatan
terhadap BlankOn Linux, YPLI mengurangi hambatan bagi pengguna mengadopsi
ideologi BlankOn. Fokus utama market centric dalam mendukung pemasaran sosial
lebih kepada bagaimana pemasar mengembangkan BlankOn Linux sesuai kebutuhan
pasar sebagai sarana mengadopsi ideologi BlankOn dan mengimplementasikannya
dalam perilaku. Akibatnya kelompok sasaran menjadi lebih mudah dalam mengadopsi
dan mempertahankan perilaku. Penekanan metode orientasi pasar ialah BlankOn
Linux merupakan alat untuk menjalankan ideologi BlankOn dan telah disesuaikan
dengan segmentasi serta kebutuhan pengguna komputer di Indonesia.
Mengutip pernyataan Utian (via email, 2009/08/21), dengan beberapa
'kebaikan' tadi, diharapkan BlankOn dapat tersebar lebih luas dan digunakan oleh
lebih banyak lagi masyarakat Indonesia. Dari titik tersebut nampak bahwa pemasar
berusaha menerapkan market centric untuk memenuhi kebutuhan pengguna komputer.
Pemasaran BlankOn berharap agar pengembangan metode market centric mampu
meningkatkan citra positif brand BlankOn Linux. Hingga mengakomodir kesadaran
akan kemerdekaan dan keterbukaan yang tertuang dalam ideologi BlankOn.

128

C. ANALISA KOMUNIKASI PEMASARAN SOSIAL BLANKON


Border dalam Delozier (1976: 165) menyatakan bauran pemasaran dalam
kenyataannya adalah segala aktifitas berinteraksi (kadang saling menguatkan dan
kadang

bertentangan)

untuk

membentuk

suatu

image

yang

menguntungkan/merugikan. Namun pendapat lain membedakan antara pemasaran


dengan komunikasi pemasaran dengan menyatakan komunikasi pemasaran sebagai
tahap berikutnya dari pemasaran dalam total proses pemasaran. Efektifitas pemasaran
sosial sesungguhnya dihidupkan melalui arus informasi. Tentang cara pengguna
komputer (audience) untuk memahami penawaran yang dilakukan oleh pemasar
seperti YPLI dan pengembang BlankOn dipengaruhi oleh berbagai macam informasi
yang diperoleh mengenai penawaran dan reaksinya terhadap informasi tersebut. Dari
sini terlihat bahwa penawaran pada pemasaran sosial BlankOn menitikberatkan arus
informasi antara komunikator dan audience.
Pada dasarnya pemasaran sosial YPLI mencakup aktifitas pembuatan
keputusan. Dimana komunikasi merupakan implementasi dari keputusan pemasaran
sosial dalam bentuk arus informasi timbal balik antara YPLI dengan audiencenya.
YPLI menggunakan analisa pasar untuk mementukan bentuk organisasi yang paling
sesuai dengan karakteristik pasarnya (market centric) serta mengkombinasikan
berbagai sumber informasi terbaik. Namun sebelum keputusan terlaksanakan perlu
proses komunikasi. Pesan yang dibuat YPLI terdiri atas kombinasi stimuli komunikasi
pemasaran sosial (periklanan, humas dan publisitas, sales promotion, personal selling
maupun penggunaan media sosial) serta market centric yang disampaikan pada pasar.
Komunikasi terjadi saat audience mengintepretasi stimuli tersebut.
Dari sana terlihat bahwa komunikasi pemasaran sosial yang baik harus
membuka arus informasi dari audience ke organisasi. Sehingga komunikasi
pemasaran sosial BlankOn bukan lagi monolog antara komunikator kepada audience.
Tetapi merupakan dialog dua arah antara YPLI dan audiencenya. YPLI mencoba
mengefektifkan proses komunikasi pemasaran dengan membentuk berbagai media
komunikasi yang bersifat personal. Pesan yang disampaikan melalui pemasaran sosial
dan market centric merujuk pada cara YPLI untuk berkomunikasi dengan audience.
Dengan adanya proses komunikasi tersebut, YPLI mengharapkan pengadopsian
ideologi BlankOn dan berakhir pada penggunaan sistem operasi BlankOn Linux.
129

Tingkat pembajakan software yang sangat tinggi di masyarakat Indonesia


menjadikan memberikan keuntungan sekaligus potensi isu sosial yang dapat dirangkul
dalam komunikasi pemasaran sosial BlankOn. Budaya berbagai software (culture
norm) yang dimiliki masyarakat Indonesia menjadi satu elemen penentu tingginya
pembajakan. Poin ini memberikan kekuatan BlankOn Linux untuk mengikuti arus
budaya masyarakat. Pengguna komputer dapat berbagi BlankOn Linux tanpa harus
melakukan pembajakan. Berdasar kondisi tersebut, penetapan tujuan komunikasi
pemasaran sosial BlankOn berupa peningkatan brand awareness merupakan
keputusan yang tepat. Walaupun berusia 5 tahun, brand awareness BlankOn masih
sangat lemah dalam pasar sistem operasi termasuk bagi audience.
Dalam segmentasi primernya, YPLI membidik regulator (pembuatan
keputusan) sedangkan target sekundernya dibedakan berdasar kategori adaptor milik
Rogers. Pengguna akhir merupakan segmen dengan skala terbesar namun tingkat
adopsi sedang. Komunitas IT dan IT related memiliki jumlah sedikit namun tingkat
adopsi tinggi. Segmen lainnya memiliki tingkat adopsi rendah. Persoalannya, pemasar
belum secara tegas mempertajam tiap segmen tersebut. Segmentasi belum menjawab
pertanyaan mengenai siapa komunitas IT yang menjadi target audience. Atau siapa
pengguna akhir yang dibidik untuk mengadopsi ideologi BlankOn melalui komunikasi
pemasaran sosial? Apakah pengguna GNU/Linux atau proprietary software? Jika
keduanya, maka siapakah yang harus diprioritaskan untuk mengadopsi ideologi
BlankOn sehingga merasakan kemerdekaan dari hegemoni proprietary software.
Bukankah pengguna GNU/Linux sudah mengadopsi pemikiran dan kepercayaan
serupa. Dengan penegasan segmentasi maka komunikasi pemasaran sosial BlankOn
akan lebih efektif.
Upaya peningkatan brand awareness, pemasar memposisikan (positioning)
brand BlankOn sebagai produk FOSS Indonesia yang bermuatan ideologi merdeka
dan terbuka. Positioning ini berdasarkan pada kekuatan BlankOn yang mengandung
nilai-nilai keindonesia sekaligus kental dengan nilai sosial. Dengan demikian, pemasar
mampu mengeksplorasi kekuatan BlankOn dan menutupi kelemahan produknya
melalui positioning yang lebih matang. Pemasar menerapkan keputusan dalam
perencanaan kedalam program komunikasi pemasaran sosial BlankOn. Perhatikan
tabel 4.2 untuk melihat rincian komunikasi pemasaran sosial BlankOn.
130

Tabel 4.2 Komunikasi Pemasaran Sosial BlankOn


Komunikasi
Pemasaran
Sosial

Program

Tujuan

Elemen

Place Adv
Periklanan

Peningkatan
Awareness

Place Adv
Interactive
Adv

Publisitas

Bentuk

Pengenalan
Ideologi
BlankOn

BlankOn Produk FOSS


Indonesia yang merdeka dan
terbuka
Fasilitas BlankOn Linux
Dukungan BlankOn

Press Release

Launcing BlankOn Linux

Seminar &
Workshop

Adopsi ideologi melalui


BlankOn Linux
Nilai sosial dalam ideologi
BlankOn
Legalitas dalam mengadopsi
ideologi BlankOn
Ideologi merdeka dan
terbuka didalam BlankOn
Linux

Event
Media
Identity

Media

Media

Launcing dan penggunaan


BlankOn
Terbuka dan merdeka dalam
menggunakan BlankOn Linux

Publisitas

Humas &
Publisitas

Pesan

Brosur
Poster
Banner ads
pada Blog
Majalah
InfoLinux
Blog dan
website
Website
BlankOn
Komunikasi
Langsung
Komunikasi
Langsung
Kaos

Personal
Selling

Mengedukasi
pengguna

Distributor
Lokal BlankOn

Komunikasi
Langsung

Sales
Promotion

Peningkatan
trial

Pembagian
CD Gratis

BlankOn Linux produk legal


dan murah

Komunikasi
Langsung &
Majalah
InfoLinux

Media Sosial

Mendukung
adopsi
ideologi

Komunitas
BlankOn

Perlawanan terhadap
hegemoni proprietary
software

Mailing List

Nampak bahwa pemasar BlankOn menggunakan 2 komponen dalam


komunikasi pemasaran sosialnya. Pertama didasarkan pada bentuk komunikasi
pemasaran sosial yang terdiri atas periklanan, humas dan publisitas, personal selling
dan sales promotion. Komponen kedua berupa pemanfaatan media sosial untuk
memperkuat adopsi ideologi BlankOn.
Periklanan BlankOn mengakomodir tujuan peningkatan brand awarness.
Kendala pendanaan memaksa pemasar untuk memanfaatkan media periklanan tak
berbayar. Maka ditetapkan 2 komponen yaitu place advertising (poster dan brosur)
dan interactive advertising (banner ads). Place advertising memiliki efek memperkuat
positioning

BlankOn

pada

audience.

Sedangkan

banner

ads

berfungsi

mengkomunikasi pesan dukungan BlankOn (tempat mendapat dan keberadaan


pengembang). Keduanya bertujuan meningkatkan brand awareness BlankOn Linux.

131

Namun kendala pendanaan tersebut berpengaruh kepada keterbatasan pencapaian


skala audience melalui periklanan.
Besarnya potensi yang dimiliki oleh humas dan publisitas telah menarik
perhatian YPLI untuk menjadikannya menjadi perangkat andalan. Dari kesemua
elemen humas, publisitas BlankOn dalam majalah InfoLinux maupun media online
memiliki andil yang paling besar. Arens (2002: 424) mengatakan publisitas sebagai
kendaraan komunikasi pemasaran seringkali menawarkan pengembalian investasi
uang yang lebih besar dibanding aktifitas komunikasi lainnya. Kampanye periklanan
memerlukan investasi sebesar 5-20% dari penjualan, sedangkan publisitas hanya 12%. Kondisi tersebut membuat YPLI sangat mengandalkan publisitas. Publisitas
terbesar diperoleh dari blog komunitas mengenai kesehariannya bersama BlankOn.
Hal ini terjadi akibat adanya ikatan sosial yang terbentuk dalam komunitas BlankOn.
Paradigma yang terbentuk ialah BlankOn merupakan produk bersama sehingga tidak
ada pihak yang mengeksploitasi keuntungan dari penggunaan BlankOn Linux.
Pemasar menggunakan berbagai materi untuk mendapatkan publisitas
BlankOn Linux. Seperti siaran pers setiap peluncuran produk BlankOn Linux yang
ditempatkan di situs BlankOn Linux. Pemasar mensponsori berbagai seminar dan
workshop terkait penggunaan FOSS sebagai penyaji. Dengan posisi tersebut, pemasar
mampu melakukan framing terhadap pesan yang dikomunikasikan kepada audience.
Selain itu, terdapat berbagai event yang mengkomunikasikan nilai sosial sebagai
pengenalan ideologi BlankOn. Humas berperan besar dalam peningkatan kepercayaan
audience terhadap ideologi dan produk BlankOn. Mengutip pendapat Haris dalam
Arens (2002: 340) bahwa:
In support of marketing, public relations activities can raise awareness,
inform and education, improve understanding build trust, make friends,
give people reason or permission to buy, and create a climate of consumer
acceptance-usually better than advertising

Perangkat komunikasi pemasaran sosial lain seperti pembagian BlankOn gratis


dan distributor lokal belum meraih potensi maksimal. Pembagian BlankOn masih
berjalan pada media terbatas (event dan majalah segmented) sedangkan distributor
lokal masih sangat tersembunyi dan pasif. Namun kekurangan tersebut ditutupi media
komunikasi pemasar sosial berupa komunitas BlankOn. Dalam media ini, audience

132

berkomunikasi secara personal dan intensif sehingga meningkatkan ikatan emosional


mereka. Media sosial memiliki peran krusial dengan memberi ruang berbagi ideologi
BlankOn sebagai bentuk perlawanan terhadap hegemoni proprietary software.
Pemasar berupaya merubah kognisi audience melalui penggunaan ideologi BlankOn.
Raymond William (1977) dalam Fiske (2006: 228) menemukan 3 penggunaan
utama ideologi yaitu:
1. Sistem keyakinan yang menandai kelompok atau kelas tertentu.
2. Suatu sistem keyakinan ilusioner -gagasan palsu atau kesadaran palsu- yang
bisa dikontraskan dengan pengetahuan sejati atau ilmiah.
3. Proses umum produksi makna dan gagasan.
Ketiganya belum tentu bertentangan dan setiap penggunaan kata ideologi
mungkin dengan sangat tepat melibatkan unsur kata lain. Dari konsep tersebut
ideologi BlankOn dapat dimaknai sebagai sebuah sistem keyakinan yang menandai
kelompok pengguna FOSS terutama produk BlankOn Linux. Misal seseorang yang
menganut sejumlah sikap tertentu terhadap kebebasan dan kepemilikan software, ia
akan yakin bahwa dengan adanya keterbukaan dan kemerdekaan dalam penggunaan
maupun pengembangan software (ideologi BlankOn) akan memberi kekuatan orang
itu dan dengan ideologi tersebut akan memecahkan hampir semua masalah sosialnya.
Ideologi adalah yang memberi bentuk dan koherensi terhadap sikapnya serta
memungkinkan untuk menyesuaikan diri secara memuaskan. Dengan kata lain,
ideologi membentuk kepercayaan (kekuatan) seseorang untuk menyesuaikan diri dan
memecahkan permasalahan sosial.
Melalui ideologi BlankOn, kelompok sasaran dipersuasi untuk menganut
pemikiran dan tindakan secara khusus. Seperti pemikiran bahwa source code sangat
penting untuk disediakan pada setiap software. Pemikiran tersebut berguna untuk
melawan karakter proprietary software yang biasanya hanya menyediakan file binary.
Entah seberapa besar prosentase pengguna yang kemudian berkutat pada pemanfaatan
source code, namun kebutuhan source code menjadi titik penting dalam ideologi
BlankOn. Menurut ideologi ini, ketersedian source code sendiri akan memastikan
bahwa pengguna benar-benar memiliki software yang didapatkannya dengan
menyalin atau membeli. Bukan hanya menyewa dari perusahaan proprietary

133

software melalui lisensi berbayar yang ketat. Penyewaan software ini menjadi salah
satu hegemoni ideologi yang ditanamkan pihak kapitalis proprietary software.
Kehadiran ideologi BlankOn sendiri mengajak pengguna komputer untuk
menjalankan beberapa tindakan terkait dalam mengadopsi ideologi BlankOn. Seperti
dikutip dari pernyataan Rusmanto (via email, 2010/01/12), poin-poin penting dalam
menjalankan ideologi BlankOn ialah:
1. Menggunakan BlankOn tanpa harus membayar biaya izin atau lisensi karena
lisensi BlankOn mengizinkan siapa saja menggunakan, memodifikasi, dan
menyebarluaskan.
2. Tidak tergantung ke proprietary software, karena BlankOn telah memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
3. Jika ada software yang belum ada di CD BlankOn, pengguna dapat
mendownload dari internet melalui program apt-get (synaptic package
manager) atau membeli DVD repository yg semuanya tanpa biaya lisensi dan
tanpa harus izin, jadilah orang yang bebas/merdeka pakai software.
4. Sedangkan kalau memakai proprietary software, selain beli CD/DVD harus
beli lagi surat izin menggunakan software, surat izin menyebarluaskan
software lebih mahal lagi, apalagi surat izin memodifikasi sangat mahal (harus
ada source code).
Dengan demikian ideologi BlankOn memberikan kekuatan dan kepercayaan
bahwa pemakaian software yang bebas dan terbuka akan mampu menyelesaikan
berbagai permasalahan sosial. Permasalahan sosial yang dapat diselesaikan melalui
adopsi ideologi BlankOn ialah mengurangi tingkat ketergantungan terhadap
proprietary

software,

mengurangi

tingginya

angka

pembajakan

software,

meningkatkan kemampuan finansial masyarakat dalam mengkonsumsi software,


mengurangi dominasi dan hegemoni perusahaan proprietary software demi
keberlangsungan industri software nasional.
Ideologi BlankOn merupakan produk yang dijual dalam komunikasi
pemasaran sosial BlankOn untuk mengatasi masalah yang ada. Ideologi menjadi dasar
bagi pesan persuasif komunikasi pemasaran BlankOn untuk mengubah kognisi
pengguna komputer tentang masalah sosial yang menghinggapinya. Untuk
merealisasikan ideologi BlankOn maka YPLI mengembangkan BlankOn Linux.
BlankOn Linux berfungsi mengakomodir ideologi dan kepentingan sosial YPLI
beserta elemen pendukungnya agar pengguna mampu menjalankan perilaku yang

134

ditawarkan. Ideologi ini sekaligus memberikan landasan komponen komunikasi


pemasaran sosial BlankOn seperti pengembangan BlankOn Linux dan market centric.
Pesan komunikasi pemasaran sosial berpangkal pada kebenaran ideologi
BlankOn. Dalam bidang humas misalnya, pada event Linux Road Show secara tegas
YPLI menolak mempergunakan proprietary software dalam demonya karena
bertentangan dengan ideologi BlankOn. Dalam bidang periklanan, sempat terjadi
perdebatan dalam milis pengembang BlankOn untuk menggunakan iklan flash yang
dibuat dengan proprietary software karena tidak sesuai dengan etika dan idelogi
BlankOn (pencitraan). Hal ini membuktikan bahwa pembuatan keputusan komunikasi
pemasaran sosial akan selalu dikembalikan pada ideologi BlankOn.
Hubungan komunikasi dan pemasaran sosial melalui ideologi BlankOn
terbentuk karena YPLI tidak hanya menawarkan produk. YPLI menawarkan ideologi
BlankOn yang dikemas bersama dengan sistem operasi BlankOn Linux. Keduanya
menjadi satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Ketika komunikasi pemasaran
sosial memberikan arus informasi tentang BlankOn Linux maka secara tidak langsung
ia akan mengkomunikasikan ideologi BlankOn. Komunikasi pemasaran sosial
BlankOn diterapkan dengan mempertimbangkan keterlibatan ideologi BlankOn. Tidak
lantas mengorbankan salah satu elemen untuk kepentingan elemen lainnya. Dengan
demikian, YPLI menciptakan komunikasi pemasaran mengenai produk dan ideologi
BlankOn yang sinergis.
Penggunaan ideologi BlankOn sebagai gagasan memerangi hegemoni
proprietary software belum mencapai hasil yang optimal. Fokus utama ideologi
melalui pengembangan BlankOn Linux seharusnya sebagai wadah memerangi
ketergantungan masyarakat terhadap proprietary software di Indonesia. Namun yang
menjadi pertanyaan besar ialah apakah benar kompetitor dalam komunikasi
pemasaran sosial adalah proprietary software? Atau yang sebenarnya terjadi, BlankOn
Linux bersama berbagai distro Linux lain malah saling berebut pasar yang tersegmen.
Persoalan dimulai dari keraguan pemasar untuk menentukan secara tegas
target audience yang menjadi sasaran dalam komunikasi pemasaran sosial. Persoalan
ini berkembang semakin pelik dalam penentuan media komunikasi pemasaran sosial
BlankOn. Akibatnya, komunikasi pemasaran sosial BlankOn yang membidik
perubahan perilaku dan perlawanan hegemoni proprietary software tidak optimal.
135

Perhatikan pada tabel 4.2. Pemasaran mengandalkan perangkat humas dan


publisitas sebagai bentuk komunikasi pemasaran sosial utamanya. Publisitas BlankOn
mengandalkan

keberadaan

majalah

InfoLinux.

Majalah

InfoLinux

memang

merupakan satu media massa yang mengupas GNU/Linux terbesar di Indonesia.


Namun yang perlu diperhatikan ialah siapa audience dari majalah InfoLinux itu
sendiri? Apakah pengguna proprietary software atau orang yang telah mengenal dan
menggunakan GNU/Linux? Majalah InfoLinux merupakan sebuah majalah yang
tersegmen pada pengguna GNU/Linux. Sehingga efektifitas publisitas dalam majalah
InfoLinux adalah peningkatan brand recognation pada segmen komunitas TI
(komunitas Linux). Penggunaan publisitas majalah segmented, tepat ketika tujuan
komunikasi pemasaran sosial ialah meraih brand awareness diantara distro Linux.
Selain majalah InfoLinux, pemasar mengandalkan publisitas dalam media
online seperti blog dan website. Pemasar perlu memperhatikan audience dari media itu
sendiri. Pemasar harus membingkai dan menampilkan pesan dalam website BlankOn
secara rutin. Pengaruhnya ialah pemasar memberikan informasi yang layak agar
media online terutama memberi ruang publisitas dalam medianya. Selain itu,
penggunaan media blog sebagai media publisitas merupakan cara yang tepat untuk
memenuhi tujuan menghadapi proprietary software. Blog memiliki segmen audience
yang jauh lebih beragam dibanding majalah segmented.
Persoalan lainnya ialah skenario event yang dimiliki oleh pemasar sebagai
bagian komunikasi pemasaran sosial. Beberapa event memiliki kapasitas membidik
segmen yang berada diluar pengguna GNU/Linux. Sebut saja Roadshow Linux
Untuk Pendidikan maupun Semangat Kemandirian BlankOn di Ladang Gempa
yang mampu meraih audience secara umum. Seminar Open Source di Mabes TNI
meraih audience pengguna non-GNU/Linux. Beberapa event lainnya seperti
Konferensi BlankOn, Tantangan BlankOn maupun konferensi Linux notabene
lebih berfungsi memperkuat brand recognation diantara para penguna GNU/Linux.
Untuk event dengan audience dominan pengguna GNU/Linux, pemasar harus mampu
mengeksplorasi bagaimana event mendapat ruang publisitas dalam media massa.
Pada pembagian BlankOn gratis, YPLI harus mampu melakukan negosiasi
terhadap beberapa event dengan audience bukan pengguna GNU/Linux. Dalam artian
bahwa event tersebut memiliki audience yang lebih luas. Termasuk didalamnya
136

pengguna proprietary software adalah audience dengan jumlah cukup besar. Namun
hanya dengan mengandalkan pembagian BlankOn gratis melalui event tidak mampu
meraih audience secara masif. Pemasar perlu mempertimbangan negosiasi dengan
pihak media massa. Penggunaan majalah InfoLinux sebagai sarana pembagian
BlankOn gratis lebih berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidup proyek
BlankOn. Namun, untuk menghadapi proprietary software YPLI perlu bernegosiasi
dengan pihak media massa segmented yang mengupas proprietary software dan
memberikan BlankOn gratis. Dengan demikian BlankOn menjadi sebuah produk yang
dipasarkan untuk menghadapi hegemoni proprietary software.
YPLI perlu mempertimbangkan secara matang mengenali kompetitor BlankOn
Linux dalam komunikasi pemasaran sosialnya. Apakah pemasaran sosial BlankOn
bertujuan menghadapi hegemoni serta menggantikan ketergantungan masyarakat
terhadap proprietary software? Atau bermain aman dengan menjadikan BlankOn
Linux sebagai produk alternatif yang berebut market share dengan sesama distro
Linux. Pertimbangan tersebut juga harus diimbangi dengan keberanian pemasar untuk
menegaskan segmen yang dibidik dalam komunikasi pemasaran sosial BlankOn.
Komunitas TI memang merupakan segmen dengan level adopsi paling tinggi
dibanding yang lain. Membidik komunitas TI yang mungkin telah mengenal
GNU/Linux akan membuat BlankOn Linux berbagi pasar dengan distro lain.
Walaupun begitu, membidik komunitas TI sebagai agen sosial tetap merupakan hal
yang krusial. Pemasar tetap perlu membidik komunitas TI agar BlankOn Linux tetap
dapat hidup. Mengutip pernyataan Hughes (2008, 3), kesuksesan dan hidup proyek
Open Source tergantung pada komunitas. Tetapi YPLI tidak harus menjadikan
komunitas TI sebagai segmen audience dengan prioritas utama.
Sesuai perencaraan awal, tujuan komunikasi pemasaran sosial BlankOn ialah
peningkatan brand awarenes. Peningkatan brand awareness tidak terfokus pada
komunitas TI dan IT related. YPLI perlu memperhatikan prioritas segmen regulator
dan pengguna proprietary software. Pada regulator, YPLI telah mengkonsentrasikan
penggunaan lobby, seminar dan workshop. Sedangkan pada pengguna akhir, perlu
memprioritaskan penggunaan media yang mampu meraih segmen luas. Tiap segmen
perlu mendapat skala prioritas berdasar tujuan komunikasi pemasaran sosial BlankOn
Linux. Kurangnya peranan media yang mengirim pesan menuju pengguna proprietary
137

software menjadikan komunikasi pemasaran sosial BlankOn belum optimal dalam


membidik audience pengguna proprietary software.
Selain peran media yang belum optimal, permasalahan pemasaran sosial
BlankOn juga membawa cerita dilematis lainnya. Ketika pengguna telah melakukan
migrasi sistem operasi dari proprietary ke sistem operasi BlankOn Linux, kemudian
berbalik mengunakan sistem operasi proprietary lagi. Situasi atau keadaan tersebut
merupakan situasi yang sangat pelik, mengingat proses migrasi sistem operasi
umumnya sulit dilakukan karena menyangkut faktor kebiasaan.
Pada beberapa proyek, BlankOn Linux berhasil diinstal dalam komputer
berbagai instansi. Dengan instalasi tersebut, YPLI mengkomunikasikan pesan bahwa
penggunaan BlankOn Linux dan distro lainnya mampu mengurangi pengeluaran
instansi untuk pembiayaan software. Namun persoalannya ialah anggapan yang keliru
mengenai penghematan anggaran pengadaan software. Dibandingkan produk vendor
proprietary software, biaya yang dikeluarkan untuk menggunakan BlankOn Linux
memang sangat rendah, bahkan nyaris gratis. Namun hal ini tidak berarti tidak ada
biaya sama sekali. Biaya (cost) untuk menggunakan BlankOn Linux dikeluarkan
untuk pemeliharaan dan software maintenance. Hal ini dikarenakan proses instalasi
BlankOn Linux memerlukan ketrampilan dan keahlian tersendiri.
Aktivitas pemeliharaan dan maintenance ini harus dilakukan sendiri oleh
instansi. Model pengembangan BlankOn Linux secara gotong royong menyebabkan
tidak ada layanan support service center, yang bertindak sebagai kantor cabang
layaknya vendor software komersil. Sehingga apabila timbul kesulitan atau kendalakendala yang dihadapi oleh pengguna, pengguna tidak tahu bertanya pada siapa.
Padahal, dalam komunitas ini, ujung tombak pengembangan terletak pada para
penggunanya yang notabene adalah para programmer, dan dilakukan melalui internet.
Segala macam persoalan diselesaikan melalui media ini. Namun, tidak semua
pengguna menyukai pemecahan persoalan melalui media internet. Oleh karena itu
ketersediaan tenaga ahli yang kompeten didalam instansi adalah sebuah keharusan.
YPLI harus menghindari paradigma bahwa siapa pun dapat menginstal
BlankOn Linux dengan mudah. YPLI bernegosiasi dengan regulator agar mempunyai
kebijakan yang terkait dengan pengadaan tenaga ahli tersebut, misalnya melalui
kurikulum pendidikan, pelatihan dan lain sebagainya. Pengadaan tenaga ahli bukan
138

satu-satunya persoalan yang dihadapi oleh instansi, namun juga perlunya pelatihan
terhadap karyawan dalam mengoperasikan BlankOn Linux. Paradigma ini harus selalu
dipegang dan diinformasikan kepada regulator. Penerapan paradigma tersebut
membuat pengguna tidak hanya sekedar mencoba BlankOn Linux dan akhirnya
kembali menggunakan proprietary software. Dalam logika pemasaran komersil, YPLI
harus me-maintenance instansi yang telah bermigrasi ke BlankOn dengan
mengevaluasi kesulitan pengguna dan memberikan pelayanan terbaik.
Persoalan terhadap maintenance terhadap BlankOn maupun produk FOSS
lainnya, notabene telah memberikan peluang besar terhadap kelangsungan hidup
bisnis Free and Open Source Software. Tidak semua instansi memiliki tenaga ahli
yang mampu melakukan instalasi maupun maintenance sistem operasi GNU/Linux.
Sistem operasi GNU/Linux yang terbuka membuat siapapun bisa mempelajari dan
memahami isi programnya. Dengan demikian, tidak akan ada pihak yang memonopoli
jasa maintenance sistem operasi GNU/Linux. Selain dalam bidang pemeliharaan, jasa
pelatihan bagi karyawan instansi untuk menggunakan sistem operasi GNU/Linux
masih terbuka. Bisnis jasa support/seller dan pemberian jasa solusi terpadu ini
merupakan bisnis dominan dalam industri FOSS.
Peluang industri FOSS tidak hanya dalam bidang jasa, namun juga dalam
bidang penjualan software. Sejak dikembangkan pertama kali, komunitas FOSS telah
menghasilkan ribuan software yang bernilai jual tinggi. Namun, dengan model
pengembangan yang berbeda dengan industri konvensional, komunitas membolehkan
anggotanya memanfaatkan hasil pengembangan yang telah dilakukan dalam
komunitas. Syaratnya, catatan source code software dibiarkan bebas (Dewi, 2006: 95).
Salah satu bisnis FOSS menyangkut penjualan software ialah produk
GNU/Linux 3D OS oleh PCLinux3D. 3D OS merupakan salah satu produk
GNU/Linux komersil yang berasal dari Indonesia. Harga 3D OS ini berkisar Rp
150.000,- dan Rp 500.000,- untuk penggunaan warnet. Selain itu terdapat pula toko
GNU/Linux yang menjual berbagai distro Linux dan pernak-perniknya dengan harga
murah. Seperti bisnis yang dijalankan oleh Toko Linux Baliwae. Toko Linux Baliwae
lebih

memilih

untuk

jalur

operasional

melalui

Internet

dengan

alamat

http://toko.baliwae.com. Dalam menjalankan bisnis FOSS, pemasar harus mampu

mengubah pemikiran konsumen mengenai FOSS adalah produk yang gratis.


139

Selama ini konsumen melihat FOSS sebagai produk gratis sehingga ketika
pebisnis menjual produk FOSS menjadi sebuah persoalan dilematis. Pesan yang perlu
dikembangkan oleh pebisnis untuk memasarkan software FOSS ialah perubahan
kognisi audience terhadap konsep gratis FOSS. Persoalannya ialah perubahan
kognisi konsumen sulit dilakukan jika pemasar memberikan pesan yang berlawanan
dengan kepercayaan konsumen. Maka pebisnis FOSS perlu menggunakan nilai yang
terkandung dalam ideologi FOSS sebagai pesan kreatifnya. Tentang bisnis FOSS,
baca Bab II penelitian ini, Dewi (2006, 96-99) dan Krisnamurthy (2005, 279-296).
Peluang industri FOSS tidak akan maksimal jika nyatanya tidak memiliki
pasar yang besar. Bisnis FOSS menjadi sebuah peluang bisnis segmented yang masih
harus dibagi-bagi dengan pesaing. Pembagian kue bisnis segmented tersebut semakin
kecil karena pemerintah belum secara serius menyediakan pasar bagi bisnis FOSS.
Satu poin dalam program Indonesia Go Open Source ialah membuka peluang bisnis
FOSS. Namun hingga 6 tahun setelah bergulirnya program IGOS pemerintah belum
mampu menumbuhkan pasar bisnis FOSS secara optimal. Pasar pengguna produk
FOSS masih minim sehingga kue bisnis tersebut juga terbatas. Keterbatasan pasar
FOSS menjadikan geliat bisnis FOSS belum banyak berkembang. Di satu sisi
memberi keuntungan terhadap pelaku bisnis sekarang, disisi lain terlihat pemerintah
belum mampu menciptakan pasar strategis bagi industri FOSS. Bahkan pemerintah
belum mampu menjadikan dirinya sebagai pasar industri FOSS. Dalam beberapa
kesempatan, pemerintah bernegosiasi dengan vendor proprietary software untuk
memperoleh kemudahan mendapat lisensi asli produk dibanding menggunakan FOSS.
Kurang tegasnya pemerintah dalam menjalankan program IGOS maupun
menegakkan UU No 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta menjadi pemicu tidak
optimalnya industri FOSS di Indonesia. Berbagai instansi pemerintah lebih memilih
membeli lisensi asli proprietary software dibanding menggunakan produk FOSS dan
menjadi pasar industri FOSS. Masih merajalelanya peredaran produk bajakan telah
menjadi kompetitor kuat bagi industri FOSS. Kesemuanya menunjukkan bahwa
pemerintah setengah hati dalam membuat kebijakan dan menegakkan kebijakan yang
telah ada. Baik secara internal (dalam instansi) maupun kepada publik. Akibatnya,
pertumbuhan pasar dan industri FOSS di Indonesia masih berjalan merangkak.

140

BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sukses Yayasan Penggerak Linux Indonesia dalam komunikasi pemasaran
sosial untuk mendistribusikan BlankOn Linux tidak lepas dari pengembangan
infrastruktur sistem operasi BlankOn. Pengembangan dan pemasaran BlankOn
mendapat dukungan masif dari berbagai elemen masyarakat. Selain itu, berbagai
kebijakan yang diambil dan diimplementasikan melalui Tim Pengembang BlankOn
telah memperkuat posisi komunikasi pemasaran sosial BlankOn. Upaya pelayanan
pada para pengguna menjadi salah satu produk andalan untuk mendukung
komunikasi pemasaran sosialnya. YPLI membuka berbagai macam saluran
komunikasi untuk meningkatkan arus informasi kepada pengguna dan begitu juga
sebaliknya. Pengembangan BlankOn Linux pun telah menjadi kekuatan YPLI yang
memberi kepuasan terpadu bagi para pengguna komputer. Dimana melalui produk ini,
YPLI mampu merengkuh penggunanya dan memenuhi ekspektasi mereka. Terutama
benefit fungsional serta emosi yang didapat dengan memakai BlankOn Linux.
Mengingat YPLI merupakan organisasi non-profit, maka YPLI menggunakan
metode alternatif. Dimana YPLI tidak hanya memasarkan produk BlankOn Linux
namun juga ideologi yang terbingkai dalam pengembangannya yaitu ideologi
BlankOn. Integrasi antara produk BlankOn Linux dan ideologi BlankOn telah
menghasilkan komunikasi pemasaran sosial yang unik. Dimana konsep komunikasi
pemasaran sosial tidak lagi terlalu fokus pada penjualan produk namun tentang
bagaimana ideologi tersebut bisa diterima oleh khalayak. Implikasinya adalah
penggunaan sistem operasi BlankOn Linux. Ideologi BlankOn tentang keterbukan dan
kemerdekaan pengguna dalam memakai software telah memberikan nilai superior
dibanding produk proprietary software.
YPLI tidak lagi terfokus pada komunikasi pemasaran sosial yang bersifat
searah. YPLI mampu menjadikan komunikasi pemasaran sosial tersebut sebagai
kendaraan untuk mengawal ideologi BlankOn masuk dalam kognisi pengguna. YPLI
menggunakan 2 komponen utama komunikasi pemasaran sosial untuk berbicara
dengan audiencenya. Komponen tersebut meliputi bentuk dan media komunikasi
pemasaran sosial. Dalam segi bentuk, pemasar mempergunakan program periklanan
141

dan Humas dan publisitas untuk peningkatan brand awareness. Selain itu terdapat
sales promotion berupa pembagian BlankOn Linux gratis dan personal selling dengan
menggunakan distributor lokal BlankOn. Komponen kedua ialah penggunaan media
komunikasi pemasaran sosial melalui komunitas BlankOn.
Secara spesifik, program periklanan BlankOn bertujuan pada peningkatan
brand awareness BlankOn. Persoalan pendanaan menyebabkan periklanan hanya
berfokus pada penggunaan media tidak berbayar. Program periklanan BlankOn
memanfaatkan 2 komponen periklanan yaitu place advertising (poster dan brosur) dan
interactive advertising (banner ads). Jangkauan audience dalam place advertising
lebih terbatas dibanding interactive advertising. Sehingga periklanan belum mampu
meraih audience dalam skala besar untuk menghadapi proprietary software.
Komponen humas dan publisitas mendapat porsi lebih besar dibanding
periklanan. Pemasar memanfaatkan berbagai elemen humas sebagai kendaraan untuk
berkomunikasi pada audience seperti publisitas (majalah InfoLinux dan blog), press
release, event, seminar dan workshop serta media identity. Selain berperan dalam
peningkatan brand awareness, penggunaan humas dan publisitas berfungsi sebagai
kendaraan YPLI untuk memperkenalkan ideologi BlankOn pada audience. Beberapa
komponen humas dan publisitas berperan efektif dalam membidik audience pengguna
proprietary software, namun beberapa lagi berperan untuk mengelola komunitas TI
demi kelangsungan hidup BlankOn. Akibatnya, terjadi bias mengenai sasaran dan
kompetitor BlankOn Linux. Apakah sasarannya untuk berebut pasar dengan sesama
distro atau menggulingkan hegemoni proprietary software. YPLI perlu memanfaatkan
media lain untuk berkomunikasi dengan segmen pengguna proprietary software.
Bentuk komunikasi pemasaran lain ialah sales marketing berupa pembagian
BlankOn Linux gratis dan penjualan personal melalui distributor lokal BlankOn.
Pembagian BlankOn gratis bertujuan untuk meningkatkan trial produk BlankOn
Linux. Media yang digunakan untuk perangkat ini adalah event dan majalah
InfoLinux. Namun persoalannya adalah kedua media ini sangat terbatas dalam meraih
audience pengguna proprietary software secara masif. Sedangkan personal selling
melalui distributor lokal BlankOn berperan untuk mengedukasi audience perihal nilainilai yang terkandung dalam ideologi BlankOn. Distributor lokal BlankOn yang aktif

142

dalam berkomunikasi dengan audience baik melalui media dan personal akan
meningkatkan brand awareness BlankOn pada pengguna proprietary software.
Metode market centric ini berperan sebagai pendukung pemasaran sosial.
Paradigma yang digunakan dalam metode ini ialah pemasaran sosial BlankOn Linux
harus digerakkan oleh kebutuhan pasar. Dalam implementasinya, komunikasi
pemasaran sosial BlankOn berfokus pada kebutuhan pengguna atas produk (tiket
usulan, tiket kutu, AddOnCD, dokumentasi bebas) dan tempat memperoleh BlankOn
Linux (Pesan Dong). Terdapat Interfunctional Coordination dari tiap divisi untuk
mengetahui kebutuhan pengguna komputer untuk kemudian dikoordinasikan dengan
tim pemasaran. Metode ini mengindikasikan bahwa BlankOn Linux sangat terbuka
untuk memenuhi kebutuhan penggunanya.
Kesemua elemen dalam komunikasi pemasaran sosial BlankOn didasarkan
pada pertimbangan utama bahwa harus tercipta arus informasi yang bebas dan
terbuka. Dengan adanya kerjasama antara YPLI dan berbagai pihak (komunitas
ubuntu-id, yayasan air putih, infolinux, KPLI dan lainnya) memberikan fungsi
keterbukaan pada komunikasi pemasaran sosial BlankOn. Sedangkan konsep bebas
dimanifestasikan dengan kebebasan pengguna untuk memperoleh informasi
(dokumentasi bebas) maupun lisensi yang diberikan pada pengguna melalui produk
yang bebas digunakan, digandakan, dimodifikasi dan disebarluaskan. Dengan
demikian poin utama dalam komunikasi pemasaran sosial BlankOn ialah tercipta arus
informasi yang bebas dan terbuka sesuai ideologi BlankOn.

B. SARAN
Yayasan Penggerak Linux Indonesia memerlukan perencanaan yang lebih
matang bagi program pemasaran sosial yang diterapkan agar mencapai tujuan secara
optimal. Sebaiknya program pemasaran sosial per periode (satu tahun) sudah
direncanakan secara matang jauh hari sebelumnya. Sehingga tercipta komunikasi yang
intensif antara YPLI dan Tim Pengembang BlankOn dengan pengguna.
Hal utama yang perlu mendapat perhatian ialah penegasan segmen sekunder
yang menjadi sasaran komunikasi pemasaran sosial BlankOn. Pembidikan komunitas
TI sebagai audience memang penting dilakukan untuk kelangsungan hidup proyek
BlankOn, namun pemasar tidak boleh melupakan keberadaan pengguna proprietary
143

software. Pemasar harus berani keluar dari zona aman yang berpaku pada segmen
komunitas TI dan berhadapan langsung dengan audience pengguna proprietary
software. YPLI harus menciptakan komunikasi intensif dengan mereka. Untuk
melakukannya, maka YPLI perlu menganalisa media yang dipakai pengguna
proprietary software kemudian bernegosiasi dalam bentuk publisitas ataupun iklan.
Dengan pemanfaatan media yang merangkul audience pengguna proprietary software,
maka targeting komunikasi pemasaran sosial BlankOn semakin jelas.
Lemahnya interfungsional coordination mengakibatkan tidak efektifnya
beberapa program komunikasi pemasaran sosial. Sehingga memerlukan komunikasi
yang intensif antar koordinator tim. Komunikasi pemasaran sosial BlankOn harus
lebih memperhitungkan kekuatan dan kelemahan kompetitor. Berbekal informasi
tentang kompetitor akan membawa komunikasi pemasaran sosial BlankOn satu
langkah lebih maju. YPLI perlu melakukan pengamatan yang lebih mendalam
terhadap kegiatan dan pengembangan yang dilakukan pesaing. YPLI harus jeli melihat
perubahan tren, mengawasi gerakan pesaing dan munculnya pesaing baru sehingga
komunikasi pemasaran sosial efektif.
Komunikasi pemasaran sosial BlankOn seharusnya lebih mengoptimalkan
fungsi media personal seperti situs jejaring sosial (Facebook). Facebook tidak hanya
dipakai untuk memberikan informasi satu arah namun pemasar harus menjadikannya
media komunikasi 2 arah. Facebook maupun Pesan Dong merupakan wujud database
marketing sehingga bisa dipakai mengumpulkan data demografis pengguna BlankOn.
YPLI BlankOn harus menarget pelajar pengguna proprietary software sebagai wujud
Long Term Focus dibanding sosialisasi yang berfokus pada guru.
Penelitian Strategi Komunikasi Pemasaran Pada Free and Open Source
Software terbatas pada pelaksanakan komunikasi pemasaran dan pesan komunikasi
apa yang disampaikan. Masih terdapat banyak dimensi yang perlu dikaji dalam
fenomena pengembangan FOSS. Seperti dimensi internet sebagai media andalan
pengembangan FOSS, dimensi ekonomi politik FOSS dalam lingkup teknologi
informasi,

komunikasi

sosial

atau

komunikasi

organisasi

yang

menaungi

pengembangan FOSS dan lainnya. Walaupun penelitian ini penuh keterbatasan dan
kekurangan namun peneliti berharap mampu memberikan landasan untuk melakukan
penelitian selanjutnya.
144

DAFTAR PUSTAKA
Abdool, Shiyevina Amelia. 2005. The Theory of FOSS and Its Acceptance In
Developing
Nations.
Terarsip
pada
http://opensource.mit.edu/papers/FOSS_IN_POLITICS.pdf. Diakses 1 September
2009.
Abrar, Ana Nadya. 2003. Teknologi Komunikasi: Perspektif Ilmu Komunikasi.
Yogyakarta: Lesfi
Aigrain, Philippe. 2002. A framework for understanding the impact of GPL
copylefting
vs.
non
copylefting
licenses.
Terarsip
pada
http://opensource.mit.edu/papers/aigrain2.pdf. Diakses 29 Agustus 2009.
Arens, William F. 2002. Contemporary Advertising. New York: McGraw-Hill
Companies.
Assael, Henry. 1995. Consumer Behaviour and Marketing Action. Ohio: South
Western College Publishing.
Belch, George E. & Michael A. Belch. 2004. Advertising & Promotion: An Integrated
Marketing Communication Perspective. Boston: McGraw-Hill.
Bellamy, Hilary; Rachel Salit & Loren Bell. 1997. Social Marketing resource
Manual: a guide for state nutrition education networks. Terasip pada
http://www.fns.usda.gov/ora/MENU/published/NutritionEducation/Files/socmktman.
pdf. Diakses 2 Agustus 2009.

Bitzer, Jurgen, Wolfram Schrettl & Philipp J.H. Schroder. 2004. Intrinsic Motivation
in
Open
Source
Software
Development.
Terarsip
pada
http://opensource.mit.edu/papers/bitzerschrettlschroder.pdf. Diakses 9 September
2009.
Bovet, Daniel P. & Marco Cesati. 2002. Understanding the Linux Kernel, 2nd Edition.
Sebastopol: O'Reilly & Associates, Inc.
Business Software Alliance. 2009. 08 Piracy Study: SIXTH Annual BSA-IDC Global
Software. Business Software Alliance & International Data Corporation.
Caisey, Vivienne. 2007. Social Marketing Masterclass: The Marketing Mix: Brilliant
Futures
Ltd.
Terarsip
pada
http://www.nsms.org.uk/images/CoreFiles/brilliant_futures_marketing_mix.pdf.
Diakses 31 Juli 2009.
Chege, Mike. 2008. Ubuntuism, Commodification and the Software Dialectic.
Terarsip
pada
http://opensource.mit.edu/papers/Ubuntuism_Commodification_and_the_Software_D
ialectic.pdf. Diakses 31 Juli 2009.

Chew, Lim Kin. 2007. Encouraging the Widespread Utilization of OSS in Singapore.
Bali-Indonesia: Asia Open Source Software Symposium (AOSSS). Tanggal
13-15 Februari 2007.

145

Ciffolilli, Andrea. 2004. The Economics of Open Source Hijacking and Declining
Quality of Digital Information Resources: A Case for Copyleft. Terarsip pada
http://opensource.mit.edu/papers/ciffolili.pdf. Diakses 31 Juli 2009.
DeLozier, M. Wayne. 1976. The Marketing Communication Process. Tokyo:
McGraw-Hill Kogakushu, Ltd.
Febrian, Jack. 2004. Kamus Komputer & Teknologi Informasi. Bandung: Penerbit
Informatika.
Feller, Joseph; Brian Fitzgerald; Scott A. Hissam & Karim R. Lakhani. 2005.
Perspectives on Free and Open Source Software. London: The MIT Press.
Firmansyah, Dani. 2005. Computer Hacking: Hacking dan Cara Pengamanannya.
Yogyakarta: Andi Publishing
Fiske, John. 2006. Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling
Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.
Gay, Joshua (Ed). 2002. Free Software, Free Society: Selected Essays of Richard M.
Stallman. Boston: GNU Press.
Gerardi, Tina MS, RN, CAE; Sylvia Pirani, MPH, MS & Thomas Reizes, MPH. 2003.
Social Marketing and Public Health Lessons from the Field: A Guide to Social
Marketing from the Social Marketing National Excellence Collaborative. New
York: Turning Point National Program Office.
Glass, Robert L. 2005. Standing in Front of the Open Source Steamroller. Dalam
Perspectives on Free and Open Source Software, Feller, Joseph; Brian
Fitzgerald; Scott A. Hissam & Karim R. Lakhani. London: The MIT Press.
Gonzlez, Andrs Guadamuz. 2004. Viral contracts or unenforceable documents?
Contractual
validity
of
copyleft
licences.
Terarsip
pada
http://opensource.mit.edu/papers/guadamuz.pdf. Diakses 1 Agustus 2009.
Hasan,

Ragib.

2002.

History

of

Linux.

Terarsip

pada

http://www.bandwidthco.com/history/os/History%20of%20Linux.pdf. Diakses 14

September 2009.
Hoe, Nah Soo. 2006. Breaking Barriers, The Potential of Free and Open Source
Software for Sustainable Human Development: A Compilation of Case Studies
from Across the World. New Delhi: ELSEVIER & UNDP Asia-Pacific
Development Information Programe.
Huang, Frances. 2007. Economy Report from Taipei. Bali-Indonesia: Asia Open
Source Software Symposium (AOSSS). Tanggal 13 15 Februari 2007.
Hughes, Anthony. 2008. The Economics of Open Source. Terarsip pada
http://ashughes.com/Documents/EconomicsOfOpenSource.pdf. Diakses 5 Agustus
2009.
Indrayanto, Adi; Budi Rahardjo; Andika Triwidada; Zaki Akhmad; Indra &
Syarifudin. 2007. Panduan Penelitian Open Source Software versi 1.00
Agustus 2007. Creative Commons Attribution Attribution-NonCommercialNoDerivs V2.5.

146

Jain, Subhash C. 2000. Marketing Planning & Strategy 6th Edition. New Jersey:
Prentice Hall.
Janussen, Aputsiaq. 2004. The Hacker Ethic. Terarsip pada http://www.hackeretik.dk/fileadmin/user_upload/Hackers-Janussen2004-05-22.pdf.
Diakses
16
September 2009.
Jullien, Nicolas & Jean-Benot Zimmermann. 2005. New Approaches to Intellectual
Property: from open software to knowledge based industrial activities.
Terarsip pada http://opensource.mit.edu/papers/jullienzimmermann.pdf. Diakses 31
Juli 2009.
Kartono, Kartini. 1996. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: Mandar Maju.
Khan, Omar & John Canny. 2008. Using Persuasive Techniques from Social
Marketing in Technologies to Promote Environmentally Sustainable
Behaviors.
Terarsip
pada
http://www.cs.berkeley.edu/~omar/pubs/env_persuasive_08_long.pdf. Diakses 2
Agustus 2009.
Knibbs, Kristin RN, MN & Capt. Robert Knibbs. 2008. Social Marketing: A parallel
discipline
of
Information
Operations.
Terarsip
pada
http://influenceops.files.wordpress.com/2008/04/social-marketing-as-a-paralleldiscipline-for-io.pdf. Diakses 2 Agustus 2009.

Konovalov, Zoe. 2002. The Economics of Open Source Software. Terarsip pada
http://www.ftc.gov/os/comments/intelpropertycomments/konovalovzoe.pdf. Diakses
3 Agustus 2009.
Kotler, Philip. 1982. Marketing for Nonprofit Organization Second Edition. New
Jersey: Prentice-Hall.Inc.
---------. 2000. Marketing Management: Millenium Edition. New Jersey: Prentice Hall.
--------- & Eduardo L. Roberto. 1989. Social Marketing Strategies for Changing
Public Behavior. New York: The Free Press.
---------; Gary Armstrong; John Saunders & Veronica Wong. 1999. Principles of
Marketing Second European Edition. London: Prentice Hall Europe.
---------; Ned Roberto & Nancy Lee. 2002. Social Marketing: Improving the Quality of
Life. California: Sage Publications, Inc.
Krishnamurthy, Sandeep. 2005. Analysis of Open Source Business Models. Dalam
Perspectives on Free and Open Source Software, Feller, Joseph; Brian
Fitzgerald; Scott A. Hissam & Karim R. Lakhani. London: The MIT Press.
Kumar, Vineet, Brett Gordon & Kannan Srinivasan. 2009. Product Strategy for
Commercial
Open
Source
Software.
Terarsip
pada
http://www.ckgsb.edu.cn/mrf2009/papers/c75fe6b7-a008-445c-b1f175c99e5855bb.pdf. Diakses 5 Agustus 2009.

Lakhani, Karim R. & Robert G. Wolf. 2005. Why Hacker Do What They Do:
Understanding Motivation and Effort in Free/Open Source Sofware Project.
Dalam Perspectives on Free and Open Source Software, Feller, Joseph; Brian
Fitzgerald; Scott A. Hissam & Karim R. Lakhani. London: The MIT Press.

147

LeBlanc, Dee-Ann & Richard Blum. 2007. Linux For Dummies, 8th Edition. Indiana:
Wiley Publishing, Inc.
Lee, Jyh-An. 2006. New Perspectives on Public Goods Production: Policy
Implications
of
Open
Source
Software.
Terarsip
pada
http://opensource.mit.edu/papers/LeeOSS.pdf. Diakses 31 Juli 2009.
Lefebvre, R. Craig, PhD & June A. Flora, PhD. 1988. Social Marketing and Public
Health
Intervention.
Terarsip
pada
http://socialmarketing.blogs.com/Publications/Social_Marketing_and_Public_Health_
Intervention.pdf. Diakses 24 Juli 2009.

Leitao, Joao & Maria Jose Silva, 2007. CSR and Social Marketing: What is the
desired role for Universities in fostering Public Policies?. Terarsip pada
http://mpra.ub.uni-muenchen.de/2954/1/MPRA_paper_2954.pdf. Diakses 2 Agustus
2009.
Levitt, Theodore. 1969. The Marketing Mode. New York: McGraw-Hill Book
Company.
Levy, Steven. 1984. Hackers: Heroes of the Computer Revolution. New York: Anchor
Press/Doubleday.
MacFadyen, Lynn; Martine Stead & Gerard Hastings. 1999. A Synopsis of Social
Marketing. Terarsip pada http://www.ism.stir.ac.uk/pdf_docs/social_marketing.pdf
Diakses 1 Agustus 2009.
Matusow, Jason. 2005. Shared source: The Microsoft Perspective. Dalam
Perspectives on Free and Open Source Software, Feller, Joseph; Brian
Fitzgerald; Scott A. Hissam & Karim R. Lakhani. London: The MIT Press.
McGowan, David. 2005. Legal Aspects of Free and Open Source Software. Dalam
Perspectives on Free and Open Source Software, Feller, Joseph; Brian
Fitzgerald; Scott A. Hissam & Karim R. Lakhani. London: The MIT Press.
MDGR (Masyarakat Digital Gotong Royong). 2006. Pengantar Sistem Operasi
Komputer: Plus Ilustrasi Kernel Linux.
Mitnick, Kevin. 2000. The Art Of Deception : Controlling the Human Element of
Security. Condor
Muhadjir, Noeng. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Ke-3). Yogyakarta:
Rake Sarasin.
Mulyanto, Aunur. R. 2008. Rekayasa Perangkat Lunak. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Narbuko, Cholid & Abu Achadi. 1997. Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Nasution, Zulkarimein. 1988. Komunikasi Pembangunan: Pengenalan Teori dan
Penerapannya Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Nazir, Moh. 1998. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Negus, Christopher. 2008. Linux Bible 2008 Edition: Boot Up to Ubuntu, Fedora,
KNOPPIX, Debian, openSUSE, and 11 Other Distributions. Indiana: Wiley
Publishing, Inc.
148

Ngadiman, dkk. 2008. Marketing. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah


Kejuruan.
OMahony, Siobhan. 2005. Nonprofit Foundation and Their Role in Community-Firm
Software Collaboration. Dalam Perspectives on Free and Open Source
Software, Feller, Joseph; Brian Fitzgerald; Scott A. Hissam & Karim R.
Lakhani. London: The MIT Press.
Osterloh, Margit & Sandra Rota. 2002. Open Source Software Production: Climbing
on
the
Shoulders
of
Giants.
Terarsip
http://opensource.mit.edu/papers/osterlohrotakuster.pdf. Diakses 28 Juli 2009.
Papastamou, Andreas. 2006. Social Marketing and Music Schools. Terasip pada
http://mmc.edu.mk/IRAM/Conferences/XIConf/APapastamouXI.doc.pdf. Diakses 1
Agustus 2009.
Rogers, Everett M. 1983. Diffusion of Innovations Third Edition. New York: The Free
Press.
Safrudin, Akhmat. 2009. Seputar Pengembangan BlankOn. Bogor: Indonesia.
Konferensi BlankOn. Tanggal 21-22 Juni 2009.
Schiffman, Leon G & Leslie Laxor Kanuk. 2008. Consumer Behavioiur, 8th Edition.
New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Severin, Werner J. & James W. Tankard Jr. 2001. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode
dan Terapan di Dalam Media Massa, dialihbahasakan oleh Sugeng Harijanto.
Jakarta: Prenada Media.
Shimp, Terece A. 2010. Integrated Marketing Communication in Advertising and
Promotion. South-Western: Cengage Learning.
Stokes, Rob. 2009. eMarketing: The Essential Guide to Online Marketing Second
Edition. Compiled by Sarah Blake. Quirk eMarketing (Pty) Ltd.
Sulaksana, Uyung. 2003. Integrated Marketing Communications: Teks dan Kasus.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sunandar, Yudha P. & Diki Andreas. 2008. Kenapa Linux & Opensource ? (sebuah
pengenalan
singkat).
Terarsip
pada
http://www.slideshare.net/niwat0ri/pengenalan-foss-dan-linux Diakses 8 Agustus
2009.
Swastha, Basu. 1981. Azas Azas Marketing Edisi Kedua (revisi). Yogyakarta:
LIBERTY.
Syafii, M. 2005. Tips dan Trik Linux. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Thomas, Keir. 2009. Ubuntu Pocket Guide and Reference: A Concise Companion for
day-to-day Ubuntu Use. MacFreda Publishing.
Tjiptono, Fandy. 1997. Strategi Pemasaran : Edisi II. Yogyakarta: Andi Offset.
Tong, Tan Wooi. 2004. Free/Open Source Software Education. New Delhi: United
Nations Development Programme-Asia Pacific Development Information
Programme.
Utian Ayuba. 2009. Perspektif Pemasaran Alternatif untuk BlankOn. BogorIndonesia: Konferensi BlankOn. Tanggal 21 Juni 2009.
149

Weber, Steven. 2000. The Political Economy of Open Source Software. Terarsip pada
http://brie.berkeley.edu/econ/publications/wp/wp140.pdf. Diakses 1 Agustus 2009.
Weerawarana, Sanjiva & Jivaka Weeratunga. 2004. Open Source in Developing
Countries. Sida.
Widya, Putu Wiramaswara & I Wayan Alit Sudarsana. Buku Panduan BlankOn 5.
www.Blankonlinux.or.id

Williams, Sam. 2002. Free as in Freedom: Richard Stallman's Crusade for Free
Software. SiSU.
Yin, Robert K. 2002. Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: Grafindo.
Jurnal dan Penelitian
Andreasen, Alan R. 1994. Social Marketing: Its Definition and Domain. American
Marketing Association. Journal of Public Policy & Marketing, Vol. 13, No. 1
(Spring,
1994),
hal.
108-114.
Terarsip
pada
http://www.jstor.org/stable/pdfplus/30000176.pdf. Diakses 31 Juli 2009.
Bagozzi, Richard P. 1975. Marketing as Exchange. American Marketing Association.
The Journal of Marketing, Vol. 39, No. 4 (Oct. 1975), hal. 32-39. Terarsip
pada http://www.jstor.org/stable/pdfplus/1250593.pdf. Diakses 31 Juli 2009.
Dewi, Ambar Sari. 2006. Gerakan Sosial di Dunia Maya (Studi Tentang Gerakan
Open Source sebagai Gerakan Sosial Baru). Yogyakarta: Fisipol Universitas
Gadjah Mada. Terarsip pada http://ambar76.files.wordpress.com/2007/04/gerakansosial-di-dunia-maya-open-source.pdf. Diakses 9 September 2009. Thesis untuk
memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S2 program studi
ilmu-ilmu sosial jurusan sosiologi.
Escher, Tobias. 2004. Political Motives of Developers for Collaboration on
GNU/Linux.
University
of
Leicester.
Terarsip
pada
http://opensource.mit.edu/papers/escher.pdf. Diakses 28 Juli 2009. Disertasi untuk
meraih gelar MA (Globalization and Communications).
Greenberg, Robert L. 2003. Open Source Software Development. Department of
Economics
at
Brandeis
University.
Terarsip
pada
http://www.pascal.case.unibz.it/retrieve/2760/greenberg.pdf. Diakses 29 Juli 2009.
Master Thesis.
Kohli, Ajay K. & Bernard J. Jaworski. 1990. Market Orientation: The Construct,
Research Propositions, and Managerial Implications. American Marketing
Association. The Journal of Marketing, Vol. 54, No. 2 (Apr., 1990), hal. 1-18.
Terarsip pada http://www.jstor.org/stable/pdfplus/1251866.pdf. Diakses 17
Agustus 2009.
Kotler, Philip & Gerald Zaltman. 1971. Social Marketing: An Approach to Planned
Social Change . American Marketing Association. The Journal of Marketing,
Vol.
35,
No.
3
(Jul,
1971),
hal.
3-12.
Terarsip
pada
http://www.jstor.org/stable/pdfplus/1249783.pdf
dan
http://www.socialmarketingquarterly.com/archive/Vol%20III%283-4%29/III_34_c_Approach.pdf. Diakses 31 Juli 2009.
150

Kotler, Philip & Sidney J. Levy. 1969. Broadening the Concept of Marketing.
American Marketing Association. The Journal of Marketing, Vol. 33, No. 1
(Jan.,
1969),
hal.
10-15.
Terarsip
pada
http://www.jstor.org/stable/pdfplus/1248740.pdf. Diakses 4 Agustus 2009.
Lerner, Josh & Jean Tirole. 2002. The Simple Economics of Open Source. Blackwell
Publishing. The Journal of Industrial Economics, Vol. 50, No. 2 (Jun., 2002),
pp. 197-234. Terarsip pada http://www.jstor.org/stable/pdfplus/3569837.pdf dan
http://www.people.hbs.edu/jlerner/simple.pdf. Diakses 4 Agustus 2009.
Lloyd, Andreas. 2007. A System That Works For Me: an antropological analysis of
computer hackers shared use and development of the Ubuntu Linux system.
Department of Anthropology University of Copenhagen. Terarsip pada
http://opensource.mit.edu/papers/ubuntu.pdf. Diakses 30 Juli 2009. Master Thesis.
Neel, Erin B. 2004. Motivating Communities to Shop Locally: Implications of Ethical
Behavior Marketing for Independent Businesses. Massachusetts Institute of
Technology: Department of Urban Studies and Planning. Terarsip pada
http://dspace.mit.edu/bitstream/handle/1721.1/17699/56409506.pdf?sequence=1.
Diakses 23 Juli 2009. Thesis untuk meraih gelar Master in City Planning.
Nieuwenhof, Saskia van de. 2008. Licensing Freedom: An Ethical Analysis of Free
and Open Source Software Licenses. Ethics Institute Utrecht University.
Terarsip pada http://opensource.mit.edu/papers/Thesis_SaskiavandeNieuwenhof.pdf.
Diakses 28 Juli 2009. Thesis untuk meraih gelar Master in Applied Ethics.
Sorell, Miriam Lydia. 2005. Transportation Choices: Can Social Marketing Make a
Difference?. Massachusetts Institute of Technology: Department of Urban
Studies
and
Planning.
Terarsip
pada
http://dspace.mit.edu/bitstream/handle/1721.1/33037/62119577.pdf?sequence=1.
Diakses 31 Juli 2009. Thesis untuk meraih gelar Master in City Planning.
Stanley F. Slater & John C. Narver. 1990. The Effect of a Market Orientation on
Business Profitability. American Marketing Association. The Journal of
Marketing, Vol. 54, No. 4 (Oct., 1990), hal. 20-35. Terarsip pada
http://www.jstor.org/stable/pdfplus/1251757.pdf. Diakses 17 Agustus 2009.
---------. 1995. Market Orientation and the Learning Organization. American
Marketing Association. The Journal of Marketing, Vol. 59, No. 3 (Jul., 1995),
hal. 63-74. Terarsip pada http://www.jstor.org/stable/pdfplus/1252120.pdf. Diakses
17 Agustus 2009.
Stidsen, Ben & Thomas F. Schutte. 1972. Marketing as a Communication System: The
Marketing Concept Revisited. American Marketing Association. The Journal
of Marketing, Vol. 36, No. 4 (Oct., 1972), hal. 22-27. Terarsip pada
http://www.jstor.org/stable/pdfplus/1250422.pdf. Diakses 24 Juli 2009.
Artikel Internet
ComputersIT. 2008. MoU Pemerintah RI-Microsoft Tidak Berlanjut. Terarsip pada
http://computers-it.blogspot.com/2008/06/mou-pemerintah-ri-microsoft-tidak.html.
Diakses 28 September 2009.

151

Franks AL, Brownson RC, Bryant C, Brown KM, Hooker SP, Pluto DM, et al. 2005.
Prevention Research Centers: Contributions to Updating the Public Health
Workforce
Through
Training.
Terarsip
pada
http://www.cdc.gov/pcd/issues/2005/apr/04_0139.htm. Diakses 10 Juni 2009.
Free

Software

Foundations.

1996.

What

is

Copyleft?.

Terarsip

pada

http://www.gnu.org/philosophy/copyleft.html Diiakses 5 September 2009.

Galli, P. 2003. SCO Group Slaps IBM With $1B Suit Over Unix. Terarsip pada
http://www.eweek.com/article2/0,3959,922913,00.asp. Diakses 4 Agustus 2009.
Gates,

Bill.

1976.

An

Open

Letter

to

Hobbyists. Terarsip pada


http://blinkenlights.com/classiccmp/gateswhine.html. Diakses 17 September 2009.

Green, Eric Lee. 2002. Economics of Open Source Software. Terarsip pada
http://badtux.org/home/eric/editorial/economics.php. Diakses 4 Agustus 2009.
Hamerly, Jim. Tom Paquin & Susan Walton. 2000. Freeing the Source: The Story of
Mozilla. Dalam Open Sources: Voices from the Open Source Revolution;.
Edisi
online
terarsip
pada
http://Oreilly.com/catalog/opensources/book/netrev.html. Diakses 31 Juli 2009.
Klang, Mathias. 2005. Free Software and Open Source: the freedom debate and its
consequences.
Terarsip
pada
http://www.firstmonday.org/issues/issue10_3/klang/index.html.
Diakses
22
September 2009.
Maryanto, Rusmanto. 2006. Bukan hanya Software yang Open. Terarsip
http://ruslinux.blogspot.com/2006/07/bukan-hanya-software-yang-open.html.
Diakses 11 September 2009.
---------------.

2008.

Buat

apa

modifikasi

source

code?.

Terarsip pada
http://ruslinux.blogspot.com/2008/03/buat-apa-modifikasi-source-code.html. Diakses
12 September 2009.

-------------. 2009a. Pengguna Linux tidak harus Belajar Linux. Terarsip pada
http://ruslinux.blogspot.com/2009/07/pengguna-linux-tidak-harus-belajar.html.
Diakses 13 September 2009.
-------------. 2009b. Buat apa Indonesia merdeka? Buat apa Linux open source?.
Terarsip
http://ruslinux.blogspot.com/2009/08/buat-apa-indonesia-merdeka-buatapa.html. Diakses 11 September 2009.
Mathari,

Rusdi.

2008.

IGOS,

Gates

dan

Surat

itu.

Terarsip

http://opensource.telkomspeedy.com/wiki/index.php/IGOS%2C_Gates_dan_Surat_itu

Diakses 1 September 2009.


Microsoft.

2009.

Overview:

Microsoft

Shared

source

Initiative. Terarsip
Diakses
22

http://www.microsoft.com/resources/sharedsource/default.mspx.

September 2009.
Open Source Initiative. 2007. The Open Source Definition. Terarsip pada
http://opensource.org/docs/osd. Diakses 31 Juli 2009.
OReilly, Tim. 2000. The Tanenbaum-Torvalds Debate. Dalam Open Sources: Voices
from
the
Open
Source
Revolution;.
Edisi
online
terarsip
http://Oreilly.com/catalog/opensources/book/appa.html. Diakses 31 Juli 2009.
152

Perens, Bruce. 2000. The Open Source Definition. Dalam Open Sources: Voices from
the
Open
Source
Revolution;.
Edisi
online
terarsip
pada
http://oreilly.com/catalog/opensources/book/perens.html. Diakses 31 Juli 2009.
---------. 2005. The Emerging Economic Paradigm of Open Source. Terarsip pada
http://perens.com/Articles/Economic.html. Diakses 29 Juli 2009.
Rash, Crish. 2000. A Brief History of Free/Open Source Software Movement. Terarsip
pada http://www.glennmcc.org/foss/brief-open-source-history.html. Diakses 10
Agustus 2009.
Raymond, Eric Steven. 2000a. A Brief History of Hackerdom. Terarsip pada
www.catb.org/~esr/writings/cathedral-bazaar/hacker-history/. Diakses 6 September
2009.
---------.

2000b.

The

Cathedral

and

the

Bazaar.
http://catb.org/~esr/writings/cathedral-bazaar/cathedral-bazaar/.
September 2009

Terarsip
pada
Diakses
6

Rheingold, Howard. 1993a. The Virtual Community: Introduction. Terarsip pada


http://www.rheingold.com/vc/book/intro.html Diakses 17 Januari 2010.
---------. 1993b. The Virtual Community: Daily Life in Cyberspace. Terarsip pada
http://www.rheingold.com/vc/book/2.html Diakses 17 Januari 2010.
Stallman,

Richard

M.

1994.

What

is

Free

Software?

Terarsip

pada

http://www.gnu.org/philosophy/free-sw.html. Diakses 4 Agustus 2009.

---------. 2007. Why Open Source misses the point of Free Software. Terarsip pada
http://www.gnu.org/philosophy/open-source-misses-the-point.html.
Diakses
5
Agustus 2009.
---------.

2008.

Freedom

or

Copyright?.

Terarsip

pada

http://www.gnu.org/philosophy/freedom-or-copyright.htm Diakses 5 September

2009.
---------. 2009. How the Swedish Pirate Party Platform Backfires on Free Software.
Terarsip pada http://www.gnu.org/philosophy/pirate-party.html. Diakses 5
September 2009.
Tekno.Kompas.Com. 2009. Untuk Pertama Kalinya, Microsoft Akui Linux Sebagai
Pesaing.Terarsip
pada
http://tekno.kompas.com/read/xml/2009/08/05/10513588/Untuk.Pertama.Kalinya..Mi
crosoft.Akui.Linux.Sebagai.Pesaing. Diakses 5 Agustus 2009.

The Linux Documentation Projects.-. What is a GNU/Linux user group?. Terarsip


pada http://tldp.org/HOWTO/User-Group-HOWTO.html Diakses 21 Desember
2009.
Valloppillil, Vinod. 1998. Open Source Software: A (New?) Development
Methodology. Terarsip pada http://catb.org/%7Eesr/halloween/halloween1.html.
Diakses 22 Juli 2009.
Weinreich, Nedra Kline. 2006. What is Social Marketing?. Terasip pada
http://www.social-marketing.com/Whatis.html. Diakses 11 Juli 2009.

153

Dan Lainnya
InfoLinux. 2003. GNU/LINUX Bukan LINUX!. Edisi Januari 2003. Majalah.
InfoLinux. 2009a. Bingung Memilih Distro?. Edisi Maret 2009. Majalah
InfoLinux. 2009b. Dephan AS Beralih ke Free Open Source Software. Edisi Maret
2009. Majalah
Moore. J.T.S. 2001. Revolution OS (Operating System). Wonderview Production.
Film Dokumenter.
Wawancara
Rusmanto Maryanto. Wawancara via email tanggal 17 Juli 2009. (ketua Pengurus
Yayasan Penggerak Linux Indonesia)
Rusmanto Maryanto. Wawancara via email tanggal 23 Oktober 2009.
Rusmanto Maryanto. Wawancara via email tanggal 10 November 2009.
Rusmanto Maryanto. Wawancara via email tanggal 12 November 2009.
Rusmanto Maryanto. Wawancara via email tanggal 13 November 2009.
Rusmanto Maryanto. Wawancara via email tanggal 12 Desember 2009.
Rusmanto Maryanto. Wawancara via email tanggal 7 Januari 2010.
Rusmanto Maryanto. Wawancara via email tanggal 12 Januari 2010.
Utian Ayuba. Wawancara via email tanggal 21 Agustus 2009. (Koordinator Tim
Pengembang BlankOn bidang pemasaran)
Utian Ayuba. Wawancara via email tanggal 11 Desember 2009.
Utian Ayuba. Wawancara via email tanggal 23 Februari 2010.

154

INTERVIEW GUIDE
A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ORGANISASI
4. Bagaimana sejarah berdirinya Yayasan Penggerak Linux Indonesia (YPLI)?
5. Siapa sajakah yang terlibat?
6. Dimana lokasi berdiri YPLI kala itu?
7. Apakah yang menjadi alasan, tujuan dan komitmen didirikannya YPLI?
8. Bagaimana usaha-usaha yang dilakukan YPLI dalam mewujudkan tujuannya?
9. Apa visi dan misi YPLI ?
10. Perkembangan seperti apakah yang telah terjadi pada YPLI?
B. OPERASIONALISASI ORGANISASI
1. Berapa jumlah seluruh pegawai/staff di YPLI?
2. Bagaimana struktur keorganisasian di YPLI?
3. Apakah ada job discribsion terperinci untuk setiap divisi?
4. Bagaimana prosedur rekruitmen pegawai/staff di YPLI?
5. Dalam pengangkatan pegawi baru apakah ada kontrak tertulis?
6. Kriteria apa sajakah yang diperlukan untuk menjadi staff dalam YPLI?
7. Divisi/Bagian apa yang menangani pengembangan/pemasaran BlankOn?
C. BLANKON LINUX
1. Bagimana awal sejarah dikembangkannya BlankOn Linux?
2. Siapa sajakah yang terlibat?
3. Bagaimana perkembangan BlankOn Linux selanjutnya?
4. Siapakah yang menangani keseluruhan/bertanggung jawab
pengembangan BlankOn?
5. Fitur apa/seperti apa yang menjadi andalan BlankOn Linux?
6. Apa yang menjadi kekuatan/daya tarik BlankOn Linux?
7. Bagaimana YPLI mempertahankan daya tarik tersebut?
8. Apa yang menjadi kelemahan BlankOn Linux dibanding pesaing?

terhadap

D. PEMASARAN/MARKETING BLANKON LINUX


1. Apa yang menjadi tujuan pemasaran BlankOn Linux?
2. Apakah ada masalah yang muncul dalam pencapaian tujuan pemasaran yang
sudah ditetapkan?
3. Bagaimana saha yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut?
4. Kesulitan apa yang dialami pihak marketing dalam menjangkau
pasarnya/promosi?
5. Siapa sajakah yang terlibat dalam pemasaran BlankOn?
6. Bagaimana relasi pihak-pihak tersebut?
7. Siapa yang bertanggung jawab atas usaha pemasaran BlankOn?
8. Bagaimana langkah yang dilakukan oleh YPLI/Tim pengembang untuk
menghadapi persaingan sistem operasi?
9. Apakah distro Linux lain merupakan saingan dalam pemasaran BlankOn?
10. Bagaimana pemasaran yang dilakukan oleh YPLI/Tim Pengembang BlankOn?

155

E. MELAKUKAN ANALISA SITUASI


1. Isu sosial apa yang menjadi dasar dari pemasaran sosial BlankOn?
2. Mengapa isu sosial tersebut menjadi penting?
3. Mengapa memilih isu tersebut sebagai dasar pemasaran sosial BlankOn?
4. Apakah fokus dari pemasaran sosial BlankOn?
5. Apakah tujuan dari pemasaran sosial, keuntungan yang ditimbulkan?
6. Siapa yang bertanggung jawab pemasaran sosial BlankOn?
7. Bagaimana sumber daya, keahlian, dukungan manajemen dalam pemasaran
sosial?
8. Bagaimana ketertarikan dan pengaruh orang dalam organisasi untuk
pemasaran sosial?
9. Kekuatan internal apakah yang akan memaksimalkan pemasaran sosial?
10. Bagaimana peranan teknologi, kebudayaan, ekonomi dan politik dalam
memaksimalkan pemasaran sosial BlankOn?
11. Kekuatan eksternal apakah yang menguntungkan pemasaran sosial BlankOn?
12. Dari upaya sebelumnya, hal apakah yang perlu diperhatikan dari kondisi
masyarakat?
13. Bagaimana posisi BlankOn Linux pada kelompok sasaran sebelum pemasaran?
F. MENGEMBANGKAN KOMUNIKASI PEMASARAN SOSIAL
F.1. Memilih target, sasaran dan tujuan
- Kelompok sasaran 1. Siapa yang menjadi kelompok sasaran dalam pemasaran sosial BlankOn?
2. Seberapa besar ukuran kelompok sasaran tersebut?
3. Permasalahan dan kejadian penting apa yang terjadi pada kelompok sasaran?
4. Bagaimana kelompok sasaran berdasarkan geografis, psikografis, demografis?
5. Apa saja kebiasaan kelompok sasaran yang ingin diubah?
6. Siapakah target primer dan sekunder dari pemasaran sosial blankOn?
- Sasaran 1. Perilaku apakah yang ingin dilakukan kelompok sasaran?
2. Idelogi apakah yang ingin dipegang oleh kelompok sasaran?
3. Hal apa yang harus diketahui kelompok sasaran dalam menjalankan perilaku?
4. Hal apakah yang dipercaya kelompok sasaran dalam menjalankan perilaku?
- Tujuan 1. Bagaimana melakukan pengukuran perubahan perilaku? (perilaku yang
mengalami peningkatan/penurunan)
2. Khusus pada produk BlankOn, posisi apakah yang menjadi tujuan dari
pemasaran sosial BlankOn? (awarness, penerimaan dan partisipasi)
F.2. Menganalisa target dan kompetitor
- Perilaku yang diharapkan 1. Apakah perilaku yang dipandang keliru dari kelompok sasaran?
2. Hal apakah yang mereka ketahui dan percayai sebelumnya?
3. Keuntungan apa yang akan diperoleh kelompok sasaran jika menjalankan
perilaku baru?
4. Kerugian seperti apa yang akan diperoleh kelompok sasaran?
5. Kesulitan seperti apa yang dirasakan oleh kelompok sasaran?

156

1.
2.
3.
4.

- Kompetitor Perilaku apakah yang menjadi saingan dengan perilaku baru?


Organisasi dan produk apakah yang menjadi saingan bagi perilaku baru?
Keuntungan apa yang dirasakan kelompok sasaran dengan perilaku saingan?
Kerugian apakah yang dirasakan kelompok sasaran dengan perilaku saingan?

F.3. Positioning BlankOn Linux


1. Bagaimana positioning BlankOn Linux dibenak kelompok sasaran?
2. Mengapa menggunakan positioning tersebut?
F.3. Bentuk Komunikasi Pemasaran Sosial
1. Bagaimana bentuk periklanan BlankOn?
2. Media apakah yang digunakan dalam periklanan BlankOn?
3. Mengapa menggunakan media-media tersebut?
4. Bagaimana kegiatan humas pemasaran sosial dilakukan?
5. Bagaimana publisitas pemasaran sosial BlankOn dilakukan?
6. Mengapa memilih publisitas pada media-media tersebut?
7. Bagaimana program penjualan personal pemasaran sosial BlankOn?
8. Bagaimana program promosi penjualan dalam pemasaran sosial BlankOn?
F.4 Media Komunikasi Pemasaran Sosial
1. Bagaimana peranan komunitas BlankOn dalam komunikasi pemasaran sosial?
2. Mengapa menggunakan komunitas BlankOn sebagai media komunikasi?

G. MARKET CENTRIC ORGANIZATION


1. Bagaimana konsep market centric dalam pemasaran BlankOn?
2. Bagaimana pengkoordinasian tim pengembang dalam mengembangkan
BlankOn Linux?
3. Apa yang menjadi pertimbangan dalam memaketkan program/aplikasi dalam
BlankOn Linux?
4. Apakah pertimbangan tersebut termasuk dalam pengguna?
5. Bagaimana YPLI/Tim Pengembang dapat mengetahui keinginan dan
kebutuhan pengguna BlankOn Linux?
6. Bagaimana YPLI/Tim Pengembang memenuhi keinginan dan kebutuhan
pengguna BlankOn Linux?
7. Fasilitas apa sajakah yang disediakan Tim Pengembang untuk memberi
kemudahan bagi pengguna BlankOn Linux?
8. Jenis fitur seperti apakah yang menjadi fokus pengembangan BlankOn Linux?
(Multimedia, game, pemrograman, office atau lainnya) Mengapa?
9. Bagaimana YPLI /Tim Pengembang mengetahui kemampuan kompetitor?
10. Bagaimana YPLI/ Tim Pengembang mengembangkan BlangkOn untuk dapat
bersaing dengan kompetitornya?
11. Bagaimana orientasi jangka panjang YPLI terhadap BlankOn Linux dan
penggunanya?

157

TAMPILAN DESKTOP BLANKON LINUX

BlankOn Linux 1.0 (Bianglala)

BlankOn Linux 2.0 (Konde)

BlankOn Linux 3.0 (Lontara)

BlankOn Linux 4.0 (Meuligoe)

BlankOn Linux 5.0 (Nanggar)

BlankOn Linux 5.0 minimalis

158

TINGKAT PEMBAJAKAN SOFTWARE DUNIA

Sumber: Bussines Software Alliance, 2009: 6-12


159

DAFTAR DISTRIBUTOR LOKAL BLANKON LINUX


Aceh

Area : Banda Aceh dan sekitarnya


Nama Distributor : warnet opotumon
Kontak Personal : Ahmad Haris
Alamat : Jl. Tgk. Chik Dipineung Raya No. 69
Web/Email : http://toko.opotumon.com - ah@opotumon.com
Nomor Telepon : 0651 - 7555548
Sistem Distribusi : Ambil sendiri dan Via Pos serta melayani salin ISO BlankOn
Biaya : 0 sampai 5.000 (sekolah dan lembaga sosial 0 rupiah)
Kebijakan Gratis : Bisa dirundingkan

Jakarta

Area : perbatasan jakarta selatan dan jakarta timur


Nama Distributor : kardus kosong
Kontak Personal : kruik
Alamat : jl. SMEA 6 No 52 RT 05/09 Cawang Kramatjati Jakarta Timur
Web/Email :www.rindurosul.com / kruik@rindurosul.com
Nomor Telepon :081398897787
Sistem Distribusi : Ambil sendiri dan Via Pos serta melayani salin ISO BlankOn
Biaya : 0 s/d 5000 Rupiah (Sekolah dan Lembaga Sosial 0 Rupiah)
Kebijakan Gratis : Sekolah / Madrasah dan event tertentu Gratis

Area : Jakarta, Depok, Seluruh Indonesia


Nama Distributor : Juragan Kambing
Kontak Personal : Gladhi Guarddin
Alamat : Lt 1, Gedung Direktorat Kemitraan dan Inkubator Bisnis, Universitas Indonesia,
Depok
Email : juragan@kambing.ui.edu, poss@ui.ac.id
Web Order : http://juragan.kambing.ui.edu/
Nomor Telepon : Sistem Distribusi : Datang langsung ke "kandang kambing" dan Via POS
Biaya : 5000
Kebijakan Gratis : Sponsorship

Jawa Tengah

Area : Semarang dan sekitarnya


Nama Distributor : ExsaNet? - SmartIKON
Kontak Personal : Ainul Hakim / Hasan Hidayat
Alamat : Jl.Jati Raya CK3 Ruko Banyumanik Semarang
Web : http://toko.smartikon.com
Nomor Telepon : 024 7475641
Sistem Distribusi : Ambil sendiri dan Via Pos serta melayani salin ISO BlankOn
Biaya : 0 sampai 5000 (sekolah dan lembaga sosial 0 rupiah)
Kebijakan Gratis : Sekolah / Madrasah dan event tertentu Gratis

Lebih lengkap bisa mengakses http://dev.blankonlinux.or.id/wiki/Pemasaran/Distribusi

160

DAFTAR PENGGUNA BLANKON LINUX


Organisasi/Lembaga/Instansi/Perusahaan
1. Opotumon , Warnet, Aceh
2. Yayasan Air Putih , Sekretariat Banda Aceh
3. SOS Desa Taruna, Bengkel IT pada Lembaga sosial SOS Desa Taruna, Semarang
4. BinaNet? , Warnet, Purbalingga, Wonosobo, (menyusul 6 cabang lainnya)
5. ExsaNet? , Warnet, Semarang (sebagian proses migrasi ubuntu ke blankon)
6. Subdin Usaha Diskop dan PKM Kabupaten Dompu, Sub-Dinas Koperasi dan PKM
Kabupaten Dompu
7. Kantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kab. Bima, Instansi Pemerintah,
Kab.Bima NTB
8. SMKN 1 BIMA, Lembaga Pendidikan, Sape-Lambu Kab.Bima NTB, 30 Unit komputer
menggunakan Blankon
9. Lab 4 AMIK AL-Ma'soem Bandung, Lembaga Pendidikan, Dalam proses
pengembangan LTSP menggunakan BlankOn 4 Meuligoe
10. Trend Rental Online, Warnet, Tirtoagung 13 Tembalang Semarang
11. Pemkab Sinjai, Media Center dan Warnet Gratis
12. CV Binary System, Lembaga Pendidikan Komputer dan Konsultan Networking,
Konsultan IT, Mataram, NTB
13. SMAN 1 Kedamean Gresik , Laboratorium Komputer
14. Qismu Tarbiyah wa Ta'lim PP Nurul Huda, Pondok Pesantren, Malang, Jawa Timur
FPMIPA UPI, Bandung
15. Pemkab Bulukumba, PC dan Laptop di setiap SKPD, di Kab.Bulukumba Sulsel
16. Yayasan Air Putih , Camp Jakarta

Perorangan
1. Utian Ayuba, Instruktur Jaringan Komputer, Inixindo
2. Fitrani, Mahasiswa Teknik Elektro, UGM
3. Dedy Hariyadi, Staff Magister Teknologi Informasi UGM
4. Deny Septiana Anggreani, Lulusan Teknik Kimia UPN "V" Yogyakarta
5. Arif Syamsudin, Pustakawan
6. Ahmad Haris, Lulusan SMA 1 Gresik, Yayasan Air Putih Banda Aceh
7. Sakra Aprila, Mahasiswa Teknik Komputer, UNIKOM Bandung
8. Ainul Hakim, Pengelola Warnet, PC Rumah dan Laptop kerja
161

9. Kurniawan Haikal, Mahasiswa Teknik Informatika ITS


10. Seno Indarto, Praktisi IT
11. Farhan Perdana, Abdi Negara, Gembel, Tukang Ojek & Supir Angkot
12. Muhammad Olan Wardiansyah, Guru SMKN 1 Bima
13. &War aka Anwar Purnomo, Praktisi IT (System Administrator)
14. Muhammad Bayu, Developer F/OSS, Bandung
15. Akhmat Safrudin, Wirausahawan, Bandung
16. Adrianus Yoza aka Azoy, Siswa SMA, nyambi di divisi TI SMAK KoSaYu. Malang
17. Andhika Padmawan, Mahasiswa Fakultas Hukum, UI
18. Muhammad Takdir, Pengelola Media Center Pemkab Sinjai
19. Mohammad Dhani Anwari Mohammad-Taib, Instalasi di 3 laptop, 1 komputer meja
20. Iqbal Syamsi, Operator Warnet, Jakarta Timur
21. Wahyu Prasetya, Departemen Keuangan, 5 Laptop, 1 Desktop , Jakarta Timur
22. Arif Rohman Hakim, Mahasiswa Teknik Elektro, UMS Solo
23. Ramadoni, Mahasiswa Sistem Informasi, Univ. Budi Luhur Jakarta
24. Saatul Ihsan, Mahasiswa Managemen Informatika
25. Afdoal Wahyurrahman, Instruktur Pemrograman dan Jarkom, Bima, Mataram,
Yogyakarta
26. Mahyuddin Susanto / udienz, Mahasiswa, Jurusan Teknik Elektro Universitas Jember
27. Rahman Yusri Aftian, Instalasi Dirumah, Warnet dan Sekolah,
28. Muhammad Rizky L, Pelajar
29. ChullunS aka Ahmad Murtaqi, Santri Mergosono, Malang
30. Rotua Halomoan Damanik a.k.a rotyyu, Mahasiswa Teknik Informatika, Universitas
Trunojoyo
31. Rowi Fajar Muhammad. Pelajar
32. Ramiaji Lamsari, Guru SMA, BIMA, NTB
33. Arman Satari, Praktisi IT, Makassar, Sulawesi Selatan
34. K. Mukhlis, PNS / Perawat Di RSUD Ratu Zalecha, Martapura, Kalimantan Selatan
35. Ali Kusnadi, Kuli Inskcape dan gimp, satpam rumah, Indramayu, Jawa Barat
36. Noor Azam, Praktisi IT, Pegawai ISP, Koordinator 2 APJII JATIM, Dosen PTS, Anggota
KLAS, Surabaya, Jawa Timur
37. Galuh Shitoresmi / Lonely_Luna, mahasiswi Fakultas kedokteran Gigi Universitas
Jember
38. Imron Fauzi / roim, penjaga kantor, Yayasan Air Putih
39. Setiajie Cahyadi, Wirausahawan, http://www.friendster.com/gyrogearloose

162

HARGA GNU/LINUX KOMERSIL


Daftar Harga Red Hat (Enterprise) Linux (sumber: DistroWatch.com)
Versi

CD's

Free
Download

Installation

Desktop

Management
Package

Release

Price ($)

RHEL-5.4

ISO (30-day Grafik


eval)

Gnome

RPM

30/09/02 80-2.500

RHEL-4.8

SRPMs

Grafik

Gnome

RPM

31/03/03 180-2.500

RHEL-3.9

SRPMs

Grafik

Gnome

RPM

26/03/02 180-2.500

RHEL-2.1

SRPMs

Grafik

Gnome

RPM

30/05/07 1500

9 (shrike)

ISO

Grafik

Gnome

RPM

19/05/09 40

8.0 (psyche)

ISO

Grafik

Gnome

RPM

02/09/09 40

Daftar Harga OpenSUSE & SUSE Linux Enterprise (sumber: DistroWatch.com)


Versi

CD's

Free Download

Installation

Desktop

Release

Price
($)

ISO (30-day
eval)

Grafik

Gnome, KDE

08/11/04

50

SUSE Linux
Enterprise 9

OpenSUSE 11.2

1 DVD ISOs

Grafik

KDE

2009/11/12

60

OpenSUSE 11.1

1 DVD ISO

Grafik

Gnome, KDE

2008/12/18

60

OpenSUSE 11.0

1 DVD ISO

Grafik

Gnome, KDE

2008/06/19

60

OpenSUSE 10.3

1 DVD ISO

Grafik

Gnome, KDE

2007/10/04

60

OpenSUSE 10.2

Grafik

Gnome, KDE

2006/12/07

60

Paket

ISO

Daftar Harga 3D OS (sumber: PCLinux3D.com)


Fasilitas
Ongkos Kirim
(Pulau Jawa)

Harga

3D OS

* 1 BUKU 3D OS
* 1 CD 3D OS
* 1 DVD 3D OS
* Training Linux Gratis (Jakarta)
* Support 90 Hari (lewat e-mail)

Rp10.000,00

Rp150.000,00

3D Repo

* 1 BUKU 3D OS
* 1 CD 3D OS
* 1 DVD 3D OS
* 4 DVD Repository (08/2009)
* Training Linux Gratis (Jakarta)
* Support 90 Hari (lewat e-mail)

Rp10.000,00

Rp250.000,00

Linux Games

* 4 DVD Linux Games

Rp10.000,00

Rp100.000,00

Warnet Distro * 1 CD Warnet Linux


Rp25.000,00
Linux
* 1 DVD Warnet Linux
* 1 DVD Game Centre Linux
* 4 DVD Game Collection
* 4 DVD Repository (Program Collections)
* BUKU 3D OS
* Panduan Membangun Warnet Linux
* Spanduk Full Color
* Email Support

Rp. 500.000
(7 Client)
Rp. 750.000
(15 Client)
Rp. 1.000.000
(23 Client)
Rp. 1.500.000
(Unlimited)

163

DAFTAR ISTILAH (GLOSSARY)


Algoritma: Suatu prosedur yang jelas untuk menyelesaikan suatu persoalan dengan
menggunakan langkah-langkah tertentu dan terbatas jumlahnya.
Assembly: Bahasa tingkat rendah komputer yang menyerupai bahasa mesin.
Binary (biner): Sistem penomoran yang digunakan komputer, hanya terdiri dari dua digit,
yaitu 1 dan 0. Hal ini disebabkan sirkuit elektronik yang digunakan komputer hanya memiliki
dua status on dan off.
Booting: Kondisi saat komputer dihidupkan.
Bugs: Kelemahan pada program yang menyebabkan program berjalan kurang baik.
Codec: Library (pustaka) program yang memungkinkan untuk membaca berbagai format
multimedia.
Compiler: Program yang dipakai untuk menterjemahkan source code menjadi bahasa mesin
dan membuatnya dapat dieksekusi (dijalankan).
Copyleft: Metode yang digunakan Stallman untuk memastikan software tetap dapat diakses
source code-nya, dapat melakukan distribusi ulang, modifikasi dan hasilnya masih berupa
Free Software.
Copyright: Hukum Hak Cipta yang befungsi untuk memprivatisasi software.
Debbuger: Program yang berfungsi melakukan pencarian dan pembetulan kesalahan
penulisan program, sehingga program tersebut dapat kembali dijalankan seperti yang
diharapkan.
Desktop: Salah satu model kemasan komputer yang sengaja dirancang untuk ditempatkan di
atas meja kerja.
Distro: Singkatan dari distribution yaitu kumpulan dari perangkat sistem operasi Linux dan
beberapa software Open Source (dan close source) yang dipaket dan disebarkan bersamasama.
Driver: Software yang menjadikan sistem operasi bisa berkomunikasi dengan periferal atau
alat lain.
Dual Booting: PC yang punya 2 sistem operasi, sehingga penggunanya setiap kali bisa
memilih ketika akan bekerja.
Freeware: Software yang paketnya dapat didistribusikan ulang tetapi tidak mengijinkan
modifikasi maupun tidak menyediakan source code.
FTP (File Transfer Protocol): ialah Program yang memungkinkan untuk memindahkan data
di antara dua komputer yang berjauhan letaknya.
Glibc: Paket yang menyimpan library (pustaka) agar bisa digunakan oleh berbagai program
dalam sistem.
GNU: Baca Guh-New, merupakan akronim dari GNUs Not Unix. Program komputer yang
dikembangkan Richard M. Stallman sebagai realisasi gerakan Free Software.

164

GNU/Linux: Baca GuhNew Slash Linux, Istilah yang dipakai Stallman karena sistem operasi
Linux merupakan gabungan GNU software dan kenel Linux.
GPL (GNU General Public License): Lisensi yang ditetapkan oleh Free Software Foundation
untuk mengakomodir 4 kebebasan software.
Hacker: Orang yang dianggap piawai dalam bidang pemrograman komputer. Dalam media
massa istilah ini seringkali disamaartikan dengan cracker, vandals, carder atau orang dengan
aktifitas negatif lainnya.
Interface: Tampilan sebuah program.
Kernel: Program inti dari sistem pengoperasian yang mengatur penggunaan ingatan/memori,
peranti masukan dan keluaran, proses-proses, penggunaan file pada sistem file dan lain-lain.
LGPL (Lesser GNU General Public License): Varian lisensi GPL yang digunakan pada
library (pustaka) software.
Linux: Sistem operasi yang dikembangkan secara bersama oleh komunitas diseluruh dunia.
LiveCD: Fasilitas dimana pengguna dapat mencoba GNU/Linux tanpa perlu instalasi hanya
dengan memasukan CD GNU/Linux yang memiliki fasilitas LiveCD.
Microkernel: Sistem operasi dimana manajemen memory dan file berjalan sebagai proses
yang terpisah diluar kernel.
Monolitic: Seluruh sistem hanya berupa single file yang berjalan dalam supervisor mode.
Minix: Minix adalah sistem operasi mirip UNIX (UNIX-like) yang bekerja pada PC.
Mirror Site: Merupakan duplikat dari suatu situs yang ditempatkan pada server aslinya.
Fungsi mirror site ini adalah untuk mengurangi kemacetan lalu lintas data pada suatu situs.
Multiplatform: Software yang ditulis untuk berjalan pada beberapa sistem operasi.
Multiprocessing: Kemampuan untuk membagi tugas di antara banyak CPU.
Multitasking: Kemampuan untuk membagi sumber daya CPU untuk banyak aplikasi.
Patch: Perbaikan pada satu atau lebih pernyataan pemrograman untuk memperbaiki kesalahan
(bugs) atau meningkatkan kemampuan program.
Perangkat Lunak Bebas dan Terbuka (Free and Open Source Software): Konsep software
berdasar gerakan sosial yang dimotori oleh Stallman (4 Freedoms) dan Raymond (10 Open
Source Definitions).
Proprietary Software: Konsep perangkat lunak berpemilik dimana pengguna diharuskan
menyetujui lisensi untuk tidak menyebarkan software dan membatasi pemakaian dengan tidak
menyediakan kode sumbernya.
RAM (Random Access Memory): Memory komputer yang dapat ditulis, dihapus dan dibaca
berulang namun hilang saat komputer mati.
Repository (Server/DVD): Server/DVD yang berisi kumpulan program tambahan yang
digunakan untuk menginstal program-program yang belum ada di versi CD/DVD instalasi
GNU/Linux.

165

Reverse Engineering: Rekayasa pembalikan, membalik proses produksi dari produk ke ide
dasar.
Root: Level user yang memiliki kewenangan untuk melakukan akses/modifikasi keseluruhan.
Server: Komputer di Internet atau di jaringan lainnya yang menyimpan file dan membuat file
tersebut tersedia untuk diambil jika dibutuhkan.
Shareware: Software yang hadir dengan ijin untuk mendistribusikan salinannya tetapi jika
ingin menggunakannya lebih lanjut harus membayar biaya lisensi.
Shell: Program yang mem-provide interface antara user dan sistem operasi.
Sistem Operasi: Program yang mengelola seluruh sumberdaya pada sistem komputer

dan menyediakan sekumpulan layanan (sistem calls) ke pemakai sehingga


memudahkan penggunaan serta pemanfaatan sumberdaya sistem komputer tersebut.
Software: Software (perangkat lunak) adalah seluruh perintah yang digunakan untuk
memproses informasi. Software dapat termasuk program atau prosedur.
Situs: Sebuah komputer yang terhubung oleh Internet, dan menyajikan informasi atau
layanan, seperti newsgroups, e-mail, atau halaman web.
Source Code: Text yang ditulis oleh programmer dengan menggunakan istilah khusus/bahasa
komputer untuk mendeskripsikan perintah/tindakan yang harus dilakukan oleh sebuah
program. Teks ini kemudian diterjemahkan oleh compiler kedalam perintah yang dimengerti
oleh komputer. Seperti pada contoh berikut:

Flowchart (Algoritma)

Source code (bahasa C++)

Hexadecimal

UNIX: UNIX merupakan sistem operasi ciptaan Ken Thompson dan Dennis Ritchie yang
didistribusikan pada tahun 1969 oleh Bell Labs (AT&T).
Upload: Proses mentransfer informasi dari sebuah komputer ke komputer lain/server melalui
Internet.
Window Manager: Graphical User Interface (GUI) yang berjalan diatas sistem operasi agar
user dapat berinteraksi dengan icon, taskbar dan objek desktop lainnya.
Workstation: Workstation dipakai untuk menyebut komputer yang terhubung ke suatu
jaringan.

166

Anda mungkin juga menyukai