Anda di halaman 1dari 14

Electronic Money Sebagai Alat Transaksi Dalam

Pandangan Islam

Zahra Aulia Mufidah


Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Darul Qur’an, Bogor
Email : zahraaulia.m07@gmail.com
Rachmad Risqy Kurniawan
Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Darul Qur’an, Bogor
Email : rah.rizqy@gmail.com

Abstract : The revolution in information and communication technology facilitated the


expansion of electronic payment systems and new forms of payment instruments with
the emergence of a payment instrument known as electronic money (e-money). The use
of e-money as an alternative to non-cash payment instruments in several countries
shows that there is considerable potential to reduce the growth rate of cash use,
especially for payments that are micro to retail. The development of the digital economy
is very important, almost the economy uses information, communication and digital
technology. Both in product packaging or product marketing. The purpose of writing
this article is to examine e-money when viewed from Islamic law and to examine what
contracts exist in transactions using e-money. E-Money, which has now become part of
technological advancements among the halal community and has complied with sharia
principles as a means of transaction and muamalah. The author wants to see E-Money
from a sharia perspective, is it in accordance with Islamic law, what contracts are
contained in depositing E-Money accounts belonging to apprenticeships and refills.
This article tries to examine departing from these two problems.
Keywords : Electronic Money, Electronic Money Transactions, Islamic View of
Electronic Money
Abstrak : Revolusi dalam teknologi informasi dan komunikasi memfasilitasi perluasan
dalam sistem pembayaran elektronik dan bentuk baru dalam instrumen pembayaran
dengan munculnya instrumen pembayaran yang dikenal sebagai electronik money (e-
money). Penggunaan e-money sebagai alternatif alat pembayaran non-tunai di beberapa
negara menunjukkan adanya potensi yang cukup besar untuk mengurangi tingkat
pertumbuhan penggunaan uang tunai, khususnya untuk pembayaran-pembayaran yang
bersifat mikro sampai dengan ritel. Perkembangan ekonomi digital sangat penting,
hampir perekonomian menggunakan teknologi informasi, komunikasi dan digital. Baik
dalam pengemasan produk ataupun pemasaran produk. Tujuan penulisan artikel ini
untuk mengkaji e-money apabila dilihat dari syariat Islam serta mengkaji akad apa yang
ada pada transaksi menggunakan e-money. E-Money yang saat ini sudah menjadi
bagian dari kemajuan teknologi di kalangan masyarakat halal dan sudah memenuhi
kaidah-kaidah syariat sebagai alat transaksi dan muamalah. Penulis ingin melihat E-

Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Volume x, Nomor x, September 20xx| p-ISSN: 0000-0000; e-ISSN: 0000-000| xx-xx


Money dalam perspektif syariah, apakah sesuai dengan syariat Islam, akad apa saja
yang terdapat pada menyetor E-Money rekening milik pemegang dan isi ulang. Artikel
ini mencoba mengkaji berangkat dari dua masalah.
Kata Kunci: Uang Elektronik, Transaksi Uang Elektronik, Pandangan Islam
Tentang Uang Elektronik.

Pendahuluan
Ekonomi di manapun kini berada di tengah-tengah revolusi e-commerce.
Revolusi ini mengantarkan pada metode-metode baru untuk bertransaksi dan dengan
demikian memperkenalkan uang baru (E-Money) yang pada akhirnya dapat
menggantikan uang yang ada baik mata uang maupun deposito bank. Revolusi dalam
teknologi informasi dan komunikasi memfasilitasi perluasan dalam sistem pembayaran
elektronik dan bentuk baru dalam instrument pembayaran. Komunikasi tidak hanya
cepat, mudah, dan aman tetapi juga jauh lebih murah. Fenomena E-Money sebagai
digital payment telah menjadi trend yang mewarnai aktivitas bisnis. Dengan
memanfaatkan teknologi, software, internet, komunikasi dan komputasi terkini
membuat E-Money semakin dibutuhkan masyarakat dengan kesibukan yang luar biasa.
Bertransaksi menjadi lebih mudah dan cepat membuat digital payment E-Money makin
digemari masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan penggunaan uang elektronik boleh digunakan
karena mempermudah dalam berinteraksi dan banyak memberikan manfaat bagi
penggunanya. Dengan uang elektronik masyarakat diberikan keamanan dan
kenyamanan dalam membawa uang. Sehingga ketika ingin melakukan transaksi dalam
jumlah yang besar masyarakat cukup membawa satu kartu uang elektronik saja tanpa
perlu membawa uang dalam jumlah yang banyak. Meskipun T -cash sudah banyak
memiliki beberapa keunggulan dan kenyamanan, penggunaan T-cash masih belum
sepenuhnya sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
No: 116/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Uang Elektronik Syariah, karena layanan T-cash
mempunyai pembatasan layanan belanja, hilangnya saldo jika nomor terblokir dan juga
jika T-cash sudah lama tidak digunakan pun saldonya ikut hilang atau hangus.
Simpanan pada e-money bukanlah tabungan seperti perbankan. Terdapat dua
jenis akad dalam Islam ketika pemegang e-money menyetorkan kepada penerbit e-
money. Diantaranya adalah Akad Wadiah dan Akad Qardh. Akad Wadiah dapat
berubah menjadi Akad Qardh apabila penerbit e-money menggunakan uang milik
Pemegang e-money atas dasar izin Pemegang.
Penulis disini ingin melihat bagaimana E-Money dalam pandangan syariah,
apakah sesuai dengan syariat Islam, dan akad apa yang terdapat pada menyetor E-
Money rekening milik pemegang dan isi ulang ( TOP UP ).

Definisi E-Money
Sejalan dengan kemajuan teknologi, manusia terus berinovasi dengan berbagai
terobosan agar semua aktivitas manusia dapat terlaksana dengan mudah. Uang
elektronik muncul sebagai inovasi baru yang menjawab kebutuhan masyarakat
terhadap instrumen pembayaran mikro yang dapat melakukan proses pembayaran
supaya lebih cepat, efisien dan aman.

Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Volume x, Nomor x, September 20xx| p-ISSN: 0000-0000; e-ISSN: 0000-000| xx-xx


E-Money sering disebut juga dengan Electronic Cash, Digital Money, Digital
Cash, Electronic Currency, atau Digital Currency. Penggunaan uang elektronik juga
semakin marak, misalnya untuk pembayaran tiket kereta api Commuter Line, jasa
transportasi seperti bus Transjakarta, dan pembayaran tol. Pengertian e-money
mengacu pada definisi yang dikeluarkan oleh Bank For Internasional Settlement (BIS)
dalam salah satu publikasinya pada bulan Oktober 1996 (BIS, 1996) . Dalam publikasi
ini e-money didefinisikan sebagai produk yang bernilai simpanan atau prabayar dimana
sejumlah uang disimpan dalam suatu media elektronik milik seseorang.
E-Money atau yang biasa disebut juga dengan stored value product (SVPs) juga
bukanlah jenis uang baru. Tetapi hanya merupakan suatu produk yang menyediakan
jasa akses pembayaran, dimana pengguna menggunakan instruksi yang telah ditentukan
oleh perusahaan penyedia produk baik dengan cara di tap, gesek, atau memasukkan
akun log in dan kata sandi untuk mentransfer dana dari akun pemilik produk kepada
merchant.
Jadi, uang elektronik adalah nilai yang disimpan secara elektronik untuk
digunakan sebagai alat tukar. Nilai uang elektronik dalam e-money akan berkurang
pada saat konsumen menggunakannya untuk pembayaran, baik berupa produk prabayar
maupun produk akses. Kartu kredit dan kartu debit tidak dapat dikategorikan sebagai
e-money, karena merupakan produk akses bukan produk prabayar.
Sejarah kelahiran E-Money di dunia
Sejarah uang elektronik (e-money) dimulai dengan meningkatnya penerapan
teknologi informasi dan komunikasi. Pada tahun 1990, perusahaan “DigCash” didirikan
oleh ahli enkripsi David Chaum. Perusahaan menggunakan sistem yang disebut “ cash”.
Uang elektronik ini memiliki karakteristik yang sama dengan uang asli, dan di atas
segalanya, itu adalah alat tukar anonim karena berbagai mekanisme perlindungan.
Tetapi tidak seperti uang kertas, ia memiliki nilai intrinsiknya, karena nilainya terkait
dengan uang kertas. Keuntungan dari sistem ini adalah tidak memerlukan perangkat
kertas tambahan – sistem dapat digunakan langsung dari komputer. Pengguna akan
membeli uang tunai dengan mengubah alat pembayaran yang sah dari rekeningnya saat
ini menjadi uang elektronik.
Ketika pengguna membeli barang tertentu melalui internet, mereka akan segera
membayar dengan uang elektronik dan penjual dapat menggunakan uang tunai untuk
pembayaran atau meminta konversi uang tunai menjadi alat pembayaran yang sah pada
rekening gironya. Itu juga memungkinkan untuk melakukan pembayaran antar
individu.
Kerugian dari sistem ini adalah bahwa data yang diperlukan (“uang”) disimpan
di komputer pengguna, sehingga jika pengguna memformat hard drive-nya, ia akan
kehilangan uang elektroniknya. Selain itu, untuk meningkatkan penerapan sistem ini,
perlu untuk memasukkan lebih banyak lembaga keuangan yang akan menerima “uang
tunai”. (Kenapa, 1999, hal, 1020)
Karena pembatasan ini, perusahaan menyatakan kebangkrutan pada tahun 1998,
dan akibatnya menjual asetnya ke ecash Technologies, perusahaan mata uang digital
lainnya.
Manfaat E-Money

Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Volume x, Nomor x, September 20xx| p-ISSN: 0000-0000; e-ISSN: 0000-000| xx-xx


Uang Elektronik muncul sebagai jawaban atas kebutuhan terhadap instrumen
pembayaran secara cepat dengan biaya relatif murah, waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan suatu transaksi dengan E-Money jauh lebih singkat praktis serta lebih
efesien dibandingkan dengan uang tunai. Di Indonesia penggunaan uang elektronik
semakin lama semakin bertambah banyak. Alasannya, sekarang uang elektronik bisa
digunakan untuk berbagai transaksi, mulai dari naik transportasi umum seperti KRL
membayar tol, parkir bahkan untuk belanja di minimarket atau bayar tagihan restoran.
Beberapa manfaat atau kelebihan dari penggunaan e-money dibandingkan
dengan uang tunai maupun alat pembayaran non tunai lainnya, antara lain:
- Lebih cepat dan nyaman dibandingkan dengan uang tunai, khususnya untuk
transaksi yang bernilai kecil (micro payment), disebabkan nasabah tidak
perlu menyediakan sejumlah uang pas untuk suatu transaksi atau harus
menyimpan uang kembalian. Selain itu, kesalahan dalam menghitung uang
kembalian dari suatu transaksi tidak terjadi apabila menggunakan e-money.
- Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu transaksi dengan e-
money dapat dilakukan jauh lebih singkat dibandingkan transaksi dengan
kartu kredit atau kartu debit, karena tidak harus memerlukan proses otoritas
on-line, tanda tangan maupun PIN. Selain itu, dengan transaksi off-line,
maka biaya komunikasi dapat dikurangi.
- Electronic value dapat diisi ulang kedalam kartu e-money melalui berbagai
sarana yang disediakan oleh issuer.
- Dengan adanya e-money ini akan mendorong munculnya cashless society.
Penggunaan uang elektronik akan menekan atau bahkan menghilangkan
peredaran uang palsu.
- Uang elektronik lebih menjamin kepastian dan perlindungan hak konsumen
- Tingkat kepuasan konsumen yang semakin bertambah dengan
berkurangnya biaya transaksi.
Uang elektronik sebagai pilihan gaya hidup masa kini
Penggunaan uang elektronik bagi masyarakat semakin ditunjang dengan adanya
fasilitas-fasiltas umum yang dalam transaksinya bisa menggunakan uang elektronik.
Uang elektronik yang simpel dan mudah dibawa karena seukuran kartu ATM, serta
jenis uang elektronik yang berbentuk digital yang bisa digunakan dengan mudah di
android, membuat penggunanya merasa nyaman, ketimbang menggunakan uang cash
yang dalam penggunaannya cukup repot karena harus mengeluarkan dompet dan
cenderung mudah hilang.
Transaksi non tunai juga didukung dengan berubahnya pola hidup masyarakat
modern saat ini. Berkembangnya sistem perekonomian nasional ke perekonomian
global, membuat masyarakat masa kini cenderung tertarik dengan model transaksi e-
commerce yang mana tidak mengharuskan antara penjual dan pembeli untuk bertemu.
Perkembangan ini semakin memudahkan orang maupun perusahaan untuk melakukan
berbagai macam transaksi bisnis khususnya perdagangan.
Penggunaan uang elektronik sebagai alternatif alat pembayaran non cash
menunjukkan adanya potensi yang cukup besar untuk mengurangi tingkat pertumbuhan
penggunan uang tunai. Uang elektronik juga menawarkan transaksi yang lebih cepat
dan nyaman dibandingkan dengan uang tunai, khususnya untuk transaksi yang bernilai
kecil (micro payment).

Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Volume x, Nomor x, September 20xx| p-ISSN: 0000-0000; e-ISSN: 0000-000| xx-xx


Sistem penggunaan uang elektronik saat ini pun sudah banyak didukung oleh
berbagai macam gerai perbelanjaan. Dengan banyaknya gerai perbelanjaan yang telah
terintegrasi sistem pembayaran dengan uang elektronik, maka masyarakat dapat
menggunakan uang elektronik dengan mudah untuk melakukan transaksinya.
Didukung dengan gaya hidup masyarakat yang semakin mobile, gaya hidup
mobile transaction yang dilakukan antara lain belanja, pembayaran tagihan
listrik/telpon menggunakan uang digital, pembelian pulsa dengan uang digital bahkan
fasilitas pengiriman atau jasa remitansi melalui handphone.
Syarat dan rukun jual beli dalam Islam
Jual beli merupakan akad yang dibolehkan menurut Al-Qur’an, Sunnah dan
Ijma’ ulama. Maka, hukum asal jual beli adalah mubah atau boleh. Ini artinya setiap
orang Islam bisa melakukan akad jual beli ataupun tidak, tanpa ada efek hukum apapun.
Syarat jual beli adalah ketentuan yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan
akad jual beli. Berikut syarat-syaratnya:
a. Syarat terjadinya akad (in’iqad)
b. Syarat sahnya akad
c. Syarat terlaksananya akad (nafadz)
d. Syarat lujum
Rukun Jual beli adalah ketentuan yang wajib ada dalam transaksi jual beli. Jika
tidak terpenuhi, maka jual beli tidak sah. Mayoritas ulama menyatakan bahwa rukun
jual beli ada empat yaitu:
a. Penjual dan pembeli (aqidain).
b. Barang yang diperjual belikan (ma’qud alaih).
c. Alat nilai tukar pengganti barang.
d. Ucapan serah terima antara penjual dan pembeli (ijab kabul).
Jual beli berlangsung dengan Ijab Kabul, barang-barang yang boleh
diperjualbelikan adalah barang yang suci dan tidak dilarang dalam Islam, dan adanya
penjual dan pembeli.
Uang Elektronik dalam Fiqh Mualamah
Uang elektronik pada dasarnya sama seperti uang biasa karena memiliki fungsi
sebagai alat pembayaran atas transaksi jual beli barang. Dalam perspektif syariah
hukum uang elektronik adalah halal atau boleh. Kehalalan ini berlandaskan kaidah; (a)
Setiap transaksi dalam muamalah pada dasarnya diperbolehkan kecuali jika ada dalil
yang mengharamkannya, maka saat itu hukumnya berubah menjadi haram. Oleh
karena itu uang elektronik harus memenuhi kriteria dan ketentuan sesuai dengan prinsip
syariah; (b) Adanya tuntutan kebutuhan manusia akan uang elektronik, dan
pertimbangan banyaknya kemaslahatan yang ada di dalamnya.
DSN MUI memutuskan menetapkan fatwa tentang uang elektronik syariah
dengan beberapa ketentuan umum sebagai berikut:
1. Uang elektronik adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur-
unsur berikut:
a. Diterbitkan atas dasar jumlah nominal uang yang disetor terlebih dahulu
kepada penerbit.

Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Volume x, Nomor x, September 20xx| p-ISSN: 0000-0000; e-ISSN: 0000-000| xx-xx


b. Jumlah nominal uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti
server atau chip.
c. Jumlah nominal uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan
merupakan simpanan sebagimana dimaksud dalam undang-undang yang
mengatur mengenai perbankan.
d. Digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan
merupakan penerbit uang elektronik tersebut
2. Uang elektronik syariah adalah uang elektronik yang sesuai dengan
prinsip syariah.
3. Jumlah nominal uang elektronik adalah jumlah nominal uang yang
disimpan secara elektronik yang dapat dipindahkan karena
keperluan transaksi pembayaran atau transfer dana.
4. Penerbit adalah bank atau lembaga selain bank yang menerbitkan
uang elektronik.
5. Pemegang uang elektronik adalah pihak yang menggunakan uang
elektronik.
Fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI No:116/DSN-MUI/IX/2017 tentang Uang
Elektronik Syariah. Dalam ketentuan terkait akad dan personalia hukum, akad antara
penerbit dengan pemegang uang elektronik adalah akad Wadi’ah atau akad Qardh.
a. Ketentuan dalam akad wadi’ah: (1) Jumlah nominal uang elektronik
sifatnya titipan yang dapat digunakan/diambil oleh pemegang kapan saja (2)
Jumlah nominal uang elektronik yang dititipkan tidak boleh digunakan oleh
penerbit, kecuali atas izin pemegang kartu (3) Dalam hal uang titipan
digunakan penerbit dan mengalami resiko kerugian, maka penerbit
bertanggung jawab secara penuh (4) Otoritas dapat menjamin atau tidak
menjamin dana pemegang uang elektronik yang dititipkan di Penerbit.
b. Ketentuan dalam akad Qardh: (1) Jumlah nominal uang elektronik sifatnya
hutang piutang yang dapat digunakan/diambil oleh pemegang kapan saja (2)
Penerbit dapat menggunakan (menginvestasikan) uang hutang dari
Pemegang Uang Elektronik (3) Penerbit wajib mengembalikan jumlah
pokok piutang pemegang uang elektronik kapan saja sesuai kesepakatan (4)
Otoritas boleh membatasi penerbit dalam penggunaan dana hutang dalam
pertimbangan masalah.
Ekonomi Digital
Istilah ekonomi digital telah digunakan sejak tahun 1990-an dimana sebagian
besar definisi Ekonomi Digital berkembang melampaui Ekonomi Internet (nilai
ekonomi yang berasal dari Internet) untuk memasukkan kegiatan ekonomi dan sosial
yang dihasilkan dari Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Konsep “ekonomi
digital” adalah ekonomi yang didasarkan pada “teknologi digital”, konsep ini awalnya
diperkenalkan oleh Don Tapscott yang ditulisnya dalam buku edisi pertamanya yang
berjudul “The Digital Economiy”.
Dalam bukunya Tapscott (1996) menyatakan bahwa “ekonomi digital”, juga
disebut sebagai “ekonomi baru”, hal ini dicirikan dengan adanya penggunaan informasi
digital secara eksklusif, tetapi ekonomi digital tidak hanya merujuk pada pasar TIK
saja. Penggunaan informasi digital yang hampir eksklusif ini telah memimpin selama
dua dekade terakhir dan terjadi perubahan yang tidak terduga dan telah menciptakan

Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Volume x, Nomor x, September 20xx| p-ISSN: 0000-0000; e-ISSN: 0000-000| xx-xx


revolusi sosial, ini ditandai dengan pasar digital, pemberdayaan pertukaran
pengetahuan dari individu-individu dan interkoneksivitas dimana-mana.
Potensi ekonomi digital yang begitu besar terus berkembang dari masa ke masa
terlebih setelah masuk di era ekonomi digital 5.0. Menurut Mendag bahwa untuk
mengoptimalkan potensi ekonomi digital tersebut, terdapat sejumlah hal yang harus
ditingkatkan, antara lain infrastruktur telekomunikasi serta perlindungan konsumen
digital. Tenaga kerja/SDM kerja yang berketerampilan khusus di bidang teknologi juga
merupakan salah satu pilar dasar yang penting, ekosistem inovasi juga penting untuk
menghidupkan digital ekonomi tersebut, juga pelayanan publik, ekonomi digital, dan
tata kelola dan strategi digital yang baik. Ia menekankan terkait hirilisasi ekonomi
digital, Indonesia juga harus dapat memanfaatkan perkembangan teknologi gelombang
baru seperti teknologi 5G, IoT (Internet of Things), blockhain, artificial intelligenci,
dan cloud computing (www.kemenkeu.go.id).
Kehadiran generasi yang sangat akrab dengan digitalisasi semakin membuat
uang digital menjadi primadona dalam berinteraksi, hal ini sudah dapat terasa, apalagi
dimasa pandemi ini dimana semua generasi “DIPAKSA” untuk bertranformasi dalam
kegiatan digitalisasi dan tak luput juga dalam proses transaksi konsumsi dan transaksi
keuangan.
Bentuk-bentuk E-Money
Berdasarkan media penyimpanannya, saat ini Uang Elektronik dibedakan atas
dua jenis:
Pertama, Uang Elektronik yang nilai uang elektroniknya selain dicatat pada
media elektronik yang dikelola oleh Penerbit juga dicatat pada media elektronik yang
dikelola oleh Pemegang. Media elektronik yang dikelola oleh Pemegang dapat berupa
chip yang tersimpan pada kartu, stiker, atau hardisk yang terdapat pada personal
computer milik Pemegang. Dengan sistem pencatatan seperti ini, maka transaksi
pembayaran dengan menggunakan Uang Elektronik dapat dilakukan secara off-line
dengan mengurangi secara langsung.
Kedua, Uang Elektronik yang nilai uang elektroniknya hanya dicatat pada
media elektronik yang dikelola oleh Penerbit. Dalam hal ini Pemegang diberi hak akses
oleh Penerbit terhadap penggunaan nilai uang elektronik tersebut. Dengan sistem
pencatatan seperti ini, maka transaksi pembayaran dengan menggunakan Uang
Elektronik ini hanya dapat dilakukan secara on-line dimana Nilai Uang Elektronik yang
tercatat pada media elektronik yang dikelola Penerbit akan berkurang secara langsung.
Berdasarkan masa berlaku medianya, uang elektronik dibedakan kedalam dua
bentuk: Pertama, Reloadable. Uang elektronik dengan bentuk Reloadable adalah uang
elektronik yang dapat dilakukan pengisian ulang, dengan kata lain, apabila masa
berlakunya susah habis dan atau nilai uang elektroniknya sudah habis terpakai, maka
media uang elektronik tersebut dapat digunakan kembali untuk dilakukan pengisian
ulang.
Kedua, Disposable. Uang elektronik dengan bentuk Disposable adalah uang
elektronik yang tidak dapat diisi ulang, apabila masa berlakunya sudah habis atau nilai
elektroniknya sudah habis terpakai, maka media uang elektronik tersebut tidak dapat
digunakan kembali untuk dilakukan pengisian ulang.

Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Volume x, Nomor x, September 20xx| p-ISSN: 0000-0000; e-ISSN: 0000-000| xx-xx


Berdasarkan jangkauan penggunaannya, uang elektronik dibedakan menjadi
dua bentuk:
Pertama, Single Purpose. Adalah uang elektronik yang digunakan untuk
melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari satu jenis transaksi ekonomi,
misalnya uang elektronik yang hanya dapat digunakan untuk pembayaran tol atau uang
elektronik yang hanya dapat digunakan untuk pembayaran tranportasi umum.
Kedua, Multi Purpose. Adalah uang elektronik yang digunakan untuk
melakukan berbagai pembayaran atas kewajiban pemegang kartu terhadap berbagai hal
yang dilakukannya. Misalnya suatu uang elektronik yang dapat digunakan dalam
beberapa jenis transaksi seperti penggunaan uang elektronik untuk pembayaran tol,
dapat juga digunakan untuk membayar telepon, jasa transportasi, pembayaran pada
minimarket dan lainnya cukup menggunakan satu kartu.
Berdasarkan pencatatan data indentitas Pemegang uang elektronik dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: Uang Elektronik yang data indentitas Pemegangnya
terdaftar dan tercatat pada Penerbit (registered) dan Uang Elektronik yang data
indentitas Pemegangnya tidak terdaftar dan tidak tercatat pada Penerbit (unregistered).
Teknis Transaksi E-Money
Mekanisme transaksi uang elektronik pada Single Issuer, hanya terdapat satu
penerbit, dimana sistem operator dilakukan oleh penerbit itu sendiri. Pemegang uang
elektronik maupun merchant berinteraksi langsung dengan penerbit. Mekanisme
transaksi uang elektronik pada Multi Issuer Single Operator maupun Multi Issuer
Multi Operator terdapat lebih dari satu Issuer yang menerbitkan uang elektronik.
Perbedaan Uang Elektronik dengan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu
(APMK) Lainnya
Alat pembayaran menggunakan kartu yang ada di Indonesia adalah sebagai
berikut: 1. Kartu Kredit
Kartu kredit adalah instrumen pembayaran elektronik yang berbentuk kartu
yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran transaksi pembelian barang dan jasa,
yang pembayaran dan pelusansannya dapat dilakukan oleh pembeli secara sekaligus
atau angsuran pada jangka waktu tertentu setelah kartu digunakan sebagai alat. Kartu
kredit juga dapat digunakan untuk melakukan penarikan tunai baik langsung melalui
teller pada kantor bank yang bersangkutan maupun melalui ATM.
2. Charger Card
Charger Card adalah suatu alat berbentuk kartu yang diterbitkan oleh suatu
lembaga keuangan yang digunakan sebagai alat pembayaran transaksi pembelian
barang dan jasa yang pembayaran pelunasannya harus dilakukan oleh pembeli secara
sekaligus dalam jangka waktu tertentu kartu digunakan
3. Kartu Debet
Kartu debet merupakan kartu yang diterbitkan oleh lembaga keuangan yang
dapat digunakan sebagai alat pembayaran transaksi pembelian barang dan jasa dengan
cara mendebit atau mengurangi saldo rekening simpanan pemilik kartu serta pada saat
yang sama, mengkredit saldo rekening penjual sebesar nilai transaksi jual beli barang
dan jasa. Pada kartu debet, pemegang kartu harus memiliki rekening pada bank.

Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Volume x, Nomor x, September 20xx| p-ISSN: 0000-0000; e-ISSN: 0000-000| xx-xx


Transaksi hanya dapat dilakukan apabila pemegang kartu memiliki saldo yang
mencukupi pada rekeningnya untuk menutup biaya transaksi.
4. Kartu ATM
Kartu ATM dapat melayani kebutuhan nasabah secara otomatis setiap saat
melalui mesin ATM. Pelayananan yang diberikan ATM antara lain penarikan uang,
mengecek dan mencetak saldo rekening nasabah, dan pelayanan pembayaran lainnya,
seperti pembayaran listrik, telepon, kartu kredit, transfer uang, dan lain-lain. Pada
beberapa bank penerbit kartu ATM terdapat kombinasi fungsi antara kartu debet dan
kartu ATM dalam satu kartu sekaligus.
Uang elektronik memiliki karakteristik yang berbeda dengan alat pembayaran
menggunakan kartu lainnya seperti credit card, charge card, dan debit card/ATM
tersebut diatas. Secara umum perbedaan antara uang elektronik dengan alat
pembayaran menggunakan kartu lainnya sebagai berikut:
Pertama, nilai uang elektronik tercatat dalam instrumen media uang elektronik,
sedangkan APMK tidak ada pencatatan nilai uang pada instrumen kartu.
Kedua, dana uang elektronik sepenuhnya berada dalam penguasaan pemegang,
sedangkan APMK dana sepenuhnya berada dalam penguasaan bank.
Ketiga, uang elektronik transaksi pembayarannya dilakukan secara off-line ke
penerbit, sedangkan APMK transaksi pembayaran dilakukan secara on-line ke penerbit.
Jenis-jenis Transaksi E-Money
Jenis-jenis transaksi dengan menggunakan uang elektronik secara umum
meliputi:
Pertama, penertiban dan pengisian ulang uang elektronik. Sebelum penerbit
menerbitkan uang elektronik, penerbit akan mengisi nilai uang terlebih dahulu ke dalam
media elektronik yang akan digunakan sebagai uang elektronik. Kemudian apabila nilai
uang elektronik yang dipegang sudah habis, pemegang dapat melakukan pengisian
uang (top up).
Kedua, transaksi pembayaran dengan uang elektronik pada dasarnya dilakukan
melalui penukaran nilai uang yang ada di dalam uang elektronik dengan barang atau
jasa antara pemegang dengan penjual dengan menggunakan protokol yang telah
ditentukan sebelumnya (Hidayati et al., 2006, PP. 10-11)
Ketiga, transfer. Transfer dalam fasilitas uang elektronik merupakan fasilitas
pengiriman nilai uang elektronik antar pemegang uang elektronik melalui terminal-
terminal yang telah dilengkapi perlengkapan khusus oleh penerbit (Hidayati et al.,
2006,p. 10).
Keempat, tarik tunai yaitu memfasilitasi penarikan uang atas nilai uang
elektronik yang tercatat dalam media uang elektronik yang dimiliki pemegang yang
dapat dilakukan setiap saat oleh pemegang (Bank Indonesia, 2014).
Kelima, Refund/Redeem yakni penukaran kembali nilai uang elektronik kepada
penerbit, baik dilakukan pada saat nilai uang elektronik tidak terpakai atau masih tersisa
pada saat pemegang mengakhiri penggunaan uang elektronik atau masa berlaku media
uang elektronik telah berakhir (Bank Indonesia, 2009a), ataupun yang dilakukan oleh

Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Volume x, Nomor x, September 20xx| p-ISSN: 0000-0000; e-ISSN: 0000-000| xx-xx


pedagang pada saat penukaran nilai uang elektronik yang diperoleh pedagang dari
pemegang atas transaksi jual beli barang.
Uang Elektronik Bukan Simpanan Tabungan
Dalam uang elektronik terdapat sejumlah nilai uang yang disimpan secara
elektronik pada kartu, sehingga keberadaannya tidak dapat dikategorikan sebagai
produk simpanan. Seperti peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/12/PBI/2009 Tentang
Uang Elektronik dalam Aris Rusdiyanto, Uang Elektronik adalah alat pembayaran yang
diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetorkan dahulu oleh pemegang kepada
penerbit, yang tersimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau chip,
dan nilai uang tersebut bukan merupakan simpanan serta digunakan sebagai alat
pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik
tersebut.
Seperti pada salah satu uang elektronik di Indonesia yaitu T-Cash. T-Cash
adalah uang elektronik yang diselenggarakan oleh Telkomsel yang telah terdaftar dan
diawasi oleh Bank Indonesia, memiliki fungsi yang sama dengan uang tunai sebagai
alat pembayaran yang sah, di mana nilainya setara dengan nilai uang tunai yang
disetorkan terlebih dahulu ke rekening T-Cash dan uang yang disetorkan bukanlah
bersifat simpanan sebagimana diatur dalam peraturan perundang-undangan perbankan.
Oleh karenanya T-Cash tidak memberikan bunga serta tidak dijamin oleh Lembaga
Penjaminan Simpanan.
Keberadaan Uang Elektronik bagi masyarakat menengah ke bawah
Perkembangan uang elektronik saat sangat pesat dari pertama kali terbit April
2007. Data Bank Indonesia menunjukkan terjadi peningkatan volume transaksi uang
elektronik pada akhir 2018 yakni sebesar 209,8% menjadi 2,9 miliar transaksi
dibandingkan 2017 sebesar 943,4 juta transaksi. Hingga pada Juli 2019, volume
transaksi uang elektronik mencapai 2,7 miliar transaksi dan nilai yang sudah melampaui
nilai transaksi 2018, yaitu sebesar 69 triliun. Peningkatan ini sejalan dengan program
Gerakan Nasional Non Tunai yang dicanangkan oleh Bank Indonesia sejak 2014.
Dari peningkatan jumlah nilai transaksi uang elektronik membuktikan
kemudahan dan efisiensi yang didapatkan masyarakat melalui uang elektronik.
Meskipun demikian, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum menggunakan
fasilitas ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih banyaknya pengguna uang cash
untuk membayar barang atau jasa. Padahal sasaran utama dari Bank Indonesia
menerbitkan uang elektronik adalah untuk meminimalkan penggunaan uang tunai di
kalangan masyarakat dalam kegiatan transaksi sehari-hari. Penggunaan uang elektronik
didominasi oleh kalangan menengah hingga ke atas yang memang sudah melek
teknologi. Sehingga penggunaan uang elektronik ini tidak merata hingga ke masyarakat
menengah ke bawah. Sarana yang kurang memadai dan pengenaan biaya tiap transaksi
dan isi ulang menjadi salah satu alasan masyarakat menengah ke bawah untuk tidak
menggunakan uang elektronik.
Menurut Deputi Direktur Program Elektronik dan Keuangan Inklusif BI,
transaksi non tunai di Indonesia baru sekitar 26% dari keseluruhan transaksi yang
dilakukan. Banyak dari mereka yang merasa lebih aman bertransaksi dengan apa yang
mereka pegang, sehingga pembayaran cash masih menjadi pilihan. Ini bertentangan
dengan tujuan Bank Indonesia dalam menerbitkan uang elektronik adalah mengurangi
uang tunai di masyarakat. Yang menjadi kendala dari penggunaan uang elektronik

Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Volume x, Nomor x, September 20xx| p-ISSN: 0000-0000; e-ISSN: 0000-000| xx-xx


sebagai alat pembayaran adalah pengetahuan dan pemahaman masyarakat menengah
ke bawah tentang uang elektronik. Banyak masyarakat yang masih bingung
membedakan antara uang elektronik dan kartu debit/kredit. Berdasarkan sebuah studi
literatur ditemukan enam faktor utama yang menjadi tantangan dan hambatan dalam
transaksi non tunai. Faktor tersebut adalah penerimaan pengguna, keamanan,
ketersediaan infrastruktur, faktor sosial dan budaya, kenyamanan pengguna dan
preferensi pengguna.
Penerima Pengguna
Menurut Kumaga, penerima Pengguna ( acceptance ) dipengaruhi
kecenderungan seseorang untuk menggunakan uang elektronik dibandingkan uang
tunai. Apabila penerima Pengguna terhadap uang elektronik semakin baik, maka
peluang tercapainya tujuan Bank Indonesia semakin besar.
Keamanan
Faktor keamanan merupakan tantangan dalam pengembangan uang elektronik.
Bank Indonesia pun menekankan aspek perlindungan konsumen melalui penataan
struktur biaya dan mekanisme pengelolaan floating fund. Semuanya harus lebih
transparan dan akuntabel dengan tetap mengedepankan migitasi risiko likuiditas dan
insolvensi. Artinya, pengguna harus selalu dapat mengakses informasi mengenai
jumlah saldo yang dimiliki dan mencairkannya. Kepercayaan adalah hal krusial untuk
mewujudkan masyarakat non tunai.
Ketersediaan infrastruktur
Infrastruktur yang disediakan pemerintah memang sudah cukup memadai hanya
saja tidak menyeluruh hingga ke masyarakat menengah ke bawah. Internet dan mesin
reader uang elektronik hanya terbatas pada daerah perkotaan.
Faktor sosial dan budaya
Masyarakat Indonesia masih terbiasa dengan uang tunai bahkan ada yang belum
terjamah layanan perbankan, sehingga enggan beralih ke uang elektronik.
Kenyamanan pengguna
Menurut Sahut, kenyamanan pengguna merupakan salah satu faktor kesuksesan
solusi pembayaran elektronis. Kenyamanan pengguna dapat menarik minat pengguna
terhadap layanan e-payment.
Preferensi pengguna
Menurut Sahut, salah satu tantangan uang elektronik adalah faktor kompetitif
yang dipengaruhi dengan banyaknya institusi lain yang juga menjadi penerbit uang
elektronik. Bila dilihat dari sisi pengguna, maka tantangan yang dihadapi oleh penerbit
uang elektronik adalah preferensi pengguna dalam memilih produk uang elektronik
tertentu.
Beberapa berita dan rumor tentang uang elektronik juga menjadi pertimbangan
masyarakat untuk menggunakan uang elektronik. Profesor dari Massachussets Institute
of Technology (MIT), Drazen Prelec, mengungkapkan bahwa pembayaran non tunai
cukup berbahaya dikarenakan akan membuat konsumen tidak merasakan kehilangan
atau “sakit” saat membayar. Secara psikologis, ketika menggunakan uang fisik dalam
bertransaksi, secara sadar kita akan memiliki ikatan emosional dan akan lebih berhati-
Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Volume x, Nomor x, September 20xx| p-ISSN: 0000-0000; e-ISSN: 0000-000| xx-xx


hati dalam menggunakan uang tersebut. Dengan masyarakat yang dituntut beralih ke
cashless society, tentu saja konsekuensinya adalah data pribadi masyarakat kita terlihat
transparan dan mudah disalahkan gunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Pemerintah maupun Bank Indonesia perlu memperhatikan hal diatas dengan
cara meningkatkan literasi perencanaan keuangan yang masif, sehingga budaya
cashless society tidak menjadi sebuah racun bagi sisi psikologis masyarakat.
E-Money Dalam Persepektif Syariat Islam
Berdasarkan sejarah mengenal uang sebagai alat ukur transaksi suatu barang
mengalami beberapa perubahan dan perkembangan mulai dari sistem barter, uang
emas, uang kertas dan yang terkini adalah uang elektronik. Uang pada dasarnya
merupakan harta benda manusia. Menjaga dan memelihara uang sebagai harta benda
manusia merupakan salah satu unsur penting dalam syariah terkait dengan
kemaslahatan dalam harta. Dalam penerapan e-money terdapat beberapa prinsip
syariah yang harus diterapkan yaitu; tidak mengandung maysir (unsur perjudian dan
spekulatif yang tinggi), tidak mendorong israf (pengeluaran berlebihan/pemborosan)
dan tidak digunakan dalam transaksi objek haram.
Penyelenggaraan uang elektronik yang kini sudah berjalan sudah memenuhi
kriteria atau karakteristik transaksi dalam Islam, seperti mekanisme berikut:
“Transaksi uang elektronik dimulai ketika pemegang menukarkan uang tunai
kepada penerbit (Issuer), kemudian penerbit akan memberikan uang elektronik kepada
pemegang dengan nilai yang sama jumlahnya dengan uang yang disetorkan oleh
Pemegang kepada Penerbit. Setelah pemegang mendapatkan uang elektronik,
Pemegang dapat menggunakannya untuk transaksi pembayaran kepada pedagang
(Merchant) secara langsung nilai uang elektronik pemegang akan berkurang setelah
pemegang melakukan transaksi pembayaran. Kemudian pedagang (Merchant) dapat
menukarkan nilai uang elektronik yang diperoleh dari pemegang kepada penerbit
(Issuer)”
Dari data tersebut menunjukkan adanya transaksi muamalah , dimana sesuai
dengan kaidah fiqh yang disebutkan dalam poin E-Money dalam Fiqh Mualamah:
“Setiap transaksi dalam muamalah pada dasarnya diperbolehkan kecuali jika ada dalil
yang mengharamkannya, maka saat itu hukumnya berubah menjadi Akad.”
Pada mekanisme tersebut pun dijelaskan adanya perpindahan uang elektronik
karena adanya pembayaran, hal ini sesuai dengan aturan DSN tentang uang elektronik
pada poin ke tiga: “Jumlah nominal uang yang disimpan secara elektronik yang dapat
dipindahkan karena keperluan transaksi pembayaran/transfer dana.”
Akad yang terdapat pada Menyetorkan uang dalam rekening Pemegang E-Money
Penyelenggaraan yang berjalan ketika Pemegang kartu menyetorkan uangnya
kepada penerbit bukan merupakan bentuk tabungan layaknya menyimpan di Bank.
Seperti pada T-Cash:
“... nilai uang tunai yang disetorkan terlebih dahulu ke rekening T-Cash dan
uang yang disetorkan bukanlah bersifat simpanan sebagimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan perbankan. Oleh karenanya T-Cash tidak memberikan bunga
serta tidak dijamin oleh Lembaga Penjaminan Simpanan.”

Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Volume x, Nomor x, September 20xx| p-ISSN: 0000-0000; e-ISSN: 0000-000| xx-xx


Hal tersebut sesuai dengan peraturan BI nomor PBI No. 18/17/PBI/2016 dalam
Rachman Usmandi,
“... jelas bahwa produk uang elektronik itu bukan merupakan simpanan, karena
nilai uang elektronik yang disetorkan oleh pemegang uang elektronik kepada penerbit
uang elektronik tidak tersimpan di rekening bank, nilai uang yang disetorkan tersebut
terekam secara elektronik pada kartu yang diterbitkan.”
Total setoran dana atau dana float yang diserahkan pemegang kepada penerbit
merupakan bentuk titipan yang dapat diambil kembali seperti yang dijelaskan pada
fasilitas Refund berikut:
“ Refund penukaran kembali nilai uang elektronik kepada penerbit, baik yang
dilakukan oleh pemegang pada saat nilai uang elektronik tidak terpakai atau masih
tersisa pada saat pemegang mengakhiri penggunaan uang elektronik atau masa berlaku
uang elektronik telah berakhir.”
Hal tersebut menunjukkan dalam penyetoran atau penyelenggaraan uang
elektronik bisa didasari dengan dua akad yaitu akad Wadi’ah (Titipan) dan Qard
(Pinjaman/Hutang). Jika akad Wadi’ah apabila uang elektronik pemegang yang ada
pada penerbit tidak digunakan oleh penerbit. Sedangkan akad Wadi’ah tersebut dapat
berubah menjadi akad Qardh apabila penerbit dapat menggunakan uang milik
pemegang atas dasar izin Pemegang.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang dipaparkan sebelumnya, maka.dapat
disimpulkan bahwa:
Electronic Money dalam Perspektif Ekonomi Syariah E-Money yang kini sudah
menjadi bagian dari kemajuan teknologi di masyarakat halal dan sudah memenuhi
kaidah-kaidah syariat Islam sebagai alat transaksi dan muamalah. Karena adanya
aturan-aturan yang dibentuk oleh DSN (Dewan Syariah Nasional) untuk E-Money agar
selama uang elektronik ini digunakan tetap dalam koridor syariat Islam dan
penggunaannya tidak menyimpang dan menyelisihi aturan yang sudah DSN tetapkan.
Uang elektronik pada dasarnya sama seperti uang biasa karena memiliki fungsi
sebagai alat pembayaran atas transaksi jual beli barang. Dalam perspektif syariah
hukum uang elektronik adalah halal atau boleh. Kehalalan ini berlandaskan kaidah; (a)
Setiap transaksi dalam muamalah pada dasarnya diperbolehkan kecuali jika ada dalil
yang mengharamkannya, maka saat itu hukumnya berubah menjadi haram. Oleh
karena itu uang elektronik harus memenuhi kriteria dan ketentuan sesuai dengan prinsip
syariah; (b) Adanya tuntutan kebutuhan manusia akan uang elektronik, dan
pertimbangan banyaknya kemaslahatan yang ada di dalamnya.
Transaksi uang elektronik dimulai ketika pemegang menukarkan uang tunai
kepada penerbit (Issuer), kemudian penerbit akan memberikan uang elektronik kepada
pemegang dengan nilai yang sama jumlahnya dengan uang yang disetorkan oleh
Pemegang kepada Penerbit. Setelah pemegang mendapatkan uang elektronik,
Pemegang dapat menggunakannya untuk transaksi pembayaran kepada pedagang
(Merchant) secara langsung nilai uang elektronik pemegang akan berkurang setelah
pemegang melakukan transaksi pembayaran. Kemudian pedagang (Merchant) dapat
menukarkan nilai uang elektronik yang diperoleh dari pemegang kepada penerbit
(Issuer).

Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Volume x, Nomor x, September 20xx| p-ISSN: 0000-0000; e-ISSN: 0000-000| xx-xx


Akad yang terdapat pada menyetor uang dalam rekening Pemegang E-Money.
Simpanan pada E-Money bukanlah Tabungan seperti pada perbankan. Terdapat dua
jenis akad dalam Islam ketika Pemegang E-Money menyetorkan kepada penerbit E-
Money. Diantaranya adalah Akad Wadi’ah dan Akad Qardh apabila penerbit E-Money
menggunakan uang milik Pemegang E-Money atas dasar izin Pemegang.
Daftar Pustaka
Anam, C. (2018). E-money (Uang Elektronik) Dalam Perspektif Hukum Syari’ah.
None, 2(1), 288214.
Bahri, A. S. (2010). Konsep uang elektronik dan peluang implementasinya pada
perbankan syariah: studi kritis terhadap peraturan bank indonesia nomor
11/12/pbi/2009 tentang uang elektronik.
Bank for International Settlements, Bank for International Settlements. Monetary, &
Economic Department (Basle). (1996). Implications for central banks of the
development of electronic money. The Bank.
Bećirović, S. (2014). Challenges facing e-money. University Journal of Information
Technology and Economics, 1, 28-36.
Firdaus, M. R. (2018). E-Money dalam perspektif hukum ekonomi syariah. Jurnal
Tahkim, 12(1), 145-156.
Muamar, A., & Alparisi, A. S. (2017). Electronic money (e-money) dalam perspektif
maqashid syariah. Journal of Islamic Economics Lariba, 3(2), 75-84.
Nurlaela, N. (2021, March). E-Money: Contemporary Fiqih Review. In Annual
Conference of Ihtifaz: Islamic Economics, Finance, and Banking (pp. 267-282).
Papadopoulos, G. (2007). Electronic money and the possibility of a cashless society.
Available at SSRN 982781.
Ramadhan, A. F. (2016). Persepsi Mahasiswa dalam Menggunakan e-money. Jurnal
Dinamika Ekonomi & Bisnis, 13(2).
Rusdiyanto, A. (2017). Tinjauan Prinsip Syariah Terhadap Produk E-Money Bank
Syariah Mandiri (Bachelor’s thesis, Jakarta: Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UIN
Syarif Hidayatullah.).
Shobirin, S. (2016). Jual Beli Dalam Pandangan Islam. BISNIS: Jurnal Bisnis dan
Manajemen Islam, 3(2), 239-261.
Tarantang, J., Kurniawan, R., & Firdaus, G. M. F. (2020). Electronic Money Sebagai
Alat Transaksi Dalam Perspektif Islam. An-Nisbah: Jurnal Ekonomi Syariah,
7(1), 1-21.
Tazkiyyaturrohmah, R. (2018). Eksistensi Uang Elektronik Sebagai Alat Transaksi
Keuangan Modern. Muslim Heritage, 3(1), 23-44.
Tiyani, R. L. (2018). PENGGUNAAN T-CASH DALAM TRANSAKSI
PEMBAYARAN ELEKTRONIK PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Pada
Mahasiswa Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Jurusan Muamalah) (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).
Usman, R. (2017). Karakteristik uang elektronik dalam sistem pembayaran. Yuridika,
32(1), 134-166.

Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Volume x, Nomor x, September 20xx| p-ISSN: 0000-0000; e-ISSN: 0000-000| xx-xx

Anda mungkin juga menyukai