Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS AKAD TOP UP DAN TRANSAKSI E-TOLL

DENGAN PENDEKATAN FIQH


Salma Nabila Zeilin Nida 1950110023
Institut Agama Islam Negeri Kudus
Email: salmanabilazeilinnida@gmail.com

Abstrak
Penemuan-penemuan baru untuk perkembangan uang dihasilkan oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang. Uang elektronik atau e-money
diciptakan sebagai hasil dari evolusi ini dan sekarang banyak digunakan oleh
masyarakat umum. Bagaimana ahli fiqh menggunakan pendekatan fiqh terhadap
top up uang elektronik adalah salah satu argumen yang menentangnya dalam
perdebatan. Untuk menilai suatu masalah dan turunannya dizaman modern,
pendekatan fiqh sangat penting. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis bagaimana ulama kontemporer menangani akad top-up uang
elektronik untuk penggunaan e-toll dari perspektif fiqh. Setidaknya empat metode
pendekatan fiqh seperti al-Ijarah al-Maushufah fi Dzimmah, Wadi'ah, Qard, dan
Sharf terhadap uang elektronik dapat digunakan untuk top up. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian kepustakaan. Berdasarkan
hasil penelitian mengungkapkan bahwa akad sharf, atau pertukaran uang tunai
dengan uang elektronik, adalah strategi fiqh yang lebih cocok ketika pengguna e-
toll top up uang elektronik. Dengan strategi ini, diskon penerbit untuk pengguna
e-toll sebagai pelanggan bukanlah riba melainkan hadiah yang halal dan langkah
pemasaran untuk uang elektronik penerbit.
Kata Kunci: E-Money, E-Toll, Top Up, Transaksi, Akad

Abstrack
New discoveries for the development of money are produced by science
and technology that continues to develop. Electronic money or e-money was
created as a result of this evolution and is now widely used by the general public.
How fiqh experts use the fiqh approach to top up electronic money is one of the
arguments against it in the debate. To assess a problem and its derivatives in
modern times, the fiqh approach is very important. The purpose of this study is to
analyze how contemporary scholars handle electronic money top-up contracts for
the use of e-toll from a fiqh perspective. At least four methods of fiqh approach
such as al-Ijarah al-Maushufah fi Dzimmah, Wadi'ah, Qard, and Sharf towards
electronic money can be used to top up. This study uses a qualitative method with
the type of library research. Based on the results of the study revealed that the
sharf contract, or the exchange of cash with electronic money, is a more suitable
fiqh strategy when e-toll users top up electronic money. With this strategy,
publisher discounts for e-toll users as customers are not usury but a lawful gift
and a marketing move for publishers' electronic money.
Keywords: E-Money, E-Toll, Top Up, Transaction, Akad

PENDAHULUAN
Pengemudi wajib membayar sesuai tarif yang telah ditetapkan oleh
pengelola jalan tol pada jaringan jalan yang disebut jalan tol. Karena merupakan
jalan tol, jalan tol dimaksudkan sebagai alternatif kendaraan roda empat atau lebih
untuk mempercepat waktu tempuh (Husin et al., 2019). Tentu saja dalam
melakukan transaksi pembayaran pada jalan tol diperlukan uang. Namun, seiring
berkembangnya teknologi bentuk uang mulai berevolusi.
Sebelum uang ditemukan, manusia melakukan transaksi ekonomi dengan
menggunakan sistem barter. Dalam sistem barter, produk ditukar dengan produk
lain atau jasa. Sistem pertama dalam globalisasi ekonomi adalah yang satu ini.
Tetapi ada sejumlah tantangan dengan sistem ini. Tantangan-tantangan ini
menginspirasi orang untuk mengembangkan bentuk alat tukar baru. Logam mulia
digunakan sebagai alat tukar, yaitu uang yang terbuat dari perak (dirham) dan
emas (dinar). Salah satu keuntungan menggunakan emas dan perak sebagai media
perdagangan adalah nilai nominalnya sama dengan nilai bawaannya. Setelah itu,
mata uang kertas mulai bermunculan seiring berjalannya waktu. Namun, krisis
keuangan saat ini diperkirakan berakar pada uang kertas ini (Wicaksono, 2020).
Bentuk uang, nilai intrinsik, dan nilai ekstrinsik selalu berfluktuasi sebagai alat
tukar dalam kegiatan ekonomi.
Firdaus dalam penelitiannya menjelaskan bahwa dewasa ini, penggunaan
uang sebagai alat tukar tidak dapat dipisahkan dari kegiatan ekonomi yang
melibatkan produksi, distribusi, dan konsumsi. Evolusi uang dimulai dengan nilai
intrinsiknya, seperti emas (dinar), dan diakhiri dengan nilai nominal atau
ekstrinsiknya, seperti rupiah. Tidak benar anggapan bahwa emas atau perak saja
yang harus selalu digunakan sebagai bentuk mata uang dalam pandangan Islam
(Firdaus, 2018a). Hal ini didukung oleh penelitian Wahyuddin yang menunjukkan
bahwa sejarah mencatat penggunaan uang selain emas dan perak berlaku pula
jenis uang lain, yaitu uang emas dan perak campuran, fulus, dan uang kertas.
Umat Islam secara bertahap berhenti menggunakan emas dan perak kemudian
beralih ke mata uang sesuai dengan kemajuan kehidupan ekonomi dan karena
jumlah emas dan perak yang juga terbatas. Namun demikian emas dan perak
masih berlaku dan banyak beredar (Wahyuddin, 2009). Bertentangan dengan
penelitian Septi yang menunjukkan bahwa beberapa filsuf Muslim seperti Al-
Ghazali, Al-Maqrizy, dan Ibn Khaldun, memberikan konsep uang. Uang tidak
memiliki nilai intrinsik, menurut Al-Ghazali, karena hanya dibuat sebagai patokan
harga produk dan alat tukar. Al-Maqrizy berpendapat bahwa hanya emas dan
perak yang diakui sebagai alat pembayaran yang sah dan dapat digunakan sebagai
ukuran nilai sesuai dengan tradisi, hukum, dan logika. Mata uang tidak dianggap
sah jika tidak didukung oleh emas dan perak. Ibnu Khaldun juga mengklaim
bahwa satu-satunya hal yang dapat digunakan sebagai uang adalah emas dan
perak (S. W. Sari, 2016).
Dari banyak sudut pandang tersebut, dapat disimpulkan bahwa uang hanya
digunakan sebagai alat transaksi dan sebagai perantara untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Uang logam atau koin dan uang kertas saat ini juga dikenal
sebagai uang kartal atau fiat money karena pemerintah menentukan nilai tukar
mata uang ini daripada mendasarkan daya beli mereka pada emas. Mata uang akan
menjadi tidak berharga jika pemerintah mengubah atau menghapus pembatasan.
Seiring kemajuan teknologi, metode tradisional untuk menukar uang dengan
barang dan jasa digantikan oleh uang elektronik bentuk pembayaran dengan uang
mengarah kepada sesuatu yang lebih praktis dan tidak memiliki wujud sama
sekali, hanya berupa kode digital yang berada di server, kartu chip, atau
smartphone seseorang yang disebut dengan uang elektronik (e-money) atau mata
uang digital (digital currency) (Firdaus, 2018b).
Terdapat beberapa jenis pembayaran digital (virtual currency) (Syamsiah,
2017), diantaranya:
a. Uang elektronik atau digital yang sering digunakan dalam perangkat lunak
melalui komputer dan perangkat seluler, antara lain Telkomsel Cash,
Paytrend, Indosat Dompetku, dan metode pembayaran digital lainnya.
Sebuah organisasi atau bisnis secara terpusat mengontrol, mengatur, dan
mengelola jenis mata uang virtual ini.
b. Uang virtual yang menggunakan kriptografi, sering disebut kriptografi, di
mana data dienkripsi selama setiap transaksi menggunakan metode
kriptografi tertentu.
Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/12/PBI/2009 Tentang Uang
Elekronik disebutkan bahwa uang elektronik adalah alat pembayaran yang
diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor dahulu oleh pemegang kepada
penerbit, yang tersimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau
chip, dan nilai uang tersebut bukan merupakan simpanan serta digunakan sebagai
alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang
elektronik tersebut (Zakiyah & Huda, 2017a).
Efektivitas dan efisiensi penggunaan uang elektronik dalam bertransaksi
tidak dapat dipungkiri, terutama bagi pengguna e-toll. E-toll merupakan kartu
prabayar yang diterbitkan oleh Bank Mandiri bekerjasama dengan PT. Jasamarga
(Persero) Tbk, PT. Citra Marga Nushaphala Persada Tbk dan PT. Marga
Mandalasakti untuk transaksi pembayaran tol. Saldo e-toll tersimpan pada chip,
dapat ditop up. E-toll sebagai solusi dengan tujuan meningkatkan efektivitas dan
memberikan rasa kemudahan bagi pengguna jalan tol sebagai media pembayaran
saat bertransaksi (D. P. Sari, 2022).
Melalui artikel ini akan dilakukan analisis mengenai akad yang digunakan
dalam melakukan top up serta transaksi dalam penggunaan e-toll. Khususnya
melalui perbankan syariah menggunakan pendekatan fiqh. Sehingga diharapkan
dapat diperoleh kepastian serta kesesuaian dengan prinsip syariah, karena itu perlu
kajian yang mendalam dalam aspek akad, transaksi, serta mekanisme produk uang
elektronik tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA
Uang Elektronik (E-Money)
Singkatnya, uang elektronik (juga dikenal sebagai e-money) adalah jenis
pembayaran dimana dana pertama kali disimpan pada penerbit dan kemudian
disimpan di media elektronik dengan menggunakan chip. Uang elektronik pada
dasarnya sama dengan uang kertas yang digunakan masyarakat umum, namun
seiring berjalannya waktu disertai perkembangan teknologi sudah mengalami
transformasi digital. Baik media tertentu seperti kartu atau akun sistem
pembayaran tertentu dapat digunakan untuk menyimpan uang elektronik (Juhro,
2020).
Uang elektronik dapat dibagi menjadi dua kategori berdasarkan tujuan
penggunaannya. Pertama, Sigle Purpose seperti uang elektronik yang hanya dapat
digunakan untuk membayar jasa tol atau jasa angkutan umum, adalah uang
elektronik yang digunakan untuk melakukan pembayaran kewajiban-kewajiban
yang timbul dari suatu jenis transaksi ekonomi.
Kedua, Multi Purpose. Uang elektronik digunakan untuk memenuhi
tanggung jawab pemegang kartu atas berbagai barang yang dilakukannya.
Penggunaan uang elektronik untuk pembayaran tol hanyalah salah satu contohnya.
Bisa juga digunakan untuk membayar jasa transportasi, telepon, pembayaran di
merchant dalam bentuk minimarket, dan bentuk transaksi lainnya, semuanya
dengan menggunakan satu kartu (Rivai, 2007).

E-Toll
E-toll adalah kartu elektronik yang digunakan untuk membayar biaya tol
di beberapa ruas jalan tol di Indonesia sebagai pilihan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat luas. Pelanggan e-toll dapat
membayar tol dalam empat detik hanya dengan menempelkan kartu, yang lebih
cepat daripada membayar dengan uang tunai, yang membutuhkan waktu tujuh
detik. Karena hanya membutuhkan biaya untuk mengumpulkan, menyetor, dan
mengirimkan uang tunai dari dan ke bank, penggunaan e-toll menurunkan biaya
operasional. Penggunaan e-toll dimaksudkan untuk mengurangi pelanggaran
(moral hazard) karena petugas tol tidak menerima pembayaran secara langsung,
dan juga merupakan langkah awal menuju modernisasi pengumpulan uang
(Sriwardiningsih, 2014). Kartu ini dikeluarkan kerjasama antara PT Jasa Marga
Tbk, PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk, Bank Mandiri, dan PT Marga
Mandala Sakti.

MEKANISME UANG ELEKTRONIK


Dalam istilah awam, transaksi yang melibatkan uang elektronik dimulai
ketika pengguna memberikan uang tunai kepada penerbit (Issuer) dengan imbalan
uang elektronik yang memiliki nilai setara dengan uang tunai yang diberikan
pengguna kepada penerbit. Pengguna kemudian menerima uang elektronik, yang
dapat digunakan untuk melakukan pembayaran ke pedagang (Merchant) secara
otomatis. Saldo uang elektronik pengguna akan berkurang setelah melakukan
transaksi pembayaran. Setelah nilai mata uang elektronik yang dikumpulkan dari
pembawa telah ditukar, pedagang (Merchant) dapat membayar penerbit (Issuer).
(Muamar & Alparisi, 2017).

PENDEKATAN FIQH
Salah satu langkah yang diambil seorang ulama modern ketika menangani
isu-isu baru adalah pendekatan fikih. Ada prinsip terkenal yang menyatakan:

‫الحكم على الشيء فرع عن تصوره‬


Artinya:
Hukum terhadap suatu kasus adalah komponen bagaimana orang
memandang kasus tersebut. Oleh karena itu, salah satu alasan mengapa para ahli
memiliki pendapat yang berbeda tentang cara mengevaluasi contoh terkadang
berasal dari cara mereka menafsirkan contoh secara berbeda. Seorang ulama harus
memahami dan meneliti kasus yang akan dibahasnya sebelum memulai metode
fikih. Tahap selanjutnya adalah melihat strategi fiqh terbaik untuk kasus tersebut
setelah ustadz melihat kasus tersebut berdasarkan data yang diekstraksi. Peneliti
akan mencari jenis akad yang paling sesuai dengan contoh yang sedang dipelajari.
Bisa jadi ada beberapa kemungkinan pendekatan atau banyak kemungkinan akad
dalam hal ini. Itulah yang disebut dengan takyif fiqh atau pendekatan fiqh.
Pendekatan fiqh yang didapat setelah memahami kasus bertujuan untuk
menghukumi masalah baru yang sedang dicari tentang hukumnya (Baits, 2019).

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan. Penelitian
kepustakaan adalah penelitian yang temuannya diperoleh dengan menelaah data
dari berbagai referensi dan literatur yang berkaitan dengan materi pembahasan
(Nizar, 2003). Dalam jenis penelitian kepustakaan ini, penelusuran kepustakaan
lebih dari sekedar melayani fungsi-fungsi yang disebutkan untuk memperoleh
data penelitian. Tegasnya, penelitian kepustakaan membatasi kegiatannya hanya
pada bahan koleksi perpustakaan tanpa memerlukan penelitian lapangan (Zed,
2014). Metode kualitatif adalah metode yang digunakan dalam penelitian ini,
dimaksud sebagai metode penelitian yang temuan-temuannya tidak didapatkan
melalui prosedur statistika atau bentuk hitungan lainnya. Penelitian kualitatif
adalah keterkaitan spesifik pada studi hubungan sosial yang berhubungan dengan
fakta dari pluralisasi dunia kehidupan (Gunawan, 2015).
Pendekatan penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif
normatif, yaitu dengan cara yang digunakan dalam penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada (Soekanto & Mamudji,
2009). Sumber data yang diperlukan adalah data primer dan data sekunder.
Teknik penghimpunan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah memperoleh data
(Sugiyono, 2013). Peneliti melakukan teknik penghimpunan data dengan dengan
melaksanakan penelitian terhadap bermacam-macam literatur yang dilakukan
untuk mengkaji konsep yang ada hubungannya dengan topik pembahasan melalui
pengkajian jurnal, buku-buku, majalah, serta pendapat para ahli secara tidak
langsung. Penelitian ini menggunakan teknis analisis deskriptif. Analisis
deskriptif yakni analisis dengan cara memaparkan data yang telah terkumpul dan
tersusun secara sistematis (Rahmat, 1997).
Langkah awal penulis mengumpulkan data primer dan sekunder tentang
uang elektronik dari berbagai artikel, jurnal, dan undang-undang uang elektronik
Bank Indonesia. Setelah memiliki pemahaman yang mendalam tentang uang
elektronik, penulis menerapkan fiqh pada kontrak uang elektronik. Tahap
selanjutnya adalah analisa setiap pendekatan yang mengarah pada penyelesaian
akad top up dan transaksi uang elektronik yang korelasinya dengan e-toll.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisis Terhadap Akad Top Up Saldo E-Toll dan Transaksi E-Toll
Salah satu produk teknologi inovasi pembayaran yang dikenal saat ini
adalah e-toll sebagai alat transaksi pengganti tiket kertas yang biasanya
didapatkan pengguna jalan tol. Penggunaan e-toll merupakan suatu inovasi dari
teknologi sistem pembayaran yang menghemat sumber daya alam kayu,
megurangi sampah kertas sekali pakai, serta megurangi kemacetan. Namun, dalam
artikel ini akan lebih fokus membahas akad yang digunakan dalam top-up dan
transaksi e-toll. Sebelumnya e-toll sendiri merupakan sebuah bentuk layanan
pembayaran tol secara elektronik yang berupa kartu elektronik digunakan untuk
melakukan pembayaran masuk jalan tol dengan menempelkan kartu dalam waktu
4 detik saja. Untuk uang elektronik (e-money) sebagai sebuah trobosan agar
segala aktivitas manusia terlaksana dengan mudah. Uang elektronik (e-money)
sendiri merupakan perwujudan atas sistem perbankan modern yang menggunakan
sistem Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) (Tarantang et al., 2020).
Ketika seseorang melakukan top up e-money, terdapat empat kemungkinan
akad pendekatan untuk menyimpulkan e-money, diantaranya yaitu al-Ijarah al-
Mausufah fi Dzimmah, Wadiah, Qard, dan Sharf. Adapun penjelasanya sebagai
berikut:
a. l-Ijarah al-Mausufah fi Dzimmah
Akad Ijarah Maushufah fi al-Dzimmah tersusun dari tiga kata, yaituIjarah
(‫ )إجارة‬artinya akad sewa menyewa. Secara bahasa, ijarah berasal dari bahasa
arab yang berarti sewa atau jasa. Adapun secara istilah, ijarah dapat
diartikan sebagai sebuah transaksi pemindahan hak guna atau manfaat
atas barang atau jasa melalui sewa atau upah dalam waktu tertentu, tanpa
disertai pemindahan hak atas barang tersebut. Al-Mausuf (‫ )الموصوف‬artinya
yang disifati, Al-Mausuf fapat diartikan sebagai sesuatu yang ditetapkan
dan dibatasi oleh sifat-sifat tertentu. Sehingga wujud barang belum tersedia,
namun keberadaannya sangat mudah ditemukan di pasaran. fi al-dzimmah ( ‫في‬
‫ )الذمة‬artinya dalam tanggungan, dalam artian penjual atau penyedia jasa
menjamin akan menyediakan barang yang dimaksud sesuai sifat-sifat yang
diperjanjikan (Fuad, 2019a).
Dewan Syariah Nasional mendefinisikan Akad Ijarah Maushufah fi al-
Dzimmah sebagai sebuah akad sewa-menyewa atas manfaat suatu barang dan
jasa yang ketika akad terjadi hanya disebutkan sifat-sifat dan spesifikasi dari
barang atau jasa tersebut. Sehingga yang membedakan al-ijarah al-
maushufah fi al-dzimmah dengan ijarah lainnya adalah barang atau jasa
belum ada pada saat akad terjadi, sehingga manfaat atas barang atau jasa
dipesan terlebih dahulu seperti pada pembiayaan salam dan istishna.
Sedangkan, Muhammad al-Hawamilah mendefinisikan akad al-ijarah al-
maushufah fi al-dzimmah dengan transaksi yang dibolehkan (oleh hukum
Islam) dimana pembayarannya dilakukan dengan penggantian (uang tertentu)
dan dalam batas waktu tertentu (Fuad, 2019b).

b. Wadiah
Wadi’ah dalam fiqh muamalah berarti barang titipan. Deposit e-money
bisa dikatakan barang titipan, selama penerbit tidak menggunakan dana itu
sama sekali. Termasuk tidak digunakan untuk jaminan ketika utang di bank.
Dan customer dibenarkan untuk menarik kembali saldo e-money (Almurni et
al., 2021).
Secara sederhana, wadi’ah diartikan sebagai titipan. Dalam pembahasan
fiqh muamalah, secara terminologi, merujuk kepada pendapat kelompok
mayoritas ulama (Syafi’iyah dan Malikiyah), akad wadi’ah berarti suatu
bentuk perwakilan untuk menjaga suatu barang kepemilikan dengan cara
tertentu. Wadi’ah termasuk ke dalam kategori akad jaiz, amanah, dan tabarru’
kebalikannya yaitu lazim, dhamanah, dan tijari. Konsekuensinya, akad dapat
diterminasi kapan saja tanpa harus menunggu persetujuan pihak lain, berbasis
saling percaya dan tolong-menolong.
Akad wadi’ah termasuk dalam kategori akad amanah. Maksud dari akad
amanah adalah bahwa harta yang berada pada pihak penerima titipan
merupakan amanah yang harus dijaga untuk kepentingan pemiliknya. Oleh
karena itu pihak yang dititipi tidak bertanggung jawab terhadap musibah yang
menimpa barang titipan kecuali ada unsur kelalaian dalam menjaganya. Obyek
wadi’ah adalah barang yang harus dijaga dan tidak boleh digunakan oleh
pihak yang dititipi. Pada obyek wadi’ah berbentuk benda (selain uang),
ketentuan tersebut mudah dilakukan. Namun jika obyeknya adalah uang,
ketentuan tersebut dirasa sulit dipenuhi. Alasannya, menjaga obyek wadi’ah
adalah menjaga wujudnya (‘ain) bukan nilainya (qimah) (Hadikusuma, 2021).

c. Qardh
Akad qardh, menurut pendapat yang banyak dikenal luas di kalangan para
fuqahâ Hanafiyah, berarti sesuatu yang diberikan kepada orang lain untuk
dikembalikan lagi seperti sedia kala. Sedangkan menurut mazhab-mazhab
yang lain, qardh berarti memberikan sesuatu kepada orang lain dengan
mensyaratkan pengembalian seperti barang yang diberikan. Dalam fatwa
dicantumkan beberapa ketentuan qardh dalam kaitannya dengan kegiatan
transaksi uang elektronik, yaitu:
1. Jumlah nominal uang elektronik bersifat utang yang dapat
diambil/digunakan oleh pemegang kapan saja.
2. Penerbit dapat menggunakan (menginvestasikan) uang utang dari
pemegang uang elektronik.
3. Penerbit wajib mengembalikan jumlah pokok piutang Pemegang uang
elektronik kapan saja sesuai kesepakatan.
4. Otoritas terkait wajib membatasi penerbit dalam penggunaan dana
pinjaman (utang) dari pemegang kartu (danafloat).
5. Penggunaan dana oleh penerbit tidak boleh bertentangan dengan prinsip
syariah dan peraturan perundangundangan.
Berbeda dengan qardh, kepemilikan harta pada akad wadi’ah tidak
berpindah dari penitip kepada pihak yang dititipi, sedangkan dalam qardh
kepemilikan harta berpindah kepada pihak yang berutang (muqtaridh). Dalam
hal penggunaan dan pemanfaatan barang, hal itu tidak diperbolehkan pada
obyek akad wadî’ah, sebaliknya diperbolehkan pada obyek akad qardh.
Konsekuensi dari ketentuan ini adalah bahwa obyek akad transaksi uang
elektronik dengan akad qardh, yaitu uang yang disetor pengguna kepada pihak
Penerbit, dapat dikelola/digunakan lebih lanjut, termasuk mencampurnya
dengan barang-barang lain. Demikian itu berarti pihak Penerbit hanya
dibebankan untuk menjaga nilai uangnya (qimah) saja, bukan wujud fisiknya
(‘ain) (Hadikusuma, 2021).

d. Sharf
Akad sharf dalam fiqh berarti pertukaran mata uang dengan mata uang
lainya baik satu jenis maupun lain jenis. Top up rupiah dengan saldo e-money,
hakikatnya adalah akad tukar menukar rupiah kartal dengan rupiah digital.
Akad sharf dapat diqiyaskan dengan uang elektronik, karena terdapat
beberapa kesamaan karakteristiknya sebagaimana yang telah tertuang dalam
Fatwa DSN MUI nomer 28 tahun 2002. Di antara beberapa kesamaan antara
akad sharf dan uang elektronik adalah (Zakiyah & Huda, 2017b):
1. Pada akad sharf terdapat serah terima sebelum berpisah, sedangkan pada
uang elektronik pemegang kartu membeli fisik e-money BSM maupun
mengisi saldonya dengan cara menyerahkan uang dan menerima fisik
kartu yang telah terisi ulang secara langsung tanpa berpisah terlebih
dahulu
2. Pada akad sharf terdapat kesamaan ukuran, sedangkan pada pengisian e-
money BSM, jumlah uang yang disetorkan untuk mengisi ulang saldo
sama dengan jumlah saldo yang terisi
3. Dalam akad sharf tidak adanya spekulasi atau untunguntungan,
sebagaimana dalam transaksi Kartu E-Money BSM tidak dimungkinkan
adanya spekulasi. Hal ini dikarenakan tidak ada salah satu pihak yang akan
diuntungkan atau dirugikan dengan adanya transaksi pengisian atau
pembuatan produk ini, karena nilai yang terisi dalam kartu sama dengan
jumlah nilai yang disetor dan tidak ada fluktuasi nilai saldo jika tidak
digunakan
4. Baik dalam sharf maupun dalam e-money BSM dilakukan secara kontan,
dimana pembelian kartu, pengisian saldo, maupun pembayaran kepada
pedagang dilakukan secara tunai tanpa adanya penundaan pembayaran.

KESIMPULAN
Pertama, uang elektronik adalah uang elektronik yang diproduksi oleh
penerbit dengan persetujuan Bank Indonesia dan memiliki tingkat daya beli yang
sama dengan uang tunai. Kesimpulan ini dapat ditarik dari penelitian yang
ditunjukkan di atas. Oleh karena itu, uang elektronik berguna untuk alat
pembayaran nontunai kepada pedagang atau penyedia barang dan jasa. Itu
disimpan secara elektronik di media elektronik dalam bentuk kartu chip atau di
server.
Kedua, terdapat perbedaan pandangan di kalangan akademisi modern
tentang cara isi ulang uang elektronik menurut fiqh. Al-Ijarah al-Maufah fi
Dzimmah, Wadiah, Qard, dan Sharf adalah tiga setidaknya empat sudut pandang
lainnya. Perbedaan perspektif ini menghasilkan berbagai interpretasi hukum atas
masalah derivatif, termasuk diskon dan cash back yang diberikan kepada
pengguna oleh penerbit.
Ketiga, peneliti berpendapat bahwa akad sharf adalah pendekatan fiqh
yang tepat untuk top up uang elektronik. Ini berarti bahwa ketika pengguna
mengisi kembali uang elektronik, mereka pada dasarnya mengubah mata uang
lokal mereka ke dalamnya. Status diskon atau cash back adalah hadiah atau
promosi yang diberikan penerbit kepada pengguna yang statusnya diperbolehkan
menurut syariah jika akad pengisiannya adalah akad sharf.

DAFTAR PUSTAKA
Almurni, M. F., Hidayat, T., & Nuradi. (2021). Analisis Akad Top Up E-Money
dengan Pendekatan Fiqh. Jurnal Iqtisaduna, 7(2), 146.
Baits, A. N. (2019). Halal Haram Bisnis Online. Pustaka Muamalah Jogja.
https://www.google.co.id/books/edition/Halal_Haram_Bisnis_Online/oT3zD
wAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=Halal+Haram+Bisnis+Online+oleh+nur&printsec=front
cover
Firdaus, M. R. (2018a). E-Money dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah.
Tahkim, XIV(1), 146.
https://jurnal.iainambon.ac.id/index.php/THK/article/download/613/pdf
Firdaus, M. R. (2018b). E-Money dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah.
Tahkim, XIV(1), 146–147.
https://jurnal.iainambon.ac.id/index.php/THK/article/download/613/pdf
Fuad, N. F. Z. (2019a). Implementasi Akad Al-Ijarah Al-Maushufah Fi Al-
Dzimmah sebagai Alternatif Pembiayaan di Lembaga Keuangan Syariah
Indonesia. Indonesian Journal of Islamic Literature and Muslim Society,
2(1), 216. https://ejournal.uinsaid.ac.id/index.php/islimus/article/view/1750/
pdf
Fuad, N. F. Z. (2019b). Implementasi Akad Al-Ijarah Al-Maushufah Fi Al-
Dzimmah sebagai Alternatif Pembiayaan di Lembaga Keuangan Syariah
Indonesia. Indonesian Journal on Networking and Security, 4(2), 217.
https://ejournal.uinsaid.ac.id/index.php/islimus/article/view/1750/pdf
Gunawan, I. (2015). Metode Penelitian Kualitatif. Bumi Aksara.
Hadikusuma, S. (2021). Metode Pnentuan Akad pada Transaksi Uang Elektronik.
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(2), 811–813.
https://jurnal.stie-aas.ac.id/index.php/jei/article/view/2395/1245
Husin, Prananingtyas, P., & Mahmudah, M. (2019). Analisis Penerapan
Pembayaran E-Toll Menggunakan E-Money. Diponegoro Law Journal, 8(1),
397.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/article/download/25340/22550
Juhro, S. M. (2020). Ekonomi Moneter Islam: Suatu Pengantar. PT. Rajagrafindo
Persada.
https://www.google.co.id/books/edition/Ekonomi_Moneter_Islam_Suatu_Pe
ngantar_Ra/PAAaEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1
Muamar, M., & Alparisi, A. S. (2017). Electronic Money (E-Money) Dalam
Perspektif Maqashid Syariah. Journal of Islamic Economics Lariba, 3(2),
76–77. https://journal.uii.ac.id/JIELariba/article/download/9657/7821
Nizar, M. (2003). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia.
Rahmat, J. (1997). Metodologi Hukum. Fajar Agung.
Rivai, H. V. (2007). Bank and Financial Institution Management. PT.
Rajagrafindo Persada.
Sari, D. P. (2022). Analisis Efektivitas Kartu Electronic Toll (E-Toll) Pada PT.
Jasa Marga Tbk. Cabang Balmera. Jurnal Emanis Fakultas Ekonomi Dan
Bisnis, I(1), 31.
https://jurnal.dharmawangsa.ac.id/index.php/emanis/article/download/
2135/1562
Sari, S. W. (2016). Perkembangan dan Pemikiran Uang Dari Masa Ke Masa. An-
Nisbah, 3(1), 56.
http://ejournal.iain-tulungagung.ac.id/index.php/nisbah/article/view/275/211
Soekanto, S., & Mamudji. (2009). Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat. Rajawali P.
Sriwardiningsih, E. (2014). Nilai Guna (Kepuasan) Green Technology E-Toll
sebagai Salah Satu Alternatif Layanan pada Konsumen Pengguna Tol dalam
Kota Jakarta. Binus Business Review, 5(1), 76–77.
https://journal.uii.ac.id/JIELariba/article/download/9657/7821
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuanyitatif, Kualitatif, dan R&D.
Syamsiah, N. O. (2017). Kajian Atas Cryptocurrency Sebagai Alat Pembayaran di
Indonesia. Indonesian Journal on Networking and Security, 6(1), 53–60.
https://ijns.org/journal/index.php/ijns/article/view/1449/1428
Tarantang, J., Kurniawan, R., & Firdaus, G. M. F. (2020). Electronic Money
sebagai Alat Transaksi dalam Perspektif Islam. An-Nisbah: Jurnal Ekonomi
Syariah, 1(7), 6–7.
http://ejournal.iain-tulungagung.ac.id/index.php/nisbah/article/view/1569/
pdf_1
Wahyuddin. (2009). Uang dan Fungsinya (Sebuah Telaah Historis dalam Islam).
Jurnal Sosial Humaniora, 2(1), 40.
https://iptek.its.ac.id/index.php/jsh/article/download/664/387
Wicaksono, W. (2020). Ekonomi Islam Metode Hahslm. Balai Insan Cendekia
Mandiri.
https://www.google.co.id/books/edition/Ekonomi_Islam_Metode_Hahslm/
fWvuDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=
Zakiyah, & Huda, R. (2017a). Analisis Syariah Terhadap Produk Uang Elektronik
Bank Syariah. Al-Iqtishadiyah: Jurnal Ekonomi Syariah Dan Hukum
Ekonomi Syariah, III(II), 119.
https://ojs.uniska-bjm.ac.id/index.php/IQT/article/download/2399/1838
Zakiyah, & Huda, R. (2017b). Analisis Syariah Terhadap Produk Uang Elektronik
Bank Syariah. Al-Iqtishadiyah: Jurnal Ekonomi Syariah Dan Hukum
Ekonomi Syariah, III(II), 125.
Zed, M. (2014). Metode Penelitian Kepustakaan. Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
https://www.google.co.id/books/edition/Metode_Penelitian_Kepustakaan/
zG9sDAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&printsec=frontcove

Anda mungkin juga menyukai