Anda di halaman 1dari 12

FIQIH

BAB PUASA

KITAB GHOYAH WAT TAQRIB

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Dosen Pengampu : Bp. NUR FALAHUL MUTTAQIN

Oleh :

ZAHROTUS SA’DIYAH (NIM : 2017059)

STIBI SEKOLAH TINGGI ILMU BUDAYA ISLAM

2018
DAFTAR ISI

BAB.I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian

BAB.II.
PUASA
A. Ta’rif Puasa
1. Pengertian Etimologis
2. Pengertian Terminologis
B. Legitimasi Puasa
1. Al-Qur’an
2. As-Sunnah
C. Derivasi Puasa
1. Macam-macam Puasa
2. Syarat dan fardhu kewajiban puasa
3. Perkara yang membatalkan puasa
4. Kifarat
5. I’tikaf
BAB.III.
PENUTUP
- Kesimpulan

REFRENSI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Salah satu rukun islam yang lima ialah Shoum atau puasa. Rukun
Islam yang keempat ini mulai disyari’atkan oleh Allah SWT. Kepada umat
islam pada bulan Sya’ban tahun 2 Hijriah.
Ash-Shoum itu sendiri berarti menahan, yakni menahan diri
berpantang apa saja. Kata “Shoum” dalam artian demikian antara lain
terdapat firman Allah SWT. Ketika berkisah tentang Maryam ‘Alaihissalam :

Artinya :
Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha
Pemurah, maka tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari
ini. (QS. Maryam: 26) 1)
Penjelasan ayat tersebut ialah Siti Maryam ibunda dari nabi Isa as,
sebagai contoh yang melakukan puasa karena Allah. Untuk itu kita
mencontoh perbuatannya karena orang yang beragama islam disuruh
berpuasa. Puasa ada berbagai macam yaitu puasa wajib, sunnah, makruh dan
haram.
Allah berfirman untuk berpuasa di bulan Ramadhan bagi umat islam
(QS. Al-Baqarah: 186) yang artinya :
Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an,
sebagai petunjuk manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu
dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di
antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah.2)
Dalam ketentuan itu tidak perlu diragukan, bahwa dimasa zaman dahulu
umat islam pernah menunaikan agama mereka dengan tekun dan berpegang
teguh dengan akhlak-akhlak islam.3)

1
Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Wanita, Asy Syifa’, Semarang, h.230
2
KH. Arwani Aminl, Al-Qur’an Al-Quddus Bi RosmUstmani, terjemah Indonesia,
Cipta Mubarokotan Thoyyibah, 2014, h.27
3
Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Wanita, Asy Syifa’, Semarang, h.5
B. Rumusan Masalah
Atas dasar latar belakang tersebut diatas, maka dalam makalah ini
membahas masalah sebagai berikut :
1. Macam-macam Puasa
2. Syarat dan fardhu kewajiban puasa
3. Hal-hal yang membatalkan puasa
4. Kifarat
5. I’tikaf

C. Tujuan
1. Berpuasa, untuk menahan diri dari hawa nafsu yang buruk dan
bertambahnya ketaqwaan kepada Allah.
2. Sedangkan dalam i’tikaf
Segala urusan duniawi diganti dengan ibadah dan dzikir kepada
Allah untuk mengosongkan hati, agar hati menjadi jernih dan
tentram di hadapan sang pencipta.
BAB.II.

PEMBAHASAN

A. Definisi Puasa
Pengertian secara etimologi (bahasa) Puasa
Ash-Shoum itu sendiri menurut bahasa berarti menahan, yaitu
menahan diri dan berpantang dari apa saja.
Penngertian secara terminologi (istilah) puasa
Shoum menurut istilah/syara’ yaitu menahan diri dari segala yang
membatalkan puasa, yang berupa memperturutkan syahwat perut dan farji,
sejak terbitnya fajar dini hari sampai terbenamnya matahari, dengan niat
khusus.1)
Dalil yang mewajibkan puasa
1. Al-Qur’an, diantaranya (Al-Baqarah: 183) Yang artinya : “Wahai
orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu, agar kamu
bertaqwa”.2)
Penjelasan ayat tersebut ialah diwajibkan untuk berpuasa dibulan
yang tertentu (bulan ramadhan), bagi orang – orang yang beriman hendak
mengerjakan puasa tersebut, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kita.
2. As-Sunnah, diantaranya hadist yang masyhur,
Artinya :
Hadist Abu Abdurrahman Abdullah Umar Khattab RadiyallahuAnhu,
berkata : Saya mendengar Rasulallah Shallallah Alaihi Wasallam bersabda
yang artinya : “Islam dibangun atas lima dasar : (1) Syahadat bahwa tidak
ada tuhan yang berhak disembah, kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan
Allah, (2) Mendirikan sholat, (3) Menunaikan zakat, (4) Melaksanakan Haji ke
Baitullah, (5) Berpuasa di bulan Ramadhan” (HR. Al Bukhori dan Muslim).3)
Hadist tersebut menunjukkkan bahwa puasa terdapat pada rukun islam
yang keempat, maka dari itu Allah mensyariatkan kepada kita untuk melakukan
kewajiban puasa di bulan ramadhan.

1
Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Wanita, Asy Syifa’, Semarang, h.230
2
KH. Arwani Aminl, Al-Qur’an Al-Quddus Bi RosmUstmani, terjemah Indonesia,
Cipta Mubarokotan Thoyyibah, 2014, h.27
3
Al ImamYahya, terjemah Hadist Arba’in Annawawiyah, Albama, 2009, h.5
B. Rumusan Masalah
1. Macam-macam Puasa
Puasa itu ada bermacam- macam :
1- Puasa Wajib yaitu puasa pada bulan Ramadhan, puasa kifarat dan
puasa nadzar.
2- Puasa sunnah yaitu selain puasa Ramadhan, kifarat dan nadzar,
dan selain puasa pada hari-hari yang haram berpuasa sebagaimana
akan diterangkan nanti.
3- Puasa Makruh yaitu puasa saat dilakukan pada hari yang
meragukan, apakah sudah tiba bulan Ramadhan atau belum
(Yaum Asyakk), yaitu tanggal 30 Sya’ban, apabila oleh sejumlah
orang yang tidak bisa diterima kesaksiannya, disaksikan adanya
hilal(bulan sabit) pada malam tanggal tersebut. Dan begitu pula
puasa pada hari jum’at secara tersendiri, pada hari sabtu secara
tersendiri, dan juga puasa hari raya selain umat islam.
4- Puasa Haram yaitu berpuas pada Hari Raya ‘Idhul Adhha maupun
‘Idul fitri, dan hari-hari Tasyrik, yaitu 3 hari sesudah ‘idhul
Adhha.1)
2. Syarat dan Fardhu Kewajiban Puasa
*Syarat-syarat Kewajiban Puasa ada empat perkara :
1. Islam
2. Balig
3. Berakal
4. Mampu berpuasa

*Fardhu-fardhu Kewajiban Puasa ada empat perkara :


1. Niat
2. Menahan diri dari makan minum
3. Jimak
4. Muntah yang disengaja
3. Hal-hal yang membatalkan puasa2)
Hal-hal yang membatalkan puasa ada sepuluh perkara :
1. Sesuatu yang dimasukkan dengan sengaja kedalam perut
2. Sesuatu yang dimasukkan dengan sengaja kedalam kepala
3. Memasukkan sesuatu dalam salah satu dari dua jalan

1
Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Wanita, Asy Syifa’, Semarang, h.231
Al-Qodhi Abu Suja’ Al-Asfihani, terjemah Matan Goyah Wat Taqrib, Surabaya,h86
2

4. Muntah disengaja
5. Bersetubuh dengan sengaja
6. Menumpahkan mani dengan persentuhan
7. Haid
8. Nifas
9. Gila
10. Murtad

4. Kifarat

Kifarat adalah hukuman agama yang telah ditentukan Allah


SWT, dan diwajibkan atas orang yang melakukan beberapa jenis dosa
seperti pembunuhan, melanggar sumpah dan puasa yang dibatalkan
secara sengaja.
Kifarat harus dilakukan secara tertib sebagaimana dalam
hadist, yang artinya : “ Dari Abu Hurairah ra. Bahwa pernah ada
seorang lelaki membatalkan puasanya di bulan Ramadhan. Maka
Rasulallah saw. Menyuruh dia memerdekakan budak, atau puasa dua
bulan berturut-turut, atau memberi oganr miskin”.
Berdasarkan hadist ini berarti, apabila seorang lelaki batal
puasanya di bulan Ramadhan –ingat, kata-kata “batal” ini kata yang
umum dengan sebab apapun yang membatalkan puasa, maka wajiblah
membayar kifarat.
Kifarat harus dilakukan dengan tertib, jadi pertama-tama wjib
memerdekakan budak. Kemudian bila tidak mampu, maka dengan
puasa dua bulan berturut-turut. Dan bila tidak mampu juga, maka denga
memberi makan 60 orang miskin berupa makanan yang biasa diberikan
kepada keluarga sendiri.Dengan catatan, tidak boleh beralih dari satu
kepada urutan berikutnya, kecuali memang betul-betul tidak mampu.1)

1
Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Wanita, Asy Syifa’, Semarang, h.257 & 258

Barangsiapa yang meninggal dunia mempunya tanggungan


puasaRamadhan, maka dibagikan makanan untuknya setiap hari satu
mud. Orang tua yang tidak mampu puasa, boleh untuk tidak puasa dan
memberi makan orang miskin setiap hari satu mud. Wanita hamil dan
menyusui, jika takut bahaya diri keduanya , maka boleh tidak
berpuasa dan harus mengqadha. Jika bahaya atas anaknya , maka
boleh berbuka dan harus mengqadha serta serta membayar kafarat satu
mud (1 1/3 kati Iraqi) untuk setiap hari. Begitu juga orang sakit dan
musafir yang melakukan perjalanan jauh, boleh tidak berpuasa dan
harus mengqadha.

5. I’tikaf

I’tikaf adalah sunnah yang dianjurkan dan mempunyai dua syarat,


yaitu : 1. Niat
2. dan tinggal di masjid
Tidak boleh keluar dari i’tikaf yang dinadzarkan, kecuali untuk
kebutuhan manusia atau uzur, baik karena haid atau penyakit yang
tidak mungkin tinggal dalam keadaan itu dan menjadi batal apabila
bersetubuh.1)

2
Al-Qodhi Abu Suja’ Al-Asfihani, terjemah Matan Goyah Wat Taqrib, Surabaya,
h.90 & 92

C. KESIMPULAN
Puasa adalah salah satu rukun islam, maka dari itu wajiblah bagi kita
untuk melaksanakan puasa dengan ikhlas tanpa paksaan dan mengharap imbalan
dari orang lain. Jika kita berpuasa dengan niat agar mendapat imbalan atau pujian
dari orang lain, maka puasa kita tidak ada artinya. Maksudnya ialah kita hanya
mendapatkan rasa lapar dan haus dan tidak mendapat pahala dari apa yang telah
kita kerjakan. Puasa ini hukumnya wajib bagi seluruh ummat islam sebagaimana
telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kita.

Sebagaimana firman Allah swt yang artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa


sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.”(Q.S Al-
Baqarah:183)

Berpuasalah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah dibuat oleh


Allah swt. Allah telah memberikan kita banyak kemudahan(keringanan) untuk
mengerjakan ibadah puasa ini, jadi jika kita berpuasa sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang telah kami sebutkan diatas, kita sendiri akan merasakan betapa
indahnya berpuasa dan betapa banyak faidah dan manfaat yang kita dapatkan dari
berpuasa ini.

Maka dari itu saudara-saudari kami sekalian, janganlah sesekali


meninggalkan puasa, karena puasa ini mempunyai banyak nilai ibadah. Mulai dari
langkah, tidur dan apapun pekerjaan orang yang berpuasa itu adalah ibadah.
D. REFRENSI

- Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Wanita, Asy Syifa’, Semarang, h.230.


- KH. Arwani Aminl, Al-Qur’an Al-Quddus Bi RosmUstmani, terjemah Indonesia,
Cipta Mubarokotan Thoyyibah, 2014, h.27.
- Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Wanita, Asy Syifa’, Semarang, h.5.
- Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Wanita, Asy Syifa’, Semarang,h.231.
- Al-Qodhi Abu Suja’ Al-Asfihani, terjemah Matan Goyah Wat Taqrib, Surabaya,
h.86.
- Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Wanita, Asy Syifa’, Semarang, h.257 & 258.
- Al-Qodhi Abu Suja’ Al-Asfihani, terjemah Matan Goyah Wat Taqrib, Surabaya,
h.90 & 92.
FILSAFAT ISLAM

PERTUMBUHAN PERADABAN ISLAM

MASA BANI UMAYYAH

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Dosen Pengampu : Bp. H.NUR FALAHUL MUTTAQIN

SEMESTER : III

Oleh :

ZAHROTUS SA’DIYAH (NIM : 2017059)

STIBI SEKOLAH TINGGI ILMU BUDAYA ISLAM

2018

Anda mungkin juga menyukai