Anda di halaman 1dari 15

DASAR-DASAR IBADAH II

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Studi Islam

Dosen Pengampu: Dr. Syamsul Yakin, M.A.

Pemakalah:

Muhamad Arrafi Aslam

11230511000010

PROGRAM STUDI JURNALISTIK


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2023
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kata Ibadah (‫ )عبادة‬adalah berasal dari bahasa arab: (‫عبد‬-‫ )يعبد‬Yang secara
etimologi berarti; tunduk, patuh, merendahkan diri, dan hina, artinya menurut Yusuf
Qardawy tunduk, patuh dan merendahkan diri dihadapan yang Maha Kuasa.1 Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata ini memiliki arti: Perbuatan atau
penyataan bakti terhadap Allah atau Tuhan yang didasari oleh peraturan agama.
Dasar-dasar ibadah dalam Islam adalah prinsip-prinsip dan konsep-konsep yang
menjadi dasar dalam mengamalkan ajaran agama Islam. Ibadah dalam Islam
merupakan kewajiban bagi setiap Muslim untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT
dan menjalankan perintah-Nya. Salah satu dasar-dasar ibadah dalam Islam adalah
keimanan atau keyakinan yang kuat terhadap keesaan Allah SWT. Muslim meyakini
bahwa Allah SWT adalah satu-satunya tuhan yang berhak disembah, dan Muhammad
SAW adalah Nabi terakhir yang diutus-Nya untuk membawa ajaran-ajaran Islam
kepada umat manusia.
Selain itu, dasar-dasar ibadah Islam juga mencakup pemahaman tentang rukun
Islam dan rukun iman. Rukun Islam terdiri dari lima hal yaitu syahadat, salat, zakat,
puasa, dan haji. Kelima rukun ini merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh
setiap muslim. Rukun iman sendiri terdiri dari enam hal yaitu keimanan kepada Allah,
malaikat, kitab-kitab Allah, rasul-rasul Allah, hari kiamat, dan takdir. Kepercayaan dan
keimanan terhadap hal-hal ini merupakan bagian penting dari ibadah dalam Islam.2

2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana catatan historis ibadah puasa?
2. Bagaimana Bulan Ramadhan dalam keselarasan Al-Qur’an ?
3. Apakah dengan berhaji bisa mengurangi tindakan korupsi?
4. Apa makna dari ibadah Kurban?

1
Abrar Khoirul, Fiqh Ibadah, (Yogyakarta: Phoenix Publisher, 2019) hal. 1.
2
Ibid., hal. 5.
1
B. PEMBAHASAN
1. Dimensi Historis Puasa
Ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa. Karena pada bulan inilah, Allah
sublnahu wa ta'dla menurunkan Al-Quran kepada Nabi Muhammad shallallihu
“alaii wa sallam. Dan malam turunnya al-Quran itu disebut dengan Nuzulul Qur'an.
Ramadhan terasa semakin istimewa karena pada salah satu malamnya merupakan
malam kemuliaan yang nilai ibadahnya lebih baik dari seribu bulan (Lailatul
Qadar).
Selain itu, pada bulan Ramadhan ini pula, seluruh umat Islam di seantero dunia
diwajibkan untuk mengerjakan ibadah puasa selama sebulan penuh. Yang dimulai
sejak terbit fajar pada 1 Ramadhan dan berakhir sctelah terbenamnya matahari pada
malam terakhir Ramadhan yang menjadi tanda masuknya bulan Syawal.3
Puasa atau dalam bahasa arab yaitu “shiyam” dan “shaum” yang artinya
menahan diri dari sesuatu yaitu menahan makan, minum, dan bersetubuh sejak fajar
hingga terbenamnya matahari. Allah SWT mulai memerintahkan puasa pada bulan
Ramadhan yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW pada tahun kedua
hijriah. Puasa dalam islam pada zaman dahulu berebeda dengan zaman sekarang,
contohnya pada waktu berbuka puasa.4
Setelah berbuka pada waktu Magrib, umat Islam pada waktu itu boleh makan,
minum, dan bersetubuh sampai mereka melaksanakan shalat Isya dan tidur, namun
tidak diperbolehkan lagi sesudah itu. Karena para sahabat merasa berat dengan cara
puasa pada masal awal, kemudian Allah SWT membuat cara yang lebih mudah.
Sebenarnya puasa sudah ada sejak dari jaman pra-islam Allah SWT berfirman, “Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS. Al-
Baqarah/2: 183).5
Sebelum diangkat menjadi Rasul, Muhammad berpuasa tiga hari setiap bulan.
Selain itu, beliau juga melakukan puasa Asyura pada hari ke-10 bulan Muharram
(bulan ke-1 menurut kalender Hijriah). Puasa ini dilakukan bersama masyarakat

3
Syahruddin El-Fikri, Sejarah Ibadah. (Jakarta: Republika Penerbit, 2014) hal. 44.
4
Syamsul Yakin, Studi Islam Masa Kini, Buku Ajar Studi Islam untuk Perguruan Tinggi (Surabaya: Pustaka
Aksara, 2022) hal. 34.
5
Yasin T Al-Jibouri, dkk, Rahasia Puasa Ramadhan (Jakarta: Pustaka Zahra 2002) hal. 15.
2
Quraisy lainnya. Malah, konon, masyarakat Yahudi yang tinggal di Madinah pada
masa itu turut mengamalkan puasa Asyura. Puasa ini dilakukan orang Yahudi untuk
memperingati hari kebebasan bangsa Mesir dari penindasan Fir'aun.6
Bangsa-bangsa terdahulu yang telah melaksanakan puasa yaitu, Mesir kuno,
Yunani, Romawi, dan Cina kuno, serta bangsa-bangsa lainnya dengan alasan yang
berbeda. Sebelum Nabi Muhammad, para nabi terdahulu juga telah melakukan
puasa. 7 Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan Nabi Nuh hingga Nabi Isa
melaksanakan puasa wajib. Mereka melakukan tiga hari setiap bulannya. Walaupun
sudah ada sejak dari zaman Nabi Nuh, puasa dari zaman nabi-nabi lain hingga Nabi
Muhammad memiliki persamaan yaitu kefardhuan-nya menurut Wahhab Al-Zuhaili
dalam Tafsir Munir.
Puasa pada zaman Rasulullah SAW, wajib dilakukan pada bulan ke-9 dalam
perhitungan kalender Hijriah yaitu bulan Ramadhan. Pada zaman Nabi Muhammad,
para sehabat jika ingin berpuasa selalu menggunakan bulan sebagai patokan. Di
akhir bulan Sya’ban (bulan ke-8 menurut kalender hijriah), mereka selalu keluar
malam setelah shalat magrib. Cara menentukannya jika mereka malam itu melihat
bulan sabit, besoknya mereka berpuasa, sedangkan jika tidak terlihat mereka
menunda puasa pada esok harinya.
Jika diperhatikan pendapat para ahli fiqh tersebut, dapat dipahami bahwa
syarat sah puasa yang disepakati oleh kebanyakan ahli fiqh adalah: Islam, niat dan
suci dari haid dan nifas. Adapun persyaratan Islam menurut fuqaha Hanafiyah
adalah syarat wajib puasa, bukan syarat sah puasa; Sedangkan menurut Syafi‟iyah,
Malikiyah dan Hanabilah, Islam adalah syarat sah puasa bukan syarat wajib puasa.8
Syarat Sah Puasa, Terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama dalam
menetapkan syarat sahnya puasa. Para ahli fiqh dari Mazhab Hanafi menetapkan
tiga syarat bagi sahnya puasa:

1. Niat

2. Bersih dari haiḑ dan nifas

6
Ayi Yunus R, Ajaibnya Puasa: Fasting is Amazing (Bandung: DAR! Mizan 2006) hal. 19
7
Ibid, hal. 18.
8
Wahbah Zuhayli, Al-Fiqhu al-Islamy Wa adillatuhu,II, Daar Al-Fikr, 1989
3
3. Terhindar dar segala yang membatalkan puasa

Mazhab Hanbali juga menetapkan tiga syarat bagi Sahnya puasa:

1. Islam

2. Niat

3. Bersih dari Haiḑ dan Nifas

Mazhab Maliki menetapkan empat syarat bagi sahnya puasa:

1. Niat

2. Suci dari haiḑ dan nifas

3. Islam

4. Dilakukan pada masa-masa yang dibolehkan berpuasa Dilakukan pada masa


dibolehkan berpuasa;

Mazhab Syafi‟i menetapkan empat syarat bagi sahnya puasa:

1. Islam

2. Berakal

3. Suci dari haid dan nifas

4. Niat (menurut sebagian Syafi‟iyah9

Menurut kebanyakan ulama, menentukan niat perlu dilakukan bagi setiap puasa
wajib; yang berpuasa harus meyakini puasa yang akan dilaksanakannya pada keesokan
hari, puasa Ramaḑan, puasa Qaḑa, puasa Kaffarat atau puasa Nażar. Pada malam hari,
puasa yang akan dilaksanakannya sudah harus ditentukan dalam niatnya. Para ulama
juga sepakat bahwa niat puasa Ramaḑan perlu dilakukan secara terpisah. Ini berarti
bahwa setiap malam disyaratkan melakukan niat untuk berpuasa pada siang harinya;
Akan tetapi kalangan mazhab Maliki mengatakan bahwa niat puasa sebulan penuh

9
Wahbah Zuhayli, Al-Fiqhu al-Islamy Wa adillatuhu,II, Daar Al-Fikr, 1989
4
dapat dilakukan hanya sekali pada awal Ramadhan, tidak perlu dilakukan setiap malam;
Hal ini berlaku jika puasanya tidak terputus oleh hal-hal seperti sakit atau bepergian.10

Para ulama Fiqh telah sepakat tidak mensyaratkan bersih dari junub. Puasa yang
dilakukan seseorang dalam keadaan junub tetap sah. Hal ini dipertegas dalam hadis
Nabi yang diriwayatkan Aisyah dan Ummu Salamah menyatakan: Nabi s.a.w
pernah bangun subuh dalam keadaan junub karena bercampur dengan isterinya,
kemudian beliau meneruskan puasanya.” Ummu Salamah mengatakan: “Rasulullah
s.a.w bangun subuh dalam keadaan junub karena jimak, bukan karena mimpi, lalu
beliau tidak buka dan tidak meng-qaḑa puasanya”.

Dalam Islam tidak ada ibadah yang diperintahkan Allah swt yang tidak
mengandung hikmah. Puasa sebagai ibadah menahan makan dan minum serta
hubungan seksual, dan bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah,
mengandung hikmah bagi yang melaksanakannya; Hikmah bukanlah tujuan utama
dari ibadah puasa.11

2. Ramadhan dan Keselarasan Al-Qur’an

Al-Qur' an adalah kitab sastra terbesar yang telah dimiliki seluruh umat yang
kesusastraannya juga tidak ada tandingannya. Al-Qur'an adalah kitab dengan
kefasihan yang sempurna, adanya keterkaitan antara satu dengan yang lainnya
terjalin kuat, serta adanya keselarasan antara satu ayat dengan ayat yang lain
terlihat sangat jelas, sehingga betul-betul memperindah kesusastraan yang
dimilikinya. 12
Pada saat Al-Qur’an diturunkan, Nabi Muhammad SAW yang berfungsi
sebagai mubayyin (pemberi jelasan), menjelaskan kepada para sahabatnaya
tentang arti dan kandungan Al-Qur’an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang
tidak dipahami atau samar artinya.13
Allah SWT berfirman, “Bulan Ramadhan (adalah) bulan yang di dalamnya
diturunkan al-Qur’an” (QS. al-Baqarah/2: 185). Ayat ini dipahami bahwa al-

10
Depdiknas, Ensiklopedi Islam, jilid 4, PT. Ichtiar Baru Van Hove, Jakarta, Cet. 10, Jakarta, 2002, h. 115
11
Dr. H. Khoirul Abror, M.H. (Lektor kepala Pada Fakultas Syari'ah IAIN Raden Intan Lampung). FIQH IBADAH.
Hal. 156, 157, 158.
12
Kuswoyo, Pengantar Studi Ilmu Ilmu Al-quran, (Pekalongan: Nasya Expending Management, 2021) hal. 52.
13
Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif. (Jakarta: Prenadamedia Group, 2011) hal. 155.
5
Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan, baik dari Lauhul Mahfudz ke Baitul
Izzah maupun dari Malaikat Jibril ke Rasulullah SAW. Keduanya selaras, tidak
bertentangan.14
Keduanya selaras, tidak bertentangan. Dalam arti pertama, dilegitimasi oleh
firman Allah SWT, “Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Qur’an) pada
malam kemuliaan” (QS. Al-Qadr/97:1) dan dalam ayat kedua menjelaskan,
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam keberkahan dan
sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan” (QS. Al-Dukhan/44: 3).

Dalam arti kedua, dari makna lahir ayat diketahui bahwa Allah SWT
menurunkan al-Qur’an kepada Nabi SAW agar beliau memberi peringatan kepada
seluruh alam. Ayat ini mempertegas fase kedua diturunkannya al-Qur’an secara
berangsur-angsur mulai 17 Ramadhan tahun 2 H selama 23 tahun. Tanggal ini yang
dipakai untuk memperingati turunnya al-Qur’an di Dunia Islam15

Dasar hukum puasa ramadhan kewajiban melaksanakan puasa berdasar pada


firman Allah SWT yang tercantum dalam Al-Qur`an dan Sabda Rasulullah s.a.w
yang tersurat dalam QS. Al-Baqarah, 2 : 183 dan 185.

183. orang-orang yang Hai beriman, diwajibkan kamu atas berpuasa


sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. maka barangsiapa diantara kamu ada
yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib
bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang
dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, 120 maka itulah yang lebih baik
baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu kamu mengetahui.16

185. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang
di dalamnya diturunkan (permulaan) al- Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan

14
Syamsul Yakin, Studi Islam Masa Kini, Buku Ajar Studi Islam untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Pustaka Aksara,
2022) hal. 36.
15
Ibid,. hal. 37.
16
Jamaludin. Fiqh Ibadah. Penerbit Latifah. Hal. 202, 203, 204.
6
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan
Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari- hari yang lain. Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan
hendaklah kamu mencukupkan.17

3. Haji dan Pemberantasan Korupsi

Secara bahasa haji adalah menuiu ke suatu tempat secara berulang-ulang,


atau menuju ke suatu tempat yang dimuliakan atau diagungkan oleh suatu kaum
peradaban. Ibadah umat Islam ke Mekkah (Baitullah) inilah yang disebut haji.
Sebab Baitullah adalah tempat yang diagungkan dan tempat yang suci bagi umat
Islam. Adapun menurut istilah, kalangan ahli fiqih mengartikan bahwa haji adalah
niatan datang ke Baitullah untuk menunaikan ritual ibadah tertentu.18
Hajı merupakan salah satu rukun dari beberapa rukun Islam, dan fardhu dari
beberapa fardhu yang ada. Karena haji merupakan rukun, maka sudah barang tentu
sempurna dan tidak sempurnanya keislaman seseorang itu salah satunya
ditentukan oleh pelaksanaan haji, sehingga seseorang dikatakan sempurna
keislamannya apabila telah memenuhi kelima rukun Islam, termasuk haji. Untuk
itu, setiap muslim dan muslimah dituntut berusaha sekuat tenaga supaya mampu
melaksanakan ibadah haji.
Pelaksanaan ibadah haji tidak seperti ibadah-ibadah yang lainnya, dimana
kewajiban ibadah haji hanya diwajibkan kepada muslim dan muslimah yang
mampu saja, sehingga mereka yang tidak mampu tidak terkena taklif (beban syara')
untuk melaksanakannya.
Korupsi adalah suatu bentuk ketidak jujuran atau tindak pidana yang
dilakukan oleh seseorang atau suatu organisasi yang dipercayakan dalam suatu
jabatan kekuasaan, untuk memperoleh keuntungan yang haram atau
penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi seseorang.19

17
Jamaludin. Fiqh Ibadah. Penerbit Latifah. Hal. 202, 203, 204.
18
Muhammad Noor, Haji dan Umrah, Jurnal Humaniora dan Teknologi, Vol. 4, no. 1 (2018), hal. 39.
19
Irfan Setiawan, Jurnal Analisis Perilaku Korupsi Aparatur Pemerintah Di Indonesia, (2022) hal. 36.
7
Dasar hukum haji QS. Al-Baqarah, 2: 196-198:
‫وأت ُموا ْالحج و ْالعُ ْمرة لِل فإ ْن أ ُ ْحص ْرت ُ ْم فما اسْتيْسر من ْالهدْي ول ت ْحلقُوا ُر ُءوس ُك ْم حتى ي ْبلُغ ْالهدى‬
ُ ُ‫محلهُ فمن كان من ُكم مريضًا أ ْو به أذًى من رأْسه ففدْية من صيام أ ْو صدقة أ ْو ن‬
‫سك فإذا أم ْنت ُ ْم فمن تمتع‬
‫ب ْالعُ ْمرة إلى ْالحج فما اسْتيْسر من ْالهدْي فمن ل ْم يجدْ فصيا ُم ثَلثة أيام في ْالحج وسبْعة إذا رج ْعت ُ ْم‬
‫ت ْلك عشرة كاملة ذلك لمن ل ْم ي ُك ْن أ ْهلُهُ حاضري ْالمسْجد ْالحرام واتقُوا ّللا واعْل ُموا أن ّللا شديدُ ْالعقاب‬
‫سوق ول جدال في ْالحج وما ت ْفعلُوا م ْن‬ ُ ُ‫ْالحب أ ْش ُهر م ْعلُومات فمن فرض فيهن ْالحج فَل رفث ول ف‬
‫خيْر عْل ْمهُ للاُ وتزودُوا فإن خيْر الزاد الت ْقوى واتقُون ينأُولي ْاْل ْلباب ليْس عل ْي ُك ْم ُجناحرفات فاذْ ُك ُروا ّللا‬
‫عند ْالم ْشعر ْالحرام واذْ ُك ُروهُ كما هد ْي ُك ْم وإن ُكنتُم من قبْله لمن الضالين‬
“dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. jika kamu terkepung
(terhalang oleh musuh atau karena sakit), Maka (sembelihlah) korban yang mudah
didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat
penyembelihannya. jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di
kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya ber-fidyah, Yaitu: berpuasa
atau bersedekah atau berkorban. apabila kamu telah (merasa) aman, Maka bagi
siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah
ia menyembelih) korban yang mudah didapat. tetapi jika ia tidak menemukan
(binatang korban atau tidak mampu), Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa
haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari)
yang sempurna. demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang- orang
yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang
bukan penduduk kota Makkah). dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah
bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya”20
Ibadah haji yang dilakukan dengan tepat mampu mengubah kebiasaan buruk
salah satunya adalah korupsi. Ibadah haji selama ini belum bermanfaat untuk
sosial, termasuk berimplikasi positif bagi pemberantasan korupsi. Sejatinya ibadah
haji mampu membongkar berbagai tabi’at buruk yang dimiliki manusia. Karena
ibadah haji bukan hanya merupakan rangkaian ibadah ritual yang sangat panjang
dan melelahkan, tetapi juga begitu dalam maknanya bagi pembentukan karakter
secara pribadi maupun dalam konteks sosial.21

20
Jamaludin. Fiqh Ibadah. Penerbit Latifah. Hal. 222, 223, 224.
21
Syamsul Yakin, Studi Islam Masa Kini, Buku Ajar Studi Islam untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Pustaka Aksara,
2022) hal. 38.
8
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa keberagamaan (religiusitas)
tidak selalu berbanding lurus dengan prilaku anti-korupsi. Sebagian besar
masyarakat Muslim memang telah memiliki sikap anti-religius, namun sayangnya,
sikap anti-korupsi tidak dibarengi dengan prilaku anti-korupsi. Mengguritanya
praktik korupsi di kalangan umat Muslim diantaranya disebabkan oleh penekanan
ajaran agama (Islam) yang terlalu ritualistik dan simbolistik. Agama tidak lagi
menjadi cara hidup (way of life), tetapi lebih cenderung menjadi gaya hidup (life
style). Kesalehan seseorang tidak lagi diukur dari integritas, kejujuran, dan
komitmen untuk berbuat adil, melainkan lebih diukur dengan penggunaan atribut-
atribut atau simbol-simbol agama, banyaknya hafalan atas teks-teks agama tapi
miskin pemaknaan, penghayatan, dan pengamalan.22

Diharapkan jemaah haji pulang kembali ke Indonesia membawa pulang


keteladanan yang bisa mempraktikkan semua yang dilakukan selama menjalankan
rangkaian ibadah haji sehingga suatu saat negara kita dari bencana korupsi. Hal itu
terjadi bila pertama, setiap individu bisa menghayati makna tertinggi yang
terkandung dalam ibadah haji. Manifestasi haji terletak pada moralitas yang
terpancar dan membangun hubungan sosial (muamalah). Kedua, adanya kemauan
dari pemerintah untuk membuat sistem pengawasan yang mungkin pelaku korupsi
jera dan takut melakukannya.23

4. Kontekstualisasi Makna Kurban

Kurban adalah ibadah berupa penyembelihan hewan tertentu (kambing,


domba, sapi, kerbau dan unta) dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah
(taqarruban) dengan waktu pelaksanaannya dimulai pada hari Dzulhijjah tanggal
10 setelah memasuki Idul Adha, waktu shalat dan telah melampaui waktu yang
cukup untuk melaksanakan dua rakaat dan dua khotbah sampai akhir hari Tasyriq,
yaitu hari ke-13 Dzulhijjah. Kurban merupakan ibadah yang melambangkan
seorang Muslim.24

22
Reza Fahlevi, dkk, Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan Tinggi, (Padang: Get Press Indonesia,2023) hal.
194.
23
Syamsul Yakin, Studi Islam Masa Kini, Buku Ajar Studi Islam untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Pustaka Aksara,
2022) hal. 39-42.
24
Amil Zaenal, dkk, Panduan Lengkap Fiqh Kurban, (Jawa Tengah: Lembaga Bahtsul Masa’il (2022) hal. 1.
9
Ibadah kurban sesungguhnya merupakan bentuk kepasrahan seorang hamba
kepada Allah untuk mendekatkan diri kepada- Nya. Kata kurban berasal dari bahasa
Arab, yakni Qaraba dengan bentuk isim mashdar 'qurbanan', yang berarti dekat.
Karena itu, tujuan berkurban adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub
ilallah). Sebagaimana disebutkan dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, bab
Ajaran", kurban adalah penyembelihan hewan dalam rangka ibadah kepada Allah
subhanahu wa ta'ala.25
Perintah untuk berkurban ini telah digariskan oleh Allah subhanahu wa ta'ala
dalam Surat al-Kautsar/108 ayat 1-2 yang maknanya “Sesungguhnya, telah kami
tebarkan nikmat yang banyak kepadamu. Maka, dirikanlah shalat dan
berkurbanlah”.
Tentu saja ayat di atas dapat ditafsirkan berdasarkan konteks sosial budaya
masyarakat tertentu. Kurban saat ini bisa sangat berbeda dengan apa yang dilakukan
keluarga Nabi Ibrahim sebagai kelompok komunitas pastoral (kelompok komunitas
penggembala) saat itu. Mereka menganggap daging (domba) adalah hewan
berharga yang perlu dikurbankan sebagai bukti ketaatan kepada Allah SWT.26
Allah akan menilai ibadah ini sebagai wujud ketaqwaan hamba kepada-Nya.
Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya: “Daging-daging unta dan darahnya
itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari
kamulah yang dapat mencapainya.” (QS Al Hajj, 22: 37). Hal ini pulalah yang
menjadi sebab tertolaknya kurban salah seorang dari kedua putera Nabi Adam AS
dan diterima-Nya kurban yang lain. Bukanlah suatu nilai yang tinggi dan banyak di
mata Allah, kurban yang banyak tetapi tanpa keikhlasan dan ketakwaan orang yang
berkurban hal itu sama saja tak temilai di mata Allah SWT. Kebanyakan kita menilai
ibadah kurban, mungkin cenderung melihat sesuatu dari lahirnya yang tampak,
padahal Tuhan melihat sebaliknya yaitu keikhlasan.27

Karena itu, kebersihan jiwa, keikhlasan beramal, sesungguhnya untuk


mendapat ridha Tuhan dalam ibadah kurban, kiranya, menjadi prasyarat tersirat
yang jika tidak dimiliki akan membuat perbuatan tersebut sia-sia. Atau pengorbanan

25
Syahruddin El-Fikri, Sejarah Ibadah, (Jakarta: Republika Penerbit, 2014) hal. 112.
26
Syamsul Yakin, Studi Islam Masa Kini, Buku Ajar Studi Islam untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Pustaka Aksara,
2022) hal. 43.
27
Choirul Mahfud, Jurnal Tafsir Sosial Kontekstual Ibadah Kurban dalam Islam, (2014) hal. 5.
10
tersebut akhirnya sekadar menjadi lipstik belaka. Kesalehan yang diraihpun
hanyalah kesalehan simbolik semata28

Allah subhanahu wa ta'ala telah menjanjikan surga bagi mereka yang telah
menyisihkan sebagian dari harta mereka untuk berkurban dengan niat yang ikhlas.
Hewan yang telah kita kurbankan diyakini di kemudian hari akan mengantarkan
kita menuju surga. Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Tiap- tiap rambut
yang dikurbankan merupakan khair. Ungkapan 'khair' ini mengandung arti
keselamatan, kebaikan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kemurahan Allah
subhanahu wa ta'ala."29

Dilihat dari segi Bahasa, qurban adalah sebuah nama bagi beberapa hewan
yang disembelih pada hari ‘id al-Nahr dan hari-hari Tasyriq dengan maksud
mendekatkan diri kepada Allah SWT.159Hukum ibadah qurban adalah Sunnah
mu`akadah, yaitu kebiasaan Rasulullah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan
oleh umatnya. Artinya, ibadah qurban ini berlaku bagi umatnya yang berkecukupan.
Hukum baginya adalah fardhu kifayah, dimana apabila sudah dilaksanakannya,
maka menggugurkan kewajiban qurban bagi yang lain. Hukum berqurban adalah
wajib bagi orang yang bernadzar untuk melaksanakan qurban. Misalnya, seseorang
mengatakan: “ Apabila aku sehat dari sakit yang aku derita, maka aku bernadzar
tahun depan akan menyembelih hewan qurban”. Jika tahun depan ternyata ia betul-
betul sembuh dari sakitnya, maka baginya wajib melaksanakan qurban. Domba
(‫ )الضأن‬dan kambing (‫ )المعز‬adalah dua di antara hewan yang dapat diqurbankan
dengan ketentuan keduanya cukup umur. Keduanya dapat diqurbankan ketika
seekor domba sudah berumur 1 tahun (‫)الجذع‬, dan seekor kambing telah mencapai
umur 2 tahun (‫)الثني‬.30

28
Syamsul Yakin, Studi Islam Masa Kini, Buku Ajar Studi Islam untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Pustaka Aksara,
2022) hal. 44.
29
Syahruddin El-Fikri, Sejarah Ibadah. (Jakarta: Republika Penerbit, 2014) hal. 118.
30
Jamaludin. Fiqh Ibadah. Penerbit Latifah. Hal. 250, 251.
11
Selain kedua hewan itu ada pula hewan lain yang dapat diqurbankan, yaitu
unta, sapi atau kerbau dengan ketentuan masing-masing sudah berumur 2 tahun.
Satu ekor domba atau kambing hanya dapat diqurbankan untuk satu orang saja.
Sedangkan unta, sapi atau kerbau dapat diqurbankan tiap satu ekor untuk 7
orang.Domba, kambing, sapi atau kerbau tidak dapat diqurbankan ketika
kondisinya cacat sebagai berikut, yaitu : pertama, kedua atau salah satu matanya
tidak dapat melihat (Bahasa Sunda: pecak); kedua, keempat atau salah satu kakinya
pincang (patah atau tidak sempurna); ketiga, sakit; dan keempat, sangat kurus
(Bahasa Sunda: begang). Namun, apabila cacatnya hanya tidak ada salah satu testis-
nya atau patah tanduknya saja, maka masih dibolehkan untuk diqurbankan jika
memang hewan qurban yang sempurna sulit didapatkan. Sedangkan, apabila
cacatnya karena putus telinga dan ekornya, maka hewan tersebut tidak dapat
dijadikan hewan qurban. Waktu menyembelih hewan qurban dimulai sejak
selesainya shalat ‘id Adha sampai terbenamnya matahari pada hari terakhir dari
hari-hari Tasyriq.Ketika menyembelih hewan qurban disunnahkan melakukan lima
hal, yaitu:1. Membaca tasmiyah (mengucapkan basmalah)Ketika seseorang akan
menyembelih hewan qurban ‫ اْل‬atau disunahkan membaca minimal kalimat ‫بسم‬
secara sempurna, yaitu :‫ ْل الرحمن الرحيم‬tidak apabila, Kemudian . ‫ بسم‬mambaca
kalimat basmalah pun sebenarnya hewan sembelihannya masih tetap dipandang
halal.2. Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad s.a.w3. Menghadap
qiblatSeseorang yang akan menyembelih hewan qurban disunahkan menghadap
qiblat berikut hewan sembelihannya.(4 .); ‫ أكبر‬takbir Mengucapkan‫ ْل‬Takbir
diucapkan sebanyak tiga kali, baik sebelum tasmiyah maupun setelahnya, demikian
menurut Imam al-Mawardi.31

31
Jamaludin. Fiqh Ibadah. Penerbit Latifah. Hal. 250, 251.
12
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Puasa atau "shiyam" dalam bahasa Arab, merupakan praktik menahan diri dari
makan, minum, dan bersetubuh dari fajar hingga matahari terbenam. Allah
memerintahkan puasa pada bulan Ramadhan pada tahun kedua hijriah, awalnya
dengan aturan yang lebih berat, kemudian diperlahankan. Para nabi terdahulu
juga berpuasa, dengan Nabi Muhammad mewajibkannya pada bulan
Ramadhan.
b. Al-Qur'an adalah mahasastra terbesar umat yang tidak diragukan. Kaitan ibadah
puasa banyak termuat di dalamnya. Salah satunya, Allah SWT berfirman,
“Bulan Ramadhan (adalah) bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an”
(QS. al-Baqarah/2: 185). Ayat ini dipahami bahwa Al-Qur’an diturunkan pada
bulan Ramadhan.
c. Ibadah haji yang dilakukan dengan tepat mampu mengubah kebiasaan buruk
salah satunya adalah korupsi. Ibadah haji selama ini belum bermanfaat untuk
sosial. Indonesia merupakan negara muslim terbesar di dunia. Banyak potensi
yang bisa dikembangkan untuk perbaikan dan kebaikan untuk hidup bersama
tetapi justru malah sebaliknya, Indonesia dimata dunia merupakan negara
dengan penduduk meyoritas muslim tetapi termasuk negara paling korup di
dunia
d. Ibadah kurban bisa menjadi cara membentuk kepribadian toleran, cara menebar
kebaikan dan keharmonisan, jauh dari sifat egois. Hubungan baik akan terjalin
antara yang kaya dan yang miskin. Jika hal ini bisa terus berlanjut setidaknya
untuk kebutuhan dasar maka tingkat kemiskinan di masyarakat kita tentu saja
akan turun. Sebab tidak ada lagi perbedaan mencolok antara status dan keadaan
hidup. Pengorbanan dalam menunaikan ibadah kurban akan mengikis sikap
egois dan mementingkan diri sendiri.

13
DAFTAR PUSAKA

Al-Jibouri, T, Yasin, dkk. (2002). Rahasia Puasa ramadhan . Jakarta : Pustaka Zahra .

Choirul , Mahfud. (2014). Tafsir Sosial Kontekstual Ibadah Kurban dalam Islam.

Depdiknas, Ensiklopedi Islam, jilid 4, PT. Ichtiar Baru Van Hove, Jakarta

El-Fikri, Syahruddin. (2014). Sejarah Ibadah. Jakarta: Republika Penerbit.

Fahlevi, Reza, dkk. (2023). Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan Tinggi. Padang: Get
Press Indonesia.

Jamaludin. Fiqh Ibadah. Penerbit Latifah.

Kuswoyo. (2021). Pengantar Studi Ilmu Ilmu Al-qur'an. Pekalongan: Nasya Expending
Management.

Khoirul, Abrar. (2019). Fiqh Ibadah. Yogyakarta: Phoenix Publisher.

Nata Abuddin. (2011). Studi Islam Komprehensif. Jakarta: Prenadamedia Group

Noor, Muhammad. (2018). Haji dan Umrah . Jurnal Humaniora dan Teknologi.

Setiawan , Irfan. (2022). Analisis Perilaku Korupsi Aparatur pemerintah Di Indonesia. Jurnal
Media Birokrasi.

Yakin, Syamsul. (2022). Studi Islam Masa Kini, Buku Ajar untuk Perguruan Tinggi. Surabaya:
Pustaka Aksara.

Yunus, R, Ayi. (2006). Ajaibnya Puasa. Bandung: DAR! Mizan.

Zaenal, Amil. (2022). Panduan Lengkap Fiqh Kurban. Jawa Tengah: Lembaga Bahtsul Masa'il.

Zuhayli, Wahbah, Al-Fiqhu al-Islamy Wa adillatuhu,II, Daar Al-Fikr, 1989

14

Anda mungkin juga menyukai