Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Haji disyariatkan berdasarkan Al-Qur'an, sunnah dan ijmak. Kewajiban haji sudah
diketahui secara pasti dalam agama. Haji diwajibkan pada tahun 9 Hijriyah dan Nabi hanya
sempat melakukan haji sekali, yaitu pada tahun 10 Hijriyah setelah Ka'bah dibersihkan dari
jejak-jejak kesyirikan. Haji adalah rukun Islam yang kelima.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian haji?
2. Kewajiban yang bagaimana ibadah haji itu?
3. Apakah ada dalil dari Hadits tentang kewajiban haji?
4. Apa saja syarat dan rukun pelaksanaan haji?

C. Tujuan Penulisan

Selain bertujuan untuk memenuhi tugas dari dosen pengampu, ditulisnya makalah
ini juga memiliki tujuan lain, yaitu untuk mengetahui pengertian thaharah dan alasannya
mengapa sangat penting, hukum tentang air berdasarkan sabda Rasulullah SAW, dan
tentang wudu yang juga berdasarkan sabda Rasulullah SAW.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Haji

Makna haji secara bahasa artinya menuju, mengunjungi sesuatu yang dihormati. 1
Menurut pengertian syariat, haji artinya pergi ke Ka'bah untuk melaksanakan amalan-
amalan tertentu. Ziarah artinya pergi. Tempat tertentu adalah Ka'bah dan Arafah. Waktu
tertentu adalah bulan-bulan haji, yaitu Syawwal, Dzulqa'dah, Dzulhijjah, serta sepuluh hari
pertama Dzulhijjah. Masing-masing amalan punya waktu khusus. Misalnya, waktu thawaf
(menurut jumhur) adalah sejak terbit fajar di hari Kurban sampai akhir umur, waktu wukuf
di Arafah adalah sejak condongnya matahari pada hari Arafah hingga terbitnya fajar pada
hari Kurban. Amalan tertentu. artinya datang dalam keadaan berihram dengan niat berhaji
(pergi) ke tempat-tempat tertentu.2

Haji disyariatkan berdasarkan Al-Qur'an, sunnah dan ijmak. Kewajiban haji sudah
diketahui secara pasti dalam agama. Haji diwajibkan pada tahun 9 Hijriyah dan Nabi hanya
sempat melakukan haji sekali, yaitu pada tahun 10 Hijriyah setelah Ka'bah dibersihkan dari
jejak-jejak kesyirikan. Haji adalah rukun Islam yang kelima. Allah mewajibkannya atas
orang yang mampu. Demikian pula umrah. Kedua-duanya wajib menurut Madzhab Syafi'i
dan Hambali. Sedangkan menurut Madzhab Maliki dan Hanafi, umrah adalah sunnah.

B. Penjelasan Kewajiban Haji

Seperti yang disebutkan sebelumnya yaitu pertama kali disyariatkan ibadah haji
adalah tahun 9 Hijriyah, ayat yang mewajibkannya adalah:

‫ِفْيِه ٰا ٰي ٌۢت َبِّيٰن ٌت َّم َقا ُم ِاْبٰر ِهْيَم ۚ  َو َم ْن َد َخ َلٗه َك ا َن ٰا ِم ًناۗ  َو ِهّٰلِل َع َلى الَّنا ِس ِح ُّج اْلَبْيِت َمِن اْسَتَطا َع ِاَلْيِه َس ِبْياًل ۗ  َو َم ْن َكَفَر َفِا َّن َهّٰللا َغ ِنٌّي‬
‫َع ِن اْلٰع َلِم ْيَن‬

Artinya :3

"Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barang
siapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap
1
Ibnu Katsir, Fikih Hadits Bukhari Muslim Terj. Umar Mujtahid, (Jakarta: Ummul Qura, 2013), h. 543
2
Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 3, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 368
3
Al-Qur’an Surah Ali Imran (3): 97
2
Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu
mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari (kewajiban) haji, maka
ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam."

Asbabun nuzul ayat ini adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Sa'id bin
Manshur dari Ikrimah berkata, "ketika turun ayat, "Barangsiapa yang mencari agama selain
agama Islam, maka sekali- kali tidak akan diterima (agama itu) daripadanya, dan ia di
akhirat termasuk orang-orang yang rugi." orang-orang Yahudi berkata, "Kamilah orang-
orang Islam" kemudian Nabi berkata kepada mereka, "Sesungguhnya Allah mewajibkan
atas orang-orang Muslim untuk menunaikan haji ke Baitullah," mereka berkata, "Tetapi
Allah tidak mewajibkannya kepada kami," dan mereka menolak untuk menunaikan
kewajiban haji tersebut, maka turunlah firman Allah, "Barangsiapa mengingkari (kewajiban
hafi), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta
alam.4

Ayat ini turun pada Aamul Wufuud (tahun datangnya berbagai delegasi yang
menyatakan masuk Islam) di akhir tahun 9 H. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Setelah
haji diwajibkan, Nabi saw. menunda pelaksanaannya tapi tidak sampai satu tahun penuh;
beliau menundanya sampai tahun 10 H karena ada uzur yaitu karena ayat tersebut turun
setelah habisnya waktu haji. Haji beliau setelah hiirah hanya satu kali, yaitu pada tahun 10
H, sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim.5

C. Dalil Hadits Kewajiban Haji


 Hadits Tentang Haji Termasuk Rukun Islam (Hadits Riyadh as-Salihin Nomor
1206)

‫ شهادة أن ال إله‬:‫ "بني اإلسالم على خمس‬:‫ أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال‬،‫وعن ابن عمر رضي هللا عنهما‬
. ))‫ وصوم رمضان" ((متفق عليه‬،‫ وحج البيت‬،‫ وإيتاء الزكاة‬،‫ إقام الصالة‬،‫إال هللا وأن محمًدا عبده ورسوله‬

Artinya :6

Abu Abdirrahman Abdullah bin Umar bin al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhumā-


meriwayatkan: Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Islam dibangun di atas lima rukun (pilar), yaitu syahadat Lā ilāha illallāh dan
4
Jalaluddin As-Suyuthi, Asbabun An Nuzul Terj. Andi Muhammad dan Yasir Maqasid, (Jakarta: Pustaka Al
Kautsar, 2014), h. 103
5
Wahbah Zuhaili,Op., Cit.
6
https://sunnah.com/riyadussalihin:1206 , diakses pada 29 Oktober 2023
3
Muḥammad rasūlullāh, menegakkan salat, menunaikan zakat, haji ke Baitullah, dan
puasa di bulan Ramadan."

Penjelasan tentang hadits ini adalah pemisalan Islam itu seperti bangunan,
sementara lima perkara ini sebagai pilar-pilar yang menjadi penopang bangunan
tersebut. Lima pilar tersebut adalah:

Pertama: Syahadat Lā ilāha illallāh dan Muḥammad Rasūlullāh. Lā ilāha illallāh


bermakna: tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah. Ini adalah kalimat tauhid.
Keislaman seseorang tidak akan sah tanpa mengikrarkan kalimat ini. Ia harus
dilafalkan, dipahami maknanya, dan diamalkan tuntutannya. Adapun makna syahadat
Muḥammad rasūlullāh ialah membenarkan semua yang beliau sampaikan jika sanadnya
sahih kepada kita, melaksanakan perintah beliau, meninggalkan larangan beliau, dan
tidak beribadah kepada Allah -'Azza wa Jalla- kecuali dengan ajaran yang beliau
syariatkan.

Kedua: Menegakkan Salat. Ini merupakan rukun Islam yang paling penting
setelah dua kalimat syahadat. Salat dikerjakan lima kali dalam sehari semalam. Oleh
karena itu, salat menjadi koneksi paling kuat antara hamba dengan Tuhannya.
Menegakkan salat artinya menunaikannya secara benar.

Ketiga: Menunaikan Zakat. Zakat adalah ibadah harta yang dilakukan sekali
dalam setahun ketika ia tersimpan selama satu haul (setahun) bila itu merupakan harta
simpanan, atau ketika buahnya matang dan siap panen bila ia berupa hasil pertanian.
Zakat sangat bermanfaat untuk orang lain. Oleh karena itu, urutan penyebutan zakat
setelah rukun salat dan sebelum haji dan puasa.

Keempat: Haji ke Baitullah Alharam. Haji merupakan ibadah fisik karena


seorang muslim mengerjakannya dengan anggota tubuhnya sendiri. Namun, khusus
bagi orang yang tidak mampu menunaikannya, maka pelaksanaannya boleh digantikan
oleh orang lain. Haji juga merupakan ibadah harta karena orang yang berhaji harus
menyiapkan harta dan bekal.

Kelima: Puasa Ramadan. Puasa adalah ibadah fisik yang manfaatnya tidak
menjalar ke orang lain. Ibadah ini berupa meninggalkan beberapa perkara tertentu
(pembatal-pembatal puasa) dengan disertai niat. Puasa diwajibkan selama satu bulan
dalam setahun, yaitu bulan Ramadan.

4
Keislaman seseorang tidak akan sah tanpa rukun pertama. Rukun kedua, yaitu
salat, juga demikian. Jabir -radiyallahu 'anhu- meriwayatkan: Aku mendengar Nabi -
ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Pembatas antara seseorang dan kesyirikan dan
kekafiran ialah meninggalkan salat." [HR. Muslim]. Makna hadis ini sesuai dengan
teksnya secara literal, tidak ada dalil sahih yang menyelisihinya dalam masalah ini.
Hanya saja maknanya sering dibenturkan dengan hasil-hasil kesimpulan yang
menyelisihi pemahaman salaf. Di samping itu, telah terbukti adanya ijmak (konsensus)
para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- yang menyatakan kafirnya orang yang
meninggalkannya. Abdullah bin Syaqīq al-'Uqailiy berkata, "Para sahabat Nabi
Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berpandangan bahwa tidak ada amalan yang
membuat orang yang meninggalkannya menjadi kafir kecuali salat." [HR. Tirmizi
dalam Kitab al-Jāmi' dan al-Marrūżiy dalam Ta'ẓīm Qadr aṣ-Ṣalāh].

Adapun 3 pilar lainnya, maka siapa yang meninggalkannya tanpa uzur, maka
keislamannya kurang dan dia berada dalam kesesatan yang jauh serta bahaya besar,
tetapi dia tidak dihukumi kafir dengan sebab itu berdasarkan petunjuk dalil-dalil
lainnya.

 Hadits Tentang Keutamaan Haji


Hadits Riwayat Riyadh as-Salihin Nomor 1274

"‫ رجع كيوم ولدته أمه‬،‫ فلم يرفث ولم يفسق‬،‫ "من حج‬:‫وعنه قال سمعت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يقول‬
))‫((متفق عليه‬

Artinya :7

Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan secara marfū': "Siapa yang


melakukan ibadah haji tanpa berbuat keji dan kefasikan, maka ia kembali (tanpa dosa)
sebagaimana waktu ia dilahirkan oleh ibunya."

Penjelasan tentang hadits ini adalah siapa yang berhaji karena Allah -Ta'ālā- dan tidak
melontarkan ucapan yang tidak senonoh, tidak pula melakukan perbuatan buruk selama
mengerjakan manasik haji, dan juga tidak bermaksiat, maka ia pulang dari hajinya
dalam keadaan diampuni dosa-dosanya seperti bayi yang dilahirkan dalam kondisi suci
dari dosa. Ibadah haji hanya menghapuskan dosa-dosa dan kesalahan kecil, adapun
dosa-dosa besar maka harus dihapus dengan tobat.

7
https://sunnah.com/riyadussalihin:1274, diakses pada 29 Oktober 2023
5
Hadits Riwayat Bukhari Nomor 1519

‫ َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة ـ رضى‬،‫ َع ْن َسِع يِد ْبِن اْلُمَس َّيِب‬،‫ َع ِن الُّز ْهِر ِّي‬، ‫ َح َّد َثَنا ِإْبَر اِهيُم ْبُن َس ْع ٍد‬،‫َح َّد َثَنا َع ْبُد اْلَع ِز يِز ْبُن َع ْبِد ِهَّللا‬
‫ ِقيَل ُثَّم َم اَذ ا َقاَل " ِج َهاٌد‬." ‫هللا عنه ـ َقاَل ُس ِئَل الَّنِبُّي صلى هللا عليه وسلم َأُّى اَألْع َم اِل َأْفَض ُل َقاَل " ِإيَم اٌن ِباِهَّلل َو َر ُسوِلِه‬
." ‫ ِقيَل ُثَّم َم اَذ ا َقاَل " َح ٌّج َم ْبُروٌر‬." ‫ِفي َس ِبيِل ِهَّللا‬

Artinya :8

"Rasulullah saw pernah ditanya, Amal apa yang paling afdhal?' Beliau
menjawab, iman kepada Allah dan Rasul-Nya.' Beliau ditanya lagi, ‘Setelah itu amal
apa?' Beliau menjawab, 'Jihad di jalan Allah.' Beliau ditanya lagi, 'Selanjutnya apa?'
Beliau mbnjawab, 'Haji yang mabrur."'

Penjelasan tentang hadits ini adalah haji yang mabrur artinya yang diterima oleh
Allah. Jika haji itu diterima oleh Allah maka manusia akan merasakan faedah-faedah
haji kepada diri mereka, yang antara lain:

 Haji menghapus dosa-dosa kecil dan menyucikan jiwa dari resapan-resapan


maksiat. Sebagian ulama, termasuk sebagian ulama Madzhab Hanafi, berpendapat
bahwa haji menghapus dosa besar pula, berdasarkan hadits terdahulu, pelaksana haji
bukan sekadar penghapusan sebagian dosanya, tapi pasti akan masuk surga karena
orang yang bersih dari dosa akan masuk ke dalam surga. Namun, haji mengampuni
dosa dan melenyapkan kesalahan, kecuali yang berkaitan dengan hak-hak sesama
manusia, sebab hak-hak ini berkaitan dengan dzimmah (tanggungan). Allah SWT
akan mengumpulkan para pemilik hak-hak ini agar masing-masing mengambil
haknya. Intinya, hak-hak manusia mesti dilunasi, adapun hak-hak Allah didasarkan
atas toleransi) dari Allah Yang Maha Pemurah, Maha Pengampun, dan Maha
Penyayang.
 Haji menyucikan jiwa, membuatnya jernih dan murni kembali. Hal ini akan
menyegarkan kehidupan, meningkatkan spirit manusia, dan menguatkan harapan
dan baik sangka kepada Allah Ta'ala.
 Haji memperkuat iman, memperbarui janji dengan Allah, membantu terlaksananya
tobat yang tulus, mendidik jiwa, menghaluskan perasaan, dan merangsang emosi
kerinduan kepada Baitullah.

8
https://sunnah.com/bukhari:1519, diakses pada 29 Oktober 2023
6
 Dengan haji, seorang manusia melaksanakan syukur nikmat kepada Tuhannya
nikmat harta, nikmat kesehatan. Haji menanamkan di dalam jiwa semangat
ubudiyah (penghambaan) total serta ketundukan yang tulus kepada syariat Allah.
Penghambaan tampak dari sikap merendah kepada Dzat yang disembah, dan ini
terwujud dalam haji, sebab orang yang berhaji-setelah ihram tampak berambut
kusut dan menghindari hal-hal yang bernuansa keindahan dan kelapangan; dia
tampil layaknya seorang hamba sahaya yang sedang dimarahi oleh majikannya,
sehingga dia berpenampilan mengenaskan untuk mendapatkan kasih sayang dari
sang majikan.

D. Penjelasan Tentang Kewajiban Haji

Wajib yang dimaksud pada ibadah haji cukup banyak menghabiskan lembar-lembar
kitab para ulama, tapi hal itu wajar mengingat memang syarat mampu itu Allah SWT
sebutkan dengan eksplisit tatkala mewajibkan hamba-hamba-Nya menunaikan ibadah haji.

Pada ayat 97 di Surah Ali Imran, kata (‫ (سبيال‬adalah mampu pergi haji yang
dijelaskan pada beberapa hadits di antaranya:9

‫ الَّز اُد َو الَّراِح َلُة‬: ‫ِقيَل َيا َر ُسول ِهَّللا َم ا الَّسِبيل ؟ َقاَل‬

Artinya:

Seseorang bertanya, "Ya Rasulallah, apa yang dimaksud dengan sabil (mampu pergi
haji) ?" Beliau menjawab, "Punya bekal dan tunggangan. (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi)

Bekal adalah apa yang bisa menghidupi selama perjalanan, baik makanan, minuman
atau pakaian. Sedangkan tunggangan adalah kendaraan yang bisa dinaiki untuk mengantarkan
diri sampai ke Baitullah di Mekkah. Para ulama banyak yang merinci tentang kriteria mampu
menjadi beberapa hal, antara lain mampu secara fisik (badan), mampu secara harta, dan juga
mampu secara keadaan, yakni keadaan yang aman dan kondusif.

Yang dimaksud dengan mampu secara fisik minimal adalah orang tersebut punya
kondisi kesehatan prima. Mengingat bahwa ibadah haji sangat membutuhkan fisik yang cukup
berat. Dalam pandangan Mazhab Al-Hanafiyah dan Al- Malikiyah, kewajiban haji itu terkait

9
Ahmad Sarwat, Ibadah Haji: Syarat-Syarat Haji, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2019), h, 13
7
erat dengan kesehatan fisik, di mana ketika seseorang berada dalam keadaan sakit, gugurlah
kewajiban haji atasnya.10

Sebaliknya, Mazhab Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah mengatakan bahwa kesehatan


fisik bukan merupakan syarat yang mewajibkan haji, tetapi syarat untuk berangkat dengan
fisiknya sendiri. Padahal haji bisa dikerjakan oleh orang lain, atas biaya yang diberikan.
Artinya, bila kondisi kesehatan seseorang tidak memungkinkan untuk berangkat haji sendiri,
kewajiban haji tidak gugur. Karena dia tetap masih bisa mengupah orang lain untuk
menunaikan ibadah haji atas nama dirinya.11

Yang dimaksud mampu secara harta adalah secara finansial yang berarti memiliki uang
sehingga bekal dan tunggangan bisa dibeli atau disewa dengan mudah. Sebaliknya, kalau tidak
punya uang, berarti bekal tidak ada dan tunggangan juga tidak dapat. Harta yang minimal
dimiliki buat seseorang agar dianggap mampu secara finansial adalah yang mencukupi biaya
perjalanan, bekal makanan selama perjalanan, pakaian, biaya hidup selama di tanah suci, dan
biaya untuk perjalanan kembali. Harta ini bukan hanya untuk menjamin dirinya selama dalam
perjalanan dan kembali, tetapi termasuk juga biaya untuk menjamin kehidupan anak istri yang
ditinggalkan di tanah air. Sebuah biaya yang dibutuhkan untuk makan, minum, pakaian, dan
rumah tempat tinggal buat keluarga di tanah air, harus tersedia dalam arti cukup. Termasuk ke
dalam urusan harta yang cukup adalah membayar terlebih dahulu hutang kepada orang lain
apabila seseorang punya hutang. Baik hutang finansial kepada manusia, atau hutang finansial
kepada Allah, seperti zakat, diyat, denda kaffarah. Demikian juga bisa seseorang punya
kewajiban untuk membayar zakat yang selama ini tidak pernah dibayarkan, maka menjadi
tidak wajib atasnya berangkat haji kalau masih hartanya masih harus dibayarkan untuk zakat.

Mampu secara keadaan maksudnya adalah keamanan dalam perjalanan ini menjadi
penting, mengingat perjalanan haji umumnya akan menembus padang pasir, di mana keamanan
di sepanjang jalan sangat besar risikonya. Karena di masa lalu, di tengah padang pasir itulah
para penyamun berkeliaran. Dan pihak keamanan negara tidak mungkin menjaga seluruh sudut
penjuru padang pasir. Sehingga banyak kisah perjalanan haji di masa lalu seringkali dihiasi
dengan kisah duka. Maka setiap kafilah haji membutuhkan pengawalan ketat dari pihak-pihak
keamanan. Di masa sekarang ini nyaris tidak ada lagi orang yang berangkat haji dengan
menembus padang pasir naik unta. Karena di tengah padang pasir itu membentang jalan-jalan
tol yang lebar dengan aspal yang mulus. Dan sebagian besar jamaah haji datang menggunakan
10
Al Imam Muhammad Bin Ali Bin Muhammad Asy-Syaukani, Fathul Qadir Terj. Sayyid Ibrahim, (Jakarta:
Pustaka Azam, 2009), h. 125
11
Op., Cit., h. 15
8
pesawat terbang. Sehingga secara hukum fiqih, kondisi keamanan baik di jalan maupun di
tempat tujuan, menjadi salah satu bagian dari syarat istitha'ah (kemampuan).

E. Syarat dan Rukun Haji

Orang-orang yang wajib menjalankan haji itu hanya yang memenuhi syarat-syarat
yaitu; Islam (beragama Islam merupakan syarat mutlak bagi orang yang akan
melaksanakan ibadah haji dan umrah. Karena itu orang-orang kafir tidak mempunyai
kewajiban haji dan umrah. Demikian pula orang yang murtad), berakal (yaitu wajib bagi
orang yang bisa membedakan yang mana kebaikan dan yang mana keburukan), baligh bagi
laki-laki yaitu sudah pernah berimpi basah atau umur lebih 15 tahun dan bagi perempuan
sudah keluar darah haid. Anak kecil tidak wajib haji dan umrah. Budak tidak wajib
melakukan ibadah haji karena ia bertugas melakukan kewajiban yang dibebankan oleh
tuannya. Padahal menunaikan ibadah haji memerlukan waktu. Di samping itu budak itu
termasuk orang yang tidak mampu dari segi biaya, waktu dan lain-lain), mampu atau kuasa
(artinya yaitu mampu dalam perjalanan, mampu harta, dan mampu badan atau sehat
jasmani dan rohani).

Lalu rukun haji adalah kegiatan-kegiatan yang apabila tidak dikerjakan, maka
hajinya dianggap batal. Berbeda dengan wajib Haji, wajib Haji adalah suatu perbuatan yang
perlu dikerjakan, namun wajib Haji ini tidak menentukan sah nya suatu ibadah haji, apabila
wajib haji tidak dikerjakan maka wajib digantinya dengan dam (denda). Rukun haji ada
enam, yaitu:

a) Ihram adalah berniat mengerjakan Haji atau Umrah bahkan keduanya sekaligus, Ihram
wajib dimulai miqatnya, baik miqat zamani maupun miqat makani. Sunnah sebelum
memulai ihram diantarnya adalah mandi, menggunakan wewangian pada tubuh dan
rambut, mencukur kumis dan memotong kuku. Untuk pakaian ihram bagi laki-laki dan
perempuan berbeda, untuk laki-laki berupa pakaian yang tidak dijahit dan tidak
bertutup kepala, sedangkan perempuan seperti halnya shalat (tertutup semua kecuali
muka dan telapak tangan).12
b) Wukuf di Arafah pada tanggal 9 dzulhijjah pada waktu dzuhur, setiap seorang yang Haji
wajib baginya untuk berada di padang Arafah pada waktu tersebut. Wukuf adalah rukun
penting dalam Haji, jika wukuf tidak dilaksanakan dengan alasan apapun, maka

12
Muhammad Noor, “Haji dan Umrah”, Jurnal Humaniora dan Teknologi, Volume 4, Nomor 1, 2018, h. 40
9
Hajinya dinyatakan tidak sah dan harus diulang pada waktu berikutnya. Pada waktu
wukuf disunah-kan untuk memperbanyak istigfar. zikir, dan doa untuk kepentingan diri
sendiri maupun orang banyak, dengan mengangkat kedua tangan dan menghadap kiblat.
c) Tawaf Ifadah adalah mengelilingi Kakbah sebanyak 7 kali dengan syarat: suci dari
hadas dan najis baik badan maupun pakaian, menutup aurat, kakbah berada di sebelah
kiri orang yang mengelilinginya, memulai tawaf dari arah hajar aswad (batu hitam)
yang terletak di salah satu pojok di luar Kakbah. Macam-macam tawaf itu sendiri ada
lima macam yaitu:
 Tawaf qudum adalah tawaf yang dilakukan ketika baru sampai di Mekah.
 Tawaf ifadah adalah tawaf yang menjadi rukun haji.
 Tawaf sunah adalah tawaf yang dilakukan semata-mata mencari rida Allah.
 Tawaf nazar adalah tawaf yang dilakukan untuk memenuhi nazar.
 Tawaf wada adalah tawaf yang dilakukan sebelum meninggalkan kota Mekah
d) Sa'i adalah lari-lari kecil atau jalan cepat antara Safa dan Marwa (keterangan lihat QS
Al Baqarah: 158). Syarat-syarat sa'i adalah sebagai berikut:
 Dimulai dari bukit Safa dan berakhir di bukit Marwa.
 Dilakukan sebanyak tujuh kali.
 Melakukan sa'i setelah tawaf qudum.
e) Tahalul adalah mencukur atau menggunting rambut sedikitnya tiga helai Pihak yang
mengatakan bercukur sebagai rukun haji beralasan karena tidak dapat diganti dengan
penyembelihan.
f) Tertib maksudnya menjalankan rukun haji secara berurutan.

Amalan dalam ibadah Haji yang wajib dikerjakan disebut wajib Haji. Wajib Haji
tidak menentukan sahnya ibadah haji. Jika tidak dikerjakan Haji tetap sah, namun
dikenakan dam (denda). Berikut adalah beberapa wajib haji, yaitu:

a) Ihram dari Miqat

Miqat adalah tempat dan waktu yang disediakan untuk melaksanakan ibadah Haji.
Ihram dari Miqat bermaksud niat Haji ataupun niat Umrah dari miqat, baik miqat zamani
maupun miqat makani. Miqat makani adalah tempat awal melaksanakan ihram bagi yang
akan Haji dan Umrah.

b) Bermalam di Muzdalifah

10
Dilakukan sesudah wukuf di Arafah (sesudah terbenamnya matahari) pada tanggal 9
dzulhijjah. Di Muzdalifah melaksanakan sholat Maghrib dan Isya' melakukan jamak dan
qasar karena suatu perjalanan jauh. Di Muzdalifah inilah kita dapat mengambil kerikil-
kerikil untuk melaksanakan Wajib Haji selanjutnya (melempar Jumrah) kita bisa
mengambil sebanyak 49 atau 70 butir kerikil.

c) Melempar Jumrah ‘Aqabah

Pada tanggal 10 Dzulhijjah di Mina dilaksanakannya melempar jumrah sebanyak


tujuh butir kerikil sebanyak tujuh kali lemparan. Waktu paling utama untuk melempar
jumrah ini yaitu waktu Dhuha, setelah melakukan ini kemudian melaksanakan tahalul
pertama (mencukur atau memotong rambut). Melempar Jumrah ula, wustha, dan 'aqabah.

d) Melempar ketiga jumrah ini dilaksanakan pada tanggal 11, 12, dan 13
Dzulhijjah,

diutamakan sesudah tergelincirnya matahari. Dalam hal ini ada yang melaksanakan hanya pada
tanggal 11 dan 12 saja kemudian ia kembali ke Mekkah, inilah yang disebut dengan nafar awal.
Selain nafar awal ada juga yang disebut nafar sani, yaitu orang yang baru datang pada tangal
13 Dzulhijjahnya, orang-orang ini diharuskan melempar jumrah tiga sekaligus, yang masing-
masing tujuh kali lemparan.

e) Bermalam di Mina

Pada tanggal 11-1 Dzulhijjah ini lah yang diwajibkan bermalam di Mina. bagi yang
nafar awal diperbolehkan hanya bermalam pada tanggal 11-12 saja.

f) Thawaf Wada

Sama dengan Thawaf sebelumnya, Thawaf wada' dilakukan disaat akan meninggalkan
Baitullah Makkah.

g) Menjauhkan diri dari hal yang di haramkan pada saat ihram.

Cukup banyak sunnah-sunnah haji. Di antara berikut ini adalah sunnah-sunnah yang
berhubungan dengan ihram, thawaf, sa'i, dan wukuf, yaitu:

 Mandi sebelum ihram


 Menggunakan kain ihram yang baru

11
 Memperbanyak talbiyah
 Melakukan thawaf qudum (kedatangan)
 Shalat dua rakaat thawaf
 Bermalam di Mina
 Mengambil pola ifrad, yaitu pola mendahulukan Haji daripada Umrah
 Thawaf wada' (perpisahan)

BAB III

12
PENUTUP

A. Kesimpulan

Haji disyariatkan berdasarkan Al-Qur'an, sunnah dan ijmak. Kewajiban haji sudah
diketahui secara pasti dalam agama. Haji diwajibkan pada tahun 9 Hijriyah dan Nabi hanya
sempat melakukan haji sekali, yaitu pada tahun 10 Hijriyah setelah Ka'bah dibersihkan dari
jejak-jejak kesyirikan. Haji adalah rukun Islam yang kelima. Allah mewajibkannya atas orang
yang mampu. Demikian pula umrah. Kedua-duanya wajib menurut Madzhab Syafi'i dan
Hambali. Sedangkan menurut Madzhab Maliki dan Hanafi, umrah adalah sunnah.

B. Saran

Penulis sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan kritikan dan saran yang membangun agar kedepannya bisa lebih baik
lagi.

DAFTAR PUSTAKA
13
As-Suyuthi, Jalaluddin, Asbabun An Nuzul Terj. Andi Muhammad dan Yasir Maqasid, Jakarta:
Pustaka Al Kautsar, 2014.

Asy-Syaukani, Al Imam Muhammad Bin Ali Bin Muhammad, Fathul Qadir Terj. Sayyid
Ibrahim, Jakarta: Pustaka Azam, 2009.

Katsir, Ibnu, Fikih Hadits Bukhari Muslim Terj. Umar Mujtahid, Jakarta: Ummul Qura, 2013.

Sarwat, Ahmad, Ibadah Haji: Syarat-Syarat Haji, Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2019.

Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 3, Jakarta: Gema Insani, 2011.

Noor, Muhammad, “Haji dan Umrah”, Jurnal Humaniora dan Teknologi, Volume 4, Nomor 1,
2018.

https://sunnah.com/riyadussalihin:1206, diakses pada 29 Oktober 2023.

https://sunnah.com/riyadussalihin:1274, diakses pada 29 Oktober 2023

https://sunnah.com/bukhari:1519, diakses pada 29 Oktober 2023

14

Anda mungkin juga menyukai