BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rukun Islam yang terakhir adalah naik haji ke Baitullah. Maksudnya adalah
berkunjung ke tanah suci untuk melaksanakan serangkaian amal ibadah
sesuaidengan syarat, rukun, dan waktu yang telah ditentukan. Ibadah haji
ditentukan kepada muslim yang mampu. Pengertian mampu atau kuasa yaitu
mempunyai bekal yang cukup untuk pergi dan bekal bagi keluarga yang
ditinggalkannya. Sama halnya dengan umrah yang dapat dilakukan pada bulan-
bulan lain selain bulan Zulhijah.
Haji dan umrah merupakan suatu kegiatan rohani yang di dalamnya terdapat
pengorbanan, ungkapan rasa syukur, berbuat kebajikan dengan kerelaan
hati,melaksanakan perintah Allah, serta mewujudkan pertemuan besar dengan
umat Islam lainnya di seluruh dunia. Firman Allah swt. Surah A1 Baqarah Ayat 125.
Sedangkan Zakat termasuk ke dalam rukun Islam dan menjadi salah satu unsur
yang paling penting dalam menegakkan syariat Islam. Oleh karena itu hukum
zakat adalah wajib bagi setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu.
Zakat juga merupakan bentuk ibadah seperti sholat, puasa, dan lainnya dan telah
diatur dengan rinci berdasarkan Al-quran dan Sunah.
Menurut Imam Nawawi adalah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya
tetapi bukan untuk dirinyam sementara benda itu tetap ada padanya dan digunakan
manfaatnya untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah.
Zakat merupakan salah satu tiang pokok ajaran Islam yang lima, (syahadat,
shalat, zakat, puasa, haji) yang merupakan suatu kesatuan bangunan yang mesti
ditegakkan ditengah-tengah kaum muslimin, karena jika salah satu dari tiang ajaran
agama tersebut ditinggalkan akan menyebabkan terjadinya tidak keharmonisan dari
seseorang yang tentu akan membawa dampak negatif.
Salah satu ajaran Islam yang bertujuan mengatasi kesenjangan antara gejolak
sosial adalah zakat. Zakat yang menjadi salah satu tiang penyangga bagi tegaknya
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Haji
1. Pengertian Haji
Kata Haji berasal dari bahasa arab dan mempunyai arti secara bahasa dan istilah.
Dari segi bahasa haji berarti menyengaja, dari segi syar’i haji berarti menyengaja
mengunjungi Ka’bah untuk mengerjakan ibadah yang meliputi thawaf, sa’i, wuquf
dan ibadah-ibadah lainnya untuk memenuhi perintah Allah SWT dan
mengharap keridlaan-Nya dalam masa yang tertentu.
2. Hadits
Nabi bersabda di dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh imam Ahmad yang
artinya sebagai berikut : “Dari ibnu Abbas, telah berkata Nabi SAW :
Hendaklah kamu bersegera mengerjakan haji, maka sesungguhnya
seseorang tidak tidak akan menyadari, sesuatu halangan yang akan
merintanginya”. (H.R. Ahmad) Setiap orang hanya diwajibkan mengerjakan
ibadah haji satu kali saja dalam seumur hidupnya, tetapi tidak ada larangan
untuk mengerjakan lebih dari satu kali.
2. Rukun Haji
Ihram yaitu berpakaian ihram, dan niyat ihram dan haji
1) Wukuf di arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah; yaknihadirnya seseorangyang
berihram untuk haji, sesudahtergelincirnya mataahari yaitu pada hari ke-9
Dzulhijjah.
2) Thawaf yaitu tawaf untuk haji (tawaf ifadhah)
3) Sa’i yaitu lari-lari kecil antara shafa dan marwah 7 (tujuh) kali
5
3. Wajib Haji
Yaitu sesuatu yang perlu dikerjakan, tapi sahnya haji tidak tergantung
atasnya, karena boleh diganti dengan dam (denda) yaitu menyembelih binatang.
berikut kewajiban haji yang mesti dikerjakan :
1) Ihram dari Miqat, yaitu memakai pakaian Ihram (tidak berjahit), dimulai
dari tempat-tempat yang sudah ditentukan, terus menerus sampai selesainya
ibadah haji.
2) Bermalam di Muzdalifah sesudah wukuf, pada malam tanggal 10
Dzulhijjah.
3) Bermalam di Mina selama2 atau 3 malam pada hari tasyriq (tanggal
11, 12 dan 13 Dzulhijjah).
4) Melempar jumrah ‘aqabah tujuh kali dengan batu pada tanggal 10
Dzulhijjah dilakukan setelah lewat tengah malam 9 Dzulhijjah dan setelah
wukuf.
5) Melempar jumrah ketiga-tiganya, yaitu jumrah Ula, Wustha dan ‘Aqabah
pada tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah dan melemparkannya
tujuh kali tiap-tiap jumrah.
6) Meninggalkan segala sesuatu yang diharamkan karena ihram.
4. Sunat Haji
1) Ifrad, yaitu mendahulukan urusan haji terlebih dahulu baru
mengerjakan atas ‘umrah.
2) Membaca Talbiyah yaitu :“Labbaika Allahumma Labbaik Laa
Syarikalaka Labbaika Innalhamda Wanni’mata Laka Walmulka Laa
Syarika Laka”.
3) Tawaf Qudum, yatiu tawaaf yuang dilakukan ketika permulaan datang di
tanah ihram, dikerjakan sebelum wukuf di ‘Arafah.
6
2. Di Arafah
1) waktu masuk Arafah hendaklah berdo’a
2) menunggu waktu wukuf
3) wukuf (pada tanggal 9 Djulhijjah)
a. Sebagai pelaksanaan rukun haji seorang jamaah harus berada di
Arafah pada tanggal 9 Djulhijjah meskipun hanya sejenak
b. waktu wukuf dimulai dari waktu Dzuhur tanggal 9 Djulhijjah
sampai terbit fajar tanggal 10 Djulhijjah
c. Doa wukuf
4) Berangkat menuju muzdalifah sehabis Maghrib
a. Agar tidak terlalu lama menunggu waktu sampai lewat tengah
malam (mabit) di Muzdalifah hendaknya jemaah meninggalkan
Arafah sesudah Maghrib (Maghrib-isya di jama takdim)
b. Waktu berangkat dari Arafah hendaknya berdo’a
7
4. Di Mina
1) Sampai di Mina hendaklah berdo’a .
2) Selama di Mina kewajiban jama’ah adalah melontar jumroh dan bermalam
(mabit)
3) Waktu melempar jumroh
a. Melontar jumroh aqobah waktunya setelah tengah malam , pagi dan sore.
Tetapi diutamakan sesudah terbit matahari tanggal 10 Djulhijjah
b. Melontar jumroh ketiga-tiganya pada tanggal 11,12,13 Dzulhijjah
waktunya pagi, siang, sore dan malam. Tetapi diutamakan sesudah
tergelincir matahari.
Setiap melontar 1 jumroh 7 kali lontaran masing-masing dengan 1 krikil
a) Pada tanggal 10 Djulhijjah melontar jumroh Aqobah saja lalu
tahallul (awal). Dengan selesainya tahallul awal ini, maka seluruh
larangan ihram telah gugur, kecuali menggauli isteri. setelah
tahallul tanggal 10 Djulhijjah kalau ada kesempatan hendaklah pergi
ke Mekkah untuk thawaf ifadah dan sa’i tetapi harus kembali pada
hari itu juga dan tiba di mina sebelum matahari terbenam.
b) Pada tanggal 11, 12 Djulhijjah melontar jumroh Ula, Wustha dan
Aqobah secara berurutan, kemudian kembali ke mekkah. itulah yang
dinamakan naffar awal.
c) Bagi jama’ah haji yang masih berada di Mina pada tanggal 13
Djulhijjah diharuskan melontar ketiga jumroh itu lagi, lalu kembali
ke mekkah. itulah yang dinamakan naffar tsani.
8
6) Ibadah haji merupakan muktamar akbar umat islam sedunia, yang peserta-
pesertanya berdatangan dari seluruh penjuru dunia dan Ka’bahlah yang menjadi
symbol kesatuan dan persatuan.
7) Memperkuat fisik dan mental, kerena ibadah haji maupun umrah
merupakan ibadah yang berat memerlukan persiapan fisik yang kuat, biaya besar
dan memerlukan kesabaran serta ketabahan dalam menghadapi segala godaan dan
rintangan.
8) Menumbuhkan semangat berkorban, karena ibadah haji maupun umrah,
banyak meminta pengorbanan baik harta, benda, jiwa besar dan pemurah, tenaga
serta waktu untuk melakukannya.
9) Dengan melaksanakan ibadah haji bisa dimanfaatkan untuk membina persatuan
dan kesatuan umat Islam sedunia.
B. Zakat
1. Pengertian Zakat
Zakat adalah rukun ketiga dari rukun Islam. Secara syari'ah, zakat merujuk pada
aktivitas memberikan sebagian kekayaan dalam jumlah dan perhitungan tertentu
untuk orang-orang tertentu menurut ketentuan-ketentuan Al-Qur’an.
Menurut lughat arti zakat adalah tumbuh (al Numuww) seperti pada zakat Al
Zar’u yang artinya bertambaha banyak dan mengandung berkat seperti pada zaka’ al
malu dan suci(thoharoh) seperti pada nafsan zakiyah dan qad aflaha man zakkaha.
Menurut Istilah zakat adalah sebagian harta yang telah diwajibkan oleh Allah
swt untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya sebagaiman yang
telah dinyatakan dalam Al Qur’an atau juga boleh diartikan dengan kadar
tertentu atas harta tertentu yang diberikan kepada orang-orang tertentu dengan
lafadz zakat yang juga digunakan terhadap bagian tertentu yang dikeluarkan dari
orang yang telah dikenai kewajiban untuk mengeluarkan zakat.
Menurut Imam Maliki dalam mendefinisikan zakat bahwa zakat adalah
mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah
mencapai nishab(batas kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang
10
yang berhak menerimanya dengan catatan kepemilikan itu penuh dan mencapai
haul, bukan barang tambang dan bukan pertanian.
Menurut madzhab Syafii zakat adalah sebuah ungkapan untuk keluarnya harta
atau tubuh sesuai dengan cara khusus, sedangkanmadzhab Hambali mengatakan
Zakat adalah hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok
yang khusus pula.
Diantara hikmah zakat yang lain yang saling menguntungkan baik dari pihak sang kaya
maupun dari pihak si miskin antara lain:
1) Menolong orang yang lemah dan susah agar dia dapat menunaikan kewajibannya
terhadap Allah dan terhadap makhluk Allah (masyarakat)
2) Membersihkan diri dari sifat kikir dan akhlak yang tercela, serta membayarkan
amanat kepada orang yang berhak dan berkepentingan
3) Sebagai ucapan syukur dan trimakasi atas nikmat kekayaan yang diberikan
kepadanya
4) Guna menjaga kejahatan-kejahatan yang akan timbul dari si miskin dan yang susah
5) Guna mendekatkan hubungan kasih sayang dan cinta mencintai antara si
miskin dan si kaya
6) Penyucian dari bagi orang yang berpuasa dari kebatilan dan kekokohan
untuk memberi makan kepada orang miskin serta sebagai rasa syukur kepada Allah
atas selesainya menunaikan kewajiban puasa.
12
C. Wakaf
1. Pengertian Wakaf
Secara etimologi, wakaf berasal dari “Waqf” yang berarti “al- Habs”.
Merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya berarti
menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta
seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah
tertentu. Dalam pengertian hukum Islam wakaf adalah melepas kepemilikan atas
harta yang dapat bermanfaat dengan tanpa mengurangi bendanya untuk diserahkan
kepada perorangan atau kelompok (organisasi) agar dimanfaatkan untuk tujuan-
tujuan yang tidak bertentangan dengan syari’at.
14
Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi
manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak
pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang
dibolehkan oleh syariah. Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus
harta yang kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah
rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya secara berterusan.
() مثل الدين ينفقون امولهم فى سبيل هللا كمثل حبت انبتت سبع سنا بل اموا لهم صدقاة الدين ينفقون اى سفة
اموالهم فى وجوه الخيرات من الوجب والنفل او المعنى مثل الدين ينفقون فى دين هللا كصفة حبة اخرجت سبع سنا بل
(فى كلى سنبلة مائة حبة ) كما يشاهد دلك اخرجث ساقا تشعب منه سبع شعب فى كلى واحدة منها سنبلة كمثل زراع
على اليضيق عليه ما يتفضل به من ) (لمن يشاء فوق دلك ) (وهللا يضعف فى الدرة والدخن بل فيهما اكثر من دلك
(عليم ) بنية المنفق وبمن يستحق ىالمضاعفة ائ ال يضيق عليه ما يتفضل به من التضعيف ) (وهللا وا سع التضعيف
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh
butir, pada tiap-tiap butir: seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa
yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan
orang gila tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan dengan
ghaira mu’ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu
mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat
mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan untuk
kepentingan Islam saja.
4) Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada beberapa
syarat. Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukKan
kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu.
Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau
digantungkan kepada syarat tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat,
ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua
persyaratan diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi
penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan
harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah
orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat
ghaira tammah.
BAB III
PENUTUP
Tugas manusia di muka bumi ini adalah untuk beribadah kepada Allah SWT
sesuai dengan syari’at yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW, beribadah banyak
macamnya. Adapun yang menjadi tolak ukur seorang hamba di dalam ibadahnya yaitu
dengan melaksanakan shalat, dan sebagai penyempurna rukun Islam kita yaitu ibadah
haji. Ada beberapa kesimpulan yang dapat penulis simpulkan dari pembahasan ini,
yakni:
1. Shalat dan ibadah haji termasuk rukun Islam dan perintah Allah, yang wajib
kita laksanakan apabila kita mampu “Ibadah Haji”.
2. Apabila kita mati shalat merupakan hisaban pertama yang dilakukan dan sebagai
tolak ukur ibadah-ibadah yang lainnya.
3. Orang yang suka melaksanakan shalat berarti dia menegakan agama, dan orang
yang tidak suka melaksanakan shalat berarti dia menghancurkan agama.
4. Untuk menambah pahala ibadah shalat, kita mesti melaksanakan shalat nawafil
yakni shalat sunat, baik rawatib atau mutlak atau shalat sunat lainnya, seperti
dluha, tahajud, hajat dan lain sebagainya.
5. Dengan meksanakan ibadah haji kita bisa bertemu dengan umat islam yang
lain dari seluruh dunia.
6. Dengan melaksanakan ibadah haji kita akan dibalas dengan balasan surga firdaus
dan itu untuk haji yang mabrul
Sebagai ajaran yang menekankan pada rasa persaudaraan dan kasih sayang
terhadap sesama manusia, konsep zakat, menurut Muchtar Naim, mampu menandingi
semua ajaran mengenai kesejahteraan sosial dari manapun datangnya. Konsep zakat,
bertolak dari ajaran Tuhan yang menyatakan bahwa harta yang dimiliki adalah amanah
dan berfungsi sosial. Karena fungsi dan sifatnya itu, maka harta kekayaan yang ada di
tangan seseorang justru menjadi ujian bagi orang yang bersangkutan sampai seberapa
jauh ia mampu melaksanakan amanah itu dengan sebaik-baiknya dengan mempergunakan
hartanya tidak hanya untuk kepentingan diri sendiri dan keluarganya, tetapi juga untuk
kepentingan sosial.