Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Haji adalah salah satu rukun islam dan salah satu tiang agama islam. Tidak
sempurna keislaman seseorang hingga dirinya menjalankan ibadah haji. Jika semua
syarat-syarat haji telah terpenuhi pada seseorang, maka tidak halal baginya menunda
pelaksanaan haji karena perintah Allah dan Rasul-Nya. Menurut Imam Abi Abdillah
Muhammad bin Qosim al-Ghozi dalam Kitab fathul qorib Ibadah haji adalah
mengunjungi Baitullah di Makkah untuk melakukan amal ibadah tertentu dengan syarat-
syarat tertentu pula.

Diantara hikmah disyari'atkannya haji adalah memebersihkan jiwa seorang muslim


dari dosa-dosa sehingga jiwa layak menerima kemuliaan Allah SWT di dunia dan di
akhirat. Tentunya kemuliaan tersebut diperoleh dengan usaha yang maksimal hingga
seseseorang yang melaksanakan ibadah haji memperoleh perdikat haji yang mabrur.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Haji
2. Syarat-syarat melakukan Haji
3. Rukun- Rukun ibadah Haji
4. Macam-macam pelaksanaan Haji
5. Sunnah-sunnah ihram
6. Macam-macam tawaf
7. Keutamaan Haji

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Haji
1. Definisi Haji
Secara etimologi haji artinya bermaksud, atau menyengaja. Ada juga yang
berpendapat bahwa haji artinya sering mendatangi, bahkan ada juga yang mengatakan
selain itu. Namun, pendapat yang pertama adalah yang masyhur
Secara terminologi syariat haji artinya mendatangi Baitullah (Ka'bah) dan tempat-
tempat tertentu untuk menunaikan ibadah tertentu, pada waktu tertentu, dan dengan tata
cara yang ditentukan.

2. Hukum Haji
Hukum ibadah haji adalah fardhu ain (kewajiban individual), yang dibebankan
kepada setiap mukallaf yang mampu melaksanakannya sekali dalam seumur hidup.
Haji merupakan salah satu rukun Islam. Kewajibannya telah ditetapkan melalui Al
Qur'an, Sunnah, dan Ijma'.

- Dalil Al-Quran
Artinya: "Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan
ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke
sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya
(tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam." (QS. Ali-Imran [3]: 97)

- Dalil Sunnah
Hadits Ibnu Umar, bahwa Nabi SAW. bersabda,
Artinya: "Islam didirikan atas lima perkara; bersaksi bahwa tidak ada sesembahan kecuali
Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji,
dan berpuasa bulan Ramadhan." (HR. Al Bukhari, Muslim dan lainnya).

2
B. Syarat- syarat melakukan Haji dan umroh
Adapun syarat-syarat wajib melakukan ibadah haji dan umrah adalah:
a. Islam (Muslim)
Islam Adalah seseorang yang beragama islam dan bukan seorang kafir ataupun orang
murtad, islam itu merupakan syarat mutlak untuk melakukan ibadah haji.

b. Baligh (dewasa)
Sebagaimana dikatakan oleh nabi Muhammad SAW "Kalam dibebaskan dari
mencatat atas anak kecil sampai ia menjadi baligh, orang tidur sampai ia bangun. dan
orang yang gila sampai ia sembuh" jadi seseorang yang sudah mencapai usia dewasa saja
yang wajib menjalankan ibadah haji dan umroh.

c. Berakal
Orang yang tidak berakal seperti orang gila, tidak wajib haji.

d. Merdeka (bukan seorang budak)

seorang budak itu sudah mempunyai kewajiban dari tuannya, terkecuali tuannya
memberikan izin, dan seorang budak biasannya seseorang yang tidak mampu dalam hal
biaya.

e. Mampu (Istitha'ah)
Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan dalam hal kendaraan, bekal, dan
pengongkosan (biaya)

Adapun Syarat wajib haji bagi perempuan, hendaklah ia berjalan bersama-sama


dengan mahramnya, bersama-sama dengan suaminya, atau bersama-sama dengan
perempuan yang dipercayai. Apabila tidak ada muhrim, maka dia belum di wajibkan haji.

3
C. Rukun – Rukun Haji
1. Ihram
Ihram adalah nama yang diberikan untuk keadaan khusus, keadaan suci yang
menandai dimulainya ritual haji untuk setiap jamaah. Ihram dimulai dengan membaca niat
dan mengenakan pakaian serba putih untuk melambangkan kesucian, kebersihan. Untuk
laki-laki diharuskan mengenakan dua kain putih yang satunya dililitkan di pinggang
sampai ke bawah lutut dan yang satunya disampirkan di bahu kiri. Untuk perempuan, bisa
menggunakan pakaian biasa yang menutup aurat, namun wajah dan tangan tidak boleh
tertutup.
Ketika ihram ada beberapa larangan seperti tidak boleh memotong kuku, memakai
parfum, mencukur rambut di bagian tubuh manapun, melakukan hubungan seksual,
membunuh hewan, menikah, memakai penutup kepala bagi jamaah laki-laki dan menutup
wajah dan tangan bagi jamaah perempuan.
Tujuan dari rukun ihram ini adalah untuk menunjukkan kesetaraan semua jamaah
haji di hadapan Allah SWT tanpa ada perbedaan antara orang kaya atau orang miskin, dan
lain sebagainya. Mengenakan kain yang tidak dijahit merupakan simbol untuk menjauhkan
manusia dari kesombongan materi. Lewat pakaian individualitas seseorang bisa terlihat
dan perbedaan serta akan terciptanya penghalang yang memisahkan manusia.

2. Wukuf
Wukuf artinya berhenti atau berdiam diri. Tidak hanya berdiam dan tidak
memikirkan apapun. Namun ketika masa wukuf hendaknya selalu berzikir dan berdoa di
Padang Arafah dari matahari terbenam sampai matahari terbit. Wukuf akan dilaksanakan
pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai 10 Dzulhijjah.

3. Tawaf
tawaf adalah yang dilakukan dengan berjalan mengelilingi ka’bah berlawanan arah
jarum jam. Ketika sudah tiba di Masjidil haram, jamaah harus melakukan tawaf
kedatangan. Selama tawaf jamaah bisa mencium atau menyentuh Hajar Aswad. Mereka
berkeliling seraya mengucapkan doa. Jika jamaah tidak bisa mencium atau menyentuh
Hajar Aswad karena keramaian, jamaah cukup menunjuk batu dengan tangan mereka.
Selama tawaf, jamaah tidak diperbolehkan untuk makan, namun minum dibolehkan
karena selama tawaf bisa kelelahan atau dehidrasi karena berdesak-desakan dengan
banyak orang. Untuk jamaah laki-laki dianjurkan untuk memutari ka’bah pada tiga sirkuit
4
awal dengan langkah yang cepat, sisanya bisa berjalan dengan santai. Jika tawaf sudah
selesai, jamaah langsung melakukan sholat sebanyak dua rakaat di makam Nabi Ibrahim
sebuah tempat di dekat Ka’bah. Namun, karena banyaknya jamaah haji dari berbagai
negara, jamaah bisa melaksanakan sholat dua rakaat ini di dalam masjid. Biasanya setelah
sholat jamaah akan meminum air dari sumur zamzam yang tersedia di sekitar masjid.

4. Sa’i
Setelah melakukan Tawaf, kewajiban selanjutnya adalah melakukan sa’i atau
berlari-lari kecil atau berjalan di antara bukit Safa dan Marwah sebanyak tujuh kali.

5. Tahallul
Setelah melaksanakan Sa’i, para jamaah laki-laki akan mencukur atau merapikan
rambut mereka. Sedangkan untuk jamaah perempuan hanya perlu memotong rambutnya
sedikit. Ritual ini disebut dengan Tahallul. Ketika selesai melakukan Tahallul, semua
larangan dalam haji boleh dilakukan kecuali hubungan suami istri.
Tahallul dilakukan pada tanggal 10 Dzulhijjah ketika jamaah sudah melaksanakan
lontar jumrah. Lontar jumrah adalah ritual melemparkan batu kerikil pada jumrah. Lontar
jumrah mengingatkan jamaah haji bahwa iblis akan selalu berusaha menghalangi orang-
orang beriman yang ingin melakukan kebaikan.

8. Tertib
Kemudian hal terakhir yang wajib dipenuhi adalah tertib. Jamaah haji wajib
melaksanakan seluruh rangkaian ibadah secara berurutan mulai dari ihram sampai pada
tahallul/cukur.

D. Macam- macam pelaksanaan Haji


Haji dapat dilakukan dengan tiga cara berikut:
1. Ifrad Yaitu seseorang berniat haji pada saat memulai ihram dengan mengucapkan,
"Labbaik allaahumma bihajjin "(Aku memenuhi panggilan- Mu ya Allah dengan
berniat melaksanakan haji), kemudian dia melaksanakan amalan-amalan haji saja.

2. Qiran: Yaitu seseorang berniat haji dan umrah secara bersamaan dengan
mengucapkan, "Labbaik hajjan wa umratan" (Aku memenuhi panggilan- Mu dengan

5
berniat haji dan umrah). Kemudian melakukan keduanya dalam satu rangkaian ibadah,
atau memasukkan haji dalam ibadah umrah sebelum thawaf.
Mayoritas ulama berkata, "Keduanya saling berkaitan, melakukan satu thawaf dan
satu sa'i, dan hal itu dapat mencukupi ibadah haji dan umrah sekaligus (sah). Madzhab
Hanafi berpendapat, "Hendaknya dia melakukan dua thawaf dan dua sa'i. Orang yang
melakukan haji Qiran harus menyembelih hewan kurban, menurut kesepakatan ulama
seperti yang akan dijelaskan mendatang.

3. Tamattu' Yaitu seseorang hanya berniat umrah pada bulan-bulan haji dengan
mengucapkan, "Labbaik umratan" (Aku memenuhi panggilan-Mu dengan berniat
umrah). Sesampainya di Makkah dia langsung melakukan manasik (ritual) umrah dan
bertahallul. Dia menetap di Makkah dalam keadaan halal (bukan sebagai orang yang
tengah berihram), kemudian memulai ihram untuk haji dan melakukan semua
manasiknya. Hal itu dilakukan pada tahun yang sama. Seorang yang melakukan haji
Tamattu 'juga harus menyembelih hewan kurban, menurut kesepakatan ulama.

E. Sunah- sunah Ihram


1. Mandi untuk ihram
Sesuai hadits Zaid bin Tsabit bahwa dia melihat Rasulullah SAW melepas
pakaian ketika hendak berihram dan mandi.
Wanita juga dianjurkan mandi sekalipun dia dalam kondisi haid atau nifas. Dalam
hadits Jabir disebutkan, "...sampai ketika kami tiba di Dzul Hulaifah, Asma binti
Umais melahirkan Muhammad bin Abu Bakar, kemudian dia menghadap Nabi SAW
dan bertanya, "Apa yang harus aku lakukan?" Maka beliau menjawab, "Mandilah dan
bersihkanlah kemaluanmu dengan kain dan berihramlah."755

2. Memakai wangi-wangian di badan sebelum ihram


Hal ini sesuai hadits Aisyah RA, dia berkata, "Aku memakaikan wangi- wangian
kepada Nabi SAW ketika beliau hendak berihram, dan pada saat setelah tahallul
sebelum melakukan thawaf di Ka'bah."

6
3. Mengenakan dua kain ihram berwarna putih bagi laki-laki
Dari riwayat Ibnu Abbas, dia berkata, "Nabi SAW keluar dari Madinah setelah
telebih dahulu menyisir rambut dan memakai wangi-wangian, kemudian mengenakan
kain dan selendangnya. Hal itu dilakukan bersama para sahabat."
Adapun perempuan, boleh mengenakan pakaian apa saja yang mereka kehendaki,
tetapi mereka tidak boleh mengenakan niqab (cadar) dan sarung tangan sebagaimana
akan dijelaskan pada pembahasan mengenai larangan dalam ihram-. Pakaian wanita
juga tidak dikhusukan dengan warna tertentu seperti putih atau yang lainnya seperti
yang diyakini oleh kebanyakan masyarakat Mesir pada khususnya, karena Aisyah
mengenakan pakalan berwarna kuning pada saat berihram.

4. Shalat di Wadi Al Aqiq bagi yang melewatinya


Yaitu sebuah lembah di dekat Baqi' yang berjarak sekitar 4 mil dari Madinah,
Umar RA berkata, "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda di Wadi Al Aqiq,
Artinya: Seseorang (Malaikat) yang diutus oleh Allah datang kepadaku malam ini dan
berkata, "Shalatlah di lembah yang penuh berkah ini dan ucapkanlah, 'Umratun fi
Hajjatin' .

5. Shalat di Masjid Dzul Hulaifah bagi yang melewatinya


Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar, dia berkata, "Nabi SAW melakukan shalat
dua rakaat di Dzul Hulaifah."
Dalam hadits Jabir disebutkan, "Tatkala beliau sampai di Dzul Hulaifah, beliau
shalat dua rakaat dan beliau terdiam hingga sampai padang luas yang tidak
berpenghuni.

6. Berniat ihram setelah melakukan shalat fardhu atau sunah.


Yang paling utama adalah berniat ihram setelah melaksanakan shalat fardhu atau
sunah karena adanya sebab yang disyariatkan berdasarkan hadits- hadits yang telah
disebutkan berlalu. Hal ini didukung dengan penyebutan dalam hadits Ibnu Abbas
bahwa Rasulullah SAW melakukan shalat Zhuhur di Dzul Hulaifah, kemudian meminta
seekor unta... maka tatkala matahari telah berada di tengah dan beliau sampai di Baida',
beliau pun berniat haji."

7
7. Bertahmid, bertasbih, dan bertakbir sebelum mulai niat.
Hal ini berdasarkan hadits Anas, dia berkata, "...kemudian beliau mengendarai
sehingga sampai di Baida, beliau bertahmid, bertasbih dan bertakbir, kemudian berniat
haji dan umrah.

8. Menghadap Qiblat saat berniat


Dari riwayat Nafi', dia berkata, "Apabila Ibnu Umar shalat pada pagi hari di Dzul
Hulaifah, dia memerintahkan hewan tunggangannya untuk pergi, kemudian dia
menaikinya, dan apabila matahari telah berada di tengah, dia menghadap Qiblat sambil
berdiri dan bertalbiyah..." dia juga menyatakan bahwa Nabi SAW melakukan hal
tersebut.

9. Mengeraskan suara saat bertalbiyah.


Berdasarkan hadits Sa'ib bin Khallad, dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda,
Artinya: "Jibril mendatangiku dan berkata, 'Wahai Muhammad, perintahkanlah sahabat-
sahabatmu untuk mengeraskan suara mereka saat bertalbiyah."
Ini adalah perkara yang disunahkan menurut mayoritas ulama, dan wajib menurut
madzhab Adz-Zhahiri. Dari riwayat Jabir dan Abu Sa'id, keduanya berkata, "Kami
datang bersama Nabi SAW, dan kami meninggikan suara saat melakukan haji (dengan
talbiyah)."

F. Macam-macam Thawaf
Thawaf yang disyariatkan dalam pelaksanaan ibadah haji ada tiga:
1. Thawaf Qudum
Yaitu yang biasa disebut dengan thawaf kedatangan atau thawaf tahiyyah
(penghormatan), karena orang yang datang dari luar Makkah disyariatkan untuk
menghormati Ka'bah.
Hal ini disunahkan bagi orang yang datang dari luar kota Makkah menurut mayoritas
ulama-selain madzhab Maliki yang mewajibkannya. Kalangan Maliki mengatakan
bahwa orang yang tidak melakukannya akan terkena dam(denda)-untuk menghormati
Ka'bah yang mulia.

8
2. Thawaf Ifadhah (Thawaf Rukun)
Juga, biasa disebut dengan thawaf ziarah. Thawaf ini termasuk rukun haji sesuai
kesepakatan ulama, dan jamaah haji tidak dapat melakukan tahallul akbar kecuali dengan
melaksanakannya terlebih dahulu, serta tidak dapat digantikan dengan apapun.
Keberadaannya sebagai salah satu rukun haji telah ditetapkan melalui Al Qur'an, Sunnah
dan ijma' ulama, Allah SWT berfirman, "Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan
kotoran yang ada pada badan mereka, menyempurnakan nadzar-nadzar mereka dan
hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah)." (Qs.Al -
Hajj [22]: 29)
Para ulama sepakat bahwa thawaf yang disebutkan pada ayat tersebut adalah thawaf
ifadhah.

Waktu pelaksanaan thawaf ifadhah


1. Waktu Awal
Thawaf ifadhah tidak sah dilakukan sebelum waktunya yang telah ditentukan
syariat. Pelaksanaan thawaf ifadhah memiliki tenggang waktu yang longgar, dari mulai
terbit fajar pada hari Kurban menurut madzhab Hanafi dan Maliki. Adapun menurut
madzhab Syafi'i dan Hanbali, waktunya dimulai setelah pertengahan malam hari Kurban
bagi orang yang telah wuquf di Arafah sebelumnya.

2. Waktu Akhir
Kalangan madzhab Hanafi berpendapat bahwa akhir waktu untuk melaksanakan
thawaf ifadhah adalah hari terakhir dari hari Tasyriq. Menurut madzhab Maliki batas
waktunya adalah akhir bulan Dzulhijjah. Apabila menundanya lagi, maka ia terkena
kewajiban membayar dam.
Adapun madzhab Syafi'i, Hanbali dan dua sahabat Abu Hanifah berkata, "Pada
dasarnya tidak ada pembatasan waktu dan tidak ada keharusan untuk melakukannya pada
hari Kurban, serta tidak dikenakan fidyah apabila menundanya setelah hari Kurban atau
seusai bulan Dzulhijjah. Keharusan melakukan thawaf ini tidak dapat gugur sama sekali
dan tidak cukup hanya dengan membayar tebusan, karena ia merupakan rukun yang
melarang untuk melakukan hubungan intim dengan istri selama belum kembali untuk
melakukan thawaf tersebut.

9
3. Waktu Afdhal (yang paling utama)
Thawaf ifadhah dianjurkan untuk dilaksanakan pada hari nahr (hari raya kurban),
karena itulah yang dilakukan oleh Nabi SAW sebagaimana tertera di dalam hadits Jabir
yang panjang dan lainnya.
Thawaf ifadhah syarat khusus, yaitu hendaknya melakukan wuquf di Arafah
sebelumnya. Dengan demikian, orang yang thawaf sebelum wuquf di Arafah, maka
thawaf tersebut tidak dapat menggugurkan kewajiban thawafnya, sesuai kesepakatan
ulama.

3. Thawaf Wada' (Thawaf Perpisahan)


Thawaf ini juga disebut dengan thawaf shadar dan thawaf terakhir, ia merupakan
salah satu kewajiban haji menurut jumhur ulama-selain madzhab Maliki yang menilainya
sebagai amalan sunah menurut mereka-berdasarkan hadits Ibnu Abbas RA, dia berkata,
"Manusia diperintahkan untuk melakukan thawaf pada akhir masa tinggalnya di Makkah,
hanya saja hal itu boleh tidak dilakukan oleh wanita yang haid."
Dalam redaksi yang lain disebutkan, "Orang-orang berhamburan pergi dari berbagai
jalan selesai melaksanakan ibadah haji, kemudian Rasulullah SAW bersabda, artinya:
"Hendaknya setiap orang tidak meninggalkan (Makkah) sehingga dia melakukan thawaf
di Ka'bah.”
Riwayat diatas menunjukkan wajibnya melaksanakan thawaf Wada, tetapi bagi
wanita yang mengalami haid setelah melaksanakan thawaf ifadhah, tidak harus
menunggu hingga suci untuk melaksanakan thawaf Wada, melainkan ia mendapat
keringanan untuk tidak melakukan thawaf Wada'dan langsung kembali ke Negara
asalnya. Ia juga tidak dikenakan dam karenanya. Hal itu telah disinyalir dalam riwayat
yang baru saja berlalu bahwa ketika Shafiyah mengalami haid, Nabi SAW berkata,
"Apakah ia menahan kita?" Kemudian para sahabat menjawab bahwa ia telah
melaksanakan thawaf ifadhah, maka beliau SAW bersabda, "Jika demikian hendaknya ia
berangkat."

G. Keutaman Haji
1. Haji dapat menghapus dosa-dosa yang telah lalu.
2. Haji dapat menyelamatkan pelakunya dari siksa api neraka.
3. Balasan haji adalah surga.
10
4. Haji termasuk amalan yang paling utama.
5. Haji adalah jihad yang paling utama bagi kaum wanita

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Haji adalah salah satu dari lima rukun Islam dan merupakan kewajiban agama bagi
umat Muslim yang mampu secara finansial dan fisik. Ini adalah perjalanan ke Mekah
yang dilakukan sekali seumur hidup oleh umat Islam. Haji melibatkan serangkaian ritual,
termasuk Tawaf, Sai, dan berada di Arafat, yang mengingatkan pada peristiwa-peristiwa
sejarah Islam. Selain aspek ibadahnya, Haji juga merupakan kesempatan bagi umat
Muslim dari berbagai negara untuk berkumpul, berbagi pengalaman, dan merasakan
persatuan dalam Islam. Kesimpulan dari Haji adalah bahwa ini adalah perjalanan
spiritual yang penting dalam kehidupan seorang Muslim yang menguatkan iman,
mempererat hubungan antarumat Muslim, dan mengingatkan pada nilai-nilai
kesederhanaan, ketakwaan, dan persatuan.

B. Saran
Demikian makalah tentang “Haji dalam Fikih Islam” ini kami buat. Semoga makalah
ini dapat diterima dan dipahami oleh para pembaca dan juga manfaat untuk kehidupan
kita. Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna,
dan masih memerlukan kritik dan saran dari para pembaca.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, 2015. Shahih Fikih Sunnah, PUSTAKA AZZAM,
Jakarta Selatan
Muhammad Jawad Mughniyah, 2005. Fiqih Lima Mazhab, LENTERA, Jakarta

13

Anda mungkin juga menyukai