UMRAH
DI SUSUN
OLEH :
KELOMPOK II
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya orang-orang Arab pada zaman jahiliah telah mengenal ibadah haji dan
umrah. Ibadah ini mereka warisi dari nenek moyang terdahulu dengan melakukan perubahan
disana-sini. Akan tetapi, bentuk umum pelaksanaannya masih tetap ada, seperti thawaf, wukuf,
dan melontar jumrah. Hanya saja pelaksanaannya banyak yang tidak sesuai lagi dengan syariat
yang sebenarnya. Untuk itu, Islam datang dan memperbaiki segi-segi yang salah dan tetap
menjalankan apa-apa yang telah sesuai dengan petunjuk syara' (syariat), sebagaimana yang
diatur dalam al-Qur'an dan sunnah rasul.
Sebenarnya antara umroh dan haji itu hampir sama, namun ada sedikit hal yang
membedakan antara keduanya. Mengapa demikian? oleh karena itu kami akan menjelaskan
bagaimana pengertian dari umroh, syarat-syarat, dan rukun-rukun yang berkenaan dengan
pelaksanaan ibadah umrah.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Umrah.
2. Untuk mengetahui dalil tentang disyariatkannya Umrah.
3. Untuk mengetahui Bagaimana hukumnya melaksanakan Umrah.
4. Untuk mengetahui Apa saja syarat-syarat untuk orang yang melakukan Umrah.
5. Untuk mengetahui Apa saja rukun-rukun yang harus dilakukan ketika Umrah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Umroh secara bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu ار33 االعتمyang bermakna ارة33الزي
(berpergian). Sedangkan pengertian umroh dalam terminologi ilmu fiqih adalah berpergian
menuju ke baitullah untuk melaksanakan serangkaian ibadah umrah, yakni tawaf dan sa’I Atau
dengan kata lain datang ke baitullah untuk melaksanakan umrah dengan syarat-syarat yang telah
ditentukan
Dengan demikian, dalam definisi ibadah umrah ada 4 unsur penting. Yaitu berpergian,
baitullah, rukun umrah (serangkaian ibadah umrah), dan syarat umrah.
1. Islam
Orang non muslim tidak sah dalam melaksanakan haji atau umrah. Jika dia berkunjung
ke tanah suci bahkan mengikuti ibadah haji atau umrah seperti thawaf dan sa'i maka perjalanan
haji atau umrahnya hanya sebatas melancong saja.
2. Baligh
Anak kecil tiak diwajibkan berhaji atau pun umroh, baik yang sudah mumayyiz maupun
yang belum. Kalau sudah mumayyiz ia naik haji atau umroh maka sah, tetapi pelaksanaan haji
atau pun umroh yang sebelum mumayyiz itu merupakan sunnah dan kewajiban melaksanakan
haji atau pun umroh tidak gugur. Setelah baligh dan bisa atau mampu, ia wajib melaksanakan
haji atau pun umroh lagi, menurut kesepakatan ulama mazhab.
3. Berakal sehat
Orang gila sebenarnya tidak mempunyai beban atau bukan seorang mukallaf. Kalau dia
naik haji atau umroh dan dapat melaksanakan kewaiban yang dilakukan oleh orang yang
berakal, maka haji atau umrohnya itu tidak diberi pahala dari kewajiban ittu, sekalipun pada
waktu itu akal sehatnya sedang datang kepadanya. Tapi kalau gilanya itu musiman dan bisa
sadar (sembuh) sekitar pelaksanaan haji atau umroh, sampai melaksanakan kewajiban dan
syarat-syaratnya dengan sempurna, maka dia wajib melaksanakannya. Tapi kalau diperkirakan
waktu sadarnya itu tidak cukup untuk melaksanakan semua kegiatan-kegiatan haji atau umrah,
maka kewajiban itu gugur.
4. Merdeka
Maksud dari merdeka ini adalah tidak berstatus sebagai budak (hamba sahaya di masa
Rasulullah Saw yang di masa modern ini hampir tidak ditemukan di dunia). Istilah merdeka juga
bisa diartikan bebas dari tanggungan hutang dan tanggungan nafkah keluarga yang ditinggalkan
5. Istitha'ah (mampu)
Secara sepakat para ulama mazhab menetapkan bisa atau mampu itu merupakan syarat
kewajiban haji atau pun umroh, berdasarkan firman Allah SWT dari surat Ali ‘Imron ayat 97
yang artinya:
Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim,
barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah
kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan
ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya
(tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (Q.S. Ali ‘Imron 97)
1. Ihram
Bagi orang yang hendak beribadah umrah, maka ia wajib melakukan ihram karena hal
tersebut bagian dari rukun umrah.
Kewajiban-kewajiban ihram.
Dalam ihram ada tiga hal yang wajib dilakukan yaitu:
a. Niat.
Tidak ada perbuatan yang dilakukan dengan sadar tanpa adanya niat. Niat sebagai
motivasi dari perbuatan, dan niat merupakan hakikat dari perbuatan tersebut. Dengan kata lain
jika berihram dalam keadaan lupa atau main-main tanpa niat maka ihramnya batal.
b. Talbiyah.
Lafadz talbiyah adalah:
“labbaikallahumma labbaika, la syarika laka labbaika, innal hamda wan ni`mata laka wal
mulka la syarika laka”.
Waktu membaca talbiyah bagi orang yang berihram, dimulai dari waktu ihram dan disunnahkan
untuk membaca terus sampai melempar jumrah `aqobah.
2. Tawaf
Tawaf merupakan salah satu dari rukun umrah yang wajib di laksanakan, adapun
mengenai pembagiannya, ulama membagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Tawaf qudum.
Tawaf ini dilakukan oleh orang-orang yang jauh (bukan orang mekkah dan sekitarnya)
ketika memasuki mekkah.tawaf ini menyerupai sholat dua rakaat tahiyatul masjid. Tawaf ini
hukumnya sunnah, dan yang meninggalkannya tidak dikenakan apa-apa.
b. Tawaf ziarah.
Tawaf ini juga dinamakan tawaf ifadhah. Tawaf ini dilakukan oleh orang yang
haji(bukan orang yang umrah)setelah melaksanakan manasik di mina, dinamakan tawaf ziarah
karena meninggalkan mina dan menziarahi baitullah. Tapi juga dinamakan tawaf ifadhah
karenaia telah kembali dari mina ke mekkah.
c. Tawaf wada`
Tawaf ini merupakan perbuatan yang terakhir yang dilakukan oleh orang yang haji ketika
hendak melakukan perjalanan meninggalkan mekkah.
3. Sa`i
Ulama` sepakat bahwa sa`i dilakukan setelah tawaf. Orang yang melakukan sa`i sebelum
towaf maka ia harus mengulangi lagi(ia harus bertawaf kemudian melakukan sa`i).
Terdapat hal-hal yang disunnahkan bagi orang yang sedang melakukan sa`i diantaranya :
a. Disunnahkan menaiki bukit shafa dan marwah serta berdo`a diatas kedua bukit tersebut
sekehendak hatinya, baik masalah agama maupun dalam masalah dunia sambil menghadap ke
baitullah.
b. Melambaikan tangan ke hajar aswad,.
c. minum air zam-zam.
d. menuangkan sebagian air ke tubuh.
e. keluar dari pintu yang tidak berhadapan dengan hajar aswad
f. Naik ke bukit shafa, menghadap ruknul iraqi, berhenti lama di shafa, dan bertakbir kepada
Allah sebanyak tujuh kali.
Barang siapa yang tidak mampu melakukan sa`i walau dengan mengendarai kendaraan,
maka hendaklah meminta orang untuk mewakilinya, dan hajinya tetap sah. Boleh menoleh ke
kanan, ke kiri, ke belakang ketika pergi dan pulang(kembali).
Orang yang menambah lebih tujuh kali dengan sengaja, maka sa`i-nya dianggap batal,
tetapi tidak batal kalau lupa. Apabila ragu-ragu dalam jumlah maka sa`inya tetap dianggap sah,
dan tidak diwajibkan sesuatu apa-apa baginya.
Kalau ia ragu apakah ia memulai dari shafa, yang berarti sa`i-nya sah, atau mulai dari
yang lainyang menjadikan sa`i-nya batal, maka hal ini perlu diperhatikan: kalau orang yang ragu
tersebut dalam hal jumlah dan bilangan, tidak mengetahui berapa kali ia melakukannya maka-
sa`inya batal. Tapi kalau ia benar-benar mengetahui berapa kali ia telah berjalan dan hanya ragu
darimana ia memulai, maka kalau jumlah yang dilakukannya itu genap apakah dua kali, empat
kali, atau enam kali dan ia sedang berada di shafa atau sedang menghadap ke shafa, maka sa`i-
nya sahkarena ia mengetahui bahwa ia telah memulai dari shafa
4. Tahallul
Menurut pendapat imamiyah kalau orang yang melakukan umroh tamattu` telah selesai
bersa`i, ia harus menggunting rambutnya, namun tidak boleh mencukurnya. Bila ia telah
memotongnya, maka apa yang diharamkan baginya telah menjadi halal. Tapi kalau telah
mencukurnya, maka ia harus membayar kifarah berupa seekor kambing. Tapi kalau berumroh
mufrodah, maka ia boleh memilih antara menggunting atau mencukur, baik ia mengeluarkan
kurban atau tidak.
Tetapi kalau meninggalkan menggunting rambut itu dengan sengaja sedangkan ia
bertujuan untuk melakukan haji tamattu` dan berihranm sebelum menggunting rambut, maka
umrahnya batal. Ia wajib melakukan haji ifrad. Maksudnya melakukan amalan-amalan haji,
kemudian melakukan umrah mufradah setelah amalan-amalan haji itu. Dan lebih utama adalah
mengulangi haji lagi pada tahun yang akan datang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Umrah adalah berpergian menuju ke baitullah untuk melaksanakan serangkaian ibadah umroh,
yakni tawaf dan sa’i. Atau dengan kata lain datang ke baitullah untuk melaksanakan umroh
dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.
2. Dalil tentang disyariatkannya umrah adalah:
“ Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah.”
3. Hukum mengenai disyariatkannya umrah ada dua pendapat, yaitu ada sebagian ulama yang
menghukuminya dengan sunnah mu’akkad dan sebagian ulama yang lain mewajibkannya.
4. Syarat-syarat umrah di antaranya adalah Islam, baligh, berakal sehat, merdeka, istitha'ah
(mampu).
5. Rukun-rukun umrah di antaranya adalah ihram, tawaf, sa`i, tahallul
]
DAFTAR PUSTAKA
Azzam, Abdul Aziz Muhammad & Hawwas, Abdul Wahhab Sayyed. 2010.Fiqh Ibadah.
Jakarta: Amzah.
Maktabah al-Syamilah. Shohih al-Bukhoriy.
Maktabah al-Syamilah. Sunan Ibnu Majjah.
Mughniyah, Muhammad Jawwad. 1994. Fiqh Lima Mazhab. Jakarta: Basrie Press.
Rachimi, M. Abdurachman. 2012. Segala Hal Tentang Haji dan Umroh. Jakarta: Erlangga.
Sabiq, Sayyid. 2008. Juz 1 Fiqh al-Sunnah. Beirut: Dar al-Fikr.
Luth, Thohir.2004. Syariat Islam Tentang Haji dan Umroh. Jakarta: Rineka Cipta.
Zuhailiy, Wahbah. 1985. Fiqh al-Islam wa Adillatuhu. Beirut: Dar al-Fikr.