NAMA : RISNA
NIM : 19020102029
E MAIL: risna439@gmail.com
ABSTRAK
Ibadah haji dan umrah adalah ibadah yang diperintahkan Allah Swt.
Kepada umat Muslim yang sudah memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Pelaksanaan
kedua jenis ibadah ini juga ada aturannya, baik berkenaan dengan tempat maupun
waktu sekaligus praktik-praktik di lapangan. Pada abad sebelumnya telah dibahas
persiapan-persiapan dan hal-hal penting yang perlu perhatikan secara saksama
sebelum tiba di Tanah Suci Makkah Al-Mukarramah. Pada bab ini akan
diterangkan syarat, rukun, wajib, sunnah, dan larangan-larangan selama haji dan
umrah.
A. PENGERTIAN HAJI DAN UMRAH
Haji secara bahasa berarti mengunjungi, ziarah, atau menuju ke suatu tempat
tertentu. Secara syar’i haji adalah mengunjungi Ka’bah di Mekkah pada waktu
tertentu untuk mengerjakan amalan-amalan ibadah tertentu pula.
Sementara umrah secara bahasa berarti berziarah atau mengunjungi tempat
tertentu. Umrah dalam pengertian syar’I adalah mengunjungi Baitullah di
Makkah al-Mukarramah untuk mengerjakan thawaf, sa’i antara Shafa dan Marwa,
kemudian bercukur atau tahallul.
Akan tetapi, Allah yang Mahabijak tidak mewajibkan ibadah haji dan
umrah itu kepada setiap Muslim secara keseluruhan. Ada beberapa criteria bagi
orang yng sudah terbebani untuk menjalankan perintah tersebut. Di antara
kriterianya adalah orang yang memiliki kemampuan, baik secara financial
maupun stamina tubuh yang kuat. Hal itu di jelaskan dalam firman Allah SWT. :
“Mengerjakan haji dan adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu
(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah . (QS
Ali ‘Imran [3]: 97).
Tidak sekedar dalil Al-Qur’an. Hadits Nabi yang mewajibkan haji dan umrah
berbunyi, “Islam itu didirikan di atas lima (dasar), yaitu mengakui bahwa tidak
ada tuhan yang patut disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan
Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, haji ke Baitullah, dan puasa di
bulan Ramadhan.”
Rasulullah Saw. Bersabda : “Haji itu (wajib) hanya sekali. Barangsiapa yang
menambah berarti sunnah.” ( HR Ahmad, Al- Nasai, dan Abu Daud) .
D. WAKTU PELAKSANAAN
Syarat adalah hal yang perlu dipenuhi sebelum mengerjakan ibadah haji.
Apabila syarat tersebut belum terpenuhi, ibadah haji tidak wajib dikerjakan.
Sebaliknya, apabila syarat sudah lengkap dan terpenuhi, seseorang sudah
diwajibkan menunaikan ibadah haji dan umrah.
1. Beragama Islam
Hanya orang yang beragama islam yang diwajibkan untuk
mengerjakan ibadah haji dan umrah. Sementara orang kafir atau
murtad ( orang yang keluar dari Islam ) tidak diwajibkan
mengerjakannya, sekalipun kelak tetap akan mendapat ancaman siksa
yang lebih menyedihkan di neraka Jahanam.
2. Baligh ( Dewasa )
Orang yang baligh berarti orang yang sudah mencapai usia dewasa.
Sementara anak yang belum dewasa, kemudian ia sudah mengerjakan
rukun, wajib, dan semua syarat haji lainnya, ibadah haji yang
dilakukan tetap dianggap sah. Namun, tidak menggugurkan
kewajoiban hajinya. Artinya, kelak apabila anak kecil itu tumbuh
dewasa ia diwajibkan mengulangi ibadah hajinya.
Rasulullah Saw bersabda : “siapa saja dari anak kecil yang sudah
mengerjakan ibadah haji, maka kelak apabila sudah dewasa sudah
diwajibkan haji kembali.” ( HR Al-Baihaqi )
3. Berakal Sehat
Berakal sehat adalah salah satu syarat yang perlu dipenuhi. Orang yang
gila dan tidak sadar tidak diwajibkan mengerjakan ibadah haji.orang
sinting, mengidap penyakit ayan, dan semacamnya tidak diwajibkan
berhaji. Sebab orang-orang yang tidak berakal sehat memang tidak
mendapat beban apa pun dari agama.
4. Merdeka
Maksud dari merdeka berarti bukan budak belian, bukan hamba sahaya
yang terkait oleh tugas kewajiban yang di bebankan oleh tuannya.
Pengertian budak disini berbeda dengan perbudakan yang
diperaktikkan oleh bangasa eropa, yang memperjualbeliakn orang
Negro yang ditangkap dari Afrika.
5. Kuasa (Mampu)
Ibadah haji dan umrah diwajibkan kepada orang yang mampu dan
memiliki kuasa untuk melakukannya, sebaliknya, orang yang tidak
mampu, ia tidak diwajibkan mengerjakan ibadah haji.
Berikut ini beberapa criteria mampu atau kuasa.
a. Tersedianya alat transportasi. Alat transportasi harus tersedia.
Bagi jamaah haji modern dari tanah air, masalah transportasi
ini disediakan oleh pemerintah dengan adanya pesawat udara.
b. Memiliki ongkos yang cukup. Orang yang tidak memiliki
kemampuan financial tidak diwajibkan mengerjakan ibadah
haji.
c. Aman dalam perjalanan. Tidak adanya halangan atau ancaman
keselamatan apa pun dalam perjalanan adalah kriteria kuasa
atau mampu. Jadi, apabila di perjalanan menuju Makkah
diperkirakan tidak aman bagi keselamatan jamaah haji maka
haji tidak digwajibkan.
d. Bagi perempuan, kepergiannya ke tanah suci harus dibarengi
suaminya, atau mahramnya, atau rombongan perempuan yang
dapat dipercaya. Dalam hal ino Rasulullah Saw bersabda,
“tidak boleh bagi perempuan bepergian, melainkan beserta
mahramnya. Dan tidak boleh pula lelaki mendatnagi
perempuan itu melainkan apabila ia bersama suaminya.
Seorang bertanya, “Wahai Rasulullah, saya bermaksud akan
pergi berperang (fi sabilillah) fan istri saya bermaksud pergi
haji.”Rasulullah menjawab, “pergilah engkau bersama istrimu
untuk menunaikan haji.” ( HR Bukhari ).
e. Sehat fisik. Orang yang sakit di anggap sebagai orang tidak
memiliki kuasa atau tidak mampu sehingga ia tidak wajib
mengerjakn haji. Dalam hal ini, kementrian agama sudah
bekerja sama dengan kementrian kesehatan untuk mengurusi
jamaah haji Indonesia dalam bidang kesehatan.
F. RUKUN HAJI DAN UMRAH
5. Tahallul
Rukun haji maupun umrah yang kelima adalah tahallul, yaitu
mencukur rambut sepenuhnya atau beberapa helai saja. Tahallul
dikerjakan setelah sa’i. Dengan tahallul, seseorang sudah di
perbolehkan melepas baju ihram dan menggantinya dengan
pakaian yang biasa. Segala larangan selama ihram sudah boleh
dilakukan.
6. Tertib
Semua rukun yang sudah dibahas di atas harus dikerjakan secara
berurutan. Apabila dilakukan secara acak, ibadah haji maupun
umrah dianggap tidak sah. Contoh, apabila mendahulukan Sa’I,
kemudian baru wukuf dan thawaf maka tidak sah. Contoh lain
mengerjakan wukuf kemudian dilanjutkan dengan sa’I, juga tidak
sah. Apbila haji dan umarah dilaksanakan secara acak, ia wajib
mengulangi haji dan umrahnya pada tahun yang akan datang.
Wajib haji dan umrah adalah sesuatu yang harus dikerjakan selama
mengerjakan haji dan umrah. Apabila perbuatan-perbuatan wajib ini tidak
dikerjakan, ibadah haji maupun dianggap batal dan tidak sah. Akan tetapi, apabila
seseorang yang tidak mengerjakan wajib haji ini dapat membayar dam. Dengan
membayar dam, ibadah haji atau umrahnya dapat diaggap sah kembali.
Berikut ini bebrapa amalan wajib haji;
1. Berpakaian ihram dari miqat.
2. Bermalam di Muzdalifah.
3. Bermalam di mina.
4. Melempar jumrah Ula,Wustha dan Aqabah
5. Tidak melanggar larangan-larangan yang sudah di tetapkan
selama pelaksanaan haji.
H. SEPUTAR DAM
Dam atau fidyah merupakan sanksi atau denda yang harus dibayar karena
adanya suatu perbuatan-perbuatan yang dilakukan, baik oleh orang yang
mengerjakan haji maupun umrah. Pelanggaran semacam ini dapat di sebabkan
beberapa faktor, yaitu sebagai berikut.
1) Meninggalkan salah satu wajib haji atau wajib umrah. Ambil
contoh orang yang tidak berihram dari Miqat, atau tidak bermalam
di Mina atau Muzdalifah, atau jamaah haji tidak melempar jumrah.
2) Melakukan hal-hal yang dilarang selama berihram, seperti
mengenakan pakaian berjahit, menutup kepala atau muka,
mencabut pepohonan di Makkah, bercukur atau memakai
pengharum, melakukan hubungan intim suami istri.
1. Syarat Penyembelihan Hadyu
Sebelum penyembelihan binatang hadyu, tersebut maka perhatikanlah hal-
hal berikut ini.
a. Tingkat usia Hadyu
Kambing atau kibas atau biri-biri harus berusia 2 tahun.
Sapi atau kerbau atau lembu harus berusia 2 tahun memasuki tahun
ke-3.
Unta berusia 5 tahun memasuki tahun ke-6.
b. Kondisi Badan
Besar, gemuk.
Sehat, tidak cacat semisal tidak beruntung, buta, tuli, atau
semacamnya
2. Bentuk-bentuk Dam
Membayar Dam dilakukan sesuai dengan jenis pelanggaran yang
dilakukan dan diukur pula dengan kemampuan financial pelakunya.
Karena itulah, duan barometer ini (jenis pelanggaran dan kemampuan
financial) menjadikan dam atau fidyah bermacam-macam. Oleh sebab itu,
macam-macam dam dapat dibagi menjadi berikut.
a. Dam takdir dan tertib.
b. Dam tertib dan takdil.
c. Dam takhyir dan takdir.
d. Dam takhyir dan takdil.
e. Dam khusus.
Al- Bushiri, Abdullah ibnu Muhammad. 1423 H. al-Hajj wa al- ‘Umrah wa az-
Ziyarah. Jeddah : Maktabah al- Malik Fahd.