ABSTRAK
PENDAHULUAN
Dalam perjalanan hidup dan kehidupannya, manusia sebagai makhluk Allah
pada dasarnya mengemban amanah atau tugas-tugas kewajiban dan tanggungjawab
yang dibebankan oleh Allah kepadanya agar dipenuhi, dijaga dan dipelihara dengan
sebaik-baiknya. Al-Maraghy, ketika menafsirkan Q.S. al-Nisa’:58),
۞ ِا َّن ا ّٰلل َه يَأْ ُم ُر ُك ْم َا ْن تُ َؤ ُّدوا ْ َاْل ّٰم ّٰن ِت ِالّٰٰٓى َا ْه ِلهَ ۙا
ia mengemukakan bahwa amanah tersebut ada bermacam-macam bentuknya, yaitu:
Amanah hamba terhadap Tuhannya, yakni sesuatu yang harus dipelihara dan dijaga
oleh manusia, yang berupa mengikuti segala perintahNya dan menjauhi segala
laranganNya, serta menggunakan alat-alat potensialnya dan anggota badannya
dalam berbagai aktivitas yang bisa menimbulkan kemanfaatan baginya dan dapat
mendekatkan diri kepada Tuhannya, sehingga bila manusia melanggarnya, maka
berarti dia berkhianat kepada Tuhannya; Amanah hamba terhadap sesama manusia,
yakni mengembalikan barang-barang titipan kepada pemiliknya dan tidak mau
menipu, serta menjaga rahasia seseorang yang tidak pantas dipublikasikan; dan
Amanah manusia terhadap dirinya, yakni berusaha melakukan hal-hal yang lebih
1
baik dan lebih bermanfaat bagi dirinya untuk kepentingan agama dan dunianya,
tidak melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya baik untuk kepentingan
akhirat maupun dunianya, serta berusaha menjaga dan memelihara kesehatan
dirinya.
Di dalam al-Qur’an dinyatakan bahwa manusia termasuk makhluk yang siap
dan mampu mengemban amanah tersebut ketika ditawari oleh Allah, sebaliknya
makhluk yang lain justeru enggan menerimanya atau tidak siap dan tidak mampu
mengemban amanah tersebut, sebagaimana firmanNya dalam Q.S. al-Ahzab : 72,
yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit,
bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan
mereka khawatir akan mengkhianatinya dan dipikullah amanah itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat dhalim dan bodoh” ().
Apa itu amanah? Ath-Thabathaba’i, ketika menafsirkan ayat tersebut, ia
mengemukakan bermacam-macam pengertian dari amanah, yaitu: (1) tugas-
tugas/beban kewajiban, sehingga bila orang mau mematuhinya, maka akan
dimasukkan ke dalam surga, sebaliknya bila melanggarnya akan dimasukkan ke
neraka; (2) akal, yang merupakan sendi bagi pelaksanaan tugas-tugas/beban
kewajiban dan tempat bergantungnya pahala dan siksa; (3) kalimah “La ilaaha illa
Allah; (4) anggota-anggota badan, termasuk di dalamnya alat-alat potensial atau
potensi-potensi dasar manusia, yang mampu mengemban dan melaksanakan
amanah dari Allah yang harus dijaga dan hanya digunakan dalam batas-batas yang
diridlai olehNya; (5) ma’rifah kepada Allah.
Pengertian yang keempat itulah, menurut Ath-Thabathaba’i, yang lebih
mendekati kebenaran. Al-Raghib al-Asfahani, pakar bahasa al-Qur’an, mengemu-
kakan beberapa pengertian tentang amanah, yaitu: (1) kalimah tauhid; (2) al-’adalah
(menegakkan keadilan); (3) akal. Menurut Al-Asfahani, bahwa pengertian yang
ketiga itulah yang benar, karena dengan akal bisa tercapai ma’rifah tauhid, bisa
terwujudkan keadilan dan mampu menjangkau berbagai ilmu pengetahuan dan
sebagainya, bahkan akal inilah yang membedakan manusia dengan makhluk yang
lain.
Dari beberapa pendapat ahli tafsir tersebut dapat difahami bahwa tugas hidup
manusia – yang merupakan amanah dari Allah – itu pada intinya ada dua macam,
yaitu : ’Abdullah (menyembah atau mengabdi kepada Allah), dan Khalifah Allah,
yang keduanya harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
Maka dengan demikian, manusia dituntut dalam melaksanakan kedua peran
tersebut untuk bertanggung jawab, terhadap dirinya sendiri, kepada keluarga, serta
masyarakat. Dan lebih uhnya lagi kepada bangsa dan negara serta yang teringgi
tentunya tanggung jawab terhadap Allah Sang Maha Pencipta mempunyai arti yang
teramat penting, tanggun g jawab dan peran manusia bagi pendidikan agama Islam.
Perannya sebagai makhluk sempurna, diperoleh sebagai identitas muslim dengan
menjadi seorang hamba Allah, dan khalifah Allah beserta potensi lainnya. Benar-
benar telah dilakukan integrasi secara seimbang dalam kesatuan yang utuh. Dari
uraian tersebut dalam konsep Islam peran dan tanggung jawab manusia dapat
dilihat dari implikasinya terhadap pelaksanaan pendidikan Islam.
2
METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan
menerapkan studi pustaka atau library research, sumber-sumber penelitian
berdasarkan sumber kepustakaan seperti buku, artikel ilmiah, dan yang lainnya.
Setelah sumber-sumber tersebut terhimpun terutama yang membahas mengenai
tujuan penciptaan Allah terhadap makhluk-nya sebagai landasan religius tujuan
pendidikan Islam, sumber tersebut dikategorisasikan berdasarkan dengan
pertanyaan penelitian. Kemudian, data-data yang didapatkan dari sumber-sumber
yang telah dikategorisasikan itu diabstraksikan oleh penulis untuk menampilkan
fakta mengenai pendapat dan pemikiran tentang peran dan tanggunjawab manusia
sebagai abdullah dan sebagai kholifatullah dengan mengkomparasi fakta dan lain
mengenai tugas dan tanggunjawab manusia di dunia. Fakta tersebut kemudian oleh
penulis dideskrispisan untuk menghasilkan informasi atau pengetahuan.
3
yang menjadi tanggung jawabnya. Dia jujur terhadap dirinya dan jujur terhadap
orang lain, tidak pengecut dan mandiri. Dengan rasa tanggung jawab, orang yang
bersangkutan berusaha melalui seluruh potensi dirinya. Selain itu juga orang yang
bertanggung jawab adalah orang yang mau berkorban demi kepentingan orang
lain.Yaumi (2014) menulis beberapa pemahaman umum tentangtanggung jawab,
yaitu; (a) Tanggung jawab adalah mengerjakan tugas yang diberikan oleh orang
lain, (b) tanggung jawab menjaga sesuatu,(c)tanggung jawab adalah menolong
orang lain atau sesama ketika sedang membutuhkan pertolongan, (d) tanggung
jawab adalah keadilan, (e) tanggung jawab adalah membantu membuat lingkungan
sekitar kita (dunia) menjadi lebih baik, (f) tanggung jawab juga dapat dimaknai
dengan menjalankan perintah dari Tuhan Yang Maha Esa
4
(jalan ketaqwaan) dan ada pula yang mengarah kepada pilihan buruknya (jalan
kefasikan).
Karena itu Allah selalu mengingatkan kepada manusia, melalui para Nabi atau
Rasul-rasulNya sampai dengan Nabi Muhammad SAW. sebagai nabi/rasul terakhir,
agar manusia senantiasa tetap berada pada naturnya sendiri, yaitu taat, patuh dan
tunduk kepada Allah SWT. (’abdullah). Setelah rasulullah SAW. wafat, maka tugas
memperingatkan manusia itu diteruskan oleh para shahabat, dan para pengikut Nabi
SAW. (dulu sampai sekarang) yang setia terhadap ajaran-ajaran Allah dan
rasulNya, termasuk di dalamnya adalah para pendidik muslim.
2. Peran dan Tanggungjawab Manusia sebagai Khalifah Allah
Peran manusia juga sebagai khalifah Allah di muka bumi. Hal ini dapat
difahami dari firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah: 30: ”Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau
dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui.”
Apa yang dimaksud dengan khalifah? Kata khalifah berasal dari kata “khalf”
(menggantikan, mengganti), atau kata “khalaf” (orang yang datang kemudian)
sebagai lawan dari kata “salaf” (orang yang terdahulu). Sedangkan arti khilafah
adalah menggantikan yang lain, adakalanya karena tidak adanya (tidak hadirnya)
orang yang diganti, atau karena kematian orang yang diganti, atau karena
kelemahan/tidak berfungsinya yang diganti, misalnya Abu Bakar ditunjuk oleh
umat Islam sebagai khalifah pengganti Nabi SAW, yakni penerus dari perjuangan
beliau dan pemimpin umat yang menggantikan Nabi SAW. setelah beliau wafat,
atau Umar bin Khattab sebagai pengganti dari Abu Bakar dan seterusnya; dan
adakalanya karena memuliakan (memberi penghargaan) atau mengangkat
kedudukan orang yang dijadikan pengganti. Pengertian terakhir inilah yang dimak-
sud dengan “Allah mengangkat manusia sebagai khalifah di muka bumi”,
sebagaimana firmanNya dalam Q.S. Fathir ayat 39, Q.S. al-An’am ayat 165.
Manusia adalah makhluk yang termulia di antara makhluk-makhluk yang lain
(Q.S. al-Isra’: 70) dan ia dijadikan oleh Allah dalam sebaik-baik bentuk/kejadian,
baik fisik maupun psikhisnya (Q.S. al-Tin: 5), serta dilengkapi dengan berbagai alat
potensial dan potensi-potensi dasar (fitrah) yang dapat dikembangkan dan
diaktualisasikan seoptimal mungkin melalui proses pendidikan. Karena itulah maka
sudah selayaknya manusia menyandang tugas sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi antara lain menyangkut tugas
mewujudkan kemakmuran di muka bumi (Q.S. Hud : 61), serta mewujudkan
keselamatan dan kebahagiaan hidup di muka bumi (Q.S. al-Maidah : 16), dengan
cara beriman dan beramal saleh (Q.S. al-Ra’d : 29), bekerjasama dalam
menegakkan kebenaran dan bekerjasama dalam menegakkan kesabaran (Q.S. al-
’Ashr : 1-3). Karena itu tugas kekhalifahan merupakan tugas suci dan amanah dari
Allah sejak manusia pertama hingga manusia pada akhir zaman yang akan datang,
dan merupakan perwujudan dari pelaksanaan pengabdian kepadaNya (’abdullah).
5
Tugas-tugas dan tanggungjawab kekhalifahan tersebut menyangkut: tugas
kekhalifahan terhadap diri sendiri; tugas kekhalifahan dalam keluarga/rumah
tangga; tugas kekhalifahan dalam masyarakat; dan tugas kekhalifahan terhadap
alam.
Peran kekhalifahan terhadap diri sendiri meliputi tugas dan tanggung jawab:
(1) menuntut ilmu pengetahuan (Q.S.al-Nahl: 43), karena manusia itu adalah
makhluk yang dapat dan harus dididik/diajar (Q.S. al-Baqarah: 31) dan yang
mampu mendidik/mengajar (Q.S. Ali Imran: 187, al-An’am: 51); (2) menjaga dan
memelihara diri dari segala sesuatu yang bisa menimbulkan bahaya dan
kesengsaraan (Q.S. al-Tahrim: 6) termasuk di dalamnya adalah menjaga dan
memelihara kesehatan fisiknya, memakan makanan yang halal dan sebagainya; dan
(3) menghiasi diri dengan akhlak yang mulia. Kata akhlaq berasal dari kata khuluq
atau khalq. Khuluq merupakan bentuk batin/rohani, dan khalq merupakan bentuk
lahir/ jasmani. Keduanya tidak bisa dipisahkan, dan manusia terdiri atas gabungan
dari keduanya itu yakni jasmani (lahir) dan rohani (batin). Jasmani tanpa rohani
adalah benda mati, dan rohani tanpa jasmani adalah malaikat. Karena itu orang yang
tidak menghiasi diri dengan akhlak yang mulia sama halnya dengan jasmani tanpa
rohani atau disebut mayit (bangkai), yang tidak saja membusukkan dirinya, bahkan
juga membusukkan atau merusak lingkungannya.
Peran dan tanggungjawab kekhalifahan dalam keluarga/rumah tangga meliputi
tugas membentuk rumah tangga bahagia dan sejahtera atau keluarga sakinah dan
mawaddah wa rahmah/cinta kasih (Q.S. ar-Rum: 21) dengan jalan menyadari akan
hak dan kewajibannya sebagai suami-isteri atau ayah-ibu dalam rumah tangga.
Tugas kekhalifahan dalam masyarakat meliputi tugas-tugas : (1) mewujudkan
persatuan dan kesatuan umat (Q.S. al-Hujurat: 10 dan 13, al-Anfal: 46); (2) tolong
menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan (Q.S. al-Maidah: 2); (3) menegakkan
keadilan dalam masyarakat (Q.S. al-Nisa’: 135); (4) bertanggung jawab terhadap
amar ma^ruf nahi munkar (Q.S. Ali Imran: 104 dan 110); dan (5) berlaku baik
terhadap golongan masyarakat yang lemah, termasuk di dalamnya adalah para fakir
dan miskin serta anak yatim (Q.S. al-Taubah: 60, al-Nisa’: 2), orang yang cacat
tubuh (Q.S. ’Abasa: 1-11), orang yang berada di bawah penguasaan orang lain dan
lain-lain.
Sedangkan peran dan tanggungjawab kekhalifahan terhadap alam (natur)
meliputi tugas-tugas: (1) mengkulturkan natur (membudayakan alam), yakni alam
yang tersedia ini agar dibudayakan, sehingga menghasilkan karya-karya yang
bermanfaat bagi kemaslahatan hidup manusia; (2) menaturkan kultur (mengalam-
kan budaya), yakni budaya atau hasil karya manusia harus disesuaikan dengan
kondisi alam, jangan sampai merusak alam atau lingkungan hidup, agar tidak
menimbulkan malapetaka bagi manusia dan lingkungannya; dan (3) mengIslamkan
kultur (mengIslamkan budaya), yakni dalam berbudaya harus tetap komitmen
dengan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil-’alamin, sehingga berbudaya berarti
mengerahkan segala tenaga, cipta, rasa dan karsa, serta bakat manusia untuk
mencari dan menemukan kebenaran ajaran Islam atau kebenaran ayat-ayat serta
keagungan dan kebesaran Ilahi.
Dari berbagai uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa manusia sebagai
makhluk Allah harus mampu mengemban amanah dari Allah, yaitu menjalankan
6
tugas-tugas hidupnya di muka bumi. Manusia sebagai makhluk Allah mempunyai
dua tugas utama, yaitu: (1) sebagai ’abdullah, yakni hamba Allah yang harus
tunduk dan taat terhadap segala aturan dan KehendakNya serta mengabdi hanya
kepadaNya; dan (2) sebagai khalifah Allah di muka bumi, yang meliputi
pelaksanaan tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri, dalam keluarga/rumah
tangga, dalam masyarakat, dan tugas kekhalifahan terhadap alam.
8
Swt. Apasaja yang dipelajari anak didik seharusnya tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip tauhid. Untuk itu kurikulum pendidikan Islam harus menekankan pada konsep
tahuid ini (Muhaimin dan Abdul Mujib, 1993, hlm. 29)
b. Pemuasan Kebutuhan jasmani dan ruhani serta implikasikasi terhadap
pendidikan
Menurut Hasan Langgulung jasmani tempat melekatkanya kebutuhan-kebutuhan
bukanlah itu saja. Badan hanyalah salah satu unsur ke mana ditambahkan lagi sesuatu
yang berlainan. Interaksi roh dengan badan menghasilkan khalifah. Roh inilah unsur
kedua yang penting yang membedakan khalifah itu. Kata roh digunakan dalam Al-
Qur’an, atau seorang malaikat, atau terutama Jibril atau Isa, atau makhluk spiritual yang
bersatu dengan badan (Hasan Langgulung, 2004, hlm. 218)
Al-Qur’an dengan tegas menyatakan bahwa kehidupan manusia bergantung pada
wujudnya roh di dalam badannya. Hilangnya roh dari badan bermakna mati. Tentang
bagaimana bentuk roh itu, dicegah oleh Al-Qur’an mempersoalkannya yaitu:
﴾٥٦﴿ وح ِم ْن َٔٱ ْم ِر َربِىى َو َما ٰٓ ُٱو ِتي ُتم ِم َن ٱلْ ِعلْ ِم ا َّْل قَ ِل ايًل
ُ َوي َْسـَٔلُون ََك َع ِن ٱ ُّلرو ِح قُ ِل ٱ ُّلر
ِ
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah : “Roh itu termasuk
urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit” (Q.S. Al-
Isra : 85)
Roh merupakan amanah Allah yang diberikan kepada manusia. selanjutnya tugas
manusia untuk memelihara dan mengembangkan roh dengan berbagai pendidikan
rohaniah.
Peranan keluarga dalam pendidikan jasmani menurut Hasan Langgulung sangat
penting. Anak-anak harus mengetahui pentingnya pendidikan jasmani. Anak-anak
harus dibiasakan dalam menjaga kesehatan pribadinya. Sikap ini harus diberikan orang
tua kepada anak-anaknya menurut tingkat pemikiran mereka. Peranan keluarga dalam
pendidikan jasmani juga dapat dilaksanakan sebelum bayi dilahirkan. Yaitu dengan
melalui pemeliharaan terahadap kesehatan ibu dan memberinya makanan yang baik
dan sehat, sebab hal itu berpengaruh pada anak dalam kandungan.
Diantara cara-cara yang dapat membantu untuk mencapai tujuan-tujuan
pendidikan jasmani adalah memberi anak-anak makanan yang sehat dan cukup
kandungan gizi. Juga harus diperhatikan upaya memberikan pencegahan terhadap
penyakit yang biasa menyerang anak-anak. Membiasakan anak-anak berolah raga untuk
melatih otot-otot dan anggota tubuh lainnya. Dan yang terpenting adalah menjaga
kebersihan lingkungan anak-anak yang menjadi kediaman mereka (Hasan Langgulung,
1999:78). Mengenai pendidikan rohani Ada beberapa jalan yang harus ditempuh dalam
mengembangkan roh dengan berbagai pendidikan rohaniah (Muhaimin dan Abdul
Mujib, 1993, hlm. 10) seperti:
1) Memberikan pendidikan Islami untuk mengenal Allah Swt.
2) kurikulum pendidikan Islam ditetapkan dengan mengacu pada petunjuk Allah
yang bersumber dalam Al-Qur’an dan Sunnah
3) Pendidikan diarahkan untuk mampu mengemban amanah berupa tugas
sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah Allah
4) Pendidikan tidak berakhir sampai usia berapapun tidak beakhir setelah roh
meninggalkan jasad. Untuk itu pendidikan diarahkan pada pendidikan seumur
hidup.
9
c. Kebebasan Manusia dan implikasinya terhadap metode pendidikan
Aspek ketiga pada sifat-sifat manusia lainnya adalah kebebasan kemauan. Menurut
Hasan Langgulung masalah kebebasan kemauan manusia betul-betul mendapat tempat
khusus dalam sejarah pemikiran Islam, dan dianggap masalah-masalah intelektual yang
pertama kali mendapat perhatian kaum Muslimin. Beberapa mazhab telah mengkaji
tentang kemauan kebebasan secara mendalam dan sungguh-sungguh sehingga
memunculkan berbagai aliran dalam ilmu kalam. Permasalahan yang timbul adalah
membuat sentesis antara aqal (akal) dan naql (wahyu) (Hasan Langgulung, 1991:268)
Manusia boleh menerima atau menolak untuk percaya kepada Allah. Dia memiliki
kebebasan kemauan. Kemauannya yang bebas menyebabkan ia memilih apa yang baik
dengan berinteraksi melalui fitrahnya sebagai hamba Allah (Hasan Langgulung, 2004,
hlm. 79)
Kebebasan adalah salah satu hak-hak tabi’i manusia. Diantara hak-hak tabi’i
manusia yang paling menonjol adalah hak untuk hidup, hak untuk bebas, hak untuk
mewakili dan diwakili, hak untuk mendapat ketentraman, hak untuk mendapat
persamaan dan keadilan dan lain-lain.
Implikasi dari konsep kebebasan manusia sudah jelas pada pendidikan Islam. Bila
murid percaya bahwa tingkah lakunya telah ditentukan lebih dahulu maka ia tentu akan
memiliki sikap passif. Mungkin ia tiak mau bekerja keras. Kegagalan atau keberhasilan
karena disebabkan oleh faktor-faktor dari luar yaitu oleh Tuhan. Akan tetapi, kalau kita
berpendapat sebaliknya, bahwa bila seseorang percaya pada tanggung jawab pada
sesuatu tentunya akan memberi makna yang lebih dalam kepada pendidikan.
Pendidikan menumpukan perhatian untuk menolong murud-murid memilih berbagai
pilihan dan memilih yang benar dan baik. Pendidikan tidak apat dipandang sebagai
proses yang memaksakan kehendak dimana guru menentukan setiap langkah yang
harus diambil oleh setiap murid. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mampu
memelihara kebebasan lebih bersifat bimbingan daripada sebagai paksaan kepada anak
didik (Abdurrahman Abdullah, 1994, hlm. 84)
d. Potensi akal (‘aql ) dan implikasinya terhadap pendidikan Islam
Dalam pandangan Islam, akal merupakan potensi manusia yang paling penting.
Itulah yang mendasari pentingnya akal dalam memahami rukun iman. Dalam Al-
Qur’an kata ‘aqal dengan berbagai bentuknya banyak disebut, seperti kata
ta’qilun/ya’qilun, terdapat sebanyak 46 ayat, kemudian 14 ayat yang menyebutkan kata
tatafaqqarun, 13 ayat yang menyatakan yafqahum. Ayat-ayat ini menganjurkan untuk
berfikir atau peringatan bagi orang yang berfikir (Abdurrahman An-Nahlawi,
1995:125). Kata ‘Aql tidak pernah muncul dalam Al-Qur’an sebagai kata benda abstrak
(masdar). tetapi sebagi kata-kata kerja, dengan kerbagai bentuknya. Semuanya
menunjukkan aspek pemikiran pada manusia, seperti surat di atas (ta’qilun) (Hasan
Langgulung, 2000:304)
Keberadaan akal sangat dihargai oleh Allah, sebagai mana firman Allah dalam Al-
Qur’an QS Al-Baqoroh:164 :
ا َّن ِفى َخلْ ِق ٱ َّلس َم َٰ َ َٰو ِت َوٱ ْ َْٔل ْر ِض َوٱ ْخ ِتلَ َٰ ِف ٱل َّ ْيلِ َوٱلنَّه َِار َوٱلْ ُفلْ ِك ٱل َّ ِتى تَ ْج ِرى ِفى ٱلْ َب ْح ِر ِب َما يَن َف ُع
ِ
ٍ ٍ َّ ٱلنَّ َاس َو َما ٰٓ َٔٱ َنز َل ٱلل َّ ُه ِم َن ٱ َّلس َما ٰٓ ِء ِمن َّما ٰٓ ٍء فَأَٔ ْح َيا ِب ِه ٱ ْ َْٔل ْر َض ب َ ْعدَ َم ْو ِتهَا َوب َ َّث ِفيهَا ِمن ُك ِل َدآٰب
﴾٤٥١﴿ ون َ َُوت َْص ِر ِيف ٱ ِلري َ َٰ ِح َوٱ َّلس َح ِاب ٱلْ ُم َس َّخ ِر بَيْ َن ٱ َّلس َما ٰٓ ِء َوٱ ْ َْٔل ْر ِض َل َءاي َ َٰ ٍت ِل َق ْو ٍم ي َ ْع ِقل
10
Keahlian mengamati sesuatu yang bermakna, memahami dan menggambarkan
sebab-sebab dan akibat sesuatu. Diantara fungsi akal adalah mencipta yang berpangkal
pada berfikir, tetapi lebih tinggi dari itu adalah dengan melalui pengamatan dengan
melibatkan unsur yang disebut daya kreativitas (creativity).
Berakal menurut Hasan Langgulung, bukan sekedar kecerdasan tetapi
kesanggupan membedakan yang baik dari yang buruk dengan memikirkan kejadian
langit dan bumi. Sedangkan fungsi akal adalah mencegah manusia supaya jangan
menghancurkan diri sendiri. Hal inilah yang belum dikembangkan oleh pendidikan
modern (Hasan Langgulung, 2000:225)
Islam menurut Hasan Langgulung memberikan jawaban yaitu dengan ihsan,
Rasulullah saw. Menjelaskan arti Ihsan ialah “bahwa engkau menyembah Allah seperti
engkau melihat Dia, sebab kalau engkau tidak melihat Dia niscaya Dia melihat engkau”.
Itulah cara mengembangkan hati nurani (super-ego). Yaitu bahwa segala tingkah laku
(behavior) kita berada dibawah pengawasan Allah Swt (Hasan Langgulung, 2000:225)
Menurut Hasan Langgulung, walaupun pendidikan akal telah dikelola oleh institusi
pendidikan, namun di dalam keluarga, pendidikan akal mendapat perhatian yang besar.
Peranan keluarga tidak dapat dibebaskan dari tanggung jawab ini. Bahkan menjadi
tanggung jawab yang besar sebelum anak-anak harus disekolahkan. Keluarga bertugas
untuk menolong anak-anaknya menemukan, membuka dan menumbuhkan kesediaan,
bakat dan minat serta kemampuan-kemampuan akalnya dan membiasakan sikap
intelektual yang sehat dan melatih indera kemampuan-kemampuan akal tersebut
(Hasan Langgulung, 2000:366)
Muhaimin berpendapat, bahwa berbagai potensi dasar atau fitrah manusia tersebut
harus ditumbuhkembangkan secara optimal dan terpadu melalui proses pendidikan
sepanjang hayatnya. Manusia diberi kebebasan/kemerdekaan berfikir untuk berikhtiar
mengembangkan potensi-potensi dasar atau fitrah manusia tersebut. Namun demikian,
dalam pertumbuhan dan perkembangannya tidak bisa dilepaskan dari adanya batas-
batas tertentu, yaitu adanya hukum-hukum yang pasti dan tetap menguasai alam, yaitu
taqdir (“Keharusan Universal”atau kepastian umum” sebagai batas akhir dari ikhtiar
manusia dalam kehidupan di dunia).
Disamping itu, pertumbuhan dan perkembangan potensi manusia juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor hereditas, lingkungan alam dan geografis, lingkungan
sosio-kultural, sejarah dan faktor-faktor temporal (Muhaimin, 2022, hlm. 19). Dalam
ilmu pendidikan, faktor yang menentukan keberhasilan pendidikan itu ada lima yang
saling berkaitan dan berpengaruh satu sama lain, yaitu faktor tujuan, pendidik, peserta
didik,alat pendidikan, dan milieu/lingkungan.
KESIMPULAN
Dibanding makhluk-makhluk lain, manusia merupakan iptaan Maha sempurna
Allah SWT, dengan kesempurnaan akal pikiran yang telah dianugerahkan dan yang
tidak ada pada makhluk lain. Itulah kemuliaan-Nya yang diberikan kepada manusia
yang merupakan proses kehidupan yang akan dilalui dengan terlahirnya ke dunia.
Allah menciptakan manusia hanya untuk menyembahnya, yang memiliki peran
sangat ideal yaitu memakmurkan bumi dan memelihara serta mengembangkannya
untuk kemaslahatan hidup manusia. Sehingga manusia akan diminta pertanggung
jawabannya di akhirat kelak. Pentingnya pendidikan Islam dalam membentuk
kepribadian manusia ditonjolkan dari segi keimanan, ibadah, dan akhlak, yang
11
diwujudkan dalam bentuk keteladanan perilaku oleh individu. Sebagai hasil dari
keteladanan tersebut, manusia akan memahami pentingnya mengamalkan ajaran
agama, khususnya peran Islam dalam diri manusia sebagai penentu atau landasan
kepribadian, sikap, dan perilaku, serta peran manusia dalam mengembangkan
kepribadiannya. Diri mereka, keluarga mereka, dan masyarakat. Untuk memastikan
bahwa tujuan hidup manusia di bumi ini terwujud.
DAFTAR PUSTAKA
12