Anda di halaman 1dari 19

ISTI’ARAH DAN MACAM MACAM ISTI’ARAH DALAM AL-QUR’AN

Dosen Pengampuh:

Prof. Dr. HD. Hidayat, M.A

Dr. Zaenal Muttaqien, M.A

Disusun Oleh:

Akrab Akbar Asikin

NIM : 21220120000006

MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS ILMU TSRBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


A. PENDAHULUAN
Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW menggunakan bahasa Arab
sebagai kitab suci umat Islam, juga sebagai petunjuk dan pedoman dalam kehidupan manusia.
Al-Qur’an yang hadir pada abad ke-6 Masehi di Jazirah arab menjadi karya sastra arab terbesar
pada zamannya. Semasa hidup Rasul perbedaan dalam memaknai kandungan al-Qur’an tidak
nampak begitu berarti. Karena para Sahabat langsung mendatangi beliau dan menanyakan apa
makna ayatnya, namun sepeninggal beliau perbedaan dalam menafsirkan al-Qur’an mulai
bermunculan.1

Bahkan lebih jauh lagi Imam Zarkasyi dalam bukunya al-Burhan mengungkapkan
“kalaulah seseorang itu dikaruniai untuk memahami satu ayat al-Quran dengan seribu
pemahaman, niscaya kandungan maknanya tidak akan habis. Karena ia adalah kalam Allah
yang tiada batasnya, dan tidak akan munkin dapat dilampaui oleh kemampuan manusia yang
terbatas”. Aspek bahasa adalah salah satu syarat yang harus dimiliki oleh seeseorang sebelum
berbicara mengenai al-Quran. Sangat tidak bijaksana menafsirkan al-Quran tapi tidak memiliki
pemahaman yang mendalam tentang bahasa Arab itu sendiri. Rasul pernah bersabda “bantulah
dalam menafsirkan al-Quran dengan diwan bahasa kalian, sahabat enjawab apa itu diwan
bahasa kamu, neliau menjawab syair para leluhur kalian.” Dalam kajian tafsirpun faktor
terbesar penyebab terjadinya keberagaman penafsiran al-Quran adalah faktor bahasa.
Bagaimana dalam satu potongan ayat dapat ditafsirkan dengan beragam penafsiran.2

Salah satu ilmu yang penting dikuasai oleh seseorang yang hendak menyelami makna
yang terkandung di dalam Alquran adalah ilmu Balaghah. Karena memang sebuah keharusan
bagi seorang mufasir untuk memperhatikan kemukjizatan yang ada di dalam Alquran dan hal
itu akan terwujud dengan penguasaan mufassir terhadap ilmu Balaghah. Telah disepakati oleh
para pakar Balaghah bahwa ilmu Balaghah terdiri dari tiga pembagian, yaitu ilmu Bayan,

Ma’aniy dan Badi.3

1
Muhammad bin Idris al-Syafi'i, al-Risâlah, Kairo: Dar al-'Aqidah, 1430 H/2009 M, hal. 43.
2
Al-Zarkasyi, al-Burhan fi ‘ulum al-Quran, ( Libanon: Dar Al-fikri,1987 ), Jilid. 1, h. 29
3
Robit Hasyimi Yasin, al-Jauhar al-Maknun fi Jadawil wa Lauh}at; Skema dan Tabel al-Jauhar al-Maknun
(Cirebon: Yayasan Tunas Pertiwi Kebon Jambu, 2017) 4.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Isti’arah
Isti’arat secara bahasa diambil dari perkataan orang Arab: ‫ اِستعار المال‬seseorang
meminjam benda. Isti’arat secara bahasa artinya “meminjam”, maksudnya meminjam suatu
kata untuk mengungkapkan suatu makna, Atau majaz yang ‘alaqah-nya (hubungan antara
makna asal dan makna yang dimaksud adalah musyabahah (keserupaan).4

Isti'arah adalah dalam ilmu balaghah merupakan bagian dari majaz. Oleh karena itu,
sebelum menjelaskan isti'arah, akan dijelaskan pengertian majaz terlebih dahulu. Majaz
adalah lafazh yang digunakan pada arti bukan semestinya karena ada hubungan beserta
adanya qarinah (petunjuk) yang mencegah dari arti yang asalnya .5
ُ ْ
‫ فعالقتها املشابهة دائما‬،‫االستعارة هي تشبيه ُح ِذف أح ُد طرف ْي ِه‬

Isti‘arah adalah tasybih yang dibuang salah satu tharafnya, maka ‘alaqah pada
isti’arah adalah musyabahah (unsur kesamaan) selamanya.

ُّ ‫رأ ْي ُت ب ْحرا في‬


‫الس ْو ِق‬ ِ

Artinya: saya melihat “laut” itu di pasar

Kata (‫حْرا‬
ً ‫ ) َب‬pada contoh di atas tidak dimaknai sebagai hakikat melainkan merujuk
pada seseorang yang pemurah.

Adapun Majaz itu meliputi Majaz lughawy dan Majaz 'aqly. Majaz lughawy adalah
lafazh yang digunakan dalam makna yang bukan seharusnya karena ada hubungan disertai
qarinah yang menghalangi pemberian makna hakiki. Hubungan antara makna hakiki dan
majazi itu kadang-kadang karena adanya keserupaan dan kadang-kadang bukan penyerupaan.
Sementara qarinahnya itu dapat berupa lafzhiyah maupun halliyah. Jika persesuaian itu
merupakan penyerupaan, maka disebut isti'arah, dan jika bukan penyerupaan, maka disebut
Majaz mursal.6

4
Sholehuddin Shofwan, Pengantar Memahami Nadzom Jauharul Maknun, Vol. 3, (Jombang: Darul Hikmah, 2008),
11.
5
Abu Shalih, Abd al-Qirus & Ahmad Tawfiq. Kitab al-Balaghah, Riyadh: Jami'ah aI-Imam, 1.1.
6
Abu Musa, Muhammad Muhammad. al- 'I'jiiz al-Balaghf, Qahirah: Maktabah Wahbah,1992.
ْ ُّ ‫الظ ُل ٰمت الى‬
‫الن ْو ِر ِب ِاذ ِنه‬
ُّ ْ ٰ َّ
‫السل ِم و ُيخ ِر ُج ُه ْم ِِّمن‬ ‫ضوان ٗه ُس ُبل‬ ُ ‫َّي ْهد ْي به ه‬
ْ ‫ّٰللا من َّاتبع ر‬
ِ ِ ِ ِ ِِ ِ
ٰ
‫اط ُّم ْست ِق ْي ٍم‬
ٍ ‫وي ْه ِد ْي ِه ْم ِالى ِصر‬

Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridaan-Nya ke
jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita
kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan ke jalan yang lurus.

(QS. Al-Ma'idah Ayat 16)

Ayat di atas mengandung isti'arah, tepatnya dalam kalimat "dari kegelapan menuju
cahaya". Lafadz ini masing-masing menggantikan Iafadz "kekufuran dan keimanan".
Kekufuran identik dengan kegelapan dan keimanan diidentikkan dengan cahaya. Kegelapan
dan cahaya adaIah Iafadz yang dipinjam (musta'ar) untuk menggantikan kata "kekufuran dan
keimanan" yang berkedudukan sebagai musta 'ar minhunya. Qarinah dari isti'arah ini adalah
konteks ayat yang mengisyaratkan bahwa pengguanaan kedua tersebut bukan untuk makna
yang sebenarnya.
ْ ٰ َّ ُ ْ ْ َّ ٰٰۤ ُ
‫الضللة ِبال ُه ٰد ۖى فما رِبح ْت ِِّتجارُت ُه ْم وما ك ُان ْوا ُم ْهت ِد ْين‬ ‫اول ِٕىك ال ِذين اشتروا‬

Artinya: "Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka
tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidakIah mereka mendapat petunjuk"

(QS. AI-Baqarah [2] : 16).

Kata 'isytarau' yang berarti "membeli" lumrahnya berlaku dalarn aktivitas jual beli.
Dalarn ayat ini kata tersebut merupakan isti'lirah dari 'menukarkan' petunjuk dengan
kesesatan. Karena perbuatan tersebut dianggap biasa oleh mereka, maka seolah-olah mereka
melakukan aktivitas jual beli. Maka dari itu kata Allahfa mli rabihat tijliratuhum

Isti’arah adalah menambahkan sesuatu dengan menggunakan (peminjamkan) kata


lain. Adanya perluasan makna tidak berarti bahwa makna tersebut berbeda dari makna
aslinya, oleh karena itu dia mensyaratkan al-ism al-lughawi (sebutan etimologis) harus
mempunyai makna hakiki (denotative) sebelum akhirnya digunakan dalam bentuk majas
(konotatif).al-farra’ tidak mempergunakan istilah ‘majaz’, sebagaimana digunakan oleh abu
‘ubaidah. Dia lebih memilih kata tajawwaza, yang berarti melebihi, penggunaan kata kerja
tajawwaza dalam konteks ini menunjukkan bahwa konsep majaz atau tajawwuz yang
dikemukan oleh al-farra’ selangkah lebih maju dari konsep yang dikembangkan abu
‘ubaidah. Hal ini disebabkan arti dari tajawwaza fi al-kalam adalah takallama bi al-majaz
(berbicara dalam bentuk majas) perhatian al-farra’ terhadap makna tajawwaza dalam suatu
ungkapan adalah penemuannya terhadap hubungan antara majas (makna metaforis) dan
hakekat (makna denotatif), dalam kaitan penyandaran makna kata kerja kepada selain
pelakunya yang disebabkan adanya hubungan antara pelaku yang sebenarnya dan pelaku
permisalan dalam sebuah ungkapan.7

Isti’arah berasal dari ucapan orang Arab “ista’ara al-mal” (meminjamkan uang).
Menurut D. Hidayat, maksud dari meminjam adalah untuk mengungkapkan makna dalam
suatu kata. Seperti peminjaman kata al-zulumat yang digunakan untuk mengungkapkan
makna musyrik dan kata al-nur untuk mengungkapkan makna iman yang terdapat di dalam
surah Ibrahim ayat 1.8
ْ ْ ْ ُّ ‫ٱلظ ُل ٰمت إلى‬
ُّ َّ ‫ٓالر ۚ ك ٰتب أنزْل ٰن ُه إل ْيك ل ُت ْخرج‬
9 ‫ٱلحميد‬
ِ ‫ٱلنور بإذن رِّبه ْم إل ٰى ص ٰرط ٱلعزيز‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِِ ِ ِ ِ ‫ٱلناس من‬
ِ ِ ِ ِ ِ

Artinya: Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu
mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan
mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji

Kata al-zulumat dan al-nur pada ayat di atas merupakan ungkapan majaz, karena
keduanya tidak dimaksudkan pada makna yang sebenarnya. Yakni kata al-zulumat yang
maknanya kegelapan digunakan sebagai makna kesesatan dan kata al-nur yang maknanya
cahaya digunakan sebagai makna hidayah (petunjuk). Alaqah atau hubungan antara keduanya
yaitu karena adanya kemiripan atau keserupaan. Yakni antara makna kesesatan dengan
kegelapan dan makna petunjuk dengan cahaya

7
Mu’tamar ibn Mutsanna Abu ‘Ubaidah, Majaz Al-Qur’an, edisi Muhammad Fu’ad Surkain. (Kairo: Maktabah al-
Khanji: 1970), jilid I, h. 47
8
D. Hidayat, al-Balaghah lil Jami wa al-Shawahidi min Kalam al-Jami’ (Balaghah untuk Semua) (Semarang: PT.
Karya Toha Putra & Bina Masyarakat Qur’ani Jakarta, 2002), 119.
9
Referensi : https://tafsirweb.com/4047-surat-ibrahim-ayat-1.html
Al-isti’arah secara bahasa mempunyai makna meminjam, yakni meminjam sebuah
kata untuk digunakan bukan pada makna aslinya. Namun maknanya didapati dari logika
kalimat dan teks dengan adanya sebuah qorinah (kata penghubung)10

Al-Quran, surat al-fatihah ayat enam

‫اهدنا الصراط املستقيم‬


(tunjukilah kami jalan yang lurus).
Pada kalimat tersebut ada peminjaman istilah jalan yang lurus dengan maksud agama
islam. Maka: Agama islam adalah al-musyabbah Jalan yang lurus adalah al-musyabbah bihi

Adapun secara istilah, ada banyak pendapat yang bermacam-macam, diantaranya


yaitu pendapat Ahmad al-Hasyimi, ia menyatakan bahwa isti’arah adalah penggunaan lafaz
tidak pada tempatnya sebab adanya hubungan yang serupa antara makna yang dipindah
dengan makna yang digunakan atas qarinah yang jelas terhadap kehendak makna asli. 11

2. Rukun Rukun Istiarah


a musta’ar minhu, yakni kata yang dipinjam darinya atau disebut juga musyabbah bih
(sesuatu yang digunakan untuk menyerupakan).
b musta’ar lahu, yaitu kata yang dipinjam untuknya, disebut juga musyabbah atau
(sesuatu yang diserupakan).
c musta’ar, adalah makna yang dipindahkan.12
3. Syarat syarat Isti’arah
a Harus tidak menyebutkan wajah syabah dan adat tasybih.
b Wajib membuat pendasaran tasybih, yang berangkat dari situlah terjadi Isti’arah,
bersamaan anggapan bahwa musyabah adalah keadaan musyabah bih atau anggapan
bahwa musyabah salah satu afrad (satuan) dari satuannya musyabah bih yang kulli
(bersifat menyeluruh)
c Isti’arah tidak boleh terjadi di dalam alam syakhs, karena tidak mungkin masuknya
sesuatu di dalam hakikat sesuatu yang lain, kecuali jika alam syakhs itu memberi

10
Al-isti’arah Posted by FATAH-AL-FATIH on 15 MARET 2018
11
Ahmad Al-Hasyimi, Jawahir al-Balaghah fi al-Ma’ani wa al-Bayan wa al-Badi’ (Mishr: Maktabah Dar Ihya’ al-
Kutub al-Arabiyyah, 1920), 303.
12
Artikel, balaghah-al-quran-majaz-istiarah-dan-penggunaannya-dalam-al-quran
faidah suatu sifat yang sah dianggap sebagai suatu perkara yang kulli maka
diperbolehkan dijadikan Isti’arah.

4. Macam Macam Isti’arah Dalam Al-Quran


a Isti’arah ditinjau dari segi musta’ar lah dan musta’ar minhu dibagi menjadi dua,
yaitu:
a) Isti’arah Tasrihiyyah
Isti’arah tashiriyah adalah Isti’arah yang dapat dikategorikan ke dalam
gaya bahasa “metafora” dalam bahasa Indonesia. Di sini (‫ )مشبه به‬yang

ditampilkan menjadi Isti’arah dan tampil sebagai kata kiasan, yaitu kata yang
tidak dimaksudkan dalam arti sebenarnya terwujud dari sebuah konteks yang
berfungsi sebagai qarinah, Pada jenis ini yang ditasrihkan (tegaskan) adalah
musta’ar minhu-nya, sedangkan musta’ar-nya dibuang. Dengan istilah lain
pada jenis ini disebut musyabbah bih dan dibuang musyabbah-nya.13
Isti’arah tashrihiyyah ini sama dengan tasybîh yaitu sama-sama
mengungkapkan makna dengan cara membandingkan suatu hal dengan
lainnya yang lebih kuat. Perbedaan dari keduanya, pada tasybih kedua
unsurnya adalah musyabbah dan musyabbah bihnya ditampilkan. Sedangkan
pada isti’arah tashrihiyyah, hanya menyebutkan musyabbah bihnya saja, Atau
bisa dikatakan, susunan kata yang terdapat pada isti‟ârah tashrihiyyah hanya
menyebutkan musta’ar minhunya saja,14 sedangkan musta’ar lahunya
dibuang. Sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab al-Kafî fî al-Balâgah:
‫االستعارة التصرحية هي التي صرح فيها باملشبه به ويحذف املشبه‬
Isti’arah tashrihiyyah adalah isti’arah yang di dalamnya dijelaskan
musyabbah bihnya dan dibuang musyabbahnya. Seperti contoh:
‫تكلم األسد علي املنبر‬
“Singa berbicara di atas mimbar”

13
Mamat Zaenuddin dan Yayan Nur Bayan, Pengantar Ilmu Balaghah, (Bandung: Refika Aditama, 2007), 34.
14
Moh. Chadziq Charisma, Tiga Aspek Kemukjizatan Al-Quran, Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 1991, hal. 311.
Dalam hal ini, seseorang diserupakan dengan seekor singa. Lafadz asad
yang ditampilkan adalah musta’ar minhu atau musyabbah bihnya. Sementara
itu, musta‟âr lahu atau musyabbahnya dibuang. Pada contoh di atas yang
menjadi musta‟âr lahu atau musyabbah adalah lafadz syaikh.15
َّ ُ َّ ُ ٰۤ ٰ ُ َّ ِّ ‫ُاح َّل ل ُك ْم ل ْيلة‬
‫الرفث ِالى ِنسا ِٕىك ْم ۗ ُه َّن ِلباس لك ْم وا ْن ُت ْم ِلباس ل ُه َّن ۗ ع ِلم‬ ‫الصي ِام‬ ِ ِ
ُ ْٰ ُْ ُ ُ ُ ْ ْ ُ ْ ُ ْ ُ ُ َّ ُ ‫ه‬
‫اش ُر ْو ُه َّن و ْابتغ ْوا ما‬ ِ ‫ّٰللا انك ْم كنت ْم تختانون انفسك ْم فتاب عل ْيك ْم وعفا عنك ْم ۚ فالـن ب‬
ْ ْ ُ ‫ط ْاال ْبي‬ ُ ْ ْ ُ ُ َّ ‫ه ُ ُ ْ ُ ُ ْ ْ ُ ْ ه‬
‫ض ِمن الخ ْي ِط اال ْسو ِد ِمن‬ ‫كتب ّٰللا لكم ۗ وكلوا واشربوا حتى يتبين لكم الخي‬
ْ ْ َۙ َّ ِّ ‫ْالف ْج ۖر ُث َّم ات ُّموا‬
‫اش ُر ْو ُه َّن وا ْن ُت ْم ع ِاك ُف ْون ِفى امل ٰس ِج ِد ۗ ِتلك ُح ُد ْو ُد‬ ُ
ِ ‫الصيام ِالى ال ْي ِ ۚل وال تب‬ ِ ِ ِ
َّ
‫اس لعل ُه ْم ي َّت ُق ْون‬ َّ ٰ ٰ ُ ‫ْ ُ ْ ۗ ٰ ُ ِّ ُ ه‬ ‫ه‬
ِ ‫ّٰللا فال تقربوها كذ ِلك يب ِين ّٰللا اي ِته ِللن‬ ِ .
Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan
istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi
mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri,
tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang
campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu.
Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih
dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai
(datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu
beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu
mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada
manusia, agar mereka bertakwa.
Dalam ayat ini lafadz (‫ ) ِلباس‬ini bukan makna haqiqi atau bukan

makna sebenarnya melainkan makna Mazaji begitu pula dengan lafaz


ْ ُ ْ ْ ْ
ُ ‫ )الخ ْيط اال ْبي‬dan lafadz (‫ )الخ ْي ِط اال ْسو ِد‬maka pada bulan ramadhan kita
(‫ض‬

boleh makan dan minum sampai terlihat fajar.

15
Amin Abdul Ghoniy, Al-Kâfî fî Al-Balâgah, Kairo: Dâr Al-Taufîqiyyah li Al-Turath, 2011, hal. 70.
ْ ‫ه‬ ْٓ ْ ْ ُْْ ْ ْ َّ ‫فل َّم ٓا اح‬
‫ّٰللا ۗ قال الحو ِارُّي ْون ن ْح ُن‬
ِ ‫س ِعي ٰس ى ِمن ُه ُم الكفر قال من انص ِاري ِالى‬
ْ
‫اشه ْد ِبا َّنا ُم ْس ِل ُم ْون‬ ‫ْ ُ ه ٰ َّ ه‬
‫اّٰلل ۚ و‬
ِ ‫ّٰللا ۚ امنا ِب‬
ِ ‫انصار‬
Maka ketika Isa merasakan keingkaran mereka (Bani Israil), dia
berkata, “Siapakah yang akan menjadi penolong untuk (menegakkan
agama) Allah?” Para Hawariyyun (sahabat setianya) menjawab, “Kamilah
penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah, dan saksikanlah,
bahwa kami adalah orang-orang Muslim.
(QS. Ali 'Imran Ayat 52)
Kata 'ahassa' pada asalnya berarti merasakan. Tapi tentunya ini adalah
isti’ārah, karena kekufuran tidak dapat dirasakan, melainkan diketahui dengan
akal lewat informasi dan bukti yang diterima. Penggunaannya di sini
menunjukkan bahwa kekufuran dari Bani Israil itu sudah sangat jelas sekali
diketahui oleh Nabi 'Isa. Ditinjau dari perspektif tharfay at'tasybīh, isti’arah di
atas termasuk tashrihiyyah. Sementara ditinjau dari musta’ār-nya, isti’arah di
atas termasuk taba'iyyah. 16
Dalam tafsir an-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih
asy-Syawi Surat Ali ‘Imran ayat 52: Ketika 'Isa merasa akan (terbit) kekufuran
dari mereka, ia berkata: "Siapakah penolong-penolongku ke jalan Allah?"
Maka sahabat-sahabatnya berkata: "Kami penolong-penolong (agama) Allah,
Kami telah beriman kepada Allah, dan saksikanlah, bahwa sesungguhnya
kami (ini) orang-orang yang menyerah diri.

ُ ٰ َّ ُ ُ َّ ٰ ْ ‫اس ُك ُل ْوا ِم َّما فى ْاال‬ َّ ‫ٰٓيا ُّيها‬


‫الش ْيط ِ ۗن ِا َّن ٗه لك ْم‬ ‫ض حلال ط ِِّيبا َّۖوال تت ِب ُع ْوا خط ٰو ِت‬
ِ ‫ر‬ ِ
ُ ‫الن‬

‫ع ُد ٌّو ُّم ِب ْين‬


Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan.
Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.

Jurnal al-Tsaqafa Volume 14, No. 01, Januari 2017, Isti’arah dan Efek yang ditimbulkannya dalam Bahasa al-
16

Qur’ān Surah al-Baqarah dan Âli Imrân.hal.222


(QS. Al-Baqarah Ayat 168)
Kata 'khuthuwāt' pada ayat 168 lumrahnya dikenakan kepada langkah
seseorang yang berkaki, dan jumlahnya banyak. Dalam ayat ini, yang
dimaksud adalah godaan-godaan syetan. 'khuthuwāt' karena godaan syetan
banyak dan membekas. Kita selaku manusia agar jangan pernah sekali-kali
mengikuti jejak langkah mereka. Ditinjau dari perspektif tharfay at-tasybīh,
isti’ārah di atas termasuk tashrīhiyyah. Sementara ditinjau dari musta’ār-nya,
isti’ārah di atas termasuk taba'iyyah, karena lafazh yang digunakan dari kata
benda bentukan (ism muaystaqq), yaitu kata khutuhwāt.17
Dalam tafsir Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi Makna kata : { ‫} الحالل‬
al-Halal : Segala sesuatu yang tidak membahayakan, dan itu adalah segala
sesuatu yang Allah izinkan untuk dimanfaatkan. { ‫ } الطيب‬ath-Thayyib :
Sesuatu yang suci, tidak najis, dan tidak menjijikkan yang tidak disukai oleh
َ َٰ ‫ش ۡي‬
jiwa. { ‫ط ِن‬ ِ ‫ } ُخطُ َٰ َو‬Khutuwatish syaithan : al-Khutuwat merupakan bentuk
َّ ‫ت ٱل‬
jamak dari khutwah yang berarti jarak antara dua kaki ketika berjalan. Namun
yang dimaksud adalah langkah-langkah dan jalan setan yang mengantarkan
seorang hamba mengharamkan apa yang Allah halalkan, dan menghalalkan
apa yang Allah haramkan. { ‫ُّو ُّم ِبين‬ٞ ‫عد‬
َ } ‘Aduwwun mubin : Permusuhan setan
sangat jelas. Bagaimana tidak, dialah yang mengeluarkan nenek moyang
manusia, Adam dan Hawa dari surga. Dan kebanyakan keburukan dan
kerusakan di dunia disebabkan oleh was-was dan gangguan setan.
b) Isti’arah makniyyah
Isti’arah makniyyah adalah Isti’arah yang dapat disamakan dengan
gaya bahasa “personifikasi”, yaitu jenis kiasan yang meletakkan sifat-sifat
insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak, misalnya:
matahari mencubit pipinya, bunga-bunga tersenyum riang; pengalaman
mengajak kita tahan menderita. Pada jenis Isti’arah makniyyah yang dibuang
adalah musyabbah bih. Hal ini dapat diketahui dari kelaziman kata-kata yang
terkandung di sana.18

17
Ibid....
18
Mamat Zaenuddin dan Yayan Nur Bayan, Pengantar…, 35.
Ali al-Jarimi dan Mushtafa Amin menyebutkan dalam bukunya, al-Balagah
al-Wâdhihah, bahwa pengertian isti’arah makniyyah adalah:

‫ما حذف فيها املشبه به ورمز له بش ئ من لوزمه‬


Isti’arah yang dibuang musyabbah bihnya dan sebagai isyarat
ditetapkan salah satu sifat tertentunya.19
‫غ َّرد الشاعر ِبق ِص ْيدة‬
Artinya: Penyair itu berkicau (bernyanyi).
Pada contoh ini, penyair diserupakan dengan burung karena sama-sama
bernyanyi yang disiratkan dengan kata (َ‫ )غ ََّرد‬yang artinya berkicau.
Jika isti’arah tashrihiyyah dalam bahasa Indonesia disamakan dengan gaya
bahasa metafora, maka isti’arah makniyyah dalam bahasa Indonesia dapat
juga disebut dengan gaya bahasa personifikasi. Yaitu sebuah jenis kiasan
dengan memasukkan sifat-sifat ataupun kegiatan yang biasa dimiliki atau
dilakukan manusia pada benda-benda yang tidak bernyawa atau ide yang
abstrak. Contohnya: bunga-bunga tersenyum, matahari mencubit pipinya,
pengalaman mengajak bertahan menderita.20

ْ ْ ٰ َّ ُ َّ ‫و‬
38 ‫س ت ْج ِر ْي ِمل ْستق ِّ ٍر لها ۗذ ِلك ت ْق ِد ْي ُر الع ِزْي ِز الع ِل ْي ِ ۗم‬
ُ ‫الش ْم‬

ْ ْ ْ
39 ‫والقمر ق َّد ْرٰن ُه من ِازل ح هتى عاد كال ُع ْر ُج ْو ِن الق ِد ْي ِم‬

ُ َّ ُ َّ ْ ٓ ْْۢ ُ ْ َّ
40 ‫النه ِار ۗوك ٌّل ِف ْي فل ٍك َّي ْسب ُح ْون‬ ‫س ينب ِغ ْي لها ا ْن ُت ْد ِرك القمر وال ال ْي ُل س ِابق‬ ‫ال الشم‬

Dan matahari bejalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha


Perkasa lagi Maha Mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-
manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia
sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan

19
Ali al-Jarimi & Musthafa Amin, Al-Balâgah al-Wâdhihah…., hal. 77.
20
Hidayat, al-Balâgah li al-Jami…., hal. 123.
bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar
pada garis edarnya. (Yâsîn/36: 38-40).

Kata tajri (berjalan) pada kalimat wa al-syamsu tajri (matahari berjalan) lebih
efektif karena lebih kuat dan lebih hidup, dengan dimunculkannya sifat-sifat manusia.
Demikian halnya dengan ungkapan matahari tidak dapat mendapatkan bulan dan
malam pun tidak dapat mendahului siang, ini merupakan gaya bahasa personifikasi,
peminjaman kata-kata ini lebih efektif karena inderawi dan diberi atribut
kemanusiaan.21

Melalui isti’arah makniyyah, makna menjadi lebih hidup, imajinasipun


dibangkitkan. Bahkan, jika diteliti maka isti‟ârah jenis ini juga dapat memberi
informasi lebih kepada pembaca. Misalnya, pada surat Yasin ayat 40, para ahli
astronomi memandang ayat tersebut sebagai isyarat mekanisme pergerakan benda-
benda langit di ruang angkasa seperti matahari dan bulan.22
ُ ُ ‫الرْأ‬
‫س ش ْيبا ول ْم أك ْن ِب ُدعا ِئك ر ِ ِّب ش ِق ًّيا‬
ْ ِّ ُ ْ ْ
َّ ‫اشتعل‬ ِّ
‫قال ر ِ ِّب ِإ ِني وهن العظم ِم ِني و‬

Artinya: “Ia Berkata "Ya Tuhanku, Sesungguhnya tulangku telah lemah dan
kepalaku telah ditumbuhi uban, dan Aku belum pernah kecewa dalam berdoa
kepada Engkau, Ya Tuhanku.” (QS. Maryam [19]: 4).

Kata uban disamakan dengan api yang sama-sama menyala dan disiratkan
ْ
dengan kata (‫)اشتعل‬.

Dalam Tafsir jalalaini (Ia berkata, "Ya Rabbku! Sesungguhnya telah lemah)
menjadi lemah (tulang-tulangku) semuanya (dan kepala ini telah dipenuhi) (oleh
uban) lafal Syaiban menjadi Tamyiz yang dipindahkan dari Fa’ilnya, maksudnya uban
telah merata di rambut kepalanya sebagaimana meratanya nyala api pada kayu dan
sesungguhnya aku bermaksud berdoa kepada-Mu (dan aku belum pernah dengan

21
Husein Aziz, Ilmu Balaghah…., hal. 43.
22
Hidayat, al-Balâgah li al-Jami…., hal. 12.
doaku kepada-Mu) (merasa kecewa, ya Rabbku!) artinya, merasa dikecewakan di
masa-masa lalu, maka janganlah Engkau kecewakan aku di masa mendatang.23
ُ ‫ْ ه‬ ْ ُ ُْ ‫ه‬ ُْْ
‫ضوا اال ْيمان ب ْعد ت ْو ِك ْي ِدها وق ْد جعل ُت ُم ّٰللا عل ْيك ْم‬‫ّٰللا ِاذا عاه ْد ُّت ْم وال تنق‬
ِ ‫واوفوا ِبع ْه ِد‬
ُ
‫ك ِف ْيال ۗ ِا َّن هّٰللا ي ْعل ُم ما ت ْفعل ْون‬

Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah
kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang
kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu).
Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. ”

(Al-Quran Surat An-Nahl ayat 91:)


Di dalam ayat tersebut, Allah menggunakan kata ‫( تنقضوا‬memisahkan) yang

disandarkan pada kata ‫األيمان‬, padahal kata ‫ تنقضوا‬tersebut dipakai untuk suatu benda

yang nyata. Namun, Allah menyerupakan kata ‫ األيمان‬dengan kata ‫الحبال‬


ِ (tali), sehingga

dalam kalam-Nya tersebut menggunakan kata ‫ تنقضوا‬sebagai sifat khas dari


musyabbah bih yang dibuang.24

Dalam tafsir jalalain : (Dan tepatilah perjanjian dengan Allah) dalam masalah
jual beli dan sumpah-sumpah serta masalah-masalah yang lain (apabila kalian berjanji
dan janganlah kalian membatalkan sumpah-sumpah itu sesudah meneguhkannya)
artinya sesudah sumpah-sumpah itu kalian teguhkan (sedangkan kalian telah
menjadikan Allah sebagai saksi kalian) untuk memenuhinya, karena kalian telah
bersumpah dengan memakai nama-Nya; jumlah ayat ini berkedudukan menjadi hal
atau kalimat keterangan. (Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kalian perbuat)
ayat ini merupakan ancaman buat mereka yang membatalkan sumpahnya.

23
Artikel : risalahmuslim.id,quran-maryam,19-4, tafsir jalalaini
24
Artikel: Kholid1993.Wordpress.Com,2015-06-06, Istiarah-Tahsrihiyyah-Dan-Maknawiyyah
b Isti’arah ditinjau dari segi bentuk lafazhh terbagi dua:
a) Isti’arah ashliyyah
Isti’arah ashliyyah adalah jenis majaz yang lafazhh musta’ar-nya isim jamid
bukan musytaq (bukan isim sifat).
ِّ ‫الناس من الظلمات الى‬
‫النور‬ ِّ ‫كتاب انزلناه اليك لتخرج‬

Inilah kitab yang telah kami turunkan kepada engkau agar engkau
mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya, yakni dari kesesatan
kepada kebenaran
(Qs. Ibrahim Ayat 1)
Didalam ayat ini sabahat (‫ )الضاللة‬dengan (‫ )الظلمات‬dan peminjaman lafadz

musabah bih adalah (‫ )الظلمات‬untuk musabah adalah (‫ )الضاللة‬dan kata

(‫ )الظلمات‬sebagai isim jamad nya.25

ُ ُّ ْ
‫ٱلر ْحم ِة وقل َّر ِ ِّب ْٱرح ْم ُهما كما رَّبيا ِنى ص ِغيرا‬
َّ ‫ٱلذ ِ ِّل ِمن‬ ْ ‫ٱخ ِف‬
‫ض ل ُهما جناح‬ ‫و‬
Artinya: Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil"
(surat-al-isra-ayat-24)
ُّ
Dalam ayat ini sabaha (‫ )ٱلذ ِ ِّل‬dengan (‫ )الطائر‬dan peminjaman lafadz

ُّ
musabah bih adalah (‫ )الطائر‬untuk musabah adalah (‫)ٱلذ ِ ِّل‬26

b) Isti’arah Taba’iyyah
Isti’arah taba’iyyah yaitu suatu ungkapan majaz yang musta’ar-nya fi’il, isim
musytaq, atau huruf.
ُ ْ َّ ‫ق ُال ۟وا ٰيو ْيلنا م ْۢن بعثنا ِمن َّم ْرق ِدنا ۜ ۗ ٰهذا ما وعد‬
‫ٱلر ْح ٰم ُن وصدق ٱملُ ْرسلون‬

264 : ‫ الصفحة‬,‫ البيان والبادع‬,‫ جواهر البالغة في علم المعاني‬,‫ السيد أحمد الهاسم‬25
264 ..... ‫ نفس المرجع‬26
Artinya: Mereka berkata: "Aduhai celakalah kami! Siapakah yang
membangkitkan kami dari tempat-tidur kami (kubur)?". Inilah yang
dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul-rasul(Nya).
(surat-yasin-ayat-52)
Dalam ayat ini peminjaman ‫ َّم ْرق ِد‬untuk )‫ )املوت‬dalam mustaar nya sebagai
Ism yaitu (‫ )اسم املكان‬untuk kuburan (‫)للقبر‬27

c Isti’arah Ditinjau dari Kata yang Mengikutinya Terbagi Pada Tiga Jenis:
a) Isti’arah murasysahah
Isti’arah murasysahah adalah suatu ungkapan majaz yang diikuti oleh
kata-kata yang cocok untuk musyabah bih.
ِّ
‫ألئك الذين اشتروا الضاللة بالهدى فما ربحت تجارتهم وما كانوا مهتدون‬
Artinya: Mereka itu orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk,
maka tidaklah beruntung dagangan mereka. ( Q. S. Al Baqarah: 16).

Penggunaan kata ‫اشتروا‬ (membeli) pada ayat di atas, merupakan

bentuk isti’arah (pinjaman) yang kata tersebut berposisi sebagai musta’ar


minhu (kata yang dipinjami) / musyabbah bih (yang diserupai) untuk kata
‫استبدلوا‬ yang berarti ‘menukar” berposisi sebagai musta’ar lahu (kata yang

dipinjamkan) /musyabbah (yang diserupakan) yang disertai/diikuti oleh lafadz


yang cocok/sesuai dengan musyabbah bih/ musta’ar minhu, yaitu ‫ربحت فما‬

‫ تجارتهم‬yang berarti “tidak beruntung dagangannya.” Contoh di atas termasuk


kategori isti’arah murasyahah, karena pada contoh itu ada pernyataan
tambahan yang menyertainya yang cocok/sesuai dengan musyabbah bih/
musta’ar minhu nya.28

265.....‫ نفس المرجع‬27


28
Mamat Zaenudin & Yayan Nurbayan, pengantar ilmu balagoh, Bandung : refika aditama, 20071, hal : 37
b) Isti’arah muthlaqah
Isti’arah muthlaqah adalah isti’arah yang tidak diikuti oleh kata-kata baik
yang cocok bagi musyabah bih maupun musyabah.
ْ ُْٰ ْٓ َّ
‫ِإ َّنا ملا طغا ٱملا ُء حملنك ْم ِفى ٱلج ِاري ِة‬
Artinya: Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung)
Kami bawa (nenek moyang) kamu, ke dalam bahtera,
(surat-al-haqqah-ayat-11)

Dalam kata (‫ )طغى‬dicocokan dalamnya (‫ )الزايدة‬dengan (‫ )الطغيان‬dengan

semua batasan masing-masing kemudian diturunkan dari (‫)الطغيان‬, dan

menghalangi makna aslinya yaitu (‫ )املاء‬dan kalau dilihat dari segi )‫)استعارة‬

setelah betemu (‫ )قرينتها‬maka terlepas dari (‫واملشبه‬ ‫)املشبه به‬


c) Isti’arah mujarradah
Isti’arah mujarradah adalah isti’arah yang disertai dengan kata-kata yang
cocok bagi musyabah.
ْ ُ ُ ْ ْ ٰ ُ ‫وضرب ه‬
‫ّٰللا مثال ق ْرية كان ْت ا ِمنة ُّمطم ِٕى َّنة َّيأ ِت ْيها ِر ْزقها رغدا ِِّم ْن ك ِ ِّل مك ٍان فكفر ْت ِبان ُع ِم‬
ْ ‫ّٰللا لباس ْال ُج ْوع و ْالخ ْوف بما ك ُان ْوا ي‬
‫صن ُع ْون‬ ُ‫ه‬ ‫ه‬
ِ ِ ِ ِ ‫ّٰللا فاذاقها‬ ِ .
Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang
dahulunya aman lagi tenteram, rezeki datang kepadanya melimpah ruah
dari segenap tempat, tetapi (pen-duduk)nya mengingkari nikmat-nikmat
Allah, karena itu Allah menimpakan kepada mereka bencana kelaparan dan
ketakutan, disebabkan apa yang mereka perbuat.
(QS. An-Nahl Ayat 112)
Dan jika kita melihat lebih dekat pada ‫االستعارة‬, kita akan melihat bahwa
menyebutkan bersaman sesuatu yang cocok dengan "‫ فاذاقها‬," dan hal ini
ْ ُ ْ
adalah " ‫وع والخ ْو ِف‬
ِ ‫ " ِلباس الج‬dengan menyebutkan ‫املشبه‬ yang sesuai dengan

‫ استعارة‬yang disebut ‫استعارة مجردة‬.


C. KESIMPULAN

Isti’arah adalah meminjam suatu kata untuk mengungkapkan suatu makna, Atau majaz yang
‘alaqah-nya (hubungan antara makna asal dan makna yang dimaksud adalah musyabahah
(keserupaan), dan rukun istiarah dibagi menjadi 3 yaitu musta’ar lahu. Musta’ar mihu dan mustaar,

1. sedangkan untuk macam macam nya tersendiri dibagi menjadi beberapa bagian yaitu
a isti’arah at-tasrihiyah
b isti’arah al-makniyaj
2. Isti’arah ditinjau dari segi musta’ar lah dan musta’ar minhu dibagi menjadi dua
a Isti’arah al-asliyah
b Isti’arah at-taba’iyah
3. Isti’arah ditinjau dari segi bentuk lafazhh terbagi dua: Isti’arah Ditinjau dari Kata yang
Mengikutinya Terbagi Pada Tiga Jenis
a Isti’arah murasysahah
b Isti’arah muthlaqah
c Isti’arah mujarradah
REFRENSI

Muhammad bin Idris al-Syafi'i, al-Risâlah, Kairo: Dar al-'Aqidah, 1430 H/2009 M, hal. 43.
Al-Zarkasyi, al-Burhan fi ‘ulum al-Quran, ( Libanon: Dar Al-fikri,1987 ), Jilid. 1, h. 29
Robit Hasyimi Yasin, al-Jauhar al-Maknun fi Jadawil wa Lauh}at; Skema dan Tabel al-Jauhar
al-Maknun (Cirebon: Yayasan Tunas Pertiwi Kebon Jambu, 2017) 4.
Abu Shalih, Abd al-Qirus & Ahmad Tawfiq. Kitab al-Balaghah, Riyadh: Jami'ah aI-Imam,
1.1.
Abu Musa, Muhammad Muhammad. al- 'I'jiiz al-Balaghf, Qahirah: Maktabah Wahbah,1992.
Mu’tamar ibn Mutsanna Abu ‘Ubaidah, Majaz Al-Qur’an, edisi Muhammad Fu’ad Surkain.
(Kairo: Maktabah al-Khanji: 1970), jilid I, h. 47
D. Hidayat, al-Balaghah lil Jami wa al-Shawahidi min Kalam al-Jami’ (Balaghah untuk
Semua) (Semarang: PT. Karya Toha Putra & Bina Masyarakat Qur’ani Jakarta, 2002),
119 .
Al-isti’arah Posted by FATAH-AL-FATIH on 15 MARET 2018
Ahmad Al-Hasyimi, Jawahir al-Balaghah fi al-Ma’ani wa al-Bayan wa al-Badi’ (Mishr:
Maktabah Dar Ihya’ al-Kutub al-Arabiyyah, 1920), 303.
Artikel, balaghah-al-quran-majaz-istiarah-dan-penggunaannya-dalam-al-quran
Mamat Zaenuddin dan Yayan Nur Bayan, Pengantar Ilmu Balaghah, (Bandung: Refika
Aditama, 2007), 34.
Moh. Chadziq Charisma, Tiga Aspek Kemukjizatan Al-Quran, Surabaya: PT Bina Ilmu
Offset, 1991, hal. 311.
Amin Abdul Ghoniy, Al-Kâfî fî Al-Balâgah, Kairo: Dâr Al-Taufîqiyyah li Al-Turath, 2011,
hal. 70.
Jurnal al-Tsaqafa Volume 14, No. 01, Januari 2017, Isti’arah dan Efek yang ditimbulkannya
dalam Bahasa al-Qur’ān Surah al-Baqarah dan Âli Imrân.hal.222
Mamat Zaenuddin dan Yayan Nur Bayan, Pengantar…, 35.
Ali al-Jarimi & Musthafa Amin, Al-Balâgah al-Wâdhihah…., hal. 77.
Hidayat, al-Balâgah li al-Jami…., hal. 123.
Husein Aziz, Ilmu Balaghah…., hal. 43.
Hidayat, al-Balâgah li al-Jami…., hal. 12.
Artikel : risalahmuslim.id,quran-maryam,19-4, tafsir jalalaini
Artikel: Kholid1993.Wordpress.Com,2015-06-06, Istiarah-Tahsrihiyyah-Dan-Maknawiyyah
Sholehuddin Shofwan, Pengantar Memahami Nadzom Jauharul Maknun, Vol. 3, (Jombang:
Darul Hikmah, 2008), 11.

264 : ‫ الصفحة‬,‫ البيان والبادع‬,‫ جواهر البالغة في علم المعاني‬,‫السيد أحمد الهاسم‬

Anda mungkin juga menyukai