Anda di halaman 1dari 10

MUHASSINAT MA’NAWIYAH

( AT-TAFRIQ, TA’KID, AT-TAQSIM, TAZAHALUL ARIF WA TAUJIH )

Gustira 40100120068

Universita Islam Negeri Alauddin Makassar

I. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Al-Quran diturunkan oleh Allah Swt kepada Rasulullah Saw sebagai
petunjuk bagi umat manusia.Selain itu Al-Quran sebagai Kalamullah memiliki
fungsi sebagai mukjizat yang bertujuan untuk menunjukkan keagungan Allah
Swt melalui Kalam-Nya yang tidak tertandingi oleh satu pun bangsa Arab yang
saat itu sedang mengagungkan karya sastra. Maka tidak mengherankan jika
kemudian banyak orang-orang Arab yang akhirnya mengikuti ajakan Rasulullah
Saw untuk memeluk Islam dikarenakan kekaguman mereka atas Al-Quran. 1
Al-Quran meski tidak tergolong karya sastra, namun memiliki nilai
sastra yang tidak tertandingi.2 Hal ini berpengaruh pada perkembangan ilmu
bahasa dan kesusastraan Arab. Dari berbagai macam cabang yang ada dalam
bahasa arab, balagah adalah salah satu cabang ilmu bahasa arab yang membahas
tentang keindahan lafadz dan makna, ketinggian gaya bahasa dan berbagai
kandungan sastra lainnya yang terdapat dalam suatu ungkapan bahasa arab.
Uslub balagah mendatangkan makna yang agung dan jelas dengan ungkapan
yang benar dan fasih, memberi bekas yang berkesan di lubuk hati sesuai dengan
situasi, kondisi dan orang yang diajak bicara. Para ulama pada zaman dahulu
menyusun ilmu balagah yang mencakup ilmu Bayan, Ma’ani, dan Badi’. 2
Untuk meningkatkan perkembangan ilmu kebahasaan maka
dikembangkanlah ilmu Badi. ilmu badi’ adalah ilmu berkaitan dengan keindahan

1
Agus Salim Syukran Agus Salim Syukran, ‘Fungsi Al-Qur’an Bagi Manusia’, Al-I’jaz : Jurnal Studi Al-
Qur’an, Falsafah Dan Keislaman, 1.2 (2019), 90–108
2
Muhammad Ulinnuha, ‘Dimensi Sastra Dalam Tafsir Al-Ubairiz FÎ Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz Karya
KH Ahmad Mustofa Bisri’, 2018.
bahasa yang menjadikan suatu kata menjadi bagus dan indah dalam susunan
maupun maknanya, dengan ilmu badi’ pula dapat bentuk dan keutamaan yang
menambah nilai dan keindahan estetika suatu ungkapan. Pembahasan ilmu badi’
ada dua bahasan yaitu muhassinat al-maknawiyah dan muhassinat al-lafdziyah. 3
b. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan At-Tafriq ?
2. Apa yang dimaksud dengan ta’kid ?
3. Apa yang dimaksud dengan At-Taqsim ?
4. Apa yang dimaksud Tazahalul Arif wa Taujih ?
c. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud At-Tafriq
2. Mengetahui apa yang dimaksud Ta’kid
3. Mengetahui apa yang dimaksud Al-Taqsim
4. Mengetahui apa yang dimaksu Tazahalul Arif wa Taujih
II. Pembahasan
a. Pengertian At-Tafriq
Al-Tafrīq dalam terminologi ilmu Balā gah adalah menyebut dua hal yang
sejenis, kemudian mengungkapkan perbedaan dan pemisahan di antara
keduanya dengan tujuan memuji, mencela, menisbatkan, dan lain-lain. 4 Tafriq
adalah membedakan dua perkara yang sejenis, seperti :
‫ات سَاِئ ٌع َو َه َذا م ِْل ٌح ُأ َجاز‬
ٌ ‫ان َه َذا َع ْذبٌ فُ َر‬
ِ ‫َو َما َيسْ َت ِوي ْال َبحْ َر‬

Artinya : ‚Dan tidak sama di antara dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum
dan yang lainnya asin.5

3
Hasan Busri Hamzah Multazim, ‘At-Thibaq Dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah-At-Taubah (Tinjauan
Balaghah)’, Lisanul’ Arab: Journal of Arabic Learning and Teaching, 7.1 (2018), 27–36.
4
Riyanto Syahbani, ‘Muhassināt Al-Ma‛Nawiyyah Fī Sūrati Al-Wāqi‛Ah’, ALSUNIYAT: Jurnal Penelitian
Bahasa, Sastra, Dan Budaya Arab, 1.2 (2018), 112–24
5
Sriwahyuningsih Saleh, ‘Muhassinat Ma’nawiyyah Dalam Sya’ir (Studi Analisis Ilmu Badi’)’,
Al-’AJAMI: Jurnal Bahasa Dan Sastra Arab, 5.1 (2016), 31–53
b. Pengertian Ta’kid
Adapun ta’kid ada dua macam yaitu :
1. Ta'kidul adzammi bima yusybihu almadhi
yakni memperkuat pujian dengan sesuatu yang menyerupai celaan.
Badi' ini terbagi menjadi dua :
a) Mengecualikan sifat pujian dari celaan yang dinafyikan.
Contohnya :
‫ْب فِي ِْه ْم َغي َْر َأنَّ ُسي ُْو َف ُه ْم‬
َ ‫َواَل َعي‬

‫اع ْال َك َتاِئب‬ ُ


ِ ‫ِب ِهنَّ قُل ْو ٌل مِنْ ق َِر‬
“Tiada cela pada mereka, hanya saja sesungguhnya pedang mereka
terdapat sumbing karena untuk membacok musuh-muhsuhnya” 6

b) Mengecualikan sifat pujian yang ditetapkan sebelumnya.


Contohnya :
ٍ ‫ص ُح َمنْ َن َط َق ِبالصَّا ِد َب ْي َد َأ ِّنيْ مِنْ قُ َري‬
‫ْش‬ َ ‫َنا َأ ْف‬
“Saya adalah yang paling fashih (di antara) orang yang mengucapkan
huruf “dlad”, hanya saja sesungguhnya saya dari keturunan kaum
Quraisy (sebagai suku yang mulia diantara bangsa Arab)”

2. Ta’kidul aalmadhi bima yusyibuhu adzammi


yaitu memperkuat celaan dengan mneyerupai pujian. Badi' ini terbagi
dua :
a) Mengecualikan sifat celaan dari sifat pujian yang dinafyikan.
Contohnya :

6
Khamim and Ahmad Subakir, Ilmu Balaghah Dilengkapi Dengan Contoh-Contoh Ayat, Hadits Nabi
Dan Syair Arab, Studi Islam Dan Sosial, 2018 <http://repository.iainkediri.ac.id/61/1/ilmu
balaghah_2018_new.pdf>.
‫فالن ال خير فيه اال ا َّن ُه يُسِ نُ ِإلَى َمنْ َأحْ َسن ِإليه‬
“si fulan tidak mempunyai kebaikan, hanya saja ia menjelak-
jelekkan orang yang berbuat baik kepadanya.”
b) Mengecualikan sifat celaan dari celaan yang ditetapkan.7
Contohnya :
‫فالن فاسق اال انه جاهل‬
“Si fulan adalah orang yang fasiq, hanya saja ia adalah orang
yang bodoh.”
Fasiq adalah sifat yang tercela, yang kemudian diikuti
pengecualian (istitsnâ ‟) yang mengandung celaan juga, yaitu
lafazh “jâ hil”.8
c. Pengertian At-Taqsim
Taqsīm, ialah menyebutkan sesuatu yang berbilang,kemudian
menyandarkan masing- masing bagian secara tertentu. 9 Atau dalam
redaksi lain di sebutkan At Taqsim adalah menyebutkan beberapa hal,
kemudian setiyap hal tersebut disandarkan pada sebuah himpunan
dengan batas tertentu.
d. Pengertian Tazahalulu Arif wa Taujih
1. Tazahulul ‘arif
secara bahasa berarti “pura-pura tidak tahunya orang yang
sudah tahu. Secara istilah menyebut sesuatu yang sudah diketahui
dengan ungkapan layaknya sesuatu yang belum diketahui, karena
tujuan pura-pura tidak tahu. Banyak ulama Balaghah yang

7
Rumadani Sagala, ‘Balaghah’, Journal of Chemical Information and Modeling, 53.9 (2019), 13
8
Khamim and Subakir.
9
Ardiansyah Ardiansyah, ‘Al-Muhassināt Al-Badi’Iyyah Pada Ayat-Ayat Hukum Tentang Berjuang Di
Jalan Allah’, Al-Maslahah Jurnal Ilmu Syariah, 12.2 (2017), 447
memberikan definisi dan nama yang berbeda namun mereka sepakat
bahwa Tazahulul ‘Arif itu memang ada.10
Menurut Al-Hasyimi Tazahulul ‘Arif adalah Pertanyaan
seseorang tentang sesuatu yang sebenarnya ia ketahui namun pura-
pura tidak mengetahuinya disebabkan adanya tujuan tertentu.
Sedangkan Al Mishri mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
Tazahulul ‘Arif adalah pertanyaan dari seseorang tentang sesuatu yang
sebenarnya ia ketahui namun pura-pura tidak tahu bertujuan untuk
memuji, menghinakan, atau untuk menunjukan besar kecintaan
terhadap sesuatu, untuk menunjukan kekaguman, untuk menguatkan,
merendahkan.
Adapun Al- ‘Askari menyebut Mudarrij asy-Syakki Bi al-Yaqin
sebagai Tazahulul ‘Arif Wa Mazaj asy-Syakki Bi al-Yaqin yaitu
mengungkapkan sesuatu yang sudah diketahui kebenarannya melalui
ungkapan yang meragukan dengan tujuan untuk menambah
keyakinan. Sedangkan As-Sikaaki dalam kitabnya Miftahul Ulum tidak
menerima penamaan Tazahulul ‘Arif, beliau menamakannya sebagai
Sauq al-Ma’lumi Masaaqah Gairih Linuktatin yaitu menggiring atau
membawa hal-hal yang diketahui melalui jalan yang lain karena ada
suatu alasan.
Contohnya dalam surah Yasin sebagai berikut:
َ ُ‫الُوا َطاِئ ُر ُك ْم َم َع ُك ْم أنن ذكرتم بل أنتم قوم مُسْ ِرف‬
‫) َو َما لي ال أعْ ُب ُد الَّذِي َف َط َرنِي‬۱۹( ‫ون‬
‫شفاع ُت ُه ْم َش ْيًئ ا َواَل‬
َ ‫) َأ َّتخ ُِذ مِنْ ُدو ِن ِه أيلة إن يُردب الرحمن بضر ال ُت ْغ ِن عني‬۲۲( ‫ُون‬ َ ‫َوِإلَ ْي ِه ُترْ َجع‬
َ ‫يُنقِ ُد‬
)۲۳( ‫ون‬
Pada ketiga ayat diatas terdapat tiga kalimat Tanya, ‫ أإن ُذ‬kalimat
‫ م خءأت ذكرت‬tanya ‫ م أإن‬adalah merupakan pertanyaan para rasul yang
‫رت‬HH‫ ذك‬kepada penduduk negeri itu dan merupakan tanggapan atas
10
Wahidatur Rohmah, ‘KEINDAHAN MAKNA DALAM KISAH NABI KHIDIR & NABI MUSA’, 0355, 2018,
1–44.
tuduhan penduduk yang merasa bahwa mereka akan bernasib malang
karena dakwah para utusan tersebut. Dengan menegaskan terlebih
dahulu bahwa kemalangan mereka bukan karena dakwah para rasul
kemudian mereka mempertanyakan keabsahan dari perkataan para
penduduk tersebut tentunya pertanyaan ini tidak bermaksud untuk
mencari jawaban tetapi ada punya tujuan lain sebab mereka sendiri
sudah tahu jawaban adalah tidak. Kalau kita cermati keadaan para
rasul yang mengajak untuk menyembah Allah dan tentunya
menyalahkan aqidah yang mereka anut pada saat itu maka pertanyaan
tersebut adalah celaan ( ‫ ( التوبيخ‬dan heran ( ) atas sikap mereka yang
mengkambing ‫ التعجب‬hitamkan para rasul sebagai penyebab
kemalangan mereka.
Maka dapat kita simpulkan bahwa pertanyaan diatas
merupakan Uslub Tajaahulul ‘Arif dengan tujuannya untuk
menghinakan dan heran hal ini dikuatkan dengan pendapatnya Imam
al Alusi dalam tafsirnya Ruh al-Ma’ani Fi Tafsir alQur’an al-‘Adzim “
Sedangkan pada Istifham yang kedua menurut Imam Qurthubi
mengutip dari perkatan Qataadah bahwa kalimat tersebut jawaban
dari pertanyaan penduduk negeri kepada Habibun Najjar apakah dia
mengikuti agama mereka (para utusan) maka ia pun menjawab ‫و‬
jawaban seperti ini merupakan cara dia untuk menunjukan kepada
kaumnya mana yang benar dan mana yang salah agar kaumnya dapat
memikirkannya. Jadi pertanyan tersebut bertujuan untuk menunjukan
sesuatu maka pertanyaan itu merupakan Uslub Tajahul al-‘Arif.
Sedangkan pada kalimat tanya yang ketiga menunjukan adanya
pernyataan bahwa ia tidak mau menyembah tuhan yang tidak bisa
mendengar, tidak bisa memcelakakan atau memberi manfaat, kenapa
ia tidak menyembah Allah, dalam hal ini jelas pengingkarannya
terhadap tuhan selain Allah ia ungkapkan dengan cara
mempertanyakan kembali eksestensi kebenaran tuhan yang mereka
sembah selain Allah hal ini mempunyai maksud untuk mencela
terhadap kesesatan yang masih mereka sembah, hal ini terlihat dari
kalimat tanya yang digunakan diringi oleh celaan kepada tuhan
mereka dengan mengatakan tuhan mereka itu tidak bisa memberi
keselamatan dari murka Allah dan tidak bisa memberi manfaat. Jadi
dapat kita simpulkan bahwa ayat diatas mengandung Uslub Tajahul al-
‘Arif dengan tujuan penggunaannya untuk menghinakan.11
2. Taujih
Secara leksikal taujîh bermakna pengarahan atau bimbingan.
Sedangkan pengertian taujîh dalam istilah ulama balâ ghah adalah,
Taujîh adalah mendatangkan kalimat yang memungkinkan dua makna
yang berlawanan secara seimbang, seperti mengejek, memuji, agar
orang yang mengucapkan dapat mencapai tujuannya, yaitu tidak
memaksudkan pada salah satunya secara eksplisit. 12 Selain definisi di
atas, ada yang menyebutkan bahwa taujîh adalah mengucapkan suatu
kalâ m ihtimal yang memungkinkannya mempunyai dua makna yang
berbeda. Akhdhary dalam syi’irnya berkata, Dari sebagian badî’ ada
yang bermaksud sungguh-sungguh dengan perkataan main-main,
seperti memuji kepada orang yang merasa megah dengan tujuan yang
sebaliknya.
Adapun Usamah al-Bahiry mengemukakan bahwa Taujih
adalah membuat menghasilkan suatu kalimat yang yang
memungkinkan dua makna yang berlawan, seperti memuji dan
11
Rahmad, ‘TAJAHUL AL-‘ARIF DALAM AL-QUR’AN (Studi Terhadap Kalimat-Kalimat Yang
Mengandung Uslub Tajahul Al-‘Arif Dalam Surah Yasin Dan Al-Muluk)’, 66–85.
12
Yayan Nurbayan, KEINDAHAN GAYA BAHASA KINÂYAH DALAM AL-QUR’ÂN, 2014
<https://books.google.co.id/books?
id=c9e8DwAAQBAJ&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false>.
mencela, mengutuk dan mendoakan. Dalam taujih kedua kalimat ini
tidak hanya harus memilii makna yang berbeda, tetapi juga harus
berlawanan dan keduanya harus memiliki makna yang seimbang,
karena jika salah satu memiliki makna dekat dan yang lainnya jauh,
maka termasuk pada tauriyah dan bukan taujih".
Contoh ungkapan taujîh terdapat pada ucapan Basyr yang
menceriterakan Amru, seseorang yang matanya buta. “Si Amru telah
menjahit mantel untukku Mudah-mudahan kedua matanya sama”
Ungkapan syi’ir tersebut mempunyai dua makna. Pertama, bisa
bermakna do’a agar Amr sembuh; sedangkan kedua bisa bermakna
sebaliknya, yaitu agar buta keduanya.
III. Kesimpulan
1. Al-Tafrīq dalam terminologi ilmu Balā gah adalah menyebut dua
hal yang sejenis, kemudian mengungkapkan perbedaan dan
pemisahan di antara keduanya dengan tujuan memuji, mencela,
menisbatkan, dan lain-lain.13 Tafriq adalah membedakan dua
perkara yang sejenis,
2. Ta'kidul adzammi bima yusybihu almadhi yakni memperkuat
pujian dengan sesuatu yang menyerupai celaan. Dan Ta’kidul
aalmadhi bima yusyibuhu adzammi yaitu memperkuat celaan
dengan mneyerupai pujian. Badi' ini terbagi
3. Taqsīm, ialah menyebutkan sesuatu yang berbilang,kemudian
menyandarkan masing- masing bagian secara tertentu. 14 Atau
dalam redaksi lain di sebutkan At Taqsim adalah menyebutkan

13
Riyanto Syahbani, ‘Muhassināt Al-Ma‛Nawiyyah Fī Sūrati Al-Wāqi‛Ah’, ALSUNIYAT: Jurnal Penelitian
Bahasa, Sastra, Dan Budaya Arab, 1.2 (2018), 112–24
14
Ardiansyah Ardiansyah, ‘Al-Muhassināt Al-Badi’Iyyah Pada Ayat-Ayat Hukum Tentang Berjuang Di
Jalan Allah’, Al-Maslahah Jurnal Ilmu Syariah, 12.2 (2017), 447
beberapa hal, kemudian setiyap hal tersebut disandarkan pada
sebuah himpunan dengan batas tertentu.
4. Tazahulul ‘arif secara bahasa berarti “pura-pura tidak tahunya
orang yang sudah tahu. Secara istilah menyebut sesuatu yang
sudah diketahui dengan ungkapan layaknya sesuatu yang belum
diketahui, karena tujuan pura-pura tidak tahu. Banyak ulama
Balaghah yang memberikan definisi dan nama yang berbeda
namun mereka sepakat bahwa Tazahulul ‘Arif itu memang ada.
Dan Taujîh adalah mendatangkan kalimat yang memungkinkan
dua makna yang berlawanan secara seimbang, seperti mengejek,
memuji, agar orang yang mengucapkan dapat mencapai tujuannya,
yaitu tidak memaksudkan pada salah satunya secara eksplisit.
IV. Daftar Pustaka

Agus Salim Syukran, Agus Salim Syukran, ‘Fungsi Al-Qur’an Bagi Manusia’, Al-
I’jaz : Jurnal Studi Al-Qur’an, Falsafah Dan Keislaman, 1.2 (2019), 90–108

Ardiansyah, Ardiansyah, ‘Al-Muhassinā t Al-Badi’Iyyah Pada Ayat-Ayat Hukum


Tentang Berjuang Di Jalan Allah’, Al-Maslahah Jurnal Ilmu Syariah, 12.2
(2017), 447

Hamzah Multazim, Hasan Busri, ‘At-Thibaq Dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah-


At-Taubah (Tinjauan Balaghah)’, Lisanul’ Arab: Journal of Arabic Learning
and Teaching, 7.1 (2018), 27–36

Khamim, and Ahmad Subakir, Ilmu Balaghah Dilengkapi Dengan Contoh-Contoh


Ayat, Hadits Nabi Dan Syair Arab, Studi Islam Dan Sosial, 2018

Nurbayan, Yayan, KEINDAHAN GAYA BAHASA KINÂYAH DALAM AL-QUR’ÂN, 2014

Rahmad, ‘TAJAHUL AL-‘ARIF DALAM AL-QUR’AN (Studi Terhadap Kalimat-


Kalimat Yang Mengandung Uslub Tajahul Al-‘Arif Dalam Surah Yasin Dan Al-
Muluk)’, 66–85

Rohmah, Wahidatur, ‘KEINDAHAN MAKNA DALAM KISAH NABI KHIDIR & NABI
MUSA’, 0355, 2018, 1–44

Sagala, Rumadani, ‘Balaghah’, Journal of Chemical Information and Modeling, 53.9


(2019), 13

Saleh, Sriwahyuningsih, ‘Muhassinat Ma’nawiyyah Dalam Sya’ir (Studi Analisis


Ilmu Badi’)’, Al-’AJAMI: Jurnal Bahasa Dan Sastra Arab, 5.1 (2016), 31–53

Syahbani, Riyanto, ‘Muhassinā t Al-Ma‛Nawiyyah Fī Sū rati Al-Wā qi‛Ah’,


ALSUNIYAT: Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra, Dan Budaya Arab, 1.2 (2018),

Ulinnuha, Muhammad, ‘Dimensi Sastra Dalam Tafsir Al-Ubairiz FÎ Tafsîri


Gharâ ibil Qur’â nil Azîz Karya KH Ahmad Mustofa Bisri’, 2018

Anda mungkin juga menyukai