Anda di halaman 1dari 14

KINAYAH DAN TA'RID

Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi Tugas Terstruktur pada Mata Kuliah
Balaghah Al-Qur'an

Dosen Pengampu

Abdul Halim, S. Th. I, M. Ag

Kelompok 4
Andira Habil Al-Rafi (4119041)
Virman Lidori (4121001)
Hanna Afifa ramadhani (4121015)
Nurhainan (4121057)
Zakia Badria (4121063)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH (FUAD)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SJECH M. DJAMIL DJAMBEK


BUKITTINGGI
1444 H/2023 M

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji atas kehadiran Allah SWT yang telah


melimpahkan segala rahmat dan karunianya kepada kita semua. Sehingga atas izin
Allah SWT makalah yang berjudul “Kinayah dan Ta'rid” ini dapat terselesaikan
dengan baik.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas terstruktur pada mata kuliah
Balaghah Al-Qur'an, serta sebagai tambahan referensi ilmu pengetahuan, baik bagi
pihak penyusun maupun pembaca.
Dalam belajar menulis karya ilmiah pasti terdapat beberapa kesalahan dalam
karya tersebut. Untuk itu kami sebagai penyusun sangat menghargai kritik maupun
saran dari para pembaca. serta kami mengucapkan terimakasih atas masukannya
sehingga nantinya akan menjadi koreksi bagi kami kedepannya dalam menulis karya
ilmiah selanjutnya.
Semoga karya ini bermanfaat bagi penyusun maupun para pembaca dan dapat
menjadi tambahan wawasan ilmu pengetahuan. Untuk itu atas perhatian dari para
pembaca kami ucapkan terimakasih.

Bukittinggi, 17 September 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................i


DAFTAR ISI .............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1
A. Latar Belakang ......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................1
C. Tujuan Masalah .....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................2
A. Defenisi Kinayah ..................................................................................................2
B. Defenisi Ta‟rid ......................................................................................................7
C. Perbedaan Kinayah dan Ta‟rid ..............................................................................8
BAB III PENUTUP ..................................................................................................10
A. Kesimpulan ............................................................................................................10
B. Saran ......................................................................................................................10
DAFTAR KEPUSTAKAAN ...................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam memahami Al-Qur'an secara baik dan benar, maka dibutuhkan
ilmu-ilmu bantu dalam menafsirkan Al-Qur'an. Sehingga menghasilkan
pemahaman yang sesuai dengan konteks Al-Qur'an. Ada banyak ilmu-ilmu bantu
untuk memamahi ayat Al-Qur'an, salah satunya ilmu balaghah. Pada makalah ini,
akan diuraikan tentang kinayah dan ta'rid.
Kinayah (sindiran halus) merupakan salah satu kaidah penafsiran seperti
majaz, tasybih, dan lainnya. Ta'rid adalah penunjukkan terhadap suatu makna
melalui pemahaman. Pemahaman lebih lanjut, akan kami lanjutkan pada
pembahasan selanjutnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana defenisi kinayah?
2. Bagaimana defenisi ta'rid?
3. Apa perbedaan kinayah dan ta'rid?

C. Tujuan Masalah
1. Memahami defenisi kinayah.
2. Memahami defenisi ta'rid.
3. Mengetahui perbedaan kinayah dan ta'rid.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Kinayah
Al-Zamakhshari menjelaskan secara bahasa kinayah adalah al-amthal,
yaitu kata-kata yang diungkapkan oleh pemilik mimpi (kata yang tidak jelas)
sebagai kinayah daripada perkara-perkara yang jelas.1
Secara eksplisit, al-Zarkasyi menyatakan bahwa kinayah merupakan
ungkapan atas sesuatu tanpa menyebut dengan jelas namanya. Dalam terminologi,
ahl al-bayan, kinayah berarti seorang pembicara menghendaki pemahaman suatu
makna tanpa menyebutkan lafadz yang memang telah diperuntukkan bagi makna
tersebut. Subhi al-Shalih berpendapat bahwa kinayah adalah kata-kata atau kalimat
yang berfungsi menerangkan makna.2
Kinayah dimulai sejak era Abu Ubaidah, al-Fara', dan al-Jahid. Sederet
pengkaji Al-Qur'an lainnya sebelum era Abu Ubaidah menunjukkan bahwa pada
masa tersebut belum terdapat konsep kinayah yang dipergunakan untuk membantu
menjelaskan Al-Qur'an. Al-Suddi al-Kabir belum mempergunakan kinayah dan
derivasinya sebagai alat bantu penafsiran yang dilakukannya. 3
Menurut al-Zarkasyi, latar belakang munculnya bahasa kinayah dalam Al-
Qur'an adalah:
1. Sebagai pengingat terhadap agungnya kekuasaan Allah Swt. Contoh, Q.S An-
Nisa': 1
ٍ‫اح َدة‬ ٍ ‫الَّ ِذ ْي َخلَ َق ُك ْم ِّم ْن نَّ ْف‬
ِ ‫س َّو‬
"Yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu."

1
Abdul Basir Awang, Ummi Syarah Ismail, “ Faktor Kepenggunaan Kinayah dalam Al-
Qur‟an Al-Karim”, Jurnal e-Academia, Vol. 7 No. 1 Tahun 2018, hal. 172
2
Tajul Muluk, “Al-Kinayat wa Al-Ta‟rid Al-Qur‟an (Kajian Pemikiran Imam al-Zakarsi)”,
An-Nur Jurnal Studi Islam, Vol. 10 No. 1 Tahun 2020, hal. 11
3
Ibid, hal. 9

2
ِ ‫ نَّ ْف ٍس َّو‬merupakan kiasan terhadap Nabi Adam, bentuk
Ungkapan ‫احدَ ٍة‬
tanbih dari ungkapan tersebut adalah bahwa Allah Swt memiliki kuasa
sedemikian agung, menciptakan seluruh manusia hanya bermodal dari diri yang
satu.
2. Penggunaan kinayah muncul karena menganggap bahwa mukhatab (lawan
bicara), memiliki kecerdasan yang dianggap mampu untuk memahami
informasi yang disampaikan. Contoh, Q.S Yasin: 8
‫ا‬ ِ َ‫اِ ََّّن جع النَا ِ اۤۡف اَ اعنَاقِ ِه ام اَ اغ ٰل ًل فَ ِهى اِ ََل ااۡلَ اذق‬
‫ان فَ ُه ام ُّمق َم ُح او َن‬ َ ََ
"Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu dileher mereka, lalu tangan
mereka (diangkat) ke dagu, maka karena itu mereka tertengadah."

Kandungan ayat ini menurut al-Zarkasyi berupa tasliyah (hiburan) bagi


Nabi Muhammad Saw yang saat itu merasa putus asa, seolah-olah Allah Swt
mengatakan kepada Nabi, "Jangan engkau kira bahwa engkau tidak mampu
memberi peringatan kepada mereka (kuffar). Sesungguhnya Aku yang
mencegah mereka beriman dan telah menjadikan mereka kayu bakar api
neraka."Dalam ayat ini, unsur kinayah yang terkandung di dalamnya adalah
Allah Swt memastikan bahwa Nabi Muhammad Saw dapat memahami
ungkapan-Nya berdasarkan kecerdasan yang dimiliki Nabi Muhammad Saw
sebagai mukhatab.
3. Beralih kepada bentuk lafadz yang umum. Contoh, Q.S Shad: 23

ٌ‫َل نَ ْع َجةٌ َٰو ِح َدة‬


ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫إ َّن َٰه َذآ أَخى لَهُۥ ت ْس ٌع َوت ْس ُعو َن نَ ْع َجةً َو‬
"Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor
kambing betina dan aku mempunyai seekor saja." 4

Lafadz ‫ نَ ْع َجة‬memiliki makna asli "domba betina", namun dalam rangkaian


ayat tersebut yang dikehendaki bukanlah makna asli tersebut, melainkan makna
lain yang secara umum sudah diketahui bermakna mar'ah (perempuan),

4
Ibid, hal. 14

3
sebagaimana kebiasaan orang Arab menggunakan kata mar'ah sebagai kinayah
bagi na'jah.
4. Ketika suatu ungkapan sekiranya tidak baik untuk didengar, atau terdengar
vulgar, naka dalam hal ini Al-Qur'an menyampaikannya dengan menggunakan
bahasa kiasan.
5. Penggunaan kinayah adalah memperindah lafadz.Seperti ungkapan dalam ayat;
”‫“بيض مكنون‬, orang arab biasa menggunakan ungkapan baidl bagi perempuan
yang merdeka5
6. Bertujuan menggunakan balaghah, Contoh Q.S Az-Zukhruf :18

ٍ ِ‫ص ِام َغْي ر ُمب‬


‫ي‬ ِ ِ ِ ِْ ‫أَومن ي نَ َشأُ ِِف‬
ُ َ ‫اْللْيَة َوُه َو ِف ا ْْل‬ ُ ََ
Dalam ayat ini, Allah menggambarkan keadaan wanita arab di masa
itu yang mayoritas suka berfoya-foya, bersenang-senang, memperlihatkan
kesibukan-kesibukan yang membuat mereka jauh dari arti suatu lafadz
diucapkan. Penggunaan lafadz hilyah sebagai penggambaran terhadap sosok
wanita di zaman itu, adalah pilihan yang tepat, karena jika menggunakan kata
nisa’, malah tidak membuat wanita arab sadar bahwa yang dimaksud adalah
mereka.
7. Penggunaan kinayah sebagai cara untuk mengungkapkan sesuatu yang buruk
dengan ungkapan yang mengerikan, seperti dalam ayat berikut

‫ وۡل جتعل يدك مغلو لة اَل عنقك‬: ‫وقالت اليهود يد هللا مغلولة‬
“Al-Ghul, merupakan kināyah (kiasan) dari sifat bakhil (pelit),
sebagaimana ungkapan mabsuṭah yang menjadi kiasan dari sifat dermawan.”
8. Kinayah sebagai pengingat terhadap tempat kembali kelak, sebagaimana
firman Allah dalam kasus Abu Lahab, Contoh Q.S Al-Lahab : 1
َّۗ ٍ
َّ َ‫ت يَ َدآ اَِ ِْب ََلَب َّوت‬
‫ب‬ ْ َّ‫تَب‬

5
Ibid, hal. 15

4
Dalam ayat ini, Allah meng-kināyah-kan Abu Lahab sebagai
penghuni neraka jahannam, nasibnya di akhirat akan menjadi umpan api neraka
yang menyala-nyala. Namun Allah menggunakan ungkapan berbeda (tabba:
binasa, celaka) dalam menyampaikan hal itu.6
9. Kinayah digunakan sebagai ringkasan, diantara contoh kinayah dalam konteks
ini adalah, ungkapan (kinayah) atas beberapa aktivitas yang dilakukan manusia
dalam hidupnya, baik dalam bentuk kebaikan maupun keburukan.
10. Mengalihkan suatu ungkapan pada rangkaian kalimat yang maknanya berbeda
dengan bentuk zahir kalimatnya. Kemudian disimpulkan tanpa
mempertimbangkan mufradāt kalimatnya dengan bentuk hakikah atau majaz,
selanjutnya kalimat tersebut dijadikan sebagai ungkapan akan maksud yang
dikehendaki. Hal itu dicontohkan oleh al-Zarkashiy dalam Q.S Thaha : 5

‫الرحمن عىل العرش استوى‬


Dalam konteks kinayah, ayat ini digunakan sebagai ungkapan atas
suatu kekuasaan atau kerajaan, karena bersemayam di atas tempat singgasana
hanya dapat diperoleh seorang raja.7
Kinayah terdiri dari tiga rukun sebagai berikut:
1. Mukanna bih: yaitu lafadz yang menunjukkan kepada makna hakiki yang
menjelaskan maksud dari pembicara.
2. Mukanna anhu: yaitu makna lazim dari mukanna bih disampaikan oleh
pembicara dengan kinayah.
3. Qarinah: Perkatan yang menunjukkan kepada makna yang dimaksud
(mukanna anhu).

6
Ibid, hal. 16
7
Yeni Saraswati, Rohmat, “Kategorisasi Kinayah dalam Juz 30 (Studi Analisis Ilmu Bayan)”,
„A Jamiy: Jurnal Bahasa dan Sastra Arab, Vol. 11 No. 1 Tahun 2022, hal. 35

5
Kinayah memiliki beberapa kategori yang diantaranya sebagai
berikut:
1. Kinayah dari perspektif mukanna anhunya (kata-kata yang dikinayahkan)
a. Kinayah Shifah, yang dimaksud dengan sifat disini adalah sifat secara
maknawi. Yaitu mukanna anhunya berupa sifat ditinjau dari segi
maknanya seperti kemuliaan dan kesucian. Menurut Ahmad al-
Hasyimy, kinayah shifah dibagi menjadi dua jenis yaitu:
1) kinayah qaribah, apabila perjalanan makna dari lafal yang di-
kinayahkan (mukanna anhu) kepada lafal kinayah (mukannah bih)
tanpa melalui media atau perantara.8
2) Kinayah ba’idah yakni perpindahan makna dari makna pada lafal
yang dikinayahkan (makanni anhunya) kepada makna pada lafal
kinayah (mukanna bih) memerlukan lafal-lafal lain untuk
menjelaskannya.
b. Kinayah Maushuf, suatu uslub disebut kinayah maushuf apabila yang
menjadi mukanna anhunya atau lafal yang dikinayahkan adalah
maushuf (dzat)
c. Kinayah Nisbah, suatu bentuk kinayah dinamakan kinayah nisbah
apabila lafal yang menjadi kinayah bukan merupakan shifat dan bukan
pula maushuf melainkan hubungan shifat kepada maushuf.
2. Kinayah berdasarkan perspektif wasaitnya (medianya)
a. Ta’ridh (Sindiran), adalah pengambilan makna dari suatu lafal melalui
mafhum (pemahaman konteksnya).
b. Talwih, adalah jenis kinayah yang di dalamnya terdapat banyak wasait
(media). Maksudnya adalah dalam perpindahan makna konotatif
kepada makna hakikinya memerlukan banyak perantara.9

8
Ibid, hal. 36
9
Ibid, hal. 37

6
c. Ramz, merupakan jenis kinayah dengan wasait (perantara) yang sedikit
dan makna lazimnya tersirat (tersembunyi).
d. Ima atau Isyarah, di dalam ima perpindahan makna dari makna asal
kepada makna lazimnya melalui wasait (media) yang sedikit.10

B. Defenisi Ta’rid
Al-Zarkasi dalam kutipannya menyatakan bahwa ta'rid adalah cara untuk
menunjukkan makna melalui pemahaman, di mana seorang mutakallim
mengkomunikasikan suatu konsep melalui ungkapan tidak langsung. Ini
memungkinkan pendengar atau pembaca untuk memahami maksud yang
dimaksudkan oleh mutakallim. Hal yang serupa terjadi dalam Al-Qur'an, di mana
banyak ayat menunjukkan kepada target langsung dengan pesan atau perintah
yang spesifik. Dengan kata lain, perintah tersebut hanya berlaku bagi mereka
yang disebutkan dalam ayat tersebut.
Berikut contoh Ta’rid dari Al-Zarkasi adalah sebagai berikut, Q.S
Ibrahim : 63

‫وه ْم إِ ْن َكانُوا يَنْ ِط ُقو َن‬ ْ َ‫ال بَ ْل فَ َعلَهُ َكبِريُُه ْم َٰه َذا ف‬
ُ ُ‫اسأَل‬ َ َ‫ق‬
“Ibrahim menjawab: “ Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya,
maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara".

Dalam ayat tersebut diceritakan bahwa saat Ibrahim ditanya tentang


pelaku penghancuran patung, ia menjawab bahwa pelakunya adalah patung yang
paling besar, kemudian ia menyuruh untuk bertanya kepada patung yang paling
besar. Dalam narasi ini, Ibrahim sebenarnya telah melakukan penghinaan atas
kebodohan mereka atau menjelaskan kelemahan patung yang selama ini mereka

10
Ibid, hal. 37

7
jadikan sesembahan, namun Ibrahim melakukan hal tersebut tidak dengan
ungkapan yang langsung dan jelas, melainkan dengan sindiran (Ta’ridl)11
Q.S Az-Zumar : 65

‫ك َولَتَ ُكونَ َّن ِم َن‬ ِ َ ِ‫ك وإِ ََل ٱلَّ ِذين ِمن قَبل‬ ِ ِ
َ ‫ك لَئ ْن أَ ْشَرْك‬
َ ُ‫ت لَيَ ْحبَطَ َّن َع َمل‬ ْ َ َ َ ‫َولََق ْد أُوح َى إلَْي‬
ِ
َ ‫ٱ ْْلَٰس ِر‬
‫ين‬
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang
sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah
amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.”

Dalam ayat tersebut Allah mengatakan kepada Nabi Muhammad, “jika


engkau berbuat syirik, sungguh akan hancur lebur pahala amal ibadahmu”.
Meski yang menjadi mukhatab (lawan bicara) adalah Nabi Muhammad, tetapi
pada hakikatnya bukanlah Nabi, karena hal tersebut pasti tidak akan dilakukan
oleh Nabi.
Q.S Al-Baqarah : 209
۟ ِ ِۢ
‫ٱَّللَ َع ِز ٌيز َح ِك ٌيم‬
َّ ‫َن‬َّ ‫ٱعلَ ُمٓوا أ‬ ُ َ‫فَِإن َزلَلْتُم ّمن بَ ْعد َما َجآءَتْ ُك ُم ٱلْبَيِّٰن‬
ْ َ‫ت ف‬
“Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-
bukti kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana

Menurut al-Zarkasi, dalam ayat ini meski yang menjadi mukhatab adalah
kaum mukminin, tetapi sebenarnya yang sebenarnya yang dimaksudkan adalah
kaum ahli kitab, karena kekeliruan terdapat pada diri mereka bukan pada kaum
mukminin.12

C. Perbedaan kinayah dengan ta’rid

11
Tajul Muluk, Op.Cit, hal. 17
12
Ibid, hal. 18

8
Walaupun mirip dalam makna, bahasa kinayah dan ta’rid memiliki
spesifikasi yang berbeda. Bahasa kinayah menuturkan sesuatu tanpa
menyebutkan atau menggunakan lafadz yang diperuntukkan sebenarnya,
sedangkan ta’ridl menuturkan sesuatu untuk menunjukkan sesuatu lainnya yang
tidak dituturkan. Menurut ibn al Asir, kinayah adalah sesuatu yang menunjukkan
terhadap suatu makna yang memungkinkan untuk diarahkan pada hakikat dan
majaz dengan melekatkan sifat tertentu yang dapat mempertemukan keduanya.
Sedangkan ta’rid adalah lafadz yang menunjukkan suatu makan atau arti, tidak
dari sisi hakikat maupun majaz. Dalam hal ini, kata-kata tersebut diberikan sifat
tertentu yang memungkinkan penghubungan antara keduanya. 13
Al-Suyuṭi menjelaskan perbedaan antara kinayah dan ta’riḍ dengan
merujuk pada pendapat al-Zamakhshariy. Al-Zamakhshariy menyatakan bahwa
adalah cara menyampaikan sesuatu tanpa secara langsung menyebutkan atau
menggunakan kata-kata yang sesungguhnya dimaksudkan. Sementara itu, ta’riḍ
adalah cara untuk menyampaikan sesuatu dengan tujuan menunjukkan sesuatu
yang lain, yang tidak diucapkan secara langsung. 14

13
Ibid.
14
Zulyadain, “Al-Kinayat wa Al- Ta‟rid fi Al-Qur‟an: Dalam Kerangka Pemikiran Al-
Zarkashiy”, Jurnal Ilmu al- Quran dan Tafsir, Vol. 1 No.1 Tahun 2018, hal. 18

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kinayah merupakan ungkapan atas sesuatu tanpa menyebut dengan jelas
namanya. Secara istilah, kinayah berarti seorang pembicara menghendaki
pemahaman suatu makna tanpa menyebutkan lafadz yang memang telah
diperuntukkan bagi makna tersebut. Kinayah dikategorikan menjadi dua, yang
pertama dari mukanna anhunya, dan kedua berdasarkan wasait atau media.
Ta‟ridl adalah cara untuk menunjukkan makna melalui pemahaman, di mana
seorang mutakallim mengkomunikasikan suatu konsep melalui ungkapan tidak
langsung. Walaupun mirip dalam makna, bahasa kinayah dan ta’ridl memiliki
spesifikasi yang berbeda. Bahasa kinayah menuturkan sesuatu tanpa
menyebutkan atau menggunakan lafadz yang diperuntukkan sebenarnya,
sedangkan ta’rid menuturkan sesuatu untuk menunjukkan sesuatu lainnya yang
tidak dituturkan

B. Saran
Dalam memahami materi mengenai Kinayah dan Ta’rid lebih lanjut,
pembaca bisa merujuk pada refensi yang telah dicantumkan dan referensi
tambahan lainnya yang lebih lengkap dan mendukung. Hal itu dikarenakan
minimnya referensi yang pemakalah dapatkan maka dari itu pemakalah
menerima kritik dan saran dari pembaca sekalian. Sekian Terima Kasih.

10
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Awang, Abdul Basir. Ummi Syarah Ismail. 2018 “ Faktor Kepenggunaan Kinayah
dalam Al-Qur‟an Al-Karim”. Jurnal e-Academia. Vol. 7 No. 1.
Muluk, Tajul. 2020. “Al-Kinayat wa Al-Ta‟rid Al-Qur‟an (Kajian Pemikiran Imam
al-Zakarsi)”. An-Nur Jurnal Studi Islam. Vol. 10 No. 1.
Saraswati, Yeni. Rohmat. 2022. “Kategorisasi Kinayah dalam Juz 30 (Studi Analisis
Ilmu Bayan)”, „A Jamiy: Jurnal Bahasa dan Sastra Arab, Vol. 11 No. 1.
Zulyadain. 2018. “Al-Kinayat wa Al- Ta‟rid fi Al-Qur‟an: Dalam Kerangka
Pemikiran Al-Zarkashiy”. Jurnal Ilmu al- Quran dan Tafsir. Vol. 1 No.1.

11

Anda mungkin juga menyukai