Anda di halaman 1dari 27

AMTSAL AL-QUR’AN

MAKALAH

Dipresentasikan pada diskusi kelas mata kuliah Ulum al-Qur’an


Prodi Pendidikan Agama Islam Semester Ganjil
Tahun Akademik 2023/2024

Oleh:
Kelompok 8

Fitrah Maulani Azhar – 110120220093


Azizah Muthmainnah – 10120220095
Nurmalasari – 10120220099

Dosen Pemandu:

Dr. H. Bisyri Abdul Karim, Lc., M.A.


Ansar, S.Pd.I., M.Pd

FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023
DAFTAR ISI
SAMPUL ............................................................................................................. i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3
A. Definisi amtsal ..................................................................................... 3
B. Unsur-Unsur amtsal Al-Qur’an ............................................................ 8
C. Macam-macam Amtsal al-Qur’an ........................................................ 9
D. Shighat Amtsal al-Qur’an .................................................................... 16
E. kegunaan Amtsal al-Qur’an ................................................................. 18
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 24
A. Simpulan .............................................................................................. 24
B. Saran .................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 26

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Yang membuat Alqur’an menjadi bentuk yang mengagumkan yaitu
hakikatnya yang sama mengenai arti dan tujuan. Sighatnya itu dicetak dalam acuan
yang baik sehingga menghadirkan orang kepada pemahaman-pemahaman dan
mengkiaskannya kepada apa yang telah diketahui dengan yakin.Tamsil
(perumpamaan, membuat permisalan), merupakan kerangka yang dapat menampilkan
makna-makna dalam bentuk yang hidup di dalam pikiran. Betapa banyak makna yang
baik, dijadikan lebih indah, menarik dan mempesona oleh tamsil. Karena itulah,
tamsil dianggap lebih dapat mendorong jiwa untuk menerima makna yang
dimaksudkan, dan membuat akal merasa puas. Tamsil adalah salah satu metode
Alqur’an dalam mengungkapkan berbagai penjelasan dan segi-segi kemukjizatannya.
Term al-Amtsal terdapat dalam ‘Ulum al-Qur’an, khususnya pengantar Ilmu
Tafsir. Amtsal adalah “menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hal
hukumnya dan mendekatkan sesuatu yang abstrak (ma’qul) dengan sesuatu yang
inderawi (konkret)”. Sayyid Quthub mengatakan bahwa, amtsal dalam Alqur’an
merupakan sarana untuk mengabarkan kondisi bangsa-bangsa pada masa lampau dan
untuk mengabarkan akhlaknya yang sudah sirna.1
Oleh karena itu, penulis ingin membahas sedikit tentang “Amtsalul Qur’an”,
semoga dengan tamsil-tamsil Alqur’an ini kita dapat mengambil pelajaran yang
berharga yang dapat kita jadikan landasan dalam menjalani hidup didunia ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka terdapat beberapa sub
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana defenisi Amtsal?
2. Apa saja unsur-unsur Amtsal Al-Qur’an?
3. Apa saja macam-macam Amtsal Al-Qur’an?
4. Apa shighat Amtsal al-qur’an?
5. apa kegunaan Amsal Al-Qur’an?

1
Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu Alqur’an, (Jakarta: Amzah, 2005), hlm. 24.

1
2

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui defenisi al-Qur’an secara etimologi dan terminologi.
2. Untuk mengetahui sejarah diturunkannya al-Qur’an.
3. Unbtuk mengetahui sejarah pengumpulan dan penulisan al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Amtsal
Amtsal dalam Alqur’an mengandung makna tasybih, yaitu penyerupaan
sesuatu dengan sesuatu yang serupa lainnya, dan membuat setara antara keduanya
dalam hukum. Amtsal yang seperti ini lebih dari 40 (empat puluh) buah
jumlahnya. Dalam Alqur’an, Allah menampilkan sejumlah amtsal dalam rangka
menggugah akal manusia, diantaranya dalam surat Al-Hasyr ayat 21:

‫َلْو َأنَز ْلَنا َٰه َذ ا ٱْلُقْر َء اَن َع َلٰى َجَبٍل َّلَر َأْيَت ۥُه َٰخ ِش ًعا ُّم َتَص ِّدًعا ِّم ْن َخ ْش َيِة ٱِهَّللۚ َو ِتْل َك ٱَأْلْم َٰث ُل‬
‫َنْض ِر ُبَها ِللَّناِس َلَع َّلُهْم َيَتَفَّك ُروَن‬

Artinya: “Kalau sekiranya Kami menurunkan Al Qur'an ini kepada sebuah


gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut
kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia
supaya mereka berpikir”.
Diriwayatkan dari Ali radiyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW, bersabda:
“Sesungguhnya Allah menurunkan Alqur’an sebagai pembawa perintah dan
larangan, tradisi masa lalu dan perumpamaan sebagai gambaran dan contoh2
Tujuan dibuatnya perumpamaan (tamsil) dalam Alqur’an adalah agar
manusia mau melakukan kajian terhadap kandungan Alqur’an, baik yang berkaitan
dengan Ekosistem, Ekologi, Astronomi, Anatomi, Teologi, Biologi, Sosiologi, dan
ilmu-ilmu lainnya, termasuk untuk mengambil pelajaran dari kejadian yang
dialami oleh umat-umat yang lampau. Untuk melakukan kajian terhadap suatu
masalah, seseorang itu harus berakal sehat dan berpengetahuan. Orang yang bisa
memahami makna yang tersirat maupun yang tersurat dalam tamsil Alqur’an,

2
Syaikh Manna’ Alqathan, op. cit, 2006. hlm. 353

3
4

hanyalah orangorang yang berilmu dan orang yang mau menggunakan nalarnya.
Seperti firman Allah dalam surat Al-‘Ankabuut ayat 43:3

‫َو ِتْلَك اَأْلْم َثاُل َنْض ِر ُبَها ِللَّناِسۖ َو َم ا َيْع ِقُلَها ِإاَّل اْلَع اِلُم ون‬

Artinya: “Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk


manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.”
Maksud dari “memahami” disini adalah mengetahui tentang faedah dan
pelajaran yang bisa diambil dari tamsil yang disajikan oleh Alqur’an tersebut, dan
ini hanya bisa dilakukan oleh orang-orang berilmu. Sebagian ulama ada yang
menulis kitab khusus tentang perumpamaan (amtsal) dalam Alqur’an, dan ada
yang hanya membuat satu bab saja dalam salah satu kitab-kitabnya. Kelompok
pertama, seperti, Abul Hasan Al Mawardi4 , sedangkan kelompok kedua
diantaranya, As-Suyuthi dalam Al-Itqan, dan Ibnu AlQayyim dalam I’lam Al-
Muwaqqi’in. Dalam Alqur’an, Allah mengemukakan bahwa Ia membuat sejumlah
amtsal, diantaranya4:

‫َو َلَقْد َض َر ْبَنا ِللَّناِس ِفى َٰه َذ ا ٱْلُقْر َء اِن ِم ن ُك ِّل َم َثٍل َّلَع َّلُهْم َيَتَذَّك ُروَن‬

Artinya: “Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Qur'an


ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran.” (Q.S. Az-
Zumar:27)
Dari Ali radiyallahu ‘anhu diriwayatkan, Rasulullah bersabda yamg artinya:
“Sesungguhnya Allah menurunkan Qur’an sebagai perintah dan larangan, tradisi
yang telah lalu dan perumpamaan yang dibuat” (HR. Tirmidzi).
Secara bahasa amtsal adalah bentuk jamak dari matsal. Kata matsal, mitsal,
dan matsil adalah sama dengan kata syabah, syibh, dan syabih, baik lafadz maupun
3
Fuad Kauma, op. Cit., hlm. 3-4.
4
Beliau adalah Abul hasan ali bin habib Asy Syafi,I, penulis kitab Adab Ad-Dunya wa-Ad-Din, dan
Ahkam As-Shulihaniyah. Wafat tahun 450 H.
5

maknanya, yang berarti perumpamaan, ibarat, tamsil, contoh, ‘ibrah, dan lain
sebagainya. Menurut terminologinya ada tiga pengertian5
1. Menurut ulama ahli adab, amtsal berarti “Ucapan yang banyak
mengumpamakan keadaan sesuatu, diceritakan dengan sesuatu yang dituju”.
2. Menurut ulama ahli bayan, amtsal adalah “Ungkapan majaz yang disamakan
dengan asalnya karena adanya persamaan (daam ilmu balaghah disebut
tasybih)”.
3. Menurut ulama ahli tafsir, amtsal adalah “Menampakkan pengertian yang
abstrak dalam ungkapan yang indah, singkat dan menarik, yang mengena dalam
jiwa, baik dengan bentuk tasybih maupun majaz mursal.”
Dasar pengembangan ilmu amtsalul qur’an adalah hadits Rasul yang
diriwayatkan oleh Baihaqi: “Sesungguhnya Alqur’an diturunkan atas lima cara, 1.
Halal, 2. Haram, 3. Muhkam, 4. Mutasyabih, 5. Amtsal. Oleh karena itu pelajari
yang halal dan hindari yang haram, ikuti yang muhkam dan berimanlah dengan
mutasyabih, dan ambil pelajaran dari amtsal” (HR. Baihaqi).
Amtsal juga digunakan untuk mengungkapkan suatu keadaan dan kisah yang
menakjubkan, dengan makna inilah lafadz amtsal ditafsirkan dalam banyak ayat. 6
Contohnya:

‫َم َثُل اْلَج َّنِة اَّلِتي ُو ِع َد اْلُم َّتُقوَن ۖ ِفيَها َأْنَهاٌر ِم ْن َم اٍء َغْيِر آِس ٍن َو َأْنَهاٌر ِم ْن َلَبٍن َلْم َيَتَغَّيْر‬
‫َطْع ُم ُه َو َأْنَهاٌر ِم ْن َخ ْم ٍر َلَّذ ٍة ِللَّش اِر ِبيَن َو َأْنَهاٌر ِم ْن َع َسٍل ُمَص ًّفىۖ َو َلُهْم ِفيَها ِم ْن ُك ِّل‬
‫الَّثَم َر اِت َو َم ْغ ِفَر ٌة ِم ْن َر ِّبِهْم ۖ َك َم ْن ُهَو َخاِلٌد ِفي الَّناِر َو ُس ُقوا َم اًء َحِم يًم ا َفَقَّطَع َأْمَع اَء ُهْم‬
١٥

5
Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Alqur’an, (Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2011),

penerj. Mudzakir,AS., cet. 14, hlm. 401.


6
Muhammad Shalahuddin Hamid, Study Ulumul Qur’an, (Jakarta: Intimedia, 2002), hlm. 316.
6

Artinya: “(Apakah) perumpamaan (penghuni) surga yang dijanjikan kepada


orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang
tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tiada berubah
rasanya, sungai-sungai dari khamar (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya
dan sungaisungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya
segala macam buah-buahan dan ampunan dari Tuhan mereka, sama dengan orang
yang kekal dalam neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga
memotong-motong ususnya?.” (Q.S. Muhammad: 15). Yaitu kisah dan sifatnya
yang menjadikan surga itu menakjubkan. 7
Az-Zamakhsyari dalam Al-Kasysyaf, mengisyaratkan ada tiga makna terkait
dalam matsal ini, katanya: “Amtsal digunakan untuk menggambarkan sesuatu
keadaan, sifat atau kisah yang menakjubkan, ada makna keempat yang dipakai
oleh ulama bahasa Arab yaitu majaz murakkab (ungkapan metafora) yang
memiliki hubungan yang serupa ketika digunakan. Asalnya adalah sebagai
isti’arah tamtsiliyyah.”
Ibnu Al-Qayyim dalam masalah amtsal dalam Alqur’an menjelaskan bahwa
“Amtsal adalah menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hukum,
mendekatkan yang rasional kepada yang inderawi, atau salah satu dari dua indera
dengan yang lain karena adanya kemiripan.” Lebih lanjut beliau mengemukakan
sejumlah contoh, yang sebagian besar contohnya berupa penggunaan tasyih sharih
(penyerupaan yang jelas), diantaranya dalam QS. Yunus ayat 24:

‫ٱَأْلْر ِض ِمَّم ا َيْأُك ُل‬ ‫ِإَّنَم ا َم َثُل ٱْلَح َيٰو ِة ٱلُّد ْنَيا َك َم ٓاٍء َأنَز ْلَٰن ُه ِم َن ٱلَّس َم ٓاِء َفٱْخ َتَلَط ِبِهۦ َنَباُت‬
‫َأْهُلَهٓا َأَّنُهْم َٰق ِد ُروَن‬
‫ٱلَّناُس َو ٱَأْلْنَٰع ُم َح َّتٰٓى ِإَذ ٓا َأَخ َذ ِت ٱَأْلْر ُض ُزْخ ُر َفَها َو ٱَّز َّيَنْت َو َظَّن‬
‫َع َلْيَهٓا َأَتٰى َهٓا َأْم ُرَنا َلْياًل َأْو َنَهاًرا َفَجَع ْلَٰن َها َحِص يًدا َك َأن َّلْم َتْغ َن ِبٱَأْلْم ِسۚ َك َٰذ ِلَك ُنَفِّص ُل‬
‫ٱْل َء اَٰي ِت ِلَقْو ٍم َيَتَفَّك ُروَن‬
7
Syaikh Manna’ Alqathan, op. cit, 2006. hlm. 354-355.
7

Artinya: “Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah


seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan
suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan
manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna
keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira
bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di
waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanaman tanamannya) laksana tanam-
tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin.
Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-
orang yang berpikir.” (Q.S. Yunus: 24).
Riwayat yang diceritakan oleh Imam Al-Baihaqi dari Abu Hurairah yang
berkata: “Rasulullah SAW, bersabda: Sesungguhnya Alqur’an itu turun dengan
lima kandungan (pokok), yaitu halal, haram, muhkam, mutasyabih, dan amtsal”.
Maka kerjakanlah yang halal, jauhilah yang haram, ikuti yang muhkam, yakinilah
yang mutasyabih, serta ambillah pelajaran dari amtsal (perumpamaan-
perumpamaan).”
Syekh Mawardi berpendapat, “Diantara disiplin ilmu Alqur’an yang paling
besar yaitu amtsal qur’an. Sayangnya banyak manusia yang lalai dengan Alqur’an
karena sibuk dengan al-amtsal dan lupa dengan al-matsulat (objek perumpamaan).
Padahal perumpamaan tanpa pelaku bagaikan kuda tanpa kendali, atau seperti unta
tanpa tali kekang.” Imam Syafi’ie berpendapat, diantara kewajiban seorang
mujtahid adalah mengetahui seluk beluk Ulumul Qur’an. Kemudian Imam Syafi’ie
berkata: “Dan wajib pula mengetahui seluk beluk amtsalul Qur’an yang
menunjukkan jalan ta’at kepada perintah Allah dan menjauhi larangan-
laranganNya”.

B. Unsur-Unsur Amtsal Al-Qur`An


Didalam matsal haruslah terdapat empat unsur yaitu:
8

1. Ada yang disempurnakan (musyabbah), yaitu sesuatu yang akan


diperumpamakan.
2. Ada asal ceritanya (musyabbah bih), yaitu sesuatu yang dijadikan
perumpamaan.
3. Ada persamaannya (wajhul musyabbah), yaitu segi perumpamaan. Ada alat
Tasybih, yaitu kaf, mitsil, kaana, dan semua lafaz yang menunjukkan makna
perserupaan. Contoh tamtsil dalam Al-Qur’an:

‫َّم َثُل ٱَّلِذ يَن َكَفُرو۟ا ِبَر ِّبِهْم ۖ َأْعَٰم ُلُهْم َك َر َم اٍد ٱْش َتَّد ْت ِبِه ٱلِّر يُح ِفى َيْو ٍم َعاِص ٍف ۖ اَّل‬
‫َيْقِد ُروَن ِمَّم ا َك َس ُبو۟ا َع َلٰى َش ْى ٍء ۚ َٰذ ِلَك ُهَو ٱلَّض َٰل ُل ٱْلَبِع يُد‬

Artinya: “Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka


adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin
kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah
mereka usahakan . Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.”
Dan contoh tersebut wajhul syabbahnya adalah “Kesia-siaan (tidak

bermanfaat) dan alat tasbihnya mengunakan kata mitsil ( ‫)مثل‬. Sedangkan


muusyabbah dan musyabbah bihnya adalah amalan orang kafir.

C. Macam-Macam Amtsal Al-Qur`An


Menurut ahli Balaghah, tamsil harus memenuhi beberapa ketentuan yaitu:
bentuk kalimatnya ringkas, isi maknanya mengena dan tepat, perumpamaannya
baik dan kinayahnya harus indah. Adapun rukun tamsil ada empat macam, yaitu:8

8
Muhammad Shalahuddin Hamid, op.cit. hlm. 317.
9

1) Wajah syabah yaitu pengertian yang dapat dipahami dari perumpamaan


tersebut, yang sama-sama ada pada musyabbah dan musyabbah bih.
2) Adat tasybih, yaitu terdiri dari kaf, mitsl, kaana, dan semua lafadz yang
menunjukkan perumpamaan.
3) Musyabbah, yaitu subyek sasaran perumpamaan. 4) Musyabbah bih, yaitu
obyek yang dijadikan perumpamaan.

Syekh Jalaluddin As-Suyuthi membagi amtsal dalam Alqur’an menjadi dua


macam, yaitu amtsal dzahir (jelas), dan amtsal khafiy (tersembunyi). Sedangkan
Manna’ Al-Qathan membaginya menjadi tiga macam, yaitu amtsal musharrahah,
amtsal kaminah, dan amtsal mursalah.
1. Amtsal musharrahah
Yaitu lafadznya jelas menggunakan kalimat mitsal atau sesuatu yang
menunjukkan perumpamaan/ penyerupaan (tasybih). Amtsal seperti ini
banyak ditemukan dalam Alqur’an, berikut beberapa contohnya:
a. Firman Allah mengenai orang munafik:

‫َم َثُلُهۡم َك َم َثِل اَّلِذ ى اۡس َتۡو َقَد َناًرا ۚ َفَلَّم ۤا َاَض ٓاَء ۡت َم ا َح ۡو َلٗه َذ َهَب ُهّٰللا ِبُن ۡو ِر ِهۡم‬
ۙ ‫ ُص ٌّۢم ُبۡك ٌم ُع ۡم ٌى َفُهۡم اَل َيۡر ِج ُع ۡو َن‬١٧ ‫َو َتَر َك ُهۡم ِفۡى ُظُلٰم ٍت اَّل ُيۡب ِص ُر ۡو َن‬
‫ َاۡو َك َص ِّيٍب ِّم َن الَّس َم ٓاِء ِفۡي ِه ُظُلٰم ٌت َّو َر ۡع ٌد َّو َب ۡر ٌۚق َيۡج َع ُل ۡو َن َاَص اِبَع ُهۡم‬١٨
‫ َيَك اُد‬١٩ ‫ِفۤۡى ٰا َذ اِنِهۡم ِّم َن الَّص َو اِع ِق َح َذ َر اۡل َم ۡو ِت ؕ َو ُهّٰللا ُمِح ۡي ٌۢط ِب اۡل ٰك ِفِر ۡي َن‬
‫اۡل َبۡر ُق َيۡخ َط ُف َاۡب َص اَر ُهۡم ؕ ُك َّلَم ۤا َاَض ٓاَء َلُهۡم َّم َش ۡو ا ِفۡي ِۙه َو ِاَذ ۤا َاۡظ َلَم َع َلۡي ِهۡم‬
‫َقاُم ۡو اؕ َو َلۡو َش ٓاَء ُهّٰللا َلَذ َهَب ِبَس ۡم ِع ِهۡم َو َاۡب َص اِر ِهۡم ؕ ِاَّن َهّٰللا َع ٰل ى ُك ِّل َش ۡى ٍء‬
٢٠ ‫َقِد ۡي ٌر‬

Artinya: “(17) Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang


menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah
10

hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka


dalam kegelapan, tidak dapat melihat. (18) Mereka tuli, bisu dan buta,
maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). (19) atau
seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap
gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak
jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan
Allah meliputi orangorang yang kafir. (20) Hampir-hampir kilat itu
menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka,
mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka,
mereka berhenti. Jika Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan
pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa
atas segala sesuatu.” (Q.S. Al-Baqarah: 17-20).
Allah juga menyebutkan kedudukan dan fasilitas orang munafik
dalam dua keadaan. Di satu sisi mereka bagaikan orang yang
menyalakan api untuk penerangan dan kemanfa’atan; mengingat mereka
memperoleh kemanfa’atan materi dengan sebab masuk Islam. Namun di
sisi lain Islam tidak memberikan pengaruh “nur”nya terhadap hati
mereka karena Allah menghilangkan cahaya (nur) yang ada dalam api
itu, “Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka” dan
membiarkan unsur “membakar” yang ada padanya. Inilah perumpamaan
mereka yang berkenaan dengan api.
Mengenai matsal mereka yang berkenaan dengan air ( ‫(الماء‬, Allah
menyerupakan mereka dengan orang yang ditimpa hujan lebat yang
disertai gelap gulita, guruh dan kilat, sehingga terkoyaklah kekuatan
orang itu dan ia meletakkan jari jemari untuk menyumbat telinga serta
memejamkan mata karena takut petir menimpanya. Ini mengingat
bahwa Qur’an dengan segala peringatan, perintah, larangan, dan
11

khithabnya bagi mereka tidak ubahnya dengan petir yang turun


menyambar.

b. Matsal ‫الماء‬dan ‫النار‬ juga digunakan untuk menggambarkan yang haq


dan yang bathil, dalam surat Ar-Ra’d ayat 17:9

ۚ‫َأنَز َل ِم َن ٱلَّس َم ٓاِء َم ٓاًء َفَس اَلْت َأْو ِدَيٌۢة ِبَقَد ِر َها َفٱْح َتَم َل ٱلَّسْيُل َز َبًدا َّراِبًيا‬
‫َو ِمَّم ا ُيوِقُد وَن َع َلْيِه ِفى ٱلَّناِر ٱْبِتَغٓاَء ِح ْلَيٍة َأْو َم َٰت ٍع َز َبٌد ِّم ْثُلُهۥۚ َك َٰذ ِلَك َيْض ِر ُب‬
‫ٱُهَّلل ٱْلَح َّق َو ٱْلَٰب ِط َل ۚ َفَأَّم ا ٱلَّز َبُد َفَيْذ َهُب ُج َفٓاًء ۖ َو َأَّم ا َم ا َينَفُع ٱلَّناَس َفَيْم ُكُث ِفى‬
‫ٱَأْلْر ِضۚ َك َٰذ ِلَك َيْض ِر ُب ٱُهَّلل ٱَأْلْم َثاَل‬
Artinya: Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka
mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu
membawa buih yang mengembang. Dan dari apa (logam) yang mereka
lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula)
buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat
perumpamaan (bagi) yang benar dan yang batil. Adapun buih itu, akan
hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi
manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah
membuat perumpamaan-perumpamaan.” (Q.S. Ar-Ra’d: 17).
Wahyu yang diturunkan Allah dari langit untuk menghidupkan
hati diserupakan dengan air hujan yang diturunkannya untuk
menghidupkan bumi dan tumbuh-tumbuhan. Hati diserupakan dengan
lembah, arus air yang mengalir di lembah akan menghanyutkan buih
dan sampah. Begitu pula hidayah dan ilmu bila mengalir di hati akan
berpengaruh terhadap nafsu syahwat, dengan menghilangkannya.
Inilah matsal ‫ الماء‬dalam firmanNya “Allah telah menurunkan air
(hujan) dari langit.” Demikianlah Allah membuat matsal bagi yang

9
Manna’ Khalil Al-Qattan,op. cit., 2011, hlm. 405.
12

haq dan yang bathil. Mengenai matsal ‫النار‬, dalam firmanNya “Dan dari
apa (logam) yang mereka lebur dalam api.”. Logam, baik emas, perak,
tembaga, maupun besi,ketika dituangkan ke dalam api, maka api akan
menghilangkan kotoran dan karat yang melekat padanya,
memisahkannya dari substansi yang dapat dimanfaatkan, sehingga
karat itu hilang dengan sia-sia. Begitu pula syahwat akan dilemparkan
dan dibuang dengan sia-sia oleh hati orang mukmin seperti arus air
menghanyutkan sampah atau api yang melemparkan karat logam.
Menurut As-Suyuthi10 firman Allah “Allah telah menurunkan air
(hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut
ukurannya”. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan melalui jalur ‘Ali, dari
Ibnu Abbas yang berkata: “Ayat ini merupakan perumpamaan tentang
hati yang mengemban (suatu beban) menurut ukuran keyakinan atau
keraguannya. Dalam hal ini, ayat “Adapun buih itu, akan hilang
sebagai sesuatu yang tak ada harganya…” merupakan sebuah
perumpamaan tentang keraguan (syakk). Sedangkan ayat “adapun
yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi”
merupakan perumpamaan tentang keyakinan. Kemudian sebagaimana
halnya perhiasan yang dimasukkan ke dalam api, yang murni akan
diambil, sedangkan kerak atau kotorannya akan ditinggalkan dalam
api; demikian pula Allah hanya akan menerima keyakinan dan akan
meninggalkan keraguan.” Selanjutnya dalam sebuah riwayat, Imam
‘Atha’ menegaskan bahwa ayat tersebut mengandung perumpamaan
yang dibuat oleh Allah bagi Mukmin dan kafir.

2. Amtsal kaminah
Yaitu perumpamaan yang tidak disebutkan dengan jelas (samar), atau yang
didalamnya tidak disebutkan dengan jelas lafadz tamsil, tetapi ia
10
Syaikh Manna’ Alqathan, op. cit, 2006. hlm. 357.
13

menunjukkan makna yang indah, menarik, dalam redaksinya singkat padat,


dan mempunyai pengarh tersendiri bila dipindahkan kepada yang serupa
dengannya11. Contoh diantaranya:

1) Ayat-ayat yang senada dengan suatu ungkapan ‫األمور‬ ‫خير الوسط‬


(sebaik- baik urusan adalah pertengahannya), yaitu:
a) Firman Allah mengenai sapi betina yang artinya:
“…sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda;
pertengahan antara itu…” (Q.S. Al-Baqarah: 68).
b) FirmanNya tentang nafkah:
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu)
di tengah-tengah antara yang demikian” (Q.S. Al-Furqaan:67).
c) FirmanNya mengenai shalat:
“Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama
yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaulhusna (nama-
nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam
salatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah
di antara kedua itu". (Q.S. Al-Isra’: 110).
d) FirmanNya mengenai infaq: “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu
terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya
karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (Q.S. Al-Isra’: 29).

2) Ayat yang senada dengan perkataan ‫ )ليس كالمعاينة الخبر‬Kabar itu tidak
sama dengan menyaksikan sendiri), seperti firman Allah tentang Ibrahim
dalam surat Al-Baqarah ayat 260:

11
Muhammad Ibn ‘Alawi Al-Maliki Al-Hasani, Samudra Ilmu-ilmu Alqur’an: Ringkasan Kitab
AlItqan Fi Ulum Alqur’an Karya Al-Imam Jalal Al-Din Al-Suyuthi, (Bandung: Mizan Pustaka,
2003), cet.1, hlm. 249.
14

‫َو ِاۡذ َقاَل ِاۡب ٰر ٖه ُم َر ِّب َاِر ِنۡى َك ۡي َف ُتۡح ِى اۡل َم ۡو ٰت ىؕ َق اَل َاَو َلۡم ُت ۡؤ ِم ۡن ؕ َق اَل َبٰل ى‬
ؕ ‫…َو ٰل ـِكۡن ِّلَيۡط َم ِٕٮَّن َقۡل ِبۡى‬....”
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku,
perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang
mati". Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu?" Ibrahim menjawab:
"Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan
imanku)” …;

3) Ayat yang senada dengan perkataan ‫)كما تدان تدين‬ Sebagaiman kamu
telah menghutangkan, maka kamu akan dibayar), contohnya dalam surat
An-Nisa’ ayat 123, yang artinya:
“(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong
dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barang siapa yang
mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan
itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya
selain dari Allah.”

4) Ayat yang senada dengan perkataan ‫)مرتين جحر من المؤمن اليلدغ‬


Orang Mukmin tidak disengat dua kali dari lubang yang sama),
contohnya firman Allah melalui lisan Ya’qub dalam surat Yusuf ayat 64
yang artinya:
“Berkata Yakub: "Bagaimana aku akan mempercayakannya (Bunyamin)
kepadamu, kecuali seperti aku telah mempercayakan saudaranya (Yusuf)
kepada kamu dahulu?". Maka Allah adalah sebaik-baik Penjaga dan Dia
adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.”
3. Amtsal mursalah
yaitu kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafadz tasybih secara
jelas, tetapi kalimat-kalimat tersebut berlaku sebagai matsal. Beberapa
contoh diantaranya:
15

 Q.S. An-Najm ayat 58:


‫َلْيَس َلَها ِم ن ُد وِن ٱِهَّلل َك اِش َفٌة‬
Artinya:” Tidak ada yang akan menyatakan terjadinya hari itu selain
Allah.”

 Q.S. Al-Maidah ayat 100:

‫ُقل اَّل َيْسَتِو ى ٱْلَخ ِبيُث َو ٱلَّطِّيُب َو َلْو َأْع َجَبَك َك ْثَر ُة ٱْلَخ ِبيِثۚ َفٱَّتُقو۟ا ٱَهَّلل َٰٓيُأ۟و ِلى‬
‫ٱَأْلْلَٰب ِب َلَع َّلُك ْم ُتْفِلُحوَن‬
Artinya: “Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik,
meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah
kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat
keberuntungan."
Para ulama berbeda pendapat tentang ayat-ayat yang mereka namakan
amtsal mursalah, apa atau bagaimanakah hukum mempergunakannya
sebagai matsal?12
Pertama, sebagian ahli ilmu memandang hal demikian sebagai telah
keluar dari adab Alquran. Berkata Ar-Razi ketika menafsirkan surat Al-
Kafirun ayat 6:

٦ ‫َلُك ْم ِد يُنُك ْم َو ِلَى ِد يِن‬


Artinya: “Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku".
“Sudah menjadi tradisi orang, menjadikan ayat ini sebagai matsal (untuk
membela, membenarkan perbuatannya) ketika ia meninggalkan agama,
padahal hal demikian tidak dibenarkan. Sebab Allah menurunkan
Alqur’an bukan untuk dijaikan matsal, tetapi untuk direnungkan dan
diamalkan isi kandungannya.” Demikian menurut Ar-Razi.

12
Manna’ Khalil Al-Qattan,op. cit., 2011, hlm. 407.
16

Kedua, ulama lain berpendapat, tak ada halangan bila seseorang


mempergunakan Alqur’an sebagai matsal dalam keadaan sungguh-
sungguh. Misalnya, ia merasa sangat sedih dan berduka karena tertimpa
bencana, sedangkan sebab-sebab tersingkapnya bencana itu telah terputus
dari manusia, lalu ia mengatakan:
‫َلْيَس َلَها ِم ن ُد وِن ٱِهَّلل َك اِش َفٌة‬

Artinya: “Tidak ada yang akan menyatakan terjadinya hari itu selain
Allah.” (Q.S. An-Najm: 58).
Atau ia diajak berbicara oleh penganut ajaran sesat yang berusaha
membujuknya agar mengikuti ajaran mereka, maka ia menjawab:
“Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku” (Q.S.Al-Kafirun: 6).
“Tetapi berdosa besar bagi seseorang yang dengan sengaja berpura-pura
pandai lalu dia menggunakan Alqur’an sebagai matsal, sampai-sampai ia
terlihat bagai sedang bersenda gurau.”13

D. SHIGHAT AMTSAL AL-QUR’AN


Sighat Amtsalil Qur’an terdiri dari beberapa bentuk :
a. Sighat tasybih yang jelas (tasybih ash-sharih),
yaitu sighat atau bentuk perumpamaan yang jelas, didalamnya terungkap kata-
kata mastsal (perumpamaan). Contohnya seperti ayat 24 surah Yunus: Artinya
“Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu adalah seperti air
(hujan) yang kami turunkan dari langit.” Dalam ayat tersebut jelas tampak
adanya lafal al-matsal yang berarti perumpamaan.
b. Sighat tasybih yang terselubung (tasybih adh-dhimni),
yaitu sighat atau bentuk perumpamaan yang terselubung atau tersembunyi, di
dalam perumpamaan itu tidak terdapat kaa al-amtsal, tetapi perumpamaan itu
diketahui dari segi artinya.
13
Manna’ Khalil Al-Qattan,op. cit., 2011, hlm. 408.
17

Contoh QS. Al Hujarat ayat 12 yang berarti: “Dan janganlah sebagian dari
kalian menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kalian
memakan daging saudaranya yang sudah mati ? maka tentulah kalian merasa
jijik kepadanya.”
Dalam ayat tersebut tidak terdapat kata-kata al-matsal (perumpamaan), tetapi
arti itu jelas menerangkan perumpaman, yaitu mengumpamamakan
menggunjing orang lain yang disamakan dengan makan daging bangkai teman
sendiri.
c. Sighat majaz mursal,
yaitu sighat dengan bentuk perumpamaan yang bebas, tidak terikat dengan
asal ceritanya. Contohya seperti dalam ayat 73 Surat Al_hajj yang artinya:
“Hai manusia, telah dibuat perumpamaan maka dengarkanlah olehmu
perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kalian seru selain Allah sekali –
kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu untuk
menciptakanya. Dan jika lalat-lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah
mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahnya yang
menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.”
d. sighat majaz Murakkab,
yaitu sighat dengan bentuk perumpamaan ganda yang segi persamaanya
diambil dari dua hal yang berkaitan, dimana kaitanya adalah perserupamaan
yang telah biasa digunakan dalam ucapan sehari-hari yang berasal dari
isti’arah tamtsiliyah. Contohnya seperti melihat orang yang ragu-ragu akan
pergi atau tidak, maka diucapkan saya lihat kamu itu maju mundur saja.
Dalam al-qur’an contohnya seperti dalam QS Al – jumu’ah ayat 5: “seperti
keledai yang membawa buku tebal-tebal” disini keadaan keledai yang tidak
bisa memanfaatkan buku dengan baik, padahal dia yang membawa buku yang
tebal-tebal itu.
e. Sighat isyti’arah tamtsisiliyyah,
18

dengan bentuk perumpamaan sampiran atau lirik bentuk ini hamper sama
dengan majas murokkab, karena memang merupakan asalnya. Contohnya
seperti sebelum memanah harus dipenuhi tempat anak panahnya. Contohnya
dalam al-qur’an seperti dalam ayat 24 QS Yunus yang artinya “Seakan-akan
belum pernah tumbuh kemarin”.

E. KEGUNAAN AMTSAL AL-QUR’AN


Ada beberapa faedah-faedah mempelajari Amtsal dalam Alqur’an, antara
lain:
1. Menonjolkan/menampilkan sesuatu yang ma’qul (yang hanya bisa dijangkau
akal, abstrak) dalam bentuk konkrit yang dapat dirasakan indera manusia,
sehingga akal mudah menerimanya, sebab pengertian-pengertian abstrak tidak
akan tertanam dalam benak kecuali jika ia dituangkan dalam bentuk inderawi
yang dekat dengan pemahaman. Misalnya, dalam surat AlBaqarah ayat 264
Allah membuat perumpamaan bagi keadaan orang yang menafkahkan harta
dengan riya’, dimana ia tidak akan mendapatkan pahala sedikitpun dari
perbuatanya itu. 14

‫ٰۤي‬
‫ـَاُّيَها اَّلِذ ۡي َن ٰا َم ُنۡو ا اَل ُتۡب ِط ُلۡو ا َص َد ٰق ِتُك ۡم ِباۡل َم ِّن َو اَاۡلٰذ ۙى َك اَّلِذ ۡى ُيۡن ِفُق َم اَلٗه ِر َئٓاَء‬
‫الَّناِس َو اَل ُيۡؤ ِم ُن ِباِهّٰلل َو اۡل َيۡو ِم اٰاۡل ِخ ِر ؕ َفَم َثُلٗه َك َم َثِل َص ۡف َو اٍن َع َلۡي ِه ُتَر اٌب َفَاَص اَبٗه‬
‫َو اِبٌل َفَتَر َك ٗه َص ۡل ًدا ؕ اَل َيۡق ِدُر ۡو َن َع ٰل ى َشۡى ٍء ِّمَّم َك َس ُبۡو ا َؕوُهّٰللا اَل َيۡه ِد ى اۡل َقۡو َم‬
٢٦٤ ‫اۡل ـٰك ِفِر ۡي َن‬

Artinya: “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala)


sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima),
seperti orang yang menafkahkan hartanya karena ria kepada manusia dan dia

14
Muhammad Al-Khidr Husain, Balaghatul Qur’an, hlm. 33
19

tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu
seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan
lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai
sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang kafir.
2. Dapat mengungkapkan kenyataan dan mengkonkritkan hal-hal yang abstrak.
3. Mengumpulkan/ menghimpun makna yang menarik lagi indah dalam satu
ungkapan yang singkat dan padat, seperti amtsal kaminah dan amtsal mursalah
dalam ayat-ayat diatas.
4. Mendorong orang yang diberi matsal untuk berbuat sesuai isi matsal, jika ia
merupakan sesuatu yang disenangi jiwa. Misalnya, Allah membuat matsal bagi
keadaan orang yang menafkahkan harta di jalan Allah, dimana hal itu akan
memberikan kepadanya kebaikan yang banyak. Perumpamaan ini tertuang
dalam surat Al-Baqarah ayat 261:

‫َم َث ُل ا َّلِذ يَن ُيْن ِف ُقوَن َأْم َو ا َل ُه ْم ِف ي َس ِب ي ِل ال َّلِه َك َم َث ِل َح َّبٍة َأْن َب َتْت َسْبَع َس َن ا ِبَل‬
‫ِف ي ُك ِّل ُس ْن ُب َلٍة ِم اَئ ُة َح َّبٍة ۗ َو ال َّلُه ُيَض ا ِع ُف ِل َم ْن َي َش ا ُء ۗ َو ال َّلُه َو ا ِس ٌع َع ِل ي ٌم‬

Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang


menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
5. Menjauhkan dan menghindarkan dari perbuatan tercela, jika isi matsal berupa
sesuatu yang dibenci jiwa. Misalnya firman Allah tentang larangan bergunjing
dalam surat Al-Hujurat ayat 12:
20

‫َي ا َأُّيَه ا ا َّلِذ يَن آ َم ُنوا ا ْج َت ِنُبوا َك ِث ي ًر ا ِم َن ال َّظ ِّن ِإ َّن َبْعَض ال َّظ ِّن ِإ ْث ٌم ۖ َو اَل‬
‫َت َج َّسُس وا َو اَل َي ْغ َت ْب َبْعُض ُك ْم َبْعًض اۚ َأ ُيِح ُّب َأ َح ُد ُك ْم َأ ْن َي ْأ ُك َل َل ْح َم َأ ِخ ي ِه َم ْي ًتا‬
ٌ‫َف َك ِر ْه ُتُم و ُهۚ َو ا َّتُقوا ال َّلَه ۚ ِإ َّن ال َّلَه َت َّو ا ٌب َر ِح يم‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,


sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu
menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa
jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima tobat lagi Maha Penyayang.”
6. Untuk memuji orang yang diberi matsal. Seperti firman Allah tentang para
sahabat dalam surat Al-Fath ayat 29:

ۖ ‫ُم َح َّم ٌد َر ُس و ُل ال َّل ِه ۚ َو ا َّل ِذ يَن َم َع ُه َأ ِش َّدا ُء َع َل ى ا ْل ُك َّف ا ِر ُر َح َم ا ُء َبْي َن ُه ْم‬


‫َت َر اُه ْم ُر َّك ًع ا ُس َّج ًدا َيْب َت ُغ وَن َف ْض اًل ِم َن ال َّل ِه َو ِر ْض َو ا ًن اۖ ِس ي َم اُه ْم ِف ي‬
‫َٰذ‬
‫ُو ُج و ِه ِهْم ِم ْن َأَث ِر ال ُّس ُج و ِد ۚ ِل َك َم َث ُلُه ْم ِف ي ال َّتْو َر ا ِة ۚ َو َم َث ُلُه ْم ِف ي ا ِإْل ْن ِج ي ِل‬
‫َكَز ْر ٍع َأ ْخ َر َج َش ْطَأُه َف آَز َر ُه َف ا ْس َت ْغَل َظ َف ا ْس َت َو ٰى َع َل ٰى ُس و ِقِه ُيْع ِج ُب ال ُّز َّر اَع‬
‫ِلَيِغ يَظ ِبِهُم ا ْل ُك َّف ا َر ۗ َو َع َد ال َّل ُه ا َّل ِذ يَن آ َم ُن وا َو َع ِم ُل وا ال َّص ا ِلَح ا ِت ِم ْن ُه ْم‬
‫َم ْغ ِفَر ًة َو َأ ْج ًر ا َع ِظ ي ًم ا‬
Artinya: “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama
dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang
sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan
keridaanNya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.
Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil,
yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan
21

tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya;
tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin).
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.”
Demikianlah keadaan para sahabat, pada mulanya mereka hanya golongan
minoritas, kemudian tumbuh berkembang hingga keadaannya semakin kuat
dan mengagumkan hati karena kebesaran mereka.
7. Dengan matsal tersebut, untuk menggambarkan sesuatu yang mempunyai sifat
yang dipandang buruk oleh orang banyak. Misalnya perumpaman tentang orang
yang dikaruniai Kitabullah tetapi ia tersesat jalan hingga ia tidak
mengamalkannya, diterangkan dalam surat Al-A’raaf ayat 175-176:

‫و َا ْت ُل َع َلْي ِهْم َن َب َأ ا َّل ِذ ي آَت ْي َن ا ُه آ َي ا ِت َن ا َف ا ْن َس َلَخ ِم ْن َه ا َف َأْت َبَع ُه الَّش ْي َط اُن َف َك اَن‬
١٧٥ ‫ِم اْل َغا ِو ين‬
‫َٰل‬
‫َو َل ْو ِش ْئ َن ا َل َر َف ْع َن ا ُه ِب َه ا َو ِك َّن ُه َأ ْخ َل َد ِإ َل ى ا َأْل ْر ِض َو ا َّتَب َع َه َو ا ُهۚ َفَم َث ُل ُه َك َم َث ِل‬
‫ا ْل َك ْل ِب ِإ ْن َت ْح ِم ْل‬
‫َٰذ‬
‫َع َلْي ِه َي ْل َه ْث َأ ْو َتْت ُر ْك ُه َي ْل َه ْث ۚ ِل َك َم َث ُل ا ْل َق ْو ِم ا َّل ِذ يَن َك َّذ ُبوا ِب آ َي ا ِت َن اۚ َف ا ْق ُص ِص‬
‫ا ْل َق َص‬
‫َل َع َّلُه ْم َي َت َف َّك ُر و‬
Artinya: “(175) Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami
berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian
dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia
tergoda),maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. (176) Dan kalau
Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-
ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang
rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya
22

diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya


(juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat
Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir.”

8. Untuk memberikan rasa berkesan dan membekas dalam jiwa, karena amtsal
lebih efektif dalam memberikan nasehat, lebih kuat dalam memberikan
peringatan, dan lebih dapat memuaskan hati. Diantaranya, Allah banyak
menyebut amtsal di dalam Alqur’an untuk peringatan dan pelajaran. Allah
berfirman dalam surat Az-Zumar ayat 27:

َ‫َو َلَق ْد َض َر ْب َن ا ِل ل َّنا ِس ِف ي َٰه َذ ا ا ْل ُقْر آ ِن ِم ْن ُك ِّل َم َث ٍل َل َع َّلُه ْم َي َت َذ َّك ُر ون‬

Artinya: “Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Qur'an ini

setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran.” Juga firman

Allah dalam surat Al-‘Ankabuut ayat 43:

‫َو ِت ْل َك ا َأْلْم َث ا ُل َن ْض ِر ُبَه ا ِل ل َّنا ِس ۖ َو َم ا َيْع ِق ُلَه ا ِإ اَّل ا ْل َع ا ِل ُم وَن‬

Artinya: “Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia;

dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.”


BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Menurut ulama ahli tafsir, amtsal adalah “Menampakkan pengertian yang
abstrak dalam ungkapan yang indah, singkat dan menarik, yang mengena dalam jiwa,
baik dengan bentuk tasybih maupun majaz mursal.”

Amtsal dalam Alqur’an mengandung makna tasybih, yaitu penyerupaan


sesuatu dengan sesuatu yang serupa lainnya, dan membuat setara antara keduanya
dalam hukum.

Tujuan dibuatnya perumpamaan (tamsil) dalam Alqur’an adalah agar manusia


mau melakukan kajian terhadap kandungan Alqur’an, termasuk untuk mengambil
pelajaran dari kejadian yang dialami oleh umat-umat yang lampau.

Tidak ada satu kitab pun didunia ini yang mampu membuat tamsil yang
kesempurnaannya sebanding dengan Alqur’an, apalagi melebihi Alqur’an. Tamsil
yang dibuat Alqur’an mampu menembus waktu dan tabir alam, yang bersifat rasional
dan ilmiah.

Syekh Jalaluddin As-Suyuthi membagi amtsal dalam Alqur’an menjadi dua


macam, yaitu amtsal dzahir (jelas), dan amtsal khafiy (tersembunyi). Sedangkan
Manna’ Al-Qathan membaginya menjadi tiga macam, yaitu amtsal musharrahah,
amtsal kaminah, dan amtsal mursalah.

Faedah-faedah mempelajari amtsal Alqur’an, diantaranya: sebagai ungkapan


pengertian yang abstrak dengan bentuk konkrit yang dapat ditangkap indera manusia,
dapat mengungkapkan kenyataan daan mengkonkritkan hal-hal yang abstrak, dapat
mengumpulkan makna-makna yang indah dan menarik dalam ungkapan yang singkat
dan padat, mendorong agar giat dan rajin beramal serta melakukan hal-hal yang
menarik dalam Alqur’an, menghindari dari perbuatan yang tercela, sebagai pujian

23
24

atau celaan bagi yang diperumpamakan, dan untuk menciptakan rasa yang berkesan
serta membekas dalam jiwa.

Para ulama tidak menyukai penggunaan ayat-ayat Alqur’an sebagai matsal.


Mereka tidak memandang perlu bahwa orang harus membacakan sesuatu ayat matsal
dalam Kitabullah ketika ia menghadapi urusan duniawi. Hal ini demi menjaga
keagungan Alqur’an dan kedudukannya dalam jiwa orang-orang mukmin.

Dasar pengembangan ilmu amtsalul qur’an adalah hadits Rasul yang


diriwayatkan oleh Baihaqi: “Sesungguhnya Alqur’an diturunkan atas lima cara, 1.
Halal, 2. Haram, 3. Muhkam, 4. Mutasyabih, 5. Amtsal. Oleh karena itu pelajari yang
halal dan hindari yang haram, ikuti yang muhkam dan berimanlah dengan
mutasyabih, dan ambil pelajaran dari amtsal” (HR. Baihaqi).

B. Saran

Bagi setiap mahasiswa agar memperhatikan pembelajaran khususnya mata


kuliah ulumul qur`an, agar bisa lebih memahami isi kandungan alqur`an itu sendiri
dan bisa jadi orang yang bermanfaat bagi umat muslim.
25

DAFTAR PUSTAKA
Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu Alqur’an, Jakarta: Amzah, 2005.

Departemen Agama, Al-Hikmah: Alqur’an dan terjemahannya, Bandung:

Diponegoro, 2005.

Fuad Kauma, Tamsil Alqur’an: Memahami Pesan-pesan Moral dalam Ayat-ayat

Tamsil, cet. 1, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000.

Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Alqur’an (Mabahits fi ‘Ulumul Qur’an),

penerj. Mudzakir,AS., cet. 14, Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2011.

Mana’ul Quthan, Pembahasan Ilmu Alqur’an 2, penerj. Halimuddn S.H., cet. 1,

Jakarta: Rineka Cipta, 1995.

Muhammad Ibn ‘Alawi Al-Maliki Al-Hasani, Samudra Ilmu-ilmu Alqur’an:

Ringkasan Kitab Al-Itqan Fi Ulum Alqur’an Karya Al-Imam Jalal Al-Din

Al-Suyuthi, cet. 1, Bandung: Mizan Pustaka, 2003.

Muhammad Al-Khidr Husain, Balaghatul Qur’an.

Muhammad Shalahuddin Hamid, Study Ulumul Qur’an, Jakarta: Intimedia, 2002.

Sofyan Efendi, Hadits Web: Kumpulan & Referensi Belajar Hadits,

=lihathadits&id=50.

Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Alqur’an, cet. 1, penerj. H.

Aunur Rafiq El-Mazni, Lc., Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006.

Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Pustaka Litera AntarNusa,

Jakarta, 2001,

Anda mungkin juga menyukai