Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Qashah dan Amsal

Dosen Pengampu: Dr. Masyhadi M.Ag.

Disusun Oleh:
Muhammad Arif
Bahrul Wafy
Ice Trisnawati

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PASCASARJANA INSTITUT PESANTREN KH. ABDUL CHALIM
PACET MOJOKERTO
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji terucap kepada dzat yang maha Ghofur, yang telah memberikan kami
kesempatan dan kesehatan untuk menyusun makalah ini dengan baik. Tak lupa Shalawat
beserta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang telah
menyelamatkan kita dari zaman yang penuh dengan kejahiliyaan hingga zaman sekarang ini
dengan penuh keislaman.

Makalah ini dibuat untuk menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah ulumul quran.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai Qashah dan Amsal Makalah ini diharapkan akan
membantu menunjang pembelajaran mahasiswa.

Penyusun juga sangat berterima kasih kepada seluruh komponen yang telah
membantu dan mendukung dalam pembuatan makalah ini. Penulis sangat menyadari,
barangkali dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kesalahan. Oleh karena itu,
penyusun memohon kritik dan sarannya untuk membuat makalah ini menjadi lebih baik dan
bermanfaat.

Pacet 11 November 2023

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Allah Swt, menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad Saw yang mengandung
tuntunan-tuntunan bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat, serta
kebahagiaan lahir dan batin. Selain menggunakan cara yang langsung, yaitu berbentuk
perintah dan larangan, adakalanya tuntunan tersebut disampaikan melalui kisah-kisah, dengan
tujuan untuk menjelaskan bantahan terhadap kepercayaan-kepercayaan yang salah dan
bertahan terhadap setiap bujukan untuk berbuat ingkar serta menerangkari prinsip-prinsip
Islamiyah dalam berdakwah. Kisah-kisah tersebut memakan tempat yang tidak sedikit dari
keseluruhan ayat-ayat Al-Qur’an. Bahkan, banyak pula surat yang dikhususkan untuk kisah
semata, seperti surat Yusuf (12) Al-Anbiya (21), Al-Qashash (28), dan surat Nuh (71).1
Al-Qur’an pun tidak hanya memuat masalah kehidupan dunia yang diindera, tetapi
juga memuat kehidupan akhirat dan hakikat lainnya yang memiliki makna dan tujuan ideal
yang tidak dapat diindera dan berada di luar pemikiran akal manusia. Pembicaraan yang
terakhir ini dituangkan dalam bentuk kata yang indah, mempesona, dan mudah dipahami.
Yang dirangkai dalam untaian perumpamaan dengan sesuatu yang telah diketahui.secara
yakin, yang dinamai tamtsil (perumpamaan) itu. Hal ini merupakan bagian gaya bahasa Al-
Qur’an.2
Tamtsil (membuat perumpamaan) merupakan gaya bahasa yang dapat menampilkan
pesan yang berbekas pada hati sanubari. Muhammad Hujazi menyatakan bahwa bentuk
amtsal yang merupakan inti sebuah kalimat yang sangat berdampak bagi jiwa dan berbekas
bagi akal. Oleh karena itu, Allah membuat perumpamaan bagi manusia dapat memikirkan
dan memahami rahasia serta isyarat yang terkandung di dalamnya.3

B. Rumusan Masalah
1
Oom Mukarromah Ulumul Quran (Jakarta: Rajawali Pers, 2013). Cet. I hlm 51.
2
Akhmad Muzakki, Statistika Al-Qur’an: Gaya Bahasa Al-Qur’an dalam Konteks Komunikasi,
(Malang: UIN Malang Press, 2009), cet I, hlm. 36.
3
Oom Mukarromah Ulumul Quran. hlm 67.
1. Apa itu Qashah dan Amsal dalam Ulumul Qur’an?
2. Bagaimana Kisah Budaya Arab Jahiliyah dalam Ulumul Qur’an?
3. Bagaimana Ungkapan Kisah dalam Ulumul Qur’an?
C. Tujuan Penulisan Makalah
1. Mendeskripsikan Qashah dan Amsal dalam Ulumul Qur’an
2. Mengetahui kisah budaya Arab Jahiliyah dalam Ulumul Qur’an
3. Mengetahui Ungkapan kisah dalam Ulumul Qur’an.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Qashah
Qashah berasal dari kata “al-qashashu” yang berarti mencari atau mengikuti jejak.
Dikatakan, “qashashu atsarahu” artinya, “saya mengikuti atau mencari jejaknya.” Kata “al-
qashash” adalah bentuk masdar. Seperti firman Allah : (QS. Al-Kahfi; 64):
‫َقاَل َذِلَك َم ا ُك َّنا َنْبِغ َفاْر َتَّدا َعَلى آَثاِر َمِها َقَصًص ا‬
Artinya:
Musa berkata: “Itulah (tempat) yang kita cari”. lalu keduanya kembali, mengikuti jejak
mereka semula.

Maksudnya, kedua orang dalam ayat itu kembali lagi untuk mengikuti jejak dari mana
keduanya itu datang.4
Al-Qashash dalam al-Qur’an sudah pasti dan tidak fiktif, sebagaimana yang ditegaskan
al-Qur’an QS. Ali Imran (3) ayat 62:
‫ِإَّن َه َذ ا ُهَلَو اْلَق َصُص اَحْلُّق َو َم ا ِم ْن ِإَلٍه ِإاَّل الَّلُه َو ِإَّن الَّلَه ُهَلَو اْلَعِز يُز اَحْلِكيم‬
Artinya :
Sesungguhnya ini adalah kisah-kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah)
selain Allah: dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana5

Menurut bahasa kata Qashash jamak dari Qishah, artinya kisah, cerita, berita atau
keadaan. Sedangkan menurut istilah Qashahul Qur’an ialah kisah-kisah dalam al-Qur’an
tentang para Nabi dan Rasul mereka, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa
lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.6
Namun secara terminologi, pengertian Qashahul Qur’an adalah kabar-kabar dalam
al-Qur’an yang bermakna urusan, berita, kabar maupun keadaan. Dalam al-Qur’an itu sendiri
kata qashash bisa memiliki arti mencari jejak atau peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. 7
Manna al-Khalil al-Qathtan mendefinisikan Qishahul Qur’an sebagai pemberitahuan al-
Qur’an tentang hal ihwal umat-umat dahulu dan para nabi, serta peristiwa-peristiwa yang
terjadi secara empiris. Sesungguhnya al-Qur’an banyak memuat peristiwa peristiwa masa
lalu, sejarah umat-umat terdahulu, Negara, perkampungan dan mengisahkan setiap kaum

4
Manna’ Al-Qatthan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kautsar: 2011),
cet.V, hlm 386-387.
5
Ajahari, Ulumul Qur’an (ILMU-ILMU ALQURAN), (Yogyakarta, Aswaja Pressindo: 2018), cet I
Hlm 176.
6
Ajahari, Ulumul Qur’an (ILMU-ILMU ALQURAN), hlm 177.
7
Ajahari, Ulumul Qur’an (ILMU-ILMU ALQURAN)
dengan cara shuratun-nathiqah (artinya seolah-olah pembaca kisah tersebut menjadi Pelaku
sendiri yang menyaksikan peristiwa itu).8
B. Amtsal
Amtsal adalah bentuk jamak dari kata matsal (perumpamaan) atau mitsil (serupa),
sama halnya dengan kata syabah atau syabih. Karena itu dalam ilmu balaghah, pembahasan
yang sama ini lebih dikenal dengan istilah tasybih, bukan amtsal. Dalam pengertian bahasa
(etimologi) amtsal menurut Ibn al-Farits adalah persamaan dan perbandingan sesuatu dengan
sesuatu yang lain. Atau menurut al-Asfahani, amtsal berasal dari kata al-mutsul, yakni al-
intisab (asal, bagian). Matsal berarti mengungkapkan perumpamaan.9
Amtsal menurut pengertian istilah (terminologi) dirumuskan oleh para ulama dengan
redaksi yang berbeda-beda sebagai berikut:
1. Menurut Rasyid Ridha
Amtsal adalah kalimat yang digunakan untuk memberi kesan dan menggerakkan hati
nurani. Bila didengar terus, pengaruhnya akan menyentuh lubuk hati yang paling dalam.10
2. Menurut Ibn al-Qayyim
‫تشبيه شيء بشيء يف حكمه وتقريب املعقول من احملسوس أو أحد احملسوس من االخر واعتبار أحد مها باألخر‬

“Menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hukum-Nya, mendekatkan sesuatu
yang abstrak dengan sesuatu yang konkret, atau salah satu dari keduanya dengan yang
lainnya”.11
3. Menurut Muhammad Bakar Ismail
Amtsal Al-Qur’an adalah mengumpamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, baik
dengan jalan isti’arah, kinayah, atau tasybih.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, baik secara bahasa maupu istilah, dapat
disimpulkan bahwa amstal al-quran adalah menampilkan sesuatu yang hanya ada dalam
fikiran (abstrak) dengan deskripsi sesuatu yang dapat diindera (konkret), melalui
pengungkapan yang indah dan mempesona, baik dengan jalan tasybih, isti’arah, kinayah, atau
mursal.

C. Kisah Budaya Arab Jahiliyah


8
Ajahari, Ulumul Qur’an (ILMU-ILMU ALQURAN), hlm 177, mengutip dalam kitab Mahabits fi
Ulumul Quran,karya Manna’ Khalil al- Qatthan (tt Masyurah al-Asyr: 1073), hlm. 306.
9
Oom Mukarromah Ulumul Quran (Jakarta: Rajawali Pers, 2013). Cet. I hlm 68.
10
Oom Mukarromah Ulumul Quran hlm 68.
11
Oom Mukarromah Ulumul Quran hlm 68.
Masyarakat Arab pra islam dikenal dengan masyarakat jahiliyah. Sebutan era
jahiliyah merupakan sebutan kondisi sosial yang mengalami kebangkrutan, karena disamping
memiliki label jahiliyah atau “aspek kehidupan negatif”, ternyata masyarakat Arab sebelum
Islam masih menyisakan kehidupan positif. Bangsa Arab pra Islam memiliki kebangkrutan
dalam bidang spiritual karena mereka terjebak pada sesembahan yang materialistik dengan
membuat patung dijadikan sebagai berhala untuk sesembahan mereka. Peradaban bangsa
Arab pra-Islam, yang disebut periode Jahiliyah, adalah bukti dari adanya sebuah kebudayaan
Arab yang mendahului datangnya kebudayaan Islam.12

Silih bergantinya peradaban di wilayah Arab sebagai tentu mempengaruhi


masyarakatnya dalam berbagai aspek kebudayaannya. begitupun dengan masyarakat Arab.
Salah satunya ialah masyarakat Arab "Jahiliyah" atau zaman yang dikenal dengan adanya
kemerosotan moral dan spiritual, jika dibandingkan dengan zaman setelahnya saat turunnya
wahyu ilahiyah. Zaman yang seakan menjelaskan kondisi Arab pada saat itu disebabkan
besarnya perbedaan mengenai kebiasaan-kebiasaan orang Arab sebelum dan setelah islam
datang, Mengetahui kondisi masyarakat Arab sebelum islam datang, dimana istilah
"jahiliyah" sering dipakai para penulis sejarah Arab untuk mendeskripsikan masa itu.
Penyebutan jahiliah pun identik dengan keadaan sebelum diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam. Saat itu disebutkan manusia berada dalam kesesatan, penyimpangan, dan
kekufuran.

penyematan kata jahiliyah pada masyarakat Arab pra-Islam bukanlah karena mereka
adalah orang-orang bodoh dalam arti buta huruf dan tidak mengenal pengetahuan sama
sekali. Akan tetapi disebabkan mereka tidak mengetahui hakikat kebenaran dan tidak
mengenal Tuhan yang layak disembah. Lebih jauh lagi, mereka melakukan perbuatan yang
sama seperti tabiat orang-orang bodoh, seperti: intoleran, keras hati, sukar berlapang
dada,emosional, suka membanggakan diri, menghina, cepat marah, dan gemar bermusuhan
bangsa arab pra-Islam pada masa itu, dikenal jauh dari berperadaban bahkan jauh dari kata
manusiawi13

Peradaban bangsa Arab pra-Islam, yang disebut periode Jahiliyah, adalah bukti dari
adanya sebuah kebudayaan Arab yang mendahului datangnya kebudayaan Islam. Periode
tersebut menyaksikan puncak sebuah peradaban tersendiri di kawasan antara kedua imperium
12
Khairul Faizin, Dialog Islam Budaya: Merumuskan Sikap Islam Terhadap Budaya Lokal, Jurnal Al-
Irfani Studi Al-Qur’an Dan Tafsir, Vol.2 , No.2 (2021), h. 98
13
Mohammad Zaenal Arifin, Dialektika Al-Qur’an Dengan Konteks Masyarakat Arab Jahiliyah, Al-
Fikriah, Vol.2, No.2 (2022),h. 143
Byzantium dari Asia Kecil dan imperium Sasan dari Persia. Sebagai kawasan yang terjepit
antara dan harus melayani kepentingan keduanya, peradaban Arab telah melahirkan
bangunan kebudayaannya sendiri. Kebudayaan tersebut telah mengambil unsur-unsur
kebudayaan kedua imperium itu maupun dari kebudayaan-kebudayaan lain yang telah
berkembang di kalangan “bangsa-bangsa lama” yang menduduki daerah sekitarnya, seperti
kebudayaan Yahudi, kebudayaan wilayah Mesopotamia (bekas-bekas peninggalan bangsa
Sumeria maupun Akkadia dari era Babylonia hingga Assyiria), kebudayaan Mesir maupun
kebudayaan Cristo-Graeco yang berkembang dengan nama kebudayaan Syriac
(Assiryaniyah) di wilayah yang kemudian dikenal dengan nama Arab al-Sham.14

1. Sistem Kepercayaan Bangsa Arab Pra Islam

Masyarakat Arab lama (sebelum Islam) memiliki keyakinan animisme, ialah sebuah
paham yang beranggapan bahwa setiap benda mempunyai roh, dan roh tersebut memiliki
kekutan ghaib yang disebut Mana dan dikenal sebagai “Kaum Watsani” yaitu kaum yang
mengganggap Tuhan mereka dalam bentuk patung-patung sesembahan yang mereka anggap
sebagai perantara dengan Tuhan. Mereka percaya akan Tuhan yang Esa, Namun mereka juga
meyakini adanya roh-roh penguasa yang dianggap dan diperlakukan sebagai Tuhan. Berbeda
dengan Islam yang mengajarkan untuk meng-Esakan Allah dan hanya kepada-Nya beribadah
tanpa perantara apapun. Sebelum Islam datang penduduk Arab menganut agama yang
bermacam-macam, dan Jazirah Arab telah dihuni oleh beberapa ideologi, keyakinan
(keagamaan). Bangsa Arab sebelum Islam telah menganut agama yang mengakui Allah
sebagai tuhan. mereka. Kepercayaan ini diwarisi secara turun-temurun sejak nabi Ibrahim as
dan Ismail as. Al-Qur’an menyebut agama itu dengan Hanif, yaitu kepercayaan yang
mengakui keesaan Allah sebagai pencipta alam, Tuhan menghidupkan dan mematikan, Tuhan
yang memberi rezeki dan sebagainya.15 Kepercayaan yang menyimpang dari agama yang
Hanif disebut dengan Watsniyah, yaitu agama yang mempersyarikatkan Allah dengan
mengadakan penyembahan kepada:

 Anshab, batu yang memiliki bentuk


 Austa, patung yang terbuat dari batu
 Ashnam, patung yang terbuat dari kayu, emas, perak, logam dan semua patung terbuat
dari batu

14
Khaerul Faizin
15
Musyarif, Sejarah Peradaban Islam, (Pare-pare ,cet.I, CV. Kaffah Learning Center, 2019) h.08
Adapun agama-agama yang dianut oleh masyarakat Arab pra islam yaitu:

a. Yahudi
Agama ini dianut orang-orang yahudi yang berimigrasi kejazirah Arab. Daerah
Madinah, Khaibar, Fadk, Wadi Al Qura dan Taima’ menjadi pusat penyebaran
pemeluknya.
b. Kristen
Agama ini masuk ke kabilah-kabilah Ghasasinah dan Al Munadzirah. Ada beberapa
gereja besar yang terkenal. Misalnya gereja Hindun Al- Aqdam, Al Laj dan Haaroh
Maryam.
c. Majusiyah
Sebagian sekte Majusi masuk ke Jazirah Arab di bani Tamim
d. Paganisme
Kepercayaan dengan menyembah ratusan patung berhala yang bermacam-macam
bentuknya di sekitar Ka’bah, bintang-bintang dan matahari yang mereka jadikan
sebagai sesembahan selain Allah.
e. Al Hunafa’
Meskipun pada waktu hegemoni paganisme di masyarakat Arab sedemikian kuat,
tetapi masih ada beberapa orang yang dikenal sebagai Al Hanafiyun atau Al Hunafa’.
Mereka tetap berada dalam agama yang hanif, menyembah Allah dan tidak
menyekutukan-nya serta menunggu datangnya kenabian.

2. Sistem kehidupan sosial bangsa Arab pra Islam


a. Segi Sosial Budaya Arab
Sistem sosial masyarakat Arab mengikuti garis bapak (patrilinial) dalam
memperhitungkan keturunan, sehingga setiap nama anak di belakangnya selalu
disebutkan nama bapak. Bahkan secara beruntung nama bapakbapak mereka
dicantumkan dibelakang nama mereka dan dikaitan dengan status dalam keluarga,
yaitu bin yang berasal dari kata ibnu yang berarti anak laki-laki. Bagi orang Arab
sangat bangga dengan rentetan namanama di belakang nama mereka. Dalam sebuah
kabilah atau suku bangsa mereka terkait oleh bapak moyang mereka yang sangat
dihormati. Masyarakat Arab sebelum masuk Islam adalah masyaralat feodal dan sudah
mengenal sistem perbudakan. Sistem kekerabatan adalah sistemik partinial
(patriarchatagnatic) yaitu hubungan kekerabatan yang berdasarkan garis keturunan
bapak. Wanita kurang mendapat tempat yang layak dalam masyarakat. Bahkan tidak
jarang apabila mereka melahirkan anak perempuan, mereka merasa malu dan hina,
kemudian mereka kuburkan hidup-hidup.16
b. Ekonomi dan Perdagangan
Terkait oleh keadaan geografis alam yang tandus kering dan gersang, maka pada
umumnya kehidupan orang arab sebelum islam sumber ekonomi utama yang menjadi
penghasilan adalah dari kegiatan perdagangan dan peternakan, maka terkenalah
beberapa kota di Hijaz sebagai pusat perdagangan, seperti Mekkah, Madinah, Yaman
dan lain-lainnya. Perdagangan menjadi darah daging orang-orang Quraisyi seperti
yang Allah sebutkan dalam Al-Qur’an: “karena kebiasaan orang-orang Quraisyi, yaitu
kebiasan mereka bepergian di musim dingin dan musim panas.”(Quraisyi; 1-2).
Mereka melakukan perjalanan bisnis ke yaman pada pusim dingin dan ke syam pada
musim panas.17
c. Politik dan Pemerintahan
Bangsa Arab sebelum Islam tidak pernah dijajah oleh bangsa Asing, bahkan tidak
pernah tercipta kesatuan politik di seluruh Jazirah Arab. Kerajaan-kerajaan kecil yang
terdapat di Jazirah Arab bagian selatan umumnya berdaulat atas wilayah mereka yang
sempit dan terbatas masyarakatnya. Mereka lebih suka berkabilah-bilah dan setiap
kabilah atau suka diperintah oleh seorang Syaikh, yaitu seorang yang dianggap tertua
dan berani di antara anggota kabilah tersebut.18

D. Ungkapan Kisah dalam Al-Quran

16
Musyarif, Sejarah Peradaban Islam
17
Mardinal Taringan, Ayu Lestari, Khaiyirah Rahmadhani Lubis, Mita Fitria, Peradaban Arab Pra
Islam, Jurnal On Education, Vol.5 No.4
18
Musyarif, Sejarah Peradaban Islam
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Qashah/kisah yang diceritakan dalam Al-Quran menggambarkan suatu peristiwa atau


sejarah tentang kehidupan manusia yang berkaitan dengan sejarah nabi-nabi dan para rasul
serta umat yang Allah muliakan. Adapun kisah-kisah dalam Al-Quran bentuknya bermacam-
macam, ada yang menceritakan sejarah sebelum Al-Quran diturunkan kepada nabi
Muhammad Saw, kehidupan pada zaman nabi Muhammad, kemudian orang-orang yang tidak
diketahui status kenabian dan kerasulannya, pun dengan Amstal merupakan gaya bahasa yang
dapat menampilkan pesan yang berbekas pada hati sanubari.

Tujuan dari adanya kisah dan Amtsal dalam Al-Qur’an ialah untuk memberikan
penjelasan tentang asas-asas yang kemudian terkandung dalam Al-Quran yang disampaikan
secara menarik, hal tersebut dapat ditemukan melalui alur cerita atau bahkan pola bahasa
yang disampaikan. Selain itu, tujuannya adalah untuk memperbaiki kehidupan manusia di
masa mendatang, agar nantinya ia dapat mengambil hikmah yang terkandung dalam kisah-
kisah terdahulu.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai