Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

QASHASH AL-QUR’AN
(KISAH-KISAH DALAM AL-QUR’AN)
Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur
Mata Kuliah Pengantar Studi Al-Qur’an
Dosen Pengampu : Didi Junaidi, M.A

Disusun Oleh:

1. Muhammad Abdur Rohman : 1708301091


2. Luthfi Ihsanullah : 1808301041
3. Fitri Nur’aeni : 1808301014
4. Fadhilatul An’am : 18083010

FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM

IAIN SYEKH NURJATI CIREBON

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, tuhan semesta alam. Rahmat dan
keselamatan semoga senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, berserta
keluarganya, para sahabatnya serta para pengikutnya hingga akhir zaman. Dan tak lupa kami
bersyukur atas tersusunnya makalah kami yang berjudul “ Qashash Al-Qur’an (Kisah-Kisah
Al-qur’an)”.

Tujuan kami menyusun makalah ini yaitu untuk memperdalam ilmu pengetahuan kita
semua, dan untuk memenuhi tugas mata kuliah Antropologi. Akhir kata kami mengharapkan
adanya kritikan dan saran atas kekurangan kami dalam penyusunan makalah ini, dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan berguna khususnya bagi mahasiswa-mahasiswi IAIN Syekh
Nurjati Cirebon dan juga semua pihak.

Cirebon, 19-November-2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dikemukakan oleh Manna Khalil al-Kattan, bahwa kesusasteraan kisah dewasa ini
telah menjadi seni yang khas diantara seni-seni bahasa dan kesusasteraan. Kisah yang benar
telah membuktikan kondisi ini dalam Uṣlub Arabi secara jelas dan menggambarkannya
dalam bentuk yang paling tinggi, yaitu kisah-kisah Alquran. Kisah-kisah dalam Alquran
tentu saja berbeda dengan cerita atau dongeng lainnya, karena mempunyai karakteristik di
dalamnya. Dalam Alquran kisah merupakan petikan-petikan dari sejarah sebagai pelajaran
bagi umat manusia yang senantiasa dapat menarik manfaat dari peristiwa-peristiwa itu.
Secara eksplisit Alquran berbicara tentang pentingnya sejarah, hal tersebut tertera
dalam Q.S. Ali Imran (3):140 berbunyi:
ِ ‫سسكُمْْقَرحْْفَقَدْْ َمسْْالقَو َمْْقَرحْْ ِمثلُهُْْ َوتِلكَْْاأليا ُمْْنُدَا ِوْلُ َهاْبَي َنْْالن‬
ْ‫اس‬ َ ‫إِنْْيَم‬
Dan kamu (pada perang uhud) terkena luka, Maka kaum lainpun (kafir) kena luka pula
seperti itu. Dan hari (kejayanan dan kekalahan) itu akan datang silih berganti

2. Rumusan Masalah
Berangkat dari pembahasan pada latar belakang di atas, maka dapatlah
dikemukakan permasalahan yang menjadi inti pembahasan dalam makalah ini, yakni
sebagai berikut:
A. Apa pengertian Qashash Al-Qur’an?
B. Ada berapa macam Qashash Al-Qur’an?
C. Bagaimana karakteristik Qashash Al-Qur’an?
D. Apa tujuan Qashash Al-Qur’an?
3. Tujuan Penulisan
A. Untuk mengetahui dan memahami pengertian Qaṣhash Al-Qur’an.
B. Untuk mengetahui dan memahami macam Qashash Al-Qur’an.
C. Untuk mengetahui dan memahami karakteristik Qaṣhaṣh Al-Qur’an.
D. Untuk mengetahui dan memahami Qashash Al-Qur’an.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qashash Al-Qur’an
Kata qaṣaṣ berasal dari Bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari kata qiṣaṣ
yang berarti tatabbu’ al-aṡar (napak tilas/ mengulang kembali masa lalu). Qiṣaṣ menurut
Muhammad Ismail Ibrahim yang berarti “hikayat” (dalam bentuk) prosa yang panjang”. sedang
menurut Manna Khalil al-Qattan “qaṣaṣtu aṡarahu” yang berarti “kisah ialah menelusuri
jejak”.[1] Kata al-qaṣaṣ adalah bentuk masdar, seperti dalam firman Allah Q.S.Al-Kahfi (18):
64,:

‫صا‬
ً ‫ص‬ َ ْ‫فَارتَدا‬
َ َ‫علَىْآث َ ِار ِه َماْق‬
Artinya:
“Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula”.[2]
Maksudnya kedua orang itu kembali mengikuti jejak darimana keduanya itu datang. Dan
firmanNya melalui lisan ibu Musa, QS. Al-Qaṣaṣ (28): 11 sebagai berikut:

َ ‫علَىْ َماْنَ ْقُو ُل‬


ْ‫ْو ِكيل‬ َ ‫علَي‬
َ ُْ‫ْوَّللا‬ َ ْ‫ان‬ َ َ‫يْو َبينَكَ ْأَي َماْاأل َجلَي ِنْق‬
َ ‫ضيتُ ْفَالْعُد َو‬ َ ‫قَا َلْذَ ِلكَ ْ َبي ِن‬
Artinya:
“Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: ikutilah dia”.[3]
Maksudnya ikutilah jejaknya sampai kamu melihat siapa yang mengambilnya. Secara
etimologi (bahasa), al-qaṣaṣ mempunyai arti urusan (al-amr), berita (al-khabar),
perbuatan (al-sya’an), dan keadaan (al-hal).[4] Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata al-
qaṣsaṣ diterjemahkan dengan kisah yang berarti kejadian (riwayat, dan
sebagainya).[5]Menurut al-Raghib al-Iṣfahani, qaṣaṣ adalah akar kata (maṣdar) dari “qaṣṣa-
yaquṣṣu”,secara lugawi konotasinya tak jauh berbeda dari yang disebutkan di atas, yang
dipahami sebagai “cerita yang ditelusuri”[6] seperti dalam Firman Allah swt. Q.S. Yusuf (12):
111:

ْ‫ب‬ َ َ‫َانْفِيْق‬
ِ ‫ص ِص ِهمْ ِعب َرةْألو ِليْاأللبَا‬ َ ‫َْلقَدْك‬
Artinya:
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang
mempunya akal”.[7]
Berdasarkan pada beberapa arti di atas, dapat diambil pengertian bahwa qiṣaṣ sama
dengan kisah yang mempunyai arti segala peristiwa, kejadian atau berita yang telah terjadi dari
suatu cerita untuk menelusuri jejaknya.
Adapun yang dimaksud dengan Qaṣaṣ al- Qur’ān adalah
.‫إخبارْعنْاألحوالْالماضيةْواألنبياءْالقدماءْواألحداثْالواقعةْفىْالماضى‬

Pemberitaan mengenai keadaan umat terdahulu, nabi-nabi terdahulu, dan peristiwa yang
pernah terjadi”.[8]
Menurut perspektif Alquran, Allah swt. mengungkapkan diriNya melalui peristiwa-
peristwa, namun wahyuNya menggunakan tema-tema yang sudah terkenal dan dinyatakan
kembali sampai orang-orang beriman meresapinya.[9] Alquran banyak mengandung
keterangan tentang kejadian pada masa lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan
peninggalan atau jejak setiap umat. Ia menceritakan semua keadaan mereka dengan cara yang
menarik dan mempesona.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dikatakan, bahwa pada kisah-kisah yang
dimuat dalam Alquran semuanya cerita yang benar-benar terjadi, tidak ada cerita fiksi, khayal,
apalagi dongeng. Jadi bukan seperti tuduhan sebagian orientalis bahwa Alquran ada yang tidak
cocok dengan fakta sejarah.[10]
B. Macam-macam Qaṣaṣ al-Qur’ān
Menurut Manna Khalil al-Kattan,[11] kisah-kisah yang terdapat dalam Alquran dapat
dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Dilihat dari sisi pelaku
Dari sudut pandang pelaku, kiah-kisah dalam Alquran dapat lagi dibedakan menjadi tiga
macam yaitu:
a) Kisah para nabi
Pada bagian ini, kisah dalam Alquran berisikan tentang ajakan para nabi kepada kaumnya,
mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap orang-orang yang memusuhinya,
tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya serta akibat yang menimpa orang beriman
(mempercayai) dan golongan yang mendustakan para nabi. Misalnya kisah Nabi Nuh, a.s.,
Nabi Ibrahim a.s., Nabi Musa, a.s., Nabi Harun, a.s, Nabi Isa, a.s., Nabi Muhammad saw, dan
nabi-nabi serta rasul lainnya.
b) Kisah yang berhubungan dengan masa lalu dan orang-orang yang tidak disebutkan
kenabiannya.
Misalnya kisah orang yang keluar dari kampung halamannya, yang beribu-ribu jumlahnya
karena takut mati, kisah Talut dan Jalut, dua orang putera Adam, Aṣhabul Kahfi, Dzul Qarnain,
Qarun, Ashabus Sabti (orang–orang yang menangkap ikan pada hari sabtu), misalnya Maryam,
Aṣhabul ukhdud, Aṣhabul Fil dan lain-lain.
c) Kisah yang terjadi pada masa Rasulullah saw.
Seperti perang Badar dan Uhud dalam Surah Ali Imran, perang Hunain dan Tabuk
dalam Surah al-Taubah, perang al-Akhzab, Hijrah, Isra’ dan lain-lain.
Kisah-kisah mengenai para nabi dalam Alquran bervariasi sesuai dengan kasus, tetapi mereka
semua adalah pemberi peringatan yang mendapat perlindungan Allah swt. kepada para
hambaNya. Perlindungan ini adalah salah satu elemen dalam narasi yang dipercepat dengan
insiden. Contoh Nabi Ibrahim, a.s. diselamatkan dari api yang dilempar kedalamnya oleh
umatnya setelah dia menghancurkan patung-patung, Q.S. Al-Anbiya’ (21): 68-71. Nabi Isa, a.s.
diselamatkan ketika Allah swt, secara mukjizat menghalanginya dari orang-orang Yahudi dari
menyalibnya Q.S. an-Nisa (4): 157.[12]
2. Dilihat dari panjang pendeknya
Dalam hal ini, kisah-kisah dalam Alquran dapat dibedakan menjadi tiga bagian,[13] yakni :
a. Kisah yang panjang, contohnya kisah Nabi Yusuf, a.s. dalam Q.S. Yusuf(12) yang hampir
seluruh ayatnya mengungkapkan kehidupan Nabi Yusuf, sejak masa kanak-kanak sampai
dewasa dan memiliki kekuasaan.
b. Kisah yang sedang, seperti kisah Nabi Musa, a.s. dalam Q.S. al-Qaṣaṣ (28), kisah Nabi
Nuh, a.s. dan kaumnya dalam Q.S. Nuh (71), dan lain-lain. Kisah yang lebih pendek dari kisah
yang sedang, seperti kisah Maryam dalam Q.S.Maryam (19), kisah Aṣhab al-Kahfi pada
Q.S. al-Kahfi (18), kisah Nabi Adam, a.s. dalam Q.S. al-Baqarah (2), dan Q.S. Thoha (20),
yang terdiri atas sepuluh atau beberapa belas ayat saja.
c. Kisah yang pendek, yaitu kisah yang jumlahnya kurang dari sepuluh ayat, misalnya kisah
Nabi Luth, a.s dalam Q.S. al-A’raaf (7), kisah Nabi Ṣalih, a.s. dalam Q.S. Hud (110), dan lain-
lain.
3. Dilihat dari jenisnya
Apabila dilihat dari segi jenisnya, kisah-kisah dalam Alquran dapat dibagi menjadi tiga
macam,[14] yaitu:
a. Kisah Sejarah (al-qiṣaṣ al-tarikhiyyah), berkisar tentang kisah-kisah sejarah, seperti para
nabi dan rasul.
b. Kisah perumpamaan (al-qiṣaṣ al-tamṡlsiyah), untuk menerangkan atau memperjelas
suatu pengertian, bahwa peristiwa itu tidak benar terjadi tetapi hanya perkiraan.
c. Kisah asatir, kisah ini untuk mewujudkan tujuan-tujuan ilmiah atau menafsirkan
fenomena yang ada atau menguraikan masalah yang sulit diterima akal.
Jika dilihat dari sudut pandang yang lain, kisah-kisah yang terdapat dalam Alquran pada
umumnya mengandung tiga unsur[15] yaitu:
1. Pelaku (al-sakhsiyyat), kisah-kisah yang terdapat dalam Alquran tidaklah hanya manusia,
seperti dalam Q.S. al-Naml (27): 23, tetapi juga ada malaikat, seperti dalam Q.S. Hud (11): 69-
83, Jin dalam Q.S. saba’ (34):12, dan binatang (burung, semut, dll), dalam Q.S. al-Naml (27):
18-19.
2. Peristiwa (ahdaṡ), hal ini terbagi menjadi: peristiwa yang berkelanjutan, peristiwa yang
dianggap luar biasa, seperti dalam Q.S. al-Maidah (5): 110-115, dan peristiwa yang dianggap
biasa, seperti dalam Q.S. al-Maidah (5) : 116-118.
3. Dialog (al-hiwar), seperti dalam Q.S. al-A’raf (7):11-25, Thaha (20): 9-99.
Dr. Mardan[16] dalam membagi macam-macam kisah dalam Alquran, mengemukakan bahwa
kisah-kisah dalam Alquran dapat dilihat :
1. Dari segi pengungkapannya. Dalam hal ini, dapat dibedakan ; a) kadang-kadang Allah
menyebut suatu kisah berulang-ulang dalam uṣlub yang berbeda tanpa memberi kesan
membosankan, karenanya kadang-kadang dijumpai dalam Alquran kisah seorang nabi disebut
dibeberapa surah, seperti kisah Nabi Musa ; b) kadang-kadang pula Allah menyebut kisah
seorang nabi dalam surah tertentu, seperti kisah Nabi Yusuf.
2. Dari segi urutan permasalahan yang dikemukakan. Dalam hal ini dapat dibedakan ; a)
pengungkapan kisah dimulai terlebih dahulu dengan intisari atau ringkasan kisah, setelah itu
diuraikan perinciannya dari awal sampai akhir, seperti kisah aṣhabul kahfi; b) Pengungkapan
kisah dimulai dari akhir cerita, kemudian kisah itu kembali diulangi dari awal sampai akhir,
seperti kisah Nabi Musa dengan Fir’aun; c) kadang-kadang pula suatu kisah diuraikan secara
langsung tanpa didahului oleh pendahuluan dan kesimpulan, seperti kisah Maryam di saat
kelahiran Nabi Isa; d) kadang-kadang juga suatu kisah diungkap seperti drama, misalnya kisah
Nabi Ibrahim dan Ismail ketika membangun Ka’bah.
3. Dilihat dari sudut dimulainya kisah dan perkembangan tokohnya. Dalam hal ini dapat
dibedakan menjadi ; a) Ada kisah Alquran dimulai dari awal kelahiran tokohnya, seperti kisah
Nabi Adam, kisah Nabi Isa, dan lain-lain; b) kadang-kadang suatu kisah dimulai dari tidak
terlalu awal kelahiran dan akhir kehidupan tokohnya, seperti kisah Nabi Yusuf, demikian juga
dengan kisah Nabi Ibrahim; c) kadang-kadang pula kisah dimulai pada akhir perkembangan
kehidupan tokohnya, seperti kisah Nabi Nuh, Hud, dan lain-lain.
4. Dilihat dari segi penyebutan tempat dan tokohnya. Dalam hal ini dapat dibedakan
menjadi ; a) Kisah yang ditunjukkan tempat, tokoh dan gambaran peristiwanya, seperti kisah
Nabi Musa dengan Fir’aun, kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, kisah Nabi Syuaib, kisah Nabi
Nuh, dan lain-lain; b) kisah yang mengemukakan peristiwa atau keadaan tertentu pelaku
sejarah tanpa menyebutkan nama tokoh dan tempatnya, seperti kisah dua putra Nabi Adam
yang melaksanakan kurban dalam Q.S. al-Ma’idah : 27-30; c) kisah dalam bentuk dialog yang
tidak menyebut pelaku dan tempatnya, seperti kisah dua orang pemilik kebun dalam Q.S. al-
Kahfi : 32-43.
5. Dilihat dari segi isi dan kandungan. Dalam hal ini dapat dibedakan atas ; a) Kisah para
nabi dan rasul, kisah seperti ini berisi gambaran seruan para nabi dan rasul kepada kaumnya;
kisah yang berhungan dengan kejadian-kejadian masa lampau; d) kisah yang ada sangkut-
pautnya dengan kejadian atau peristiwa yang terjadi pada masa Nabi Muhammad saw., seperti
kisah hijrah, kisah isra’, dan lain-lain.
C. Karakteristik Qaṣaṣ al-Qur’ān
Secara umum, Alquran tidak menceritakan kejadian dan peristiwa secara berurutan
(kronologis) dan memaparkan kisah-kisah itu secara panjang lebar, tetapi terkadang berbagai
kisah disebutkan berulang-ulang dibeberapa tempat, ada pula beberapa kisah disebutkan
Alquran dalam bentuk yang berbeda, disatu tempat ada bagian yang didahulukan dan ditempat
lain diakhirkan. Kadang-kadang pula disajikan secara ringkas dan kadang secara panjang lebar.
Hal tersebut menimbulkan perdebatan di antara kalangan orang yang meyakini dan orang-
orang yang meragukan Alquran. Mereka yang ragu terhadap Alquran sering mempertanyakan,
mengapa kisah-kisah dalam Alquran tidak disusun secara kronologis dan sistematis sehingga
lebih mudah dipahami? Karena hal itu, menurut mereka dipandang tidak efektif dan
efisien.[17]
Menurut Manna Khalil al-Qattan, bahwa penyajian kisah-kisah dalam Alquran begitu rupa
mengandung beberapa hikmah, yaitu :
1. Menunjukkan kehebatan mukjizat Alquran.
2. Memberikan perhatian besar terhadap kisah tersebut untuk menguatkan kesan yang
mantap dan melekat dalam jiwa.
3. Memperlihatkan adanya perbedaan tujuan diungkapkannya kisah tersebut.
Kisah dalam Alquran memberikan faedah yang sangat tinggi dan sekaligus memberikan
gambaran tentang karakteristik kisahnya, yakni sebagai berikut[18]:
1. Menjelaskan prinsip-prinsip dakwah dan pokok-pokok syariat yang dibawa oleh setiap
nabi, Q.S. Al-Anbiya’ (21) : 25.
2. Meneguhkan hati Rasulullah dan umatnya dalam menegakkan agama Allah swt. serta
menegakkan kepercayaan orang-orang yang beriman melalui datangnya pertolongan Allah swt.
dan hancurnya kebatilan beserta para pendukungnya, Q.S.Hud (11) : 120.
3. Membenarkan nabi-nabi terdahulu dan mengingatkan kembali jejak-jejak mereka.
4. Memperlihatkan kebenaran nabi Muhammad saw. dalam penuturannya mengenai
orang-orang terdahulu.
5. Membuktikan kekeliruan ahli kitab yang telah menyembunyikan keterangan dan
petunjuk, Q.S. Ali Imran (3) : 93
6. Kisah merupakan salah satu bentuk sastera yang menarik bagi setiap pendengarnya dan
memberikan pengajaran yang tertanam dalam jiwa, Q.S. Yusuf (12) : 111.

D. Tujuan Qaṣaṣ Al-Qur’ān


Kisah-kisah yang terdapat dalam Alquran menjadi bukti kuat bagi umat manusia
bahwa Alquran sangat sesuai dengan kondisi mereka, karena sejak kecil sampai dewasa bahkan
sampai tua, jarang orang yang tak suka pada kisah, apalagi bila kisah mempunyai tujuan ganda,
yakni disamping pengajaran dan pendidikan juga berfungsi sebagai hiburan. Alquran sebagai
kitab yang berisi hidayah mencakup kedua aspek itu, disamping tujuan yang mulia, juga kisah-
kisah tersebut diungkapkan dalam bahasa yang indah dan menarik, sehingga tak ada orang yang
bosan membaca dan mendengarnya. Sejak dahulu sampai sekarang, telah berlalu empat belas
abad, kisah-kisah Alquran yang diungkapkan dalam Bahasa Arab itu masih up dated, mendapat
tempat dan hidup di hati umat, padahal bahasa-bahasa lain telah banyak yang masuk museum,
dan tidak terpakai lagi dalam berkomunikasi seperti Bahasa Ibrani, Bahasa Latin, dan lain-
lain.[19]
Kisah-kisah dalam Alquran bukanlah suatu gubahan yang bernilai sastera saja, baik gaya
bahasa maupun cara menggambarkan peristiwa-peristiwa, tetapi juga merupakan suatu media
untuk mewujudkan tujuan yang asli. Kisah-kisah dalam Alquran secara umum mempunyai
tujuan untuk kebenaran dan semata-mata untuk keagamaan.[20] Adapun tujuan kisah-kisah
yang terdapat dalam Alquran, seperti yang telah dikemukakan oleh Muhammad
Chirjin[21] adalah sebagai berikut :
1. Menetapkan adanya wahyu dan kerasulan.
2. Menerangkan bahwa agama semuanya dari Allah swt.
3. Menerangkan bahwa semua agama itu dasarnya satu dan semuanya dari Tuhan Yang
Maha Esa.
4. Menerangkan bahwa cara yang ditempuh oleh nabi-nabi dalam berdakwah itu satu dan
sambutan kaum mereka terhadap dakwahnya itu juga serupa.
5. Menerangkan dasar yang sama antara agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad
saw., dengan agama Nabi Ibrahim, a.s. secara khusus, dan dengan agama-agama Bangsa Israil
pada umumnya dan menerangkan bahwa hubungan ini lebih erat daripada hugungan umum
antara semua agama.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pada uraian-uraian di atas, maka dapatlah ditarik beberapa kesimpulan,
yakni sebagai berikut :
1. Bahwa yang dimaksud dengan Qaṣaṣ al-Qur’ān adalah kisah-kisah dalam Alquran tentang
kejadian dimasa lampau yang bersisi pesan-pesan kepada umat manusia untuk senantisa
bertakwah kepada Allah swt.
2. Bahwa macam-macam kisah dalam Alquran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
a. Dilihat dari segi pelaku, terdiri dari ; 1) kisah para Nabi; 2) kisah-kisah yang berhubungan
dengan kejadian masa lalu dan orang-orang yang tidak disebutkan kenabiaannya; 3) kisah-
kisah tentng kejadian pada masa Rasulullah saw.
b. Dilihat dari panjang pendeknya, terbagi menjadi ; 1) Panjang; 2) Sedang; 3) Pendek.
c. Dilihat dari segi jenisnya, dibagi menjadi ; 1) kisah sejarah (al-Qiṣaṣ al-Tarikhiyyah); 2)
kisah perumpamaan (al-Qiṣaṣ al-Amṡaliyyah); 3) kisah Asatir
3. Bahwa karakteristik Qaṣaṣ al-Qur’ān yaitu dengan cara pengulangan kisah dibeberapa
tempat, ada pula sebuah kisah disebutkan dalam Alquran dikemukakan dalam bentuk yang
berbeda, disuatu tempat ada bagian yang didahulukan dan ditempat lain diakhirkan. Kadang-
kadang pula disajikan secara ringkas dan kadang secara panjang lebar. Penyajian kisah-kisah
dalam Alquran seperti itu mengandung hikmah dan faedah yang sangat tinggi.
4. Bahwa tujuan dari kisah-kisah Alquran adalah supaya umat manusia bisa mengambil
pelajaran berharga dari kisah tersebut dan membuktikan kebenaran Alquran.

B. Saran-saran
Setelah menguraikan permasalahan demi permasalahan, maka penulis menyadari masih
banyak kesalahan dan kekeliruan yang terdapat dalam penyusuanan makalah ini, baik dari segi
penulisan maupun dalam pembasannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan
kritikan yang bersifat membangun sehingga dalam penyusunan makalah-makalah selanjutnya
dapat lebih sempurna.
Ayat-ayat Alquran yang memuat kisah-kisah, dapat dilihat secara lengkap dalam lampiran
makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’ān al-Karīm
Anwar, Rosihon, Ilmu Tafsir, Cet.III; Bandung: Pustaka Setai, 2006
Baidan, Nashruddin, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Basri, Hasan, Horizon Al-Qur’an, dari judul asli Lea grands themes du Coran oleh Jasques
Jomies Cet. I; Jakarta: Balai Kajian Tafsir Al-Qur’an Pase, 2002
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang : PT. Tanjung Mas Inti,
1992
Chitjin, Muhammad, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an; Yogyakarta : Dana Bhakti Prima Yasa,
1998.
Hanafi, Segi-Segi Kesusesteraan pada Kisah-Kisah Al-Qur’an; Jakarta: Pustaka Al-Husna,
1984.
Husayn, Muhammad al-Khidr, Balaghat Al_Qur’an, Ali al-Ridha al-Tunisi, 1971.
Ibrahim, Muhammad Ismail, Mu’jam al-Alfazh wa A’lam al-quraniyyat, Dar al-Fikr-al-a’rabi,
1969
Al- Ishfahani, Al-Raghib, al-mufradat fi Gharib al-Qur’an, ed. Muhammad Sayyid Kaylani,
Mesir: musthafa al-Bab al-Halab,t.t.
Poewarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1984.
Al-Qattan, Manna khalil, Mahabis fi Ulum al-Qur’an, Mansyurat al-Asr al-Haidis, 1973.
Qutb, Sayyid, Seni Penggambaran dalam Al-Qur’an, terjemah Chadidjah Nasution;
Yogyakarta: Nur Cahaya, 1981.

[1] Manna Khalil al-Qattan, op.cit., h. 305


[2] Departemen Agama RI., , Op, cit., h. 454
[3] Ibid., h. 610
[4] Manna khalil al-Qattan, Op. cit., 305
[5] Purwadarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), h. 512
[6] Al-Raghib al Isfahani, al Mufradat Fi Gharit al Qur’an, ed. Muhammad Sayyid Kailani,
(Mesir: Mustafa al Bab al Halabih), t.t.,h. 404
[7] M. Said, Op. Cit., h. 224
[8] Ibid.
[9] Hasan Basri, Horizon al Qur’an, dari judul asli Les Grens Themes Du Coran oleh Jacquis
Joner ( Cet. I; Jakarta: Balai Kajian Tafsir al-Qur’an Pase, 2002), h. 80
[10] Muhammad al Khidir Husain, Balāgah al-Qur’ān, (t.tp. ; Ali al Rida al Tunisi, 1971), h.
104
[11] Manna Khalil al-Qattan, Op. Cit., h. 306
[12]Hasan Basri, Op. Cit., h. 82
[13] Hanafi, Segi-segi Kesusesteraan pada Kisah-kisah al Qur’an (Jakarta: Pustaka al Husna,
1984), h. 1516
[14] Ibid, h. 74
[15] Rosihan Anwar, Op. Cit,. h. 67-72
[16] Lihat, Mardan, Al-Qur’an-Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur’an Secara Utuh (Cet, I,
Jakarta : Pustaka Mapan, 2009), hh. 194-198
[17] Muhammad Chirjin, al Qur’an dan Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Dana Bakti Prima
Yasa, 1989), h. 11.
[18] Ibid, h. 30.
[19] Nasruddi Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),
h.230
[24] Sayyid Qutb, Seni Penggambaran dalam al-Qur’an, Terjemah Khadijah
Nasution(Yogyakarta: Nur Cahaya, 1981), h. 138.
[25] Muhammad Chirjin, Op. Cit,. h. 120-121

Anda mungkin juga menyukai