Anda di halaman 1dari 18

KLIPING

MEMAHAMI AGAMA DAN MODERNISASI

NILAI AGAMA KONTEMPORER

Disusun oleh :

Mariawati 1351910239

Dosen Pengampu : Dr. M. Khusni Mubarok, SHI, M.pd.i

REG B-4

AKADEMI FARMASI SURABAYA

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmatNya

lah akhirnya makalah ini telah selesai disusun untuk memenuhi tugas Pendidikan

Agama.

Dalam proses pemyusunan makalah ini, penyusun berupaya mengumpulkan

informasi dari berbagai referensi agar dapat merumuskan pokok-pokok bahasan

tentang memahami Agama dan Modernisasi: Nilai Agama Kontemporer.

Semoga makalah ini dapat membantu memperluas wawasan mahasiswa

ataupun para pembacanya. Tentu saja makalah ini masih banyak kekurangan, oleh

karena itu kami selaku penyusun makalah ini mohon maaf atas segala kekurangan

yang ada, kami selalu menanti saran dan kritik dari dosen pembimbing maupun

pembaca agar makalah ini menjadi lebih baik lagi kedepannya.

Penyusun

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ……………………………………………. i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………. ii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………. 1

1.1 Latar Belakang ……………………………………………. 1

1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………. 2

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………. 3

2.1 Pengertian Agama ……………………………………………. 3

2.2 Pengertian Modernisasi ……………………………………. 4

2.3 Hubungan Agama Dan Modernisasi ……………………………. 6

2.4 Peran Agama Dalam Modernisasi ……………………………. 7

2.4.1 Agama Memberikan Bimbingan Dalam Kehidupan …… 8

2.4.2 Agama Adalah Penolong Dalam Kesukaran …………… 8

2.4.3 Agama Menentramkan Batin ……………………………. 9

2.4.4 Agama Sebagai Pemenuhan Kebutuhan Sosial …… 10

2.4.5 Agama Sebagai Motivasi Dalam Mencapai Kemajuan …. 10

2.4.6 Agama Sebagai Pedoman Hidup …………………… 11

2.4.7 Agama Sebagai Sarana Pendidikan Rohani …………… 11

2.4.8 Agama Sebagai Pembentuk Keseimbangan …………… 11

2.4.9 Agama Sebagai Pembentuk Kemantapan Jiwa …… 12

BAB III PENUTUP ……………………………………………. 13

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………. 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Suatu kenyataan yang tampak jelas dalam dunia modern yang telah maju

atau yang sedang berkembang ini adalah apa yang dahulu belum dikenal manusia,

kini sudah tidak asing lagi baginya. Bahaya kelaparan dan penyakit menular yang

dahulu sangat ditakuti, sekarang telah dapat dihindari. Kesulitan-kesulitan dan

bahaya-bahaya ilmiah yang dahulu menyulitkan dan menghambat, sekarang tidak

menjadi soal lagi. Kemajuan industri telah dapat menghasilkan alat-alat yang

memudahkan hidup, memberikan kesenangan dalam hidup, sehingga kebutuhan-

kebutuhan jasmani tidak sukar lagi untuk memenuhinya (Darajat,1996)

Salah satu alasan mengapa agama tampak tidak relevan pada masa sekarang

adalah kenikmatan dan kenyaman modernitas tidak diimbangi dengan kuatnya

perhatian kepada nilai-nilai yang bersifat spiritualitas. Kultur ilmiah telah mendidik

kita untuk memusatkan perhatian hanya kepada dunia fisik dan material yang hadir

di hadapan kita. Metode menyelidiki dunia seperti ini memang telah membawa

banyak hasil. Lahirlah pemikiran positivisme dan pragmatism membuat orang

menjadikan ukuran materi sebagai ukuran keberhasilan. Akibatnya, titik temu

manusia dengan nilai agama semakin jauh dari harapan di tengah pluralitas

(kemajemukan). Perbedaan sosial dan konflik horizontal kian muncul. Keadilan

1
menjadi terabaikan. Ini semua akibat ketika orang lalai menjaga nilai-nilai

spiritualitasnya.

Agama dan modernisasi sejatinya bersinergi bila manusia menginginkan

peningkatan kualitas hidupnya di masa depan. Agama hendaknya dipahami dan

sekaligus dibangun di atas pandangan dan komitmen kebersamaan yang

menitikberatkan kapada nilai spiritualitas dan aktualitas. Spiritualitas dan aktualitas

agama di sini bukan sekadar bagaimana menampilkan agama dalam bentuk-bentuk

ritual yang verbal, melainkan bagaimana agama itu mengejawantah kedalam

pribadi dan sosial masyarakat beragama secara menyeluruh. Sikap rasional dan

ilmiah ini cukup potensi untuk mendialogkan agama secara damai (Ridwan, 2005).

Untuk itu, penyegaran kembali akan pemahaman dan penghayatan nilai agama

kontemporer yang rasional dan ilmiah dalam modernisasi penting untuk dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dasar mengenai Agama?

2. Apakah yang dimaksud dengan Modernisasi?

3. Bagaimana hubungan antara agama dan modernisasi?

4. Bagaimana peran agama dalam modernisasi?

BAB 2

2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Agama

Secara naluri, manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan ini di luar

dirinya. Ini dapat dilihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah, dan

berbagai bencana. Ia mengeluh dan meminta pertolongan kepada sesuatu yang

serba Maha, yang dapat membebaskannya dari keadaan itu. Ini dialami setiap

manusia. Naluri ini membuktikan bahwa manusia perlu beragama dan

membutuhkan Sang Khaliqnya. Manusia secara insting dan naluriah akan berbuat

semacam itu sebagai ungkapan jiwanya yang pada fitrahnya adalah suci, bertuhan,

dan mengakui kebenaran (Abdullah,2006)

Secara terminologis pengertian Agama sangat bervariasi , antara lain:

1. Dalam bahasa Arab, Agama atau din adalah peraturan Ilahi yang

menghantarkan orang yang berakal sehat, atas kehendak mereka sendiri,

menuju kebahagian dunia dan akhirat.

2. Dalam bahasa Eropa kata Agama diartikan dengan religi (bahasa Belanda) dan

religion (bahasa Inggris). Dalam hal ini din didefinisikan antara lain:

a. Menurut kamus The Advenced Leaner’S Dictionary of Current: Religion

ialah mempercayai adanya kekuatan maha sakti yang menguasai,

menciptakan dan mengawasi alam semesta yang telah memberikan

kepada manusia suatu watak rohani, supaya mereka dapat hidup terus

setelah matinya.

b. Menurut Emile Durkheim seorang sarjana Prancis yang hidup di

kalangan Kristen: “Religion adalah suatu keseluruhan yang bagian-

3
bagiannya saling bersandar, terdiri dari kepercayaan-kepercayaan dan

ibadah-ibadah, semuanya dihubungkan dengan hal-hal yang suci dan

mengikat pengikutnya dalam suatu masyarakat yang terkenal dengan

Gereja.

3. Dalam bahasa Indonesia, Menurut A. Mukti Ali seorang ahli perbandingan

agama: “Agama adalah kepercayaan akan adanya Tuhan yang Esa dan hukum-

hukum yang diwahyukan kepada kepercayaan utusan-utusan-Nya untuk

kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat.

Mengacu kepada pengertian di atas dapat dipahami bahwa agama adalah

sesuatu yang dibutuhkan bagi kehidupan umat manusia untuk mencapai kehidupan

yang sempurna.

2.2 Pengertian Mordenisasi

Modernisasi secara implikatif, merupakan proses yang cenderung mengikis

dan menghilangkan pola-pola lama dan kemudian memberinya status modern pada

pola-pola yang baru. Sementara aspek yang paling mencolok dari modernisasi

adalah beralihnya teknik produksi dari tradisional ke teknik modern.

Pandangan ini berlandaskan pada terjadinya revolusi industri di Barat, atau

berarti modernisasi adalah suatu proses transformasi perubahan bentuk dari

masyarakat tradisional menuju masyarakat modern. Makna tradisional sendiri

diartikan sebagai pandangan hidup yang pada pokoknya tertutup, kaku dan tidak

mudah menerima perubahan. Sebagai suatu proses yang global, pada perjalanannya

modernisasi yang diterapkan mempunyai implikasi-implikasi dan sering kali kontra

4
produktif walaupun disebutkan dalam proses modernisasi mencoba mengambil

sesuatu yang positif tanpa mengambil alih nilai-nilai yang telah ada.

Untuk itu Mukti Ali (1987) mengatakan bahwa sejarah itu bergerak ke arah

tujuan tertentu, kesanggupan manusia untuk mengarahkan jalannya sejarah itu

adalah arti modern. Untuk menjadi modern sesorang tidak harus hidup dalam

lingkungan tertentu, tetapi ia sanggup memilih karenanya manusia dapat

menggunakan segala kemungkinan yang terbuka baginya.

Modernisasi dapat dimaknai meniru Barat, atau setidaknya mengikuti jejak

masyarakat Barat. Hal ini memang fakta-faktanya tetap, yakni desain-desain dan

peralatan yang dipakai dalam riset modernisasi adalah dikembangkan di Barat, oleh

ilmuan Barat dan terpengaruh oleh cara-cara berfikir Barat.

Menurut Daniel Lerner (1958) modernisasi adalah istilah baru untuk

suatu proses yang panjang, yaitu proes perubahan sosial dimana masyarakat

yang kurang berkembang memperoleh ciri-ciri yang biasa bagi masyarakat

yang lebih berkembang, dimana modernisasi itu mencangkup : 1) pertumbuhan

ekonomi secara mandiri dan berkelanjutan, 2) partisipasi politik, 3) penyebaran

norma-norma, 4) tingginya tingkat mobilitas social dan geografis, 5) Transformasi

kepribadian

2.3 Hubungan Agama dan Mordenisasi

5
Agama merupakan suatu fenomena yang abadi dalam kehidupan manusia,

tetapi akan menggambarkan bahwa agama tidak terlepas dari pengaruh realitas dan

perkembangan masyarakat. Agama akan berkembang mengikuti masyarakat yang

beradaptasi dengan lingkungan mordenisasi. Maka perkembangan agama dalam

masyarakat muncul unsur kontruksi dan struktur dalam pemikiran manusia.

Masyarakat telah melakukan interpretasi dalam ajaran agama, oleh karena itu

masyarakat dipengaruhi oleh lingkungan budaya yang melekat didalam kehidupan

masyarakat. Tetapi dalam beragama merupakan dasar dari keyakinan yang ada

dalam kekuatan gaib, maka rasa supranatural yang akan berpengaruh dalam

kehidupan manusia baik dalam individu atau kelompok. (Ramli, 2015)

Tidak ada yang paling sulit dibanding dengan merumuskan agama di

tengah-tengah modernitas kehidupan manusia. Modernitas, sebagai fase kehidupan

yang berevolusi, mau tidak mau, harus diakomodasi oleh manusia. Sebab,

modernitas telah memberikan banyak kenikmatan dan kenyaman hidup. Modernitas

telah melahirkan efesiensi dan efektifitas dalam pengelolaan sumber daya alam

(SDA) yang mampu menghemat daya dan dana kehidupan. Teknologi informasi

dan telekomunikasi serta transportasi, misalnya telah menghemat perjalanan fisikal

manusia dalam melakukan hubungan antar dan dengan sesamanya.

2.4 Peran Agama dalam Mordenisasi

6
Pada era modernisasi sekarang ini, manusia sudah berhasil mengembangkan

kemampuan nalarnya (kecerdesan intelektualnya) untuk mencapai kemajuan yang

begitu pesat dari waktu kewaktu di berbagai bidang kehidupan termasuk dalam

bidang sains dan teknologi yang kemajuannya tidak dapat dibendung lagi akan

tetapi kemajuan tersebut jauh dari spirit agama sehingga yang lahir adalah sains dan

teknologi sekuler. Manusia saling berpacu meraih kesuksesan dalam bidang

material, soial, politik, ekonomi, pangkat, jabatan, kedudukan, kekuasaan dan

seterusnya.

Namun tatkala mereka sudah berada dipuncak kesuksesan tersebut lalu jiwa

mereka mengalami goncangan-goncangan mereka bingung untuk apa semua ini.

Kenapa bisa terjadi demikian, karena jiwa mereka dalam kekosongan dari nilai-

nilai spiritual, disebabkan tidak punya oreintasi yang jelas dalam menapaki

kehidupan di alam dunia ini.

Masyarakat modern dalam kehidupan sangat memerlukan keseimbangan

secara aspek profence dan sakral. Jadi dalam hubungan agama akan berperan dalam

arahan alternatif dengan cara kehidupan yang melalui pikiran secara material.

(Yulianti, 2016)

Beberapa peran agama dalam kehidupan menurut Zakiah Daradjat (1996),

yaitu:

2.4.1 Agama Memberikan Bimbingan Dalam Kehidupan

7
Pengendali utama kehidupan manusia adalah kepribadiannya yang

mencakup segala unsur-unsur pengalaman, pendidikan, dan keyakinan yang

didapatnya sejak kecil. Agama yang ditanamkan sejak kecil kepada anak-anak

sehingga merupakan bagian dari unsur-unsur kepribadiannya. Karena keyakinan

terhadap agama yang menjadi bagian dari kepribadian itu, akan mengatur sikap dan

tingkah laku seseorang secara otomatis dari dalam.

Agama memberikan bimbingan hidup dari yang sekecil-kecilnya sampai

kepada yang sebesar-besarnya, mulai dari hidup pribadi, keluarga, masyarakat dan

hubungan dengan Allah, bahkan dengan alam semesta dan makhluk hidup yang

lain. Jika bimbingan-bimbingan tersebut dijalankan betul-betul, akan terjaminlah

kebahagian dan ketenteraman batin dalam hidup ini. Tiada silang-sengketa, tiada

adu domba, tiada kecurigaan dan kebencian dalam pergaulan. Hidup aman, damai

dan sayang-menyayangi antara satu sama lain.

2.4.2 Agama Adalah Penolong Dalam Kesukaran

Kesukaran yang paling sering dihadapi orang adalah kekecewaan. Apabila

kekecewaan terlalu sering dihadapi dalam hidup ini, akan membawa orang kepada

perasaan rendah diri, pesimis dan apatis dalam hidupnya, kekecewaan-kekecewaan

yang dialaminya itu sangat menggelisahkan batinnya. Mungkin ia akan

menimpakan kesalahnnya kepada orang lain, tidak mau bertanggung jawab atas

kesalahan yang dibuatnya, dan mungkin pula akan menimbulkan perbuatan-

perbuatan yang merugikan orang lain.

8
Lain halnya dengan orang yang benar-benar menjalankan agamanya. Setiap

kekecewaan yang menimpanya tidak akan memukul jiwanya. Ia tidak akan putus

asa, tapi ia akan menghadapinya dengan tenang. Dengan cepat ia akan ingat kepada

Tuhan, dan menerima kekecewaan itu dengan sabar dan tenang. Jika masalah ini

kita tinjau dari segi agama, maka akan kita dapati perbedaan antara orang yang

beragama dan orang yang tidak beragama. Bagi orang beragama, kesukaran atau

bahaya sebesar apapun yang harus dihadapinya, namun ia akan waras dan sabar,

karena dia merasa bahwa kesukaran dalam hidup itu merupakan bagian dari

percobaan Allah kepada hambanya-Nya yang beriman. Ia tidak memandang setiap

kesukaran atau ancaman terhadap dirinya dengan cara negatif, akn tetapi

sebaliknya melihat bahwa di celah-celah kesukaran tersebut terhapat harapan-

harapan. Dan tidak akan menyalahkan orang lain atau mencari sebab-sebab negatif

pada orang lain.

2.4.3 Agama Menentramkan Batin

Bagi jiwa yang sedang gelisah, agama akan memberi jalan dan siraman

penenang. Tidak sedikit kita mendengar orang yang kebingungan dalam hidupnya

selama ia belum beragama, tetapi setelah mengenal dan menjalankan agama,

ketenangan jiwa akan datang. Agama sangat perlu dalam kehidupan manusia, baik

bagi orang tua, maupun bagi anak-anak. Khusus anak-anak, agama merupakan bibit

terbaik yang diperlukan dalam pembinaan kepribadiannya. Anak yang tidak pernah

mendapatkan didikan agama di waktu kecilnya, tidak akan merasakan kebutuhan

terhadap agama di kala dewasa nanti.

9
Menurut Aflatun Muchtar, peran agama itu setidaknya ada enam, yaitu:

2.4.4 Agama Sebagai Pemenuhan Kebutuhan Sosial

Manusia adalah makhluk rohani dan jasmani. Kebutuhan jasmani dipenuhi

dengan makan dan minum, sedangkan kebutuhan rohani tidak dapat dipenuhi

dengan makan dan minum, tetapi dengan iman dan akidah. Kebutuhan seperti ini

hanya diperoleh dari Agama. Karena rasa aman, tenteram, dan tenang hanya akan

dirasakan oleh rohani. Oleh karena itu, rohani harus senantiasa dibina agar selalu

dekat pada Tuhan.

2.4.5 Agama Sebagai Motivasi Dalam Mencapai Kemajuan

Agama sebagai pemenuhan kebutuhan rohani berorientasi kepada

pembebasan manusia dari belenggu kehinaan, kecemasan, kebodohan, dan

kebimbangan, kemudian, mengangkatnya ke tingkat kesempurnaan , keagungan,

dan kemuliaan. Sifat-sifat demikian itu akan menciptakan nilai rohani yang mampu

mendorong manusia untuk mengatasi kelemahan dan tidak tunduk selain kepada-

Nya sebagai kewajiban yang telah ditentukan dalam Agama.

Dengan demikian nilai-nilai rohani yang diperoleh dari ajaran agama akan

tercipta dalam diri manusia sebagai motor penggerak. Oleh karena itu, sulit

menafikan kenyataan bahwa agama merupakan salah satu faktor yang mendorong

manusia untuk mencapai tujuan.

10
2.4.6 Agama Sebagai Pedoman Hidup

Di dalam hidup dan kehidupan, manusia akan dihadapkan pada kesulitan

dan tantangan, baik berupa ancaman kekuatan jahat dan kezaliman ataupun oleh

peristiwa alami. Dalam hal ini ajaran agama memberi tuntutan kepada manusia agar

senantiasa mengadakan hubungan dengan Allah, mohon pertolongan dan petunjuk

dari-Nya. Tuntutan ini pada dasarnya akan memberi kemantapan batin bagi

manusia. Selain dari itu dengan sikap berserah diri dan tunduk kepada-Nya tanpa

pamrih, secara bertahap akan terbentuk sikap menerima secara ikhlas untuk tunduk

dan patuh pada hukum-hukum Allah. Dengan kata lain hukum-hukum Allah

(agama Allah) akan dijadikan rujukan dan pedoman hidup dalam mengatasi

tantangan dan rintangan.

2.4.7 Agama Sebagai Sarana Pendidikan Rohani

Rohani manusia yang sarat dengan unsur agama, akan mengarahkan

jiwanya tunduk dan patuh kepada Tuhan. Ketundukan dan kepatuhan ini akan

membentuk dalam diri manusia sikap yang mengutamakan ganjaran, menjauhkan

siksa, dan takut pada kemarahan-Nya, serta menghindarkan diri agar tidak

melakukan kejahatan dan kerusakan.

2.4.8 Agama Sebagai Pembentuk Keseimbangan

Agama meletakkan dasar-dasar keseimbangan antara jasmani, rohani, dan

akal. Keseimbangan ketiga unsur ini sangat penting dalam hidup manusia, sebab

bila salah satu bagian dari unsur itu lebih dominan, seperti hawa nafsu, misalnya,

maka manusia akan cenderung berprilaku hewan. Sebaliknya jika unsur akal yang

11
mendominasi unsur lainnya, maka ia akan terbawa pada cara bepikir menyesatkan.

Sedangkan bila unsur rohani semata yang dominan hingga unsur jasmani dan materi

terabaikan, maka manusia akan cenderung bersikap menyendiri, yang akan

membekukan akal. Untuk mengatasi kemungkinan terjadi ketimpangan ini, maka

agama dapat dijadikan tuntutan dan pedoman. Melalui agama kondisi manusia akan

terbimbing dan teratur hingga dapat ditegakkan keseimbangan dalam berbagai

aspek dari fitrah manusianya, seperti keseimbangan antara kebutuhan rohani dan

jasmani, antara amal duniawi dan ukhrawi.

2.4.9 Agama Sebagai Pembentuk Kemantapan Jiwa

Manusia pada dasarnya sangat membutuhkan agama agar ada jaminan

ketenangan jiwa dalam dirinya. Sejalan dengan kebutuhan tersebut, agama

menganjurkan agar manusia menjauhi segala bentuk perbuatan yang menjurus pada

pengrusakan fisik atau yang akan membahayakan diri seseorang. Dengan kata lain,

agar manusia dapat terbebaskan dari segala bentuk keragaman pemikiran yang

dapat menyesatkan dirinya, maka manusia membutuhkan adanya bimbingan dan

petunjuk yang memiliki kebenaran mutlak untuk menjadi pedoman, agar mereka

dapat menikmati kebahagiaan hidup baik individu maupun masyarakat, fisik,

mental, lahir maupun batin serta kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

12
BAB III

PENUTUP

Di Era modernisasi manusia selalu berupaya untuk menemukan jawabannya

terhadap setiap permasalahan yang dijumpainya, karena mereka memiliki naluri

ingin tahu. Untuk menjawab berbagai permasalahan dan problem yang muncul di

tengah-tengah kehidupan, manusia memerlukan pedoman, baik secara global

maupun secara rinci yang dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan problem

yang ada dalam kehidupan baik secara individual maupun masyarakat. Pedoman

yang dimaksud adalah aturan, norma, undang-undang dan hukum yang terhimpun

dalam Agama

Peran agama pada masa modern dirasakan masih sangat penting, bahkan

menunjukkan gejala peningkatan karena Agama memberikan bimbingan dalam

kehidupan, sebagai penolong dalam kesukaran, menentramkan batin, sebagai

pemenuh kebutuhan social, sebagai motivasi dalam mencapai kemajuan, sebagai

pedoman hidup, sebagai sarana pendidikan rohani, pembentuk keseimbangan, dan

pembentuk kemantapan jiwa. Dengan adanya hubungan yang dinamis antara agama

dan modernitas, maka diperlukan upaya untuk menyeimbangkan pemahaman orang

terhadap agama dan modernitas.

Agama tetap akan memegang peranan penting di masa mendatang, terutama

dalam memberikan landasan moral bagi perkembangan sains dan teknologi. Dalam

kaitan ini perlu ditekankan pentingnya usaha mengharmoniskan ilmu pengetahuan

dan teknologi dengan agama. modernisasi harus selalu dilandasi oleh nilai-nilai

13
moral-agama agara tidak bersifat destruktif terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Sedangkan ajaran agama harus didekatkan dengan konteks modernitas, sehingga

dapat bersifat kompatibel dengan segala waktu dan tempat.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah (2006), Studi Islam Kontemporer, Jakarta: Amzah, 2006.

Daradjat (1996), Peran Agama dalam Kesehatan Mental, Jakarta: PT Toko Gunung

Agung, 1996.

H.A. Mukti Ali, Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini, Jakarta: Rajawali Perss.

1987

Madjid, Nurcholish, Islam dan Doktrin Peradaban, Jakarta: Paramadina, 1992.

Muchtar (2001), Tunduk Kepada Allah, Fungsi dan Peran Agama dalam

Kehidupan Manusia, Jakarta: Khazanah Baru, 2001.

Lerner, Daniel, The Passing Of Traditional Society, Glencoe: Free Press, 1958.

Ridwan, Lubis (2005), Cetak Biru Peran Agama, Jakarta: Puslitbang Kehidupan

Beragama, 2005.

Yulianti (2016), Islam dan Masyarakat Modern dalam Sistem Modeling

Masyarakat Jawa, 2016

15

Anda mungkin juga menyukai