Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SEJARAH MUHAMMADIYAH

Dosen Pembimbing : Dr. Sabara Karim, M.HI

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK TIGA (3)

1. AKBAR BASIR
2. ALIA FADILA HASAN
3. ALVANAN FEBRIANSYAH PADJI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kami rahmat serta
karunia-Nya kepeda kami sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“SEJARAH MUHAMMADIYAH”.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi pembaca. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
kami. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih terhadap semua pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala urusan kita, Aamiin.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 1
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sekilas Sejarah Muhammadiyah .......................................................... 2


2.2 Faktor Obyektif ...................................................................................... 3
2.3 Faktor Subyektif .................................................................................... 6
2.4 Profil KH. A. Dahlan dan Pemikirannya ............................................. 8

BAB III KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan …………………………………………………………....13


3.2 Saran …………………………………………………………………...13
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam sejarah perkembangan dan pertumbuhan agama Islam di


Indonesia, Muhammadiyah sering disebut sebagai gerakan pembaharuan
sosio-religius. Hal ini cukup beralasan, karena Muhammadiyah sangat
berperan penting dalam perubahan kehidupan sosial keagamaan di Indonesia
sejak awal berdirinya. Walaupun pada kenyataannya Muhammadiyah tidak
pernah menganggap sebagai pembaharu sosial keagamaan. Muhammadiyah
lahir di Yogyakarta, pada November 1912, dengan diprakarsai oleh KH.
Ahmad Dahlan. Pada saat kondisi yang tidak menentu K.H. Ahmad Dahlan
muncul sebagai salah seorang yang peduli terhadap kondisi yang dihadapi
oleh masyarakat pribumi secara umum atau masyarakat Muslim secara
khusus.

1.2 Rumusan Masalah


Pada latar belakang masalah, maka penulis merumuskan masalah berikut ini :
1. Apa saja sejarah dari muhammadiyah?
2. Apa itu faktor obyektif?
3. Apa itu faktor subyektif?
4. Apa profil KH. A. Dahlan beserta pemikirannya
1.3 Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan untuk :


1. Untuk mengetahui sejarah muhammadiyah
2. Untuk mengetahui apa itu faktor obyektif
3. Untuk mengetahui apa itu faktor subyektif
4. Untuk mengetahui profil KH. A. Dahlan beserta pemikirannya

1
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Sekilas Sejarah Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada
tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama
Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KH. A. Dahlan. Beliau adalah
pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai
pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan
jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau
tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang
sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau
memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya
sebagai Khatib dan para pedagang.
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya,
akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya
sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu
singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar
daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka
didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada
diseluruh pelosok tanah air.
Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki,
beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian
yang disebut "Sidratul Muntaha". Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak
laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah
dewasa.
KH. A. Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun
1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat
tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh
KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun
1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres

2
Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar
tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.

2.2 Faktor Objektif

Kondisi Sosial Dan Keagamaan Bangsa Indonesia Pada Zaman Kolonial


a. Kristenisasi
Faktor objektif yang bersifat eksternal yang paling banyak
mempengaruhi kelahiran Muhammadiyah adalah kristenisasi, yakni
kegiatan-kegiatan yang terprogram dan sistematis untuk mengubah agama
penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan, menjadi kristen.
Kristenisasi ini mendapatkan peluang bahkan didukung sepenuhnya oleh
pemerintah Kolonialisme Belanda. Missi Kristen, baik Katolik maupun
Protestan di Indonesia, memiliki dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi
Belanda. Bahkan kegiatan-kegiatan kristenisasi ini didukung dan dibantu
oleh dana-dana negara Belanda. Efektifitas penyebaran agama Kristen
inilah yang terutama mengguggah KH. Ahmad Dahlan untuk
membentengi ummat Islam dari pemurtadan.
b. Kolonialisme Belanda
Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk
bagi perkembangan Islam di wilayah nusantara ini, baik secara sosial,
politik, ekonomi maupun kebudayaan. Ditambah dengan praktek politik
Islam Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan terencana ingin
menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk
melakukan perlawanan. Menyikapi hal ini, KH. Ahmad Dahlan dengan
mendirikan Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan terhadap
kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural, terutama upaya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan.
Faktor objektif yang kedua secara ekternal, yaitu disebabkan politik
kolonialisme dan imperialisme Belanda yang menimbulkan perpecahan di
kalangan bangsa Indonesia.

3
1) Periode Pertama (periode sebelum Snouck Hurgronje)
a. Belanda berprinsip agar penduduk Indonesia yang beragama Islam
tidak memberontak.
b. Menerapkan dua strategi yaitu membuat kebijakan-kebijakan yang
sifatnya membendung dan melakukan kristenisasi bagi penduduk
Indonesia.
c. Dalam pelarangan pengalaman ajaran islam, Belanda membatasi
masalah ibadah haji dengan berbagai aturan tetapi pelarangan ini justru
kontraproduktif bagi Belanda karena menjadi sumber pemicu
perlawanan terhadap Belanda sebagai penjajah karena menghalangi
kesempurnaan islam seseorang.
2) Periode Kedua (periode setelah Snouck Hurgronje menjadi penasihat
Belanda untuk urusan pribumi di Indonesia)
a. Dalam hal ini,tidak semua kegiatan pengamalan Islam dihalangi
bahkan dalam hal tertentu didukung. Kebijakan didasarkan atas
pengalaman Snouck berkunjung ke Makkah dengan menyamar
sebagai seorang muslim bernama Abdul Ghaffar.
b. Kebijakan Snouck didasarkan tiga prinsip utama,yaitu: Pertama
rakyat indonesia dibebaskan dalam menjalankan semua masalah ritual
keagamaan seperti ibadah, Kedua pemerintah berupaya
mempertahankan dan menghormati keberadaan lembaga-lembaga
sosial atau aspek mu’amalah dalam islam, Ketiga pemerintah tidak
menoleransi kegiatan apapun yang dilakukan kaum muslimin yang
dapat menyebarkan seruan-seruan Pan-Islamisme atau menyebabkan
perlawanan politik atau bersenjata menentang pemerintah kolonial
Belanda.
Di tengah perilaku sosial yang menyimpang dari ajaran agam Islam
tersebut K.H. Ahmad Dahlan meletakkan pembaharuan-pembaharuan
keagamaan secara pribadi maupun menggunakan media organisasi
Muhammadiyah. Pembaruan Islam yang cukup orisinal dari K.H. Dahlan

4
dapat dirujuk pada pemahaman dan pengamalan Surat Al-Ma’un. Gagasan
dan pelajaran tentang Surat Al-Maun,

Artinya: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang


yang menghardik anak yatim, Dan tidak menganjurkan memberi makan orang
miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orangorang
yang lalai dari shalatnya, Orang-orang yang berbuat riya. Dan enggan
(menolong dengan) barang berguna”.

Dalam surat ini Ia menekankan sekali tentang rasa beragama yang benar
dalam kehidupan. Bahwa semua yang tertulis dalam ayat tersebut
menjelaskan konsep tauhid yang harus di hayati bersama. Dalam kalimat
terakhir Ia menyampaikan “betulkah kita sebagai orang Islam yang berani
menyerahkan harta dan jiwa raganya di bawah hukum Allah”.

Pemahaman K. H. Ahmad Dalam mengenai Surat Al-Maun Merupakan


contoh lain yang paling monumental dari pembaruan yang berorientasi pada
amal sosial-kesejahteraan, yang kemudian melahirkan lembaga Penolong
Kesengsaraan Umum (PKU). Langkah monumental ini dalam wacana Islam
kontemporer disebut dengan ”teologi transformatif”, karena Islam tidak
sekadar menjadi seperangkat ajaran ritual, ibadah dan ”hablu min Allah”
(hubungan dengan Allah) semata, tetapi justru peduli dan terlibat dalam

5
memecahkan masalah-masalah konkret yang dihadapi manusia. Inilah
”teologi amal” yang tipikal (khas) dari K.H. Dahlan dan awal kehadiran
Muhammadiyah, sebagai bentuk dari gagasan dan amal pembaruan lainnya di
negeri ini.

2.3 Faktor Subjektif

Keprihatinan dan keterpanggilan KH. Ahmad Dahlan terhadap umat dan


bangsa

Faktor Subyektif yang sangat kuat, bahkan dikatakan sebagai faktor


utama dan faktor penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah
hasil pendalaman KH. A. Dahlan terhadap Al Qur'an dalam menelaah,
membahas dan meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Sikap KH. A.
Dahlan seperti ini sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah
sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat 82 dan surat
Muhammad ayat 24 yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan
mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam ayat.
Sikap seperti ini pulalah yang dilakukan KH. A. Dahlan ketika menatap surat
Ali Imran ayat 104 :

Artinya : "Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah
yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung".

Memahami seruan diatas, KH. A. Dahlan tergerak hatinya untuk


membangan sebuah perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur
dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada melaksanakan misi dakwah Islam
amar Makruf Nahi Munkar di tengah masyarakat kita.

6
Faktor subjektif yaitu ingin melaksanakan hasil pemahaman K.H.Ahmad
Dahlan terhadap firman Allah surat An-Nisa’ ayat 82 dan surat Muhammad
ayat 24 serta surat Ali-Imran ayat 104.

Artinya: Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al quran? kalau kiranya


Al quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan
yang banyak di dalamnya.

Artinya: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al quran ataukah hati


mereka terkunci?”

Artinya : "Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah
yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung".

2.4 Profil KH. A. Dahlan Dan Pemikirannya

Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis (lahir


di Yogyakarta, 1 Agustus 1868 – meninggal di Yogyakarta, 23 Februari
1923 pada umur 54 tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia
adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga KH. Abu Bakar.
KH. Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar
Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari KH. Ahmad Dahlan
adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu.

7
Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan

Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia


merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan
saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Ia termasuk keturunan yang
kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di
antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa. Silsilahnya
tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul
Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman
Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang
Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad
Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).

Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima
tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-
pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-
Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke
kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.

Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua
tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang
juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia
mendirikan Muhammadiyah di kampungKauman, Yogyakarta.

Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya


sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai
Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari
perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam
orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti
Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula
menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai
Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai
putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu)

8
Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin
Pakualaman Yogyakarta. KH. Ahmad Dahlan dimakamkan
di KarangKajen, Yogyakarta.

Pengalaman Organisasi

Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan


dakwah Muhammadiyah, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang
cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi
wiraswasta yang cukup menggejala di masyarakat.

Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan


mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima
dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat
mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat
Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan


organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di
bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaruan dalam
cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak
umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-
Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18
November 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa
Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di
bidang pendidikan.

Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga


mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat
sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi
kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama
Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa
Belanda yang Kristen, mengajar di sekolah Belanda, serta bergaul dengan
tokoh-tokoh Budi Utomo yang kebanyakan dari golongan priyayi, dan

9
bermacam-macam tuduhan lain. Saat itu Ahmad Dahlan sempat mengajar
agama Islam di sekolah OSVIA Magelang, yang merupakan sekolah khusus
Belanda untuk anak-anak priyayi. Bahkan ada pula orang yang hendak
membunuhnya. Namun ia berteguh hati untuk melanjutkan cita-cita dan
perjuangan pembaruan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan
tersebut.

Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan


permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan
hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat
Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku
untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah
Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan
perkembangan organisasi ini. Maka dari itu kegiatannya dibatasi. Walaupun
Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain
seperti Srandakan, Wonosari, Imogiri dan lain-Iain telah berdiri cabang
Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah
Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan
menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar
Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Al-
Munir di Ujung Pandang, Ahmadiyah di Garut. Sedangkan di Solo berdiri
perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat
pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta
sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan
pengajian dan menjalankan kepentingan Islam.

Berbagai perkumpulan dan jama'ah ini mendapat bimbingan dari


Muhammadiyah, diantaranya ialah Ikhwanul-
Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi - Suci, Khayatul
Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul -
Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kanu wal - Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul
Muslimin, Syahratul Mubtadi.

10
Dahlan juga bersahabat dan berdialog dengan tokoh agama lain seperti
Pastur van Lith pada 1914-1918. Van Lith adalah pastur pertama yang diajak
dialog oleh Dahlan. Pastur van Lith di Muntilan yang merupakan tokoh di
kalangan keagamaan Katolik. Pada saat itu Kiai Dahlan tidak ragu-ragu
masuk gereja dengan pakaian hajinya.

Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad


Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui
relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan
sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-
ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan
dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin
berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal7
Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia
Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh
Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada
tanggal 2 September 1921.

Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas


gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota
Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam
Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah
Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota
(sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering
(persidangan umum).

Pahlawan Nasional

Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran


bangsa Indonesia melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka
Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan
Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar
penetapan itu ialah sebagai berikut:

11
1. KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk
menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan
berbuat;
2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak
memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang
menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat,
dengan dasar iman dan Islam;
3. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha
sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan
kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam; dan
4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah
mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan
dan berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.

12
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Mohammad Darwis atau lebih dikenal dengan KH. A. Dahlan menuntut


ilmu di kota suci Makkah, dan hasil dari pendidikannya itu kemudian beliau
membentuk sebuah wadah perubahan untuk kembali kepada Al-Qur’an dan
As-unnah Rasulullah SAW. Dari terbentuknya Muhammadiyah di kampung
Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H yang bertepatan pada
18 November 1912 dan tersebar luas hampir seluruh Indonesia sehingga
menjadi organisasi besar sampai dengan sekarang tidak lepas dari buah
pikiran K.H. Ahmad Dahlan.

3.2 Saran

Semoga makalah ini dapat menjadi bahan pembelajaran untuk kita


sebagai pembaca agar dapat mengetahui segala sesuatu dengan sejarah
Muhammadiyah. Kami sebagai penulis makalah menyadari masih banyak
kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, untuk memperbaiki
makalah ini, kami membutuhkan saran dan kritik yang membangun dari para
pembaca.

13
DAFTAR PUSTAKA

 Alyn Starlight: SEJARAH MUHAMMADIYAH


 Ahmad Dahlan - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
 bab 1 REFERNSI SJARAH MMADYAH.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai