Anda di halaman 1dari 7

Nama : Annisa Zulfarrahmah

NIM : 20204040026
PSPPA UMY

STUDI KASUS PADEPOKAN

Sebuah IFRS menyediakan sediaan farmasi yang mengandung substansi tidak halal seperti
berikut ini :

A. Obat Neuro Aid


B. Obat Lovenox
C. Obat Paracetamol dengan pelarut alkohol (sanmol)
D. Vaksin Tetanus merk Tetagam

1. Neuro Aid
a. Studi Kasus
Neuro Aid merupakan obat herbal yang digunakan untuk pengobatan stroke. Obat ini
membantu dalam melancarkan sirkulasi darah, mengatasi kekakuan otot dan
kelumpuhan, serta mengatasi ketidakmampuan berbicara pada penderita stroke, dan
dapat digunakan untuk pasien batang otak. Komposisi dari Neuro Aid sendiri salah
satunya adalah buthus martensii 0.021 g. Buthus martensii itu sendiri adalah ekstrak
kalajengking
b. Kajian
hukum mengkonsumsi ekstrak kalanjengking menurut islam ;

Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:Ada


lima jenis hewan fasiq (berbahaya) yang boleh dibunuh ketika sedang ihram, yaitu
tikus, kalajengking, burung rajawali, burung gagak dan kalb aqur (anjing galak).” [HR.
Bukhari No.3144)
c. Rekomendasi
kalajengking termasuk kriteria lima hewan berbahaya, sehingga boleh dibunuh.
Kesimpulan dari hadis tersebut bahwa kalajengking dihukumi haram, tetapi keharaman
itu karena berbahaya,maka pada asalnya tidak boleh berobat dengan benda-benda
haram kecuali dalam kondisi darurat, yaitu apabila penyakit dan obatnya memenuhi
kriteria sebagaiberikut:
a.Penyakit tersebut penyakit yang harus diobati
b.Benar-benar yakin bahwa obat ini sangat bermanfaat pada penyakit tersebut.
c.Tidak ada pengganti lainnya yang mubah.
d. Referensi
Hasan bin ahmad al-Fakki,Ahkam al-Adwiyah fi Syari’ah Islamiyyah, halaman. 187

2. Lovenox (Enoxaparin)
a. Studi Kasus
Obat Lovenox merupakan salah satu obat antikoagulan golongan LMWH (Low
Molecular Weight Heparin) yang mengandung substansi tidak halal yaitu enzim babi
b. Kajian
 Allah SWT telah menerangkan mengenai makanan haram dan makanan halal secara
jelas di Al Quran surat Al Maidah ayat 3. Allah SWT berfirman agar manusia tidak
memakan bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih bukan atas
nama Allah.
 Firman Allah SWT di surah Al-Baqarah

 ‫اغ َواَل عَا ٍد فَاَل إِ ْث َم َعلَ ْي ِه‬


ٍ َ‫فَ َم ِن اضْ طُ َّر َغ ْي َر ب‬

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi,


dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Akan tetapi,
barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang” QS. Al-Baqarah [2] :
173
c. Rekomendasi
 Pendapat Imam Al-‘Izz ibn ‘Abd Al-Salam dalam Kitab “Qawa’id AlAhkam” :
“Boleh berobat dengan benda-benda najis jika belum menemukan benda suci yang
dapat menggantikannya, karena mashlahat kesehatan dan keselematan lebih
diutamakan daripada mashlahat menjauhi benda najis”.
 Pendapat Imam al-Nawawi dalam Kitab Al-Majmu’ (9/55) :“Sahabat-sahabat kami
(Pengikut Madzhab Syafi’i) berpendapat : Sesungguhnya berobat dengan
menggunakan benda najis dibolehkan apabila belum menemukan benda suci yang
dapat menggantikannya, apabila telah didapatkan – obat dengan benda yang suci –
maka haram hukumnya berobat dengan benda-benda najis. Inilah maksud dari hadist
“ Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesehatan kalian pada sesuatu yang
diharamkan atas kalian “, maka berobat dengan benda najis menjadi haram apabila
ada obat alternatif yang tidak mengandung najis dan tidak haram apabila belum
menemukan selain benda najis tersebut. Sahabat-sahabat kami (Pengikut Madzhab
Syafi’i) berpendapat : Dibolehkannya berobat dengan benda najis apabila para ahli
kesehatan – farmakologi- menyatakan bahwa belum ada obat kecuali dengan benda
najis itu, atau obat – dengan benda najis itu.
 Dapat menggunakan antikoagulan lainnya seperti Heparin dan Warfarin dengan
golongan yang sama seperti dengan Lovenox (Enoxaparin) yaitu LMWH yang
tidak mengandung enzim babi seperti Fondaparinux

d. Referensi

DSN MUI. Obat dan Pengobatan. Fatwa DSN MUI. No. 30 Tahun 2013 tentang Obat
dan Pengobatan. 2013

3. Paracetamol dengan pelarut alkohol


a. Studi Kasus
Paracetamol menggunakan alkohol sebagai pelarut dengan tujuan agar disetiap tetes
obat tersebut mempunyai dosis yang sama dan untuk memperbesar kelarutan bahan–
bahan obat, tetapi secara normal etanol tidak ada dalam produk akhir dalam jumlah
yang diangap cukup sebagai pengawet (15-20%). Sedangkan dalam Farmakope
Indonesia edisi III/1979/hal 38, penambahan etanol dalam sirup obat sebagai pengencer
hanya dapat ditambahakan tidak kurang 6,5% dan tidak lebih 10,5%.
b. Kajian
Jika dalam alkohol ada manfaat dan ada efek negatif di dalamnya maka ambilah sesuatu
yang jangan mengambil sesuatu yang banyak kemadharatannya dari pada manfaatnya
seperti firman Allah SWT.Dalam al-qur’an surat al-baqarah : 219
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada
keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi
dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa
yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”.

c. Rekomendasi
 MUI dalam fatwanya hukum alkohol salah satunya adalah sebagai berikut
o Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non-khamar (baik merupakan hasil
sintesis kimiawi dari petrokimia ataupun hasil industri fermentasi nonkhamar)
untuk proses produksi makanan, minuman, kosmetika dan obatobatan, hukumnya
mubah apabila secara medis tidak membahayakan.
o Produk-produk makanan, minuman, kosmetika, dan obat-obatan tidak
mengandung alkohol lebih dari satu persen penggunaannya.
o Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non-khamar (baik merupakan hasil
sintesis kimiawi dari petrokimia ataupun hasil industri fermentasi non-khmar)
untuk proses produksi produk makanan, minuman, kosmetika, dan obatobatan,
hukumnya haram apabila secara medis membahayakan.

 Allah SWT berfirman :


“Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.”
(QS. Al Baqarah: 173)
 Sedangkan dalam penjelasan ULPK BPOM menyatakan alkohol dalam sirup obat
hanya sebagai bahan tambahan (bukan zat aktif), untuk membantu pelarutan suatu
zat aktif. Penggunaan hanya terbatas untuk membuat zat aktif yang tidak dapat larut
dalam air sehingga zat aktif tersebut dapat terbantu kelarutannya. Kadar maksimum
alkohol dalam sirup obat tidak ada ketentuan tertulis, namun Direktorat Penilaian
Obat dan Produk Biologi menyarankan ke pihak produsen bahwa pemakaian alkohol
pada sirup obat sekecil mungkin dibawah 5%. Kadar alkohol yang digunakan harus
dicantumkan pada komposisi penandaan/label dalam prosentase sesuai pasal 5
keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.23.06.10.5166 Tahun 2003 tentang
Pencantuman asal bahan tertentu, Kandungan alkohol, dan Batas kadaluwarsa pada
label obat, Obat tradisional, Suplemen makanan dan Pangan30 . Oleh karena itu
masyarakat dihimbau untuk lebih cerdas dalam memilih obat.
Sehingga hukumnya boleh saja, dengan catatan dalam kadar yang sesuai dan
keadaan terpaksa.
d. Referensi

38 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975, Edisi Baru
(Jakarta: Erlangga, 2016), h. 834. 41

Unit Pelayanan Pengaduan Konsumen Badan POM, “Batas Maksimum Kadar


Alkohol Pada Obat Sirup”, Official Website Unit Pelayanan Pengaduan Konsumen
Badan POM, http://ulpk.pom.go.id/ulpk/home.php?page=faq&=obat&id=192 (16
September 2020 ).

4. Vaksin Tetanus merk Tetagam


a. Studi Kasus

Tetagam merupakan vaksin yang mengandung immunoglobulin. Dalam


perkembangan cara pengobatan secara modern, terdapat berbagai bahan obat yang
berasal dari plasma darah dan turunannya, seperti immunoglobin, serum, protein,
asam amino, albumin dan hormon. Plasma darah (46 – 63% dari darah) dipisahkan
dari darah melalui suatu proses sentrifugasi (pemutaran kecepatan tinggi) sampel
darah segar, dimana sel-sel darah menetap di bagian bawah karena lebih berat,
sedangkan plasma darah di lapisan atas. Serum merupakan bagian plasma tanpa faktor
pembekuan darah, mengandung sistem kekebalan terhadap suatu kuman yang apabila
dimasukkan ke dalam tubuh seseorang, maka orang tersebut akan mempunyai
kekebalan terhadap kuman yang sama (imunitas pasif). Imunoglobulin atau antibodi
dihasilkan oleh sistem imun yang terkandung dalam plasma darah sebagai respon
adaptif yang spesifik dari suatu antigen. Pemberian imunoglobulin juga memberikan
sifat kekebalan pasif. Serum dan imunoglobulin dibuat dengan cara memasukkan
vaksin ke dalam tubuh suatu hewan (sapi, kuda, kambing, dll), sehingga sistem
kekebalan tubuhnya memberikan respon terhadap vaksin tersebut. Setelah diuji dan
hasilnya menunjukkan bahwa hewan tersebut telah kebal terhadap vaksin yang
dimasukkan, maka dilakukan pengambilan darah melalui vena leher (vena jugularis).

b. Kajian
Pada dasarnya darah adalah najis, karenanya haram dipergunakan sebagai bahan obat
dan produk lainnya. Plasma merupakan unsur darah, dan bagian tersendiri dari darah
yang sifatnya warna, bau dan rasa berbeda dengan darah, hukumnya suci dengan
ketentuan:
 hanya untuk pengobatan dengan penggunaan seperlunya
 tidak berasal dari darah manusia
 berasal dari darah hewan halal (tidak dari darah hewan haram).
Dalam Firman Allah SWT

Ar
tinya Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku,
sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau
makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya
semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa
yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang". (Al-An’am,[6] : 145) 2. Hadis-hadis Nabi Muhammad SAW,:

Diriwayatkan dari Asma r.a, beliau bercerita, ada seorang wanita datang menemui
Nabi Saw seraya berkata: Salah seorang diantara kami bajunya terkena darah haid, apa
yang harus ia lakukan? Nabi Saw menjawab: koreklah terlebih dahulu darah itu,
kemudian digosok dengan air, lalu dicuci dan, setelah itu bisa digunakan untuk sholat.
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
c. Rekomendasi
 Pendapat Para Ulama
1. Plasma tidak memiliki warna atau rasa darah, berbagai sifat dan kekhususan
darah tidak menyatu dalam plasma, sehingga plasma tidak bisa dinamakan darah,
meskipun plasma merupakan komponen-komponen darah. Sehingga, ketika
plasma digunakan untuk membuat produk-produk makanan maka tidak akan
diketahui spesifikasinya. Plasma dianggap sebagai sesuatu yang baik dan boleh
dikonsumsi (Nazih Hammad, al-Mawad al-Muharramah wa al-Najasah fi al-
Ghidza wa al-Dawa)
2. Secara warna dan hakikatnya plasma tidak sama dengan darah, sehingga
hukumnya tidak haram. Plasma darah bisa digunakan sebagai pengganti telur.
Plasma juga bisa digunakan sebagai bahan untuk membuat kue pai, sup, puding,
roti, produk susu, serta obat-abat untuk anak dan gizi untuk anak, dan yang
dicampur dengan tepung. Sehingga hukumnya plasma tidak sama dengan
hukumnya darah. Walaupun sebagian ada yang berpendapat sebaliknya. (Ali
Muhyiddin al-Ghurrah, al-Qadlaya al-Thibbiyah al-Mu’ashirah)

Kesimpulan : Masih dapat digunakan karena plasma berbeda dengan darah dan
digunakan untuk pengobatan seperlunya.

d. Referensi
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 tentang obat dan pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai